EFEKTIVITAS ALUM DARI KALENG MINUMAN BEKAS SEBAGAI KOAGULAN UNTUK PENJERNIHAN AIR M. Syaiful*, Anugrah Intan Jn, Danny Andriawan *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 E-mail:
[email protected] Abstrak Persediaan air bersih di Indonesia ini semakin terbatas mengingat sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia saat ini sebagaian besar sudah tercemar karena kegiatan manusia itu sendiri. Akibatnya perlu pengolahan lebih lanjut agar dapat menghasilkan air bersih. Diantaranya adalah penambahan tawas sebagai koagulan untuk penjernihan air. Ada banyak bahan baku yang biasa digunakan untuk membuat tawas atau aluminium sulfat yang salah satunya adalah potongan kaleng minuman bekas. Di dalam potongan-potongan kaleng tersebut banyak mengandung logam aluminium. Dibutuhkan unsur aluminum dalam pembuatan aluminium sulfat. Maka dari itu unsur aluminium yang terdapat pada potongan kaleng tersebut dapat dimanfaatkan tetapi membutuhkan bahan tambahan berupa KOH dan aluminium sulfat. Produk aluminium sulfat terbukti efektif dapat menjadi koagulan untuk penjernihan air seperti tawas murni. Kata kunci : air, kaleng, aluminium sulfat, koagulan Abstract Supply of clean water in Indonesia is getting limited given the source of water to fulfill necessity of human life at this time most of already contaminated due to human activity itself. As a result, it needs further processing in order to produce clean water. Such as the addition of alum as a coagulant for water purification. There are many raw materials used to make alum or aluminum sulfate, one of which are pieces of used beverage tin. The tin pieces interior contains a lot of metal aluminum. It takes elements of aluminum in the manufacture of aluminum sulfate. Thus the elements contained in the pieces of aluminum tin can be used but require additional materials such as potassium hydroxide and aluminum sulfate. Aluminum sulfate products can be proven to be effective coagulant for water purification as pure alum. Keywords : Water, tin, aluminium sufate, coagulant
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
Page | 39
1.
PENDAHULUAN Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang bisa diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi suatu daerah. Namun tidak semua air dapat langsung digunakan, misalnya saja air gambut. Hal ini karena air gambut jika berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Pengolahan air baku menjadi air bersih memiliki beberapa proses tahapan. Proses koagulasi dan flokulasi misalnya, proses ini belum berjalan dengan optimum seiring dengan semakin meningkatnya beban pengolahan akibat dari perubahan kualitas dari sumber air baku. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan efisiensi dalam proses koagulasi dan flokulasi dengan asumsi beberapa bahan alternatif dapat dikembangkan sabagai pengganti koagulan. Limbah kaleng bekas merupakan salah satunya. Kaleng bekas berbahan dasar alumunium dapat diambil kembali kandungan alumnya untuk dijadikan alumunium sulfat atau tawas. Kaleng bekas tersebut antara lain kaleng minuman ringan (soft drink) yang dibuang sehabis diminum. Sisa pembuangan tersebut bisa dimanfaatkan dengan menggunakan pengolahana khusus dan penambahan zat kimia lain supaya alumunim dapat dipisahkan dari kaleng. Optimalisasi proses daur ulang juga dapat menambah nilai ekonomis dari limbah kaleng. Dari penelitian ini diharapkan limbah yang sudah tidak terpakai tersebut dapat diproses kembali dan tentunya akan membantu mengurangi pencemaran lingkungan serta dapat memberikan perhitungan ekonomis tentang proses koagulasi dan flokulasi dengan menggunakan tawas. Selain pemanfaatan limbah, penelitian ini akan memberikan perbandingan antara tawas yang murni dari pabrik atau komersil dengan tawas buatan dari limbah dimana akan terlihat tawas mana yang efisiensinya lebih baik. Pengujian efektifitas tawas sebagai koagulan untuk penjernihan air ini dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter standar tentang air bersih di PDAM. Penjernihan dengan cara koagulasi sudah sering digunakan salah satunya adalah dengan menambahkan tawas pada air baku (raw water). Tawas merupakan bahan kimia dengan rumus molekul KAl(SO4)2. 12 H2O. Alumuium bersifat keras, kuat, memiliki massa jenis kecil, dan tahan terhadap korosi oleh karena itu aluminium sering digunakan untuk pembuatan pesawat, mobil dan lain sebagainya. Selain itu, aluminium juga merupakan penghantar listrik dan panas yang baik, sehingga aluminium sering
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
digunakan untuk peralatan listrik dan peralatan dapur. Penggunaan aluminium yang begitu banyak menimbulkan masalah baru, yaitu pencemaran lingkungan. Dibutuhkan waktu lebih kurang 400 tahun agar aluminium dapat terurai dalam tanah. Untuk mengatasi sampah aluminium tersebut, cara terbaik adalah dengan mendaur ulang. Mengubahnya menjadi tawas adalah salah satu alternatifnya. Dikarenakan dengan menggunakan aluminium sebagai bahan baku tawas, maka biaya produksi tawas semakin rendah sehingga semakin banyak air bersih yang dapat diproduksi. Bagaimanakah kualitas tawas yang terbuat dari limbah kaleng bekas untuk proses penjernihan air? Apakah pengaruh penggunaan tawas dari limbah kaleng tersebut terhadap air dengan parameter jartest air seperti turbidity, conductivity, pH, temperatur, Beume dan dosis? Dan seberapa efisienkah tawas tersebut jika dibandingkan dengan tawas yang dijual secara komersil? TINJAUAN PUSTAKA a. Air Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum. Air baku merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih. Sekarang apa yang disebut dengan air baku. Berdasar pada SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket Instalasi Pengolahan Air pada bagian istilah dan definisi yang disebut dengan air baku adalah air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut: 1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan, 2. Kondisi iklim, 3. Tingkat kesulitan pada pembangunan Intake, 4. Tingkat keselamatan operator, 5. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA, 6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan datang, 7. Kemungkinan untuk memperbesarintake pada masa yang akan datang.
Page | 40
Dalam jumlah yang kecil, air bawah tanah, termasuk air yang dikumpulkan dengan cara rembesan, bisa dipertimbangkan sebagai sebuah sumber air. Kualitas air bawah tanah secara umum sangat baik bagi air permukaan dan dibeberapa tempat yang memiliki musim dingin bisa memanfaatkan salju sebagai sumber air. Hal ini bisa menghemat biaya operasional dan pemeliharaan karena secara umum kualitas air bawah tanah sangat baik sebagai air baku. Khusus untuk air bawah tanah yang diambil dengan cara pengeboran tentunya melalui perijinan. Hal ini untuk mencegah terjadinya eksploitasi secara besar-besaran. Akibat dari ekplotasi secara besar-besaran bisa mengakibatkan kekosongan air dibawah tanah karena tidak seimbangnya antara air yang masuk dengan air yang diambil, sehingga menyebabkan pondasi bangunan yang berada diatasnya bisa turun. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Disebutkan diatas bahwa tidak semua air baku bisa diolah, oleh karena itu dibuatlah ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang bisa diolah. Dalam SNI 6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air baku yang bisa diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) adalah: 1) Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l SiO2. 2) Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna sementara mengikuti kekeruhan air baku. 3) Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai PP No. 82 tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 4) Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi dan bahan organic melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan rendah (<50 NTU) maka digunakan IPA sistem DAF (Dissolved Air Flotation) atau sistem lainnya yang dapat dipertanggung jawabkan. Instalasi Pengolahan Air menggunakan bahan kimia untuk koagulasi atau biasa disebut koagulan. Tawas Tawas atau alum adalah termasuk kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan isomorf. Kristal tawas mudah larut dalam air, dan kelarutannya tergantung pada jenis logam dan temperatur. Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari Al2(SO4)3. Alum
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
kalium, mempunyai nama dagang dengan nama alum, mempunyai rumus yaitu K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum kalium merupakan salah satu alum yang sangat penting. Alum kalium adalah senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan alum kalium tersebut bersifat asam dan sangat larut dalam air yang bersuhu tinggi. Kristalin alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air. Koagulasi Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Proses pengikatan partikel koloid dapat dilihat pada gambar 2.1. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Gambar 1. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan (CG). Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride karena proses hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, danpotassium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis. Flokulasi Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan pengelompokan antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat atau slow mixing). Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan dapat dilihat pada gambar 2.2. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan
Page | 41
beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan. Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses koagulasi adalah: a. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan COD dari pengolahan fisik. b. Memperlancar proses conditioning air limbah khususnya limbah industri. c. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif. d. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam filtrasi.
Gambar 2. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan. Koagulasi yang efektif terjadi pada selang pH tertentu. Penggunaan koagulan logam seperti aluminium dan garam-garam besi secara umum dapat mendekolorisasi air limbah yang mengandung komponen-komponen organik. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan pada partikel tersuspensi dan koloid. Flokulasi adalah kumpulan dari partikel yang terdestabilisasi dan koloid menjadi partikel terendapkan. Ketika koagulan direaksikan dengan air limbah, partikel-partikel koloid yang terdapat dalam limbah tersebut akan mengalami penggabungan partikel kecil untuk membentuk partikel yang lebih besar, sebagai akibat dari adanya perbedaanmuatan antara partikel koloid dengan koagulan. Proses koagulasi saja terkadang belum cukup untuk mengendapkan agregat tersebut secara cepat. Penambahan polimer akanmempengaruhi kestabilan molekul dari agregat yang terbentuk, sehingga ketika molekul dalam keadaan tidak stabil polimer akan mudah untuk berikatan dengan agregat yangnantinya akan membentuk agregasi baru atau disebut juga flok. Flok-flok tersebut akan saling bergabung membentuk flok yang lebih besar. 2.
METODE PENELITIAN Disiapkan kaleng bekas yang telah dibersihkan dan diamplas. Kaleng bekas dipotong kecil-kecil dengan berat 5 gram. Potongan-potongan tersebut kemudian
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml, ditambah KOH 7% sebanyak 20 ml. Reaksi dihentikan sampai tidak ada gelembunggelembung gas. Larutan tersebut disaring dan didinginkan kemudian ditambahkan dengan 12 ml H2SO4 6 M. Larutan didinginkan di dalam lemari pendingin. Kristal tawas yang terbentuk dicuci dengan 20 ml etanol 50% dan dipisahkan dengan kertas saring. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan tawas dari kaleng bekas memerlukan bahan kimia tambahan yaitu Kalium hidroksida dan Asam sulfat. Digunakan Kalium hidroksida supaya mengikat ion logam Alumunium lalu direaksikan dengan Asam Sulfat. Pada Asam Sulfat akan diambil senyawa sulfat supaya diproduk akhir membentuk Alum atau Tawas Al2(SO4)3. Tawas yang dihasilkan berupa tawas padat dalam bentuk kristal untuk memudahkan dalam penentuan dosis dan menimbang berat konversi yang diapat. Tawas juga nanti akan diuji seberapa efektif untuk menjernihkan air. Penggunaan Konsentrasi Kalium Hidroksida Reaksi yang terjadi adalah: 2Al(s)+2KOH(aq)+2H2O(l) 2KAlO2(aq)+3H2(g) Dalam penelitian pembuatan alum dari kaleng bekas digunakan KOH untuk mengikat kation Al2+ yang terdapat pada potongan kaleng. Kalium pada KOH bersifat inert dan mudah larut dalam air. Hasil reaksi 2KAlO2 akan direkasikan dengan asam sulfat. Konsentrasi KOH yang tepat dalam pembuatan tawas adalah 7-10%, jika konsentrasi lebih dari 11% konversi yang dihasilkan pada tawas akan kecil, sedangkan jika kurang dari 7% KOH tidak akan bisa menarik Al2+ karena banyak mengandung air. Pada sampel tidak ada perbandingan berat potongan kaleng dan volume KOH. Dalam 5 gram potongan kaleng berat alumunium tidak sebanyak berat kaleng tersebut. Diasumsikan bahwa berat setiap 5 gram potongan kaleng mengandung unsur aluminium yang sama karena bahan baku tersebut sama. Untuk volume yang direaksikan terhadap 5 gram potongan kaleng tidak bergantung dengan rasio perbandingan reaksi. Volume KOH yang ditetapkan adalah 20 ml karena semua potongan kaleng harus terendam seluruh didalam larutan KOH dan dengan volume tersebut sudah dapat mengikat maksimal kandungan alumunium didalam setiap 5 gram potongan kaleng. Untuk penggunaan volume diatas 20 ml KOH masih bisa dilakukan
Page | 42
tetapi hanya akan membuang banyak KOH saja, dengan kata lain tidak efisien. Konversi berat yang didapat untuk penggunaan KOH diatas 20 ml memang menghasilkan produk yang lebih berat tetapi berat tersebut bukan merupakan berat alumunium melainkan berat kalium yang ada pada KOH.
No
1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 1. Pengujian Reaksi dengan KOH KOH t (s) T Warna Hasil 20ml (˚C) (ml) (%) 1 73.13 28 abu-abu 15 3 65.40 30 abu-abu 14,5 5 44.20 34 abu-abu 11,5 7 42.41 45 abu-abu 10 12 45.15 35 abu-abu 8
Reaksi kaleng dengan KOH tidak diperlukan bantuan seperti pengadukan atau penambahan panas karena KOH sendiri berekasi secara eksotermis. Pada saat reaksi tersebut juga terdapat gelembung-gelembung disekitar permukaan kaleng. Gelembung-gelembung tersebut menandakan kation aluminum sedang ditarik dari potongan kaleng. Rekasi penarikan dikatakan selesai ketika sudah tidak ada lagi gelembung gelembung dan tidak ada lagi gas hidrogen yang keluar. Tabel 2. Pengujian Reaksi dengan KOH KOH t (S) T Warna Hasil 20ml (˚C) (ml) (%) 1. 10 43.70 35,3 hitam 12,5 2. 15 16.13 36 hitam 0,20 3. 20 20.76 38 hitam 0,18 4. 30 29.53 47 hitam 0,15 5. 40 04.45 71 hitam 0 6. 50 03.15 75 hitam 0 7. 60 02.18 76 hitam 0 Pada saat reaksi harus dilakukan dilemari asam mengingat gas hidrogen saat berbahaya apabila dihirup langsung. Warna potongan kaleng yang semula berwarna silver berubah menjadi abu-abu, indikator warna yang berubah ini juga menujukan bahwa kandungan aluminum telah hilang dari kaleng. Waktu reaksi dapat dipercepat dengan penambahan pemanasan akan tetapi hal tersebut tidak kami lakukan karena disamping reaksi sudah berjalan eksotermis juga alat pemanasan juga sebatas hotplate sehingga tidak perlu ditambah pemanasan. No.
Tabel 3. Berat Tawas konsentrasi KOH 20 ml NO. Konsentrasi Tawas Bobot (gram) dengan KOH 20 ml 1. Tawas 5% 0,2375 2. Tawas 7% 0.9855 3. Tawas 10% 0,9436 4. Tawas 12% 0,5362 Total Tawas 2,7028
Berat Alum yang diperoleh dari hasil uji konsentrasi KOH 1.2
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 3% 5% 7% 10% 12% 15% 20% 30% 40%
Berat Alum
Gambar 1. Tawas dibuat dengan 20 ml KOH Penggunaan Asam Sulfat Dibutuhkan senyawa sulfat untuk reaksi pembentuk akhir. Hasil reaksi potongan kaleng dengan KOH didapat 2KAlO2 akan direaksikan dengan H2SO4. Digunakan asam sulfat karena dibutuhkan sulfat untuk pembuatan alum (Al2(SO4)3). Konsentreasi asam sulfat yang dapat bereaksi adalah 6-7 M. Dibawah dari nilai tersebut sulfat tidak dapat bereaksi. Untuk konsentrasi diatas 7 M didapat larutan dan tawas yang terlalu asam dan dapat merusak pH air saat proses koagulan nantinya. Larutan alumina dinetralkan dengan asam sulfat mula-mula terbentuk endapan berwarna putih dari aluminium hidroksida Al(OH)3. 2KAlO2(aq)+2H2O(l)+H2SO4(aq) K2SO4(aq)+Al(OH)3(s)
Dengan penambahan asam sulfat endapan putih semakin banyak dan jika asam sulfat berlebihan endapan akan larut membentuk kation K+, Al3+, dan SO42-, jika didiamkan akan terbentuk kristal dari tawas kalium aluminium sulfat. Secara singkat reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: H2SO4(aq)+K2SO4(aq)+2Al(OH)3 (s)2KAl(SO4)2(aq)+6H2O
24 H2O + 2KAl(SO4)2(aq) 2KAl(SO4)2.12H2O(s)
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
Page | 43
Tabel 4. Penambahan Asam Sulfat Asam Sulfat Keterangan 12 ml (M) 1M Tidak terbentuk kristal 2M Tidak terbentuk kristal 3M Tidak terbentuk kristal 4M Tidak terbentuk kristal 5M Tidak terbentuk kristal 6M Terbentuk kristal 7M Terbentuk kristal Alum kalium sangat larut dalam air panas, sehingga ketika setelah penambahan H2SO4 yang membentuk endapan dan kemudian dipanaskan. Pemanasan suhu 60-80oC berlangsung didalam oven untuk menguapkan airnya dan suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 80oC karena tawas akan larut dalam air mendidih. Ketika Kristal alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia dan sebagian garam yeng terdehidrasi larut dalam air. Pada proses penguapan selama 1 jam dan didinginkan akan terbentuk Kristal dari KAl(SO4)2.12 H2O. Pengujian dengan Jar-Test dan Beume Tawas dari kaleng bekas mampu menjadi koagulan, hal ini dibuktikan melalui metode jartest. Tawas dari kaleng bekas mampu membentuk kotoran menjadi flokulan akan tetapi dosis yang digunakan lebih banyak dari pada tawas murni dikarenakan kadungan alumunium pada tawas kaleng cenderung lebih sedikit. Bila dibandingkan dengan tawas murni pada perbandingan berat yang sama kandungan tawas alumunium dari kaleng bekas lebih sedikit dan banyak mengandung kalium. Hal ini dapat diketahui setelah dilakukan metode Beume.
No
1
Dosis Alum (ppm) 15 18 20
2
25 30 35
3
40
Tabel 5. Jar-test Keterangan
Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
45 50 4
100 200
300
Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Tidak terbentuk Flok. Air masih keruh Terbentuk Sedikit Flok. Air mulai terlihat jernih Semakin banyak terlihat flok yang terbentuk. Air mulai jernih Banyak terbentuk flok. Air Jernih
Pengujian dengan Parameter Air Bersih Tawas kaleng bekas terbukti efektif sebagai koagulan walau dosis pemakaian lebih banyak. Tawas kaleng bekas mampu menurunkan turbuditi hinggs mendekati nol. Untuk parameter uji seperti konuktiviti, pH, TDS, serta temperatur normal dan tidak jauh berbeda apabila diuji dengan tawas murni. Perbandingan takaran untuk turbidity tertentu bias sampai 1:6. Artinya untuk turbidity 100 NTU, untuk tawas murni hanya cukup 46 ppm dan untuk tawas yang terbuat dari kaleng bekas mencapai ±300 ppm. Tabel 6. Pengujian terhadap air baku Kondisi Awal Turbidity Awal 103 NTU
Kondisi Akhir Turbidity Akhir 1,59 NTU
Conductivity Awal 32,1
Conductivity Akhir 69,7
TDS Awal 16,0
TDS Akhir 34,8
pH Awal 6,41
pH Akhir 4,89
Temperatur Awal
Temperatur Akhir 27,6 0C
26,8 0C Kualitas Tawas dari Kaleng Kualitas tawas kaleng dilihat dari kemampuan sebagai koagulan tidak jauh berbeda dibandingkan tawas murni hanya saja dosis penggunaan dapat mencapai 7-8 kali lipat dari tawas murni. Perbandingan tersebut ada dikarenakan tawas kaleng mengandung cukup banyak berat kalium. Kalium tidak berpengaruh besar terhadap air mutu yang dihasilkan setelah proses koagulasi atau flokulasi, sifat kalium yang mudah larut dalam air sehingga dapat dikatakan kalium disini bersifat inert. Sumber aluminium didalam kaleng harus diteleti kembali, serta perlu kajian lebih luas tentang pemilihan jenis kaleng yang
Page | 44
mengandung aluminum. Kaleng bekas disini bisa menjadi bahan alternatif dari sisi bahan baku, artinya logam aluminum dapat dimanfaatkan kembali. Tawas dari kaleng bekas disini dapat terapkan dalam skala pabrik akan tetapi perlu perhitungan efisiensi dan analisa ekonomi dengan perbandingan pabrikan yang membuat tawas secara murni. 4. KESIMPULAN 1. Pembuatan alum dari kaleng bekas mempunyai metode yang sederhana. 2. Alum yang terbuat dari limbah kaleng bekas terbukti mampu menjadi koagulan, hanya saja dosis yang dibutuhkan agar bisa menjernihkan air jauh lebih banyak dibandingkan dengan dosis tawas murni. 3. Pada Jar-test dapat disimpulkan dalam 1000 ml air dengan turbiditas 100 diperlukan 46 ppm tawas murni dan 300 ppm alum dari tawas kaleng bekas. 4. Kualitas air bersih setelah menggunakan tawas dari limbah kaleng bekas tidak jauh berbeda dengan tawas murni.
Pomits Vol. 2, No. 1, (2013) Issn: 23373539 (2301-9271 Print). Manurung, Manuntun,. Irma Fitria Ayuningtyas. 2010. Kandungan Aluminium Dalam Kaleng Bekas Dan Pemanfaatannya Dalam Pembuatan Tawas. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia 4 (2), Juli 2010: 180-186 Rufiati, Etna.2011.Penjernihan Air dengan Tawas.http://etnarufiati.guruindonesia.net/artikel_detail-42943.html. Diakses 5 Januari 2014 Pukul 17:53 WIB. Yahya, A., 1988, Analisis Sifat Fisik Kimia Air, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor, 26-27
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006, Penuntun Praktikum Kimia Anorganik III, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Denpasar, 25-28 Advyka, Sampah Sesuatu yang Terlupakan, http:// Jakarta. Wordpress.com, 14 September 2007 Ayundyahrini, Meilinda,. Rusdhianto Effendie A. K, & Nurlita Gamayanti. 2013. Estimasi Dosis Alumunium Sulfat pada Proses Penjernihan Air Menggunakan Metode Genetic Algorithm. Jurnal, Universitas Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2013. Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 2, (2013) Issn: 2337-3539 (23019271 Print). Ayuningtyas, Irma Fitria.Kandungan Aluminium dalam Kaleng Bekas dan Pemanfaatannya dalam Pembuatan Tawas .http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/articl e/viewFile/2806/1995,. Diakses 3 Januari 2014 Pukul 17:53 WIB. Intan Ramadhani, Gary,. Atiek Moesriati. 2013. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindusindica) Sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Menurunkan Kadar COD dan BOD dengan Studi Kasus pada Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal, Universitas Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2013. Jurnal Teknik
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014
Page | 45