EKSPLORASI BAHAN BUMI INDONESIA: PERAN KIMIA ANALISIS ANORGANIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada
Oleh: Prof. Dr. Bambang Rusdiarso, DEA
2
EKSPLORASI BAHAN BUMI INDONESIA: PERAN KIMIA ANALISIS ANORGANIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada
Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada Pada tanggal 17 Maret 2010 Di Yogyakarta
Oleh: Prof. Dr. Bambang Rusdiarso, DEA
3 Eksplorasi Bahan Bumi Indonesia: Peran Kimia Analisis Anorganik. Negara Republik Indonesia dikenal kaya akan potensi sumber daya alam di dalam perut bumi, tetapi sayang potensi sumber daya alam tersebut, khususnya sumber daya alam yang tergolong nonrenewable resources (tidak dapat diperbarui), seperti mineral, belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk mengetahui dan memahami kekayaan tersebut, diperlukan data kandungan unsur-unsur logam, terutama logam-logam yang mempunyai nilai ekonomis seperti: emas, perak, tembaga, besi, nikel, timah, dsbnya, dalam bahan bumi di seluruh kawasan di Indonesia. Sebab dengan memiliki dan mengetahui data komposisi kimia mineral atau logam dalam bahan bumi, dapat dipetakan daerahdaerah di Indonesia yang layak dan pantas untuk dieksplorasi untuk kepentingan rakyat. Kesejahteraan itu dapat dicapai bila pemerintah mampu memaksimalkan dengan arif sumber daya alam yang dimiliki untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk mengetahui komposisi kimia logam-logam di dalam bahan bumi secara akurat, terutama logam yang mempunyai nilai ekonomis di daerah-daerah yang akan dipetakan, dibutuhkan metode analisis kimia baru/alternatif yang mampu memisahkan suatu logam tertentu dalam suatu campuran logam-logam lain. Metode analisis kimia tersebut dapat diperoleh dari mengembangkan dan menginovasikan teknik-teknik analisis kimia yang sudah ada, menjadi metode analisis kimia baru, yang lebih selektif, sensitif dan teknik operasionalnya tidak telalu rumit. Hasil analisis kimia ini akan menjadi data valid dalam rangka membuat peta komposisi kimia logam-logam yang mempunyai nilai ekonomis, di daerah-daerah di Indonesia. Dalam ilmu kimia, khususnya bidang kimia analisis anorganik, baik analisis mikro maupun makro, masalah serius yang harus ‘diselesaikan’ untuk memperoleh data komposisi kimia bahan bumi
4 valid adalah selektivitas dan sensitivitas. Bidang mikroanalisa biasanya berorientasi pada metode analisis kimia baru, sedangkan bidang makroanalisis lebih condong pada proses pemisahan dan atau pemurnian. Dalam pelaksanaannya, kendala utama pada teknik analisis pemisahan unsur-unsur logam dalam bahan bumi adalah kelarutannya di dalam larutan dan tercampur dengan unsur-unsur logam lain atau non logam. Oleh sebab itu teknik analisis kimia yang digunakan, harus mampu mengisolasi suatu logam dari unsur logam-logam lain yang tercampur. Hal ini disebabkan kebanyakan bahan bumi hasil eksplorasi berupa konsentratnya, dimana di dalam konsentrat tersebut masih tercampur beberapa logam dengan konsentrasi yang berbeda. Contoh beberapa komoditi hasil pertambangan Indonesia yang dieksport misalnya: bijih tembaga dan konsentratnya, bijih besi dan konsentratnya, bijih nikel dan konsentratnya. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kandungan emas yang cukup menjanjikan, ini ditengarai dengan hadirnya beberapa perusahaan penambangan emas, di antaranya: Newmont Nusa Tenggara, Nusa Halmahera Mineral dan Freeport Indonesia. PT Freeport Indonesia, merupakan salah satu penghasil terbesar emas dan tembaga di dunia. Perusahaan tersebut memasarkan konsentrat (dikenal sebagai konsentrat tembaga), sebagai hasil menambang, memproses dan melakukan eksplorasi di dataran tinggi Grasberg, kabupaten Mimika, Papua. Dari nama komoditi tersebut sebagian besar awam menduga bahwa komposisi kimia logam dalam konsentrat yang dieksport tersebut sama dengan namanya, yaitu tembaga (dan emas). Hasil analisis kimia yang kami lakukan terhadap konsentrat tembaga menunjukkan bahwa komposisi kimia yang terkandung di dalam konsentrat tersebut tidak hanya emas dan tembaga, tetapi diperoleh pula logam perak, dan besi, dalam konsentrasi signifikan, dengan urutan konsentrasinya: Cu > Fe > Au > Ag (Rusdiarso, dkk, 2007a, 2008). Data ini menginformasikan bahwa hasil penambangan emas dan tembaga di dataran tinggi Grasberg, Papua, masih memungkinkan untuk dieksplorasi logam perak dan besi. Informasi lain yang diperoleh dari analisa kimia konsentrat tembaga tersebut adalah nama konsentrat hasil penambangan tidak selalu mencerminkan komposisi kimianya. Tercampurnya beberapa
5 logam tersebut di bumi, umumnya emas ditemukan secara alami dalam bentuk logam yang terdapat dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral. Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses pelapukan terhadap batuanbatuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks) (Lukas, 1985). Isolasi emas dari konsentrat tembaga telah berhasil dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut dengan menggunakan ekstraktan metilxantin (Rusdiarso, 2007a). Ekstraksi mencapai hasil optimal dengan persentase ekstraksi mendekati 99% pada perbandingan molaritas ekstraktan dan emas sekitar 3 : 1. Untuk menguji selektivitas metode analisis kimia yang digunakan, telah diuji skala laboratorium menggunakan ekstraktan yang sama. Untuk mengektraksi emas(III), ke dalam larutan tersebut ditambahkan suatu logam pengganggu, masing-masing tembaga(II), besi(III), kobalt(II) konsentrasi berbeda. Hasil yang diperoleh menunjukkan ekstraksi emas dengan ekstraktan Metilxantin tidak terpengaruh oleh adanya ion tembaga(II) maupun ion kobalt(II) walaupun konsentrasi ion pengganggu dibuat lebih besar dari konsentrasi emas(III). Hal ini berarti selama proses ekstraksi tidak terjadi interaksi antara ion tembaga(II) maupun ion kobalt(II) dengan metilxantin menghasilkan senyawa kompleks sebagai spesies hasil ekstraksi. Karena ion tembaga(II) maupun kobalt(II) adalah asam intermediat, akibatnya sulit bagi kedua ion tersebut bersaing dengan emas(III) membentuk kompleks stabil dengan metilxantin yang bersifat basa keras. Adanya ion besi(III) sedikit berpengaruh terhadap jumlah emas yang terekstraksi (Rusdiarso, 2000a). Selektivitas ekstraksi emas(III) terhadap ion tembaga(II) dan ion kobalt(II) juga sangat tinggi dengan ekstraktan amino asetilaminourasil (Rusdiarso, 2001). Keberhasilan studi ekstraksi selektif emas(III) terhadap perak(I) dengan ekstraktan metilxantin dalam pelarut kloroform makin menunjukkan bahwa metode ekstraksi dapat dipakai untuk mengisolasi dan memisahkan suatu ion logam dalam suatu campuran ion-ion logam lain (Rusdiarso, 2008). Dari pengalaman mengisolasi emas dari bahan bumi hasil eksplorasi, problem serius yang harus diperhatikan oleh para peneliti, supaya diperoleh hasil analisis kimia yang optimal adalah ketidakmurnian suatu bahan hasil eksplorasi logam dalam bahan bumi, karena tercampur dengan unsur-unsur logam lain dengan
6 konsentrasi berbeda-beda. Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode analisis pemisahan kimia yang mempunyai kepekaan tinggi, mampu untuk memisahkan, menentukan dan memperoleh kembali logamlogam dalam bahan bumi hasil eksplorasi, walaupun konsentrasi logam tersebut pada orde trace (kelumit). Pada industri, emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan bijih emas. Batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi sebagai industri tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (Zipperian dkk, 1998). Metode isolasi emas yang saat ini banyak digunakan untuk keperluan eksploitasi emas skala industri adalah metode sianida dan metode amalgamasi (Hiskey, 1985). Namun kedua metode ini memiliki kelemahan. Pada metode sianida proses sangat lambat dan menggunakan natrium sianida sangat beracun, sedangkan pada metode amalgamasi, penggunaan merkuri dapat berdampak mencemari lingkungan. Dalam hal mengisolasi logam-logam yang mempunyai nilai ekonomis, metode ekstraksi adalah suatu metode yang telah ditemukan banyak aplikasinya didalam bidang industri sampai saat ini (Siddiqui dkk, 2009, Cuculovic dkk, 2008, Sutherland dkk, 2004, Lewis et al), Pemilihan metode ekstraksi pelarut untuk keperluan pemisahan logam, pada umumnya, disebabkan oleh kelebihankelebihan yang dimilikinya, diantaranya, desain eksprimennya sederhana, cepat prosesnya dan luas cakupannya. Teknik pemisahan ini sudah digunakan secara besar-besaran untuk memperoleh kembali logam-logam, misalnya logam yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti emas dan perak (Deschenes, G., 1998, Kordosky, 1993), atau logam-logam yang merugikan lingkungan, misalnya logam-logam radioaktif atau beracun (Paping, 1983), atau memisahkan kompleks logam yang mempunyai sifat hampir sama, misalnya, Ni-Co, Nb-Ta dan logam-logam tanah jarang (Ritshey dan Ashbrock, 1984, Kordosky, 1993). Dalam suatu proses ekstraksi pelarut, ditargetkan semua logam yang dipisahkan atau logam yang diisolasi, dapat terekstraksi oleh ekstraktan yang digunakan. Pengalaman di laboratorium menunjukkan bahwa penerapan metode ekstraksi pelarut untuk memisahkan emas, memerlukan suatu ekstraktan yang memiliki selektivitas pemisahan tinggi, karena emas merupakan unsur kelumit diantara logam-logam
7 lain yang merupakan unsur utama, seperti tembaga dan besi (Rusdiarso dkk, 2001, 2007a, 2008). Sejalan dengan makin popularnya metode ekstraksi pelarut untuk proses pemisahan logam, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh para peneliti dalam mengembangkan sistem ekstraksi selektif adalah mensintesis senyawa atau ekstraktan baru. Kriteria yang harus dimiliki ekstraktan baru tersebut adalah selektif terhadap suatu logam dan proses yang lebih efisien. Namun kegiatan sintesis senyawa atau ekstraktan itu relatif mahal. Prinsip ekstraksi pelarut didasarkan pada distribusi suatu larutan logam ke dalam dua fase cair yang tidak dapat bercampur diantara mereka, yaitu fase cair yang mengandung logam dan fase organik yang terdiri dari satu atau lebih zat pengekstraksi atau zat ekstraktan. Sifat fisik ekstraktan dalam proses ekstraksi ditunjukkan oleh harga koefisien distribusi dan konstanta ekstraksinya, sedangkan sifat kimia ditunjukkan oleh interaksinya dengan ion logam dalam larutan (Rusdiarso, 2007c). Menurut jenis interaksi yang terjadi, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) proses ekstraksi utama yaitu ekstraksi solvasi, ekstraksi pertukaran kation, ekstraksi kelat dan ekstraksi anion. Hasil penelitian ekstraksi logam dengan ekstraktan asam jenis pirazolon menunjukkan bahwa konstanta ekstraksi dilaporkan baik untuk beberapa logam, seperti Co(II), Ni(II), Cd(II), Zn(II) dan Cu(II). Data konstanta ekstraksi ini dapat dipakai untuk memprediksi secara sistematik kondisi optimal yang dibutuhkan untuk memisahkan secara kualitatif ion logam dalam campuran (Rusdiarso, 1997b, 1997c). Ekstraktan steroil pirazolon (HPMSP) dapat diaplikasikan sangat efektif pada proses ekstraksi logam bervalensi dua, seperti, kobalt, kadmium, nikel, tembaga, dalam orde trace. Kompleksasi dan ekstraktibilitas ion logam terhadap ekstraktan stearoil pirazolon adalah Cu > Ni > Co > Cd. Orde ekstraksi ion logam dalam pelarut diklormetan lebih baik dibandingkan dalam kloroform, namun spesies hasil ekstraksinya sama (Rusdiarso, 1997a). Ekstraktan bis(acylPirazolon) mampu mengekstraksi ion logam kobalt dan kadmium dengan spesies hasil ekstraksi yang identik. Kompleksasi dan ekstraktibilitas kadmium (log Kex = -5,24) terhadap senyawa bis(acyl pirazolon) lebih baik dari kobalt (log Kex -7,12). Dalam hal orde
8 ekstraksinya pada penggunaan beberapa pelarut adalah C2H4Cl2 > CH2Cl2 > > CHCl3, artinya sesuai orde penurunan konstanta dielektrik dari pelarut yang digunakan (10,6 : 9,0 ; 4,8). Ini menunjukkan kepolaran pelarut lebih berperan dalam penguraian molekul bis(acyl pirazolon), sebagai awal pembentukan kompleks senyawa hasil ekstraksi (Rusdiarso, 1997b). Studi ekstraksi logam alkali dan alkali tanah dengan etermahkota (B15C5, DB18C6, DB24C8) menguntungkan, karena ekstraktan eter-mahkota ini mempunyai koordinat-koordinat netral yang dapat membentuk senyawa kompleks alkali dan alkali tanah lebih kuat dari pada koordinat-koordinat anionik dengan tipe etilen diamin tetra asetat atau ß-diketon. Logam alkali dan alkali tanah yang paling mudah diekstraksi adalah logam-logam yang memiliki ukuran yang memungkinkan inklusi (masuk) ke dalam rongga eter-mahkota. Ekstraksi cesium dan stronsium dengan eter-mahkota DC18C6 menginformasikan ekstraksi kedua kation tersebut, terutama logam cesium, berlangsung sangat lemah. Dalam hal cesium, ukuran ionnya yang jauh berbeda dengan ukuran mahkota dari eter-mahkota DC18C6 menyebabkan lemahnya ekstraksi dimana harga konstanta ekstraksinya tidak cukup. Untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi cesium dapat dilakukan dengan mengganti DC18C6 dengan suatu eter mahkota yang mempunyai lingkaran mahkota yang sesuai dalam mengadaptasi kation yang diekstraksi, yaitu eter-mahkota tipe “21C7”. Besarnya koefisien distribusi dan koefisien ekstraksi bergantung pada besarnya beberapa parameter, misalnya kadar keasaman, kekuatan ionik, konsentrasi dan sifat ion fase cair, muatan ion logam, konsentrasi dan keasaman fase organik, sifat pelarut dan struktur ekstraktan. Agar penerapannya lebih nyata dan sesuai dengan kondisi industri, khususnya hidrometalurgi, studi ekstraksi logam alkali dan alkali tanah dengan eter mahkota sebaiknya disertai kehadiran ion nitrat dalam fase air (Rusdiarso, 1994, 2007c), sedangkan pelarut terbaik yang digunakan dalam ekstraksi tersebut adalah TBP (tri butyl phosfat), bila dibandingkan dengan pelarut kloroform atau toluen. Untuk menaikkan efisiensi ekstraksi, dapat digunakan campuran 2 (dua) ekstraktan. Fenomena ini dikenal sebagai efek sinergi, yang didefinisikan sebagai kenaikan koefisien distribusi suatu logam
9 dengan menggunakan suatu campuran ekstraktan atau zat pengekstraksi. (Brunette et al, 1992, Subramanian et al, 1988). Sistem sinergi yang banyak digunakan dan paling populer pada ekstraksi dengan solven (liquid-liquid extraction) adalah campuran suatu ekstraktan asam dan ekstraktan netral. Mekanisme terjadinya ekstraksi sinergi dapat diilustrasikan sebagai berikut: ekstraktan asam (misalnya pirazolon) sangat efektif pada proses ekstraksi beberapa logam bervalensi dua, misalnya Co, Cd, Cu, Zn, Ni dan bahwa kation alkali atau alkali tanah dapat diekstraksi dengan polieter siklik (misalnya: eter mahkota) dengan adanya anion yang hidrofob. Jadi sinergi diprovokasi dengan adanya subtitusi molekul-molekul air terkoordinasi oleh molekul-molekul ekstraktan eter mahkota. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suatu polieter akan mampu berperan dalam peristiwa sinergi ini, walaupun eter tersebut sangat peka (Rusdiarso, 1993, 2007b). Telah dipelajari ekstraksi kobalt(II), Kadmium(II) pada medium alkali dan alkali tanah dengan campuran ekstraktan pirazolon (benzoil pirazolon, stearoil pirazolon, terbutil pirazolon) dan crown ether (etermahkota) dengan cavity berbeda, yaitu B15C5, DB18C6, DB24C8 (B = benzo, DB = dibenzo) dalam pelarut organik: kloroform, diklormetan dan dikloretan. Dalam medium CsCl 1M dan penggunaan benzoil pirazolon, diperoleh informasi bahwa kobalt dapat terekstraksi pada medium berisi kation cesium dengan adanya eter mahkota B15C5, dalam bentuk kompleks pasangan ion stabil. Stoikiometri spesies hasil ekstraksi menunjukkan terjadinya koekstraksi satu atom cesium agar netralitas dari spesies hasil ekstraksi dicapai. Diameter kation Cs+ (3,34 Å) lebih besar dari pada ukuran garis tengah (cavity) eter-mahkota tipe B15C5 (1,7-2,2 Å) sehingga Cs+ tidak dapat penetrasi ke dalam lingkaran eter-mahkota. Kation Cs+ diduga bergabung dengan dua eter-mahkota untuk membentuk suatu kompleks kationik tipe ‘sandwich’ sangat stabil. Kation Cs+ berada diluar eter-mahkota tetapi sangat terlindungi. Koekstraksi kation K+ (2,26 Å) dan Co++ dalam bentuk kompleks pasangan ion juga diperoleh dalam medium KCl, dengan adanya eter-mahkota B5C15 (Rusdiarso, 1991, 1993). Jadi diameter tidak sesuai, tidak mengijinkan inklusi kation Cs+, namun sebaliknya kation K+ dapat menyesuaikan dengan baik terhadap ukuran mahkota B15C5. Hasil dengan pola yang
10 identik diperoleh pada ekstraksi sinergi kadmium (II) dengan medium CsNO3, namun ekstraksibilitas Cd > Co (Rusdiarso, 2000c). Analisis data ekstraksi kobalt dengan benzoil pirazolon (HPMBP) dan eter-mahkota DB18C6 dalam medium CsCl 1 M menunjukkan bahwa kompleks hasil ekstraksi hanya mengijinkan satu eter-mahkota untuk setiap kobalt, sehingga satu molekul HPMBP berpartisipasi dalam ekstraksi (dalam fase organik), membentuk kompleks anionik. Netralitas spesies hasil ekstraksi diperoleh dengan masuknya suatu koekstraksi satu kation cesium untuk setiap atom kobalt. Bila dilihat ukuran relatif dari lingkaran mahkota DB18C6 (2,6 – 3,2 Å) dan ukuran ion Cs+ (3,34 Å), jelas bahwa ion Cs+ tidak dapat penetrasi ke dalam eter-mahkota. Akibatnya diperoleh suatu senyawa kompleks di luar cavity eter-mahkota, sehingga stabilitasnya akan sangat berkurang bila dibandingkan dengan homolognya kompleks kationik DB16C6K+, dimana K+ (2,26 Å). Dalam hal ini dapat dicatat bahwa ukuran cesium sedikit lebih besar daripada lingkaran etermahkota DB18C6. Jadi eter-mahkota DB18C6 memiliki bentuk mahkota maksimum untuk mengadaptasi kation Cs+, sehingga cesium terekstraksi lebih baik meskipun kurang kuat dibandingkan K+. Dengan sistem HPMBP-DB24C8, tidak teramati lagi ekstraksi suatu pasangan ion dan kation Cs+ tidak terkoektraksi dengan ion kobalt. Sifat dari larutan CsCl sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap spesies hasil ekstraksi. Eter-mahkota DB24C8 berperan sederhana yaitu sebagai agen sinergi solvatasi (Rusdiarso, 2000b). Dalam lingkungan kaya ion stronsium, diperoleh koekstraksi logam kobalt dan logam stronsium, baik dengan eter-mahkota B15C5 maupun DB18C6. Dengan melihat ukuran dari ion Sr2+ (2,26 Å), dapat dinyatakan bahwa ion Sr2+ terletak diluar lingkaran mahkota B15C5 (1,2 – 1,5 Å). Pada pengggunaan ekstraktan DB18C6, dengan pelarut kloroform, diperoleh harga konstanta ekstraksi pada orde yang relatif sama dengan yang diperoleh dengan ekstraktan B15C5, namun efektivitas ekstraksinya sedikit lebih baik. Hal ini normal, karena ukuran ion Sr2+ (2,26 Å) cocok dengan ukuran cavity atau lingkaran mahkota DB18C6 (2,6 -3,2 Å). Hasil analisis kimia fase organik setelah ekstraksi, pada sistem ekstraksi HMBP-DB24C8, tidak ditemukan adanya logam stronsium. Spesies hasil ekstraksi yang diperoleh sama dengan hasil yang diperoleh dalam lingkungan CsCl.
11 Efisiensi ekstraktan yang digunakan (benzoil pirazolon, stearoil pirazolon dan para terbutil pirazolon) untuk mengekstraksi Co2+ didasarkan pada labilitas gugus hidrogen asamnya dan sifat lipofiliknya. Sering kedua karakter tersebut memberikan pengaruh yang bertolak belakang. Langkah pertama mengembangkan teknik ekstraksi selektif untuk pemisahan dan pemurnian logam dalam suatu larutan adalah mensintesis ekstraktan selektif baru, yang mampu untuk mengisolasi logam di dalam larutan. Jean.M. LEHN, Profesor Universite Louis Pasteur, Strasbourg, Perancis, pada tahun 1987 memperoleh hadiah nobel kimia berkat keberhasilannya mensintesis senyawa makromolekul tipe kriptan. Dalam mensintesis ekstraktan, dapat digunakan bahan dasar senyawa sederhana untuk memperoleh ekstraktan/produk baru. Misalnya sintesis metilxantin dari urea (Rusdiarso, 2000a). Metilxantin disintesis melalui empat tahapan, yaitu sintesis 6-diamino urasil, reduksi gugus nitro, asetilasi terhadap 5,6-diaminourasil dan siklisasi 6-amino-5-asetilaminourasil. Dalam kegiatan sintesis ekstraktan, kegiatan utama adalah mengubah suatu senyawa sederhana menjadi senyawa baru yang stabil dan mempunyai kinerja serta nilai ekonomis yang lebih baik. Mekanisme kimia dalam menghasilkan ekstraktan baru tersebut, dapat dilakukan dengan cara: mensubstitusi gugus, reaksi addisi, deasetilasi, reaksi insersi dan sebagainya, sehingga dalam ilmu kimia, seseorang yang ahli sintesis senyawa atau molekul baru dapat disebut “arsitek molekul”. Selektivitas ekstraktan metilxantin hasil sintesis telah diujikan untuk mengekstraksi emas(III) dengan adanya ion logam pengganggu (skala laboratorium) dan ekstraksi emas(III) dalam konsentrat tembaga hasil eksplorasi bahan bumi di Papua. Hasil ekstraksi menginformasikan bahwa metilxantin mampu mengisolasi emas(III) dengan efisiensi ekstraksi mendekati 99%. Hal menarik perlu dicatat dalam sintesis metilxantin, senyawa intermediatnya yaitu amino asetilaminourasil, hasil sintesis tahap keempat, padatan berwarna putih kekuningan, juga mampu mengisolasi emas(III) dengan sangat memuaskan, baik skala laboratorium maupun aplikasinya pada sampel bahan hasil eksplorasi, seperti konsentrat (Rusdiarso, dkk, 2000a, 2007a).
12 Senyawa ekstraktan asam tipe perazolon (HPMSP, HPMBP, HPMBP-8-PBMPH, HPBi, HPMtBuP) sudah dapat disintesis di Laboratorium Kimia Anorganik (Rusdiarso dkk, 1993a, 1997b). Semua ekstraktan tipe pirazolon hasil sintesis dapat diaplikasikan untuk mengekstraksi beberapa ion logam bervalensi dua dengan spesies hasil ekstraksi identik, walaupun kompleksasi dan ekstraktibilitas ion logam terhadap ekstraktan tipe pirazolon bervariasi. (Rusdiarso, 1997a, 1997b, 1999). Metode sintesis ekstraktan Bis(Acyl-Pirazolon), HPMBP-8PBMPH, merupakan modifikasi metode sintesis mono (acyl pirazolon). Dalam sintesis bis(acyl pirazolon), selain produk utama, dapat juga terbentuk produk sekunder yang mempunyai bentuk tautomer. Tautomer ini terjadi karena kesetimbangan bentuk ketoenol. Suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada dalam bentuk tautomer keto-enol. Bentuk enol distabilkan oleh adanya resonansi dari ion enolat yang terbentuk bila proton itu terlepas. Enolisasi dari bis(acyl pirazolon) terjadi pada rantai samping, pada keadaan ini diperlukan energi untuk terjadinya konjugasi. Jika enolisasi terjadi pada ketopirazon, dibutuhkan energi yang lebih rendah untuk terjadinya konjugasi silang (Crossconjugated). Oleh karena itu, inti pirazolon digambarkan sebagai hidrogen siklik tidak jenuh dan hasil reaksi sintesis dianggap sebagai suatu kesetimbangan tautomer-tautomer tersebut. Perubahan tersebut merupakan fungsi polaritas pelarut yang digunakan dalam kristalisasi. Pelarut yang baik untuk bentuk diketon adalah pelarut polar, seperti campuran air-alkohol atau air-toluen, sedang pelarut yang baik untuk bentuk enol adalah pelarut non polar, seperti kloroform atau campuran toluen-etanol (Rusdiarso, 1997b). Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan sintesis stearoil pirazolon, dipelajari data sifat fisika dan data struktur dari senyawa hasil sintesis. Data sifat fisika diperoleh melalui pengamatan titik lebur (67oC) dan warna (putih kemerahan), sedangkan data untuk menentukan struktur molekul diperoleh dari mempelajari spektra infra merah, untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam molekul dan spektra H-NMR (H-NuclearMagnetic Resonance), untuk mengetahui tipe atau jumlah atom hidrogen yang terdapat dalam molekul. Pada sintesis stearoil pirazolon dicoba digunakan katalis
13 suspense Ca(OH)2 dalam pelarut dioksan dan etanol. Penggunaan pelarut dioksan atau etanol memberikan efisiensi yang relatif sama, yaitu 70% dan 68%. Penggunaan etanol sebagai media reaksi memiliki kelemahan dibandingkan dioksan, sebab pada media etanol ada kemungkinan terjadi reaksi samping yaitu terjadinya reaksi antara etanol dan asil klorida. Kekhawatiran tersebut sedikit beralasan apabila melihat tingkat efisiensi (68%) yang sedikit lebih rendah (Rusdiarso, 1997a). Dalam rangka pendayagunaan bahan-bahan bumi bagi kesejahteraan manusia, sangat diperlukan peta data komposisi kimia logam-logam dalam bahan bumi di Indonesia. Dalam pelaksanaan pemetaan komposisi kimia logam dalam bahan bumi, kegiatan analisis kimia bertujuan untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Daerah yang dipelajari biasanya merupakan daerah yang menarik perhatian dari pandangan bidang pertambangan, sedang bahan bumi yang dianalisa dapat berupa batuan, pasir, tanah atau air, tergantung pada tujuannya. Berdasarkan data komposisi kimia yang diperoleh, dapat dikaji berbagai masalah yang menarik perhatian dari pandangan ilmu kimia. Salah satu yang dapat dipelajari adalah untuk mengetahui apakah unsur atau logam tersebut layak untuk dieksplorasi. Kami telah meneliti komposisi kimia pasir besi di pantai selatan Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan sampel pasir besi di pesisir pantai dilakukan di 20 titik/lokasi, sepanjang 20 km, dimulai dari sebelah timur (Sungai Progo), sampai ke barat (Sungai Bogowonto), dengan jarak setiap lokasi pengambilan sampel 1 km . Data ini berguna untuk memetakan komposisi kimia pasir besi di daerah atau di desa tertentu, di sepanjang pantai selatan Kulon Progo. Dari analisis kimia terhadap sampel pasir besi yang diteliti menunjukkan bahwa kandungan besi yang terkandung dalam setiap sampel sepanjang 20 km berbeda, tetapi rata-ratanya cukup tinggi (Rusdiarso dkk, 2009). Ada korelasi antara warna pasir besi dan konsentrasi besi yaitu semakin hitam semakin tinggi kandungan besinya. Sejauh mata memandang terlihat warna pasir di pantai selatan, semakin kebarat semakin hitam. Ini karena pasir hitam lebih banyak mengandung magnetit dari pada pasir yang kurang hitam, yang mengandung lebih banyak kuarsa. Dari penelitian ini juga
14 diketahui kualitas pasir besi di pantai selatan sangat baik karena mempunyai kadar TiO2 rendah, sehingga wajar dan dapat dipahami bila di daerah tersebut akan dieksplorasi. Bila dilihat data komposisi kimia pasir besi rata-rata di dalam sampel di 20 lokasi tersebut, pasir besi pantai selatan Kulon Progo juga mengandung logam titanium. Walaupun konsentrasi rata-ratanya kecil, namun ada beberapa lokasi yang mimiliki kandungan titanium cukup signifikan (Rusdiarso dkk, 2009). Artinya dari analisis kimia pasir besi pantai selatan dapat dihasilkan juga titanium, yang memiliki nilai ekonomis tinggi, selain logam besi dan vanadium yang sudah diketahui umum selama ini. Untuk pengembangan mata kuliah ilmu kimia, khususnya Kimia Anorganik, pada sistem ekstraksi selalu dipelajari proses terbentuknya senyawa hasil ekstraksi dan struktur geometrinya. Pada proses ekstraksi, untuk mendapatkan hasil pemisahan logam yang optimal, proses ekstraksi diarahkan kepada pembentukan senyawa kompleks, sebagai spesies hasil ekstraksi. Salah satu karakteristik senyawa kompleks logam adalah atom logam menempati suatu posisi pusat dalam struktur geometrinya. Senyawa kompleks yang terbentuk dapat merupakan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionik. Senyawa kompleks netral dapat terdiri dari pasangan ion positif dan ion negatif, dimana salah satu atau kedua ion tersebut dapat merupakan ion kompleks. Hal ini teramati pada sistem ekstraksi sinergi campuran pirazolon dan eter-mahkota, yang sudah diuraikan diatas. Mempelajari, meramal dan menentukan bentuk molekul atau struktur geometri molekul senyawa kompleks adalah kajian yang menarik dalam ilmu Kimia Anorganik. Karena dengan mengetahui struktur suatu molekul dapat dipelajari dan dijelaskan sifat dari molekul tersebut. Struktur geometri molekul suatu senyawa diperoleh berdasarkan fakta eksprimen dan dapat ditentukan dengan menggunakan metode spektroskopi. Dalam hal ekstraksi pelarut, selalu dipelajari struktur geometri molekul, baik sebelum maupun setelah ekstraksi. Dengan mempelajari spektra yang diperoleh dengan metode spektrofotometri, dapat diketahui, misalnya : apakah ekstraktan hasil sintesis sudah murni atau masih tercampur dengan zat lain, dan dimana posisi logam yang diekstraksi terikat oleh ekstraktan sebagai spesies hasil ekstraksi.
15 Keberhasilan sintesis juga ditentukan dari titik leburnya dan kemudian dilengkapi dengan data spektra infra merah dan spektra H-NMR (proton-NMR). Perkembangan teknologi informasi juga memberikan kontribusi yang besar terhadap ilmu kimia, yaitu memberikan kemudahan dalam mempelajari struktur geometri molekul (Hawkins dkk, 2000, Wiwanitkit, 2006). Studi komputasi kimia dapat memberikan beberapa kemungkinan struktur geometri senyawa kompleks hasil interaksi antara ion logam dengan ekstraktan dan menentukan struktur geometri molekul yang paling stabil. Jadi mengkombinasikan dan membandingkan struktur senyawa kompleks hasil eksperimen dengan struktur hasil analisis menggunakan metode komputasi kimia adalah topik bahasan yang menarik untuk mengembangkan kuliah Kimia Anorganik (Rusdiarso dkk, 2003). Dalam kuliah Kimia Anorganik, ada 3 (tiga) pokok bahasan penting yang selalu dipelajari, yaitu struktur, sifat dan reaksinya. Karena ketiga materi tersebut saling berhubungan, artinya materi struktur adalah materi yang harus dikuasai sebelum mempelajari sifat. Dengan mengetahui struktur atom misalnya, dapat dipelajari bagaimana atom tersebut akan membentuk molekul atau tidak, jenis ikatan yang terjadi. Setelah mengetahui sifat-sifat molekul, dapat diprediksi dan atau dihipotesiskan kemungkinan reaksi yang terjadi. Dalam hal ekstraksi emas(III) dari konsentrat tembaga PT Freeport dengan ekstraktan H3Mex (8-metilxantin) diperoleh dua struktur hipotetik, yaitu senyawa kompleks kelat netral dan diduga memiliki struktur komplek dwi inti, dan senyawa kelat netral dengan struktur kompleks mono inti (Rusdiarso dkk, 2007a), sedangkan dengan ekstraktan AAU(6-amino-5-asetilaminourasil), yang merupakan senyawa intermediat pada sintesis H3Mex, diperoleh senyawa kompleks kelat netral dengan struktur kompleks mono inti (Rusdiarso dkk, 2008). Laju reaksi pembentukan kompleks hasil ekstraksi dengan ekstraktan H3Mex lebih besar dari laju reaksi pembentukan kompleks dengan AAU. Struktur geometri spesies hasil ekstraksi sinergi Co(II) dengan campuran acyl pirazolon dan eter-mahkota tipe : B15C5, DB18C6, dan DB24C8 dalam lingkungan cesium, pelarut kloroform adalah suatu senyawa kompleks pasangan ion. Koekstraksi logam kobalt dan
16 cesium tidak teramati pada penggunaan eter-mahkota DB24C8, dan mempunyai spesies hasil ekstraksi Co(PMBP)2DB24C8 (Rusdiarso, 1993). Dalam medium Sr(NO3)2, dapat dinyatakan bahwa spesies hasil ekstraksi mempunyai stoikiometri: Co2+/Sr2+/3PMBP/B15C5. Elektronetralitas spesies hasil ekstraksi dicapai dengan masuknya satu ion NO3- untuk setiap Co2+ terekstraksi. Lingkaran mahkota DB24C8 yang sangat besar (4,5-5,6 Å) mereduksi secara kuat kompleksasi stronsium dan konsekuensinya tidak terjadi koekstraksi logam kobalt dan logam stronsium pada spesies hasil ekstraksi. Dalam kasus ekstraksi kobalt dengan campuran HPMBP-DB18C6 dalam kloroform, dilaporkan tidak ada lagi hubungan sederhana antara konsentrasi kedua logam, [Co] dan [Sr] dalam fase organik. Stronsium berlebihan dibandingkan kobalt. Hal ini menandakan dengan mudah bahwa stronsium sedikit dihasilkan oleh ekstraktan DB18C6 dalam bentuk DB18C6Sr(NO3)2. Kekuatan konsentrasi stronsium dalam fase air menyebabkan nilai kualitas ekstraksi pada fase organik menjadi penting dan terletak pada susunan yang sama dengan hasil ekstraksi kobalt. Jadi hubungan [Sr] = f[Co] sulit digunakan untuk interpretasi proses hasil ekstraksi kobalt dan spesies hasil ekstraksinya. Untuk mempelajari kemungkinan spesies hasil ekstraksinya, telah diusulkan 3 (tiga) model mengenai logam kobalt yang dapat terbentuk dalam fase organik, dan spesies yang paling mungkin adalah tipe : Co(PMBP)2DB18C6 (logKex = -4,51) dan DB18C6Sr,Co(PMBP)2 (log Kex = -12,55) (Rusdiarso, 2007b) Dalam setiap penelitian analisis kimia bahan bumi, selalu ditentukan kandungan unsur/logam atau komposisi kimia logam yang memiliki nilai ekonomis. Disamping itu dapat pula ditentukan logamlogam tertentu yang lain, apabila data logam itu memang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan yang diteliti. Untuk memperoleh data komposisi kimia logam tersebut, sangat dibutuhkan peran kimia analisis anorganik, seperti yang telah disajikan dan diuraikan diatas. Namun agar peran analisis kimia tersebut menjadi lebih signifikan, diharapkan kegiatan perusahaan-perusahaan penambangan di Indonesia menambang bahan bumi dengan arif, yaitu tidak hanya menambang tetapi dilanjutkan dengan memproses, mengolah dan memurnikan logam yang ditambang menjadi bahan baku/jadi industri. Bila semua investor dan perusahaan pertambangan di Indonesia
17 melakukan hal ini, yaitu menjual produk dalam bentuk yang sudah ‘jadi’, maka amanat UUD 1945 tentang kekayaan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat akan benar-benar menjadi kenyataan.
18 DAFTAR PUSTAKA Addisons, R., 1980, Gold and Silver Extraction from Sulfide Ores., Mining Congress. J., 47-54 (Oktober). Brunette, J.P., Goetz-Grandmont, G., 1992, Synergic Extraction of Cadmium and Cobalt with Mixture of 4-Stearoye-Pirazol-5-ol and Tri-n-Octyleamin in Toluen, Monafshefte fur Chimie, 123, 373-381. Cuculovic, A.A., Parlovic, M.S., Veselinovic, D.S., and Miljanic, S.S., 2008, Metal extraction from Cetraria Isladica (L) Ach. Lichen using low pH Solution, J. serb. Chem. Soc., 73(4), 405-413. Deschenes, G., 1998, Leaching of Gold from Chacopyrite Concentrate by Thiourea, Hydrometallurgy, 20, 180-202. Hawkins, D.M., Basak, S.C., and Shi X, 2000, QSAR with Fiew Compounds and Many Featurs, J. Chem. Inf. Comput. Sci, 41, 663-670. Hiskey, J.B., 1985, Gold and Silver Extraction : the Application of Heap-Leaching Cyanidation, Arizona Bureau of Geology and Mineral technology Field Notes, 15 (4), 1-5. Kordosky, G.A, 1993, Metals Recovery by Solvent Extraction, dalam McDivite, JF (ed), International Mineral Development Sourbook, First Ed, Forum for International Mineral Development, Colorado. Lewis, P.A., Morris, DFC., and Short, E.L, 1975, Application of Solvent Extraction of the Refining of Precious Metals, J. UssCommon Metal, 45, 193-214. Lucas, JM., 1985, Gold Minerals facts and Problems, US Dept of the Interior, Burreau of Mines Preprint from Bulletin, 675, 1-6. Paping, I.R. 1983, The Extraction of Copper(II) and Nickel(II) by Strained Dioxines and Trioxines, Proefschift, De Technische Waterschappen aan de Technische Hogesshool Eindhoven, Eindhoven. Ritschey, G.M., and Ashbrook, A.W., 1984, Process Metallurgy I, Principle and Application to Process Metalurgy, Elsevier, New York. Rusdiarso, B., 1991, Koekstraksi kobalt dan Alkali, Seminar Jur. Kimia UGM .
19 Rusdiarso, B., Sutarno., Kunarti, E.S., 1993, Sintesa dan Studi Spektroskopi Acyl-Pirazolol, Lap. Pen. No. 165/SK/OPFUGM/3.1/93. Rusdiarso, B., Messaoudi, A., and Brunette, J.P., 1993, Synergistic Extraction of Cobalt(II) from Cesium Containing Aqueous Solutions with Maxture of 4-Acyl-pyrazolol-5-ols and Crown Ethers, Talanta, 40(6), 805-809. Rusdiarso, B., 1994, Koextraksi Cesium atau Kalium dan kobalt dengan menggunakan metode ekstraksi Sinergi, Berkala Ilmiah MIPA, 5(2), 28-32. Rusdiarso, B., 1997, Sintesis Stearoil-Pirazolol dan Studi Aplikasinya pada ekstraksi logam, Lap. Pen. LPM. No. UGM/446/J.01.P/PL.06.05./97. Rusdiarso, B., 1997, Sintesis Bis(Acyl-Pirazolon dan Aplikasinya pada Ekstraksi Logam, Berkala Ilmiah MIPA, 7(2), 76-86. Rusdiarso, B., 1999, Ekstraksi Selektif logam Co(II), Cd(II), Zn(II) dan Cu(II) dengan ekstraktan HPMBP, HPBI, Prosiding Seminar Nasional V, Yogyakarta. Rusdiarso, B., 2000a, Sintesis Metilxantin dari Urea dan aplikasinya pada ekstraksi selektif emas dan Perak, Lap. Pen.UGM. No. 3129/J.01/KL.04.04/2000. Rusdiarso, B., 2000b, Extraction of Cd(II) from Cesium containing Aqueous Solution with Mixture of HPMBP and Crown Ether, Seminar Nasional Kimia Analitik 2000, Yogyakarta. Rusdiarso, B., 2000c, Ekstraksi Cd(II) dalam medium CsNO3 dengan campuran HPMBP dan DB18C6, B15C5., Prosiding Seminar Nasional kimia VIII. Rusdiarso, B., 2001, Studi Ekstraksi Au(III) dengan ekstraktan 6amino-5-asil Aminourasil, Proceeding Seminar Nasional Kimia IX, 284-289. Rusdiarso, B., 2007a, Studi Ekstraksi Pelarut Emas(III) dalam larutan Konsentrat Tembaga PT Freeport dengan 8-Methyl Xantin, Berkala Ilmiah MIPA, 17(2), 15-21. Rusdiarso, B., 2007b, Synergistic Extraction of Cobalt (II) with Mixture of Acyl Pyrazolon and Crown Ether in Strontium Environment, Indo. J. Chem, 7(1), 43-48.
20 Rusdiarso, B., 2007c, The Distribution of Commercial Crown Ether DC18C6 and The Extraction of Alkali and Earth Alkali Metals, Indo. J. Chem. 7(2), 160-165. Rusdiarso, B., Purwonugroho, P., Suhartana, 2008, Synthesis of 6Amino-5-Acetylaminourasil and its Application for The Selective Extraction of Gold and Silver from Cu-Concentrate, ICYC, Penang Malaysia. Rusdiarso, B., Ismail, T., Nugraha, A.S.K., 2009, Pemetaan Komposisi Kimia Pasir Besi Pantai Selatan Kulon Progo D.I.Y Yogyakarta, tidak dipublikasikan. Siddiqui, M.M., Kumar, A., Kesari, K.K., and Arif, J.M, 2009, Biomining – A Useful Approach Toward Metal Extraction, AmEurosian. J. Agronomy, 2(2), 84-88. Subramanian, M.S., Mundra, S.K., Pai, S.A., 1988, Synergic Extraction of Uranil Ion with Acyl Pirazolones and Some Oxodonors, Lanthanide and Actinide, Research, 2, 323-325. Sukro, Rusdiarso, B., Arryanto, Y., dan Santosa, S.J., 2003, Studi terhadap Kompleks Kobalt-Phenantrolin dan Kobalt-Piridin : Suatu Pendekatan Eksperimen dan Kimia Komputasi, Teknosains 16(1), 1-17. Sutherland, R.A., Tack, F.M.G., Zeigler, A.D., and Bussen, J.O., 2004, Metal Extraction from road-deposited Sediment using nine parsial decomposition Procedures, Apll. Geochem., 19, 947-955. Wiwanitkit, V., 2006, Deferiprone Iron Kompleks in Chelation : Generation of Three dimensional Model, Haema, 9 (40), 543545. Zipperian, D., and Raghavan, 1998, Gold and Silver Extraxtion by Ammoniacal Thiosulfat Leaching from Rhyolite Ore, Hydromatallurgy, 20, 203-300.