EM 5 (1) (2016)
Educational Management http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eduman
PELAKSANAAN BILINGUAL BOARDING SCHOOL (STUDI KASUS DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI WINONG PATI) Nurlaily Mauludiyah, Sugiyo, Arief Yulianto Prodi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
________________
___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Diterima 12 April 2016 Disetujui 15 Meii 2016 Dipublikasikan 20 Juni 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis peran SDM dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dalam pelaksanaan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati. Penelitian ini mengguakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus desain kasus tunggal terjalin (embeded). Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi teknik, sumber dan waktu. Teknik analisis data yang digunakan adalah model interaktif. Hasil temuan menunjukkan bahwa pelaksanaan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati meliputi perencanaan pelaksanaan bilingual boarding school sudah disusun dengan rapat dan semua pihak dilibatkan, akan tetapi perencanaan dalam menetapkan standar kualifikasi guru belum disusun, Pengelolaan pelaksanaan bilingual boarding school berkaitan dengan layanan pendidikan dan agenda rutin dalam proses pendampingan langsung oleh volunteer kurang optimal, Pelaksanaan bilingual boarding school dalam PBM dengan bilingual pada mata pelajaran bahasa inggris dan bahasa arab mencapai 50% dan mata pelajaran lainnya 25% hanya ditekankan pada greeting dan evaluasi dilakukan langsung oleh Waka bilingual terhadap guru dan disampaikan secara langsung atau melalui rapat. Disarankan pada madrasah agar lebih meningkatkan pengelolaan pelaksanaan bilingual boarding school sehingga dapat meningkatkan lulusan yang berkualitas dan menjadikan Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong Pati yang unggul dengan memiliki SDM yang berkompetensi khususnya dalam bidang bilingual dan memiliki kemampuan mengajar yang sesuai dengan bidang masing-masing.
______________ Keywords: The Management, Bilingual, Boarding School _________________
Abstract ___________________________________________________________________ This study aimes to describe and analyze the planning, implementation and evaluation in the mplementation of bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati. The study use qualitative methods by collecting data trough observation, interviews and documentation. Technique authenticity of data use triangulation technique, source and time. The data analysis technique used is interactive model. The result show that the implementation of bilingual boarding school at MTs Negeri Winong Pati includes the planning of bilingual boarding school implementation had been arranged through the meeting and involved all parties, but the planning in deciding standard qualification of the teacher had been arranged, The management of bilingual boarding school implementation relates to the education service and routine agenda with direct accompaniment process by the volunteer is not optimal, The implementation of bilingual boarding school in the teaching process using bilingual in the English and Arabic subjects has reached 50% and 25% for the others subject and the process only emphasizes on greeting and the evaluationis directly conducted by the vice principal of the bilingual toward the teacher and it is directly delivered or it is delivered through the meeting. The suggestion is delivered to the principals to increase the management of bilingual boarding school implementation so that it can increase the qualify graduates and make the superior Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong Pati to have the competent human resource especially in the field of bilingual and to have the ability to teach in accordance with their respective fields.
© 2016 Universitas Negeri Semarang p-ISSN 2252-7001 e-ISSN 2502-454X
Alamat korespondensi: Kampus Unnes Bendan Ngisor, Semarang, 50233 E-mail:
[email protected]
74
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
(monolingual). Kelas bilingual ini merupakan salah satu jawaban bagi permasalahan utama untuk meningkatkan daya saing di dunia Internasional. Kelas ini akan membekali para peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan dalam bahasa inggris dan bahasa arab yang akan menjadi pintu gerbang penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam perkembangan penerapan konsep billingual boarding school, yang dilandasi sebuah gagasan untuk memberikan layanan pendidikan secara seimbang anatara ilmu agama dan ilmu umum. Hartono (2013) dalam risetnya tentang boarding school “manajemen dalam pengembangan pendidikan karakter siswa SMA di SMA Daarul Ulil Albaab” menyebutkan bahwa konsep boarding school mewajibkan siswa tinggal di asrama. Hal ini menunjukkan keberhasilan dalam memberikan layanan pendidikan terutama prestasi dalam bidang bahasa. Dengan demikian diharapkan para peserta didik sebagai output dari bilingual boarding school, memiliki kemampuan pengetahuan umum dan pengetahuan agama yang seimbang. Seiring dengan pembaharuan tersebut, dibutuhkan pola manajemen bilingual boarding school yang efektif. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan Sulthon (2006:18) bahwa dengan “pola manajemen baru tersebut diharapkan pondok pesantren akan menjadi lembaga pendidikan alternatif yang paling digandrungi masyarakat sebagai lembaga kaderisasi yang unggul”. Namun demikian, dalam penyelenggaraan di lapangan kelas bilingual boarding school di MTs N Winong Pati terdapat beberapa kendala yang menghambat proses dari yang diharapkan. Berdasarkan wawancara pada tanggal 10 Oktober 2015 dengan Waka kurikulum ketika peneliti observasi ke sekolah, guru yang mengajar di kelas bilingual tidak semuanya memakai bahasa inggris pada mata pelajaran umum dan bahasa arab pada mata pelajaran agama. Para guru masih menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran di kelas. Senada dengan hasil wawancara pada tanggal 14
PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensipotensi manusia yaitu potensi jasmani dan rohani. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik secara maksimal. Dengan demikian, menjadikan banyak sekolah meningkatkan kualitas sistem pendidikan, salah satunya dengan menerapkan kelas bilingual, yaitu pembelajaran dengan dua bahasa. Pembelajaran menggunakan dua bahasa merupakan pengantar saat proses belajarmengajar berlangsung di dalam kelas yang menggunakan bahasa pengantar bahasa inggris atau bahasa arab yang diselenggarakan di Sekolah/Madrasah tingkat menengah. Arnyana (2006) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran bilingual di Indonesia adalah: (1) meningkatkan penguasaan materi pelajaran, (2) meningkatkan kemampuan berbahasa inggris dalam forum ilmiah maupun non-ilmiah, (3) mampu mengakses pengetahuan ilmiah dari berbagai media internasional, dan (4) mampu berkomunikasi antar siswa baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VII pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik” hal inilah yang dijadikan dasar keberadaan kelas bilingual. Margana (2011:81) mengatakan bahwa “orang yang menguasai dua bahasa memiliki fleksibilitas mental yang tinggi, superior dalam pembentukkan konsep, dan tingkat kamampuan mental yang lebih diversifikasi dibandingkan dengan orang yang hanya menguasai satu bahasa saja”. Demikian juga dikatakan bahwa orang yang menguasai dua bahasa memiliki kemampuan yang lebih dalam menyelesaikan tes IQ baik dalam komunikasi verbal maupun nonverbal jika dibandingkan dengan orang yang menguasai hanya satu bahasa saja 75
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
November 2015 dengan Wakil Kepala bilingual boarding school mengatakan bahwa banyak kendala dalam kelas bilingual boarding school diantaranya: Pertama, kurangnya standar kualifikasi dalam proses merekrut guru yang mengajar di kelas bilingual boarding school sehingga hanya guru yang memiliki kelebihan berbahasa yang dianggap mampu mengajar peserta didik kelas bilingual boarding school. Sedangkan menurut Suma (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa “guru yang memiliki kompetensi bahasa Inggris dapat ditunjukkan dengan skor toefl >500 dan guru yang mengajar kelas bilingual berkualifikasi S2 minimal 30%”. Kedua, guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kurang maksimal karena keterbatasan bahasa yang mereka miliki, karena tidak semua istilah yang terdapat dalam pelajaran semua guru mengetahui. Upaya yang dilakukan kepala bilingual untuk mengadakan program kursus dan uang tambahan bagi guru yang merasa kurang mahir dalam berbahasa ternyata tidak jalan sesuai dengan rencana, karena adanya kecemburuan dari guru yang tidak mengikuti program kursus tersebut. Menurut Zahroh (2014) bahwa “input yang baik melalui proses yang sangat baik untuk menghasilkan output yang unggul/istimewa, input yang sedang melalui proses yang istimewa menghasilkan output yang baik sekali, input yang rendah melalui proses yang sangat istimewa menghasilkan output yang baik”. Ketiga, kendala untuk mendatangkan volunteer bahasa arab yang disebabkan karena banyaknya permintaan jaminan hidupnya selama di Indonesia seperti rumah mewah dan kendaraan pribadi. Pihak sekolah tidak mampu memberikan segala jaminan yang diminta oleh volunteer asing (bahasa arab). Margana (2011) mengatakan “bahwa penutur bahasa asli mengarah pada pembentukan ketrampilan bilingualitas dan biliterasi bagi peserta didik yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda”. Keempat, proses evaluasi guru kurang maksimal dalam proses penilaian kegiatan proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas
bilingual diantaranya, karena kurang menguasai bahasa dan faktor usia. Sehingga penilaian yang dilakukan sekedarnya hanya untuk laporan saja. Sedangkan menurut Tiara (2013) “Evaluasi guru dilakukan oleh Kepala Sekolah setiap satu semester melalui supervisi dan observasi di dalam kelas”. Permasalahan berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil pokok permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah peran SDM dalam perencanaan kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? (2) Bagaimanakah peran SDM dalam pengelolaan kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? (3) Bagaimanakah peran SDM dalam pelaksanaan kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? (4) Bagaimanakah peran SDM dalam evaluasi kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? Tujuan penulisan artikel ini adalah (1) Mendiskripsikan dan menganalisis peran SDM dalam perencanaan kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? (2) Mendiskripsikan dan menganalisis peran SDM dalam pengelolaan kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? (3) Mendiskripsikan dan menganalisis peran SDM dalam pelaksanaan kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? (4) Mendiskripsikan dan menganalisis peran SDM dalam evaluasi kelas bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati? METODE Penelitian ini mengguakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus desain kasus tunggal terjalin (embeded). Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi teknik, sumber dan waktu. Teknik analisis data yang digunakan adalah model interaktif.
76
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
akan memberikan hasil yang maksimal juga karena perencanaan merupakan penetapan tujuan. Akan tetapi, hendaknya perencanaan dilakukan secara terus-menerus untuk perbaikan-perbaikan kelanjutan. Sedangkan proses pelaksana kegiatan Zahroh (2014:98) mengatakan bahwa “input yang baik melalui proses yang sangat baik untuk menghasilkan output yang unggul/istimewa, input yang sedang melalui proses yang istimewa menghasilkan output yang baik sekali, input yang rendah melalui proses yang sangat istimewa menghasilkan output yang baik”. Dalam hal ini, peserta didik baik yang inputnya dari juara olimpiade atau peserta didik yang bukan dari juara olimpiade mendapatkan pembelajaran yang sama selama menjadi peserta didik/santri bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati. (Wawancara dengan peserta didik tanggal 26 April 2016) Namun umumnya, lembaga pendidikan selalu mengandalkan kualitas inputnya. Implikasinya, lembaga pendidikan tersebut hanya menerima peserta didik yang pandaipandai. Mestinya, ketika ada lembaga pendidikan yang mengklaim diri sebagai lembaga unggulan, lembaga tersebut harus membuktikan kepada publik mampu menjadikan anak yang asalnya lambat menjadi anak yang pandai melalu berbagai upaya terobosan strategis. Sebab, jati diri pendidikan sesungguhnya terletak pada kemampuannya mengubah kondisi peserta didik menjadi lebih baik lagi. Model pendidikan demikianlah yang seharusnya terjadi dan disebut sebagai pendidikan emansipatoris. Menurut Zahroh (2014:99) pendidikan emansipatoris yaitu suatu pendidikan yang berperan membebaskan siswa dari kebodohan, keterbelakangan, keterbelengguan, ketersesatan, dan kemiskinan. Jadi, pendidikan hadir sebagai lembaga yang mampu menolong dan memberi jalan keluhan bagi peserta didik sehingga benar-benar terjadi perubahan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa proses lebih berpengaruh dari pada input karena pelaksanaan pendidikan harus mengandalkan proses dengan menggunakan metode, pendekatan dan strategi yang mampu
HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan yang telah disusun di bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dalam proses merekrut guru bilingual masih sederhana karena belum memiliki standar kualifikasi yang seharusnya telah ditentukan oleh pihak lembaga. Di kelas bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati ini, dalam proses rekrutmen guru dilakukan dengan mengambil guru dari kelas reguler MTs Negeri Winong Pati yang memiliki kemampuan berbahasa dan mampu untuk mengajar di kelas bilingual. (Wawancara dengan Waka. Bilingual tanggal 27 April 2016). Padahal, dalam proses pelaksana kegiatan menurut Suma (2011) menyebutkan bahwa “guru yang memiliki kompetensi bahasa inggris dapat ditunjukkan dengan skor toefl >500 dan guru yang mengajar kelas bilingual berkualifikasi S2 minimal 30%”. Sedangkan proses pelaksana kegiatan yaitu guru bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati baru mencapai 26% berkualifikasi S2 dan belum mempunyai standar minimal harus memiliki sertifikat toefl > 500. (Dokumentasi pembagian tugas mengajar MTs Negeri Winong). Uhbiyati (2015) menyimpulkan “bahwa ustadz yang memenuhi syarat adalah ustadz yang berkompetensi dalam bidang keagamaan profesional, keagamaan sosial, dan mempunyai skill”. Menurut Heryati (2014:42) merencanakan adalah “persiapan untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan yang didalamnya mengandung salah satu unsur perencanaan yaitu, adanya unsur ketidakpastian dalam merumuskan perencanaan sebab tidak ada rencana yang tanpa hambatan tidak terduga”. Hal ini diperlukan perencanaan dilakukan secara terus-menerus yang memikirkan peningkatan dan perbaikanperbaikan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang. Dalam hal ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa perencanaan tidak seharusnya bersifat sederhana karena di dalam perencanaan yang disusun dengan maksimal
77
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
Pengelolaan dalam pelaksanaan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dapat disimpulkan bahwa pengelolaan diawali dengan pembentukan dan pengangkatan tim bilingual sebagai pelaksana kelas bilingual dilakukan melalui mekanisme rapat Kepala Madrasah, Dewan Guru dan komite MTs Negeri Winong Pati untuk menentukan tugas tim bilingual. Kemudian dilanjutkan koordinasi tim bilingual meliputi koordinasi vertikal oleh Kepala Madrasah dengan KEMENAG Kabupaten Pati dan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah. Koordinasi horisontal dilaksanakan oleh Waka. Bilingual, Waka. Kurikulum, Waka. Kesiswaan, Waka. Humas, Waka. Sarana prasarana, komite madrasah, MGMP, Perguruan Tinggi dengan menyelenggaarakan serangkaian workshop yang menghadirkan pakar dan akademisi dari UNNES dan Kanwil Diknas Jawa Tengah. Hasil konsultasi dan studi banding dari SMP Negeri 5 Bandung, MAN 2 Bilingual Kudus, SMA SEMESTA Semarang konsultasi ke Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah dan Kanwil Diknas provinsi Jawa Tengah yang dituangkan dalam rencana strategis (Renstra) dan Rencana Kegiatan Madrasah (RKM), khususnya dalam kaitannya dengan penyelenggaraan kelas bilingual. (Dokumentasi MTs N Winong dan Wawancara dengan Waka bilingual 27 April 2016) Disamping kegiatan rapat koordinasi, kegiatan kelas merupakan suatu proses pembiasaan yang dilaksanakan di kelas maupun di Pondok Pesantren dengan pendampingan oleh tenaga pendidik, pengasuh dan volunteer sesuai agenda yang sudah dijadwalkan. Namun selama proses penelitian, pendampingan langsung hanya dilakukan oleh tenaga pendidik dan pengasuh karena volunteer yang ditugaskan di bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati sudah mencapai masanya untuk kembali ke negaranya masing-masing.(Wawancara dengan Waka tanggal 27 April 2016 dan guru tanggal 28 April 2016). Rossell (1996) menyimpulkan bahwa “pendidikan bilingual adalah penggunaan bahasa asal untuk melatih keterbatasan anak dalam bicara bahasa inggris”. Hal ini
mempercepat pemberdayaan peserta didik secara maksimal. Program pembiasaan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati yang berada diPondok Pesantren Az-Zahrah ini memadukan konsep pesantren modern dan sistem pembelajaran diluar jam PBM sehingga sangat menopang proses kegiatan pembiasaan penguasaan kompetensi bahasa asing khususnya bahasa inggris dan bahasa arab. (Wawancara dengan Waka. Bilingual tanggal 27 April 2016) Pembelajaran pembiasaan bahasa lebih ditekankan di Pondok Pesantren Az-Zahrah dari pada di kelas bilingual karena waktunya lebih luas di pondok. (Wawancara dengan peserta didik bilingual tanggal 26 April). Program pembelajaran kelas bilingual dengan Pondok AzZahrah merupakan satu kesatuan, dimana pembelajaran di pondok menggunakan kurikulum yang terintegrasi dengan pembelajaran reguler. (Wawancara dengan Guru). Hal ini sesuai dengan penelitian Yue (2012) bahwa “peserta didik yang tinggal di asrama memiliki nilai akademik lebih bagus daripada peserta didik yang tidak tinggal di asrama”. bilingual Perencanaan pelaksanaan boarding school dapat disimpulkan bahwa perencanaan dibuat secara terpusat semua pihak dilibatkan dalam menyusun perencanaan. Hal ini disesuaikan visi dan misi bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati. Perencanaan dalam melaksanakan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati meliputi persiapan dan kelayakan SDM, administrasi pembelajaran, struktur organisasi, perekrutan guru, seleksi penerimaan peserta didik baru. Dalam perencanaan perekrutan guru belum memiliki standar kualifikasi minimal seperti guru harus memiliki sertifikat toefl minimal > 500 dan untuk meningkatkan kompetensi terhadap proses pelaksanaan kegiatan dengan kualifikasi S2 minimal 30%. Untuk dapat menunjang pelaksanaan, dibutuhkan perencanaan yang memikirkan peningkatan dan perbaikan-perbaikan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang.
78
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
menunjukkan bahwa keberadaan volunteer sebagai pendamping langsung peserta didik belum berjalan maksimal. Akibatnya, walaupun peserta didik mendapat pendampingan langsung dari pengasuh namun peserta didik tidak bisa mengaplikasikan langsung bahasa yang dimiliki dengan volunteer atau pemilik bahasa asal. Pelaksanaan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati yang diawali dari sosialisasi internal dan eksternal kepada seluruh elemen sekolah mapun luar sekolah yang terkait dengan cara langsung maupun tidak langsung dengan pengiriman proposal penyelenggaraan dan melalui mass media, brosur serta website. Kemudian dilanjutkan dengan pengadaan pelatihan kompetensi bahasa inggris bagi guru bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati bekerjasama dengan misce course Pati dan mentor dari pondok modern Gontor. Pelatihan kompetensi bahasa arab bagi guru dilaksanakan di MTs Negeri Winong yang dibimbing langsung oleh guru mata pelajaran bahasa arab. Disamping pelatihan diatas, dilaksanakan juga program peningkatan kemampuan bahasa inggris guru dengan program pendampingan oleh guru mata pelajaran bahasa inggris dan MTs Negeri Winong juga melaksanakan program micro teaching bagi guru yang telah mengikuti pelatihan bahasa inggris maupun bahasa arab. Namun, dalam proses pelaksanaannya pelatihan kompetensi guru hanya dilaksanakan mandiri dengan dibantu modul bahasa inggris dan bahasa arab yang dirancang oleh guru bahasa inggris dan bahasa arab bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati. (Wawancara dengan Waka Bilingual tanggal 27 April 2016). Hal ini dikarenakan banyaknya tugas mengajar yang memungkinkan sulit untuk melaksanakan kegiatan rutin pelatihan. Akan tetapi, dengan modul tersebut para guru sangat terbantu karena masing-masing guru memiliki satu untuk dapat dipelajari kapan saja sebagai bekal untuk mengajar kelas bilingual. (Wawancara dengan guru tanggal 26 April). Murni (1999) menyebutkan bahwa dalam “teori SDM Mc. Gregor teori motivasi X menyebutkan bahwasannya secara alamiah pekerja itu tidak
suka pekerjaan”. Namun dalam teori antisipasi (harapan) E. Lawler bahwa pekerjaan yang menjadi pilihan seseorang dalam kondisi apapun tidak lepas dari harapan-harapan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa sifat alamiah pekerja menurut teori X akan menjadi kebutuhan setiap seseorang karena pekerjaan menjadi pilihan seseorang untuk mewujudkan harapan. Sebagai peserta didik juga mendapatkan modul bahasa inggris dan bahasa arab yang digunakan sebagai acuan penghafalan kosa kata yang digunakan dalam kelas bilingual. (Wawancara dengan peserta didik tanggal 26 April 2016). Sedangkan program pendampingan yang dilakukan di kelas dan di Pondok Pesantren sangat membantu peserta didik dalam memperbanyak kosa kata sebagai bekal dalam kegiatannya sehari-hari yang wajib menggunakan bahasa inggris dan bahasa arab. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 27 April 2016 selama pelaksanaan PBM kelas bilingual, guru dan peserta didik belum mampu mengaplikasikan semua materi dengan menggunakan bahasa inggris dan bahasa arab. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwa pembelajaran bilingual lebih ditekankan pada greeting atau sekedar opening-closing dan penyampaian materi lebih banyak menggunakan bahasa indonesia. (Wawancara dengan guru Qur’an Hadits, Matematika, IPS, IPA tanggal 26-28 April 2016). Berbeda dengan mata pelajaran bahasa arab dan bahasa inggris yang semua materinya menggunakan bahasa arab dan inggris namun penyampaian maknanya tetap menggunakan bahasa indonesia karena keterbatasan bahasa yang mereka miliki. (Observasi dengan guru bahasa inggris dan bahasa arab tanggal 28 April 2016). Penggunaan bahasa inggris dan bahasa arab yang dilakukan oleh guru bahasa inggris dan bahasa arab dalam PBM sudah mencapai 50%. Akan tetapi, dengan keterbatasan bahasa yang dimiliki oleh guru dan peserta didik, para guru sabar dalam menuntun peserta didik untuk memahami isi materi. (Wawancara dengan peserta didik tanggal 26 April 2016). Rustalemwa (2010) mengemukakan bahwa “penerapan pendidikan bilingual dilaksanakan
79
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
50-50 dari beragam bahasa dengan 150 jenis bahasa etnik yang diucapkan dengan batasanbatasannya. Pada PBM maupun kegiatan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati menggunakan dua dari tiga jenis bilingual yang dikemukakan oleh Margana (2011) yaitu program bilingual transisi dan program bilingual pengayaan. Pada program bilingual transisi peserta didik mempelajari materi bidang studi (content areas) dengan menggunakan bahasa pertama terlebih dahulu. Misalnya peserta didik belajar pengetahuan sosial atau pengetahuan alam atau lainnya dalam bahasa indonesia terlebih dahulu kemudian mereka diperkenalkan atau dilatih berbahasa asing, misalnya bahasa inggris. Ketika penguasaan bahasa inggris mereka dipandang telah memadai sebagai sarana komunikasi, selanjutnya mereka belajar materi bidang studi (content areas) dengan menggunakan bahasa inggris. Dalam kelas baru ini, materi bidang studi semuanya disajikan dalam bahasa inggris. Sedangkan pada program pembelajaran bilingual pengayaan, sejumlah atau sebagian materi bidang studi diajarkan dengan maksud untuk pengayaan penguasaan pengetahuan bidang studi. Dalam hal ini, peserta didik mampu berkomunikasi bahasa inggris dan bahasa arab dengan baik karena sudah menjalani pembiasaan bahasa yang dilakukan di Pondok Pesantren dengan pendampingan tenaga pendidik dan pengasuh. (Wawancara dengan Waka. Bilingual tanggal 27 April 2016) Pelaksanaan bilingual boarding school di MTs Negeri Winong Pati dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bilingual boarding school dilakukan di kelas dan di pondok pesantren menggunakan kurikulum yang terintegrasi dengan pembelajaran reguler atau di kelas, yang berfungsi sebagai sister curiculum. Konsekuensinya, peserta didik menerima dua buku rapor yaitu rapor reguler dan rapor pondok pesantren. Dalam pelaksanaan bilingual boarding school penggunaan bahasa inggris untuk mapel umum (MTK, IPA, IPS, PKn, TIK, Bahasa inggris, Bahasa indonesia) dan bahasa arab untuk mapel agama (Qur’an Hadits, Fiqih,
Aqidah Akhlaq, SKI) dengan pelatihan kompetensi guru yang dilakukan secara mandiri menggunakan modul bahasa inggris dan bahasa arab yang telah dibuat oleh madrasah dan peserta didik juga mendapatkan modul sebagai acuan penghafalan kosa kata. Sistem pembelajaran bilingual lebih ditekankan pada greeting atau opening-closing dan mayoritas penyampaian materi menggunakan bahasa indonesia kecuali bahasa inggris dan bahasa arab. Sedangkan pendampingan dilakukan oleh guru di kelas dan pengasuh di pondok pesantren. Evaluasi dalam pelaksanaan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dilakukan secara langsung oleh waka bilingual. (Wawancara dengan Waka bilingual tanggal 27 April 2016). Evaluasi ini berbentuk peringatan untuk memperbaiki dan biasanya disampaikan dalam forum rapat sehingga dapat memberikan pelajaran bagi tenaga pendidik lainnya.(Wawancara dengan guru tanggal 26 April 2016) Dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi pelaksanaan bilingual boarding school dipandu langsung oleh Waka bilingual di dalam kelas maupun di pondok pesantren. Evaluasi yang dilakukan kepada guru dilakukan langsung melalui observasi kelas dan pondok pesantren yang hasilnya disampaikan pada forum rapat supaya dapat memberikan pelajaran bagi guru lainnya. Selain itu, Waka bilingual juga menanyakan kepada peserta didik bagaimana para guru melaksanakan proses belajar mengajar. PENUTUP Perencanaan dalam melaksanakan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dilakukan secara terpusat melibatkan semua pihak. Perbaikan secara terus-menerus dilakukan untuk menunjang proses pelaksanaan bilingual boarding school dengan menetapkan standar kualifikasi dalam merekrut guru. Pengelolaan dalam melaksanakan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dalam mempersiapkan tenaga volunteer agar
80
Nurlaily Mauludiyah dkk. / Educational Management 5 (1) (2016)
Research in The Teaching of English. Vol. 30. No. 1. Rutalemwa, Eustard. 2010. “Implementation of Bilingual Education in Tanzania: The Realities in the Schools”. Nordic Journal of African Studies. St Augustine University of Tanzania, Tanzania. 19(4): 227–249. Sukarno, & Margana. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Bilingual Di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Kependidikan. 41(1). 79-93. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Sulthon, M. & Khusnuridlo, Moh. 2006. Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global. Jember: Laksbang. Suma, Ketut. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Bilingual Previe Review Berbasis Inkuiri. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran, Jilid 44. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Uhbiyati, Nur. 2015. A competency-based model of the human resource development management of ustadz at salaf boarding school. International Journal of Educational Management, Vol. 29 Iss 5 pp. 695 – 708. Yue, Ai, Yaojiang Shi, Fang Chang, Chu Yang, & Huan Wang. 2012. "Dormitory management and boarding students in China's rural elementary schools", International Journal of China, Vol. 1 (5):1-44. Zahroh, Aminatul. 2014. Total Quality Management: Teori & Praktik Manajemen untuk Mendongkrak Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
tidak terjadi kekosongan volunteer selama proses pendampingan peserta didik. Pelaksanaan dalam melaksanakan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dalam meningkatkan pelaksanaan program pelatihan bagi guru agar PBM tidak hanya pada greeting. Evaluasi dalam melaksanakan bilingual boarding school MTs Negeri Winong Pati dilakukan secara terbuka untuk perbaikanperbaikan keberlanjutan. DAFTAR PUSTAKA Aristasari, Tiara Dwi, Kusmintarjo & Mustiningsih. 2013. Manajemen Bilingual Kelas. Jurnal Manajemen Pendidikan. 24(1). 77-83. Malang: Universitas Negeri Malang. Arnyana, I. B. Putu. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Bilingual Preview-Review Dipandu Strategi STAD dalam Pembelajaran Sains di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No 2 TH.XXXXI. Heryati, Yeti dan Mumuh Muhsin. 2014. “Manajemen Sumber Daya Pendidikan”. Bandung: Pustaka Setia. Hartono, Bambang. 2013. “Manajemen Boarding School Dalam Pengembangan Pendidikan Karakter Siswa SMA di SMA Daaru Ulil Albaab Kedungkelor Warurejo Tegal”. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes. Murni, Abdul Hamid. 1999. SDM yang Produktif. Jakarta: Gema Insani Press. Rossell, Christine H. 1996.“The Educational Effectiveness of Bilingual Education”.
81