EVALUASI EFISIENSI TEKNIS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA: APLIKASI TWO-STAGE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS Endri STEI TAZKIA
[email protected] Abstract This study evaluate the performance of the technical efficiency of Islamic banking in Indonesia during the period 2008-2010 using a two-stage Data Envelopment Analysis, in which the first step is to measure the performance of the technical efficiency of banks using Data Envelopment Analysis approach and next steps to estimate the factors affecting the performance efficiency technical using Tobit regression model. Based on the measurement of technical efficiency using DEA method showed that the 24 th Islamic Bank during the 2008-2010 period is still not efficient. It can be shown from the average relative rate is still below 100%. When compared to a group of Islamic banks between Islamic banks (BUS) and sharia business unit (UUS), indicating that the level of efficiency that BUS has a larger asset is much higher than UUS have smaller assets. Meanwhile, the second phase of testing using the Tobit method showed that the factor of total assets, bank type BUS or UUS, net operating income, the quality of financing has a positive but not significant. While the coefficient of capital adequacy ratio has a negative influence but are also not significant. Keywords:islamic banks, technical efficiency, data envelopment analysys, tobit regression
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Masalah efisiensi harus mendapat perhatian serius terutama oleh pengelola bank syariah dalam rangka mendorong pengembangan industri perbankan syariah agar dapat menghasilkan kinerja yang terbaik, mempunyai daya saing yang tinggi dalam industri perbankan nasional, dan dapat memperluas pangsa pasarnya (market share). Hal ini disebabkan karena efisiensi operasional perbankan syariah masih belum berjalan secara optimal. Meskipun secara sistem, perbankan syariah telah menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik, sistem perbankan syariah sementara ini masih memberikan tingkat return yang lebih rendah kepada nasabah dibandingkan dengan yang dapat diberikan oleh perbankan konvensional. Seperti ditunjukkan dalam tabel 1 menunjukkan return on asset (ROA) perbankan syariah selama periode 2008-2010 hanya sebesar 1,52 persen lebih rendah dari perbankan konvensional sebesar 2,60 persen. Tingkat return yang rendah disebabkan oleh masih tinggi biaya operasional bank, terutama biaya yang harus ditanggung oleh nasabahnya. Tetapi secara keseluruhan, ROA bank syariah maupun bank konvensional mengalami kecenderungan meningkat selama periode 2008-2010.
Tabel 1 Perbandingan Return on Asset (ROA) Bank Syariah dan Bank Konvensional Periode 2008-2010 (dalam persentase) Bank 2008 2009 2010 Rata-rata Bank Syariah
1,42
1,48
1,67
1,52
Bank Konvensional
2,33
2,60
2,86
2,60
Sumber: Bank Indonesia Perbaikan efisiensi dapat dilakukan jika bank syariah dapat beroperasi dengan biaya yang paling minimun. Penurunan biaya operasional akan berdampak pada perbaikan tingkat return kepada nasabah dan selanjutnya akan memacu para investor untuk bermitra dengan bank syariah karena
2
selain mengharapkan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah, juga tentunya mengharapkan tingkat return yang lebih baik. Peningkatan efisiensi perbankan syariah juga penting dalam menghadapi era persaingan global dimana pesaing usaha bukan hanya datang dari industri sejenis, akan tetapi juga dari industri lainnya yang memiliki kemampuan untuk memberikan jasa sejenis. Penelitian tentang efisiensi perbankan syariah baik yang dilakukan di Indonesia maupun di negara lain masih sangat terbatas dan relatif masih baru. Beda dengan studi efisiensi bank konvensional yang telah menghasilkan banyak paper yang dipublikasikan di berbagai jurnal internasional dan nasional. Disamping itu, kebanyakan studi efisiensi hanya fokus pada pengukuran kinerja efisiensi teknis, sementara penelitian yang melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis masih sangat jarang terutama untuk bank syariah. Berdasarkan artikel survei yang dilakukan oleh Berger dan Humphrey (1997) menunjukkan bahwa kebanyakan studi hanya menfokuskan pada pengukuran efisiensi saja (one-stage efficiency), sementara penelitian yang melanjutkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja efisiensi (two-stage efficiency) masih relatif terbatas. Untuk memungkinkan untuk menguji kesignifikanan setiap variabel lingkungan Indonesia, studi efisiensi perbankan yang melakukan analisis ke tahap berikutnya yaitu mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja efisiensi perbankan syariah di Indonesia terutama menggunakan model Tobit sampai sekarang belum ada yang melakukannya. Studi Isik dan Hassan (2002, 2003), Hauner (2005), dan Havrylchyk (2006), dan yang lain menggunakan prosedur two-stage data envelopment analysis (DEA). Pertama menggunakan pendekatan DEA untuk mengukur efisiensi bank salam sampel penelitian. Kemudian, skor efisiensi yang diperoleh dalam langkah 1 (step1) diregresi dengan faktor spesifik bank dan spesifik negara menggunakan analisis Tobit. Jadi, seperti dinyatakan oleh Bos and Kool (2006) pendekatan ini dan juga dampak kombinasi dari seluruh variabel-variabel yang lain terhadap efisiensi. Coelli et al. (2005)
3
dan Pastor (2002) mencatat beberapa keunggulan penggunaan prosedur twostage, seperti: implementasinya mudah, kemungkinan mempertimbangkan banyak variabel lingkungan secara simultan, tanpa peningkatan jumlah unit efisien, tidak diperlukan untuk mengetahui orientasi pengaruh dari setiap variabel lingkungan, kemungkinan menggunakan beberapa (atau semua) jika variabel lingkungan keseluruhan bagian dari sub-set individu, dapat mengakomodasi variabel kontinyu dan kategorik, dan metodenya sederhana dan transparan. Studi empiris yang melakukan investigasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi efisensi menggunakan teknik regresi sensor atau model regresi Tobit pada tingkat internasional juga masih sangat jarang dilakukan. Kebanyakan studi menggunakan analisis regresi multivariat untuk mengestimasi determinan efisiensi. Rangan et al (1988) mencatat hubungan negatif antara diversitas produk dan efisiensi dan hubungan positif antara efisiensi dan ukuran bank. Studi yang sama dilakukan oleh Aly et al (1990) mengkonfirmasi temuan Rangan et al. (1998). Favero dan Papi (1995) menginvestigasi determinan efisiensi dan menemukan bahwa efisiensi dijelaskan oleh spesialisasi produk, ukuran bank dan lokasi. Miller dan Noulas (1996) juga menemukan pengaruh ukuran bank, profitabilitas, kekuatan pasar, dan lokasi terhadap efisiensi. Mereka mencatat hubungan positif yang signifikan antara efisiensi dan ukuran bank, profitabilitas, dan lokasi. Bukti-bukti empiris atas hubungan ukuran bank dan efisiensi masih ambigu, sebagian studi mencatat hubungan yang positif signifikan (antara lain; Ataullah, Cockerill, dan Le, 2004; Berger, Hancock, dan Humphrey, 1993; Chen et al., 2005; Miller dan Noulas, 1996) sementara sebagaian studi yang lain menunjukkan hubungan negatif signifikan (antara lain; DeYoung dan Nolle,1996; Girardone, Molyneux, dan Gardener, 2004; Isik dan Hassan, 2002). Beberapa studi tidak menemukan keunggulan efisiensi bagi bank besar (antara lain; Berger dan Mester, 1997; Pi dan Timme, 1993).
4
Penelitian sebelumnya juga mengkaji hubungan antara profitabilitas bank dengan tingkat efisiensi. Temuan umum menunjukkan bahwa bank yang menguntungkan (dengan nilai ROA/ROE yang tinggi) lebih efisien. Jika dikaitkan dengan rasio biaya terhadap pendapatan atau total biaya terhadap total aset, maka bank yang memiliki rasio yang tinggi cenderung kurang efisien (antara lain; Ataullah et al., 2004; Casu dan Girardone, 2004; Chang dan Chiu, 2006). Bank dengan tingkat risiko yang tinggi yang ditunjukkan oleh rasio kredit macet (non-performing loans) yang tinggi cenderung kurang efisien (antara lain; Carvallo dan Kasman, 2005; Casu dan Girardone, 2004; Yildirim, 2002). Hasil korelasi antara efisiensi bank dengan tingkat modal masih mixed, beberapa studi menunjukkan rasio modal yang besar ditemukan lebih efisien (lihat; Carvallo dan Kasman, 2005; Casu dan Girardone, 2004; Chang dan Chiu, 2006) sementara beberapa studi yang lain menunjukkan hubungan negatif (Altunbas et al., 2001; Freixas dan Rochet, 1997).
Identifikasi Masalah Terdapat dua masalah pokok yang dianalisis dalam studi ini, yaitu: 1.
Apakah industri perbankan syariah di Indonesia yang telah beroperasi selama periode 2008-2010 dapat menghasilkan tingkat efisiensi teknis yang optimal?
2.
Apakah variabel total aset, jenis bank (BUS atau UUS), Return On Asset, Capital Adequacy Ratio, Net Operating Income, dan NonPerforming Financing dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknis perbankan syariah?
Tujuan Penelitian 1. Melakukan
pengukuran
tingkat
efisiensi
perbankan
syariah
menggunakan pendekatan non-parametrik data envelopment analysis (DEA) untuk menentukan tingkat efisiensi teknis selama periode 2008-2010.
5
2. Membuktikan secara empiris variabel total aset, jenis bank (BUS atau UUS), Return On Asset, Capital Adequacy Ratio, Net Operating Income, dan Non-Performing Financing dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknis perbankan syariah secara signifikan
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian tentang efisiensi perbankan syariah baik yang dilakukan di Indonesia maupun di negara lain masih sangat terbatas dan relatif baru. Beda dengan studi efisiensi bank konvensional yang telah menghasilkan banyak paper yang dipublikasikan di berbagai jurnal internasional dan nasional. Basher (2001) melakukan penelitian mengenai kinerja dari bank Islam dari beberapa negara di Timur Tengah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui determinasi dari kinerja bank-bank Islam di negaranegara Timur Tengah pada periode 1993-1998. Sebuah variasi dari karakteristik internal dan eksternal bank digunakan untuk memprediksi Profitability dan efficiency. Secara umum, analisis yang dilakukan memperkuat
penelitian
makroekonomi,
struktur
sebelumnya, pasar
dimana
keuangan,
dan
mengontrol perpajakan,
kondisi akan
menghasilkan indikasi bahwa hutang dan pinjaman yang tinggi terhadap rasio aset akan mengakibatkan Profitability yang lebih tinggi. Yudistira (2003), melakukan penelitian terhadap 18 bank syariah di seluruh dunia selama periode 1997-2000 dengan menggunakan pendekatan DEA dan spesifikasi input output berdasarkan pendekatan intermediasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan efisiensi 18 bank syariah yang diobservasi mengalami sedikit inefisiensi di tingkat wajar 10% jika dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini disebabkan karena periode 1998-1999 bank-bank tersebut mengalami krisis global sehingga mempengaruhi kinerjanya. Bank syariah yang berskala kecil cenderung tidak ekonomis. Oleh karena itu, dianjurkan agar bank-bank yang skala ekonominya masih kecil melakukan merger atau akuisisi Hasan (2003) melakukan penelitian terhadap bank Islam di Pakistan, Iran, dan Sudan selama periode 1994-2001 menggunakan teknik parametrik
6
dan non parametrik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sumber utama efisiensi bank Islam adalah efisiensi skala bukan efisiensi teknis. Penelitian ini juga membuktikan bahwa bank berukuran besar dan profitabilitas yang besar memiliki efisiensi yang lebih tinggi. Hasil temuan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Skully (2003). Dalam studi antar negara pada 35 bank Islam menggunakan teknik DEA, Brown dan Skully (2003) menyimpulkan bahwa bank Iran yang lebih besar lebih efisien, sementara bank Sudan yang memberikan keuangan pertanian, efisiensi biayanya lebih rendah. Hasil penelitian Brown dan Skully (2003) juga menunjukkan bahwa efisiensi biaya bank-bank timur tengah (Middle East) lebih tinggi. Hassan dan Hussein (2003) menguji efisiensi sistem perbakan Sudan selama periode 992 dan 2000. Mereka menggunakan pendekatan parametrik (efisiensi biaya dan laba) dan teknik non-parametrik DEA terhadap 17 bank di Sudan. Mereka menemukan bahwa efisiensi rata-rata biaya dan laba dengan pendekatan parametrik sebesar 55 persen dan 50 persen, sementara pendekatan non parametrik sebesar 23 persen. Selama periode penelitian, mereka menemukan bahwa sistem perbankan Sudan telah menghasilkan 37 persen efisiensi alokasi dan 60 persen efisiensi teknikal, yang mendukung bahwa keseluruhan ketidakefisienan biaya bank Islam Sudan disebabkan oleh teknikal (yang terkait dengan manajerial) dari pada alokasi (peraturan. Hasan (2005) membuat sebuah penelitian mengenai efisiensi perbankan Islam. Dalam penelitiannya diuraikan tentang cost, profit, revenue, dan X-efficiency dari bank Islam di seluruh dunia. Pertama, jurnal tersebut membuat sebuah pendekatan stochastic cost frontier untuk menghitung cost efficiency dari bank Islam pada periode 1996-2003. Kedua, menghitung profit efficiency dengan memperhatikan cost dan revenue. Ketiga, menentukan revenue efficiency untuk mengetahui apakah bank Islam
membuat
inovasi
produk
perbankan
untuk
meningkatkan
pendapatannya. Keempat, menggunakan metode non parametrik Data Envelopmnet Analysis (DEA) untuk menghitung keseluruhan efisiensi, yaitu technical, pure technical, allocative, dan scale efficiency. Hasilnya adalah
7
secara rata-rata, industri bank Islam adalah relatif kurang efisien dibandingkan dengan bank konvensional. Sufian (2006) mengukur dan menganalisis efisiensi bank syariah baik asing maupun domestik di Malaysia, selama periode pengamatan 20012004. Metode analisis DEA digunakan dalam penelitian ini, dengan variabel input yang terdiri dari: total simpanan, biaya tenaga kerja, dan aset. Variabel pembiayaan dan pendapatan operasional sebagai output. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara keseluruan efisiensi bank syariah di Malaysia mengalami peningkatan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa bank asing syariah rata-rata lebih rendah efisiennya dibandingkan bank domestik syariah selama tahun pengamatan. Yaumidin (2007), melakukan penelitian untuk membandingkan tingkat efisiensi tingkat efisiensi bank-bank Islam di kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara dengan menggunakan metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur efisiensi skor data panel yang mencakup empat puluh delapan bank Islam selama kurun waktu 2000 hingga 2004. Secara keseluruhan, hasil perhitungan menunjukkan bahwa bank-bank Islam di Asia Tenggara sedikit lebih effisien dibandingkan bankbank Islam di Timur Tengah. Salah satu penyebabnya adalah tragedi 9/11 di tahun 2001 dan perang Iraq yang berlangsung di tahun 2002. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bank-bank Islam masih sangat tergantung pada sistem keuangan dan segala bentuk peraturan perbankan yang berlaku baik di tingkat nasional, regional maupun global, serta karakteristik perbedaan resiko yang berkonsekuensi pada perbedaan regulasi prudential sangat menentukan fluktuasi skor effisiensi. Ascarya
dan
Yumanita
(2006)
melakukan
penelitian
dengan
menggunakan pendekatan DEA terhadap perbankan syariah selama periode 2000-2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi relatif secara teknis bank syariah dengan pendekatan intermediasi (100%) dan produksi (85%) pada tahun 2004. Demikian juga efisiensi relatif secara skala dari pendekatan intermediasi (87%) dan produksi (97%). Secara umum dari pendekatan produksi bank syariah mengalami penurunan efisiensi teknis,
8
namun mengalami peningkatan efisiensi skala karena pada saat itu bank syariah cukup agresif dalam berekspansi membuka kantor-kantor baru. Purwanto dan Ferdian (2006) melakukan penelitian untuk mengukur kinerja efisiensi terhadap 4 Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu Bank Nasional Indonesia Syariah, Bank Rakyat Indonesia Syariah, Bank Danamon Syariah dan Bank Bukopin Syariah pada rentang waktu 2004-2005. Model DEA yang digunakan adalah BCC berorientasi input dan output dengan pendekatan aset. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor efisiensi UUS yang menggunakan orientasi input dan orientasi output memberikan hasil akhir yang sama. Input yang digunakam oleh seluruh Unit Usaha Syariah (UUS) masih dapat dihemat untuk meningkatkan efisiensi (UUS) di Indonesia yang masih belum efisien. Demikian juga dengan output, seharusnya UUS di Indonesia masih dapat meningkatkan outputnya lebih tinggi daripada output yang telah dicapai. Muharam dan Puspitasari (2007) mengukur dan menganalisis efisiensi bank syariah di Indonesia pada tahun 2005. Metode analisis DEA digunakan dalam penelitian ini. Adapun simpanan dan biaya operasional lainnya sebagai variabel input, sedangkan pembiayaan, aktiva lancar (liquid asset) dan pendapatan operasional lainnya sebagai variabel output. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa pada periode pengamatan (2005) dari dua belas bank yang diteliti, hanya ada tiga bank yang mencapai efisiensi 100 persen (BTN Syariah, Bank Niaga Syariah, dan Bank Permata Syariah). Sembilan bank lainnya dalam sampel mengalami fluktuasi dalam pencapaian tingkat efisiensi sepanjang tahun 2005. Hamim et al (2008) mengukur dan menganalisis efisiensi bank syariah di Malaysia selama dan setelah krisis ekonomi (1997-2003). Metode analisis DEA yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun variabel total simpanan, biaya tenaga kerja dan biaya operasional lainnya sebagai variabel input. Variabel pembiayaan dan pendapatan operasional lainnya sebagai variabel output. Selama periode pengamatan tahun 1997-2003, rata-rata efisiensi bank syariah di Malaysia secara menyeluruh tetap mengalami peningkatan. Studi ini menggambarkan bahwa rata-rata efisiensi bank umum syariah
9
(BUS) relatif lebih baik dibandingkan bank konvensional yang membuka layanan Unit Usaha Syariah (UUS). Studi Suseno (2008) penelitian ini bertujuan mengukur dan menganlisis efisiensi serta keterkaitan antara tingkat efisiensi dan skala ekonomi pada perbankan syariah di Indonesia selama tahun 2000-2004 (studi pada 10 bank syariah). Variabel yang digunakan adalah biaya bagi hasil, biaya lainnya dan jumlah aset sebagai input, sedangkan variabel pendapatan bagi hasil, pendapatan operasional lainnya dan jumlah pembiayaan sebagai output. Hasil penelitian ini menunjukkan secara umum rata-rata tingkat efisiensi perbankan syariah di Indonesia tahun 2000-2004 cukup efisien, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat efisiensi BUS dan UUS, tingkat efisiensinya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dan tidak terdapat hubungan tingkat efisiensi perbankan syariah dengan skala ekonomi. Studi yang melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja efisiensi teknis masih memberikan hasil yang kontradiksi. Bukti empiris hubungan antara ukuran bank dan efisiensi ambigu, beberapa studi mencatat hubungan positif signifikan (misalnya, Ataullah, Cockerill, dan Le, 2004; Berger, Hancock, dan Humphrey, 1993; Chen et al., 2005; Miller dan Noulas, 1996) sementara studi yang lain menemukan hubungan negatif signifikan (misalnya, DeYoung dan Nolle,1996; Girardone, Molyneux, dan Gardener, 2004; Isik dan Hassan, 2002). Beberapa studi tidak menemukan keunggulan efisiensi yang signifikan pada bank besar (misalnya, Berger dan Mester, 1997; Pi dan Timme, 1993). Tipe kepemilikan bank mempengaruhi tingkat efisiensi, dalam studi yang lebih luas telah membandingkan antara efisiensi bank milik pemerintah dengan bank swasta dan/atau bank milik asing. Temuan empiris di negara-negara berkembang pada umumnya menunjukkan bahwa secara rata-rata bank asing lebih efisien dari pada swasta domestik. Untuk kelompok bank asing dan swasta domestik lebih efisiens secara rata-rata dari pada bank milik pemerintah (Berger, Demirgüç-Kunt, da Levine, 2004
10
dalam menguji efsiensi bank di 28 negara berkembang; Bonin et al., (2005a,b) dalam studinya di bank Eropa Timur; Delfino, 2003; Berger, Clarke, Cull, Klapper, dan Udell, 2005 dalam studinya di bank Argentina). Dalam studi bank di India (Bhattacharya, Lovell,dan Sahay, 1997), menemukan bahwa bank pemerintah lebih efisien dari pada bank asing dan bank swasta domestik. Dalam studi efisiensi bank di Cina menunjukkan bahwa tingkat efisiensi bank pemerintah lebih rendah (Wei dan Wang, 2000; Zhao, Zhong, dan Jiang, 2001). Hubungan antara return on asset (ROA) dijelaskan oleh Blaug (2001) yang menyatakan bahwa efisiensi digerakkan oleh kekuatan struktur pasar, Blaug menyebutnya dengan “competition as a process of rivalry”. Tingkat efisiensi yang lebih tinggi dari suatu perusahaan akan menghasilkan tingkat keuntungan yang besar pula. Struktur pasar yang terkosentrasi pada beberapa perusahaan tertentu menyebabkan pangsa pasarnya lebih besar dengan kondisi pasar yang dinamis memberikan keuntungan yang lebih besar. Dalam kondisi ini terdapat hubungan positif antara efisiensi dengan profitabilitas. Tetapi pendapat sebaliknya mengatakan bahwa struktur pasar yang terkonsentrasi yang didominasi oleh beberapa perusahaan dengan pangsa pasar yang besar cenderung monopoli, yang Blaug (2001) menyebutnya dengan “competition as an end-state”. Pada umunya temuan empiris menunjukkan bahwa bank yang lebih menguntungkan dengan ROA/ROE yang lebih tinggi cenderung lebih efisien (misalnya, Ataullah et al., 2004; Casu dan Girardone, 2004; dan Chang dan Chiu, 2006). Net interest margin (NIM) merupakan biaya intermediasi keuangan yang secara khusus fokus pada perbedaan antara biaya pinjaman dan simpanan. Selisih (spread) yang besar atau nilai NIM yang tinggi menunjukkan bahwa bank beroperasi secara tidak efisien. Demirguc-Kunt dan Huizinga (1999) menguji determinan spread suku bunga menggunakan data bank-level untuk 80 negara selama periode 1988-1995. Mereka mengidentifikasi
bank-specific,
institusi,
regulatory
dan
variabel
makroekonomi mempengaruhi spread bank dan profit. Secara khusus, di negara-negara berkembang institusi perbankan domestik memiliki margin
11
dan profit yang rendah dibanding bank asing, sementara di negara-negara maju sebaliknya. Menggunakan sampel 1.400 institusi perbankan di 72 negara
selama
periode
1995-99,
Demirguc-Kunt
et
al.
(2003)
menginvestigasi dampak bank margins terhadap konsentrasi pasar, regulatory dan variabel makroekonomi dengan variabel kontrol bankspecific. Hasil studinya menunjukkan bahwa margin bunga yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan regulasi yang bertujuan untuk resktriksi operasi bank dan kebebasan untuk masuk. Walaupun persaingan tidak diukur secara langsung, studi ini berkaitan dengan keseluruhan bank yang beroperasi dalam pasar yang kurang kompetitif sanggup mencapai margin yang tinggi. Korelasi antara efisiensi bank dan tingkat modal menunjukkan hasil yang mixed, beberapa studi menunjukkan bahwa bank dengan rasio modal yang besar lebih efisien (misalnya, Carvallo dan Kasman, 2005; Casu dan Girardone, 2004; Chang dan Chiu, 2006), sementara studi yang lain menemukan hubungan negative (Altunbas et al., 2004; Freixas dan Rochet, 1997). Terdapat banyak aspek terkait dengan risiko kredit bank (bisanya diukur tingkat kredit macet) yang dikaitkan dengan efisiensi. Berdasarkan artikel survei oleh Berger et al. (1997) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara efisiensi dengan risiko 1. Berger et al (1997) memberikan beberapa alasan hubungan negatif antara risiko dengan efisiensi. Pertama, bank yang tidak efisien mempunyai masalah pengawasan biaya internalnya dan juga bermasalah dalam penilaian risiko kredit, maka dengan manajemen yang buruk menyebabkan biaya risiko kredit menjadi lebih besar. Berger et al (1997) menyebut ini dengan risiko orisinil "bad management hypothesis". Kedua, hutang yang jelek akan terjadi jika keadaan ekonomi kurang menguntungkan dan itu diluar kontrol bank, maka bank harus mengeluarkan lebih banyak sumber daya untuk merekover
1
Studi lain menemukan bahwa bank gagal biasanya tidak efisien (Berger et al., 1992; Barr et al., 1994; Wheelock et al., 1995 dan Becher, et al., 1995), atau bank yang jumlah kredit macetnya meningkat biasanya diawali dengan kenaikan dalam ketidakefisienan biaya (De Young et al., 1994).
12
persoalan hutang. Risiko kredit orisinil ini mereka sebut "bad luck hypothesis". Sebaliknya, terdapat hubungan positif antara efisiensi biaya dan risiko kredit jika bank melakukan kebijakan pengeluaran yang terbatas untuk melakukan analisis terhadap aplikasi kredit. Kebijakan ini menyebabkan bank lebih efisien tapi dengan kemungkinan tingkat kredit macet yang tinggi. Berger et al (1997) menyebut ini dengan "skimping hypothesis".
METODE PENELITIAN Variabel Input dan Output
Salah satu persoalan utama dalam menganalisis efisiensi bank adalah kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur konsep input-output bank (Casu and Molyneux, 2000). Menurut Leong et al. (2002) dan Barr et al. (2002) terdapat tiga pendekatan yang digunakan dalam pengukuran efisiensi perbankan yaitu pendekatan produksi (production approach), pendekatan intermediasi
(intermediate
approach),
dan
pendekatan aset
(asset
approach). Pendekatan produksi, melihat industri finansial sebagai produsen akun deposit dan kredit pinjaman. Pendekatan intermediasi, memandang bahwa sebuah institusi finansial sebagai intermediator, merubah dan mentransfer aset-aset finansial dan unit-unit surplus menjadi unit-unit defisit. Pendekatan aset, melihat fungsi primer sebuah institusi finansial sebagai pencipta kredit pinjaman. Menurut Kwan (2002) dan Berger dan Humphrey (1997) pendekatan intermediasi banyak digunakan dalam penelitian efisiensi bank. Mereka menyarankan bahwa pendekatan intermediasi adalah yang paling sesuai untuk mengevalusi efisiensi seluruh bank karena termasuk didalamnya beban bunga yang jumlahnya setengah atau dua per tiga dari total biaya. Penelitian ini juga menggunakan metode DEA dengan pendekatan intermediasi dimana Variabel output dari bank syariah terdiri dari Total Pembiayaan (Y1) dan Total Pendapatan Operasional (Y2), sementara variabel input terdiri dari Total Simpanan (X1), Biaya Tenaga kerja (X2), dan Aktiva Tetap (X3).
13
Metode Analisis Data
Analisis terhadap kinerja efisiensi industri perbankan di Indonesia terdiri dari dua langkah. Pertama, menggunakan DEA untuk mengukur kinerja efisiensi teknis bank selama periode 2008-2010. Kemudian nilai/skor efisiensi diregresi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi menggunakan model regresi Tobit seperti yang dilakukan oleh Rezitis (2006), Havrylchyk (2006), Isik dan Hassan (2003), dan yang lainnya. Pastor (2002) mencatat keunggulan menggunakan prosedur twostage
DEA:
(i)
mudah
diimplementasikan,
(ii)
kemungkinan
mempertimbangkan banyak variabel lingkungan secara simultan, tanpa meningkatkan jumlah unit efisien, (iii) tidak diperlukan untuk mengetahui orientasi pengaruh dari setiap variabel lingkungan, (iv) dimungkinkan menggunakan beberapa (atau keseluruhan) variabel lingkungan bersama untuk menjadi bagian dari individual.
First Stage: Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Metode DEA adalah sebuah metode frontier non parametric yang menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang dibandingkan dalam sebuah populasi. Tujuan dari metode DEA adalah untuk mengukur tingkat efisiensi dari decision-making unit (DMU ie.bank) relatif terhadap bank yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada pada atau dibawah “kurva” efisien frontier-nya. Jadi metode ini digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari beberapa objek (benchmarking kinerja). Metode DEA menghitung efisiensi teknis untuk seluruh unit. Skor efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya di dalam sampel. Setiap unit dalam sampel dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif, dan nilainya antara 0 dan 1 dengan ketentuan satu menunjukkan efisiensi yang sempurna. Selanjutnya, unit-unit yang memiliki nilai satu ini digunakan dalam membuat envelope
14
untuk frontier efisiensi, sedangkan unit lainnya yang ada di dalam envelope menunjukkan tingkat inefisiensi. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Charnes, Coopers dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978 yang disebut dengan model CCR. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale atau CRS). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output juga akan meningkat sebesar x kali. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan (ie. bank) beroperasi pada skala yang optimal (optimum scale). Model CCR selanjutnya dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper pada tahun 1984 yang lebih dikenal dengan model BCC. Model BCC ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Persaingan dan kendala-kendala keuangan dapat menyebabkan perusahaan untuk tidak beroperasi pada skala optimalnya. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale atau VRS). Artinya penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Efisiensi teknis (TE) yang dihitung dengan asumsi VRS inilah yang disebut sebagai efisiensi teknis “Murni” (Pure Technical Efficiency). Dengan melakukan estimasi frontier menggunakan asumsi CRS dan VRS, maka kita dapat melakukan dekomposisi efisiensi teknis pada asumsi CRS (TECRS) menjadi efisiensi teknis murni (TE VRS) dan Efisiensi skala (Scale Efficiency, SE), secara matematis: TECRS = TEVRS x SE (1) Skor efisiensi DEA dengan asumsi VRS diperoleh dengan mencari solusi sistem persamaan berikut ini, yang sebenarnya mirip dengan persamaan (1) namun dengan mengenakan kendala konveksitas N1’ = 1, sehingga: Max, st
y i Y 0
15
xi X 0 N1’ = 1
0 (2) dimana N1 adalah N X 1 vektor satu. Spesifikasi VRS adalah pendekatan yang paling sering digunakan sejak tahun 1990-an. Maksimisasi di atas merupakan nilai efisiensi teknis, xij adalah banyaknya input tipe ke-i dari DMU ke j dan ykj adalah jumlah output tipe ke-k dari DMU ke-j. Nilai dari efisiensi tersebut selalu kurang atau sama dengan 1. DMU yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan DMU yang nilainya sama dengan 1 berarti DMU tersebut efisien. Banyak penelitian yang mendekomposisikan skor TE yang diperoleh dari CRS-DEA menjadi dua komponen, yaitu efisiensi skala (SE) dan efisiensi teknis murni (TEVRS). Hal ini dapat dilakukan dengan me-run CRSDEA dan VRS-DEA atas data yang sama. Jika ada perbedaan skor TE sebuah perusahaan dengan kedua asumsi, hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut masih belum efisien secara skala. Hubungan dekomposisi ini dapat dilihat pada persamaan (2) di atas. Satu kelemahan dari ukuran efisiensi skala yang diperoleh dari persamaan (1) adalah ketidakmampuan untuk menjelaskan apakah sebuah perusahaan beroperasi pada kondisi Increasing Return to Scale (IRS) atau Decreasing return to Scale (DRS). Untuk keperluan ini, maka kendala N1’ = 1 dalam sistem persamaan (2) harus diganti dengan N1’ 1 yang menunjukkan kendala Non-Increasing Return to Scale (NIRS), sehingga Model VRS-DEA dengan kendala NIRS adalah sebagai berikut: Max, st
y i Y 0
xi X 0 N1’ 1
16
0 (3)
Apakah pada sebuah perusahaan berlaku IRS atau DRS dapat dilihat apakah skor NIRS-TE sama dengan skor VRS-TE. Jika kedua skor tersebut sama, maka perusahaan tersebut berada pada kondisi DRS, sebaliknya, jika kedua skor tersebut berbeda maka perusahaan tersebut berada pada kondisi IRS.
Second Stage: Model Regresi Tobit
Metode Tobit mengasumsikan bahwa variabel-variabel bebas tidak terbatas nilainya (non-censured); hanya variabel tidak bebas yang censured; semua variabel (baik bebas maupun tidak bebas) diukur dengan benar; tidak ada autocorrelation; tidak ada heteroscedascity; tidak ada multikolinearitas yang sempurna; dan model matematis yang digunakan menjadi tepat. Dalam penggunaan metode analisis regresi untuk penelitian bidang sosial dan ekonomi, banyak ditemui struktur data dimana variabel responnya mempunyai nilai nol untuk sebagian observasi, sedangkan untuk sebagian observasi lainnya mempunyai nilai tertentu yang bervariasi. Struktur data seperti ini dinamakan data tersensor (censored data). Model standar Tobit dapat didefinisikan untuk observasi (bank) i sebagai berikut: y *i = β x i ' + σεi, (4) dimana : y i = y *i jika y *i > 0 y i = 0 jika y *i 0 Dalam model Tobit terdapat tambahan informasi koefisiens skala (SCALE) yaitu faktor skala yang akan diestimasi σ. Faktor skala ini dapat digunakan untuk mengestimasi standar deviasi dari residual.
17
Fungi Likelihood (L) dimaksimum (maximum likelihood) untuk mengestimasi parameter β dan σ yang didasarkan atas observasi (bank) yi dan xi:
L=
(1 Fi ) (2 yi 0
yi 0
1
2 1/ 2
x e [1 / 2
2
)]( yi i ) 2
)
(5) dimana Fi =
xi /
1 t 2 / 2 e dt ( 2 ) 1 / 2
Metode regresi Tobit digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja efisiensi teknis perbankan di Indonesia. Faktorfaktor potensial yang diperkirakan mempengaruhi kinerja efisiensi teknis perbankan di Indonesia adalah: Total Aset (ASET), Bank Type (JENIS), Profitabilitas (ROA), Kecukupan Modal (CAR), Net Operating Income (NOI), dan Kualitas Pembiayaan (NPF). Alasan penggunaan metode Tobit dalam penelitian ini karena data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang censured, yaitu nilai dari variabel tidak bebas, yaitu tingkat efisiensi teknis (EFT), dibatasi dan hanya boleh berkisar antar 0 sampai 100. Jika metode OLS digunakan dengan data tersebut, maka hasil regresi akan menjadi bias dan tidak konsisten. EFTi = β1 + β2ASETi + β3 JENISi + β4ROAi + β5CARi + β6 NOIi + β7NPFi + εi
(6)
Dimana: EFT = Skor Data Envelopment Analysis (DEA) ASET = Ln Total Aset JENIS = Jenis Bank, 1 untuk kelompok bank umum syariah (BUS) asing dan 0 untuk kelompok unit usaha syariah (UUS). ROA
= Return On Asset
CAR
= Capital Adequacy Ratio
18
NOI
= Net Operating Income
NPF
= Non-Performing Financing
ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisa: First-Stage DEA Result
Hambatan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah jumlah bank syariah yang relatif masih sedikit dan banyaknya bank syariah yang tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap selama periode penelitian 20082010. Dari 34 bank syariah yang tercatat sampai Desember 2010, hanya terdapat 24 bank syariah yang mempunyai data laporan keuangan yang lengkap. Jumlah tersebut dapat memenuhi property penggunaan metode data envelopment analysis (DEA) dimana dibutuhkan setidaknya 3 decision management unit (DMU) untuk setiap variabel input dan output yang digunakan dalam model agar supaya memastikan adanya degrees of freedom untuk analisis yang bermanfaat. Dalam penelitian ini menggunakan variabel input 3 dan output 2 (total DMU 15). Efisiensi merupakan salah satu pencerminan kinerja perbankan, di mana suatu bank dikatakan memiliki kinerja yang tinggi apabila dapat meningkatkan efisiensinya dengan penggunaan variabel yang sesuai untuk memberikan hasil yang maksimal. Metode DEA merupakan ukuran efisiensi relatif yang mengukur efisiensi suatu unit pengambil keputusan (DMU) yang tidak efisien dibandingkan dengan DMU lain yang paling efisien. Dalam analisis DEA dimungkinkan ada beberapa DMU yang mempunyai tingkat efisiensi 100%. Di samping mengukur tingkat efisiensi relatif suatu DMU terhadap DMU dalam kelompoknya, DEA juga dapat melihat sumber ketidakefisienan
dengan
ukuran
peningkatan
potensial
(potential
improvement) dari masing-masing input dan output. Dalam penelitian pengukuran efisiensi dilakukan setiap tahun selama periode 2007-2009 menggunakan software Banxia Frontier Analysis untuk mendapatkan skor tingkat efisiensi masing-masing unit bank dari ke-24 bank syariah dengan menggunakan pendekatan intermediasi output-oriented.
19
Tabel 2 menunjukkan perkembangan tingkat efisiensi teknis 24 bank syariah selama periode 2008-2010. Secara keseluruhan rata-rata tingkat efisiensi teknis 24 bank syariah selama periode 2008-2010 mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2009 rata-rata tingkat efisiensi teknis bank syariah mengalami kenaikan menjadi 84,59% dibandingkann tahun 2008 sebesar 82,34%. Pada tahun 2010, rata-rata tingkat efisiensi teknis bank syariah mengalami penurunan kembali menjadi 84,21%. Tetapi jika mengacu pada tingkat efisiensi optimal 100%, perbankan syariah masih belum efisien. Hal ini menjadi tantangan bagi pengelola dan regulator perbankan syariah untuk terus memperbaiki kinerja meningkatkan tingkat efisiensi teknisnya. Jika dilihat dari tingkat efisiensi teknis individual bank syariah, pada tahun 2008 terdapat 12 bank syariah yang mencapai tingkat efisiensi teknis optimal dengan nilai DEA sebesar 1, sementara 12 bank syariah yang lain mengalami kinerja in-efisiensi. Pada tahun 2009, walaupun secara rata-rata tingkat efisiensi teknis mengalami peningkatan tetapi jumlah bank syariah yang mencapai kinerja optimal 100% berkurang menjadi 9 bank, sementara 15 bank mengalami kinerja in-efisiensi. Untuk tahun 2010, jumlah bank yang mencapai tingkat efisiensi teknis optimal 100% sebanyak 9 bank, sementara 15 bank mengalami kinerja in-efisiensi walaupun rata-rata tingkat efisiensi teknis bank syariah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009. Jika bank syariah dikelompokkan atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), maka kelompok BUS memiliki rata-rata tingkat efisiensi teknik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok UUS. Selama periode 2008-2010, rata-rata tingkat efisiensi teknis BUS sebesar 92,59% dengan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun tetapi masih diatas ratarata tingkat effisiensi UUS dan total keseluruhan bank syariah. Sementara, rata-rata tingkat efisiensi teknis UUS selama periode 2008-2010 sebesar 80,06% yang cenderung mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun dan dibawah rata-rata tingkat efisiensi teknik keseluruhan bank syariah. Kondisi
20
ini dapat mendorong UUS segera menjadi BUS untuk dapat mencapai tingkat efisiensi optimal yang telah dicapai BUS selama ini.
Tabel 2 Hasil Perhitungan DEA VRS Output-Oriented 2008 – 2010 Syariah Bank BMI BSM BSMI BNI BRI Bukopin BJB BTN Danamon BII CIMB Niaga Permata BPD Sumut BPD Aceh BPD DKI BPD Jateng BPD Jatim BPD Nagari BPD Riau BPD Sumsel&Bangka BPD Kalsel BPD Kalbar BPD Kaltim BPD Sulsel Rata-Rata Sumber: Data Diolah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
2008 1 1 1 1 1 0.5118 1 1 0.7350 0.6029 0.8429 0.9460 0.5239 0.4295 1 1 1 0.5644 0.5667 0.4986 0.8176 1 0.7232 1 0.8234
2009 1 1 0.7726 0.9718 0.9975 0.7337 1 1 0.8054 0.8632 0.9312 0.783 0.5694 1 0.7863 1 1 0.5303 0.4771 0.6149 0.7219 1 0.7436 1 0.8459
2010 1 1 0.7352 1.000 0.9852 0.7628 0.9730 1 0.7215 0.6273 0.5909 1 0.5022 1 0.7813 0.8123 1 1 0.5210 0.7187 0.7976 1 0.6805 1 0.8421
Tabel 3 Perbandingan Efisiensi Teknis BUS, UUS dan BPD Tahun 2008-2010 Tahun BUS UUS BPD Total Bank Syariah 2008 0.9303 0.7795 0.7788 0.8234 2009 0.9251 0.8133 0.8033 0.8459 2010 0.9223 0.8090 0.8297 0.8421 Rerata 0.9259 0.8006 0.8039 0.8371 Sumber: Tabel 2
21
Untuk kelompok UUS, sebagaian besar didominasi oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebanyak 12 bank syariah. Jika dimasukkan dengan BPD Jabar Banten yang telah dikonversi menjadi BUS, jumlahnya mencapai separuh dari total 26 BPD seluruh Indonesia. Rata-rata tingkat efisiensi teknis selama periode 2008-2010 sebesar 80.39% dengan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dan sedikit di atas rata-rata tingkat efisiensi total keseluruhan UUS. Khusus untuk bank BPD Jabar Banten, setelah di konversi dari UUS menjadi BUS menunjukkan kinerja efisiensi yang lebih baik bahkan mencapai tingkat efisiensi teknik optimal 100% pada tahun 2008-2009. Analisa: Second-stage analysis—Tobit regressions
Hasil
regresi
Tobit
untuk
menentukan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat efisiensi teknis bank syariah selama periode 20082010 ditunjukkan dalam tabel 4. Koefisien dari faktor ukuran bank (Aset), jenis bank (Type), net operating income (NOI), kualitas pembiayaan (NPF) memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan. Sementara koefisien rasio kecukupan modal (CAR) memiliki pengaruh negatif tetapi juga tidak signifikan. Koefisien diterminasi (R2) yang hanya sebesar 11% yang menunjukkan bahwa variasi perubahan dalam variabel efisiensi DEA dapat dijelaskan oleh seluruh variabel independen dalam model regresi Tobit sebesar 11%, sementara 89% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model Tobit.
22
Tabel 4 Hasil Regresi Tobit Determinan Efisiensi Bank Syariah Periode 2008-2010 Dependent Variable: DEA Method: ML - Censored Normal (TOBIT) (Quadratic hill climbing)
C ASET JENIS ROA NOI CAR NPF
Coefficient Std. Error
z-Statistic
Prob.
0.292919 0.032400 0.020062 0.007994 0.006228 -0.000119 0.011931
0.717731 1.181233 0.234545 0.418271 0.554237 -0.029043 0.662450
0.4729 0.2375 0.8146 0.6757 0.5794 0.9768 0.5077
11.22498
0.0000
0.408119 0.027429 0.085537 0.019113 0.011237 0.004106 0.018010
Error Distribution SCALE:C(8) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Avg. log likelihood
0.177857 0.015845 0.106435 -0.007292 0.190353 1.992876 19.39387 0.307839
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.837587 0.189662 -0.361710 -0.089566 -0.254675
Sumber: Data Diolah
Pembahasan Temuan empiris penelitian ini kontradiksi dengan banyak penelitian sebelumnya tetapi pada umumnya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja efisiensi pada bank konvensional. Studi efisiensi di Indonesia menunjukkan hubungan positif antara ukuran bank dengan tingkat efisiensi, antara lain dikemukan oleh Mardanugraha (2005) dan Yudhistira (2003). Bank-bank yang mempunyai aset lebih besar atau tingkat kapitalisasinya besar mempunyai tingkat efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan bank-bank asetnya kecil. Jika dibandingkan tingkat efisiensi teknis antara BUS dan UUS dengan menggunakan non-parametrik DEA menunjukkan bahwa BUS yang memiliki aset lebih besar lebih efisien dibandingkan dengan UUS yang
23
memiliki aset lebih kecil. Artinya, bank dengan aset yang lebih besar dalam kegiatan operasinya akan menghasilkan kinerja efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan bank yang beraset kecil. Temuan empiris ini sejalan dengan pandangan teori bahwa bank dengan aset yang lebih besar cenderung menghasilkan kinerja efisiensi yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena bank yang beraset besar akan beroperasi pada skala ekonomis (economies of scale), artinya bank dapat meningkatkan output sebanyak mungkin dengan biaya yang lebih rendah (efisiensi biaya). Disamping itu, temuan empiris penelitian ini konsiten dengan studi Ascarya et al (2008) yang menemukan bahwa rata-rata efisiensi BUS relatif lebih baik dibandingkan UUS maupun BPRS. Berbeda dengan studi Suseno (2008) yang menunjukkan secara umum rata-rata tingkat efisiensi perbankan syariah di Indonesia tahun 2000-2004 cukup efisien, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat efisiensi BUS dan UUS, tingkat efisiensinya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dan tidak terdapat hubungan tingkat efisiensi perbankan syariah dengan skala ekonomi. Hasil empiris studi berkaitan pengaruh ROA terhadap efisiensi bank kontras dengan banyak studi-studi sebelumnya. Mester (1996), Pastor et al. (1997), dan Carbo et al. (1999) menemukan hubungan positif signifikan antara ROA dan efisiensi. Berger, et al (2004) menemukan bank asing mempunyai efisiensi laba yang lebih tinggi kemudian dikuti oleh bank swasta domestik, dam kemudian bank milik pemerintah di 28 negara-negara berkembang. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Yudhistira (2003) membuktikan adanya hubungan positif antara tingkat profitabilitas bank dengan tingkat efisiensinya Temuan empiris yang menyatakan bahwa margin bunga bersih (NIM) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja efisiensi DEA, yang berarti bank dengan NIM yang tinggi cenderung menghasilkan kinerja efisiensi yang lebih baik. Hasil penelitian ini berbeda dengan studi Estrada et al. (2006) dan Gelos (2006) yang menunjukkan bahwa bank yang lebih efisien cenderung memiliki NIM yang rendah.
24
Hasil penelitian yang membuktikan CAR mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi bank. Bank-bank yang mempunyai nilai CAR yang tinggi mempunyai tingkat efisiensi yang lebih baik. CAR merefleksikan kemampuan sebuah bank menghadapi kemungkinan risiko kerugian tidak terduga. Karena itu tingkat CAR yang dimiliki oleh sebuah bank dapat membentuk persepsi pasar terhadap tingkat keamanan bank yang bersangkutan. Hal ini selanjutnya dapat mempengaruhi penerimaan pasar terhadap bank tersebut yang tergambar antara lain dari borrowing rate yang harus dibayarnya. CAR juga dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi bank. Rasio dari modal terhadap total aktiva, yang menggambarkan hubungan antara tingkat efisiensi dengan tingkat risiko yang akan diambil oleh bank. Hasil penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara koefisien tingkat NPL dan efisiensi bank berbeda dengan banyak studi-studi empiris lainnya yang pada umumnya menemukan hubungan positif dengan ketidakefisienan bank. Bank dengan beban risiko yang besar (yang ditunjukkan dengan tingginya rasio NPL) cenderung tidak efisien (misalnya, Carvallo dan Kasman, 2005; Casu dan Girardone, 2004; dan Yildirim, 2002). Bank dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi akan melakukan evaluasi risiko kredit yang lebih baik (Mester, 1993; Berger dan DeYoung, 1997; dan Altunbas, Liu, Molyneux dan Seth, 1999). Bank yang mengeluarkan biaya yang lebih besar dalam melakukan penjaminan dan pengawasan atas portofolio pinjaman secara relatif dalam jangka pendek menjadi tidak efisien, tetapi dalam jangka panjang menjadi lebih efisien melalui biaya kredit macet yang rendah. McAllister dan McManus (1993) mencatat bahwa bank besar mengikuti strategi bisnis dalam pengelolaan risiko melalui pengeluaran yang lebih besar atas tenaga kerja untuk mengawasi risiko pinjaman dan tingkat bunga yang tinggi untuk mengkompensasi risiko gagal bayar kredtor bank.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan
25
Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap kinerja efisiensi teknis perbankan syariah di Indonesia selama periode 2008-2010 menggunakan two-stage data envelopment analysis, dimana langkah pertama adalah mengukur kinerja efisiensi teknis bank menggunakan pendekatan data envelopment analysis (DEA) dan langkah selanjutnya mengestimasi faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja efisiensi teknis dengan menggunakan model regresi Tobit. Pastor (2002) mencatat keunggulan menggunakan prosedur two-stage DEA: (i) mudah diimplementasikan, (ii) kemungkinan mempertimbangkan banyak variabel lingkungan secara simultan, tanpa meningkatkan jumlah unit efisien, (iii) tidak diperlukan untuk mengetahui orientasi pengaruh dari setiap variabel lingkungan, (iv) dimungkinkan menggunakan beberapa (atau keseluruhan) variabel lingkungan bersama untuk menjadi bagian dari individual. Berdasarkan pengukuran efisiensi teknis menggunakan metode DEA menunjukkan bahwa ke-24 Bank Syariah selama periode 2008-2010 masih belum efisien. Hal ini dapat ditunjukkan dari rata-rata angka relatifnya dibawah 100%. Jika dibandingkan kelompok bank syariah antara BUS dan UUS, menunjukkan bahwa tingkat efisiensi BUS yang memiliki aset lebih besar jauh lebih tinggi dari UUS yang memiliki aset lebih kecil. Sementara, pengujian tahap kedua menggunakan metode Tobit menunjukkan bahwa faktor total aset, jenis bank BUS atau UUS, net operating income, kualitas pembiayaan memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan. Sementara koefisien rasio kecukupan modal memiliki pengaruh negatif tetapi juga tidak signifikan.
Rekomendasi
a. Hasil perhitungan tingkat efisiensi menggunakan metode DEA dapat dijadikan sebagai alternatif atau pembanding dalam menilai kinerja operasional perbankan syariah disamping menggunakan analisis rasio-rasio keuangan (CAMELS) yang telah digunakan selama ini b. Penelitian ini
juga
dapat
menjadi
acuan bagi BI
dalam
merekomendasikan perubahan status UUS menjadi BUS, karena
26
dalam temuan empiris dalam peneltian ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi teknis BUS lebih baik dari UUS c. Langkah ke depan juga perlu diidentifikasi secara bersama-sama, baik oleh pelaku, regulator, akademisi maupun pengamat bank syariah, dapat secara bersama-sama mendefinisikan fungsi dan peran bank syariah di dalam perekonomian nasional sehingga spesifikasi input-output yang digunakan dalam analisis dapat mencerminkan karakteristik bank syariah yang sesungguhnya.
27
DAFTAR PUSTAKA Aly, H.Y., Grabowski. R., Pasurka. C., dan N. Rangan. (1990). Technical, Scale and Allocative Efficiencies in U.S. Banking: An Empirical Investigation, Review of Economic and Statistics 72, 211-218. Altunbas Y., Evans L., Molyneux P. (2001): Bank Ownership and Efficiency, Journal of Money, Credit and Banking, vol.33. no. 4. Ascarya, Diana Yumanita, Noer A. Achsani, dan Guruh S. Rokhimah (2008). Measuring the Efficiency of Islamic Banks in Indonesia and Malaysia using Parametric and Nonparametric Approaches, Islam Research and Training Institute (IRTI-IDB) Konferensi International ketiga Keuangan dan Perbankan Islam: Pengelolaan Risiko, Pengaturan Dan Pengawasan, SBP-IRTI, Karachi, Pakistan, Nopember, 2008 Ascarya dan Yumanita, Diana (2006). Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dengan Data Envelopment Analysis, TAZKIA Islamic Finance and Business Review, Vol.1, No.2, pp. 1-32 Ataullah A, Cockerill T, Le H (2004) Financial liberalization and bank efficiency: a comparative analysis of India and Pakistan. Appl Econ 36:1915–1924 Basher, Abdul Hamed. (2001) Assessing The Performance of Islamic Banks: Some Evidence from the Middle East, American Economic Association Annual Meeting, Lousiana Berger, A.N. dan Humphrey, D.B. (1997). Efficiency of financial institutions: International survey and directions for future research. European Journal of Operational Research, 98, 175-212. Berger, Allen N., Hancock, Diana, and Humphrey, David, 1993, “Bank Efficiency Derived from the Profit Function”, Journal of Banking and Finance, 17; 317-347 Berger, A.N. dan Mester, L. J. (1997). Inside the black box: What explains differences in the efficiency of financial institutions? Journal of Banking and Finance, 21, 895-947. Bhattacharyya, A., Lovell, C., dan Sahay, P.(1997). The impact of liberalization on the productive efficiency of indian commercial banks. European Journal of Operational Research, 98; 332-345. Bos, Jaap W dan Kolari, James (2005), Large Bank Efficiency in Europe and the United States: Are There Economics Motivations for Geographic Expansion in Financial Service?, the Journal of Business, July; 78, 4 pg 1555 Brown, M. dan Skully, K. (2003). A Cross-Country Analysis of Islamic Bank Performance. Paper presented at the International Banking
28
Conference 2003 “From Money Lender to Banker: Evolutions of Islamic Banking in Relation to Judeo-Christian and Oriental Traditions, Prato, Italy. Carvallo O, Kasman A (2005) Cost efficiency in the Latin American and Caribbean banking systems. J Int Financ Market Institut Money 15:55–72 Casu B, Girardone C, Molyneux P (2004) Productivity in European banking-a comparison of parametric and non-parametric approaches. J Bank Finance 28:2521–2540 Chang, T. -C., and Chiu, Y. -H. (2006). Affecting factors on risk-adjusted efficiency in Taiwan's banking industry. Contemporary Economic Policy, 24 (4), 634−648. Chen, X., Skully, M., & Brown, K. (2005). Banking efficiency in China: Application of DEA to pre-and post-deregulation eras: 1993– 2000. China Economic Review, 16(3), 229−245. Coelli, T. (2004, August). Efficiency and productivity measurement: An overview of concepts,terminology and methods. Paper presented at the short course on Productivity and Efficiency Measurement Methods with Applications to Infrastructure Industries, University of Queensland, Brisbane. Coelli, T., Prasada Rao, D. dan Battese, G. E. (2005). An introduction to efficiency and productivity analysis. Massachusetts, USA: Kluwer Academic Publishers. DeYoung, R., dan Nolle, D. E. (1996). Foreign-owned banks in the US: Earning market share or buying it? Journal of Money, Credit and Banking, 28, 622−636. Demirguc-Kunt, A. and H. Huizinga (1999), “Determinants of Commercial Bank Interest Margins and Profitability: Some International Evidence,” World Bank Economic Review, Vol. 13, 379-408. Estrada, Dario Esteban Gomez and Ines Orozco. (2006) “Determinants of Interest Rate Margins in Colombia.” Borradores de Economia 393, Banco de la Republica de Colombia. Favero, C.A. and Papi, L. (1995), “Technical efficiency and scale efficiency in the Italian banking sector: a non-parametric approach”, Applied Economics 27, 385-395 Freixas, Xavier, and Jean-Charles Rochet (1997). “The Microeconomics of Banking”. The MIT Press.Cambridge, Massachusetts. London, England. Gelos, Gaston R. (2006) “Banking Spreads in Latin America.” IMF Working Paper, 06/44, International Monetary Fund
29
Girardone, C., Molyneux, P. & Gardener, E. P. M. (2004). Analysing the determinants of bank efficiency: the case of Italian banks, Applied Economics, 36 (3), 215-227 Hamim S. A Mokhtar, Naziruddin Abdullah, dan Syed M. Al Habshi. 2008. “Efficiency and Competition of Islamic Banking in Malaysia.” Journal Humanomics. Vol. 24. No. 1. Hal. 28-48. Emerald: Group Publishing Limited. Hassan, M.Kabir (2003). Cost, profit and x-efficiency of Islamic Banks in Pakistan, Iran and Sudan”. Paper presented at International Conference on Islamic Banking: Risk Management, Regulation and Supervision, Indonesia. Hassan, M Kabir (2005). The Cost, Profit, and X-Efficiency of Islamic Banks, 12th Annual Conference Economic Research Forum, Kairo Hassan, M.K dan Hussein, K.A. (2003) Static and Dynamic Efficiency in the Sudanese Banking System, Review of Islamic Economics 14, 548. Hauner D.(2005). Explaining efficiency differences among large German and Austrian banks. Applied Economics; 37; 969-980 Havrylchyk O. (2006). Efficiency of the Polish banking industry: Foreign versus domestic banks. Journal of Banking and Finance, 30(7):1975-1996. Hussein, K.A. (2003) Operational Efficiency in Islamic Banking: The Sudanese Experience, Working Paper No. 1, Islamic Research and Training Institute (IRTI), Islamic Development Bank . Isik, I. and Hasan, M.K., (2002), “Technical, Scale, and Alloctive Efficiencies of Turkish Banking Industry”, Journal of Banking and Finance, 26, 719-766. Isik, I and Hassan, M. K. (2003). Efficiency, ownership and market structure, corporate control and governance in the Turkish Banking Industry. Journal of Business Finance & Accounting, 30(9) & (10), 1363-1421 Majid, M. A, Nor, N. G. M, and Said, F. F (2003): Efficiency of Banks in Malaysia. In proceedings of the fifth International Conference on Islamic Economics and Finance, Vol. II, pp. 405-6, Bahrain Mardamugraha. Eugenia.(2005). Efisiensi Perbankan di Indonesia dipelajari Melalui Pendekatan Fungsi Biaya Parametrik, Disertasi dalam bidang Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Universitas Indonesia, Jakarta
30
McAllister, Patrick H. and Douglas McManus. (1993) Resolving the Scale Efficiency Puzzle in Banking, Journal of Banking and Finance 17 (No. 2/3, April), 389-405. Miller, S.M., and Naulas, A.G., (1996), The Technical Efficiency of Large Bank Production, Journal of Banking and Finance, 20, 495-509. Muharram, H. dan Pusvitasari, R. 2007. “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopmet Analysis (Periode Tahun 2005).” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol II, No. 3, Yogyakarta. Mokhtar, Hamim A Ahmad, Abdullah, Naziruddin, dan Al-Habshi M, Syed (2006). Efficiency of Islamic Banking in Malaysia: A Stochastic Frontier Approach, Journal of Economic Corporation 22, 2, 37-70 Mokhtar, Hamim S. A, Naziruddin Abdullah, dan Syed M. Al Habshi. (2008). Efficiency and Competition of Islamic Banking in Malaysia, Journal Humanomics. Vol. 24. No. 1. Hal. 28-48. Emerald: Group Publishing Limited. Pastor J.M. (2002). Credit risk and efficiency in the European banking system: A three-stage analysis. Applied Financial Economics; 12; 895-911 Purwantoro, Nugroho dan Ilham Reza Ferdian, 2006, Pengukuran Kinerja Bank Syariah : Integrasi Pendekatan DEA dengan Analisis Rasio Keuangan, Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia No. 10 Th. XXXV Pi, Lynn and Timme, Stephen, (1993), “Corporate Control and Bank Efficiency” Journal of Banking and Finance, 17; 515-530 Rangan, N., Grabowski, R., Aly, H.Y., and Pasurka, C. (1988), “The technical efficiency of US banks”, Economics Letters 28, 169-175 Samad, A., dan M. K. Hassan (1999). The Performance of Malaysian Islamic Bank During 1984-1997: An Exploratory Study, International Journal of Islamic Financial Services, 1. Sufian, F. (2007) The Efficiency of Islamic Banking Industry: A NonParametric Analysis with Non-Discretionary Input Variable, Islamic Economics Studies, 14 (2), 147-175. Sufian, Fadzlan. 2006. “The efficiency of Islamic Banking Industry in Malaysia: Foreign Versus Domestic Banks.” Paper INCEIF Colloquium. Malaysia Suseno, Priyonggo. 2008. “Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi pada Indsutri Perbankan Syariah di Indonesia.” Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2. No. 1. Yogyakarta: Pusat pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Fakultas Ekonomi UII.
31
Yudistira, Donsyah (2003), Eficiency in Islamic Banking; An Empirical Analysis of 18 Banks, Paper, Loughborough University, United Kingdom. Yaumidin, Umi Karomah. (2007). Efficiency In Islamic Banking: A NonParametric Approach, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2007 Yildirim H. S. and Philippatos G. C.(2002), “Efficiency of Banks: Recent Evidence from the Transition Economies of Europe 1993-2000”, University of Tennessee
32