EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI MINYAK ATSIRI Zingiber officinale var. Rubrum dan Alpinia purpurata K. Schum DAN APLIKASINYA PADA MODEL PANGAN
TITA RIALITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Efektivitas Antibakteri Kombinasi Minyak Atsiri Zingiber officinale var. Rubrum dan Alpinia purpurata K. Schum dan Aplikasinya Pada Model Pangan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir setiap sub-bab dalam disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Tita Rialita NRP F261090011
RINGKASAN TITA RIALITA. Efektivitas Antibakteri Kombinasi Minyak Atsiri Zingiber officinale var. Rubrum dan Alpinia purpurata K. Schum dan Aplikasinya Pada Model Pangan. Dibimbing oleh WINIATI P. RAHAYU, LILIS NURAIDA, dan BUDI NURTAMA. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan pangan dan kesehatan menyebabkan mulai dihindarinya penggunaan bahan kimia untuk pengawetan pangan dan beralih ke pengawet alami. Berbagai jenis minyak atsiri dari rempah-rempah dilaporkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengawet pangan karena memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, diantaranya terhadap bakteri patogen dan perusak pangan, kapang, dan khamir. Minyak atsiri aman digunakan pada pangan karena berstatus GRAS (Generally Recognized as Safe). Penggunaan minyak atsiri sebagai pengawet pangan umumnya memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi untuk mendapatkan pengaruh antimikroba yang sama seperti dalam in vitro. Kombinasi berbagai minyak atsiri dapat menurunkan tingkat konsentrasi dan mengurangi pengaruhnya terhadap sensori, karena kombinasi berbagai komponen minyak atsiri yang bersifat lemah atau sedang dapat menghasilkan efek yang sinergis atau saling menguatkan. Banyak informasi/data yang diperlukan sebelum minyak atsiri dapat diaplikasikan pada pengawetan pangan. Informasi tersebut diantaranya adalah karakteristik fisik, kimia, biokimia, genetika, aktivitas antimikroba, mekanisme kerja dan efektivitasnya di dalam bahan pangan. Jahe dan lengkuas merupakan jenis rempah-rempah dari keluarga Zingiberaceae yang hidup secara indigenus di daratan Asia Tenggara yang beriklim tropis. Rimpang jahe dan lengkuas menghasilkan aroma yang cukup menyengat, sehingga banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma pada makanan, sebagai bumbu, diolah segar, maupun sebagai bahan herbal (jamu) dan obat-obatan. Berdasarkan data statistik produksi jahe di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 114.537,65 ton per tahun, sedangkan lengkuas 58.186,488 ton per tahun (BPS 2012). Dengan ketersediannya yang tinggi di Indonesia, jahe dan lengkuas dapat menjadi sumber minyak atsiri yang potensial sebagai bahan antimikroba untuk pengawetan pangan. Beberapa peneliti terdahulu melaporkan minyak atsiri jahe dan lengkuas lebih efektif menghambat mikroba dibandingkan oleoresinnya, dengan aktivitas antimikroba yang cukup tinggi/moderat. Berbagai jenis jahe dan lengkuas yang telah dikenal, diantaranya adalah jahe merah (Z. officinale var. Rubrum) dan lengkuas merah (A. purpurata K. Schum), dikenal sebagai bahan baku dalam pengobatan tradisional. Jahe merah mengandung minyak atsiri lebih tinggi dari jahe putih. Sementara itu aktivitas antimikroba lengkuas merah dilaporkan lebih tinggi daripada lengkuas putih. Kegunaan minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah secara kombinasi untuk pengawetan pangan belum banyak diinformasikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah, serta aplikasinya sebagai pengawet pangan. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: (1) kajian karakteristik dan aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah dan lengkuas
merah terhadap bakteri patogen dan perusak pangan, (2) kajian efek kombinasi dan mekanisme kerja kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah, dan (3) kajian efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada media model pangan dan pada bahan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah yang dihasilkan memiliki kadar ester yang relatif tinggi. Komponen mayor minyak atsiri jahe merah terdiri dari trimethyl-heptadien-ol, arcurcumene, camphene,carbaldehyde, β-sesquiphellandrene, dan nerol; sedangkan komponen mayor minyak atsiri lengkuas merah terdiri dari 1.8-cineole, chavicol,9-desoxo-9-xi-hydroxy-3,5,7,8,9,12-pentaacetat-ingol, β-caryophyllene dan α-selinene. Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat moderat terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. Berdasarkan nilai MIC-MBC sensitivitas bakteri uji terhadap minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menurun berturut-turut dari B. cereus > E. coli > S. Typhimurium > P. aeruginosa. Aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dipengaruhi oleh rasio dan bakteri target. Kombinasi minyak atsiri pada rasio konsentrasi 1:1 v/v menunjukkan efektivitas terbaik terhadap bakteri Gram positif daripada Gram negatif, dengan menghasilkan efek synergistic terhadap B. cereus, efek additive terhadap E. coli dan S. Typhimurium, serta efek indifferent terhadap P. aeruginosa. Kombinasi minyak atsiri tersebut menunjukkan efek bakteriostatik terhadap semua bakteri uji setelah pertumbuhan 24 jam, dan berpotensi dapat mengontrol bakteri patogen dan perusak. Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menyebabkan kerusakan membran sitoplasma yang ditandai dengan kebocoran materi genetik, protein dan ion-ion seluler, yang lebih tinggi dibandingkan dengan akibat minyak tunggalnya. Aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menyebabkan kerusakan sub-letal pada sel bakteri. Efektivitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah sebagai antibakteri dipengaruhi oleh tipe media pangan. Komponen karbohidrat dan lemak pada konsentrasi tinggi dapat menurunkan efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri. Sebaliknya, kombinasi minyak atsiri terbukti efektif pada media model protein dan jus daging ayam. Kombinasi minyak atsiri kurang efektif terhadap bakteri perusak, tetapi efektif terhadap bakteri patogen yang mengontaminasi daging ayam. Aplikasi kombinasi minyak atsiri pada daging ayam menghasilkan efek bakteriostatik terhadap B. cereus dan S.Typhimurium setelah waktu penyimpanan 8 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah berpotensi digunakan sebagai bahan pengawet pada produk pangan segar khususnya pangan berbasis protein. Kata kunci : A. purpurata K. Schum, efektivitas antibakteri, kombinasi minyak atsiri, Z. officinale var Rubrum
SUMMARY TITA RIALITA. Antibacterial Efficacy of Combined Zingiber officinale var. Rubrum and Alpinia purpurata K. Schum Essential Oils and Its Application on Food Model. Supervised by WINIATI P. RAHAYU, LILIS NURAIDA, and BUDI NURTAMA. Greater consumer awareness and concern regarding food safety and health causes ranging avoided the use of chemicals for food preservation, and led researchers to look for natural preservatives. Numerous studies and reviews showed that essential oil (EO) of herbs and spices are potentially used as food preservative since they have broad antimicrobial spectrum against pathogenic and food spoilage bacteria, molds, yeast, as they have GRAS status and wide consumers acceptance. However, a high concentration of EO is needed to achieve the same effect in food as in vitro. Thus combination of the EOs may help to minimize concentration and consequently reduce sensory impact. The combination of weak and moderate EOs could produce a synergistic or mutually reinforcing effect. Although EOs have been declared as safe to be used as a natural preservative to control pathogenic and spoilage bacteria, more data are needed before the EOs can be applied in food. These may include the physical, chemical, biochemical and genetic characteristics, as well as its antimicrobial activity, mechanism/mode of action and its effectiveness in foodstuffs. Ginger (Zingiber officinale) and galangal (Alpinia galanga) are herbs with pungent aroma of the family of Zingiberaceae, indigenous in tropical Southeast Asia. Ginger and galangal rhizomes are used as fresh or dried in seasoning, herbal drinks (jamu) and drugs. Ginger production in Indonesia reached 114,537.658 tons/year and galangal 58,186.488 tons/year, and is expected to increase in coming years (BPS 2012). With high availability in Indonesia, ginger and galangal can be a potential source of EOs as antimicrobial agents for food preservation. Several researchers reported that ginger and galangal EOs were more effective in inhibiting microbes than its oleoresin, with fairly high/moderate antimicrobial activity. Among various types of ginger and galangal known, red ginger (Z. officinale var. Rubrum) and red galangal (A. purpurata K. Schum) are widely recognized as an ingredient in traditional medicines. Red ginger contain higher EO than white ginger, while the antimicrobial activity of red galangal (A. purpurata K. Schum) reported higher than while galangal. Usefulness of combined red ginger and red galangal EOs for food preservation has not been informed. The objective of this study was to evaluate the effectiveness of combined red ginger and red galangal EOs against pathogenic and spoilage bacteria, and its aplication for food preservation. This study was conducted through three stages, namely: (1) study of antibacterial activity of red ginger and red galangal EO against pathogenic and food spoilage bacteria, (2) study the combination effects and mechanism of action of combined EOs, and (3) evaluation of the antibacterial effectiveness of combined EOs on food model media and on chicken meat juice.
The results revealed that the characteristics of red ginger and red galangal EOs shows relative high esther content. The major component of red ginger essential oils were trimethyl-heptadien-ol, ar-curcumene, camphene, carbaldehyde, βsesquiphellandrene, and nerol; while the major component of red galangal essential oil were 1.8-cineole, chavicol, 9-desoxo-9-xi-hydroxy-3pentaacetate-3,5,7,8,9,12-Ingol, β- caryophyllene and α-selinene. The essential oil of red ginger and red galangal had moderate antibacterial activity against pathogenic and food spoilage bacteria. Based on the MIC and MBC values,all tested bacteria sensitivity to essential oils of red ginger and galangal red decline in a row B. cereus > E. coli > S. Typhimurium > P. aeruginosa. The antibacterial efficacy of the combined red ginger and red galangal EOs in this study was affected by the ratios and the target bacteria. Combined EOs with 1:1 (v/v) combination ratio showed the most effective activity against Grampositive than Gram-negative bacteria, while the combination produced synergistic effect against B. cereus, additive effect against E. coli and S. Typhimurium, and an indifferent effect against P. aeruginosa. Red ginger EO was more effective compared to red galangal EO when it was applied individually, and in combination they considered effective against B. cereus, E. coli and S. Typhimurium than against P. aeruginosa. The combination of EOs generated bacteriostatic effect against all tested bacteria after 24 h growth, and should be considered as a potential alternative for control of pathogenic as well as spoilage. The combination of red ginger and red galangal EOs could damage the cytoplasmic membrane as detected from the leakage of the genetic material, proteins and cellular ions, higher compare with single EO. The combined EOs could cause a sub-lethal injury of the bacterial cells. The antibacterial efficacy of combined red ginger and red galangal EOs was influenced by the ingredient of food media. High concentration of carbohydrate and fat could decrease the combined EOs efficacy. On the contrary, the combined EOs were effective in protein media and chicken meat juice. The combined EOs activity less effective to spoilage bacteria, but potentially effective against pathogenic bacteria associated with fresh product. The application of combined EOs at 2xMIC on fresh chicken meat generate bacteriostatic effect to B. cereus and S. Typhimurium by approximately 2 and 1.3 log decrease compared to control after 8 h storage at room temperature (28-32oC). This study suggests that combined red ginger and red galangal EOs could minimize application concentrations, and potentially to be used as preservatives in fresh product especially protein based food. Keywords : A. purpurata K. Schum, antibacterial efficacy, combined essential oil, Z. officinale var Rubrum
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI MINYAK ATSIRI Zingiber officinale var. Rubrum DAN Alpinia purpurata K. Schum DAN APLIKASINYA PADA MODEL PANGAN
TITA RIALITA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. Dr.drh. Denny W. Lukman, M.Si.
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof.Dr.Ir. Kusmayadi Suradi, MS. Dr.Ir. Dede Adawiyah, M.Si.
Judul Disertasi : Efektivitas Antibakteri Kombinasi Minyak Atsiri Zingiber officinale var. Rubrum dan Alpinia purpurata K. Schum dan Aplikasinya Pada Model Pangan Nama : Tita Rialita NIM : F261090011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Winiati P. Rahayu Ketua
Prof.Dr.Ir. Lilis Nuraida, MSc. Anggota
Dr.Ir. Budi Nurtama, M.Agr. Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir Ratih Dewanti Hariyadi,MSc
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 21 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala ridho dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak Januari 2013 hingga Mei 2014, dengan judul “Efektivitas Antibakteri Kombinasi Minyak Atsiri Zingiber officinale var. Rubrum dan Alpinia purpurata K. Schum dan Aplikasinya Pada Model Pangan”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Prof.Dr.Winiati P. Rahayu, Prof.Dr.Ir Lilis Nuraida, M.Sc., dan Dr.Ir Budi Nurtama, M.Agr. selaku komisi pembimbing atas segala pemikiran, bimbingan, arahan, masukan, nasihat, dukungan dan motivasi yang telah diberikan. 2. Seluruh staf civitas akademika UNPAD yang telah memberikan izin dan dukungan selama menyelesaikan pendidikan. 3. Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. dan Dr.drh. Denny W. Lukman, M.Si. selaku penguji pada ujian tertutup, serta Prof.Dr.Ir. Kusmayadi Suradi, M.Si., dan Dr.Ir. Dede Adawiyah, M.Si. selaku penguji pada ujian terbuka. 4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) atas bantuan beasiswa BPPS selama menempuh pendidikan. 5. Universitas Padjadjaran atas bantuan penelitian melalui hibah kompetitif DIPA Unpad tahun 2013. 6. SEAMEO Biotrop atas bantuan penelitian melalui Research Grant for PhD Student tahun 2014. 7. Yayasan Supersemar atas bantuan penelitian melalui Hibah Penelitian untuk S3. 8. Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST IPB atas fasilitas penelitian, dan laboran serta teknisi yang banyak membantu selama penelitian. 9. Rekan-rekan pascasarjana IPN khususnya mahasiswa S3 angkatan 2009 yang telah berbagi suka, duka dan motivasinya selama menempuh pendidikan. 10. Kedua orangtua, mertua, suami, anak-anak, kakak, adik, dan keluarga besar yang telah memberikan kesempatan, doa, dukungan, motivasi dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk semua pihak.
Bogor, Agustus 2014 Tita Rialita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
xvii xviii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian
1 2 4 4 5 5
2 AKTIVITAS ANTIMIKROBA MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum) DAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka
11 12 14 16 23 24
3 ANTIMICROBIAL EFFECT AND MECHANISM OF ACTION OF COMBINED RED GINGER (Zingiber officinale var. Rubrum) AND RED GALANGAL (Alpinia purpurata K. Schum) ESSENTIAL OILS AGAINST PATHOGENIC AND SPOILAGE BACTERIA Abstract Introduction Material and Methods Result and Discussion Conclusion References
26 26 28 30 39 40
4 THE ANTIMICROBIAL EFFICACY OF COMBINED Zingiber officinale var. Rubrum AND Alpinia purpurata K. Schum ESSENTIAL OILS IN FOOD MODEL MEDIA Abstract Introduction Material and Methods Result and Discussion Conclusion References
43 43 45 47 53 53
5 PEMBAHASAN UMUM
56
6 DAFTAR PUSTAKA
61
7 SIMPULAN DAN SARAN
63
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL 1.1 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 3.2 4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Tahapan, analisis, dan hasil penelitian Karakteristik fisika-kimia minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah Komposisi kimia minyak atsiri jahe merah Komposisi kimia minyak atsiri lengkuas merah Daya hambat minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah Nilai MIC dan MBC minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah FIC index of combined red ginger and red galangal EOs against pathogenic and spoilage bacteria Effect of ratios of combined red ginger and red galangal EOs on bacterial growth at 37 oC Reduction number of B. cereus grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Reduction number of E. coli grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Reduction number of S. Typhimurium grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Reduction number of P. aeruginosa grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Reduction number of B. cereus and S. Typhimurium in chicken meat sample at 2xMIC of combined EOs after 8 h at 28-32 oC
8 17 19 20 21 22 31 33 47
48
49
50
52
DAFTAR GAMBAR 1.1 3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
5.1
Diagram alir penelitian Absorbance of supernatant of B. cereus at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (2.65 : 1.79 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oils (means with different letter are significantly difference (p<0.05)) Absorbance of supernatant of E. coli at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (2.65 : 1.79 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oils (means with different letter are significantly difference (p<0.05)) Absorbance of supernatant of S. Typhimurium at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (3.10 : 2.69 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oils (means with different letter are significantly difference (p<0.05)) Absorbance of supernatant of P. aeruginosa at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (3.97 : 4.03 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oils (means with different letter are significantly difference (p<0.05)) Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from B. cereus prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1xMIC = 2.65:1.79 mg mL-1; 2xMIC = 5.30-3.58 mg mL-1) Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from E. coli prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1xMIC = 2.65:1.79 mg mL-1; 2xMIC = 5.30-3.58 mg mL-1) Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from S. Typhimurium prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1xMIC = 3.10:2.69 mg mL-1; 2xMIC = 6.20-5.58 mg mL-1) Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from P. aeruginosa prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1xMIC = 3.97:4.03 mg mL-1; 2xMIC = 7.94-8.06 mg mL-1) Rimpang jahe merah (a), lengkuas merah (b) dan minyak atsiri (c)
7 34
35
35
36
37
38
38
39
56
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan bahan kimia berbahaya untuk pengawetan pangan hingga kini masih banyak terjadi di Indonesia. Menurut laporan tahunan Badan POM RI tahun 2012, sebanyak 13.47% pangan yang beredar di masyarakat tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutu karena diantaranya mengandung bahan berbahaya yang disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan (BTP) seperti formalin dan boraks; pengawet sintetik yang penggunaannya melebihi batas yang diizinkan; dan cemaran mikroba melebihi batas. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan pangan dan kesehatan menyebabkan mulai dihindarinya penggunaan bahan kimia untuk pengawetan pangan dan beralih ke bahan-bahan alami. Kondisi ini memberikan peluang penggunaan bahan antimikroba alami sebagai pengawet pangan, seperti produk dari hewan (lisozim, laktoperoksidase, laktoferin, laktoferisin), produk dari mikroba (nisin, pediosin dan berbagai bakterision lain), maupun produk dari tumbuh-tumbuhan berupa ekstrak atau minyak atsiri herbal dan rempah-rempah. Minyak atsiri merupakan minyak volatil hasil metabolisme sekunder tumbuhan yang diperoleh dari bagian tumbuhan seperti bunga, daun, biji, kulit kayu, buah-buahan dan akar atau rimpang. Minyak atsiri mengandung campuran berbagai senyawa yaitu terpen, alkohol, aseton, fenol, asam, aldehid dan ester, yang umumnya digunakan sebagai pemberi esens (aroma) pada produk kosmetika, pemberi citarasa pada pangan, atau sebagai komponen fungsional pada produk farmasi (Tajkarimi et al. 2010). Aktivitas antimikroba minyak atsiri rempah-rempah seperti oregano, thyme, sage, rosemary, marjoram, cengkeh, kayu manis, bawang putih, jahe, kunyit, lengkuas, jinten hitam, pala, sirih, kecombrang dan rempah lainnya telah diteliti oleh beberapa peneliti antara lain Burt (2004), Gutierrez et al. (2008), Rahayu et al. (2008), dan Lv et al. (2011). Berbagai jenis minyak atsiri dari rempah-rempah tersebut dilaporkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengawet pangan karena memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, diantaranya terhadap bakteri patogen dan perusak pangan (Ousallah et al. 2006; de Souza et al. 2006; Guttierrez et al. 2008), juga sebagai anti-kapang (Lv et al. 2011), antikamir (Tserennadmid et al. 2011), anti-virus (Sylvestre et al. 2006), dan antioksidan (Zeng et al. 2012). Selain itu minyak atsiri aman digunakan pada pangan karena berstatus GRAS (generally recognise as save) (Tajkarimi et al. 2010). Hingga saat ini penggunaan minyak atsiri rempah-rempah sebagai pengawet pangan masih sangat terbatas karena fungsi awalnya sebagai pemberi citarasa, yang hanya digunakan pada konsentrasi yang rendah. Jika akan digunakan sebagai pengawet maka konsentrasinya harus ditingkatkan untuk mendapatkan pengaruh antimikroba yang sama pada bahan pangan, sehingga ketika akan diaplikasikan umumnya akan mempengaruhi rasa, aroma dan tingkat penerimaan sensori (Lv et al. 2011). Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengombinasikan penggunaan minyak atsiri. Kombinasi berbagai komponen minyak atsiri yang bersifat lemah atau sedang dapat menghasilkan efek yang sinergis atau saling menguatkan (Rasooli 2007). Minyak atsiri dalam tumbuhan
2
terdiri dari campuran berbagai senyawa, sehingga penggunaan kombinasi minyak atsiri dari berbagai rempah diharapkan dapat menghasilkan aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dengan spektrum luas pada konsentrasi yang rendah, serta tetap dapat diterima baik secara sensori (Burt 2004). Beberapa peneliti telah mengkaji adanya sifat sinergis jika minyak atsiri rempah dikombinasikan dengan minyak atsiri lain, atau dengan antimikroba lain untuk menurunkan dosis efektif minimumnya. Seperti dilaporkan Goni et al. (2009) yaitu kombinasi minyak atsiri kayumanis dan cengkeh (rasio 1:1 v/v) menunjukkan sifat sinergis dalam menghambat E. coli, B. cereus, dan Listeria monocytogenes. Senyawa aktif utama dari kombinasi tersebut yang diduga berperan sebagai antimikroba adalah eugenol, β-caryophyllene, α-humelene dan 1,8-cineole. Turgis et al. (2012) melaporkan kombinasi minyak atsiri oregano dan nisin (rasio 1:1 v/v) menunjukkan efek sinergis menghambat pertumbuhan L.monocytogenes, juga kombinasi thyme dan nisin (rasio 1:1 v/v) menunjukkan efek sinergis terhadap S. Typhimurium. Senyawa aktif utama pada oregano dan thyme yang berperan pada kombinasi tersebut adalah thymol. Mekanisme penghambatan dan kerusakan mikroba oleh minyak atsiri baik tunggal maupun kombinasi sangat bervariasi tergantung kandungan senyawa aktif dan konsentrasinya. Senyawa antimikroba dari tanaman umumnya dapat merusak sel mikroba melalui berbagai mekanisme, yaitu merusak lapisan fosfolipid dari membrane sel, mengganggu sistem enzim, mengganggu materi genetik dari bakteri, dan menghasilkan asam lemak hidroperoksidase yang dihasilkan dari proses oksigenasi asam-asam lemak tidak jenuh (Burt 2004). Aktivitas senyawa aktif minyak atsiri dapat menyebabkan kebocoran ion, ATP, asam nukleat dan asam amino dari mikroba target. Rusaknya Proton Motive Force (PMF) dan berkurangnya ATP akhirnya akan memicu kematian sel (Ousallah et al. 2006). Salah satu kendala lain pada penggunaan minyak atsiri untuk pengawetan pangan adalah aktivitas antimikrobanya akan dipengaruhi oleh komponenkomponen yang terdapat di dalam bahan pangan seperti karbohidrat, protein, lemak dan lainnya (Glass dan Johnson, 2004). Seperti dilaporkan Gutierrez et al. (2009), adanya lemak, protein dan karbohidrat tinggi dalam pangan dapat melindungi bakteri dari kerja minyak atsiri. Peneliti lain melaporkan beberapa jenis minyak atsiri terbukti efektif mereduksi bakteri patogen dan perusak pada chicken frankfurters (Mytle et al. 2006) dan daging cincang (Busatta et al. 2008), namun sebaliknya pengaruhnya kurang efektif terhadap bakteri L. monocytogenes dan Salmonella jika diaplikasikan pada daging (Uhart et al. 2006) atau ayam (Firouzi et al. 2007). Berdasarkan uraian tersebut maka aktivitas antimikroba minyak atsiri sangat tergantung pada komponen penyusun pangan dan jika akan diaplikasikan sebagai pengawet maka perlu dievaluasi efektivitasnya pada media model pangan atau bahan pangan.
Perumusan Masalah Jahe (Zingiber officinale) dan lengkuas (Alpinia galanga) merupakan jenis rempah-rempah dari keluarga Zingiberaceae yang hidup secara indigenus di daratan Asia Tenggara yang beriklim tropis. Jahe dan lengkuas memiliki aroma dan rasa yang cukup menyengat sehingga banyak digunakan dalam bentuk segar
3
atau kering sebagai makanan atau minuman, bumbu masakan, minuman herbal (jamu) dan obat tradisional. Beberapa penelitian mengenai ekstrak maupun minyak atsiri jahe dan lengkuas menunjukkan keduanya memiliki aktivitas antimikroba yang cukup tinggi/moderat (Singh et al. 2008; Prakatthagomol et al. 2011). Ditinjau dari sisi keamanan pangan maka jahe dan lengkuas termasuk rempah-rempah yang memiliki status GRAS (generally recognise as safe) (Tajkarimi et al. 2010). Berdasarkan data statistik, produksi jahe di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 114.537,65 ton per tahun, sedangkan lengkuas 58.186,488 ton per tahun (BPS 2012). Dengan ketersediannya yang tinggi di Indonesia, jahe dan lengkuas dapat menjadi sumber minyak atsiri yang potensial sebagai bahan antimikroba untuk pengawetan pangan. Beberapa peneliti terdahulu melaporkan minyak atsiri jahe dan lengkuas lebih efektif menghambat mikroba dibandingkan dengan oleoresinnya, dengan menunjukkan aktivitas antimikroba yang cukup tinggi/moderat (Natta et al. 2008; Singh et al. 2008; Prakatthagomol et al. 2011), sehingga efektivitasnya untuk pengawetan pangan menarik untuk diteliti. Hasil analisis GC-MS pada minyak atsiri jahe dan lengkuas menunjukkan keduanya memiliki komponen aktif yang didominasi oleh senyawa-senyawa terpen dan terpenoid (monoterpen, seskuiterpen), serta fenolik yang menghasilkan aroma yang khas (Singh et al. 2008; Wanissorn et al. 2009). Adanya senyawa-senyawa 1.8-cineole, βcaryophyllene, α-farnesene, eugenol dan beberapa senyawa minor lainnya pada minyak atsiri jahe dan lengkuas sama dengan yang dimiliki oregano, thyme, marjoram, dan sage seperti dilaporkan Goni et al. (2010) dan Turgis et al. (2012), sehingga diduga dapat memiliki aktivitas antimikroba dengan sifat sinergis jika minyak atsiri jahe dan lengkuas diaplikasikan secara kombinasi untuk pengawetan pangan. Jahe merah (Z. officinale var Rubrum) mengandung minyak atsiri yang lebih tinggi daripada jahe gajah (Z. officinale var Roscoe), dan jahe emprit (Z. officinale var Amarum) (Rahardjo 2008). Selama ini jahe merah lebih dikenal khasiatnya sebagai bahan obat-obatan maupun jamu tradisional. Dari berbagai jenis lengkuas yang dikenal, lengkuas putih (A. galanga) biasa digunakan untuk bumbu dalam masakan, sedangkan lengkuas merah (A. purpurata K. Schum) banyak dimanfaatkan sebagai obat (Bermawie et al. 2012). Secara farmakologis ekstrak lengkuas diketahui mempunyai aktivitas anti-kapang, anti-khamir, anti-kanker, anti-tumor, dan anti-oksidan (Khattak et al. 2005). Aktivitas antimikroba lengkuas merah dilaporkan lebih tinggi dari lengkuas putih, baik terhadap bakteri (E. coli, S. Typhimurium, V. choleare, P. aeruginosa, L. monocytogenes, S. aureus, dan B. cereus) maupun kapang (A. flavus dan R. oligosporus) (Rahayu et al. 2008). Kegunaan minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah untuk pengawetan makanan belum banyak diinformasikan. Aplikasi ekstrak jahe dan lengkuas secara tunggal pada pengawetan pangan telah dikaji oleh beberapa peneliti, yaitu pada daging dan ikan (Purwani dan Muwakhidah 2006); ikan (Udjiana 2008) dan tahu putih (Nurmayanti 2009); sedangkan aplikasinya dalam bentuk minyak atsiri belum ditemukan. Umumnya ekstrak yang digunakan berupa ekstrak air sehingga diperlukan konsentrasi yang cukup tinggi (> 10 %) untuk dapat efektif mengawetkan pangan. Sebaliknya hanya diperlukan konsentrasi rendah (0.1 %) jika minyak atsiri oregano diaplikasikan pada pengawetan daging ayam segar (Chouliara et al. 2007), atau
4
sebanyak 1 % jika minyak atsiri cengkeh diaplikasikan pada pengawetan ayam olahan (chicken frankfurters) (Mytle et al. 2006). Jika minyak atsiri oregano 0.1% dikombinasikan dengan teknologi MAP, maka efektivitasnya meningkat hingga 2 kali lipat (Chouliara et al. 2007). Hingga saat ini belum ditemukan publikasi mengenai penggunaan minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah secara kombinasi pada pengawetan pangan. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan kajian mendalam mengenai efektivitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah sebagai bahan pengawet pangan. Pengembangan kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menjadi bahan pengawet pangan diharapkan mampu memberi dukungan bagi upaya penjaminan kerusakan dan keamanan pangan, serta meningkatkan nilai tambah jahe merah dan lengkuas merah. Pada penelitian ini kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah diaplikasikan pada media model pangan dan bahan pangan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah mengevaluasi efektivitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terhadap bakteri patogen dan perusak pangan, serta aplikasinya sebagai pengawet pangan. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk : 1) Menentukan karakteristik dan aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terhadap bakteri patogen dan perusak pangan 2) Menentukan efek kombinasi dan mekanisme kerja kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah untuk menurunkan pertumbuhan bakteri patogen dan perusak pangan 3) Mengetahui efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada media model pangan dan bahan pangan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian dasar, dalam cakupan ilmu mikrobiologi, kimia dan pengolahan pangan. Tahapan penelitian terbagi menjadi tiga tahapan penelitian, yaitu : (1) karakteristik dan aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terhadap bakteri patogen dan perusak pangan, (2) efek kombinasi dan mekanisme kerja kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah, dan (3) efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada media model pangan dan bahan pangan. Hipotesis 1) Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah memiliki karakteristik fisikakimia dan fitokimia yang berbeda. 2) Aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah akan berbeda untuk setiap jenis bakteri patogen dan perusak pangan yang diwakili oleh bakteri B. cereus, P. aeruginosa, S. Typhimurium, dan E.coli.
5
3) Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menunjukkan efek sinergis dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan perusak pangan. 4) Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah lebih efektif menyebabkan kebocoran sel bakteri dibandingkan minyak atsiri tunggalnya. 5) Aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah efektif dan dapat diaplikasikan pada bahan pangan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang efektivitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah sebagai antibakteri alami terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. Pengembangan minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah sebagai bahan pengawet pangan merupakan satu upaya untuk mendapakan bahan pengawet yang efektif, aman dikonsumsi dan dapat meningkatkan nilai tambah produk jahe merah dan lengkuas merah khususnya, serta meningkatkan produktivitas komoditas pertanian secara umum.
Metodologi Umum Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang jahe merah (Z. officinale var Rubrum) dan lengkuas merah (A. purpurata K. Schum) berumur 6-8 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor. Media pertumbuhan mikroba yang digunakan adalah triptycase soy agar (TSA), triptycase soy broth (TSB), mueller hinton agar (MHA), mueller hinton broth (MHB), nutrient agar (NA), manitol-egg-yolk-polymixin-agar (MYPA), dan hektoen enteric agar (HEA). Bahan-bahan kimia yang digunakan terdiri dari pelarut Dimethyl sulphoxide (DMSO), larutan garam fisiologis (NaCl 0.85%), larutan buffer fosfat, buffered pepton water (BPW), akuades, NaOH 0.1%, HCl 0.1%, NaCl, etanol, BaCl 2 .2H 2 0, H 2 SO4, larutan Tween 80, 2,3,5tripheniltetrazolium chloride (TTC), dan antimicrobial susceptibility test discs (Oxoid). Pengujian aktivitas antimikroba pada media model pangan menggunakan bahan terdiri dari susu skim, tepung terigu, minyak sawit dan jus daging ayam, sedangkan bahan pangan untuk pengujian aplikasi kombinasi minyak atsiri menggunakan filet daging ayam. Kultur mikroba uji untuk bioassay diwakili oleh bakteri Gram positif pembentuk spora (B. cereus ATCC 10876), dan bakteri Gram negatif (E.coli ATCC 25922, S. Typhimurium ATCC 14028, dan P. aeruginosa ATCC 27853) yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi SEAFAST Center IPB dan laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan IPB. Metode Rincian tahapan penelitian adalah sebagai berikut
6
1) Penentuan karakteristik dan aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah, meliputi : analisis fisika-kimia, fitokimia, daya hambat antimikroba, dan nilai minimum inhibitory concentration (MIC) dan minimum bactericidal concentration (MBC). 2) Penentuan efek kombinasi dan mekanisme kerja kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah, meliputi : analisis efek kombinasi, rasio kombinasi, dan mekanisme kebocoran sel (asam nukleat, protein, ion K+ dan ion Ca2+). 3) Evaluasi efektivitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah, meliputi : analisis efektivitas antibakteri pada media model pangan (protein, karbohidrat, lemak dan pangan kompleks), dan bahan pangan (daging ayam segar). Tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1. dan Tabel 1.1
7
Rimpang jahe merah dan lengkuas merah segar
Distilasi uap
Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah
Penentuan karakteristik dan aktivitas antibakteri minyak atsiri
1. 2. 3. 4.
Analisis fisiko-kimia Analisis fitokimia Analisis daya hambat antibakteri Analisis MIC dan MBC
Penentuan efek kombinasi dan mekanisme kerja kombinasi minyak atsiri
1. Analisis efek kombinasi 2. Analisis rasio kombinasi 3. Analisis kebocoran sel (asam nukleat, protein, ion K+, ion Ca2+
Evaluasi efektivitas kombinasi minyak atsiri pada media model dan bahan pangan
1. Analisis aktivitas antibakteri pada media model (protein, karbohidrat, lemak, dan media kompleks (jus daging ayam)) 2. Analisis efektivitas kombinasi minyak atisiri pada bahan pangan (daging ayam)
Gambar 1.1 Diagram alir penelitian
8
Tabel 1.1. Tahapan, analisis dan hasil penelitian Tahapan 1. Karakteristik dan aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah
Pengujian • Karakteristik fisika-kimia - Uji warna - Uji berat jenis - Uji putaran optik - Uji kelarutan dalam alkohol - Uji bilangan asam - Uji bilangan ester
Hasil Karakteristik minyak atsiri • Sifat fisika kimia • Sifat fitokimia • Daya antibakteri • Nilai MIC dan MBC
• Karakteristik fitokimia dengan GC-MS • Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram kertas, dan penentuan nilai MIC- MBC dengan metode mikrodilusi 2. Efek kombinasi dan mekanisme kerja minyak atsiri
• Uji efek kombinasi dengan metode mikrodilusi
• Mekanisme kerja antibakteri - Uji kebocoran asam nukleat dan protein - Uji kebocoran ion K+ dan Ca2+
• Nilai FIC untuk menentukan efek kombinasi • Pola penghambatan pertumbuhan dalam log Nt/No untuk menentukan rasio kombinasi terbaik • Kadar asam nukleat, protein, ion K+ dan Ca2+
• Uji aktivitas antibakteri pada media model dengan metode kontak
Pola penghambatan pertumbuhan bakteri dalam log Nt/No
• Uji efektivitas antibakteri pada daging ayam dengan metode kontak
Pola penghambatan pertumbuhan bakteri dalam log Nt/No
• Uji rasio kombinasi dengan metode kontak
3. Evaluasi efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri pada media model dan bahan pangan
9
DAFTAR PUSTAKA Bermawie N, Purwiyanti S, Melati, dan Meilawati NLW. 2012. Karakter morfologi, hasil dan mutu enam genotip lengkuas pada tiga agroekologi. Bull. Balittro 23:125-135. [BPPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Laporan Tahunan BPOM 2011. [diunduh 10/12/2012]. Tersedia pada : http://www.pom.go.id/ppid/rar/LAPTAH_2011.pdf. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Obat-Obatan Indonesia. [3Desember 2013] Burt S. 2004. Essential oils : their antibacterial properties and potential applications in foods. Rev Int J Food Microbiol. 94:223-253. Busatta C, Vidal RS, Popiolski AS, Mossi AJ, Dariva C, Rodrigues MR, Corazza FC, Corazza ML, Vladimir OJ, Cansian RL. 2008. Application of Origanum majorana L. essential oil as an antimicrobial agent in sausage. Food Microbiol. 25 (1):207–211. Chouliara E, Karatapanis A, Savvaidis IN, Kontominas MG. 2007. Combined effect of oregano essential oil and modified atmosphere packaging on shelflife extension of fresh chicken breast meat stored at 4oC. Food Microbiol. 24:607–617. De Souza EL, Stamford MTL, Lima EO. 2006. Sensitivity of spoiling and pathogen food related bacteria to Origanum vulgare L. (Lamiaceae) essential oil. Brazilian J Microbiol. 37:527-532. Firouzi R, Shekarforoush SS, Nazer AH, Borumand Z, Jooyandeh AR. 2007. Effects of essential oils of oregano and nutmeg on growth and survival of Yersinia enterocolitica and Listeria monocytogenes in barbecue chicken. J Food Prot. 70:2626-2630. Glass KA, Johnson EA. 2004. Antagonistic effect of fat on the antibotulinal activity of food preservatives and fatty acids. Food Microb 21:675-682. Goñi P, Lopez P, Sanchez C, Gomez-Lus R, Becerril R. 2009. Antimicrobial activity in the vapour phase of a combination of cinnamon and clove essential oils . Food Chem. 116:982-989. Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2008. The antimicrobial efficacy of plant essential oil combination and interactions with food ingredients. Int Food Microbiol. 124:91-97. Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2009. Antimicrobial activity of plant essential oils using food model media : efficacy, synergistic potential and interactions with food components. Food Microbiol. 26:142-150. Khattak S, Rehman S, Shah UH, Ahmad WW, Ahmad M. 2005. Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longa and Alpinia galanga. Fitoterapia 76:254-257. Lv F, Liang H, Yuan Q, Li C. 2011. In vitro antimicrobial effect and mechanism of action of selected plant essential oil combination against four food-related microorganisms. Food Res. Int. 44: 3057-3064. Mytle N, Anderson GL, Doyle MP, Smith MA. 2006. Antimicrobial activity of clove (Syzgium aromaticum) oil in inhibiting Listeria monocytogenes on chicken frankfurters. Food Cont. 17:102-107.
10
*
Natta L, Orapin K, Krittika N, Pantip B. 2008. Essential oil from five Zingiberaceae for anti food-borne bacteria. Int Food Res. J. 15(3): 337-346. Nurmayati N. 2009. Pengaruh asam asetat-ekstrak lengkuas (Alpinia galangal L. Swartz) terhadap umur simpan dan mutu tahu putih pada suhu ruang [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Oussalah M, Caillet S, Saucier L, Lacroix M. 2006. Antimicrobial effects of selected plant essential oil on the growth of a Pseudomonas putida strain isolated from meat. Meat Science, 73:236–244. Purwani E, Muwakhidah. 2008. Efek berbagai pengawet alami sebagai pengganti formalin terhadap sifat organoleptik dan masa simpan daging dan ikan. J Pen Sains Teknol 9:1-14. Prakatthagomol W, Klayraung S, Okonogi S. 2011. Bactericidal action of Alpinia galanga essential oil on food-borne Bacteria. Drug Disc & Ther. 5:84-89. Rahardjo M. 2012. Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu rimpang jahe muda (Zingiber officinale Rocs.). Jurnal Littri. 18:10-16. Rahayu WP, Mawaddah R, Nurjanah S, Panggabean RI, Nikastri E. 2008. Kajian hasil riset potensi antimikroba alami dan aplikasinya dalam produk pangan nabati. Dalam: Proceeding Seminar PATPI 2008. 406-414. Rasooli I. 2007. Food Preservation-A Biopreservative Approach. Food 1:111-136. Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CD, de Lampasona MP. 2008. Chemistry, antioxidant and antimicrobial investigations on essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. Food Chem Toxicol 46:3295-3302. Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO.2010. Review : antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Cont. 21:1199-1218. Tserennadmid R et al. 2011. Anti yeast activities of some essential oils in growth medium, fruit juices and milk. Int J Food Microbiol. 144:480-486. Turgis M, Dang Vu K, Dupont C, Lacroix M. 2012. Combined antimicrobial effect of essential oils and bacteriocins against foodborne pathogens and food spoilage bacteria. Food Res Int 48:696-702. Uhart M, Maks N, Ravishankar S. 2006. Effect of spices on growth and survival of Salmonella typhimurium DT 104 in ground beef stored at 4 and 8oC. J of Food Safety 26:115-125. Udjiana S. 2008. Upaya pengawetan makanan menggunakan ekstrak lengkuas. Distilat-Jurnal Teknologi Separasi, 1:134-150. Wannissorn B, Maneesin P, Tubtimtes S, Wangchanachai G.. 2009. Antimicrobial activity of essential oils extracted from Thai herbs and spices. Asian J of Food and Agro-Ind. 2:677-689. Zeng WC, He Q, Sun Q, Zhong K, Gao H. 2012. Antibacterial activity of watersoluble extract from pine needles of Cedrus deodara. Int J of Food Microb 153:78-84.
11
2 AKTIVITAS ANTIMIKROBA MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum) DAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN * ABSTRACT The aims of this study was to determine the characteristics, composition and antimicrobial activity of essential oils of local Indonesian red ginger and red galangal against four pathogenic and food spoilage bacteria, which were B.cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S. Typhimurium ATCC 14028, and P.aeruginosa ATCC 27853. Analysis of physico-chemical characteristics carried out in accordance with SNI no.06-1312-1998. The chemical composition was analyzed using a GC-MS. The antimicrobial activity was determined by disc diffusion method and broth microdillution methods were used for determine MIC and MBC values. Red ginger essential oil characteristics were brownish yellow, specific gravity 0.883, refractive index 1.480, optical rotation -8.45o, clear soluble (1:1) in 90% alcohol, 2.06 acid number and 42.45 ester number. Red galangal essential oil had a characteristic bright yellow color, specific gravity 0.895, refractive index 1.496, optical rotation -9.15o, clear soluble (1:1) in 90 % alcohol, 1.95 acid number and 140.15 ester number. The major component of red ginger essential oils were trimethyl-heptadien-ol, ar-curcumene, camphene, carbaldehyde, β-sesquiphellandrene, and nerol; while the major component of red galangal essential oil were 1.8-cineole, chavicol, 9-desoxo-9-xi-hydroxy-3pentaacetate-3,5,7,8,9,12-Ingol, β- caryophyllene and α-selinene. The essential oil of red ginger and red galangal had moderate antibacterial activity against pathogenic and food spoilage bacteria with the average inhibition zone 7.1710.33 and 7.25-11.17mm. Red ginger essential oils could inhibit the growth of tested bacteria with MIC values of 2.65-3.97 mg/mL and MBC value of 3.10-5.29 mg/mL, while the red galangal essential oil could inhibit the growth of tested bacteria with MIC values of 1.79-4.03 mg mL and MBC values of 1.79-4.92 mg/mL. Based on the MIC and MBC values, all tested bacteria sensitivity to essential oils of red ginger and galangal red decline in a row B. cereus > E. coli> S. Typhimurium > P. aeruginosa. Sensitivity of Gram positive and Gram negative bacteria to both essential oils demonstrate the potential of the oils to be used as a natural preservative in the food industry. Keyword :antimicrobial,essential oil, red ginger, red galangal
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, komposisi dan aktivitas antimikroba minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah lokal Indonesia terhadap empat spesies bakteri patogen dan perusak pangan, yaitu B.cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S. Typhimurium ATCC 14028, dan P. aeruginosa ATCC 27853. * Telah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Agritech. Vol.34, No.4. November 2014
12
Analisis karakteristik fisika-kimia dilakukan sesuai standar SNI no.06-1312-1998. Komposisi kimia dianalisis menggunakan alat GC-MS. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram untuk menentukan zona hambat, serta broth microdillution untuk menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Karakteristik minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan yaitu kuning kecoklatan, berat jenis 0.883, indeks bias 1.480, putaran optik -8.45o, larut jernih (1:1) dalam alkohol 90%, bilangan asam 2.06, dan bilangan ester 42.45. Minyak atsiri lengkuas merah memiliki karakteristik warna kuning terang, berat jenis 0.895, indeks bias 1.496, putaran optik -9.15, larut jernih (1:1) dalam alkohol 90%, bilangan asam 1.95 dan bilangan ester 140.15. Komponen mayor minyak atsiri jahe merah terdiri dari trimethyl-heptadien-ol, ar-curcumene, camphene, carbaldehyde, β-sesquiphellandrene, dan nerol; sedangkan komponen mayor minyak atsiri lengkuas merah terdiri dari 1.8-cineole, chavicol, 9-desoxo-9-xihydroxy-3,5,7,8,9,12-pentaacetat-ingol, β-caryophyllene dan α-selinene. Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat moderat terhadap bakteri patogen dan perusak pangan, dengan kisaran zona hambat rata-rata 7.17-10.33 mm dan 7.25-11.17 mm. Minyak atsiri jahe merah dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji pada nilai MIC 2.65-3.97 mg/mL dan nilai MBC 3.10-5.29 mg/mL, sedangkan minyak atsiri lengkuas merah dapat menghambat bakteri uji dengan nilai MIC 1.79-4.03 mg/mL dan nilai MBC 1.794.92 mg/mL. Berdasarkan nilai MIC dan MBC, sensitivitas bakteri uji terhadap minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menurun berturut-turut dari B. cereus > E. coli > S. Typhimurium > P. aeruginosa. Sensitivitas bakteri Gram positif dan Gram negatif terhadap kedua minyak atsiri ini menunjukkan potensi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah untuk digunakan sebagai pengawet alami di industri pangan. Kata kunci : antimikroba, jahe merah, lengkuas merah, minyak atsiri
PENDAHULUAN Penggunaan bahan kimia berbahaya untuk pengawetan pangan hingga kini masih banyak terjadi di Indonesia. Menurut laporan tahunan Badan POM RI tahun 2012, sebanyak 13.47% pangan yang beredar di masyarakat tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutu karena diantaranya mengandung bahan berbahaya yang disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan (BTP) seperti formalin dan boraks; pengawet sintetik yang penggunaannya melebihi batas yang diizinkan; dan cemaran mikroba melebihi batas. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan pangan dan kesehatan menyebabkan mulai dihindarinya penggunaan bahan kimia untuk pengawetan pangan dan beralih ke pengawet alami. Kondisi ini memberikan peluang penggunaan bahan antimikroba alami sebagai pengawet pangan, salah satunya dalam bentuk minyak atsiri (minyak atsiri) dari rempah-rempah. Minyak atsiri merupakan minyak volatil hasil metabolisme sekunder tumbuhan yang diperoleh dari bagian tumbuhan seperti bunga, daun, biji, kulit kayu, buah-buahan dan akar atau rimpang. Minyak atsiri diketahui mengandung
13
campuran berbagai senyawa yaitu terpen, alkohol, aseton, fenol, asam, aldehid dan ester, yang umumnya digunakan sebagai pemberi esens (aroma) pada pangan, kosmetika, atau sebagai komponen fungsional pada produk farmasi (Tajkarimi et al. 2010). Aktivitas antimikroba minyak atsiri rempah-rempah seperti oregano, thyme, sage, rosemary, marjoram, cengkeh, kayu manis, bawang putih, jahe, kunyit, lengkuas, jinten hitam, pala, sirih, kecombrang dan rempah lainnya telah diteliti oleh beberapa peneliti antara lain Burt (2004), Gutierrez et al. (2008), Rahayu et al. (2008), dan Lv et al. (2011). Berbagai jenis minyak atsiri dari rempah-rempah tersebut dilaporkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengawet pangan karena memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, diantaranya terhadap bakteri patogen dan perusak pangan (Ousallah et al. 2006; de Souza et al. 2006; Guttierrez et al. 2008). Minyak atsiri juga dilaporkan memiliki aktivitas anti-kapang (Lv et al. 2011), dan anti-kamir (Tserennadmid et al. 2011). Minyak atsiri aman digunakan pada pangan karena berstatus GRAS (Generally Recognized as Safe) (Tajkarimi et al. 2010). Jahe dan lengkuas merupakan jenis rempah-rempah dari keluarga Zingiberaceae yang hidup secara indigenus di daratan Asia Tenggara yang beriklim tropis. Rimpang jahe dan lengkuas menghasilkan aroma yang cukup menyengat, sehingga banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma pada makanan, sebagai bumbu, diolah segar, maupun sebagai bahan herbal (jamu) dan obat-obatan.Berdasarkan data statistik, produksi jahe di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 114.537,65 ton per tahun, sedangkan lengkuas 58.186,488 ton per tahun(BPS, 2012). Dengan ketersediannya yang tinggi di Indonesia, jahe dan lengkuas dapat menjadi sumber minyak atsiri yang potensial sebagai bahan antimikroba untuk pengawetan pangan. Beberapa peneliti terdahulu melaporkan minyak atsiri jahe dan lengkuas lebih efektif menghambat mikroba dibandingkan oleoresinnya, dengan aktivitas antimikroba yang cukup tinggi/moderat (Natta et al. 2008; Singh et al. 2008; Prakatthagomol et al. 2011). Komponen aktif pada minyak atsiri jahe dan lengkuas umumnya didominasi senyawa-senyawa terpen (monoterpen, seskuiterpen), dan fenolik yang menghasilkan aroma yang khas (Singh et al. 2008; Wanissorn et al. 2009). Aktivitas antimikroba dari setiap jenis minyak atsiri dipengaruhi oleh jenis dan jumlah komponen aktif yang dikandungnya, yang umumnya tergantung dari varietas atau kultivar, faktor iklim dan tanah tempat tumbuh/daerah asal, bentuk rimpang segar atau kering, serta metode ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan (Burt, 2004). Terdapat tiga varietas jahe yang dikenal yaitu: (1) Z. officinale var Roscoe (jahe gajah/jahe badak/jahe putih besar), (2) Z. officinale var Rubrum (jahe merah/jahe sunti, dan (3) Z. officinale var Amarum (jahe putih kecil/jahe emprit). Jahe merah mengandung minyak atsiri yang lebih tinggi daripada jahe gajah dan jahe emprit. Selama ini jahe merah lebih dikenal khasiatnya sebagai bahan obatobatan maupun jamu tradisional (Rahardjo, 2008). Di Indonesia dikenal bermacam-macam lengkuas, yaitu lengkuas lengkuas putih (A. galanga L. Willd.), lengkuas merah (A. purpurata K. Schum), dan lengkuas dengan warna antara merah dan putih. Lengkuas putih biasa digunakan untuk bumbu dalam masakan, sedangkan lengkuas merah dimanfaatkan sebagai obat. (Bermawie et al. 2012). Secara farmakologis ekstrak lengkuas diketahui mempunyai aktivitas anti-kapang, anti-khamir, anti-kanker, anti-tumor, dan anti-
14
oksidan (Khattak et al. 2005). Aktivitas antimikroba lengkuas merah dilaporkan lebih tinggi dari lengkuas putih, baik terhadap bakteri (E. coli, S. Typhimurium, V. choleare, P. aeruginosa, L. monocytogenes, S. aureus, dan B. cereus) maupun kapang (A. flavus dan R. oligosporus) (Rahayu et al. 2008). Kegunaan minyak atsiri lengkuas merah untuk pengawetan makanan belum banyak diinformasikan. Mengingat besarnya potensi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah lokal Indonesia sebagai bahan antimikroba untuk dikembangkan sebagai pengawet pangan alami, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, komposisi kimia dan aktivitas antimikroba minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah lokal Indonesia terhadap bakteri patogen dan perusak pangan yang diwakili oleh bakteri Gram positif pembentuk spora (Bacillus cereus ATCC 10876), dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella Typhimurium ATCC 14028, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853).
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah rimpang jahe merah (Z. officinale var Rubrum) dan lengkuas merah (A. purpurata K. Schum) umur 6-8 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor. Media pertumbuhan mikroba menggunakan triptycase soy agar (TSA-Oxoid), triptycase soy broth (TSB-Difco), mueller hinton agar (MHA-Oxoid), mueller hinton broth (MHB-Oxoid). Bahan-bahan kimia dan lainnya terdiri dari pelarut Dimetyl Sulfoxide (DMSO, Merck), garam fisiologis (NaCl 0.85%), akuades, HCl 0.1%, etanol, BaCl 2 .2H 2 0, H 2 SO4, Tetracyclin-HCl (Arya-Darya Laboratories), 2,3,5-tripheniltetrazolium chloride (TTC), dan antimicrobial susceptibility test discs (Oxoid). Kultur mikroba uji untuk bioassay yaitu B. cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S. Typhimurium ATCC 14028, dan P. aeruginosa ATCC 27853 diperoleh dari SEAFAST Center IPB dan Fakultas Peternakan IPB. Peralatan yang digunakan terdiri dari seperangkat alat distilasi uap, sentrifus (Hermle 2-383-k), mikropipet (Thermoscientific 100-1000 µl; Eppendorf Research : 10-100 µl), 96-well microplates (Costar 3596), alat pemanas (hot plate) dan pengaduk (stirrer)(Steroglass), jangka sorong, dan alat-alat gelas. Distilasi Minyak Atsiri Jahe Merah dan Lengkuas Merah Rimpang jahe merah dan lengkuas merah segar dicuci bersih dan diiris tipis, lalu diekstrak secara terpisah melalui proses distilasi uap (suhu 100oC selama ± 6 jam). Distilat yang diperoleh dipisahkan dari fase air menggunakan Na 2 SO 4 anhidrat, dan disimpan dalam botol gelap untuk kemudian disimpan pada suhu 4oC hingga saat akan digunakan. Analisis Karakteristik Fisika-Kimia Minyak Atsiri Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dianalisis karakter fisikakimianya berdasarkan metode dari SNI no. 06-1312-1998 (BSN 2012), meliputi
15
warna, berat jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol, bilangan asam dan bilangan ester. Analisis Komposisi Kimia Minyak Atsiri dengan Py-GC-MS Analisis komposisi kimia minyak atsiri dilakukan menggunakan alat Shimadzu GC-MS model QP2010 (Valdes et al. 2013). Kondisi operasional alat yaitu : gas pembawa helium, detector FID dengan ukuran kolom kapiler tipe fase Rtx-5MS (60 m x 0.25 mmID). Suhu kolom 50 oC, inlet press (kPa) 100, aliran kolom 0.85 ml/menit, split ratio 112.3, suhu SPL 280 oC, MS interface 280 oC, ion source 200 oC dengan suhu pirolisis 400oC. Identifikasi senyawa penyusun dilakukan menggunakan Library-Wiley 7.LIB. Persiapan Kultur Mikroba Persiapan kultur mikroba uji dilakukan berdasarkan metode NCCLS (Rankin 2005). Sebanyak satu ose koloni bakteri dari agar miring TSA diinokulasikan pada media TSB lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kultur kerja disiapkan melalui penyegaran atau sub-kultur bakteri dari tabung pertama ke media TSB, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama ± 18 jam hingga tercapai fase logaritmik. Kultur bakteri selanjutnya disentrifus pada 3500 rpm selama 20 menit, lalu suspensi diencerkan dengan larutan garam fisiologis dan turbiditas kultur diukur pada panjang gelombang 600 nm untuk memperoleh konsentrasi yang diinginkan menggunakan standar McFarland no. 0.5. Konsentrasi sel yang diperoleh setara dengan 1.5 x 108 CFU mL-1. Pengaturan konsentrasi inokulum bakteri dilakukan dengan melakukan pengenceran dalam larutan NaCl 0.85% atau MHB Penentuan Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Aktivitas antimikroba dianalisis berdasarkan metode dari Natta et al. (2008). Pertama-tama disiapkan minyak atsiri 1% v/v dalam pelarut DMSO. Pengujian dilakukan dengan cara menginokulasikan 0.1 mL suspensi mikroba uji yang mengandung kurang lebih 106 CFU mL-1 ke atas media MHA padat pada cawan petri melalui teknik usap/swab. Selanjutnya kertas cakram (diameter 6 mm) diletakkan di atas MHA, lalu diinjeksi dengan minyak atsiri masing-masing sebanyak 10 µL. Cawan kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap zona hambat (mm) yang terbentuk di sekeliling cakram kertas, diukur menggunakan jangka sorong (dilaporkan termasuk diameter cakram kertas 6 mm). Sebagai kontrol negatif adalah kertas cakram yang dijenuhkan dengan DMSO, dan kontrol positif adalah kertas filter yang dijenuhkan dengan tetracycline 0.1%. Seluruh perlakuan diulang tiga kali dengan analisis duplo. Penentuan Nilai MIC-MBC Minyak Atsiri Nilai MIC-MBC ditentukan berdasarkan metode dari Sivasothy et al. (2011) dengan modifikasi yaitu mengganti indikator warna p-iodonitrotetrazolium
16
violet (INT) dengan 2,3,5-triphenyltetrazolium chloride (TTC). Pertama-tama dibuat larutan stok minyak atsiri dalam DMSO (rasio 1:1 v/v) hingga diperoleh larutan minyak atsiri 50% v/v. Selanjutnya dilakukan serangkaian pengenceran dari masing-masing minyak atsiri jahe dan lengkuas dalam MHB dari kisaran 2.0 hingga 0.1 % v/v. Selanjutnya dari masing-masing pengenceran dimasukkan ke dalam sumur microplate 96-well pada kolom pertama masing-masing sebanyak 100 µL. Cara yang sama dilakukan terhadap kolom ke dua dan seterusnya sebanyak jumlah bakteri yang akan diuji. Ke dalam masing-masing sumur dimasukkan 50 µL indikator 2,3,5-triphenyltetrazolium chloride, kemudian setiap sumur diinokulasi dengan 100 µL bakteri yang mengandung sekitar 106 log CFU mL-1 (1 kolom untuk 1 bakteri). Sebagai kontrol positif adalah MHB yang diinokulasi bakteri tanpa ditambahkan minyak atsiri, sedangkan kontrol negatif adalah MHB ditambah minyak atsiri tanpa bakteri uji. Kultur diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Konsentrasi penghambatan minimum (MIC) ditentukan berdasarkan konsentrasi terkecil dari setiap minyak atsiri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba uji 90 % dari inokulum asal selama 24 jam. Penentuan penghambatan 90% dilakukan dengan mengamati perubahan warna indikator pada microplate. Konsentrasi terkecil yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri (negatif) pada uji MIC selanjutnya digunakan untuk penentuan MBC. Ke dalam sumur microplate dimasukkan minyak atsiri pada konsentrasi MIC ditambah indikator warna TTC dan diinokulasi bakteri, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 hari. Nilai MBC ditentukan berdasarkan konsentrasi bakterisidal dimana tidak terdapat pertumbuhan bakteri uji setelah diinkubasi selama 5 hari. Semua perlakuan diulang 3 kali dengan analisis duplo.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar dan Karakteristik Minyak Atsiri Jahe Merah dan Lengkuas Merah Kadar minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0.24 %. Minyak tersebut dihasilkan dari rimpang jahe merah segar pada umur panen sedang yaitu sekitar 6-8 bulan karena menurut Supriyanto dan Hartono (2012) kandungan minyak atsiri jahe dari rimpang umur panen muda (3-4 bulan) dilaporkan lebih tinggi daripada umur panen tua (8-12 bulan), dan minyak atsiri jahe yang dihasilkan dari rimpang segar menghasilkan kadar dan komponen aktif yang lebih tinggi daripada jahe yang sudah dikeringkan/simplisia. Kadar minyak atsiri jahe merah pada penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan Sivasothy et al. (2011), yaitu 0.02%. Peneliti lain melaporkan kadar minyak atsiri pada jahe putih umur muda berkisar antara 2.12-3.02% (Rahardjo 2012). Kadar minyak atsiri jahe putih dari Thailand yaitu 0.27% (Natta et al. 2008), dan dari India bervariasi sekitar 1.0-3.0% (Singh et al. 2008). Bervariasinya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan diduga disebabkan oleh genotip/varietas, umur panen, naungan, pemupukan, lingkungan tumbuh (Rahardjo 2012), juga bentuk rimpang segar atau kering, serta metode ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan (Burt 2004).
17
Kadar minyak atsiri lengkuas merah yang diperoleh adalah 0.06 %. Rimpang lengkuas yang digunakan sebagai bahan baku adalah rimpang segar, umur panen sedang (6-8 bulan) karena komponen aktif pada umur rimpang muda dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi daripada rimpang umur tua (Rahayu et al. 2008). Peneliti lain melaporkan kadar minyak lengkuas merah bervariasi antara 0.15-1.5% (Jamal et al. 1996), dan dari rimpang lengkuas putih umur 6-12 bulan asal Thailand diperoleh kadar minyak atsiri 3% (Prakatthagomol et al. 2011). Seperti jahe, maka kadar minyak atsiri dari lengkuas merah juga dipengaruhi umur panen bentuk rimpang segar atau kering, serta metode ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan (Burt 2004). Karakteristik minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.1. Pada minyak atsiri jahe merah, dari semua parameter mutu yang ditentukan ternyata nilai indeks minyak belum sesuai standar, dan nilai bilangan ester di atas nilai standar SNI no.06-1312-1998 tentang minyak jahe. Tabel 2.1 Karakteristik fisika-kimia minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah No 1 2 3 4 5 6 7
Karakteristik Warna Berat jenis (pada 25oC) Indeks bias (pada 25oC) Putaran optik (o) Kelarutan dalam alkohol 90% (v/v) Bilangan asam (mgKOH g-1) Bilangan ester (mgKOH g-1)
Jahe Merah SNI no.06-1312Minyak Atsiri 1998 Kuning kecoklatan Kuning 0.8829 0.8720-0.8890
Lengkuas Merah Kuning terang 0.8947
1.4795
1.4853-1.4920
1.4956
-8.45o Larut jernih 1:1
-
-9.15 Larut jernih 1:1
2.06
Maks.2
1.95
42.45
Maks.15
140.15
Menurut Ma’mun (2006), semakin kecil kandungan asam dalam suatu minyak maka semakin baik. Asam tidak dikehendaki dalam minyak atsiri, karena asam sangat mudah berubah oleh reaksi oksidasi dari udara dan menyebabkan aroma minyak berubah. Sementara itu ester-ester merupakan salah satu komponen berharga dalam minyak atsiri, karena senyawa ester memiliki aroma yang disukai. Ester selalu terdapat dalam hampir semua minyak atsiri dalam konsentrasi yang berbeda. Minyak atsiri lengkuas merah mulai banyak digunakan dalam pengobatan, namun hingga saat ini belum ada standar mutu yang mengatur tentang spesifikasinya. Ma’mun (2006) menjelaskan, sifat-sifat fisika minyak atsiri seperti berat jenis, indeks bias, putaran optik dan kelarutan sangat ditentukan oleh komposisi kimia dari minyak tersebut. Semakin besar berat molekul suatu senyawa maka akan menghasilkan berat jenis dan indeks bias yang lebih besar. Minyak jahe yang banyak diperdagangkan di pasar luar negeri berasal dari Cina dan India, dimana kedua negara tersebut memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan Indonesia.
18
Komposisi Kimia Minyak Atsiri Jahe Merah dan Lengkuas Merah Komposisi kimia minyak atsiri jahe merah disajikan pada Tabel 2.2. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri jahe merah menghasilkan 61 senyawa yang berhasil diidentifikasi dari 76 senyawa yang terdeteksi, dengan komponen mayor yaitu : trimethyl-heptadiene-ol (7.34%), ar-curcumene(6.77%), camphene (6.18%), carbaldehyde (4.54%), β-sesquiphellandrene (3.80%), nerol (3.47%), dan βBisabolene (3.38%), serta komponen minor lainnya dengan konsentrasi masingmasing kurang dari 3%. Komponen minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan didominasi oleh kelompok monoterpene (hidrokarbon, teroksidasi), seskuiterpene (hidrokarbon, teroksidasi) alkohol, aldehida, asam dan lainnya. Komponen monoterpen dan seskuiterpen dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat (Sasidharan dan Menon 2010; Sivasothy et al. 2011). Jenis komponen minyak atsiri yang teridentifikasi pada penelitian ini lebih banyak dari minyak atsiri jahe merah (Z. officinale var. Rubrum Theilade) asal Malaysia yang dilaporkan Sivasothy et al. (2011), yang berhasil mengidentifikasi 54 senyawa terdiri dari 81.9% senyawa monoterpenoid dengan 6 komponen mayor yaitu : camphene (14.5%), geranyl acetate (13.7%), geranial (14.3%), neral (7.7%), geraniol (7.3%), dan 1.8-cineole (5.0%). Peneliti terdahulu melaporkan minyak atsiri jahe merah asal Malaysia mengandung 64.6% senyawa monoterpenoid dari 19 senyawa yang teridentifikasi, dengan komponen mayor geranial (28.4%), neral (14.2%), dan β-sesquiphellandrene (9.9%) (Malek et al. 2005). Adanya perbedaan komponen antara ketiga jenis minyak atsiri jahe merah dipengaruhi oleh varietas tanaman, tanah dan iklim pertumbuhan, cara budidaya serta umur rimpang (Sivasothy et al. 2011). Komponen minyak atsiri jahe merah dari penelitian ini berbeda dengan minyak atsiri jahe pada umumnya yang didominasi oleh komponen seskuiterpen hidrokarbon yaitu : α-zingiberene, arcurcumene, β-bisabolene and β-sesquiphellandrene (Singh et al. 2008; Natta et al. 2008). Komposisi kimia minyak atsiri lengkuas merah disajikan pada Tabel 2.3. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri lengkuas merah menghasilkan 54 komponen yang berhasil diidentifikasi dari 75 senyawa yang terdeteksi, dengan lima komponen mayor yaitu 1.8-cineole (20.79%), chavicol (14.51%), 9-desoxo-9-xihydroxy-3,5,7,8,9,12-pentaacetat-ingol (4.25%), β-caryophyllene (3.33%), dan αselinene (3.10%) serta komponen minor lainnya dengan konsentrasi masingmasing kurang dari 3%. Komponen utama yaitu 1.8-cineol (20.79%), merupakan senyawa monoterpen teroksidasi dengan rumus molekul C10H18O, sedangkan chavicol (14.51%) termasuk kelompok phenilpropane dengan rumus molekul C 9 H 10 O. Chudiwal et al. (2010) menjelaskan senyawa 1.8-cineole dan isomernya selain merupakan komponen pemberi aroma dari rimpang lengkuas juga memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, sedangkan senyawa chavicoldan isomernya diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis seperti anti-kapang, antitumor, anti-inflamasi, anti-oksidan, dan inhibitor xanthinoksidase. Komponen minyak atsiri lengkuas merah pada penelitian ini secara umum didominasi oleh kelompok senyawa monoterpene (teroksidasi, hidrokarbon, alkohol), asam, dan seskuiterpene hidrokarbon. Komponen monoterpen dan seskuiterpen dari ektrak dan minyak atsiri lengkuas memiliki aktivitas antibakteri
19
yang kuat (Mayachiew dan Devahastin 2008; Chudiwal et al. 2010). Komponen mayor minyak atsiri lengkuas merah pada penelitian ini hampir sama dengan komponen minyak atsiri lengkuas putih asal Thailand yang dilaporkan Natta et al. (2008) yaitu methyl-chavicol (37.9%), 1.8-cineole (33.6%), α-farnesene (5.9%), camphor (4.5%), dan β-farnesene (4.2%). Sedangkan Prakatthagomol et al. (2011) melaporkan terdapat 27 komponen dari minyak atsiri lengkuas asal Malaysia, dengan komponen utama terdiri dari dua terpen siklik, yaitu piperitenone (33.3%) dan limonene (29.6%).
Tabel 2.2 Komposisi kimia minyak atsiri jahe merah 32
α-Bergamotene
23.724
Kons. (%) 1.14
2.26 2.19 0.93 6.18 0.18 1.51
33 34 35 36 37 38
23.928 24.096 24.187 24.570 24.659 24.936
3.38 0.65 3.80 0.29 0.29 0.23
15.654 15.751 17.117 17.995 18.695 18.822 19.499 19.568 19.820 20.305 20.642 20.778 21.229 21.420 21.609 21.745 21.993
1.27 2.76 0.57 0.11 1.05 0.30 0.29 3.47 1.23 2.32 1.07 0.08 0.15 0.70 0.14 0.97 7.34
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
β-Bisabolene α-Amorphene β-Sesquiphellandrene Nerolidol Elemol Dibromo-phenylmenthane Cuparene Zingiberene Epi-γ-eudesmol Epiglobulol β-eudesmol Carbaldehyde Curzerene Trans-farnesal Longipinan Epiglobulol Cedrenoxid Carryophyllene oxide β-Ionol Acetic acid E-myrtenol Amorphane-B Undecadien-2-ol
25.102 25.392 25.615 26.145 26.207 26.498 26.755 26..894 27.097 27.230 27.347 27.464 27.596 27.866 27.963 28.045 28.570
1.01 1.47 0.46 0.46 0.66 4.54 0.40 0.30 0.75 0.75 0.75 0.92 0.34 1.60 0.08 0.09 1.19
22.113 22.171 22.346 22.933 23.013
0.17 0.29 0.44 0.14 0.24
56 57 58 59 60
28.829 29.037 29.225 31.503 37.006
0.99 0.82 0.70 0.15 2.62
30 β-funebrene 23.174 31 Ar-Curcumene 23.596 RT : Retention time (menit)
0.46 6.77
61
37.214
0.18
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Methylhydrazine hydrochloride Fluoropropane Ethyl alcohol α-pinene Camphene 2-β-pinene β-myrcene Bornylene 1,8-cineole L-linalool 1.5-Heptadiene Borneol Terpineol β-citronellol Nerol Z-Citral E-Citral Acetic Acid Safrole Neric Acid Citronellyl acetate Neryl acetat Geranic acid Trimethylheptadiene-ol Diephi-α-cedren α-Copaene β-Elemene Isocarryophyllene β-Farnesene
3.192
Kons. (%) 2.05
3.423 3.700 13.225 13.683 14.413 14.619
RT
No
Nama
Napthalenone Palmitic acid Uvidin A Trans-Farnesol Geranyl Linalool isomer β-Ionol
RT
20
Tabel 2.3 Komposisi kimia minyak atsiri lengkuas merah No
Nama
RT
Kons. (%)
No
Nama
RT
Kons. (%)
9-desoxo-9-xihydroxy3,5,7,8,9,12pentaacetat-ingo Valencene Ar-Curcumene
23.060
4.25
23.458 23.589
0.74 1.80
23.764 23.942 24.193
1.47 3.10 2.88
24.279 24.350 24.566 25.109 25.337 25.396 25.983 26.162 26.271 26.350 26.569 26.899 27.087 27.348
0.92 0.50 0.26 0.19 0.62 0.27 1.22 1.41 1.05 1.04 1.35 0.40 0.20 0.48
1
Ethyl alcohol
3.196
1.83
28
2 3
Acetic acid Methylhydrazine hydrochlorida α-pinene β-phellandrene β-pinene
3.401 3.723
2.79 0.89
29 30
13.218 14.280 14.416
1.36 0.42 2.06
31 32 33
14.609 0.99 15.334 0.16 15.628 0.59 15.775 20.79 16.314 1.21 16.956 0.27 17.122 0.12 18.697 0.12 18.831 0.91 19.822 0.26 19.984 0.60 20.280 14.51 20.646 0.44 21.338 0.12
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Farnesene α-selinene βSesquiphellandrene α-bisabolene d-Nerolidol Elemol Epiglobulol Caryophyllene oxide Globulol β-Tumerone α-Cadinol junipercamphor α-Bisabolol α-Ylangene (Z,Z)-farnesal γ-Elemene α-Sinensial
21.864 21.940
0.60 2.41
48 49
Farnesyl acetate α-sinensial
27.882 28.081
1.92 0.33
22.187 22.259 22.379 22.832 22.964
0.16 0.20 2.36 0.22 3.33
50 51 52 53 54
Palmitic acid Ethyl palmitat Ethyl oleate Retinal Benzopyran
29.204 29.427 31.393 31.736 49.431
0.36 0.55 0.45 0.21 0.48
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
β-myrcene α-terpinene Limonene 1,8-cineole γ-terpinene α-terpinolene Linalool Borneol Terpineol Z-Citral Trans-geraniol Chavicol Acetic Acid Trans-carvil acetate Eugenol Dimethyloctadienyl α-cubebene β-Elemene β-Farnesene Chavicyl acetate β-caryophyllene
RT : Retention Time (menit)
Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Jahe Merah dan Lengkuas Merah Hasil pengamatan zona hambat mikroba (Tabel 2.4) menunjukkan kedua jenis minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri uji. Minyak atsiri jahe merah dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri uji dengan zona hambat rata-rata 7.17-10.33 mm, sedangkan minyak atsiri lengkuas merah menghambat bakteri uji dengan zona hambat rata-rata 7.25-11.17 mm. Tetrasiklin 0.1 % v/v sebagai kontrol positif menunjukkan aktivitas antibakteri yang tinggi dengan rata-rata zona hambat 19.67-24.33 mm, sedangkan DMSO 100% v/v sebagai pelarut minyak atsiri (kontrol negatif) tidak menunjukkan aktivitas antibakteri.
21
Tabel 2.4 Daya hambat minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah Bahan yang diuji ME Jahe merah 1% v/v ME Lengkuas merah 1% v/v Tetracyline 0.1% v/v DMSO 100% v/v
B. cereus 10.33 ± 0.76
Zona hambat (mm)a,b E. coli P. aeruginosa 8.67 ± 0.76 7.17 ± 0.29
11.17 ± 0.76
9.50 ± 0.50
7.25 ± 0.43
10.08 ± 0.38
24.33 ± 0.58
21.53 ± 1.53
19.67 ± 3.51
21.17 ± 1.04
6.0 ± 0.0
6.0 ± 0.0
6.0 ± 0.0
6.0 ± 0.0
S. Typhimurium 9.25 ± 0.43
a
zona hambat termasuk diameter cakram kertas (6 mm) b data adalah rata-rata dari tiga kali ulangan ± standar deviasi
Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada penelitian ini memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat sedang/moderat dengan kisaran nilai 7.1711.17 mm. Seperti dijelaskan Elgayyar et al. (2001), aktivitas antimikroba ekstrak tumbuh-tumbuhan dapat dikelompokkan berdasarkan diameter penghambatan pada media agar menjadi tiga kategori, yaitu tinggi ( > 11mm), sedang ( > 6mm - < 11 mm) dan rendah (< 6mm). Bakteri B. cereus lebih sensitif terhadap minyak atsiri jahe merah maupun lengkuas merah dibandingkan bakteri uji lainnya. Aktivitas antibakteri kedua minyak atsiri dapat menghambat bakteri Gram negatif yaitu E. coli dan S.Typhimurium, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sivasothy et al. (2011) dan Prakatthogomol et al. (2011), tapi berlainan dengan Natta et al. (2008) yang melaporkan minyak atsiri jahe (Z. officinale)dan lengkuas (A. galanga) sama sekali tidak dapat menghambat E. coli. Singh et al. (2008) melaporkan pada pengujian menggunakan metode sumur difusi maka bakteri E.coli bersifat resisten terhadap minyak atsiri, ekstrak oleoresin (metOH, etOH, CCl 4) maupun antiobitik sintetik (streptomycin dan chloramphenicol), namun pada pengujian menggunakan metode difusi agar maka hanya minyak atsiri jahe yang menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap E. coli (10.4 ± 1.8 mm). Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada penelitian ini dapat menghambat P. aeruginosa walaupun aktivitasnya bersifat lemah. Aktivitas antimikroba minyak atsiri dari jahe dapat menghambat P. aeruginosa dengan zona hambat 7.25 ± 0.43 mm, hasil yang hampir sama dilaporkan Sasidharan dan Menon (2010) dimana minyak atsiri jahe putih menghambat P. aeruginosa dengan zona hambat 7.11 ± 0.06 mm. Komponen utama dari minyak atsiri jahe merah adalah trimetyl-heptadienol, sedangkan dari lengkuas merah yaitu 1.8-cineole, keduanya merupakan senyawa monoterpen teroksidasi yang diduga bersifat antibakteri yang kuat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sasidharan dan Menon (2010) yang melaporkan komponen monoterpen lebih aktif menghambat bakteri B. subtilis dan P. aeruginosa dibandingkan dengan hidrokarbon sesquiterpene. Aktivitas antimikroba komponen-komponen hidrokarbon lebih rendah dibandingkan dengan komponen-komponen teroksigenasi. Walaupun demikian, menurut Mayachiew dan Devahastin (2008) komponen-komponen minor dapat berperan sebagai faktor kritis atau penentu terhadap daya aktivitas antimikroba, karena dimungkinkan adanya efek sinergis diantara berbagai komponen pembentuk minyak atsiri.
22
Burt (2004) menjelaskan bahwa turunan senyawa terpenoid seperti geranial, neral, geraniol, 1,8-cineole, β-caryophyllene, α-pinene, dan camphordiduga terlibat pada berbagai mekanisme kerusakan membran sitoplasma bakteri, mengkoagulasi komponen sel dan mengganggu Proton Motive Force (PMF). Senyawa antibakteri minyak atsiri seperti thymol, eugenol dan carvacrol dapat menyebabkan kerusakan membran seluler, melepaskan ATP intraseluler dan komponen lain dari mikroba. Akumulasi terpen pada membran juga menyebabkan hilangnya integritas membran dan PMF. Rusaknya PMF dan berkurangnya ATP akhirnya akan memicu kematian sel. Seperti pada kerja bahan pengawet umumnya, minyak atsiri akan menyebabkan kebocoran ion, ATP, asam nukleat dan asam amino dari mikroba target. Minyak atsiri dapat mencapai periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin dari membran luar. Permeabilitas membran sel tergantung pada komposisinya dan hidrofobisitas komponen yang melewatinya (Ousallah et al. 2006).
Nilai MIC dan MBC Minyak Atsiri Jahe Merah dan Lengkuas Merah Hasil pengamatan pada Tabel 2.5 menunjukkan minyak atsiri jahe merah dapat menghambat pertumbuhan seluruh bakteri uji pada nilai MIC 2.65-3.97 mg/mL dan nilai MBC 3.10-5.29 mg mL-1, sedangkan minyak atsiri lengkuas merah dapat menghambat seluruh bakteri uji dengan nilai MIC 1.79-4.03 mg mL-1 dan nilai MBC 1.79-4.92 mg mL-1. Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada penelitian ini memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat sedang/moderat dengan kisaran nilai MIC 1.79-4.03 mg mL-1, sebagai akibat adanya komponenkomponen aktif yang bersifat antibakteri. Meskipun kandungan masing-masing komponen tersebut rendah, namun karena jenisnya banyak sehingga dimungkinkan terjadi interaksi antar komponen yang bersifat sinergis terhadap aktivitas antibakteri yang dihasilkan. Tabel 2.5 Nilai MIC dan MBC minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah Bakteri
Jahe merah MIC MBC (mg mL-1) (mg mL-1) 2.65 3.10 2.65 3.53 3.10 3.53
B. cereus ATCC 10876 E. coli ATCC 25922 S. Typhimurium ATCC 14028 P. aeruginosa ATCC 3.97 27853 *nilai rata-rata dari 3 kali ulangan
5.29
Lengkuas merah MIC MBC (mg mL-1) (mg mL-1) 1.79 1.79 1.79 2.23 2.69 3.58 4.03 4.92
Tetracycline MIC (mg mL-1) < 0.01 < 0.01 < 0.01 < 0.01
Secara umum minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menunjukkan aktivitas antibakteri lebih kuat terhadap bakteri Gram positif (B.cereus) dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (E.coli, S.Typhimurium, P.aeruginosa). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap minyak atsiri dibandingkan dengan bakteri Gram positif (Gutierrez et al. 2008; Sivasothy et al. 2011; Prakatthogomol et al. 2008). Sensitivitas bakteri uji terhadap minyak atsiri jahe
23
merah dan lengkuas merah pada penelitian ini menurun berturut-turut dari B.cereus > E. coli > S. Typhimurium > P. aeruginosa. Minyak atsiri umumnya lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Membran luar bakteri Gram negatif berperan sebagai barrier masuknya senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan sel, diantaranya bakteriosin, enzim, dan senyawa yang bersifat hidrofobik (Davidson et al. 2005). Untuk mencapai sasaran, senyawa antimikroba dapat menembus lipopolisakarida (LPS) dari dinding sel tersebut. Molekul-molekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati LPS dibandingkan dengan yang bersifat hidrofobik. Bakteri Gram positif tidak mempunyai LPS, sehingga fungsi penghalangnya tidak ada dan molekul senyawa antimikroba yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik (seperti minyak atsiri) dapat berdifusi ke dalam sel (Ousallah et al. 2006). Nilai MIC minyak atsiri jahe merah terhadap seluruh bakteri uji pada penelitian ini berkisar antara 2.65-3.97 mg mL-1, lebih rendah dibandingkan dengan minyak atsiri jahe putih yang dilaporkan Natta et al. (2008), yaitu terhadap bakteri B. cereus (nilai MIC 6.25 mg mL-1). Demikian pula nilai MIC minyak lengkuas merah pada penelitian ini yang berkisar 1.79-4.92 mg mL-1 relatif lebih rendah daripada yang dilaporkan Prakatthagomol et al. (2011), yaitu terhadap bakteri E. coli ATCC 25922 (nilai MIC 4 mg mL-1), namun lebih tinggi terhadap bakteri S. Typhimurium DMST 5784 (nilai MIC 2 mg mL-1). Ini berarti aktivitas antibakteri dari minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terhadap bakteri patogen dan perusak pangan relatif lebih kuat dari yang dilaporkan peneliti terdahulu. Dengan aktivitas antimikroba yang bersifat moderat maka kedua jenis minyak atsiri ini dapat dikembangkan menjadi pengawet pangan alami, baik secara tunggal maupun kombinasi karena dimungkinkan terjadi efek sinergis di antara komponen aktif yang dikandungnya.
SIMPULAN Karakteristik minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah yang dihasilkan mengandung kadar ester yang relatif tinggi. Komponen mayor minyak atsiri jahe merah terdiri dari trimethyl-heptadien-ol, ar-curcumene, camphene,carbaldehyde, β-sesquiphellandrene, dan nerol; sedangkan komponen mayor minyak atsiri lengkuas merah terdiri dari 1.8-cineole, chavicol,9-desoxo-9-xi-hydroxy3,5,7,8,9,12-pentaacetat-ingol, β-caryophyllene dan α-selinene. Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat moderat terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. Berdasarkan nilai MICMBC sensitivitas bakteri uji terhadap minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menurun berturut-turut dari B. cereus > E. coli > S. Typhimurium > P. aeruginosa. Sensitivitas bakteri Gram positif dan Gram negatif terhadap kedua minyak atsiri ini menunjukkan potensi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah untuk digunakan sebagai pengawet alami di industri pangan.
24
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan banyak terima kasih penulis sampaikan kepada UNPAD atas bantuan dana penelitian melalui program skim Hibah Kompetitif Unpad tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA Bermawie N, Purwiyanti S, Melati, dan Meilawati NLW. 2012. Karakter morfologi, hasil dan mutu enam genotip lengkuas pada tiga agroekologi. Bul Balittro 23:125-135. [BPPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011.Laporan Tahunan BPOM 2011. [Diunduh 10/12/2012]. Tersedia pada http://www.pom.go.id/ppid/rar/LAPTAH_2011.pdf. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Obat-Obatan Indonesia. [Diunduh 3 Desember 2013]. Burt S. 2004. Essential oils : their antibacterial properties and potential applications in foods. Review. Int J Food Microbiol. 94:223-253. Chudiwal A, Jain DP, Somani RS. 2010. Alpinia galanga Willd.- An overview on phyto-pharmacological properties. Ind J Nat Prod and Res.1:143-149. Davidson PM, Sofos JN, dan Brannen AL. 2005. Antimicrobial in Food. 3rd edition. London (GB) : Taylor and Francis Group. De Souza EL, Stamford MTL, Lima EO. 2006. Sensitivity of spoiling and pathogen food related bacteri to origanum vulgare L. (Lamiaceae) essential oil. Brazilian J Microbiol. 37:527-532. Elgayyar M, Draughon FA, Golden DA dan Mount JR. 2001. Antimicrobial activity of essential oils from plants against selected pathogenic and saprophytic microorganisms. J Food Prot. 7: 1019-1024. Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2008. The antimicrobial efficacy of plant essential oil combination and interactions with food ingredients. Int Food Microbiol. 124:91-97. Khattak S, Rehman S, Shah UH, Ahmad WW, dan Ahmad M. 2005. Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longaand Alpinia galanga. Fitoterapia 76:254-257. Lv F, Liang H, Yuan Q, Li C. 2011. In vitro antimicrobial effect and mechanism of action of selected plant essential oil combination against four food-related microorganisms. Food Res Inter. 44: 3057-3064. Malek SRA, Ibrahim H, Hong SL, Lee GS, Chan KS, Ali NAM. 2005. The essential oils of Zingiber officinale variants. Malay. J Scie 24:37-43. Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa minyak atsiri family Zingiberaceae dalam perdagangan. Bul Balittro. 17:91-98. Mayachiew P, Devahastin S. 2008. Antimicrobial and antioxidant activities of indian gooseberry and galangal extract. LWT - Food Scie Technol 41:11531159. * Natta L, Orapin K, Krittika N, Pantip B. 2008. Essential oil from five zingiberaceae for anti food-borne bacteria. Int Food Res J. 15(3): 337-346.
25
Oussalah M, Caillet S, Saucier L,dan Lacroix M. (2006). Antimicrobial effects of selected plant essential oils on the growth of a Pseudomonas putida strain isolated from meat. Meat Scie. 73: 236–244. Prakatthagomol W, Klayraung S, Okonogi S. 2011. Bactericidal action of Alpinia galanga essential oil on food-borne Bacteria. Drug Disc and Ther.5:84-89. Rahardjo M. 2012. Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu rimpang jahe muda (Zingiber officinale Rocs.). J Littri. 18:10-16. Rahayu WP, Mawaddah R, Nurjanah S, Panggabean RI, Nikastri E. 2008. Kajian hasil riset potensi antimikroba alami dan aplikasinya dalam produk pangan nabati. Dalam: Proceeding Seminar PATPI 2008. 406-414. Rankin ID. 2005. MIC Testing. In : Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. Coyle MB, editor. Washington (USA) : University of Washington. Sasidharan I, Menon AN. 2010. Comparative chemical composition and antimicrobial activity fresh and dry ginger oils (Zingiber officinale Roscoe). Int J Curr Pharm Res. 2:40-43. Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CD, de Lampasona MP. 2008. Chemistry, antioxidant and antimicrobial investigations on essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. Food Chem Toxicol. 46:3295-3302. Sivasothy Y et al. 2011. Essential oils of Zingiber officinale var. rubrum Theilade and their antibacterial activities. Food Chem. 124:514-517. Supriyanto, Cahyono B. 2012. Perbandingan kandungan minyak atsiri antara jahe segar dan jahe kering. Chem Prog. 2:81-85. Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO. 2010. Review : Antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Cont. 21:1199-1218. Tserennadmid R et al. 2011. Anti yeast activities of some essential oils in growth medium, fruit juices and milk. Int Food Microbiol. 144:480-486. Valdes F, Catala L, Hernandez MR, Garcia-Quesada JC, Marcilla A. 2013. Thermogravimetry and Py-GC/MS techniques as fast qualitative methods for comparing the biochemical composition of Nannochloropsis oculata samples obtained under different culture condition. Biores Technol. 131:86937. Wannissorn B, Maneesin P, Tubtimtes S, Wangchanachai G. 2009. Antimicrobial activity of essential oils extracted from Thai herbs and spices. Asian J Food and Agro-Ind. 2:677-689.
26
3 ANTIMICROBIAL ACTIVITY AND MECHANISM OF ACTION OF COMBINED RED GINGER (Z. officinale var. Rubrum) AND RED GALANGAL (A. purpurata K. Schum) ESSENTIAL OILS AGAINST FOODBORNE PATHOGENS AND SPOILAGE BACTERIA ABSTRACT Antimicrobial effect of combined red ginger and red galangal essential oils (EOs) and its mechanism of action have been evaluated against B. cereus, E. coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa. The results revealed that the strongest inhibition acitivity was shown by the combined EOs with the ratio of 1:1 (v/v), resulting in synergistic effect against B. cereus, additive effect against E.coli and S.Typhimurium, and indifferent effect against P. aeruginosa. None of the combination ratios showed antagonistic effect. Lengthening lag phase indicating bacteriostatic effect due to combined EOs was observed in all tested bacteria. Combined red ginger and red galangal EOs was considered to be effective against B. cereus, E. coli and S. Typhimurium than against P.aeruginosa.The combined EOs damaged the cytoplasmic membrane as indicated by the leakage of genetic material, protein and cellular ions. The results suggest that the combined red gingr and galangal EOs caused sub-lethal disruption of the bacterial cell. Keywords : Bacteriostatic effect, combined EOs, red ginger EO, red galangal EO, membrane disruption
INTRODUCTION Food safety is an important issue for the health of the world's population (WHO 2014). One of critical issues in food safety is the use of chemical preservatives and artificial antimicrobials to inactivate or inhibit growth of spoilage and pathogenic microorganisms (Lopez-Mallo vigil et al. 2005; Gutierrez et al. 2008). Greater consumer awareness and concern regarding synthetic chemical additives have led researchers to look for natural preservatives with a broad spectrum of antimicrobial activity. These situations open the opportunity for the natural antimicrobial agents to be used as food preservative, one of which is essential oils (EOs) derived from herbs, and spices, as they have GRAS status and wide consumers’ acceptance (Tajkarimi et al. 2010). Numerous studies and reviews showed that EOs of herbs and spices were potentially to be used as food preservative since they have broad antimicrobial spectrum against foodborne pathogens and food spoilage bacteria (Bajpai et al. 2007; Guttierrez et al. 2008), molds (Lv et al. 2011), and yeast (Tserennadmid et al. 2011). However, a high concentration of EO is needed to achieve the same effect in food as in vitro, which may effect taste, aroma and sensory acceptance level (Burt 2004). *Telah melalui tahap review 1 pada International Journal of Food Science and Technology, UK
27
Thus combination of the EOs may help to minimize concentration and consequently reduce sensory impact. The combination of weak and moderate EOs are reported could produce a synergisticor mutually reinforcing effect (Rasooli 2007; Goni et al. 2009). Although EOs have been declared as safe to be used as a natural preservative to control pathogenic and spoilage bacteria, more data are needed before the EOs can be applied in food. These may include the physical, chemical, biochemical and genetic characteristics, as well as its antimicrobial activity and spectrum, mechanism/mode of action and its effectiveness in foodstuffs (Bassole and Juliani 2012). Considering the large number of different groups of chemical compounds present in EO, it is most likely that their antibacterial activity is not attributable to one specific mechanism but there are several targets in the cells (Carson et al. 2002). Plant antimicrobial substances affect microbial cells by various antimicrobial mechanisms, including attacking the phospholipid bilayer of the cell membrane, disrupting enzyme systems, compromising the genetic material of bacteria, and forming fatty acid hydroperoxidase caused by oxygenation of unsaturated fatty acids (Burt 2004). Leakage of the cytoplasmic membrane has been analysed by determination of the absorbance of suspension containing cell materials including proteins, nucleotides, metabolites and ions that were absorbed at 260 and 280 nm (Park et al. 2003; Lv et al. 2011). Ginger (Zingiber officinale) and galangal (Alpinia galanga) are herbs with pungent aroma belonging to the family of Zingiberaceae indigenous in tropical Southeast Asia. Ginger and galangal rhizomes are used as fresh or dried in seasoning, herbal drinks (jamu) and drugs. Several researchers reported that ginger and galangal EOs are more effective in inhibiting microbes than its oleoresin, with fairly high/moderate antimicrobial activity (Singh et al., 2008; Prakatthagomol et al. 2011). Among various types of ginger and galangal known, red ginger (Z. officinale var. Rubrum) and red galangal (A. purpurata K. Schum) are widely recognized as an ingredient in traditional medicines, since they contain anti-microbial, anti-oxidant, anti-tumoral, anti-cancer, anti-inflammatory, analgesic, anti-allergic, anti-platelet, gastroprotective and stimulate the immune system (Khattak et al. 2005; Chudiwal et al. 2010; Belik 2014). Antimicrobial activity of Malaysian red ginger (Z. officinale var. Rubrum Theilade) EO has been reported by Malek et al. (2005) and Sivasothy et al. (2011), while the antimicrobial activity of red galangal (A. purpurata K. Schum) extract has been reported by Rahayu et al. (2008). Indonesian red ginger and red galangal EOs showed moderate antimicrobial activity towards Bacillus cereus ATCC 10876, Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella Typhimurium ATCC 14028, and Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 with MIC ranging from 1.79-4.03 mg mL-1 and MBC 1.79-5.29 mg mL-1 (Rialita et al. 2014). To the best of our knowledge, up to now there are no information about the antimicrobial potential of EOs derived from red ginger (Zingiber officinale var. Rubrum) and red galangal (Alpinia purpurata K. Schum) in a combined form, as well as the mechanism of action against pathogenic and spoilage bacteria.The present study was aimed to evaluate the effect of the combination of red ginger and red galangal EOs with different ratios against B. cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S.
28
Typhimurium ATCC 14028, and P. aeruginosa ATCC 27853; and to elucidate the mode of action of its antimicrobial activity.
MATERIALS AND METHODS Materials Red ginger (Z. officinale var rubrum) and red galangal (A. purpurata K. Schum.) rhizomes of 6-8 months old were purchased from the Research Institute for Spices and Medicinal Plants (Balittro), Bogor, Indonesia. The solvent used in this study was analytical grade purchased from Merck Chemical Company (Darmstadt, Germany). Triptycase soy broth (TSB), triptycase soy agar (TSA), nutrient broth (NB) and phosphate-buffered saline (PBS) were purchased from the Oxoid Chemical Company (Hampshire, UK). 2,3,5-triphenyltetrazolium chloride (TTC) was purchased from Gold Biotechnology (St. Louis, USA). The bacterial cultures for bioassay, i.e. B. cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S. Typhimurium ATCC 14028 and P. aeruginosa ATCC 27853 were obtained from SEAFAST Center and Faculty of Animal Science of Bogor Agricultural University (IPB), Indonesia. All bacterial cultures were stored at freezing conditions prior to be used in the experiment. Distillation of Essential Oil (EO) The fresh rhizomes were washed and sliced and separately extracted by steam distillation (for ± 6 h at 100°C). The distillate obtained was separated from the aqueous phase using anhydrous Na 2 SO 4 and stored in dark bottles at 4°C until use. Preparation of Microbial Culture The cultures were prepared according to the method of NCCLS (Rankin 2005), using TSB medium to grow the culture for 24 h at 37 oC. Working cultures were prepared from sub-cultures and grown under optimal conditions for 18 h. Working cultures were adjusted to the required concentration of 1x106 CFU mL-1 using the McFarland standard (Biomerieux Inc.) Antimicrobial Activity of Combined EOs The combination effects were evaluated in three different ratios of red ginger and red galangal EOs, i.e. 1:1 (v/v), 1:2 (v/v) and 2:1 (v/v). Antimicrobial effects of the combined red ginger and red galangal EOs were determined using the checkerboard method of Gutierrez et al. (2008) with slightly modification by the addition of TTC as an indicator. The test was performed using 96-well microplates (Costar 3596, USA) to obtain the Fractional Inhibitory Concentration (FIC) to quantify potential synergism of the two EOs. The EO of ginger (EO A ) was diluted two-fold in vertical orientation, while the EO of galangal (EO B ) was diluted two-fold in horizontal orientation using dimethyl sulfoxide (DMSO) at 1%
29
v/v (Merck, Darmstadt, Germany) as the diluting solvent. The concentrations of combined EO A and EO B were prepared by ½, ¼ and 1/ 8 of the MIC. The final volume of each well was 100 µL comprising 50 µL of each essential oils dilution. Subsequently, 100 µL of MHB media containing 1x106 CFU mL-1 of tested bacteria was added to all well. To determine the microbial growth, 50 mL of TTC indicator was added to each of the well and the cultures were incubated for 24 h at 37 °C. Microbial growth (positive result) is indicated by the color change of the medium from yellow/clear into pink or red. The FIC indices were calculated as FIC A +FIC B , where FIC A and FIC B are the minimum concentrations that inhibited the bacterial growth for EOs A and B, respectively. Thus, FIC were calculated as follows: FIC A = (MIC A combination/MIC A alone) and FIC B = (MIC B combination/MIC B alone). The results were interpreted as synergy (FIC < 0.5), addition (0.5 ≤ FIC ≤ 1), indifference (1 < FICI ≤ 4) or antagonism (FICI > 4). Effects of Ratios of Combined EOs Effects of ratios of combined red ginger and red galangal EOs on antimicrobial activity were conducted according to Gutierrez et al. (2008) with slightly modification by substituting the turbidity measurement with plate count technique. The ratios of the combined red ginger and red galangal EOs were 1:1 (v/v), 1:2 (v/v) and 2:1 (v/v). The TSB medium was mixed with the combined EOs (1xMIC) in specified ratio and then inoculated with the bacteria (1x106 CFU mL-1). The cultures were incubated at 37 °C in a shaker incubator for 24 h. The medium inoculated with the test bacteria without EOs was assigned as positive control, while the TSB medium added with EOs without bacteria was assigned as negative control. The culture was sampled at 0, 8, 16 and 24h incubation time and counted in the TSA medium. The most effective ratio to inhibit bacterial growth was calculated from the difference (Δ) of the number of bacterial cells that grow in specified time in log Nt/log No where Nt = number of bacteria at time t, and No = number of bacteria at the time 0. The ratio of the ginger and-galangal EOs with significant Δ reduction of bacterial growth (p < 0.05) was used in the study mechanism of action of combined EOs. Mechanism of Action of Combined EOs Analysis of Nucleic Acid and Protein Leakage Cellular nucleic acid and protein leakage were analyzed according to Lv et al. (2011). The analysis was performed on the test bacterial cells added with EOs (individual, combined) and control without addition of EOs. Cells from the 10 mL working culture were collected by centrifuged for 10 minutes at 5000 g, washed three times, and resuspended in 0.1 M PBS (pH 7.0). The combined EOs at the MIC was added to the solution, then incubated at 37oC in a shaking incubator for 1 h. Each culture suspension were then centrifuged at 12,000 g for 2 min and the supernatant was filtered. The absorbance of the supernatant obtained was measured using a UV-vis spectrophotometer (Shimadzu UV-1800) at 260 nm and 280 nm to analyze the nitrogen content of nucleic acids and protein, respectively.
30
Analysis of Metal Ions Leakage Analysis of metal ions (K+ and Ca2+) leakage was conducted according to Park (2003). Analysis was performed on the cell pellet/sediment prepared as in the analysis of proteins and nucleic acids leakage, with EOs at the MIC and 2xMIC. The resulting pellet was washed three times with sterile deionized water, weighed, ashed and analyzed using M5 Atomic Absorption Spectrometer (AAS) (AA-650 AF, Shimadzu, Germany). Statistical Analysis The entire tests were performed in duplo with three replications. Analysis of Variance (ANOVA) was performed using SPSS 16 software followed by Duncan test (Duncan's Multiple Range Test) with significant difference of average values at p≤ 0.05.
RESULTS AND DISCUSSION Antimicrobial Activity of Combined Red Ginger and Red Galangal EOs The quantitative effect of combined red ginger and red galangal EOs was expressed in FIC values (Table 3.1). The combined EOs at 1:1 (v/v) ratio showed synergistic effects against B. cereus, additive effects against E. coli and S.Typhimurium, and indifferent effect against P. aeruginosa. At ratio of 1:2 (v/v), the combined EOs showed additive effects on B. cereus, E. coli and S.Typhimurium, and indifferent effect against P. aeruginosa. The ratio of 2:1(v/v) showed addition effects on B. cereus, and only caused indifferent effect against E. coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa. The combined EOs of red ginger and red galangal in all ratios showed indifferent effects against Pseudomonas, which indicated the resistance of Pseudomonas to plant-derived antimicrobial. The present results confirm the previous finding reported by Holley and Patel (2005). The present result suggests that the 1:1 (v/v) ratio was the most effective EOs combination ratio against Gram-positive as compared to Gram-negative bacteria. Previous researcher reported that the ratios of combined EOs affect its antimicrobial activity (Lambert et al. 2001; Pei et al. 2009). Antimicrobial activity of the combined EOs is strongly influenced by their active components. Effects of individual volatile compounds on the entire antimicrobial activity of an EO rely on their individual antimicrobial activity and amount in the EO (Liu et al. 2012). Different terpenoids components of EOs can interact to either reduce or increase antimicrobial activity. Most of the antimicrobial activity of essential oils is generated from oxidized terpenoid (e.g. alcohols and phenolic terpenes), while some hydrocarbons also exhibit antimicrobial effects. The interaction between these components may lead to synergistic, additive, indifferent and antagonistic effects (Bassole and Juliani, 2012).
31
Table 3.1 FIC index of combined red ginger and red galangal EOs against pathogenic and spoilage bacteria Combination ratioa (v/v) 1:1 1:2 2:1
B.cereus ATCC 10876 0.45 (S)b 1.00 (A) 1.00 (A)
E. coli ATCC 25922 1.00 (A) 0.75 (A) 1.25 (I)
S. Typhimurium ATCC 14028 0.75 (A) 0.75 (A) 1.25 (I)
P. aeruginosa ATCC 27853 1.50 (I) 2.00 (I) 2.25 (I)
a
Combination ratio are expressed as red ginger oil compare to red galangal oil Results are interpreted as Synergy (S, FIC<0.5); Addition (A, 0.5≤FICI≤1); Indifference (I, 1
4)
b
According to previous study, red ginger and red galangal EOs contain major components which have moderate to strong antibacterial activity such as trimethyl-heptadiene-ol, ar-curcumene, camphene, carbaldehyde, βsesquiphellandrene, nerol, β-Bisabolene, 1.8-cineole, chavicol, 9-desoxo-9-xihydroxy-3,5,7,8,9,12-pentaacetat-ingol, β-caryophyllene and α-selinene. The minor components include several phenilpropranoid (chavicol, eugenol), and alcohol terpenoids (linalool, α-terpineol, citronellol, nerol, and geraniol) (Rialita et al. 2014). Those minor components have been reported to have strong antibacterial activity (Gutierrez et al. 2008; Bajpai et al. 2012). The combined of red ginger and red galangal EOs exhibited moderate antimicrobial activity that considered resulted from by its major components (Rialita et al. 2014). The combination between strong antibacterial components does not always generate a synergistic effect, but often only additive and indifferent (Burt, 2004). As plant EOs possess similar composition, their combinations may exhibit addition rather than a synergistic effect (Gutierrez et al. 2008). Several studies found that whole EOs are generally produce higher antibacterial activity compared with the combination of their major components, with a suggested explanation that the minor components are the critical factors of antimicrobial activity (Gutierrez et al. 2008; Mayachiew and Devahastin, 2008). Another combination that showed synergistic effects against B.cereus was a combination of 1:1 (v/v) cinnamon and cloves EOs, with eugenol, βcaryophyllene, α-humelene and 1.8-cineole as major components that might acted as strong antibacterial agents of the combination (Goni et al. 2009). Meanwhile, the combination of oregano with basil, lemon balm, marjoram, rosemary, sage and thyme only produce additive effects on B. cereus. The combination of oregano with basil showed additive effects against E. coli and P. aeruginosa, whereas the combination of oregano with basil also showed additive effects against both bacteria (Gutierrez et al. 2008). Effects of Ratio of Combined EOs on Microbial Growth The growth of all tested bacteria was inhibited by the combined EOs at different ratios (Table 3.2). In the first 8 h (period of 0-8 h growth), the number of B. cereus, E. coli and P. aeruginosa decreased, in contrast with S. Typhimurium showing an increase although lower than control that did not contain EOs. The significant inhibition (p<0.05) was shown after first 8 h growth as compared to other period of observation, i.e. 16 and 24 h. The data of first 8 h growth suggest that the combined EOs with the ratios of 1:1, 1:2 and 2:1 resulted in bactericidal
32
effect againts of B. cereus, E. coli and P. aeruginosa, while they were bacteriostatic toward S. Typhimurium. In the next 8 h (period of 8-16 h), almost all tested bacteria were able to multiply as shown by the increase in the cell number, however the increase was lower than control. The growth of tested bacteria continued in the next 8 h (period of 16-24 h), but still lower than control. The increase in bacterial cell number observed after 16 and 24 h incubation indicating that the injured cells could recovered and continuing their growth along with the healthy cells. After 24 h incubation, the inhibition of the growth could be observed by the difference in total count as compared with the control. The number of B.cereus, E. coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa in medium with the combined EOs were lower by 2, 1, 0.7 and 0.6 log respectively than control after 24 h. Overall the data suggest that the combined EOs generate bacteriostatic effect towards tested bacteria after 24 h incubation. The present results indicated that lengthening lag phase and reducing the growth rate of tested bacteria may be occured in the present of combined EOs. These results also suggest that the early incubation time is the critical phase in determining the inhibition effect of the combined red ginger and red galangal EOs against all tested bacteria. Prolonging lag phase was reported by Gutierrez et al. (2008) who tested the combination of EOs (basil, lemon balm, marjoram, oregano, rosemary, sage, and thyme) against B. cereus, E. coli, P. aeruginosa and L. monocytogenes. Compared with the individual oregano effect, the combination of oregano-lemon balm and oregano-basil EOs prolong the lag phase of E. coli for 3.55 and 7.44 h. Meanwhile, the combination of oregano and marjoram reduced the maximum specific growth rate three times lower than the effect of each individual EO. Pei et al. (2009) reported that cinnamaldehyde and thymol in combination 1:1 (v/v) could reducing of 25% an effective concentration against E.coli. Different ratios of combined EOs did not show significant (p<0.05) difference inhibition in the period of 0-8 h of the initial gowth. Therefore, the best ratio was considered based on the effect of the combined EOs (Table 1), that only the ratio of 1:1 shows synergistic effects against B. cereus. Additionally, at the end of the 24 hincubation time, the combined red ginger and red galangal EOs inhibited the growth of B. cereus by 2 logs. This inhibition was stronger as compared towards E. coli, S. Typhimurium and P.aeruginosa. Effects of Combined EOs on Nucleic Acids and Proteins Leakage An important characteristic of EOs is their hydrophobicity, which enables them to permeate into lipids of the bacterial cell membrane and mitochondria, disturbing the structures and inducing more permeability (Burt 2004), causing leakage of ions and other cell contents (Carson et al. 2002). The leakage of bacterial cell components was analyzed by measuring the absorbance of the supernatant at 260 and 280 nm. Park et al. (2003) stated that purine, pyrimidine, and ribonucleotides can be detected at 260 nm, whereas tyrosine and tryptophan can be detected at 280 nm.
33 o
Table 3.2 Effects of ratios of combined red ginger and galangal EOs on bacterial growth at 37 C Bacterial counts (log CFU mL-1) 8h 16 h 4.60 ± 0.45 5.66 ± 0.61 4.83 ± 0.22 5.50 ± 0.51 4.75 ± 0.60 5.46 ± 0.41 6.78 ± 0.48 7.92 ± 0.65
24 h 6.24 ± 0.02 6.18 ± 0.00 6.16 ± 0.06 8.16 ± 0.11
Change in number of bacteria (log Nt/No) c Δ 1 (0-8 h) Δ 2 (8-16 h) Δ 3 (16-24 h) -0.79 ± 0.14 b 0.27 ± 0.92b 0.85 ± 0.33 b -0.42 ± 0.32 b 0.24 ± 0.41b 0.92 ± 0.10 b -0.91 ± 0.01 b -0.20 ± 1.02b 0.50 ± 0.55 b 1.28 ± 0.31 a 2.43 ± 0.48a 2.66 ± 0.28 a
± 0.43 ± 0.40 ± 0.24 ± 0.07
5.20 5.34 5.32 7.22
± 0.08 ± 0.23 ± 0.18 ± 0.26
6.68 6.59 6.53 7.97
± 0.26 ± 0.55 ± 0.51 ± 0.94
7.15 7.23 7.01 8.10
± 0.00 ± 0.19 ± 0.80 ± 0.07
-0.40 -0.21 -0.16 1.46
± 0.51 b ± 0.64 b ± 0.42 b ± 0.33 a
1.07 1.04 1.05 2.21
± 0.17b ± 0.15b ± 0.75b ± 1.01a
1.54 1.68 1.52 2.34
± 0.43 a ± 0.59 a ± 1.04 a ± 0.14 a
5.45 5.56 5.59 5.70
± 0.12 ± 0.05 ± 0.04 ± 0.51
5.95 6.28 6.13 7.53
± 0.08 ± 0.46 ± 0.38 ± 0.50
6.81 6.81 6.80 8.03
± 0.19 ± 0.18 ± 0.17 ± 0.27
7.62 7.18 7.59 8.20
± 1.35 ± 0.95 ± 0.78 ± 0.08
0.49 0.72 0.54 1.83
± 0.04 b ± 0.41 b ± 0.42 b ± 0.01 a
1.35 1.26 1.21 2.33
± 0.07a ± 0.13b ± 0.21b ± 0.78a
2.16 1.62 2.00 2.51
± 1.47 a ± 1.00 a ± 0.74 a ± 0.59 a
5.45 5.41 5.74 5.56
± 0.34 ± 0.40 ± 0.31 ± 0.10
5.15 5.18 5.18 7.20
± 0.04 ± 0.04 ± 0.08 ± 0.04
6.19 6.70 6.75 7.72
± 0.18 ± 0.68 ± 0.32 ± 0.63
7.36 7.41 7.42 8.04
± 0.39 ± 0.37 ± 0.35 ± 0.06
-0.30 -0.23 -0.56 1.65
± 0.38 b ± 0.36 b ± 0.23 b ± 0.06 a
0.74 1.30 1.01 2.16
± 0.15a ± 1.07a ± 0.01a ± 0.73a
1.91 2.01 1.69 2.49
± 0.73 a ± 0.77 a ± 0.66 a ± 0.05 a
EO ratiosa v/v 1:1 1:2 2:1 Control
5.39 5.26 5.66 5.50
0h ± 0.31b ± 0.10 ± 0.61 ± 0.17
E.coli
1:1 1:2 2:1 Control
5.61 5.55 5.48 5.76
S.Typhimurium
1:1 1:2 2:1 Control
P.aeruginosa
1:1 1:2 2:1 Control
Bacteria B.cereus
a
Combination ratio are expressed as red ginger oil compared to red galangal oil standard deviation c Means with different letter in each column are significantly difference (p<0.05) b
34
The present results showed that the combined EOs with ratio of 1:1 (v/v) led to an increase of the absorbance, indicating the damage of the cell membrane has occured. The leakage of cell components such as nucleic acids and proteins caused by the combined EOs are relatively higher than that of caused by the individual EO or control. The amount of nucleic acid detected in the medium was higher than proteins in all bacteria tested. The combined EOs caused the nucleic acids leakage significantly in B. cereus, E. coli and S. Typhimurium (p<0.05) compared to individual EO (Figure 3.1,3.2,3.3). This trend was not observed in P. aeruginosa, as compared to individual red ginger EO, but it significantly differed as compared to red galangal EO (p <0.05) (Figure 3.4). Generally an active component of individual red ginger EO caused more nucleic acid leakage than red galangal EO.
Figure 3.1 Absorbance of supernatant of B. cereus at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (2.65 : 1.79 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oils (means with different letters are significantly different (p<0.05))
Different trends were observed in proteins leakage. Combined EOs caused significantly (p<0.05) more amino acids leakage in B. cereus and E. coli as compared to individual EO (Figure 3.1, 3.2), but not significant (p<0.05) in S.Typhimurium and P. aeruginosa (Figure 3.3, 3.4). Antibacterial activity of individual red ginger EO showed no different with individual red galangal EO in causing protein leakage in P. aeruginosa. According to Bassole & Juliani (2012), combined EOs is considered as effective if the antibacterial activity of the combination is statistically higher (p<0.05) than its individual activity. The present results show that combined red ginger and red galangal EOs considered effective against B. cereus, E. coli and S.Typhimurium than against P. aeruginosa.
35
Figure 3.2 Absorbance of supernatant of E. coli at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (2.65 : 1.79 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oil (means with different letters are significantly different (p<0.05))
Figure 3.3 Absorbance of supernatant of S. Typhimurium at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (3.10 : 2.69 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oil (means with different letters are significantly different (p<0.05))
36
Figure 3.4 Absorbance of supernatant of P. aeruginosa at 260 and 280 nm prior to exposure to ratio 1:1 v/v (3.97 : 4.03 mg mL-1) of red ginger and red galangal essential oil (means with different letters are significantly different (p<0.05)) EO is generally more effective against Gram-positive bacteria than Gramnegative bacteria. Outer membrane (LPS) of Gram-negative bacteria acts as barrier for unrequired or toxic compounds such as bacteriocins, enzymes and hydrophobic compounds (Davidson et al. 2005). Gram-positive bacteria do not have LPS, so that no barrier function and hence antimicrobial molecules such as EOs can diffuse into the cell (Ousallah et al. 2006). This explains previous observation, in which the combination of 1:1 (v/v) EOs increased the bioactivity or generates synergistic effect on B. cereus, whereas it was only generated additive effects against E. coli and S. Typhimurium and indifferent effects against P. aeruginosa. According to Lopez et al. (2007), the antimicrobial interactions mechanism that produce synergistic effects may take place due to the simultaneous inhibitory effect (sequential inhibition) on general biochemical pathways, protective enzymes inhibition and the presence of active components of the cell wall that can increase the absorption of other antimicrobial. Zhou et al. (2007) stated three hypothesis that could explain the synergistic effect, i.e. (a) the antibacterial mechanism of each essential oil might be different that act on the different targets of tested bacteria; (b) the synergistic effect could be due to similarity of their mechanism; and (c) synergistic effect occurs only when they inhibit together the bacteria. The hydrophobicity of EOs allows them to accumulate in the cell membrane, disrupt its structure and increase the permeability of the membrane (Carson et al., 2002). Major and minor components of the two EOs can interact with the outer components of the cell membrane especially in the phospholipid parts, which may induce pores in the bacterial cell membrane. These pores change the membrane permeability, thus facilitating the entrance of antibacterial components into the cell and cause intracellular components leakage such as
37
nucleic acids and proteins leading to the cell damage (Lv et al. 2011). In addition, cellular leakage can be caused by disruption of hydrophobic interaction between cell membrane components such as proteins and phospholipids as well as dissolution of components that interact by hydrophilic and hydrophobic binding (Tajkarimi et al. 2010). The results of the present study demonstrate that the combined red ginger and red galangal EOs caused the leakage of proteins and genetic material from bacterial cells. Effects of Combined EOs on Ca2+ and K+ Ions Leakage The combined red ginger and red galangal EOs at the concentration of the MIC and 2 MIC caused more Ca2+ and K+ ions leakage from B. cereus, E. coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa as compared to controls (p<0.05 ). On average in all tested bacteria, the leakage of K+ ion were five times higher than Ca2+ ion, which indicated cytoplasm membrane damage has occurred and the cell contents leaked out. The higher the concentration of combined EOs (2 MIC), the more the ions outflow was observed. The leakage of K+ ions in B. cereus was amounted to 628.81 ppm, nine times higher than control (79.20 ppm) after treated by the MIC of the combined EOs (Fig. 3.5). The leakage of K+ ions in E. coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa were amounted in the range of 245.07-534.33 ppm, four to five times higher than control (Fig. 3.6, 3.7 and 3.8). The combined EOS caused Ca2+ ions leakage in all four tested bacteria with the amount higher than two to three times than control. Although the effect of the combined EOs against the three Gram-negative bacteria in this study was only additive and indifferent, their activities proved to be effectively leaks the cellular ions causing sublethal damage.
Figure 3.5 Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from B. cereus prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1 MIC = 2.65 : 1.79 mg mL-1; 2x MIC = 5.30 : 3.58 mg mL-1)
38
Figure 3.6
Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from E. coli prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1 MIC = 2.65 : 1.79 mg mL-1; 2x MIC = 5.30 : 3.58 mg mL-1)
Figure 3.7 Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from S. Typhimurium prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1 MIC = 3.10 : 2.69 mg mL-1; 2x MIC = 6.20 : 5.38 mg mL-1)
39
Figure 3.8 Concentration of ion K+ and Ca2+ leakage from P. aeruginosa prior to exposure to red ginger and red galangal essential oils ratio 1:1 (v/v) in different MIC doses (1 MIC = 3.97 : 4.03 mg mL-1; 2x MIC = 7.94 : 8.06 mg mL-1) Potassium (K+) ion is the major cation in the cytoplasm of growing cells, whereas calcium (Ca2+) and magnesium (Mg2+) ions present in the liquid portion of the cytoplasm (cytosol). These ions are also found in the cell wall, which contribute to the enzyme activity (Ultee et al. 2000). The K+ ion plays roles in activating cytoplasmic enzyme, maintain turgor pressure and adjusting the pH of the cytoplasm. Mg2+ and Ca2+ ions work to connect the lipopolysaccharide (LPS) on the cell wall of Gram-negative bacteria and teichoic acid on the cell wall of Gram-positive bacteria (Lambert et al. 2001). Numerous active components in the red ginger and red galangal EOs contribute to the mechanism of antimicrobial action on various targeted sites of the bacterial cells. According to Oonmeeta-aree et al. (2006), β-bisabolene, βfarnesene and sesquiphellandrene are terpene components in the EOs of herbs that have similar action mechanism with other terpenes and phenolics causing the cytoplasmic membrane damage and coagulating cell components. Ousallah et al. (2006) also explained that the accumulation of terpene in the cell membrane could lead to the loss of membrane integrity and Proton Motive Force (PMF). The loss of PMF and reduced ATP will eventually lead to cell death. As in common preservatives, EOs cause the leakage of ions, ATPs, nucleic and amino acids of targeted microbial.
CONCLUSION The antimicrobial efficacy of the combined red ginger and red galangal EOs in this study was affected by the ratios and the target bacteria. Combined EOs
40
with 1:1 (v/v) combination ratio showed the most effective activity against Grampositive than Gram-negative bacteria, where the combination produced synergistic effect against B. cereus, additive effect against E.coli and S.Typhimurium, and an indifferent effect against P.aeruginosa. Red ginger EO was more effective compared to red galangal EO when it was applied individually, and in combination they considered effective against B.cereus, E.coli and S.Typhimurium than against P.aeruginosa.The combination of EOs generated bacteriostatic effect against all tested bacteria after 24 h growth, and should be considered as a potential alternative for control of pathogens as well as spoilage. The combination of EOs could damage the cytoplasmic membrane as detected from the leakage of the genetic material, proteins and cellular ions which indicated a sub-lethal injury of the bacterial cell.
ACKNOWLEDGEMENT This research was funded by the Directorate of Higher Education (DIKTI) of Indonesia through the National Education Scholarship for 2009-2013.
REFERENCES Bassole IHN, Juliani HR, 2012. Essential oils in combination and their antimicrobial properties. Molecules 17, 3989-4006. doi:10.3390/molecules 17043989. Bellik Y. 2014. Total antioxidant activity and antimicrobial potency of the essential oils and oleoresin of Zingiber officinale Roscoe. Asian Pac J Tro. Des. 4,40-44. Burt S. 2004. Essential oils : their antibacterial properties and potential applications in foods. Review. Int. J Food Microbiol. 94:223-253. Bajpai VK, Rahman A, Choi UK, Youn SJ, Kang SC. 2007. Inhibitory parameters of the essential oil and various extracts of Metasequoia glyptostroboides Miki ex Hu to reduce food spoilage and food-borne pathogens. Food Chem. 105:1061-1066. Carson CF. Mee B.J, Riley TV. 2002. Mechanism of action of Melaleuca alternifolia (tea tree) oil on Staphylococcus aureus determined by time-kill, lysis, leakage and salt tolerance assays and electron microscopy. Antimicrob. Agents and Chem. 46:1914-1920. Chudiwal A, Jain, DP, Somani, R.S. 2010. Alpinia galanga Willd.- An overview on phyto-pharmacological properties. Ind J Nat Prod and Res.1:143-149. Davidson PM, Sofos JN, dan Brannen AL. 2005. Antimicrobial in Food. 3rd edition. London (GB) : Taylor and Francis Group. Goñi P, Lopez P, Sanchez C, Gomez-Lus R, Becerril R. 2009. Antimicrobial activity in the vapour phase of a combination of cinnamon and clove essential oils . Food Chem. 116:982-989.
41
Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2008. The antimicrobial efficacy of plant essential oil combination and interactions with food ingredients. Int Food Microbiol. 124:91-97. Holley RA, Patel D. 2005. Improvement in shelf-life and safety of perishable foods by plant essential oils and smoke antimicrobials. Food Microbiol. 22:273-292. Khattak S, Rehman S, Shah UH, Ahmad WW, Ahmad M. 2005. Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longa and Alpinia galanga. Fitoterapia. 76:254-257. Lambert RJW, Skandamis PN, Coote P, Nychas GJE. 2001. A study of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano essential oil, thymol and carvacrol. J App Microbiol. 91,453-462. Lopez-Malo VA, Palou E, Alzamora SM. 2005. Naturally occurring compounds plant sources. In Davidson PM, Sofos JN, Branned AN. (Eds). Antimicrobials in food. 3rd ed. Florida (USA) : CRC Press. Liu T, Yang T. 2012. Antimicrobial impact of the components of essential oil of Litsea cubeba from Taiwan and antimicrobial activity of the oil in food systems. Int J Food Microbiol.156:68-75. Lv F, Liang H, Yuan Q, Li C. 2011. In vitro antimicrobial effect and mechanism of action of selected plant essential oil combination against four food-related microorganisms. Food Res Int. 44: 3057-3064. Malek SRA, Ibrahim H, Hong SL, Lee GS, Chan KS, Ali NAM. 2005. The essential oils of Zingiber officinale variants. Malay J Sci. 24:37-43. Mayachiew P, Devahastin S. 2008. Antimicrobial and antioxidant activities of indian gooseberry and galangal extract. LWT - Food Sci Technol. 41:11531159. Oonmetta-Aree J, Suzuki T, Gasaluck P, Eumkeb G. 2006. Antimicrobial properties and action of galangal (Alpinia galanga Linn.) on Staphylococcus aureus. LWT-Food Sci Technol. 39:1214–1220. Oussalah M, Caillet S, Saucier L,dan Lacroix M. (2006). Antimicrobial effects of selected plant essential oils on the growth of a Pseudomonas putida strain isolated from meat. Meat Sci. 73: 236–244. Park SJ, Park HW, Park J. 2003. Inactivation kinetics of food poisoning microorganisms by carbon dioxide and high hydrostatic pressure. J Food Sci. 68:976-981. Pei RS, Zhou F, Ji BP, Xu J. 2009. Evaluation of combined antibacterial effects of eugenol, cinnamaldehyde, thymol, and carvacrol against E. coli with an improved Method. J Food Sci. 74:379-383. Prakatthagomol W, Klayraung S, Okonogi S. 2011. Bactericidal action of Alpinia galanga essential oil on food-borne Bacteria. Drug Disc and Ther. 5:84-89. Rahayu WP, Mawaddah R, Nurjanah S, Panggabean RI, Nikastri E. 2008. Kajian hasil riset potensi antimikroba alami dan aplikasinya dalam produk pangan nabati. Dalam: Proceeding Seminar PATPI 2008. 406-414. Rankin ID. 2005. MIC Testing. In : Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. Coyle MB, editor. Washington (USA) : University of Washington. Rasooli I. 2007. Food Preservation-A Biopreservative Approach. Food 1:111-136. Rialita T, Rahayu WP, Nuraida L, Nurtama B. 2014. Antimicrobial activity of red ginger (Zingiber Officinale Var. Rubrum) and red galangal (Alpinia
42
purpurata K. Schum) essential oils against pathogenic and food spoilage bacteria (In Indonesian). Agritech, 34 (4). Article in press. Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CD, de Lampasona MP. 2008. Chemistry, antioxidant and antimicrobial investigations on essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. Food Chem Toxicol. 46:3295-3302. Sivasothy Y et al. 2011. Essential oils of zingiber officinale var. rubrum theilade and their antibacterial activities. Food Chem. 124:514-517. Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO. 2010. Review : Antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Cont. 21:1199-1218. Tserennadmid R et al. 2011. Anti yeast activities of some essential oils in growth medium, fruit juices and milk. Int J Food Microbiol. 144:480-486. Ultee A, Kets EPW, Alberda M, Hoekstra FA, Smid EJ. 2000. Adaptation of the food-borne pathogen Bacillus cereus to carvacrol. Archives of Microbiol. 174: 233-238. WHO. 2014. Food Safety. [Diunduh 07/05/2014]. Tersedia pada (http://www.who.int/topics/food_safety/en/). Zhou K, Zhou W, Li P, Liu G, Zhang J, Dai Y. 2008. Mode of Action of pentocin 31-1: An antilisteria bacteriocin produced by Lactobacillus pentosus from chinese traditional ham. Food Cont. 19:817-822.
43
4 ANTIBACTERIAL EFFICACY OF COMBINED Zingiber officinale var. Rubrum AND Alpinia purpurata K. Schum ESSENTIAL OILS IN FOOD MODEL MEDIA * ABSTRACT Antibacterial efficacy of combined red ginger (Z. officinale var. Rubrum) and red galangal (A. purpurata K.Schum) essential oils have been evaluated in food model media and preservation of chicken meat. The effect of food ingredients on the combined EOs efficacy was assessed by monitoring the count reduction of B.cereus, E.coli, S.Typhimurium and P.aeruginosa grown in model media after 8 h incubation. The model media included skim milk, wheat flour, palm oil and chicken meat juice at concentrations of 1,3 and 5 %. The results showed that the antibacterial efficacy of combined red ginger and red galangal EOs was influenced by the type food media. The combined EOs were effective in protein base media and chicken meat juice at low concentration. High concentration of carbohydrate and oil had a negative impact on the efficacy of combined EOs. The application of combined EOs into food preservation was also evaluated on fresh chicken meat stored at room temperature (28-32oC) under aerobic condition. The combined EOs generated bacteriostatic effect towards B.cereus and S.Typhimurium after 8 h storage at room temperature. The present study suggests that combined red ginger and red galangal EOs are potential to be used as preservatives of fresh food especially protein based food. Key words : Combined essential oils, food model media, red ginger, red galangal
INTRODUCTION Concerns over the safety of some chemical preservatives and negative consumer reactions to preservatives perceived as chemical and artificial, have prompted on increased interest in more ‘‘natural-green” alternatives for the maintenance or extension of product shelflife (Moosavy et al. 2008). In this context, plant EOs are gaining interest for their potential as natural preservative ingredients, as they have GRAS status and wide consumers’ acceptance (Tajkarimi et al. 2010). Numerous studies and reviews showed that EOs of herbs and spices were potential to be used as food preservative since they have broad antimicrobial spectrum against pathogenic and food spoilage bacteria (Bajpai et al. 2007; Guttierrez et al. 2008), molds (Lv et al. 2011), and yeast (Tserennadmid et al. 2011). However, a high concentration of EO is needed to achieve the same effect in food as in vitro, which may effect taste, aroma and sensory acceptance level (Burt 2004). Thus combination of the EOs may help to minimize concentration and consequently reduce sensory impact. The combination of weak and moderate EOs could produce a synergistic or mutually reinforcing effect (Rasooli 2007; Goni et al. 2009). * Artikel akan diajukan untuk diterbitkan pada International Food Research Journal, Malaysia
44
In general, the efficacy of added and naturally occurring antimicrobials may be reduced by certain food components (Glass & Johnson 2004). Gutierrez et al. (2009) reported that the presence of fat, protein and carbohydrate in food can protect bacteria from EOs effect. Some studies have shown that plant extracts are useful for reduction of pathogens associated with chicken frankfurters (Mytle et al. 2006) and minced meat (Bussata et al. 2008), however others reported very low antimicrobial activity or no effect against L. monocytogenes or Salmonella when EOs were applied to beef (Uhart et al. 2006) or chicken (Firouzi et al. 2007). Thus, the application of plant EOs for control of pathogenic and food spoilage bacteria requires evaluation of efficacy in food products or in food model systems that closely simulate food composition (Gutierrez et al. 2009). Ginger (Zingiber officinale) and galangal (Alpinia galanga) are herbs with pungent aroma belong to the family of Zingiberaceae indigenous in tropical Southeast Asia. Ginger and galangal rhizomes are used as fresh or dried in seasoning, herbal drinks (jamu) and drugs. Several researchers reported that ginger and galangal EOs are more effective in inhibiting microbes than its oleoresin, with moderate antimicrobial activity (Singh et al. 2008; Prakatthagomol et al. 2011). Ginger production in Indonesia reached 114,537.658 tons/year and galangal 58,186.488 tons/year, and is expected to continue to increase in coming years (BPS, 2012). To increase their uses, ginger and galangal EOs are needed to be developed as food preservatives. Among various types of ginger and galangal known, red ginger (Z. officinale var. Rubrum) and red galangal (A. purpurata K. Schum) are widely recognized as an ingredient in traditional medicines (Khattak et al. 2005; Chudiwal et al. 2010; Belik 2014). Red ginger contain higher essential oil than white ginger (Rahardjo 2008). Antimicrobial activity of Malaysian red ginger (Z. officinale var. Rubrum Theilade) EO has been reported by Malek et al. (2005) and Sivasothy et al. (2011), while the antimicrobial activity of red galangal (A.purpurata K. Schum) extract has been reported by Rahayu et al. (2008). Previous studies showed that Indonesian red ginger (Z. officinale var. Rubrum) and red galangal (A. purpurata K. Schum) EOs possess moderate antimicrobial activity towards B. cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S. Typhimurium ATCC 14028, and P. aeruginosa ATCC 27853 (Rialita et al. 2014). Subsequent study results showed that the strongest inhibition acitivity was shown by the combined EOs with the ratio of 1:1 (v/v), resulting in synergistic effect against B. cereus, additive effect against E. coli and S. Typhimurium, and indifferent effect against P. aeruginosa. To successfully apply combined red ginger and red galangal EOs in food systems, primary studies in representative food model media should be employed to determine potential interactions between EOs and food components that could impact on their antibacterial efficacy. The objective of the present study was to evaluate the antibacterial effect of combined red ginger and red galangal EOs in inhibiting food pathogenic and food spoilage bacteria on food model media, and to investigate the effectiveness of combined EOs on preservation of fresh chicken meat stored at room temperature (28-32 oC).
45
MATERIALS AND METHODS Plant Material and Distillation of Essential Oils (EOs) Red ginger (Z. officinale var rubrum) and red galangal (A.purpurata K.Schum.) were obtained from the Research Institute for Spices and Medicinal Plants (Balittro), Bogor, Indonesia. Fresh rhizome were washed and sliced and separately extracted by steam distillation (for ± 6 h at 100 °C). The distillate obtained was separated from the aqueous phase using anhydrous Na 2 SO 4 and stored in dark bottles at 4 °C until use. EOs were dissolved in Dimethyl-sulfoxide (DMSO, Merck, Darmstadt, Germany) to prepared stock solutions at a concentration of 50% v/v, and further diluted in broth medium to obtained required concentration. Bacterial Strains The bacterial cultures for bioassay i.e. Bacillus cereus ATCC 10876, Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella Typhimurium ATCC 14028 and Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 were obtained from Microbiologi Laboratory of SEAFAST Center and Faculty of Animal Science of Bogor Agricultural University (IPB), Indonesia. All cultures were maintained at freezing conditions prior to be used in the experiment. The culture grown in Triptycase Soy Broth (TSB) (Oxoid Chemical Company, Hampshire, UK) for 24 h at 37 oC. Working cultures were prepared from sub-cultures according to the method of NCCLS (Rankin 2005), and grown at 37 oC for 18 h. Working cultures were adjusted to the required concentration of 1x106 CFU mL-1 using the McFarland standard (Biomerieux Inc.) Effect of Food Ingredients on Antimicrobial Activity of Combined EOs The effect of food ingredients on the antimicrobial activity of combined red ginger and red galangal EOs was performed according to Gutierrez et al. (2008) with slightly modification by substituting the turbidity measurement with plate count technique. The test performed using a range of model media. Model media comprised of the following : (i) skim milk (1, 3 and 5% w/v, Sigma-Aldrich Ireland Ltd) in deionized water, (ii) wheat flour (1, 3 and 5% w/v) in TSB, (iii) palm oil (1, 3 and 5% w/v) in TSB, and (iv) chicken meat juice (1, 3, and 5% w/v) in distilled water which represents the complex media. Model media containing wheat flour and chicken meat juice was autoclaved prior to use, while model media containing skim milk pasteurized prior to use. For the oil model media, the palm oil was autoclaved separately and then added to sterile TSB. Tween 80 (Merck) was added at 0.1% to facilitate mixing and to stabilize the emulsion. The pH of each model media was adjusted to 7.0. The media in specified concentration was mixed with the combined EOs at the MIC (in red ginger and red galangal i.e. : 2.65 and 1.79 mg mL-1 for B. cereus, 2.65 and 1.79 mg mL-1 for E. coli, 3.10 and 2.69 mg mL-1 for S. Typhimurium, and 3.97 and 4.03 mg mL-1 for P. aeruginosa) (Rialita et al. 2014), and then inoculated with the bacteria (106 CFU mg mL-1). The cultures were incubated at
46
37 °C in a shaker incubator for 24 h. Positive controls were model media inoculated with the bacteria under investigation without EOs, while negative controls were sterile model media contained EOs only. The model media were sampled at 0, 8, 16 and 24 h after incubation, and counted in the Triptycase Soy Agar (TSA) (Oxoid Chemical Company (Hampshire, UK). The inhibition of bacterial growth calculated from difference (Δ) reduction of bacterial count (log Nt/No) that grow in specified time as compared to control. Antibacterial Activity of Combined EOs in Chicken Meat Antibacterial assay of combined red ginger and red galangal EOs in chicken meat model was prepared according to Chouliara et al. (2007). Fresh chicken carcases were obtained from local poultry processing plant within ± two h after slaughter, and kept in a cool-box. Breast chicken meat was cut into boneless cubes, with diameter 3x3x3 cm (± 25 g each), and washed with steril aquadest to clean surface contaminant. Combined EOs solution (1:1 v/v ratio) was made using DMSO as the diluting solvent, and then it was diluted in sterile aquadest to obtained 2xMIC concentration of each bacteria obtained from previous experiment (Rialita et al. 2014). The samples were set in six treatments, i.e. control 1 (chicken meat without culture or EOs), treatment 1 (chicken meat with EOs but no culture), control 2 (chicken meat without EOs and inoculated with B. cereus), treatment 2 (chicken meat with EOs and inoculated with B. cereus), control 3 (chicken meat without EOs and inoculated wiyh S. Typhimurium), and treatment 3 (chicken meat with EOs and inoculated with S. Typhimurium). The chicken meat samples were inoculated with 105 CFU g-1 of different bacteria under investigation (B. cereus and S. Typhimurium). Sample was dipped in EOs solution for 1 min except for control. All samples were place in a plastic container, and stored at room temperature (± 28-32 oC) for 8 h under aerobic condition. Microbial analyses of samples for population of B. cereus and S. Typhimurium were carried out at 0 and 8 h of storage time. One set of samples was quantified immediately after treatment as 0 h storage (t 0 ) using agar plating technique. Chicken samples (25 g) were transferred aseptically into individual stomacher bags containing 225 mL of sterile buffered peptone water (BPW, Oxoid Chemical Company, Hampshire, UK) solution (0.1%) and homogenized in a stomacher (Bagmixer 400, Interscience, France) for 1 min. Samples were serially diluted in buffer phosphate (BP, Oxoid Chemical Company, Hampshire, UK) solution (0.1%) and pour plate or spread plate on agar media. All plates were examined visually for typical colony types and morphological characteristics associated with each growth medium. Total viable counts (TVC) for bacteria were determined using nutrient agar (NA, Oxoid Chemical Company, Hampshire, UK), after incubation for 3 days at 37 oC. Total B. cereus determined using manitolegg-yolk-polymixine-agar (MYPA, Merck, Darmstadt, Germany), after incubation for 3 days at 32 oC. Total S.Typhimurium determined using hektoen enteric agar (HEA, Merck, Darmstadt, Germany), after incubation for 3 days at 35 o C. The inhibition of bacterial growth calculated from difference (Δ) reduction of bacterial count (log Nt/No) that grow after 8 h as compared to control.
47
Data Analysis Statistical analysis on data was performed using SPSS 16.0 for Windows (SPSS Inc. Chicago, USA). Data represents the means ± standard deviation, performed in triplicated, which P values < 0.05 were considered as significant.
RESULTS AND DISCUSSION Effect of food ingredients on antibacterial activity of combined EOs Based on previous study, combined red ginger and red galangal EOs inhibited the growth B. cereus, E. coli, S. Typhimurium, and P. aeruginosa bacteria in different model media during 24 h incubation period. The early incubation time (8 h) is the critical phase in determining the inhibition effect of the combined EOs against all tested bacteria.The reduction bacterial number after 8 h of all tested bacteria grown in different model media are presented in Table 4.1, 4.2,4.3 and 4.4. Table 4.1 Reduction number of B. cereus grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Model media Skim milk (%) 1 3 5 Wheat flour (%) 1 3 5 Palm oil (%) 1 3 5 Chicken meat juice (%) 1 3 5 a b
Bacterial count (log CFU mL-1) Combine EOs Control a
Δ Reduction bacterial count (log CFU mL-1)
4.49 ± 0.09 b b 4.54 ± 0.05 b 4.79 ± 0.00 b
7.54 ± 0.04 a 7.49 ± 0.08 a 7.64 ± 0.15 a
3.05 2.95 2.85
6.00 ± 0.00 b 6.19 ± 0.10 b 6.09 ± 0.06 b
6.92 ± 0.01 a 7.00 ± 0.02 a 6.86 ± 0.03 a
0.92 0.81 0.77
7.63 ± 0.11 a 7.68 ± 0.01 a 7.72 ± 0.03 a
7.94 ± 0.05 a 7.75 ± 0.04 a 7.77 ± 0.03 a
0.31 0.07 0.03
4.52 ± 0.65 b 4.48 ± 0.64 b 4.50 ± 0.65 b
6.99 ± 0.08 a 6.97 ± 0.05 a 6.96 ± 0.04 a
2.47 2.49 2.46
B.cereus grown in model media without any EO was used as the control Means with different letter within each row are significantly difference (p<0.05)
The highest antimicrobial activity of combined EOs on growth of B. cereus was observed in protein based medium with concentrations of 1 to 5% with about 3 log decrease (significant at p<0.05) as compared to control. The antimicrobial activity of combined EOs increased in protein concentration 1 to 3 % towards S.Typhimurium (p<0.05) with reduction number around 0.9 log, but decreased in
48
5% concentration. The efficacy of combined EOs increased in the protein concentration of 1 to 5 % towards P. aeruginosa although not significantly different compared with control, while the presence of the protein decreased the antimicrobial activity of EOs on the growth of E. coli compared with the control. The present results indicated that Gram positive bacteria showed higher sensitivity to combined EOs in protein-based media, compared to gram negative bacteria. Table 4.2 Reduction number of E. coli grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Model media
Bacterial count (log CFU mL-1) Combine EOs Control a
ΔReduction bacterial count (log CFUmL-1)
Skim milk 1 6.99 ± 0.02 a b 6.89 ± 0.00 a -0.10 3 6.99 ± 0.02 a 6.97 ± 0.02 a -0.02 5 6.86 ± 0.21 a 7.00 ± 0.00 a 0.14 Wheat flour (%) 1 6.52 ± 0.05 b 7.04 ± 0.03 a 0.52 3 6.74 ± 0.12 a 7.09 ± 0.07 a 0.35 5 6.64 ± 0.01 a 7.08 ± 0.01 a 0.44 Palm oil (%) 1 7.36 ± 0.11 a 7.70 ± 0.20 a 0.34 3 6.71 ± 0.02 a 7.66 ± 0.20 a 0.05 5 7.64 ± 0.01 a 7.72 ± 0.06 a 0.08 Chicken meat juice (%) 1 6.06 ± 0.03 b 6.72 ± 0.02 a 0.66 3 6.21 ± 0.24 b 6.82 ± 0.00 a 0.61 5 6.57 ± 0.05 a 6.99 ± 0.01 a 0.42 a E.coli grown in model media without any EO was used as the control b Means with different letter within each row are significantly difference (p<0.05)
The present results were in agreement with Gutierrez et al. (2008) who reported that the antimicrobial activity of oregano and thyme against L.monocytogenes increased with the increased of protein concentration with the highest antimicrobial activity at protein concentration of 10%. The antimicrobial activity of thyme increased in high protein concentration as indicated by significant longer lag phase in the medium with 3 to 12% of beef extract. The presence of high concentrations of protein promoted the growth of L. monocytogenes, however the efficacy of oregano and thyme was also greater at higher concentrations of protein. In present study, protein model media represented by skim milk that rich in casein protein component. According to Gutierrez et al. (2008), protein component such as pepton in beef extract may have displayed hydrophobic properties with consequent interaction with EOs to facilitate their dissolution in the medium. Combined red ginger and red galangal assumed posses similar reaction with the casein. Baranauskien et al. (2006) reported that protein usually posses a high binding capacity for flavor volatile compounds. The present study
49
suggests that the concentration of combined red ginger and red galangal EOs could be minimized when it is applied to protein-based media. Table 4.3 Reduction number of S. Typhimurium grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Model media
Bacterial count (log CFU mL-1) Combine EOs Control a
Δ Reduction bacterial count (log CFU mL-1)
Skim milk (%) 1 6.54 ± 0.11 b b 7.63 ± 0.04 a 1.09 3 6.79 ± 0.00 b 7.66 ± 0.03 a 0.87 5 6.86 ± 0.09 a 6.87 ± 0.03 a 0.01 Wheat flour (%) 1 7.32 ± 0.03 b 8.10 ± 0.11 a 0.78 3 7.68 ± 0.08 a 8.09 ± 0.13 a 0.41 5 7.92 ± 0.02 a 8.00 ± 0.10 a 0.08 Palm oil (%) 1 7.82 ± 0.11 a 7.90 ± 0.16 a 0.08 3 7.88 ± 0.04 a 7.99 ± 0.06 a 0.11 5 7.77 ± 0.02 a 8.02 ± 0.07 a 0.29 Chicken meat juice (%) 1 6.71 ± 0.01 b 7.22 ± 0.09 a 0.51 3 6.89 ± 0.01 a 7.16 ± 0.27 a 0.27 5 6.73 ± 0.10 a 7.16 ± 0.21 a 0.43 a S.Typhimurium grown in model media without any EO was used as the control. b Means with different letter within each row are significantly difference (p<0.05)
The antimicrobial activity of combined red ginger and red galangal EOs on growth of B. cereus, E. coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa increased in carbohydrate at concentration 1% (P<0.05), but the efficacy reduced at concentration 3 to 5%, except for B. cereus which effective inhibited to concentration 5% (Table 4.1). Combined EOs could reduce all bacterial number around 0.5-0.8 log that significantly difference as compared to control at concentration 1%. This results were also in agreement with Gutierrez et al. (2008) who investigated the influence of potato starch (0, 1, 5, 10%) on antimicrobial activity of oregano and thyme EOs against L. monocytogenes. The study reported that the lag phase of L. monocytogenes grown in starch model media containing oregano or thyme decreased in either 5 or 10% starch concentration. Low concentrations of this carbohydrate had a positive influence on the EO antimicrobial activity, with higher lag phases as compared to control (p<0.05). The combined red ginger and red galangal EOs efficacy decreased at high concentrations of wheat starch indicating that carbohydrates protect B.cereus, E.coli, S. Typhimurium and P. aeruginosa bacteria from the action of combined EOs. Devlieghere et al. (2004) also reported a protective effect of carbohydrate for bacteria where starch at 30% had a negative impact on the antimicrobial activity of chitosan. In fat model media containing palm oil, all bacteria number decreased in initial growth (8 h) although no significant difference with controls (Table 4.1,
50
4.2, 4.3, 4.3). The addition of combined EOs to all concentrations of fat model media did not significantly effect to all bacteria growth compare with controls. High concentration of palm oil media had a negative influence on the antimicrobial activity of combined red ginger and red galangal EOs. Table 4.4 Reduction number of P. aeruginosa grown in model media containing combined red ginger and red galangal essential oil in ratio of 1:1 (v/v) after 8 h Model media
Bacterial count (log CFU mL-1) Combine EOs Control a
Δ Reduction bacterial count (log CFU mL-1)
Skim milk (%) 1 6.58 ± 0.08 a b 6.90 ± 0.00 a 0.32 3 6.64 ± 0.06 a 6.69 ± 0.12 a 0.05 5 6.72 ± 0.17 a 6.98 ± 0.03 a 0.26 Wheat flour (%) 1 7.43 ± 0.05 b 8.06 ± 0.03 a 0.63 3 7.69 ± 0.02 a 8.00 ± 0.01 a 0.31 5 7.80 ± 0.02 a 8.17 ± 0.17 a 0.37 Palm oil (%) 1 7.94 ± 0.08 a 8.09 ± 0.04 a 0.15 3 7.81 ± 0.00 a 8.21 ± 0.04 a 0.40 5 7.75 ± 0.25 a 7.90 ± 0.16 a 0.15 Chicken meat juice (%) 1 6.93 ± 0.04 a 6.93 ± 0.00 a 0.00 3 6.94 ± 0.03 a 6.84 ± 0.03 a 0.10 5 6.93 ± 0.04 a 6.78 ± 0.01 a 0.15 a P.aeruginosa grown in model media without any EO was used as the control. b Means with different letter within each row are significantly difference (p<0.05)
Other researchers also reported the effect of fat in the media model on the antimicrobial activity of essential oils. Singh et al. (2003) reported that thyme EO reduced bacterial populations significantly in zero- and low-fat hotdogs, but not in full-fat hotdogs. Gutierrez et al. (2008) also reported that high concentrations of sunflower (10%) oil had a negative influence on the antimicrobial activity of oregano and thyme EOs. It is suggested that if the EOs generally dissolve in the lipid phase, there will be relatively less available to act on bacteria present in the aqueous phase (Mejlholm and Dalgaard, 2002). The possible reason for the less effective of oils in higher fat products is the higher concentrations of lipids creating a layer around the bacteria, thus prevent the oils from being absorbed into the cell (Holley and Patel, 2005). The present study showed that combined red ginger and red galangal EOs had positive effect on growth inhibition of B. cereus, E. coli and S. Typhimurium in chicken meat extract at concentration 1 %, with significant (p<0.05) decreased in bacterial count (2.5 log in B. cereus, 0.7 log in E. coli, and 0.5 lo. g CFU/mL in S.Typhimurium) as compared to control There was no significant difference in reduction number of P. aeruginosa in chicken meat extract model media at any concentration whether it contained EOs or not (p<0.05). The antimicrobial activity of combined EOs against B. cereus increased in chicken meat media media at
51
concentration 3 to 5% (p<0.05) with the reduction of bacterial count around 2.5 log. Similar result reported by Piskernik et al. (2011) who investigated the antimicrobial activity of rosemary extract combined with pre-freezing treatment against C. jejuni in chicken meat juice. The result showed synergistic effect of freezing and plant extract, as the combination reduced the cell number by more than 2.0 log reduction after 24 h incubation. Chicken meat juice is the fluid that is produced when frozen chicken are thawed and it resembles the composition of chicken meat. It was different with the chicken meat extract used in the present study that was produced by homogenizing meat in stomacher, and diluted with aquadest to obtained 1 to 5 % concentration. It is suggested that chicken meat juice or chicken meat extract contain rich and complex component, so the activity of the antimicrobial may be diminished due to reaction with food component such as lipids, proteins and carbohydrate. Burt (2004) suggested that food system composition impact on the antimicrobial efficacy of antimicrobial agent such as EOs. Furthermore Piskernik et al. (2011) reported that the antimicrobial effect of rosemary extract was four times greater in laboratory media than in chicken meat juice. Gill et al. (2002) stated that the greater availability of nutrients in foods compared to laboratory media such as MHB may enable bacteria to repair damaged cells faster. Overall, the result showed that the efficacy of combined red ginger and red galangal EOs against B. cereus and S. Typhimurium increased in protein-based media at 1 to 3 % concentration. The EOs efficacy also increased against B.cereus, E.coli and S.Typhimurium at low concentration of chicken meat extract which is rich in protein. The combined EOs were effective in low concentration of carbohydrate-based media against all tested bacteria, while palm oil reduced the efficacy of combined EOs. Therefore the application of combined red ginger and red galangal EOs should be further investigated to control microbial safety and spoilage concerns in proteinaceous foods and/or carbohydrate foods, which may promote the antibacterial efficacy of EOs. Antibacterial Assay of Combined EOs in Chicken Meat The reduction in number of TVC B.cereus and S.Typhimurium in chicken meat samples stored at room temperature (28-32 oC) in the present of combined red ginger and red galangal EOs are summarized in Table 4.5. The initial load of TVC at 0 h for the fresh chicken meat (control) was 1.97 log CFU/g, and increased to 7.85 log CFU/g after 8 h storage. The addition of combined red ginger and red galangal EOs at 2 MIC showed positive effect that decreased around 2.3 log cfu/g of TVC as compared to control. TVC reached a value over of 6 log CFU/g considered as the upper microbiological limit for good quality fresh poultry meat, as defined by the SNI No. 3296 (SNI 2009), hence fresh chicken meat in present study has already been over the microbiological limit after 8 h incubation. The present data suggest that combined red ginger and red galangal EOs generate bactericidal effect towards contaminant bacteria up to 8 h storage. Microbiological damage indicators of fresh chicken meat were changes in color and flavor (sour and foul odors), as well as the formation of slime on the surface of the meat. The aroma compounds are derived from H 2 S, methyl
52
mercaptan, and dimethyl disulfide (Jay et al. 2005). Skin and the outer surface of the chicken meat are parts of meat that easily deteriorated by microbial activities, while the inside part of the meat is relatively sterile. Microbes could deteriorate the meat over 6 h after slaughter if the meat is stored at room temperature (28-32 o C), or 4-10 days at refrigeration temperature (<10 °C). Spoilage of chicken fillet stored aerobically could be detected by sensory when the total number of microbes reached 108 CFU g-1 (Sahar et al. 2011). Table 4.5 Reduction number of B.cereus and S. Typhimurium in chicken meat sample at 2xMIC of combined EOs after 8 h at 28-32oC
TVC b
Change of bacterial count (log CFU g-1) Control a Treatment 0h 8h Δc 0h 8h 1.97 ± 0.04 7.85 ± 0.03 5.88 1.63 ± 0.04 5.53 ± 0.01
Δ 3.90
B. cereus
4.66 ± 0.02
6.08 ± 0.12
1.42
3.93 ± 0.04
4.02 ± 0.03
0.09
2.06
S. Typhimurium
4.93 ± 0.01
6.06 ± 0.01
1.11
3.98 ± 0.03
4.75 ± 0.01
0.77
1.31
Inoculum
Δ(c-t)d
c
2.32
a
control represent chicken meat without EOs addition Total viable count (TVC) c Δ represent change of bacterial count (log Nt/No) d Δ (c-t) represent different of bacterial count of treatment and control (log CFU g-1) b
In present study, microbiological spoilage was not detected visually on samples with combined EOs treatment compared to control. Slight change in color was observed on control chicken meat (no EOs) after 8 h storage, with color tends to be paled compare to fresh meat. These changes were assumed caused by high contaminant bacterial growth on the surface of meat. According to Sahar et al. (2011), spoilage bacteria commonly detected in fresh chicken meat were Pseudomonas, Acinetobacter, Flavobacterium, Corynebacterium, and enterobacteriaceae. Another bacteria included as pathogen and food spoilage to fresh chicken meat are B. cereus, S. aureus, E. coli, Salmonella sp, and C. jejuni. Salmonella sp was pathogenic bacteria which is not allowed to be present in the food product (SNI 2009). Chicken meat and chicken liver were easyly contaminated with this bacteria. Salmonella causes infection if it is ingested and it causes Salmonellosis desease with fatal reaction especially to neonatal. Salmonella existence should be avoided on the fresh meat. The existence of S. Typhimurium on fresh chicken meat is an indication of the poor sanitary handling from slaughter house of chicken meat (Jay et al. 2005). Without application of combined EOs, B. cereus in chicken meat increased by 1.42 log cfu/g after 8 h storage. Addition of combined red ginger and red galangal EOs directly reduced 0.7 log of B.cereus at initial time (0 h), and reduce 2 log bacterial number after 8 h storage as compared to control. It is proven that combined red ginger and red galangal EOs shows bacteriostatic effect againts B.cereus in chicken meat sample. Similar result shows in chicken meat treated with S.Typhimurium. Chicken meat without EOs shows increase in S. Typhimurium from 4.93 to 6.06 log CFU g-1 after 8 h storage. The addition of combined EOs at 2xMIC effectively reduced bacterial count by 1.3 log cfu/g indicating bacteriostatic effect to S.Typhimurium as compared to control.
53
Other researchers reported that the application of 1% clove essential oil (v/w) to chicken frankfurter surfaces or the inclusion of cloves or clove oil in the frankfurters coupled with low temperature storage could reduce the potential of L.monocytogenes contamination and growth without significantly changing flavor (Mytle at al. 2006). Chouliara et al. (2007) reported that addition of 0.1% oregano essential oil extended shelf life of fresh chicken meat by 3-4 days while modifying atmosphere packaging (MAP) extended product shelf-life by 2-3 days compare to control which had self life by 5 day. The combination of both MAP and 0.1% oregano essential oil extended product shelf life by 5-6 days. This extension is roughly equivalent to 100% shelf-life extension of the product. Overall, the combined red ginger and red galangal EOs in this study were more effective to inhibit some pathogenic than spoilage bacteria, by lengthening initial growth phase (lag phase period). However, the application for microbial control might be affected by food composition, therefore careful selection of EOs concentration appropriate to the sensory and compositional status of the food system is required.
CONCLUSION The antimicrobial efficacy of combined red ginger and red galangal EOs was influenced by the composition of food media. High concentration of carbohydrate and oil had a negative impact on the combined EOs efficacy. On the contrary, the combined EOs was effective in protein media and chicken meat at low concentration. The combined EOs activity was less effective to spoilage bacteria, but potentially effective against pathogenic bacteria associated with fresh chicken carcases or fillet. The application of combined EOs at 2xMIC on fresh chicken meat generated bacteriostatic effect to B.cereus and S.Typhimurium by approximately 2 and 1.3 log decrease as compared to control. This study suggests that combined red ginger and red galangal EOs could minimize applicable concentration, and potentially to be used as preservatives in fresh chicken carcases or fillet.
ACKNOWLEDGEMENT This research was funded by the South East ASEAN Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP) through Grant for PhD student in year 2014.
REFERENCE Bajpai VK, Rahman A, Choi UK, Youn SJ, Kang SC. 2007. Inhibitory parameters of the essential oil and various extracts of Metasequoia glyptostroboides Miki ex Hu to reduce food spoilage and food-borne pathogens. Food Chem. 105:1061–1066 Baranauskien R, Venskutonis PR, Dewettinck K, Verhe R. 2006. Properties of oregano (Origanum vulgare L.), citronella (Cymbopogon nardus G.) and
54
marjoram (Majorana hortensis L.) flavors encapsulated into milk proteinbased matrices. Food Res Int. 39:413-425. Bellik Y. 2014. Total antioxidant activity and antimicrobial potency of the essential oils and oleoresin of Zingiber officinale Roscoe. Asian Pac.J Trop Desease. 4,40-44. Burt S. 2004. Essential oils : their antibacterial properties and potential applications in foods. Review. Int J Food Microbiol. 94:223-253. [BPS] Statistic Centre Bureu. 2010. Production of Indonesia Medicinal Plant. Jakarta (ID). Busatta C, Vidal RS, Popiolski AS, Mossi AJ, Dariva C, Rodrigues MRA, Corazza FC, Corazza ML, Vladimir OJ, Cansian RL. 2008. Application of Origanum majorana L. essential oil as an antimicrobial agent in sausage. Food Microbiol. 25:207–211. Chudiwal A, Jain, DP, Somani, R.S. 2010. Alpinia galanga Willd.- An overview on phyto-pharmacological properties. Ind J Nat Prod and Res.1:143-149. Chouliara E, Karatapanis A, Savvaidis IN, Kontominas MG. 2007. Combined effect of oregano essential oil and modified atmosphere packaging on shelflife extension of fresh chicken breast meat stored at 4oC. Food Microbiol. 24:607–617. Devlieghere F, Vermeulen A, Debevere J. 2004. Chitosan: antimicrobial activity, interactions with food components and applicability as a coating on fruit and vegetables. Food Microbiol. 21:703-714. Firouzi R, Shekarforoush SS, Nazer AH, Borumand Z, Jooyandeh AR. 2007. Effects of essential oils of oregano and nutmeg on growth and survival of Yersinia enterocolitica and Listeria monocytogenes in barbecued chicken. J Food Prot. 70:2626-2630. Glass KA, Johnson EA. 2004. Antagonistic effect of fat on the antibotulinal activity of food preservatives and fatty acids. Food Microbiol. 21:675-682. Goñi P, Lopez P, Sanchez C, Gomez-Lus R, Becerril R. 2009. Antimicrobial activity in the vapour phase of a combination of cinnamon and clove essential oils . Food Chem. 116:982-989. Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2008. The antimicrobial efficacy of plant essential oil combination and interactions with food ingredients. Int Food Microbiol. 124:91-97. Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2009. Antimicrobial activity of plant essential oils using food model media : efficacy, synergistic potential and interactions with food components. Food Microbiol. 26:142-150. Gill AO, Delaquis P, Russo P, Holley RA. 2002. Evaluation of antilisterial action of cilantro oil on vacuum packed ham. Int J Food Microbiol. 73:83-92. Holley RA, Patel D. 2005. Improvement in shelf-life and safety of perishable foods by plant essential oil and smoke antimicrobials. Food Microbiol. 22:273-292. Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern Food Microbiology. Boston (USA) : Springer. Khattak S, Rehman S, Shah UH, Ahmad WW, Ahmad M. 2005. Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longa and Alpinia galanga. Fitoterapia. 76:254-257.
55
Lv F, Liang H, Yuan Q, Li C. 2011. In vitro antimicrobial effect and mechanism of action of selected plant essential oil combination against four food-related microorganisms. Food Res Int. 44: 3057-3064. Mejlholm O, Dalgaard P, 2002. Antimicrobial effect of essential oils on the seafood spoilage microorganism Photobacterium phosphoreum in liquid media and fish products. Appl Microbiol. 34:27–31. Moosavy M, Afshin AB, Ali M, Taghi ZS, Reza A et al. Effect of Zataria multiflora Boiss. essential oil and nisin on Salmonella Typhimurium and Staphylococcus aureus in a food model system and on the bacterial cell membranes. Food Res Int. 41:1050–1057. Mytle N, Anderson GL, Doyle MP, Smith MA. 2006. Antimicrobial activity of clove (Syzgium aromaticum) oil in inhibiting Listeria monocytogenes on chicken frankfurters. Food Cont. 17:102-107. Piskernik S, Klancnik A, Riedel CT, Brondsted L, Mozina SS. 2011. Reduction of Campylobacter jejuni by natural antimicrobials in chicken meat related conditions. Food Cont. 22:712-724. Prakatthagomol W, Klayraung S, Okonogi S. 2011. Bactericidal action of Alpinia galanga essential oil on food-borne Bacteria. Drug Disc and Ther. 5:84-89. Rahayu WP, Mawaddah R, Nurjanah S, Panggabean RI, Nikastri E. 2008. Kajian hasil riset potensi antimikroba alami dan aplikasinya dalam produk pangan nabati. Proceeding Seminar PATPI 2008. Bogor (ID) : IPB pr. 406-414. Rahardjo M, 2012. Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu rimpang jahe muda (Zingiber officinale Rocs.). J Littri. 18:10-16. Rankin ID. 2005. MIC Testing. In : Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. Coyle MB, editor. Washington (USA) : University of Washington. Rasooli I. 2007. Food Preservation-A Biopreservative Approach. Food 1:111-136. Rialita T, Rahayu WP, Nuraida L, Nurtama B. 2014. Antimicrobial activity of red ginger (Zingiber Officinale Var. Rubrum) and red galangal (Alpinia purpurata K. Schum) essential oils against pathogenic and food spoilage bacteria (In Indonesian). Agritech 34 (4). Article in press. Singh A, Singh RK, Bhunia AK, Singh N. 2003. Efficacy of plant essential oils as antimicrobial agents against Listeria monocytogenes in hotdogs. LWT Food Science and Tech. 36:787-794. Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CD, de Lampasona MP. 2008. Chemistry, antioxidant and antimicrobial investigations on essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. Food Chem Toxicol. 46:3295-3302. [SNI] Indonesian National Standard. SNI 3924:2009 : Quality of carcase and chicken meat. Jakarta. Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO. 2010. Review : Antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Cont 21:1199-1218. Tserennadmid R et al. 2011. Anti yeast activities of some essential oils in growth medium, fruit juices and milk. Int J Food Microbiol.144:480-486. Uhart M, Maks N, Ravishankar S. 2006. Effect of spices on growth and survival of Salmonella Typhimurium DT 104 in ground beef stored at 4 and 8oC. J Food Safety 26:115-125.
56
5 PEMBAHASAN UMUM Proses distilasi rimpang segar jahe merah dan lengkuas merah telah menghasilkan minyak atsiri jahe merah yang berwarna kuning kecoklatan, dan minyak atsiri lengkuas merah yang berwarna kuning terang (Gambar 5.1).
a
b
c
Gambar 5.1. Rimpang jahe merah (a), lengkuas merah (b), minyak atsiri (c)
Analisis karakteristik fisika-kimia minyak atsiri diperlukan untuk mengetahui tingkat kemurnian dan mutu minyak tersebut yang merupakan indikator penting dalam perdagangan. Minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan memiliki nilai indeks bias yang belum sesuai dengan standar SNI no. 06-13121998 tentang minyak jahe, namun kadar ester yang dihasilkan relatif tinggi (42.45 mgKOH g-1)). Nilai berat jenis dan indeks bias minyak atsiri dipengaruhi oleh berat molekul senyawa-senyawa penyusunnya, semakin besar berat molekul akan menghasilkan berat jenis dan indeks bias yang semakin tinggi pula (Ma’mun 2006). Nilai putaran optik minyak atsiri dipengaruhi oleh sifat putaran optik komponen-komponen penyusunnya. Komponen zingiberene mempunyai sifat putaran optik negatif, sementara camphene dan curcumene bersifat putaran optik positif. Komponen zingiberene bersifat termolabil sehingga mudah terdegradasi oleh panas ketika proses distilasi berlangsung (Kurniasari et al. 2008). Minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan memiliki putaran optik negatif. Komposisi kimia minyak atsiri jahe telah dilaporkan oleh banyak peneliti (Singh et al. 2008; Natta et al. 2008; Wanissorn et al. 2009, Sasidharan & Mennon 2010; Sivasothy et al. 2011), demikian pula dengan minyak atsiri lengkuas (Wanissorn et al. 2009; Prakatthagomol et al. 2011). Jenis dan kadar dari komponen mayor dan minor dari setiap minyak atsiri berbeda-beda karena adanya perbedaan varietas tanaman, tanah dan iklim pertumbuhan, cara budidaya, umur rimpang, metode preparasi bahan baku (bahan segar atau kering/simplisia), dan metode ekstraksi atau distilasi yang dilakukan (hidrodistilasi/air dan uap, atau uap). Minyak atsiri maupun oleoresin jahe mengandung komponen-komponen aromatik dan rasa pedas. Minyak atsiri jahe berperan dalam aroma, sedangkan oleoresin pada jahe berperan dalam menimbulkan rasa pedas. Aroma jahe berasal dari kelompok seskuiterpenoid (α-zingiberene, bisabolene, farnesen dan β-sesquiphellandrene) serta sedikit fraksi monoterpenoid (cineol, citral and
57
β-phellandrene), yang pada penelitian ini terdapat sebanyak 15.20%. Menurut Rehman et al. (2011), rasa pedas jahe berasal dari senyawa turunan non-volatil fenilpropanoid seperti gingerol dan shogaol. Shogaol terbentuk dari gingerol ketika jahe dikeringkan atau dimasak; proses lebih lanjut menghasilkan zingerone yang menghasilkan rasa kurang pedas dengan aroma yang tajam Pada hewan percobaan gingerols terbukti memiliki sifat-sifat sebagai antibakteri, analgesik, sedatif, dan antipiretik. Zingerone diketahui memiliki aktivitas antimikroba terhadap E. coli enterotoksigenik yaitu penyebab penyakit diare yang diinduksi enterotoksin (Jaw-Chyun et al. 2007). Pada pengujian aktivitas antibakteri, minyak atsiri lengkuas merah pada konsentrasi 1% v/v menunjukkan daya hambat relatif sama (7.25-11.17 mm) terhadap seluruh bakteri uji (B. cereus, E. coli, S. Typhimurium, dan P. aeruginosa) dengan minyak atsiri jahe merah (7.17-10.33 mm). Nilai MIC dan MBC minyak lengkuas merah relatif lebih rendah (1.79-4.03 dan 1.79-4.92 mgmL-1) dibandingkan dengan minyak atsiri jahe merah (2.65-3.97 dan 3.10-5.29 mg mL-1). Kedua minyak atsiri menunjukkan aktivitas antibakteri lebih tinggi terhadap bakteri Gram positif dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat yang bermuatan negatif, sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif hanya mengandung 5-20% peptidoglikan, dan dilapisi protein, lipopolisakarida, fosfolipid, serta lipoprotein. Dinding sel bakteri Gram positif banyak mengandung asam amino alanin yang bersifat hidrofobik, sehingga lebih mampu mengikat senyawa non-polar seperti minyak atsiri dibandingkan dengan pada bakteri Gram negatif yang lebih banyak mengandung sisi hidrofilik seperti karboksil, amino dan hidroksil (Jay et al. 2005). Mekanisme kerusakan dinding dan membran sel pada Gram positif dan Gram negatif disebabkan akumulasi minyak atsiri pada dinding sel yang menginduksi terbentuknya pori, dan mengubah permeabilitas membran sehingga komponen antibakteri dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebocoran komponen intraseluler seperti asam nukleat dan protein (Carson et al. 2002). Menurut Oussalah et al. (2006), minyak atsiri dapat mencapai periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin dari membran luar. Komponen aktif pada kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah kemungkinan dapat memecah ikatan β-1.4 antara asam N-asetilglukosamin (NAG) dan Nasetilmuramat (NAM) pada peptidoglikan, mempengaruhi enzim-enzim yang berperan pada sintesis peptidoglikan, juga dapat mempengaruhi kondisi kationik dan hidrofobisitas membran (Davidson et al. 2005). Seperti halnya senyawa antibakteri yang hanya aktif terhadap bakteri Gram positif (misalnya bakteriosin), efektivitas terhadap bakteri Gram negatif bisa ditingkatkan dengan merusak membran luar, misalnya kombinasi dengan Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) (Visscher et al. 2011). Penggunaan indikator warna 2,3,5-triphenyltetrazolium chloride (TTC) terbukti dapat digunakan dalam penentuan nilai MIC-MBC dengan metode mikrodilusi. Senyawa TTC merupakan indikator redoks yang umum digunakan pada penelitian biokimia, secara khusus dapat mendeteksi respirasi seluler dari metabolisme yang aktif. Senyawa TTC yang berwarna putih (jika dilarutkan dalam air atau etanol akan menghasilkan larutan bening) akan tereduksi oleh enzim dehidrogenase dari bakteri membentuk TPF (1,3,5-triphenylformazan)
58
menghasilkan warna merah (Anonim 2014). Pada penelitian ini komponen antibakteri pada minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dapat merusak enzim tersebut sehingga tidak terjadi perubahan warna pada medium, yang menunjukkan bakteri yang diuji tidak tumbuh. Efek kombinasi dari minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada beberapa rasio konsentrasi menunjukkan efek yang berlainan terhadap masingmasing bakteri uji. Hal tersebut dimungkinkan karena interaksi yang terjadi antara komponen mayor dan minor dari kombinasi minyak atsiri terhadap masingmasing bakteri uji dipengaruhi oleh rasio dari masing-masing komponen aktif dan struktur bakteri yang dikenainya tersebut (Liu et al. 2011). Pada rasio 1:1 v/v kombinasi minyak atsiri dapat menghasilkan efek sinergis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (B. cereus). Efek sinergis ini dibuktikan dari beberapa hasil pengujian selanjutnya dimana selalu terjadi penurunan jumlah B. cereus sekitar 2 log CFUmL-1 akibat aktivitas kombinasi minyak atsiri setelah masa inkubasi 24 jam. Hasil ini sejalan dengan penjelasan Romano et al. (2009) yaitu efek sinergis terjadi jika terjadi penurunan sebesar 2 log CFU pada kelompok kombinasi obat dibandingkan dengan komponen tunggalnya yang paling efektif, setelah masa inkubasi 24 jam. Sementara itu efek kombinasi yang menunjukkan efek additive dan indifferent menunjukkan interaksi yang terjadi di antara komponen aktif bersifat lemah terhadap sel bakteri, atau terjadi reduksi kelarutan terpen yang bersifat polar oleh monoterpen hidrokarbon non-polar (Goni et al. 2009). Kombinasi minyak atsiri yang menghasilkan efek sinergis terhadap beberapa jenis bakteri Gram negatif seperti yang digunakan pada penelitian ini, diantaranya adalah kombinasi cynamaldehyde/eugenol atau thymol/eugenol pada rasio 1:4 v/v dapat menurunkan 50% pertumbuhan E.coli (Pei et al. 2009); kombinasi cynamaldehyde/thymol atau thymol/carvacrol pada rasio 1:1 v/v dapat menurunkan 25 dan 50 % pertumbuhan S.Typhimurium (Zhou et al. 2007); kombinasi 1,8-cineole/limonene pada rasio 9:1, 8:2 atau 7:3 v/v terbukti efektif dapat menghambat pertumbuhan P.aeruginosa (van Vuuren dan Viljoen 2007). Kombinasi antara minyak atsiri dengan minyak atsiri atau dengan bakteriosin dapat menghasilkan aktivitas antimikroba yang kuat dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Gutierrez et al. (2008) melaporkan kombinasi minyak atsiri oregano dan marjoram efektif menghambat pertumbuhan B.cereus, E.coli, P.aeruginosa, dan L.monocytogenes. Selanjutnya Goni et al (2009) melaporkan bahwa kombinasi minyak atsiri kayu manis dan cengkeh dapat menghasilkan efek sinergis dan efektif menghambat pertumbuhan E. coli, L. monocytogenes dan B. cereus; sedangkan kombinasi minyak atsiri oreganonisin maupun thyme-nisin menunjukkan efek sinergis dan efektif terhadap L. monocytogenes (Turgis et al. 2012). Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1v/v dapat menurunkan jumlah B. cereus, E. coli, S. Typhimurium, dan P.aeruginosa masing-masing sebesar 2, 1, 0.7 dan 0.6 log CFU mL-1 setelah masa inkubasi 8 jam dibandingkan dengan kontrol. Fase pertumbuhan awal merupakan fase kritis terhadap pertumbuhan seluruh bakteri uji, karena pada fase ini merupakan fase adaptasi (fase lag) sel bakteri untuk dapat tumbuh pada media/substrat baru. Efektivitas antimikroba tertinggi dari kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah (1:1 v/v) terhadap B. cereus dicapai setelah waktu kontak 8 jam.
59
Hal ini diduga karena spora bakteri tersebut belum terbentuk karena kemungkinan adanya perpanjangan fase lag dan penghambatan pertumbuhan. Spora bakteri umumnya terbentuk setelah fase stasioner dari kurva pertumbuhan bakteri, dimana terjadi kondisi yang menekan pertumbuhan sel vegetatif. Komponen aktif pada minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terbukti dapat menyebabkan pertumbuhan sel vegetatif B. cereus terganggu. Spora bersifat tahan terhadap lingkungan, dan pada masa germinasi maupun pertumbuhan, spora dapat kehilangan daya tahannya terhadap pengaruh panas, radiasi, tekanan, kekeringan dan senyawa kimia, sehingga ketahanannya sama dengan sel vegetatifnya (Jay et al. 2005). Aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1 v/v dapat menyebabkan kebocoran asam nukleat dan protein rata-rata 2 kali lipat dibandingkan dengan minyak atsiri tunggalnya, dan rata-rata 4 kali lipat dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu kombinasi minyak atsiri pada 2xMIC dapat menyebabkan kebocoran ion-ion logam K+ dan Ca2+ rata-rata sebesar 700 dan 500 ppm (meningkat rata-rata hampir 7 dan 5 kali lipat dibandingkan dengan kontrol). Mekanisme kebocoran sel akibat adanya efek sinergis pada kombinasi antara beberapa komponen aktif minyak atsiri dapat dijelaskan oleh Azeredo et al. (2011). Pada kombinasi antara carvacrol dengan beberapa monoterpen hidrokarbon (seperti α-pinene, camphene, myrcene, α-terpinene dan p-cymene yang umumnya menunjukkan sifat antimikroba yang lemah) terjadi mekanisme dimana komponen hidrokarbon memulai interaksinya terlebih dahulu dengan membran sel sehingga memudahkan penetrasi carvacrol untuk masuk ke dalam sel. Pei et al. (2009) menjelaskan pula bahwa carvacrol dan thymol dapat merusak membran luar dari E. coli terlebih dahulu, sehingga memudahkan komponen lain seperti eugenol untuk masuk ke dalam sitoplasma dan berikatan dengan materi genetik, protein atau enzim. Pada penelitian ini komponen hidrokarbon seperti pinene, camphene, myrcene, dan terpinene yang terdapat pada kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah diduga dapat mempengaruhi membran sel bakteri uji, yang memudahkan komponen mayor seperti trimethyl-heptadien-ol, 1.8-cineole dan chavicol untuk masuk ke dalam sel dan melakukan kerusakan lebih lanjut. Lebih jauh Turgis et al (2012) menyatakan bahwa minyak atsiri pada konsentrasi rendah dapat menghambat kerja enzim yang berhubungan dengan produksi energi, sementara pada konsentrasi tinggi dapat mempresipitasi protein. Pada pengujian mekanisme kerja minyak atsiri ternyata aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah menunjukkan kebocoran asam nukleat dan protein relatif lebih besar (rata-rata 1.5 x) dibandingkan dengan minyak atsiri lengkuas merah. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian daya hambat pertumbuhan dimana minyak atsiri lengkuas merah menunjukkan aktivitas yang hampir sama (zona hambat 7.25-11.17 mm) dengan minyak atsiri jahe merah (zona hambat minyak jahe 7.1710.33 mm). Hal ini kemungkinan salah satunya dipengaruhi oleh metode pengujian yang digunakan. Pada pengujian daya aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan metode difusi cakram kertas pada lempeng agar, dimana kemampuan difusi dari senyawa antimikroba sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisika-kimia maupun komponen penyusunnya yang spesifik untuk setiap antimikroba (Tajkarimi et al. 2011). Keterbatasan penggunaan metode difusi
60
untuk menguji potensi antimikroba secara akurat disebabkan adanya sifat hidrofobisitas komponen minyak atsiri yang mengurangi kemampuannya untuk berdifusi secara merata ke dalam agar dan melepaskan senyawa volatil ke dalam agar (Davidson et al. 2005). Sementara itu pengujian kebocoran sel dilakukan dengan mengontakkan pelet sel yang telah diresuspensi pada PBS dengan minyak atsiri pada waktu tertentu, sehingga komponen aktif pada minyak atsiri yang bersifat polar maupun non-polar akan lebih mudah menempel pada membran sel bakteri dan menimbulkan kerusakan lebih lanjut. Deteksi kerusakan sel akibat antimikroba dapat dilakukan dengan mengamati kebocoran ion K+, fosfat anorganik dan ATP secara intra- dan ekstraseluler (Zhou et al. 2008; Bendali et al. 2008), kerusakan proton motive force (PMF) pada membran sitoplasme akibat gangguan pada gradien potensial yang menghasilkan ATP (Zhou et al. 2006), dan kerusakan morfologis sel menggunakan scanning electron microscopy (SEM) (Moosavy et al. 2008; Bendali et al. 2008; Lv et al. 2011), dan transmission electron microscopy (TEM) (Oonmeeta-aree et al. 2006; Bendali et al. 2008). Secara umum efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dalam menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus, E. coli, S. Typhimurium dan P. aeruginosa dipengaruhi oleh komponen protein, lemak dan karbohidrat pada konsentrasi 3 dan 5%, sedangkan aktivitasnya tetap tinggi pada media dengan konsentrasi karbohidrat maupun protein 1%. Penelitian ini konsentrasi kombinasi minyak atsiri yang digunakan adalah satu kali nilai MIC, dengan demikian apabila kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi maka kemungkinan dapat diaplikasikan untuk pengawetan bahan pangan berbasis protein atau karbohidrat. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas minyak atsiri rempah-rempah sebagai pengawet adalah stabilitasnya dalam sistem pangan akibat adanya faktor intrinsik (nutrisi, pH, a w, potensi redoks, komponen antimikroba), dan ekstrinsik (suhu, RH, kondisi oksigen atmosfer). Menurut Burt (2004), tingginya ketersediaan nutrisi dalam pangan alami dibandingkan dengan media laboratorium memungkinkan bakteri untuk dapat memperbaiki sel-selnya yang rusak secara cepat. Kepekaan bakteri terhadap minyak atsiri umumnya akan meningkat jika pH diturunkan atau suhu dinaikkan karena pada kondisi tersebut sifat hidrofobisitas minyak meningkat, sehingga lebih mudah larut dalam lipid membran sel dari bakteri target. Gutierrez et al. (2008) melaporkan aktivitas antimikroba kombinasi minyak atsiri oregano dan thyme lebih efektif terhadap L. monocytogenes pada pH 5 di medium TSB dibandingkan dengan pH 6 dan 7. Friedman et al. (2004) melaporkan efektivitas beberapa minyak atsiri terhadap E. coli O157:H7 dan Salmonella di jus apel lebih meningkat 3 kali lipat pada suhu 37 oC dibandingkan dengan suhu 4 dan 21 oC. Pada penelitian ini deteksi bakteri kontaminan pada daging ayam segar dilakukan menggunakan teknik penanaman pada cawan agar yang mengandung media NA (untuk total bakteri), MYPA (media selektif untuk B. cereus), dan pada HEA (media selektif untuk S.Typhimurium), dengan tujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya B. cereus dan S. Typhimurium pada daging ayam segar. Selain itu dimungkinkan bahwa jenis bakteri lain dalam satu famili dengan bakteri tersebut untuk tumbuh berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan morfologi koloni. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ditemukan adanya
61
B.cereus dan S. Typhimurium pada daging ayam segar, sementara jenis bakteri lain seperti B. subtilis dan S. aureus terdeteksi masing-masing sebanyak 6.0 x 10o CFUg-1, sedangkan S. aureus terdeteksi sebanyak 2.3 x 10 CFU g-1. Persyaratan mutu mikrobiologi pada daging ayam segar mensyaratkan keberadaan S. aureus maksimal sebanyak 1x102 CFU g-1 (SNI no. 3924 tahun 2009 tentang mutu karkas dan daging ayam), dengan demikian daging ayam yang digunakan pada penelitian ini masih memenuhi standar mutu mikrobiologis untuk daging ayam segar. Jumlah kedua bakteri tersebut tidak banyak berubah setelah penyimpanan selama 8 jam (hanya bertambah 0.07 dan 0.3 log CFU g-1). Penambahan kombinasi minyak atsiri pada daging ayam segar menghasilkan efek bakterisidal terhadap B. subtilis dan S. aureus dimana setelah penyimpanan 8 jam kedua jenis bakteri tersebut tidak terdeteksi/tidak tumbuh lagi. B.subtilis dan S.aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat sensitif terhadap aktivitas kombinasi minyak atsiri seperti diperlihatkan B. cereus pada penelitian ini. Penambahan kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dapat mempertahankan mutu mikrobiologis sampai 8 jam sebagaimana ditunjukkan dengan nilai TVC yang kurang dari 106 CFU mL-1 (standar SNI no. 3924 tahun 2009). Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1v/v terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri patogen (B. cereus, E. coli, S. Typhimurium) lebih baik dibandingkan dengan bakteri perusak (P. aeruginosa) pada daging ayam segar. Namun demikian aplikasinya untuk pengawetan pangan lainnya memerlukan penelitian yang lebih mendalam karena aktivitas antimikroba dari kombinasi kedua minyak atsiri ini dapat dipengaruhi oleh komponen pangan dan stabilitasnya pada sistem pangan karena adanya faktor intrinsik (nutrisi, pH, a w, potensi redoks, komponen antimikroba) dan ekstrinsik (suhu, RH, kondisi oksigen atmosfer), bentuk sistem pangan (padatan atau cairan), maupun pengaruhnya terhadap penerimaan sensori. Atribut sensori yang penting pada bahan pangan diantaranya adalah aroma, citarasa, warna, dan penerimaan keseluruhan, seperti dilaporkan Moosavi et al. (2008) dan Djenane et al. (2011).
DAFTAR PUSTAKA [Anonim].2014.http://www.sigmaaldrich.com/catalog/product/sigma/t8877?lang= en®ion=ID Azeredo GA, Stamford TLM, Nunes PC, Neto NJG, de Oliveira MEG, de Souza, E.L. 2011.Combined application of essential oils from Origanum vulgare L. and Rosmarinus officinalis L. to inhibit bacteria and autochthonous microflora associated with minimally processed vegetables. Food Res Int. 44:1541-1548. Bendali F, Martinie BG, Hebraud M, Sadoun D. 2008. Kinetic of production and mode of action of the Lactobacillus paracasei subsp. paracasei anti-listerial bacteriocin, an Algerian isolate. Food Sci Tech. 41:1784-1792. Burt S. 2004. Essential oils : their antibacterial properties and potential applications in foods. Review. Int J Food Microbiol. 94:223-253.
62
Davidson PM, Sofos JN, dan Brannen AL. 2005. Antimicrobial in Food. 3rd edition. London (GB) : Taylor and Francis Group. Djenane D, Yanguela J, Montanes L, Djerbal M, Roncales P. 2011. Antimicrobial activity of Pistacia lentiscus and Satureja montana essential oils against Listeria monocytogenes CECT 935 using laboratory media: Efficacy and synergistic potential in minced beef. Food Cont 22:1046-053. Friedman M, Henika PR, Levin CE, Mandrell RE. 2004. Antibacterial activities of plant essential oils and their components against Escherichia coli O157:H7 and Salmonella enterica in apple juice. J Agric Food Chem. 52:6042–6048. Goñi P, Lopez P, Sanchez C, Gomez-Lus R, Becerril R. 2009. Antimicrobial activity in the vapour phase of a combination of cinnamon and clove essential oils . Food Chem. 116:982-989. Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2008. The antimicrobial efficacy of plant essential oil combination and interactions with food ingredients. Int Food Microbiol. 124:91-97. Jaw-Chyun C, Huang L, Wu S, Kuo S, Ho T, Hsiang C. 2007. Ginger and its bioactive component inhibit enterotoxigenic Escherichia coli heat-labile enterotoxin-induced diarrhea in mice. J Agric and Food Chem. 55:83908397. Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern Food Microbiology. Boston (USA) : Springer. Kurniasari L, Hartati I, Ratnani RD. 2008. Kajian ekstraksi minyak jahe menggunakan microwave assisted extraction (MAE). Momentum 4 : 47-52. Liu T, Yang T. 2012. Antimicrobial impact of the components of essential oil of Litsea cubeba from Taiwan and antimicrobial activity of the oil in food systems. Int J Food Microbiol. 156:68-75. Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa minyak atsiri family Zingiberaceae dalam perdagangan. Bul Balittro. 17:91-98. Moosavy M, Afshin AB, Ali M, Taghi ZS, Reza A et al. Effect of Zataria multiflora Boiss. essential oil and nisin on Salmonella Typhimurium and Staphylococcus aureus in a food model system and on the bacterial cell membranes. Food Res Int. 41:1050–1057. * Natta L, Orapin K, Krittika N, Pantip B. 2008. Essential oil from five Zingiberaceae for anti food-borne bacteria. Int Food Res J. 15(3): 337-346. Pei RS, Zhou F, Ji BP, Xu J. 2009. Evaluation of combined antibacterial effects of eugenol, cinnamaldehyde, thymol, and carvacrol against E. coli with an improved Method. J Food Sci. 74:379-383. Prakatthagomol W, Klayraung S, Okonogi S. 2011. Bactericidal action of Alpinia galanga essential oil on food-borne Bacteria. Drug Disc and Ther. 5:84-89. Rehman R, Akram M, Akhtar N, Jabeen Q, Saeed T, Ali Shah SM, Ahmed K, Shaheen G, Asif HM. 2011. Zingiber officinale Roscoe (Pharmacological activity). J Med Plants Res. 5:344-348. Sasidharan I, Menon AN. 2010. Comparative chemical composition and antimicrobial activity fresh and dry ginger oils (Zingiber officinale Roscoe). Int J Curr Pharm Res. 2:40-43. Romano CS, Abadi K, Repetto V, Vojnov AA, Moreno S. 2009. Synergistic antioxidant and Antibacterial activity of rosemary plus butylated derivatives. Food Chem. 115 : 456–461.
63
Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CD, de Lampasona MP. 2008. Chemistry, antioxidant and antimicrobial investigations on essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. Food Chem Toxicol 46:3295-3302. Sivasothy Y et al. 2011. Essential oils of zingiber officinale var. rubrum theilade and their antibacterial activities. Food Chem. 124:514-517. [SNI] Indonesian National Standard. SNI 3924:2009 : Quality of carcase and chicken meat. Jakarta (ID) : Badan Standardisasi Nasional. Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO. 2010. Review : Antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Cont. 21:1199-1218. Turgis M, Dang Vu K, Dupont C, Lacroix M. 2012. Combined antimicrobial effect of essential oils and bacteriocins against foodborne pathogens and food spoilage bacteria. Food Res Int. 48:696-702. van Vuuren SF, Viljoen AM. 2007. Antimicrobial activity of limonene enantiomers and 1,8-cineole alone and in combination. Flavour Frag J. 22:540-544. Visscher LAM, Yoganatha S, Sit CS, Lohans CT, Vederas JC. 2011. The activity of bacteriocins from Carnobacterium maltaromaticum UAL 307 against Gram negative bacteria in combination with EDTA treatment. FEMS Microbiol Lett 317 : 152-159. Wannissorn B, Maneesin P, Tubtimtes S, Wangchanachai G. 2009. Antimicrobial activity of essential oils extracted from Thai herbs and spices. Asian J Food and Agro-Industry. 2:677-689. Zhou F, Ji B, Zhang H, Jiang H, Yang Z, Li J, Li J, Yan W. 2007. The antibacterial effect of cinnamaldehyde, thymol, carvacrol and their combinations against the food-borne pathogen Salmonella typhimurium. J. Food Sci. 27:124-133.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah memiliki karakteristik fisik kimia dan fitokimia yang berbeda, dengan kadar ester yang relatif tinggi (42.45 dan 140.15 mgKOH g-1). 2) Minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat moderat terhadap bakteri B. cereus, E. coli, S. Typhimurium, dan P. aeruginosa. 3) Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio konsentrasi 1:1 v/v menunjukkan efektivitas yang lebih baik terhadap bakteri Gram positif (B. cereus) dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif (E.coli, S. Typhimurium, P. aeruginosa). 4) Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio konsentrasi 1:1 v/v menghasilkan efek synergistic terhadap B. cereus, efek additive terhadap E. coli dan S. Typhimurium, serta efek indifferent terhadap P. aeruginosa.
64
5) Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1 v/v menyebabkan kerusakan membran sitoplasma yang ditandai dengan kebocoran materi genetik, protein dan ion-ion seluler 6) Karbohidrat dan lemak pada konsentrasi tinggi (3 dan 5%) dapat menurunkan efektivitas antimikroba kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah. 7) Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah kurang efektif terhadap bakteri perusak (P. aeruginosa), tetapi efektif terhadap bakteri patogen (B. cereus, E. coli, S. Typhimurium) yang mengontaminasi daging ayam segar. 8) Aplikasi kombinasi minyak atsiri pada pengawetan daging ayam menunjukkan efek bakteriostatik terhadap B. cereus dan S. Typhimurium selama waktu penyimpanan 8 jam.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui : 1) Mekanisme kerja kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terhadap kerusakan ATP internal dan eksternal, aktivitas Proton Motive Force (PMF), dan deteksi kerusakan morfologi sel mikroba menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy (TEM). 2) Efektifitas kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah yang dikombinasikan dengan senyawa lain yang dapat merusak membran luar bakteri Gram negatif. 3) Pengaruh faktor intrinsik (nutrisi, pH, a w, potensi redoks) dan ekstrinsik (suhu, RH, kondisi oksigen atmosfer) terhadap aktivitas antimikroba kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dalam sistem pangan. 4) Evaluasi terhadap efek penggunaan kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terhadap mutu sensori pangan.
65
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 September 1971, anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Ir. Hudaya Achmad Godjali dan Ir. Saripah, MS. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi Mikrobiologi, Jurusan Biologi ITB dengan didanai oleh beasiswa BPPS, lulus pada tahun 2004. Pendidikan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB didanai beasiswa BPPS DIKTI mulai tahun 2009. Penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Jurusan Teknologi Industri Pangan, Program Studi Teknologi Industri Pangan sejak tahun 1998. Penulis dikaruniai dua orang putra dan putri dari suami tercinta Dr.Dwi Rustam Kendarto, S.Si., MT., yaitu Syifa Izza Rustita dan Akhtar Reza Dwi Nugraha. Sebagian dari disertasi ini yaitu artikel dengan judul “Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan” telah diterima untuk diterbitkan pada jurnal nasional terakreditasi Agritech. Artikel dengan judul “Antimicrobial Activity and Mechanism of Action of Combined Red Ginger (Z. officinale var.Rubrum) and red galangal (A. purpurata K. Schum) Essential Oils Against Foodborne pathogens and Spoilage bacteria” telah melalui proses review 1 pada International Journal of Food Science and Technology dari Wiley Online Library.
66