Jurnal SUIVA ISIIAS },IALIKUSSALEH llrnu Sosial dan Ilmu politik
*e*tetr Ss* Sr.rt
Unitary State Indonesia)
Actor in Aceh Peace and post-Conflict Ul
I-10
lt-22
&. Muhammad Fazil, M.Soc.Sc Media Massa Indonesia dalam Mewartakan di Indonesia Kematian Bantaqiah CS)
Industri Media dalam pemilu 2014 .S.Sos., M..Si fritb Komunikasi Sosial pembangunan Ernnnikasi Sosial Pembangunan pemerintah Aceh: ;i Menuju People Centred Development) ,M.Si, Kamaruddin,S.Sos,M.Si, Ainol Mardhiah,S.Ag,M.Si pultiL Merupakan Salah Satu pilar dalam Mewujudkan t"" Goyernance di Setiap Negara Rasyidin, S.Sos.,MA Iomirnikasi Interpersonal Sebagai Basic Skill Individu Dwi Fitri, S.Sos.,MA
Iunial SIItrVAL.inivenilas \,lalikussaleFr, Val. Xll. No 1, April 2014
23-39
4l-61
63-85
87-102
103-t12
KAJIAN KRITIS KOMUNIKASI SOSIAL PEMBANGUNAN (Studi Komunikasi Sosial Pembangunan Pemerintah Aceh; Strategi Menuju People Centred Development ) Subhani, Kamaruddin Hasan dan Ainul Mardhiah ABSTRAK Kajian ini bertujuan memperoleh suatu pemahaman secara utuh tentang komunikasi dalam proses sosial dan pembangunan yang berpusat pada manusia sesuai dengan karakteristik masyarakat dan tujuan dari pemerintahan khususnya pemerintah Aceh pasca konflik dan tsunami. Pemahaman dan penerapan paradigma pembangunan yang tepat menjadi signifikan dalam pembangunan berpusat manusia, secara bersamaan dalam aplikasinya menemukan model komunikasi sosial pembangunan yang relevan. Mengingat komunikasi berfungsi sekaligus berperan besar dalam rangka mendorong proses pembangunan regional, nasional dan global. Sebagai proses pembangunan, komunikasi berperan menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat, dalam pemerintah maupun diantara keduanya. Komunikasi bagai aliran darah yang mengalirkan pesan-pesan politik dan pembangunan. Dengan model komunikasi yang tepat, dapat menemukan metode, bentuk dan strategi untuk mencapai tujuan pembangunan yang sebenar. Metode kualitatif dengan paradigma kritis menjadi alat membedah kajian ini. Data kajian diperoleh dari observasi berperan serta, analisis realitas dan postrealitas komunikasi sosial dan pembangunan global, nasional maupun regional khusus Aceh (Pemerintahan dr. Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf), juga dilakukan wawancara mendalam dengan para stakeholders. Data sekunder diperoleh melalui kajian kepustakaan. Temuan kajian ini diharapkan bermanfaat dalam melahirkan solusi Model Komunikasi Pembangunan dan paradigma pembangunan khusus bagi Provinsi Aceh sekaligus dapat memperkaya temuan praktis dan teoritis. Kata Kunci: Komunikasi Sosial Pembangunan, Paradigma Pembangunan dan Pendekatan kritis
-------------------------ISSN 1693 – 8569
1 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
PENDAHULUAN Dalam upaya mengkaji proses komunikasi sosial dan pembangunan yang berpusat pada manusia, dengan tujuan menemukan suatu model komunikasi dan paradigma pembangunan yang relevan dan signifikan dengan realitas kehidupan kontemporer dewasa ini, pada tahap awal penulis memaparkan fenomena kehidupan yang akan menjadi titik awal tujuan pembangunan sebenarnya. Pembangunan kehidupan manusia secara global, nasional dan regional khususnya Aceh pasca konflik dan tsunami. Karena Aceh tidak berdiri sendiri, Aceh berada dalam percaturan komunikasi dan pembangunan secara global, nasional dan regional. Fenomenologi kehidupan dewasa ini, merupakan masa semakin transparannya kesenjangan kehidupan dalam proses pembangunan disemua dimensi kehidupan. Pendekatan dan paradigma pembangunan yang selama ini dipraktekkan hampir diseluruh pelosok dunia tidak terkecuali Indonesia dan Aceh kurang menyentuh sisi kemanusiaan. Proses pembangunan diaplikasikan nihil proses komunikasi sosial pembangunan yang efektif. Akibatnya, terjadi kesenjangan pembangungan dalam semua segi kehidupan manusia. Pertama, secara global kesenjangan terjadi antara negara maju dengan negara berkembang atau sering disebut sebagai negara ketiga semakin melebar. Demi pembangunan yang masih kabur landasan filosofi dan paradigm, negara berkembang seperti Indonesia meminjam uang pada negara maju dan rakyat yang harus menanggung beban derita hutang berkepanjangan. Walau sudah satu keturunan jangka waktunya, walau hutang selalu dibayar tentu dengan hutang baru pula, lubang itu digali dan lubang itu pula ditimbuni dan sampai lubang itu semakin membesar dan semakin membesar. Memaksa budaya berhutang, bangsa negara terbungkuk memberikan kepala kepada negara multi-kolonialis. Maka dengan elegansi ekonomi Negara multikolonialis ramai-ramai pesta kenduri sambil kepala manusia negara berkembang yang tertindas dimakan. Akibat lainnya cengkeram kuku negara multi-kolonialis, beratus juta rakyat menggelepar menggelinjang, terperangkap, terjaring di jala raksasa hutang yang menenggelamkan harga diri. Rakyat Negara berkembang yang notabene dominan miskin selalu minum mimpi, makan angan-angan dan berlansung sudah sangat lama. Dunia dengan sistem ekologi manusia yang berada diambang kehancuran, struktur-struktur sosial yang sudah sangat keberatan beban, nilai-nilai moral, identitas lokal dan global menjadi kabur tersamarkan. Dengan keyakinan diri sebagai manusia menipis, peradaban kemanusian tergusur oleh peradaban hukum rimba dengan mengagungkan libido hewani, yang kuat memakan yang lemah secara rakus. Negara masih terjebak dalam tarikan kepentingan politik elite, kepentingan pemodal, terseret dalam cengkraman kapitalisme domestik, global, terbawa arus budaya komersialisme dan konsumerisme. Sehingga disadari bahwa manusia sedang menjalani kehidupan dalam sebuah dunia yang sedang menderita krisis multidimensi. Sebuah dunia dengan kemiskinan ekonomi, kemiskinan absolute, bahkan kemiskinan mental/moral,
-------------------------ISSN 1693 – 8569
2 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
pengangguran meningkat, yang sangat merendahkan martabat, harkat, dan hakikat kemanusiaan. Kedua, secara nasional dan regional terjadi kesenjangan antara pusat dan daerah, kesenjangan antara kota dengan Desa/Gampong, kesenjangan juga semakin besar terjadi antara si kaya dengan si miskin. Realitas kesulitan hidup yang semakin melilit kehidupan, dengan kemiskinan menjadi sahabat yang sangat setia dengan angkatnyapun terus meningkat. Pengangguran menjadi irama kehidupan keseharian dengan angkanya terus melambung. Keputusasaan menjadi nada yang kian merusak gendang pendengaran. Himpitan kemelaratan menjadi pasrah sebagai nasib yang wajib diterima tanpa kekuatan untuk merubahnya. Lahirnya generasi bangsa menjadi pengemis, walau jiwa menangis ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa tertancap dalam dan sangat membekas dalam hati. Harapan menjadi pupus dan terhapus dari memori sebagian rakyat yang muncul adalah sikap apatisme, skeptisme dan fesimisme. Praktek bisnis penguasa negara dan daerah yang juga sunyi akhlak dengan proyek-proyek habis dikunyah segelintir mereka dan keluarganya serta mereka kenyangnya terengah-engah diatas jutaan rakyat yang busung lapar. Membiarkan hutan-hutan digunduli, hutan lindung dibabat, lahan pertanian yang tidak terurus dan sawah-sawah kering dan berubah fungsi, kegiatan pertambangan merusak lingkungan hidup, satwa liar yang tidak memiliki tempat tinggal yang nyaman. Praktek korupsi berlansung meruyak Negara dan daerah membuat rakyat bangsa sekarat. hobby mengmark-up anggaran negara- daerah notabene uang rakyat sudah menjadi-jadi. Sudut lain, yang menyesakkan dada ketika langit-langit akhlak rubuh yang merambah sampai kedunia pendidikan yang semestinya menjadi contoh penarapan ahklak mulia. Proses pembangunan ini, melahirkan segelintir orang dinegara dan daerah ini teramat kaya, hingga orang-orang di negeri-negeri yang jauh disana, dengan gaya hidup boros berasaskan gengsi dan fanatisme mengimpor barang luar negeri, gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis. Segelintir orang dinegara dan daerah ini, dengan ringan bisa makan harga satu porsi setara untuk mengisi perut kosong 100 orang miskin. Sayang, sudah sangat berkurang yang berupaya sekuat tenaga menjahit sakit pembangunan, sakit komunikasi, sakit politik, hukum, ekonomi sosial budaya dengan sengenap kemampuan. Negara sebagai hasil karya manusia, dalam membangun tidak lagi menjadi pranata sebagai prestasi peradaban manusia untuk tujuan-tujuan fitrahnya. Negara dan daerah tidak lagi dibangun dan diselenggarakan dengan nilai-nilai ketuhanan, keadilan, peradaban, kebersamaan dan azas kedaulatan rakyat. Yang dipercaya menjalankan pembangunan negara dan daerah meninggalkan jati diri, identitas bangsa negaranya, meninggalkan akar budaya yang mendasari identitas tersebut. Sedangkan manusia sebagai yang menghidupkan, membangun dan menjalankan negara dan daerah tidak memahami akan hakikat dirinya, tidak dipahami dengan benar dan baik bahwa Negara dan daerah ini dihuni oleh manusia-manusia yang berlatar belakang etnik, agama, suku, dan bangsa yang beragam. Pembangunan Negara ini hanya mampu mendefinisikan keindonesiaan nusantara hanya lewat -------------------------ISSN 1693 – 8569
3 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
kacamata Jakarta dan pulau Jawa. Pembangunan Aceh hanya mampu mendefinisikan keAcehan hanya lewat Ibu Kota Provinsi Banda Aceh dan sekitarnya saja. Penguasa negara dan daerah tidak mampu melihat rakyat yang tersisih yang tidak tersentuh pembangunan dan perberadaban di seluruh pelosok negeri. Bahkan atas nama pembangunan, penguasa Negara dan daerah masih berprilaku membantai rakyatnya, intimidasi, pengusiran, pengasingan, intoleransi dan ketidakadilan. Pembangunan negara dan daerah tidak mampu masuk kedalam ranah kognitif rakyat. Negara dan daerah tidak mampu melihat anak-anak negeri yang kurus ringkih, busung lapar, pandangan mata yang kosong, tanpa keinginan dan harapan, anak-anak yang tidak tercatat di sekolah manapun. Penguasa negara dan daerah masih bertanya siapa itu rakyat? di mana alamatnya, bagaimana potret nafkahnya, bagaimana kesehatannya dan pendidikannya, bagaimana populasinya. Negara dan daerah hihil database rakyatnya. Negara dan daerah masih melihat rakyat sebagai kumpulan orang-orang dengan wajah lugu, gampang dibodohi, gampang dibariskan, mudah dicatat sebagai sederetan angka, gampang dimusnahkan, menerima saja dihujani sejuta kata-kata dengan perangai tidak banyak tingkahnya. Memang masalah-masalah ini tidak berdiri sendiri. Ini adalah gejala seluruh dunia. Yang satu merupakan sebab dan sekaligus akibat dari lainnya. Fenomena ini berlansung di berbagai daerah Indonesia sudah menjadi keniscayaan problema kesenjangan komunikasi, sosial dan pembangunan yang paling akut sampai saat ini. Rapuhnya fundamental komunikasi dan paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini menuntut adanya suatu langkah perbaikan yang komprehensif, karena tantangan ke depan yang akan dihadapi sangatlah berat dan membutuhkan kerja keras dari semua elemen. Globalisasi, perdagangan bebas merupakan tantangan eksternal ke depan secara nasional maupun daerah pemerintah Aceh. Masalah internal krisis multidimensi yang berkepanjangan, seperti kesenjangan kesejahteraan, pengangguran, kesehatan, pendidikan, kemiskinan dan lain-lain masih selalu melekat dalam setiap sendi kehidupan manusia di Indonesia dan khususnya Aceh, sehingga dibutuhkan suatu upaya penanggulangan yang komprehensif, integral, berkelanjutan dan kritis dengan melahirkan tindakan nyata. Sebagai langkah awal, dalam menjawab tantangan tersebut, kajian ini mencoba memaparkan hasil kajian secara konseptual untuk dapat dilakukan kajian kembali secara mendalam oleh para pihak. Pertama membedah realitas komunikasi dan pembangunan dengan pendekatan kritis. Kedua, menganalisa pembangunan berpusat pada manusia (People Centred Development). Ketiga, komunikasi dalam proses pembangunan, keempat; melihat momentum Aceh dalam proses komunikasi dan pembangunan berpusat manusia dan terakhir penutup.
-------------------------ISSN 1693 – 8569
4 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
Membedah realitas komunikasi dan pembangunan manusia secara kritis " ......coba perhatikan secara seksama dan sungguh-sungguh ide-ide murni dari rakyat, analisis realitas rill dan realitas semu yang datang dari rakyat, yang masih berserakan belum sistematis, dan coba perhatikan kembali Ide-ide, realitas dan post realitas tersebut, pelajari bersama rakyat sehingga menjadi ide-ide dan realitas dan post realitas yang lebih sistematis, kemudian menyatu lagi dengan rakyat, diskusikan dan jelaskan ide-ide, realitas post realitas yang datang dari rakyat itu, sehingga rakyat benar-benar paham bahwa ide-ide, realitas, post realitas itu adalah milik mereka, kemudian terjemahkan ide-ide, realitas, postrealitas tersebut menjadi aksi, dan uji kebenaran ide-ide, mana realitas rill dan mana realitas semua tadi melalui aksi. Kemudian lagi-lagi coba perhatikan ide-ide, realitas rill dan semu yang datang dari rakyat, dan sekali lagi menyatulah dengan rakyat,....... begitu seterusnya di ulang-ulang secara seksama, agar ide-ide, realitas rill dan semu tersebut menjadi lebih benar, lebih penting dan lebih bernilai sepanjang masa. Tradisi proses demikian itu adalah teori pengetahuan yang lahir dari rakyat..”.
Landasan berpikir dalam mengkaji secara kritis proses komunikasi sosial pembangunan yang berpusat pada manusia, bukan hanya menggungkapkan gejalagejala sosial pembangunan, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik proses pembangunan tersebut. Maka dibutuhkan pemahaman atau verstehen dalam bahasa Max Weber bukan sekedar penjelasan atau erklaren. Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial pembangunan, maka penulis berperan serta sebagai pelaku dalam proses komunikasi sosial pembangunan agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala komunikasi dan pembangunan. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen), tentang proses komunikasi pembangunan yang sedang berlansung, tidak cukup apabila hanya mengetahui tentang apa dari realitas tersebut tetapi juga mengapa dan bagaimana dari proses realitas itu terbentuk. Mengapa ada atau terjadi, bagaimana terjadi atau bagaimana proses terjadinya. Guba seperti yang dikutip Patton (1990 dalam Poerwandari, 1998:30) mendefinisikan kajian dalam situasi alamiah sebagai kajian yang berorientasi pada penemuan (discovery-oriented). Sehingga kajian ini secara sengaja membiarkan kondisi yang dikaji berada dalam keadaan sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul atau ditemukan. Sehingga kajian ini dimulai dari adanya masalah-masalah komunikasi, sosial pembangunan nyata yang dialami oleh sekelompok individu, kelompokkelompok, kelas-kelas, komunitas, negara, maupun daerah yang tertindas dan teralienasi dari proses-proses komunikasi, sosial pembangunan yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara global, nasional maupun regional. Mesti diawali dari masalah-masalah praktis dari realitas kehidupan sehari-hari, berusaha menyelesaikan masalah-masalah tersebut lewat aksi-aksi nyata yang bertujuan agar mereka-mereka yang tertindas dari proses pembangunan yang tidak berpihak kepadanya dapat membebaskan diri dari belenggu penindasan baik kontek global, nasional maupun regional. Karena itu kajian ini bersinggungan dengan usahausaha menjadikan masyarakat masuk dalam ranah kritis dengan meningkatkan kesadaran kritis. -------------------------ISSN 1693 – 8569
5 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
Kajian ini mencoba melakukan kritik ideologi berdasarkan perbandingan antara struktur komunikasi, sosial pembangunan buatan dengan struktur komunikasi, sosial pembangunan nyata. Dengan menentang proses-proses sosial yang tidak manusiawi dan selanjutnya proses-proses yang tidak manusiawi tersebut dapat dipecahkan melalui aksi bersama rakyat. Pendekatan ini kajian ini dapat diterapkan pada beberapa jenjang analisis mulai dari tingkat lokal sampai dengan pergolakan-pergolakan ideologi dan politik nasional serta global. Dengan melihat realitas yang ada di balik kenyataan yang tampak. Mencoba mengungkapkan sesuatu di balik tabir terutama menyangkut masalah-masalah ideology, kekuasaan (power) dan kepentingan ekonomi-politik dari proses komunikasi dan pembangunan yang sedang berlansung. Kemudian realitas bersama antara penulis dan yang dikaji (subjective-objective reality) mengenai hal-hal yang dapat dilakukan bersama sebagai pengetahuan praktis guna melakukan perubahan. Kajian melalui aksi (action research), dipilih karena bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dalam memecahkan masalah komunikasi sosial dan paradigma pembangunan dengan penerapan langsung pada dunia aktual. Dengan memakai bahasa informal dan advokatif. Berusaha menunjukkan kenyataan yang diperkirakan mampu menggugah kesadaran pembaca tentang model komunikasi sosial dan paradigm pembangunan yang sedang berlansung. Proses komunikasi sosial pembangunan yang berpusat rakyat, memerlukan kajian secara kritis , dengan asusmsi didasarkan atas prinsip bahwa semua manusia, secara potensial dapat menjadi agen aktif dalam pembangunan dunia sosial dan personalnya. Sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang selalu didasarkan pada sebuah bentuk dialog antar subyek, bukan subyek dengan obyek. Kajian ini, jelas harus mendidik rakyat untuk melakukan aksi tanpa mengasingkan mereka dari realitas dunia mereka sendiri, menggabungkan analisis dengan aksi. Dengan meningkatkan kesadaran para pelaku perubahan dari realitas yang diputar balikkan oleh kalangan tertentu dan disembunyikan dari pemahaman sehari-hari. Rakyat adalah subyek dalam menciptakan proses sejarah, bukan obyek. Berupaya untuk membebaskan manusia dari konsep-konsep yang secara ideologis beku dari kenyataan dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan. Menempatkan manusia sebagai sekumpulan subyek yang aktif dalam membentuk dunia mereka sendiri yang didasarkan pada dialog antar subyek. Secara langsung menjadikan rakyat mengerti dunia mereka sendiri dan mampu melakukan aksi-aksi revolusioner dengan cara melibatkan mereka dalam proses komunikasi dan pembangunan. Rakyat dipandang sebagai sekumpulan manusia yang dapat dibangun kemanusiaannya melalui pemahaman historis progressive terhadap proses-proses dan struktur-struktur komunikasinya dan pembangunan. Bahwa rakyat manusia dapat merubah diri mereka sendiri melalui pranata-pranata yang diciptakan sendiri. Manusia sebagai pembentuk sejarah dirinya. Bukan hanya sekedar mampu mendiskripsikan fakta-fakta komunikasi sosial pembangunan sosial, tetapi pemahaman dan aksi bersama rakyat. -------------------------ISSN 1693 – 8569
6 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
Pembangunan Berpusat Pada Manusia (People Centred Development) Pendekatan kritis diatas sebagai landasan cara perpikir dan menerapkan proses komunikasi sosial pembangunan kedepan. Pembangunan yang berpusat pada manusia pada dasarnya menempatkan rakyat sebagai pelaku utama pembangunan mengutamakan komunikasi yang efektif. Sebagai contoh baik, pada tahun 2006 yang lalu dunia tersadarkan oleh seorang Muhammad Yunus ekonom Banglades dengan Bank Gramennya telah berhasil membantu kaum miskin terbanyak wanita dengan penerapan komunikasi yang sangat efektif dalam proses membangun, memberdayakan dan mengembangkan kehidupan dari tidak berdaya menjadi berdaya. Muhammad Yunus membangun perdamaian, rasa keadilan, menghargai martabat, harkat dan hakikat sebagai manusia. Manusia itu patut terlepas dari belenggu kemiskinan. Suatu karya monumental untuk “meniadakan” kemiskinan. Muhammad Yunus percaya kemiskinan merupakan kondisi kehidupan yang cenderung menimbulkan kesenjangan serta merupakan sumber obyektif terjadinya konflik. Tidaklah mungkin perdamaian, kedilan abadi bisa diwujudkan manakala warga dunia terbelah antara jumlah terbesar yang miskin dan jumlah sedikit yang kaya. Kondisi miskin adalah kondisi tidak adil dan tidak berkemanusiaan. Kekerasan, konflik dan perang mudah disulut oleh kemiskinan. (kompas 16 oktober 2006). Tidak akan ada perdamaian dan tidak akan ada keamanan yang bisa terjamin dalam jangka panjang, ketika 80 persen manusia di muka bumi ini dikontrol oleh 2 persen pemegang kekayaan. Demokrasi tidak akan berarti bagi jutaan manusia yang menghadapi situasi sekarat karena mereka dalam kemiskinan. Di antara konsekuensi mengerikan apabila kemiskinan tidak ditangani adalah timbulnya rasa putus asa dan dendam kaum miskin yang kemudian memunculkan kecurigaan, kebencian, dan konflik. Dengan demikian, kekerasan akibat kemiskinan bisa menyebar ke seluruh dunia, (kompas 22 September 2006). Pembangunan yang salah paradigma, telah menyebabkan kemiskinan yang membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life (James. C.Scott, 1981), mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Maka sebagai kritik atas model pembangunan bersifat top down, hadir dengan model pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development) dengan paradigma penghidupan berkelanjutan (sustanaible livelihood). Artinya, memahami penghidupan masyarakat dari kondisi yang rentan (vulnerable)
-------------------------ISSN 1693 – 8569
7 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
menjadi berkelanjutan (sustainable) dengan mengembangkan potensi/aset yang dimiliki dan dinamika yang ada menjadi mampu ditransformasikan. Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat subordinasi mereka melalui organisasiorganisasi lokal secara bottom-up. Oganisasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang bermula dengan kebutuhan praktis masyarakat yang konkrit yang berkaitan dengan persoalan kesehatan, ketenagakerjaan dan penyediaan pelayanan dasar, tetapi yang dapat memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis masyarakat dalam suatu konteks komunikasi sosial pembangunan politik tertentu. Dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat mengidentifikasikan kebutuhan praktis dan strategis melalui pemberdayaan atau penguatan diri rakyat. Oleh karena itu penting melakukan kategorisasi kebutuhan praktis dan strategis rakyat untuk menghindari waktu sebagai determinan perubahan, karena perubahan jangka pendek belum menjamin transformasi jangka panjang, dan pemenuhan kebutuhan praktis rakyat tidak secara otomatis berarti terpenuhinya kebutuhan strategis rakyat. Kebutuhan praktis yang dimaksud yaitu berbagai kebutuhan dasar manusia. Sementara itu, kebutuhan strategis mencakup kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan pembangunan, komunikasi, sosial dan pemenuhan hak-hak individu, kelompok dan rakyat dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan. Usaha untuk memenuhi kebutuhan strategis tersebut adalah arena pekerjaan komunikasi, pembangunan, sosial yang bepusat pada manusia yang selama ini diyakini sebagai suatu profesi yang memiliki kemampuan dalam pemberdayaan dan pengembangan rakyat secara berkelanjutan. Zaman baru yang dibayangkan melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia mensyaratkan pula transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dalam ekologi manusia, yang telah demikian menindas rakyat. Perubahan hukum, aturan kemasyarakatan, sistem hak milik dan kontrol atas masyarakat, aturan perburuhan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol komunikasi, pembangunan dan sosial rakyat merupakan hal yang sangat penting jika rakyat ingin memperoleh keadilan dalam suatu tatanan social, pembangunan, komunikasi dan politik tertentu. Dalam cara mencapai kebutuhan-kebutuhan itulah, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia melalui strategi pemberdayaan pengembangan secara mendasar sangat berbeda dengan pendekatan-pendekatan pembangunan yang lain. Pendekatan ini berupaya untuk mencapai kebutuhan strategis rakyat secara tidak langsung melalui kebutuhan praktis rakyat, dengan menghindari konfrontasi secara langsung dengan membangun kebutuhan praktis masyarakat sebagai basis untuk membangun landasan yang kuat, sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis. Pemberdayaan rakyat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep komunikasi, sosial, -------------------------ISSN 1693 – 8569
8 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
pembangunan dan budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah komunikasi, social, pembangunan dan nilai tambah budaya. Kajian strategis pemberdayaan rakyat, baik ekonomi, komunikasi, sosial, budaya dan politik menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada manusia, yang memberikan peluang bagi rakyat untuk membangun secara partisipatif. Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa agar esensi pemberdayaan tidak menjadi terdistorsi. Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Pola kebijakan pembangunan yang selama ini dilaksanakan lebih kuat datang dari atas ke bawah daripada dari bawah ke atas. Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah, dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, pemungkin, koordinator, pendidik, mobilisator, sistem pendukung dan peran-peran lain yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Peran organisasi lokal, organisasi sosial, LSM dan kelompok rakyat lain, atau new social movement lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksana pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau rakyat pada umumnya. Konsep dasar pengembangan sustainable livelihood ádalah: masyarakat dipandang sebagai pusat semua kegiatan pembangunan (people-centered), yaitu menempatkan rakyat sebagai pusat kepentingan, pendekatan menyeluruh sesuai kebutuhan rakyat, tidak sekedar hasil akhir, proses dan perubahan yang terjadi, penting untuk diperhatikan. Pendekatan ini berupaya untuk menjembatani jurang teori dan praktek maupun kebijakan makro dan kegiatan mikro. Pendekatan ini memperhatikan kelangsungan dan keberlanjutan suatu proses dan hasil. Proses dan hasil yang diharapkan adalah melakukan transformasi dari kondisi yang rentan menuju peningkatan yang berkelanjutan. Todaro, 1994, menjelaskan bahwa pemahaman terhadap proses pembangunan menghasilkan ide kemajuan, berkonotasi ke depan pada tingkat yang lebih tinggi. Proses pembangunan mesti dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap rakyat, dan kelembagaan, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolute. Visi pembangunan berpusat manusia berakar pada pandangan yang melihat bumi sebagai pesawat angkasa yang harus mempertahankan kehidupan dengan cadangan sumberdaya fisik yang terbatas. Satu-satunya sumberdaya luar yang boleh dikatakan tidak akan habis dipakai adalah sinar matahari. Jadi kualitas hidup rakyatnya tergantung pada cara bagaimana mempertahankan keseimbangan yang layak antara ssstem-sistem regeratifnya yang digerakkan dengan energi matahari, cadangan sumberdayanya dan tuntutan penghuninya kepada sistem sumberdaya ini.
-------------------------ISSN 1693 – 8569
9 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
Pembangunan berpusat manusia mewujudkan sejumlah asumsi yang bisa diverifikasi secara empiris mengenai realitas fisik, politik, dan ekonomi yaitu: sumberdaya fisik bumi bisa habis, kapasitas produksi dan daur ulang ssstem ekologi bisa ditingkatkan melalui intervensi manusia, tetapi peningkatan ini tidak bisa melampaui batas tertentu, pemerintah menurut kodratnya memberikan prioritas kepada kepentingan orang-orang yang memegang kekuasaan, kekuasaan politik dan ekonomi sangat erat kaitannya sehingga yang memiliki salah satu kekuasaan akan lebih mampu memakai kekuasaan yang lain. Pasar merupakan mekanisme alokasi yang penting, tetapi semua pasar tidak sempurna dan sesuai hakikatnya akan memberikan prioritas kepada keinginan golongan kaya, bukan kepada kebutuhan golongan miskin, rakyat yang adil berkelanjutan dan mencakup semua pihak merupakan landasan penting bagi sistem global, nasional dan regional yang adil berkelanjutan dan inklusif. Ekonomi lokal yang didiversifikasi dan yang dalam lokasi sumberdaya memprioritaskan pemenuhan kebutuhan anggota rakyat, akan meningkatkan rasa aman rakyat dan ketahanan serta stabilitas ekonomi regional, nasional dan global yang lebih besar, apabila rakyat menguasai sumberdaya-sumberdaya lingkungan hidup lokal, tempat mereka menggantungkan hidup mereka dan anak cucu mereka, mereka akan menjalankan tugas pengawasannya dengan lebih bertanggungjawab dari pemilik yang tidak menetap ditempat itu. Konsep ini, bertumpu pada beberapa nilai eksplisit dalam penggunaan sumberdaya bumi harus ada kesempatan kepada semua orang untuk mendapatkan mata pencaharian pokok. Generasi sekarang tidak berhak mengkonsumsi sumberdaya bumi secara berlebihan yang dapat membuat generasi mendatang tidak dapat memmpertahankan standar hidup manusiawi yang layak, tiap individu berhak menjadi anggota yang produktif dan berguna bagi keluarga, kelompok dan masyarakat. Kedaulatan ada ditangan rakyat, kekuasaan negara diberikan oleh rakyat dan arena itu bisa ditarik kembali oleh rakyat. Perekonomian lokal harus di diversififikasikan dan bersifat swasembada dalam memenuhi kebutuhan pokok. Rakyat mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi hidup mereka dan pengambilan keputusan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tingkat individu, keluarga dan masyarakat. Keputusankeputusan lokal harus mencerminkan suatu perspektif global, nasional dan pengakuan atas hak dan kewajiban warga. Preferensi-preferensi kebijakan dalam pembangunan berpusat manusia, mengusahakan diversifikasi ekonomi pada semua peringkat ekonomi, dimulai dari rumah tangga digampong/pedesaan, untuk mengurangi ketregantungan dan kerawanan terhadap goncangan pasar sebagai akibat spesialisasi yang berlebihan. Dalam mengalokasikan sumberdaya lokal untuk memberikan prioritas kepada produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduk lokal. Tujunnya untuk menciptakan ekonomi regional, nasional dan akhirnya ekonomi internasional , yang terdiri dari unit-unit ekonomi lokal yang swasembada dan saling terkait. Mengalokasikan sebagian dari surplus kapasitas produksi lokal diluar yang diperlukan untuk memehuni pokok lokal dalam menghasilkan barang dan jasa untuk eksport. Memperkokoh pemilikan lokal yang beralasan luas dan pengawasan atas sumberdaya-sumberdaya dengan menganut kebijakan yang -------------------------ISSN 1693 – 8569
10 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
memberikan kewenangan substansial kepada rakyat lokal atas semua sumberdaya utama mereka dan kebijakan memberi produsen perorangan kekuasaan atau kepemilikan atas sarana produksi mereka. Mendukung pengembangan organisasi rakyat yang ragam, mandiri, sadar politik dan sukarela yang akan memperkuat partisipasi penduduk secara lansung dalam proses pengambilan keputusan local, nasional mauoun global dan menyediakan lahan latihan yang penting dalam kewarganegaraan yang demokratis. Membangun pemerintahan otonomi lokal yang bertanggungjawab dan dibiayai lokal dan dipilih secara demokratis dan memberi penduduk suara kuat dalam urusan lokal. Menetapkan keterbukaan dalam pengambilan keputusan umum dan memperkuat hubungan komunikasi antara penduduk dan pemerintah. Menyediakan intensif ekonomi yang mendukung pemakaian ulang dan pendaur-ulangan daripada penambangan dan eksploitasi. Mempertimbangkan keuangan bagi rumah tangga dan rakyat dalam menentukan pilihan investasi. Memilih investasi industri yang memperkuat produksi skala menengah dan kecil yang berdiversifikasi, memakai tehknologi yang sehat, melestarikan sumberdaya dan produk local, melayani dan menigkatkan efisiensi untuk bersaing dalam pasaran domestic, menguatkan hubungan kebelakang dan kemuka didalam ekonomi. Menguntungkan pertanian kecil, intensif yang didasarkan atas penggunaan tehnologi bio-intensif dengan produktifitas tinggi. Memberikan preferensi kepada tehnologi maju padat informasi dan komunikasi daripada yang padat materi dan merusak sumberdaya. Memberikan prioritas kepada mobilisasi sumberdaya lokal, tabungan dan energi sosial, menghindari ketergantungan kepada kebiasaan membiayai dengan hutang, terutama hutang luar negeri. Memberikan prioritas investasi dalam bidang pendidikan yang akan membangun kemampuan rakyat untuk mengatur hidup mereka sendiri, masyarakat dan sumberdaya-sumberdaya dan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan regional, nasional mapun global. Mendorong rasa ikut bertanggungjawab terhadap kesejahteraan semua anggota masyarakat dan menghormati kerkaitan manusia dan alam. Pendekatan ini, memilih kesejahteraan manusia dan berkelanjutannya lingkungan hidup diatas penambahan dalam masukan ekonomi; pasaran domestic diatas pasaran luar negeri, pembiayaan dan pemilikan lokal diatas pinjaman dan investasi asing, dan kemadirian dalam bidang ekonomi di atas ketergantungan pada sistem perdagangan internasional. Menyambut partisipasi dalam masyarakat global, tetapi dalam posisi dengan kekuatan mandiri bukan dengan ketergantungan pada pihak luar. Pendekatan lain, salah satu prinsip pembangunan yang dianggap penting dan bisa menjembatani proses pemberdayaan komunitas adalah grass-root development yang memiliki akar ideologi popular development (pembangunan dimulai dari manusia). Popular development pada dasarnya adalah pembangunan yang menggunakan prinsip-prinsip learning process. Pemberdayaan muncul sebagai solusi atas fakta ketimpangan struktur kekuasaan (strukutral power inequality) yang berlansung selama ini, dimana masyarakat bawah haus akan kebutuhan untuk mendapatkan kekuasaan dalam mengatur diri merek sendiri. Artinya, pemberdayaan dapat dipahami sebagai mekanisme dari retristribution of -------------------------ISSN 1693 – 8569
11 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
hegemoni. Dimasa awal kedatangannya konsep pemberdayaan dimaknai sebagai: The Principle of dismandismantling of the dominion (pembongkatan kekuasaan yang mengkungkung kehidupan rakyat). Kedua, Class struggle (perjuangan kelas) atau takking over the control ethich of liberation (etika pembebasan) drawn from the vision or ideology of Marxism. Pemahaman konsep pemberdayaan melunak dan mengalami perubahan sangat dramatis dimana konsep tersebut lebih dimaknai sebagai proses penguatan kapasitas komunitas lokal. Pemberdayaan lebih dipahami sebagai encouraging self expression and self determination. Apple Baum, e.t. al. (1999), menyebutkan bahwa memberdayaan suatu kaum atau komunitas mengandung makna yaitu; authority, pemberdayaan membawa konotasi authorityzation atau pemberian kewenangan lebih luas kepada suatu komunitas tersebut. Capacity, kekuasaan atau power bermakna pula sebagai energi. Pemberdayaan mengandung aspek atau bermakna sebagai berikut; memperbesar peluang dalam melakukan pilihan-pilihan ekonomi dan politik, meningkatkan derajat kebebasan seseorang atau suatu komunitas tertentu dalam mengembangkan kehidupannya, meningkatkan kapasitas dalam penguasaan sumber daya ekonomi, memiliki posisi dan kewenangan lebih besar dalam menentukan sesuatu. Pendekatan, metode dan teknik-teknik komunikasi sosial dari pembangunan berpusat manusia mengutamakan bentuk-bentuk kelompok dan organisasi swadaya. Proses pembangunan pengetahuan dan sumberdaya manusianya mesti didasarkan pada konsep-konsep dan metode belajar sosial. Kerangka kerja ekologi manusia dipergunakan dalam analisisi dan pilihan-pilihan produksi. Ukuran keberhasilan bukan hanya melibatkan masyarakat dan lingkungannya, lebih dari itu menjadikan komunitas sebagai landasan bagi proses analisis tersebut. Maka untuk mencapai suatu pembangunan yang berpusat manusia dan sesuai dengan realitas komunikasi, sosial, lingkungan, politik yang ada diperlukan suatu perubahan struktural. Perubahan struktural tersebut berpusat pada; perubahan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadaan yang mendorog dan mendukung usaha-usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitasnya. Juga perubahan dan pengembangan struktural dan proses organisasi masyarakat yang berfungsi menurut kaidahkaidah ssstem yang mandiri. Selanjutnya perubahan dan pengembangan sistem produksi- konsumsi yang diorganisasi secara teritorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah pemilikan dan pengendalian lokal. Prinsip-prinsip keswadayaan ditingkat lokal harus mampu menggantikan logika ekonomi yang kovensional yang menerapkan skala ekonomi, spesialisasi, investasi dan keuntungan komparatif yang dalam beberapa kasus telah menjadi tidak fungsional. Sedangkan keswadayaan ditingkat lokal memfokuskan pada relasi antara tempat, rakyat dan sumberdaya yang terjalin menjadi sistem ekologi manusia yang mendukung kemandirian ditingkat lokal. Maka ideologi kebijakan pembangunan dan pengembangan kelembagaan ditingkat global, nasional, lokal dan komunitas diharapkan merujuk kepada implementasi prinsip-prinsip
-------------------------ISSN 1693 – 8569
12 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
desentralisasi, partisipasi, pemberdayaan, pelestarian, jejaring sosial, keswadayaan lokal dan prinsip keberlanjutan (sustainability). Posisi komunikasi dalam proses Pembangunan Memahami paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia, juga secara bersamaan memahami proses komunikasi yang berlansung. Proses komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling mengisi, saling membutuhkan, saling mempengaruhi, tidak dapat dipisahkan, saling berinteraksi baik secara lansung maupun tidak lansung. Proses pembangunan tanpa proses komunikasi dapat dipastikan tidak akan berjalan dengan baik, demikian juga sebaliknya. Komunikasi dan pembangunan bagaikan aliran darah yang mengisi seluruh bagian tubuh. Tujuan komunikasi pembangunan adalah untuk menanamkan gagasan-gagasan sikap mental, dan mengajarkan ketrampilan yang dibutuhkan. Secara pragmatis dapat dirumuskan bahwa komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan. Sehingga strategi komunikasi dapat dijadikan panduan communication planning dan communication management untuk mencapai suatu tujuan. Dengan perkataan lain bahwa pendekatan dalam pencapaian tujuan boleh berbeda tergantung dari situasi dan kondisi namun harus selalu berada dalam ruang lingkup koridor yang ada. Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti yang luas dan terbatas. Dalam arti yang luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal-balik) diantara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Sedang dalam arti yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan tadi. Kedua pengertian tadi merupakan acuan dari konsep komunikasi pembangunan pada umumnya. Maka secara sederhana konsep komunikasi pembangunan dapat didefinisikan seperti diungkapan Effendy, 2005, komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat. Agar komunikasi pembangunan lebih berhasil mencapai sasarannya, serta dapat menghindarkan kemungkinan efek-efek yang tidak diinginkan. Kesenjangan efek ditimbulkan oleh kekeliruan cara-cara komunikasi, hal ini bisa diperkecil bila memakai model komunikasi pembangunan yang dirumuskan sedemikian rupa, yang mencakup prinsip-prinsip berikut: Pengunaan pesan yang dirancang secara khusus (tailored message) untuk khalayak yang spesifik; Pendekatan “ceiling -------------------------ISSN 1693 – 8569
13 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
effect” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan yang bagi golongan yang dituju (katakanlah golongan atas) merupakan redudansi (tidak lagi begitu berguna karena sudah dilampaui mereka atau kecil manfaatnya, namun tetap berfaedah bagi golongan khalayak yang hendak dicapai; penggunaan pendekatan “narrow casting” atau melokalisir penyampaian pesan bagi kepentingan khalayak; pemanfaatan saluran tradisional, yaitu berbagai bentuk pertunjukkan rakyat yang sejak lama berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan masyarakat setempat; pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan; mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di kalangan rekan sejawat mereka sendiri; dan diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme keikutsertaan khalayak (sebagai pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu sejak tahap perencanaan sampai evaluasinya (Nasution, 2004). Proses pembangunan masyarakat merupakan suatu proses yang ditumbuhkan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial dan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, menumbuhkan kepercayaan serta inisiatif masyarakat dalam setiap proses pembangunan, dengan tujuan utama untuk kemajuan sosial, ekonomi dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat dalam suatu wilayah. Upaya menumbuhkan kondisi-konsisi tersebut dibutuhkan proses dan model komunikasi yang tepat sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat. Komunikasi dalam pembangunan bukan saja bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku rakyat seperti yang sering ditemui dalam penyuluhan yang lebih banyak dikuasai oleh kekuatan komunikator (komunikasi satu arah), tetapi juga perlu memperhatikan peran rakyat baik sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dikenal dengan komunikasi dua arah. Perkembangan peran komunikasi dalam pembangunan telah menimbulkan pergeseran paradigma, yakni dari komunikasi satu arah menjadi dua arah di mana rakyat dan komunikator saling menghargai aspirasi dan kepentingannya dalam proses komunikasi tersebut. Menurut Melkote (2007), pakar komunikasi Rogers memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan komunikasi pembangunan melalui berbagai penelitian tentang difusi inovasi, partisipasi, pemberdayaan, dan perubahan sosial masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada lingkungan sosial, ekonomi, dan realitas politik berkaitan dengan pendidikan keahlian untuk mengembangkan komunikasi antarpekerja atau koperasi. Proses pembangunan dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui arah kebijakan pembangunan yang pro rakyat di segala sektoral dengan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat (people empowering) yang memusatkan proses pembangunan pada manusia atau rakyat. Setyono, 2002 menyebutkan proses pembangunan masyarakat bersifat multisektoral, artinya pertama sebagai metode pembangunan masyarakat sebagai subjek pembangunan, kedua sebagai program -------------------------ISSN 1693 – 8569
14 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
dan ketiga sebagai gerakan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan yang dilandasi oleh kesadaran untuk meningkatkan kehidupan yang baik. Momentum Aceh Dalam Proses Komunikasi Pembangunan Dari pemahaman diatas tentang realitas komunikasi dan pembangunan manusia di atas, perlu kemudian dianalisis momentum Pemerintah Aceh dalam proses komunikasi dan pembangunan yang berpusat pada manusia. Sehingga setiap momentum tersebut proses komunikasi dan pembangunan dapat dijadikan cerminan untuk melakukan aksi perubahan yang lebih baik kedepan. Dapat disebutkan beberapa momentum yang dapat menguatkan komunikasi sosial dan pembangunan berpusat pada manusia, antara lain: Pertama, musibah gempa dan tsunami, pada tanggal 26 Desember 2004 dengan kekuatan 8,9 Skala Richter yang disusul gelombang tsunami yang melanda hampir seluruh daerah Aceh dan Nias (Sumatera Utara) serta 11 negara lainnya. Momentum ini mesti menjadi landasan dalam setiap gerak proses komunikasi dan pembangunan Aceh baik secara nasional maupun global. Jaringan komunikasi dan pembangunan yang sudah terbentuk memerlukan perawatan, sehingga tidak terputus dan kemudian dapat dirumuskan model komunikasi dan paradigm pembangunan lanjutan. Kedua, terjadinya proses komunikasi dialogis dalam mencapai damai. Proses komunikasi ini diawali oleh GAM secara sepihak menyatakan gencatan senjata berkaitan dengan musibah tsunami, pada tanggal 27 Desember 2004, berlanjut sampai tanggal 29 Januari 2005 antara RI-GAM yang difasilitasi oleh yayasan Crisis Manajement Initiative (CMI), dialog kedua berlansung pada 21-23 Februari 2005, pada tanggal 12-16 April 2005 sebagai dialog ketiga dan dilanjutkan tanggal 26 - 31 Mei dialog keempat RI - GAM di Helsinki. Momentum ketiga, MoU Helsinky 15 Agustus 2005, pada tanggal 12-17 Juli dialog kelima RI-GAM di Helsinki berlanjut pada tanggal 15 Agustus 2005 RIGAM melaksanakan perjanjian damai yang ditandatangani oleh Malek Mahmud (GAM) dan Hamid Awaluddin (RI) di Helsinki. Proses perdamaian yang ditandai dengan lahirnya MoU Helsinki tahun 2005 telah mentransformasi Aceh dari medan perang menjadi arena pertarungan politik paling dinamis sekaligus laboratorium demokratisasi yang melahirkan terobosan-terobosan inovatif dalam politik Aceh dan Indonesia. Komunikasi emosional menjadi rasional, lawan menjadi kawan, egois menjadi humanis. Dalam konteks ini, politik, negosiasi, komunikasi, diplomasi secara santun menjadi taruhan yang tidak mungkin dinafikan. Momentum keempat, adalah damai bersemi, bahwa setelah perjanjian damai ini tidak ada lagi perang, bumi Serambi Mekkah menjadi aman, rakyat bebas melakukan berbagai aktifitas tanpa ada ancaman dan teror. Nafas persengketaan dan permusuhan yang telah berakar lebih dari 30 tahun lebih di Aceh mulai berhenti. Ia tergantikan dengan angin perubahaan yang jauh lebih signifikan dan makin melegakan. Simpul penting transformasi konflik menuju proses damai yang lebih stabil dan berkelanjutan telah dilalui. Moment penting transformasi konflik menuju proses damai yang lebih stabil dan berkelanjutan telah dilalui. Kini, yang -------------------------ISSN 1693 – 8569
15 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
tak kalah pentingnya adalah bagaimana mengikat komitmen damai bagi semua orang, bukan hanya pihak yang bertikai, demi upaya merajut kehidupan khususnya Aceh dan Indonesia pada umumnya, untuk merajut proses komunikasi dan pembangunan yang berpusat pada manusia. Kelima, Pemilukada 11 Desember 2006, bahwa cahaya perdamaian itu makin bersinar ketika pilkada yang berlangsung 11 Desember 2006 berjalan secara demokratis telah mampu memberi ruang baru bagi sirkulasi kekuasaan di Aceh. Pilkada desember 2006 pun melahirkan pemimpin yang beragam, mulai dari kelompok yang selama ini terbuang dari siklus kekuasaan /outsider hingga masyarakat sipil yang dianggap berprestasi untuk menjaga momentum membangun Aceh. Pilkada lalu menunjukkan besarnya keinginan dari rakyat sipil Aceh untuk menyongsong perubahan politik pemerintahan dan mengharapkan adanya visi pembangunan yang lebih mengakar pada kepentingan rakyat luas. Momentum keenam, lahirnya UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ketujuh lahirnya Partai Politik Lokal. Parlok sebagai alat penyalur aspirasi masyarakat Aceh diharapkan dapat membawa Aceh ke arah yang lebih baik, mandiri dan modern. Parlok diharapkan mampu membangun pencitraan diri dalam konteks ke Acehan. Hal tersebut sangat tergantung pada landasan ideologis, strategi-taktik, dan program-program yang diusung. Di samping itu, juga memiliki kemampuan menerjemahkan kondisi objektif keAcehan. Dalam konteks keAcehan dan sistem politik nasional, bagaimana membangun kanal politik secara nasional dan global, karena arah proses perdamaian abadi masih sangat bergantung oleh konstelasi politik di nasional dan global. Kehadirannya juga merupakan bagian dari road map to peace process di Aceh seperti yang tertuang dalam kesepakatan Helsinki. Beberapa kemajuan dalam tahapan perdamaian dan rekonstruksi memang memberikan nilai yang mampu memperpendek jaring transisi. Momentum Kedelapan, Pemilu legeslatif 9 April 2009, merupakan arena pembuktian kekuatan bagi parlok dan alat ukur seberapa kuat parnas masih bisa bertahan untuk merebut kursi-kursi di DPRA dan DPRK-DPRK di Aceh. Dengan Undang-undang No. 11 tahun 2006 pemilu 2009 menjadi lain, kepesertaan kontestan partai politik lokal membawa nuansa baru dalam sistem demokrasi di Aceh dan Indonesia. Kehadiran parpol lokal menjadi titian penting bagi proses transisi politik dan pembangunan Aceh. Keberhasilan Partai lokal yaitu Partai Aceh (PA) bentukan mantan kombatan GAM meraih lebih dari 45% suara pemilih di seluruh Aceh dalam pemilu legeslatif 2009, dapat dikatakan keberhasilannya menguasai parlemen di Aceh juga keberhasilan transformasi politik dan pembangunan. Momentum Kesepuluh, Pilpres 8 Juli 2009, saat itu terdapat tiga kendidat pasangan Capres cawapres (SBY-Boediono, Megawati-Prabowo dan JKWiranto). Masing-masing pasangan mempunyai kelemahan namun juga telah memiliki sejumlah kelebihan. Memang akhirnya Rakyat Aceh dominan memilih pasangan SBY–Boediono. Sebenarnya sebelumnya peran SBY dan JK dalam proses damai Aceh lebih dominan, lewat tangan merekalah sehingga mampu menghentikan konflik berkepanjangan di bumi tanah Iskandarmuda dengan adanya perjanjian MoU Helsinki 15 agustus 2005. Pihak PA-KPA cermat melihat -------------------------ISSN 1693 – 8569
16 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
pasangan mana yang akan lebih berpeluang untuk dapat dijadikan rekan kerja di Jakarta. Kemana arah angin PA-KPA saat itu kesitu pula arah rakyat Aceh. Politik memang susah diprediksi, terutama di Aceh. Hasil prediksi diatas kertas selalu meleset dari perhitungan sebenarnya. Kesebelas, Pemilukada 9 April 2012, pemilukada yang serentak di 17 dari 23 kabupaten/kota se-provinsi Aceh. Berbeda dengan Pilkada lainnya di Indonesia yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Pemilukada di Aceh diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Hal lain yang membedakan Pemilukada Aceh adalah Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah boleh diikuti oleh calon independen. Selain itu, ada syarat yang sudah dikenal dalam Pemilukada ini oleh rakyat Aceh, adalah setiap Calon Kepala Daerah mengikuti tes baca Al Qur'an. Dalam proses Pemilukada tersebut, juga melahirkan komitmen bersama untuk pemilu damai yang berlangsung di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, 14 Maret 2012. Dilandasi semangat menjaga perdamaian, persaudaraan, kebersamaan, dan taat pada aturan, kami para calon gubernur dan wakil gubernur Aceh bersepakat; 1. Melaksanakan pilkada damai dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun 2012 demi terwujudnya Aceh yang bermartabat, aman, damai, dan sejahtera, 2. Memastikan agar massa pendukung dari masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh untuk berkampanye sesuai aturan dan norma-norma yang berlaku, 3. Berjanji untuk saling menghormati antara sesama peserta pilkada dengan tidak mengintimidasi, memprovokasi atau melakukan tindakan yang dapat menciderai perdamaian dalam segala bentuk, demi pilkada yang demokratis di Aceh, 4. Menerima kekalahan dengan lapang dada dan menghargai yang menang”. Momentum Keduabelas, Pemilu Legeslatif 9 April 2014, pelaksanaan Pemilu legeslatif telah dilalui sebanyak 3 kali dengan 4 Presiden yang berbeda pasca pemerintahan Presiden Soeharto. Dalam periode 10 tahun ke belakang telah banyak perubahan yang dialami Bangsa Negara dalam menjalankan proses demokratisasi, diantaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan pers, pemisahan yang jelas antara militer dan sipil, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, munculnya berbagai partai politik bahkan partai lokal khususnya Aceh sebagai salah satu wujud kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, berkumpul yang menjadi satu ciri utama negara bangsa yang menjalankan sistem demokrasi. Namun yang kita sayangkan dari Pemilu ke Pemilu, demokrasi sepertinya berhenti sebagai pesta yang gaduh, seronok dan pengabaian etika. Momentum Ketigabelas, Pemilu Presiden 9 Juli 2014, menjadi momentum penting bagi keberlansungan cita-cita rakyat Aceh untuk hidup dalam damai, sejahtera dan bermartabat. Siapapun yang bakal menjadi presiden dan wakil presiden, rakyat Aceh tetap menancapkan harapan besar. Rakyat Aceh membutuhkan strategi yang jitu dalam menentukan pilihan presiden dan wakil presiden periode 2014-2019. Memang kita sedang berdemokrasi ditengah-tengah kemiskinan dengan keterbatasan sumber daya manusia, terkadang yang diperdebatkan bukan substansial visi misi yang realistis namun yang dipertontonkan kegagalan-kegagalan. Sehingga yang penting bagi Aceh adalah -------------------------ISSN 1693 – 8569
17 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
siapapun Presiden dan wakil Presiden, mesti dapat mempertahankan perdamaian Aceh, pembangunan Aceh berkelanjutan secara besar-besaran. Pemimpin terpilih yang mampu menjadi mediator, pemimpin yang baik dan berkualitas. Rakyat Aceh, membutuhkan rasa aman, damai, pembangunan berjalan, ekonomi meningkat, tanpa pelanggaran hak-hak asasi, sosial, budaya, politik, ekonomi, hukum dan ruang publik menjadi penting diperjuangkan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan Ph.D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Suatu Pengantar Umum. DPPPM Dirjen Dikti. Jakarta. Dilla Sumadi, 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Simbiosa Hamijoyo, Santoso S. 2006. Komunikasi Partisipatoris. Bandung: Humaniora Hasan, Erliana, 2005. Komunikasi Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama Hasan, kamaruddin, 2011, Transformasi Konflik Aceh: Dari Perjuangan Bersenjata ke Perjuangan Politik, Jurnal UNSRI. Hasan, kamaruddin, 2008, Beranda Perdamaian: Aceh Tiga Tahun Pasca MoU Helsinki (judul tulisan: Pilkada, Partai Lokal dan Masa Depan Aceh (Harapan Berakhirnya Transisi) P2P – LIPI – Pustaka Pelajar Hasan, kamaruddin, 2014, Momentum Fundamental Aceh, Waspada Senin 7 April 2014 dan beberapa media online Hasan, kamaruddin, 2014, Mampukah Negara bangsa bangkit; Ketika, cendrawasisPos dan beberapa media onlie Jurnal Akta Diurna, 2012 “Model-Model Desain Strategi Komunikasi Pembangunan” yang dikeluarkan melalui jurnal Akta Diurna Vol. 8 No. 2 Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Haluoleo.
Korten, D.C. dan Klauss, R. (ed.) 1984. People Centered Development : Contributions toward Theory and Planning Frameworks. Kumarian Press. Korten, D.C. dan Sjahrir. (ed.). 1993. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan. Kompas, 16 oktober 2006 Kompas, 22 September 2006 Moleong, Lexi J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya. Bandung. Miles, Matthew B. dan Haberman A. Michael. 1992. Qualitative Data Analysis Data diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.
-------------------------ISSN 1693 – 8569
18 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014
Mahmud, Amir; Model Komunikasi Pembangunan Dalam Penyediaan Prasarana Perdesaan Di Kawasan Pesisir Utara Jawa Tengah (Studi Kasus Desa Morodemak dan Purwosari Kabupaten Demak). Tesis Malik, Dedy Djamaluddin, 1991. Komunikasi Pembangunan. Bandung: PerspekDepedensia Nasution, Zulkarimein, 1998. Komunikasi Pembangunan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Patton, Michael Quinn. 1987. How to Use Qualitative Methods Evaluation. Sage publications. California. Sumodininggrat, Gunawan, 1998.Membangun Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Perekonomian
Rakyat.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995. Pengantar administrasi pembangunan. Jakarta: LP3ES Todaro, Michael P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi keempat. Jilid 1. Jakarta : Erlangga. United Nations. 1972. Planning as A Tool of Development (dalam Corespondence Course in Social Planning). UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang RI No.11 tahun 2006. Tentang Pemerintahan Aceh, Jakarta: CV Tamita Utama Surna. T.D. dan Harry H. A. 1992. Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta : Kantor Menteri Lingkungan Hidup. Soerjani, M. 1992. Ekologi Sebagai Dasar Pemahaman tentang Lingkungan Hidup. Serasi No. 24.
-------------------------ISSN 1693 – 8569
19 Jurnal SUWA Vol. XII NO. 1 APRIL 2014