2.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI ROV Secara umum, wahana bawah air dibedakan menjadi dua kategori yaitu
wahana berawak (Manned Underwater Vehicle) dan wahana tidak berawak (Unmanned Underwater Vehicle – UUV). Remotely Operated Vehicle (ROV) adalah robot bawah air yang dapat bermanuver secara tinggi, dioperasikan oleh seseorang di atas kapal. ROV dihubungkan dengan kabel yang membawa sinyal elektrik secara bolak balik antara operator dan wahana ini. Di dalam ROV biasanya terdapat Charge Coupled Device (CCD) dan lampu pencahayaan. Beberapa instrumen dapat ditambahkan untuk menambahkan kemampuan ROV seperti manipulator, water sampler, dan Conductivity, Temperature and Depth (CTD) (NOAA, 2010). ROV adalah wahana bawah air yang bertenaga listrik dan dikontrol melalui pusat, dapat bermanuver sesuai perintah manusia dengan pendorong (thruster) hidrolik atau elektrik (Hoong, 2010). Definisi lain disampaikan oleh Christ dan Wernli (2007) dimana ROV adalah kamera yang dipasang dalam wadah tahan air, dengan pendorong untuk bermanuver, yang melekat pada kabel ke permukaan dimana sinyal video yang dikirim. Sebuah ROV menerima energi dan informasi perubahan dengan panel kontrol yang terletak di permukaan melalui kabel pusat. Dari panel kontrol, operator dapat merencanakan pekerjaan atau menggunakan satu joystick untuk manuver wahana secara langsung (Gambar 1).
3
4
Gambar 1. Komponen dasar sistem ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
2.2
KLASIFIKASI ROV Ada beberapa jenis ROV yang telah dikembangkan di dunia (Gambar 2).
Beberapa ahli telah mengklasifikasikan ROV menjadi beberapa kelompok. Christ dan Wernli (2007) mengklasifikasikan sistem ROV menjadi tiga kategori dasar yaitu: a.
Observation class (Kelas observasi). ROV kelas observasi didesain secara
khusus untuk penggunaan yang ringan dengan sistem propulsi untuk membawa paket kamera dan sensor ke tempat yang dapat diambil gambar atau data yang berguna. ROV kelas observasi yang terbaru memiliki kemampuan yang lebih dari hanya sekedar melihat. Penambahan peralatan dan instrumen di dalam ROV memungkinkan wahana ini untuk melakukan kegiatan sebagai wahana bawah air yang memiliki fungsi penuh. b.
Work class (Kelas pekerja). Sistem ROV ini secara umum memiliki
bingkai yang besar (ukuran dalam meter) dengan multifungsi manipulator, propulsi hidrolik, dan peralatan berat yang digunakan untuk proyek konstruksi bawah air. c.
Special use (Fungsi Khusus). Sistem ROV ini menggambarkan wahana
bawah air yang didesain untuk tujuan khusus. Contoh wahana ini adalah ROV
5 yang digunakan untuk membenamkan kabel di dasar laut. ROV didesain untuk mengeruk dasar laut agar dapat membenamkan kabel telekomunikasi.
Gambar 2. Berbagai jenis ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007) Norsok Standard (2003) mengklasifikasikan ROV menjadi: a.
Kelas I – Murni Observasi
Wahana murni observasi secara fisik dibatasi oleh obervasi video. Secara umum wahana berukuran kecil yang hanya dilengkapi dengan kamera video, cahaya dan pendorong (thruster). Wahana tidak dapat melakukan pekerjaan yang lain tanpa adanya modifikasi yang cukup. b.
Kelas II – Observasi dengan opsi adanya muatan (payload)
Wahana mampu untuk membawa sensor tambahan seperti kamera berwarna, sistem pengukuran untuk perlindungan katodik, kamera video tambahan, dan sistem sonar. Wahana Kelas II mampu beroperasi tanpa kehilangan fungsi utamanya sambil membawa setidaknya dua sensor tambahan. c.
Kelas III – tipe pekerja (work class)
Wahana berukuran besar yang mampu untuk membawa sensor tambahan dan/atau manipulator. Wahana Kelas III biasanya memiliki kemampuan ganda yang memungkinkan sensor tambahan dan peralatan beroperasi bersamaan tanpa
6 menganggu kinerja sistem pusat. Wahana ini lebih besar dan lebih kuat dibandingkan Kelas I dan Kelas II. Kelas III A – Kekuatan Wahana Tipe Pekerja kurang dari 100 hp (horse power). Kelas III B – Kekuatan Wahana Tipe Pekerja antara 100 hp dan 150 hp. Kelas III C – Kekuatan Wahana Tipe Pekerja lebih dari 150 hp. d.
Kelas IV – Seabed-working Vehicle
Wahana bekerja di dasar laut dengan menggunakan roda atau sistem sabuk traksi yang digerakkan oleh pendorong baling-baling atau kekuatan jet air, atau kombinasi keduanya. Secara khusus, Wahana Kelas IV lebih besar dan berat dibandingkan Wahana Kelas III dan dikonfigurasikan untuk pekerjaan dengan tujuan khusus. pekerjaan tersebut biasanya mencakup penggalian pipa dan kabel, penggalian, pengerukan dan pekerjaan konstruksi bawah laut yang dioperasikan dari jarak jauh. e.
Kelas V – Prototipe atau wahana yang dalam pengembangan
Wahana di kelas ini termasuk yang sedang dikembangkan dan yang dianggap sebagai prototipe. Wahana dengan tujuan khusus yang tidak sesuai dengan salah satu dari kelas yang di atas juga dimasukkan ke dalam kelas V. Selain kedua pengklasifikasian di atas, ROV juga diklasifikasikan berdasarkan ukurannya yakni (EVS-380, 2007) a.
Work Class ROV. ROV berukuran sangat besar dan dioperasikan oleh
kru. Pra kru terdiri dari pilot, supervisor, dan dalam beberapa kasus co-pilot. Umumnya para anggota berpengalaman dengan pengetahuan luas dalam elektronik, mekanik, dan hidrolik. Work Class ROV digunakan untuk operasi laut dalam, penguburan kabel, perbaikan dan pemulihan objek yang besar. ROV ini
7 diangkat dari dan ke dalam air menggunakan derek. ROV merupakan alat penting di dunia yang membuat pekerjaan bawah air berkurang tantangannya. b.
Kelas Observasi atau General ROV. ROV ini memiliki ukuran yang lebih
kecil tapi dapat melakukan tugas-tugas di bawah air, khususnya di daerah yang tidak dapat dilalui oleh Work Class ROV. Tugas-tugas ini meliputi inspeksi pipa, operasi pencarian dan penyelamatan, inspeksi kapal, pencarian harta karun, inspeksi pelabuhan, dan lain-lain. Dalam banyak kasus, ROV ini dapat digunakan dan dikendalikan oleh hanya beberapa orang. Hal ini dapat membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih murah. c.
Mini dan mikro ROV. ROV ini sangat kecil dalam ukuran dan berat. Saat
ini, Mini ROV biasanya memiliki berat sekitar 15 kg dan mikro ROV dapat mencapai berat kurang dari 3 kg. Pada dasarnya satu orang bisa membawa sistem ROV yang lengkap pada sebuah perahu kecil, menyebarkan dan mengoperasikannya tanpa masalah. Wahana ini sangat berguna dalam banyak aplikasi. ROV ini harganya lumayan terjangkau dan dapat menjadi alternatif yang bagus untuk penyelam.
2.3
SEJARAH ROV ROV pertama kali dibuat pada tahun 1953 oleh Dimitri Rebikoff dengan
nama POODLE. Angkatan laut AS mengambil langkah nyata pertama untuk membuat sistem operasi ROV. Angkatan Laut AS membuat ROV dengan nama Cable-Controlled Underwater Research Vehicle (CURV). Wahana ini dibuat untuk mengambil bom dan torpedo yang hilang di dasar laut. Kemudian Angkatan Laut AS membuat Pontoon Implacement Vehicle (PIV) dan SNOOPY. SNOOPY merupakan wahana pertama yang dapat dibawa kemana-mana. Pada
8 tahun 1974, lebih dari 20 ROV diciptakan. Pada tahun itu dapat dikatakan perkembangan ROV telah mencapai tahap pendewasaan. Setelah itu, perkembangan ROV semakin pesat. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan industri lepas pantai. Kebutuhan akan keselamatan kerja menyebabkan perusahaan menggantikan fungsi penyelam dengan menggunakan ROV. Pada tahun 1990-an, diperkirakan ada lebih dari 100 perusahaan pembuat ROV, dan lebih dari 100 operator menggunakan 3000 macam ROV yang berbeda ukuran dan kemampuannya (Christ dan Wernli, 2007).
2.4 2.4.1
KONSTRUKSI ROV Rangka Rangka yang digunakan dalam ROV dapat berasal dari beberapa bahan
seperti besi, aluminium, PVC, dan Polimetil Metakrilik. Ukuran rangka ROV sangat bergantung dari beberapa kriteria berikut : (Christ dan Wernli, 2007) i.
Berat total ROV di udara,
ii.
Volume komponen di dalam ROV,
iii.
Volume sensor dan instrumen,
iv.
Volume daya apung,
v.
Kriteria beban bantalan poros dari rangka. Mini ROV yang akan dibuat menggunakan pipa PVC dan pipa besi. Pipa
PVC digunakan karena memiliki kelebihan yakni sulit rusak, tahan lama, tidak berkarat, membusuk, dapat digunakan setiap waktu, dan awet (Kietzman, 2011). Pipa besi digunakan karena dapat menambah daya berat ROV yang digunakan untuk mengimbangi daya apung yang dihasilkan oleh pipa PVC.
9
2.4.2
Motor pendorong/ thruster Jenis motor dapat dibedakan menjadi dua yakni motor AC dan motor DC.
Sejauh ini, ROV menggunakan motor DC karena kekuatan, ketersediaan, keragaman, kehandalan, dan kemudahan antarmuka (interface). Bagaimanapun juga motor DC memiliki kesulitan dalam desain dan karakteristik operasionalnya. Faktor-faktor ini membuatnya jauh dari sempurna untuk aplikasi ini meliputi: •
Kecepatan optimum motor jauh lebih tinggi dari kecepatan rotasi balingbaling in-water normal sehingga perlu diberikan gigi untuk memperoleh kecepatan efisien operasi.
•
Motor DC menyerap arus yang banyak.
•
Motor DC membutuhkan skema kontrol Pulse Width Modulation (PWM) motor yang rumit untuk mendapatkan operasi yang tepat. (Christ dan Wernli, 2007) Motor DC biasa digunakan karena memiliki kecepatan dan torsi yang
bagus serta mudah dikontrol arah putaran dan kecepatannya (Delta Electronic, 2007). Motor DC memiliki 2 pin input yaitu tegangan dan ground (Gambar 3). Pembalikan arah putaran motor DC dapat dilakukan dengan membalikkan masukan tegangan dan ground.
Gambar 3. Konfigurasi motor DC (Sumber: Delta Electronic, 2007) Bilge pump merupakan salah satu jenis pompa yang menggunakan motor DC untuk menggerakkan pompa ini. Bilge pump biasa digunakan di dalam kapal
10 atau perahu untuk menyedot air yang ada di lambung kapal. Bilge pump (Gambar 4) dioperasikan pada tegangan 12 VDC dengan arus yang sesuai dengan tipe dari bilge pump itu sendiri. Mini ROV yang akan dibuat menggunakan motor DC pada bilge pump ini sebagai penggerak ROV karena motor ini sudah kedap air.
Gambar 4. Bilge pump Penempatan motor dapat mempengaruhi stabilitas ROV. Pada ROV, stabilitas diperlukan agar ROV mudah dikendalikan. Penempatan motor yang baik dapat dilihat pada Gambar 5.
Kurang stabil
kamera
T h r u s t e r
Lebih stabil Paling stabil
Kurang stabil
Lebih stabil
Gambar 5. Penempatan motor dan stabilitasnya (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
2.4.3
Daya apung Daya apung suatu benda dirumuskan dalam hukum archimedes.
Berdasarkan hukum archimedes, setiap benda yang tercelup sebagian atau
11 seluruhnya dalam fluida akan terangkat ke atas oleh gaya yang sama dengan berat dari fluida yang dipindahkan (Gambar 6). Persamaannya ditulis sebagai berikut: . . ……… (1) Dimana :
ρ
= massa jenis zat cair (kg/m3)
V
= volume benda yang tercelup ke dalam air (m3)
G = percepatan gravitasi (m/detik2) Fa = gaya ke atas (N) Resultan semua gaya berat pada fluida yang dipindahkan berada di tengah badan dan dikenal dengan istilah “Center of Gravity” (CG). CG merupakan jumlah dari semua gaya berat yang bekerja pada badan akibat gravitasi bumi. Resultan gaya apung berlawanan dengan tarikan gravitasi. Resultan ini mengarah ke atas melalui CG dan dinamakan “Center of Buoyancy” (CB) (Gambar 7)
Fluida yang dipindahkan
tekanan
berat
(Christ dan Wernli, 2007).
Gambar 6. Kesetimbangan hidrostatik ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
Gambar 7. CG dan CB pada ROV (Sumber: Christ dan Wernli, 2007)
12
2.4.4
Kamera Kamera merupakan bagian yang penting dalam sebuah ROV. Kamera
dapat dianggap sebagai “mata” ROV. Setiap ROV menggunakan kamera ataupun video kamera untuk navigasi maupun untuk memotret benda yang ada di dalam air. Saat ini, sebagian besar sistem ROV yang berukuran kecil menggunakan perangkat kamera charge-coupled device (CCD) yang harganya murah (Gambar 8). Sistem kamera ini terpasang pada papan sirkuit kecil dan menghasilkan sinyal video yang ditransmisikan melalui kabel ke piranti penangkap video (Christ dan Wernli, 2007).
Gambar 8. Kamera CCD (Sumber: Toko Komputer, 2009)
2.4.5
Baling-baling Baling-baling berfungsi sebagai penggerak ROV. Putaran baling-baling
akan membuat aliran fluida mendorong ROV. Arah putaran baling-baling juga akan mempengaruhi aliran fluida. Baling-baling didesain untuk bergerak dan mengarahkan fluida berlawanan dengan arah gerak (Christ dan Wernli, 2007). Baling-baling biasanya didesain dengan geometri kompleks yang berubah sepanjang radius bilahnya. Geometri kompleks ini dapat diurai dalam bagianbagian yang lebih kecil dimulai dari pangkal hingga ujung dari baling-balingnya. Setiap bagian dapat diubah untuk mengoptimalkan daya angkat yang dibutuhkan pada bagian yang ditambahkan. Diagram interaksi gaya dapat membantu
13 memahami dasar dari bagian baling-baling ini. Dasar gaya vektor dan sudutnya dapat dilihat pada Gambar 9 (Schultz, 2009).
Gambar 9. Ilustrasi gaya dan kecepatan vektor (Sumber: Schultz, 2009) Pada Gambar 9, Ω merupakan frekuensi rotasi dan r adalah jarak radial dari bagian tengah pusat baling-baling, Ωr merupakan vektor kecepatan sudut, Va merupakan vektor kecepatan depan (forward velocity vector), V merupakan vektor kecepatan baling-baling (jumlah vektor Ωr dan Va). dQ merupakan perubahan torsi dan dT merupakan perubahan daya dorong (Schultz, 2009).
2.4.6
Catu daya Sumber tenaga ROV dapat menggunakan tegangan AC maupun DC.
Tegangan AC memiliki kemampuan mentransmisikan energi lebih jauh dibandingkan DC. Tegangan DC memiliki kelebihan dalam biaya yang murah dan berat komponen kabel. Tegangan DC memiliki inductance noise yang kecil sehingga tidak perlu memberikan pelindung kabel lagi. Tidak seperti tegangan AC yang harus diberikan pelindung kabel agar rangkaian tetap aman (Christ dan Wernli, 2007). Penggunaan sumber tegangan disesuaikan dengan keinginan pembuat. Banyak faktor yang harus dipikirkan dalam memilih jenis dan besarnya tegangan yang akan digunakan. Beberapa operator lebih menyukai untuk menggunakan
14 inverter agar dapat menggunakan tegangan AC. Beberapa sistem ROV yang lebih kecil hanya menggunakan tegangan DC sebagai sumber tenaga mereka. Pada intinya, tujuan catu daya adalah mengirimkan tenaga untuk menggerakkan thruster saat beroperasi (Christ dan Wernli, 2007).
2.4.7
Tether/ kabel Tether adalah suatu kumpulan kabel yang dapat mengalirkan dan memuat
daya listrik, video, maupun sinyal data untuk komunikasi antara operator dan wahana bawah air. Biasanya kabel terbuat dari tembaga atau fiber optik (EVS380, 2007). Tether menjadi sangat penting dalam ROV dan menjadi kunci kesuksesan pengembangan ROV. Tether digunakan karena gelombang Frekuensi Radio (RF) tidak dapat digunakan dalam air. Gelombang RF hanya dapat melakukan penetrasi beberapa panjang gelombang saja di dalam air dikarenakan atenuasinya yang sangat tinggi. Selain itu, penggunaan tether menjadi pilihan saat ini karena penggunaan transmisi hidroakustik tidak memadai. Transmisi hidroakustik terbatas pada 100 kilobyte tiap detik. Hal ini sangat tidak cukup untuk membawa data video resolusi tinggi. Oleh karena itu, penggunaan tether menjadi mutlak pada ROV agar dapat bekerja secara penuh (Christ dan Wernli, 2007).
2.4.8
Pencahayaan Pencahayaan sangat diperlukan oleh ROV untuk membantu pengamatan di
dalam air. Seperti diketahui bahwa di dalam air cahaya semakin redup karena adanya penghamburan dan penyerapan. Kedua hal ini yang mempengaruhi kejernihan air. Selain itu, pencahayaan diperlukan untuk memperlihatkan warna
15 asli dari suatu objek. Di dalam air, warna merah terserap pada kedalaman beberapa cm saja. Lampu yang digunakan merupakan jenis LED (Light Emitting Diode). LED merupakan semikonduktor yang memancarkan spektrum cahaya inkoheren dekat ketika secara elektrik dipasang pada arah maju. Efek ini merupakan bentuk dari elektroluminesen. Warna yang dipancarkan tergantung dari komposisi kimia dari material semikonduktor yang digunakan. Warnanya dapat berupa ultraviolet dekat, cahaya tampak, atau infra merah. Teknologi LED sangat berguna untuk pencahayaan bawah air karena konsumsi tenaga rendah, pembangkitan panas rendah, dapat dikontrol hidup/mati secara cepat, warna tetap selama masa hidup LED, jangka pemakaian panjang, dan biaya pembuatan murah (Christ dan Wernli, 2007).
2.4.9
Mikrokontroler Mikrokontroler ATmega32A (Gambar 10) merupakan salah satu produk
Atmel dan termasuk generasi AVR (Alf and Vegard’s Risc processor). ATmega32A memiliki bagian sebagai berikut (Atmel, 2011) : 1)
Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.
2)
ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.
3)
CPU yang terdiri dari 32 buah register.
4)
Internal SRAM sebesar 2 Kilobyte.
5)
Memori Flash sebesar 32 kb dengan kemampuan Read While Write.
6)
Unit interupsi internal dan eksternal.
7)
Port antarmuka SPI.
8)
EEPROM sebesar 102 byte yang dapat diprogram saat operasi.
16 9)
Antarmuka komparator analog.
10)
Port USART (Universal Synchronous and Asynchronous serial Receiver and Transmitter) untuk komunikasi serial.
Gambar 10. Konfigurasi pin pada mikrokontroler ATmega32A (Sumber: Atmel, 2011)
2.4.10
EMS 2A Dual H-Bridge Embedded Module Series (EMS) 2A Dual H-Bridge (Gambar 11)
merupakan driver H-Bridge yang didesain untuk menghasilkan drive 2 arah dengan arus kontinu hingga 2 Ampere pada tegangan 4,8 Volt hingga 46 Volt. Tiap H-Bridge dilengkapi dengan sensor arus beban yang dapat digunakan sebagai umpan balik ke pengendali. Modul ini dapat menggerakkan beban-beban induktif seperti relay, solenoida, motor DC, motor stepper, dan berbagai macam beban lainnya. Spesifikasi modul ini adalah sebagai berikut (Innovative Electronics, 2009a) : •
Terdiri dari 2 driver H-Bridge yang dapat diparalel.
•
Input kompatibel dengan level tegangan TTL dan CMOS.
17 •
Jalur catu daya input (VCC) terpisah dari jalur catu daya untuk beban (V motor).
•
Output tri-state.
•
Dilengkapi dengan dioda eksternal untuk pengaman beban induktif.
•
Dilengkapi dengan sensor beban untuk tiap H-Bridge.
Gambar 11. EMS 2A Dual H-Bridge (Sumber: Innovative Electronics, 2011a)
Gambar 12. Bentuk fisik dan konfigurasi kaki L298N (Sumber: STMicroelectronics, 2000) EMS 2A Dual H-Bridge menggunakan IC (Intergrated Circuit) L298N sebagai driver motor. L298N akan secara otomatis mengubah arah gerak motor sesuai dengan perintah yang diterimanya. IC L298N memiliki 15 kaki yang memiliki fungsi seperti pada Gambar 12. Modul EMS 2A Dual H-Bridge juga dilengkapi dengan komponen ESC2B yang berfungsi sebagai dioda penyearah.
18
2.4.11
EMS 5A H-BRIDGE EMS 5A H-Bridge (Gambar 13) merupakan driver H-Bridge yang
didesain untuk menghasilkan drive 2 arah dengan arus kontinu hingga 5 Ampere pada tegangan 5 Volt hingga 40 Volt. Modul ini memiliki kemampuan yang mirip dengan EMS 2A Dual H-Bridge dan adanya tambahan kemampuan pada arus yang dapat dialirkan lebih besar. Perbedaan modul ini dengan EMS 2A Dual H-Bridge adalah pada kemampuan menggerakkan beban. EMS 5A H-Bridge hanya dapat menggerakkan 1 beban, sedangkan EMS 2A Dual H-Bridge dapat menggerakkan 2 beban sekaligus. Spesifikasi EMS 5A H-Bridge yang berbeda dengan EMS 2A Dual H-Bridge adalah (Innovative Electronics, 2009b) : •
Frekuensi PWM sampai dengan 10 kHz,
•
Active current limiting,
•
Proteksi hubungan singkat,
•
Proteksi overtemperature,
•
UnderVoltage shutdown.
Gambar 13. EMS 5A H-Bridge (Sumber: Innovative Electronic,2011b) Modul ini menggunakan IC MC33887VW (Gambar 14) sebagai HBridge (saklar otomatis). Kemampuan EMS 5A H-Bridge didasarkan pada kemampuan IC MC33887VW. GI821 (Gambar 15) digunakan sebagai fast
19 switching rectifier agar modul EMS5A H-Bridge dapat melakukan switching secara cepat.
Gambar 14.IC MC33887VW (Sumber: Freescale Semiconductor, 2005)
Gambar 15. Switching rectifier GI821 (Sumber: Vishay Intertechnology Inc, 2005)
2.4.12
Kompas Digital CMPS10 Kompas digital CMPS10 (Gambar 16) merupakan salah satu produk yang
dihasilkan Devantech Ltd. CMPS10 biasa digunakan dalam aplikasi robot untuk sistem navigasi. CMPS10 menggunakan 3-axis magnetometer dan 3-axis accelerometer untuk mengetahui derajat posisi dan derajat kemiringan. CMPS10 menghasilkan nilai digital yang merepresentasikan derajat arah mata angin dengan arah utara bernilai 0°. CMPS10 menghasilkan nilai 0-3599 untuk merepresentasikan derajat 0-359.9 atau 0-255 untuk 0-360 derajat. Selain mendapatkan nilai arah, CMPS10 juga dapat memberikan nilai derajat dari pitch dan roll. Kelebihan yang dimiliki oleh CMPS10 adalah adanya pilihan untuk mengetahui nilai accelerometer dan magnetometer. Nilai yang keluar merupakan nilai kasar (raw) dari sensor (Robot-electronics, 2011a).
20
UTARA
Gambar 16. Konfigurasi pin CMPS10 (Sumber: Robot-electronics, 2011a)
Gambar 17. Konfigurasi pin LSM303DLH (Sumber: STMicroelectronics, 2009) CMPS10 menggunakan IC LSM303DLH (Gambar 17). IC ini merupakan produk dari STMicroelectronics. IC ini adalah modul sensor 3-axis accelerometer dan 3-axis magnetometer. Sensor ini dapat mendeteksi percepatan ±2 g/ ± 4 g/ ± 8 g dan mendeteksi magnetic field dari ±1,3/ ±1,9/ ±2,5/ ±4,0/ ±4,7/ ±5,6/ ±8,1 gauss dimana pengaturannya ditentukan oleh pemakai. Komunikasi yang digunakan oleh sensor CMPS10 adalah komunikasi I2C (inter integrated circuit) pada mode standar (100 kHz) dan mode cepat (400 kHz) (STMicroelectronics, 2009). Data keluaran dari sensor menjadi input bagi CMPS10 untuk mendapatkan nilai derajat sebenarnya. Nilai derajat digunakan untuk mengetahui nilai arah (heading), pitch, dan roll.
21 Modul kompas digital hanya membutuhkan tegangan sebesar 5 Volt dengan arus 25 mA. Ada tiga cara untuk memperoleh informasi arah dari modul kompas digital yaitu pembacaan sinyal PWM (Pulse Width Modulation), pembacaan data interface I2C, dan penggunaan komunikasi serial (Robotelectronics, 2011b). Pembacaan data arah dengan I2C dilakukan dengan membaca bentuk data serial. Pada mode 8 bit, arah utara ditunjukkan dengan data 0 atau 255. Apabila modul kompas menggunakan mode 8 bit berarti kompas memiliki resolusi 1,40625 derajat/bit. Pada mode 16 bit, resolusi yang dimiliki oleh modul kompas semakin bagus yaitu 0,1 derajat (Robot-electronics, 2011b). Pembacaan data dilakukan dengan I2C communication protocol (Gambar 18).
Gambar 18. I2C communication protocol (Sumber:Robot-electronics, 2011c) I2C communication protocol dimulai dengan mengirimkan start bit, penulisan alamat modul digital compass dengan read/write low (0xC0), kemudian nomor register yang akan dibaca. Selanjutnya diikuti dengan start bit lagi dan penulisan alamat modul digital compass dengan read/write high (0xC1). Pengguna dapat memilih mode register yang digunakan yaitu mode pembacaan satu register atau dua register (8 bit atau 16 bit). Pada register 16 bit, yang pertama kali dibaca adalah high byte (Robot-electronics, 2011b). CMPS10 memiliki 23 register sesuai Tabel 1.
22
R CM MPS10 Tabel 1. Register
Sumber: Robot-electr R ronics (2011b) Reegister 0 adaalah Softwarre revision number. Register R 1 addalah data arrah yang diubah dalam nilai n 0-255. Register 2 dan 3 akan menyimpann data arah 16 bit dengann nilai 0-35999. Hal ini menunjukk kan arah 0-3359.9°. Regiister 4 adalaah nilai derajat dari pitchh. Register 5 digunakaan untuk meengetahui niilai derajat roll. r m n data kasarr Register 6 hingga 9 tiidak digunaakan. Regisster 10-21 menyediakan (raw) senssor acceleroometer dan magnetome m eter. Registeer 22 digunnakan sebagaai register peerintah dan biasanya diigunakan un ntuk mengkalibrasi kom mpas (Robo otelectronics, 2011b).
2.4.13
Dasar Eleektronik Kompas K Keekuatan meddan magnet bumi berkiisar antara 0,5 0 hingga 00,6 gauss daan
memiliki komponen k y yang sejajarr dengan peermukaan buumi yang seelalu mengaarah pada kutubb utara maggnet. Pada bagian b utaraa bumi, meddan magnet mengarah ke k bawah. Paada ekuatorr, medan maagnet mengaarah horizontal. Pada bbagian selattan bumi, meddan ini menngarah ke ataas. Sudut yang y terbenttuk antara uutara magnet
23 bumi dan utara geografis dinamakan dengan sudut inklinasi. Sudut lain antara utara magnet bumi dengan utara geografis didefinisikan sebagai sudut deklinasi dengan rentang ± 20° tergantung lokasi geografisnya. Tilt compensated electronic compass system memerlukan sebuah sensor magnet 3 axis dan sensor accelerometer 3 axis (STMicroelectronics, 2010). Accelerometer digunakan untuk mengukur sudut kemiringan dari pitch dan roll untuk tilt compensation. Sensor magnet digunakan untuk mengukur medan magnet bumi dan kemudian untuk menentukan sudut heading yang mengarah ke utara magnet. Jikalau heading yang mengarah pada utara geografis diperlukan, sudut deklinasi pada lokasi geografis tersebut perlu dikompensasi ke magnetic heading. Gambar 19 memperlihatkan 6 degree of freedom pada sebuah alat. Xb/ Yb/ Zb merupakan forward (maju)/ right (kanan)/ down (turun) berdasarkan kaidah tangan kanan. Tiga sudut sikap (attitude) direferensikan dari bidang datar lokal dimana tegak lurus dengan gravitasi bumi.
Surge/Heading Sway
Roll
Pitch
Heave Yaw
Gambar 19. 6 Degree of freedom (Sumber: Luque dan Donha, 2008)
24
Heading (Ψ) didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk antara sumbu Xb dengan utara magnet pada bidang datar yang diukur searah jarum jam ketika melihat alat dari atas (STMicroelectronics, 2010). Pitch (ρ) didefinisikan dari sudut antara Xb axis dan bidang datar (STMicroelectronics, 2010). Jikalau kita mengasumsikan bahwa resolusi sudut pitch adalah 0,1°, maka sudutnya akan bergerak dari 0° – +179,9° ketika berputar pada sumbu Yb dengan axis Xb bergerak ke atas dari permukaan datar dan tetap berputar dari posisi 90° kembali ke permukaan datar. Sudut pitch akan bergerak dari 0° – -180° ketika Xb berputar ke bawah pada sumbu Yb dari permukaan datar dan tetap bergerak dari posisi vertikal (-90°) kembali lagi ke permukaan datar. Contohnya berada pada Gambar 20.
Gambar 20. Gerakan pitch (Sumber: STMicroelectronics, 2010) Roll (γ) merupakan sudut yang dibentuk dari sumbu Yb dengan bidang datar (STMicroelectronics, 2010). Ketika alat diputar pada sumbu Xb dengan Yb bergerak ke bawah, nilai roll akan berubah positif dan semakin bertambah nilainya. Contohnya ada pada Gambar 21.
25
Roll = -90°
Roll = -150°
Xb
Roll = +30°
Roll = -180°
Yb Roll = 0°
Roll = Roll = +150°
Roll = +30° Roll = +90°
Gambar 21. Gerakan roll (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
2.4.14
Sistem Kompas Elektronik Gambar 22 memperlihatkan diagram blok tentang sistem kompas
elektronik. Mikrokontroler digunakan untuk mengumpulkan data kasar (raw) 3axis accelerometer untuk kalkulasi pitch dan roll dan mengumpulkan data kasar 3axis magnetic sensor untuk kalkulasi heading. Prosedur berikut digunakan untuk membangun sistem kompas elektronik agar bisa bekerja. •
Desain hardware untuk memastikan mikrokontroler mendapatkan data kasar yang bersih dari accelerometer dan sensor magnetik.
•
Kalibrasi accelerometer untuk mendapatkan parameter yang digunakan untuk merubah data kasar accelerometer menjadi nilai yang sudah dinormalisasi untuk kalkulasi pitch dan roll.
•
Kalibrasi sensor magnetik untuk mendapatkan parameter yang digunakan untuk merubah data kasar sensor magnetik menjadi nilai yang sudah dinormalisasi untuk kalkulasi heading.
•
Tes kemampuan sistem kompas elektronik.
26
Gambar 22. Diaggram blok siistem kompas elektroniik (STM Microelectro onics, 2010)) Akurasi daari heading, pitch, dan roll dapat dilihat d padaa tabel berikkut: Tabel 2. Akurasi A darii heading, pitch dan rolll
Sumber: STMicroelec S ctronics (20010)
Kalkulasii pitch dan roll
2.4.15
Xbb, Yb, Zb merupakan m suumbu badan n alat (devicce body axees) dengan menggunaakan kaidahh tangan kannan (Gamba ar 23). XA,,M, YA,M, ZAA,M adalah sumbu penngindera (seensing axes) dari accelerometer daan sensor m magnetik. Peerlu menjadi caatatan bahw wa tanda YM dan ZM daari pengukurran sensor pperlu dibalik k untuk mem mbuat sumbbu pengindeera memilik ki arah yang sama sesuaai dengan su umbu badan alatt. Ax, Ay, Az adaalah pengukkuran data kasar k acceleerometer. Mx, My, Mz adalah penngukuran daata kasar sensor magneetik. Tabel 3 memperliihatkan defiinisi tanda dari pengukurann baku senssor pada 6 posisi p tetap. Sebagai coontoh pada Gambar 23, 2 Xb dan Yb pada poosisi datar, Zb Z mengaraah ke bawahh. Oleh kareena itu, Ax=Ay=0 dan Az=+1g. = Mx dan d My bisa bernilai positif dan ataau negatif,
27 sedangkan Mz bernilai positif jika lokasinya berada pada belahan bumi bagian utara.
Gambar 23. Sistem koordinat kompas elektronik (Sumber: STMicroelectronics, 2010) Tabel 3. Definisi tanda pengukuran baku sensor LSM303DLH
Sumber: STMicroelectronics (2010) Beberapa prosedur rotasi dilakukan untuk merotasi alat tersebut dari posisi Xb, Yb, dan Zb menuju posisi X’b, Y’b, dan Z’b. Perbedaan prosedur rotasi akan menghasilkan matriks rotasi yang berbeda. Pertama, alat diputar pada sudut tertentu (Ψ) di sumbu Z searah jarum jam. Kemudian alat diputar pada sudut tertentu (ρ) di sumbu Y dengan Xb bergerak ke atas. Langkah terakhir, alat diputar pada sudut γ di sumbu X dengan Yb bergerak ke bawah. Sumbu 3D alat berubah dari Xb, Yb, dan Zb menjadi X’b, Y’b, dan Z’b (Gambar 24).
28
Gambar 24. Prosedur rotasi (Sumber: STMicroelectronics, 2010) Matriks tiap rotasi di atas dapat disusun sebagai berikut
Ψ
cos Ψ sin Ψ 0 cos 0 sin 1 0 0
sin Ψ 0 cos Ψ 0 0 1 0 1 0
sin 0 cos
0 cos sin
0 sin cos
....................... (2)
Hubungan antara X’b, Y’b, Z’b dan Xb,Yb, Zb ialah ′ ′ ′
cos cos Ψ cos sin Ψ cos Ψ sin sin sin sin Ψ cos Ψ sin cos
Ψ
.............................. (3)
cos sin Ψ sin cos cos Ψ sin sin sin Ψ cos sin sin cos Ψ sin cos sin Ψ cos cos
Pada bidang datar, Xb = Yb = 0, Zb = +1g. Pada X’b/ Y’b/ Z’b, pengukuran data kasar accelerometer LSM303DLH adalah Ax, Ay, Az dimana bernilai signed integer. Ax1, Ay1, Az1 diasumsikan sebagai nilai yang dinormalisasikan setelah memasukkan parameter kalibrasi accelerometer ke dalam Ax, Ay, dan Az. Jadi Ax1, Ay1, Az1 menjadi nilai floating kurang dari 1 pada pengertian g (gravitasi bumi), dan akar kuadrat dari jumlah kuadrat dari nilai Ax1, Ay1, Az1 harus sama dengan 1. Persamaan (3) menjadi:
29 Ax1 Ay1 Az1
cos ρ cos Ψ cos Ψ sin ρ sin γ cos γ sin Ψ cos Ψ sin ρ cos γ sin γ sin Ψ
cos ρ sin Ψ cos γ cos Ψ sin ρ sin γ sin Ψ sin γ cos Ψ sin ρ cos γ sin Ψ
sin ρ 0 cos ρ sin γ 0 (4) cos ρ cos γ 1
Oleh karena itu, pitch dan roll dapat dikalkulasi sebagai berikut: Pitch = ρ = arcsin(-Ax1) .................................... (5) Roll = γ = arcsin(Ay1/cos ρ) ................................ (6)
2.4.16
Kalkulasi heading Ketika alat diletakkan mendatar, sudut pitch dan roll akan bernilai 0°.
Sudut heading dapat ditentukan sesuai dengan Gambar 25.
Gambar 25. Penentuan sudut heading (Sumber:STMicroelectronics, 2010) Medan magnet lokal bumi (local earth magnetic field) H memiliki komponen tetap Hh pada bidang datar yang mengarah ke utara magnet bumi. Komponen ini dapat dihitung oleh sumbu pengindera sensor magnet Xm dan Ym yang dinamakan Xh dan Yh. Sudut heading dikalkulasi sebagai berikut: tan
………(7)
Pada Gambar 25, ketika sumbu Xb sejajar dengan Hh dimana Hh mengarah ke arah utara magnet, maka Xh=max dan Yh=0 sehingga heading = 0°. Alat diputar searah jarum jam pada bidang datar akan mengakibatkan sudut heading-nya bertambah. Ketika Xh=0 dan Yh = min maka heading = 90°.
30 Jikalau kita tetap memutarnya hingga Xh=min dan Yh=0 maka heading=180° dan seterusnya. Pada kalkulasi heading, pengukuran 3-axis sensor magnetik perlu dinormalisasi dengan menerapkan parameter kalibrasi sensor magnetik dan digambarkan pada bidang datar dengan kompensasi kemiringan (Gambar 26).
Gambar 26. Kalkulasi heading (Sumber: STMicroelectronics, 2010) Jika alat berputar dari Xb/ Yb/ Zb ke X”b/ Y”b/ Z”b oleh rotasi sudut roll diikuti oleh rotasi sudut pitch, maka " " "
cos sin sin cos sin
0 cos sin
sin sin cos cos cos
" " ………(8) "
Kita mengasumsikan Mx1, My1, Mz1 sebagai pengukuran sensor magnetik yang dinormalisasikan setelah menerapkan koreksi kalibrasi parameter ke dalam pengukuran kasar data sensor magnetik Mx, My, Mz pada posisi baru X”b, Y”b, Z”b. Mx, My, Mz bertipe signed integer, sedangkan Mx1, My1, Mz1 merupakan nilai floating dengan nilai kurang dari 1 pada pengertian kekuatan medan magnet. Akar kuadrat dari jumlah kuadrat masing-masing nilai harus sama dengan 1 ketika tidak ada gangguan eksternal medan magnet. Pengimbangan kemiringan pengukuran sensor magnetik Mx2, My2, Mz2 dapat diperoleh
31 cos
sin
sin γ sin ρ cos sin
.................................................... (9) cos γ sin
sin cos
................ (10)
cos cos
........... (11)
Oleh karena itu,
Ψ
2.4.17
tan
untuk Mx2 > 0 dan My2 >= 0
180°
tan
untuk Mx2 < 0
360°
tan
untuk Mx2 > 0 dan My2 <= 0
= 90°
untuk Mx2 = 0 dan My2 < 0
= 270°
untuk Mx2 = 0 dan My2 > 0
Kompensasi kemiringan Andaikata alatnya miring, maka sudut pitch dan roll tidak sama dengan 0°
seperti yang terlihat pada Gambar 27. Sudut pitch dan roll dapat diukur oleh 3axis accelerometer. Oleh karena itu, pengukuran sensor magnetik Xm, Ym, dan Zm perlu dilakukan untuk memperoleh Xh, Yh, dan Zh seperti pada persamaan berikut: Xh=Xmcos(Pitch) + Zm Sin(Pitch) ......................................................... (12) Yh=Xmsin(Roll)sin(Pitch) + Ymcos(Roll) - Zmsin(Roll)cos(Pitch) Kemudian mempergunakannya untuk persamaan di atas untuk kalkulasi heading.
Gambar 27. Gerakan pitch dan roll (Sumber: STMicroelectronics, 2010)
32
2.4.18
Hitachi H48C 3-Axis Accelerometer Hitachi H48C merupakan modul terintegrasi yang dapat mendeteksi gaya
gravitasi pada tiga sumbu (X, Y, dan Z) sebesar kurang lebih 3 g (gravitation force). Modul ini terdiri dari regulator pada papan integrasi yang meregulasikan tegangan sebesar 3,3 Volt ke H48C, analog signal conditioning, dan MCP3204 (4 kanal, 12 bit) yang merupakan ADC (analog-to-digital converter) untuk membaca tegangan keluaran dari H48C. Semua komponen terintegrasi pada satu papan modul dengan ukuran 17,8 mm x 20,3 mm (Parallax, 2007). Konfigurasi pin modul H48C dapat dilihat pada Gambar 28. Pembacaan g-force (gaya gravitasi) pada H48C dilakukan dengan membaca tegangan keluaran dari sumbu tersebut dan mengkalkulasinya dengan formula berikut: , ,
............................... (13)
Atau dapat disederhanakan menjadi 0,0022 ........................... (14)
Gambar 28. Konfigurasi pin modul H48C (Sumber: Parallax (2007))
2.4.19
Sensor suhu D1820 Sensor Suhu D1820 (Gambar 29) merupakan sensor suhu digital yang
diproduksi oleh Dallas Semiconductor. Sensor ini menggunakan komunikasi 1wire untuk berkomunikasi dengan mikrokontroler. D1820 membaca suhu dalam
33 9 bit nilai digital. Sensor ini dapat mengukur suhu dengan rentang -55 °C hingga +125 °C dengan resolusi 0,5°C. Sensor ini memerlukan pull up resistor sebesar 4,7 kΩ agar dapat mengirim data ke mikrokontroler.
Gambar 29. Bentuk fisik dan konfigurasi kaki D1820
2.5
PEMROGRAMAN Pemrograman untuk aplikasi Mini ROV ini terdiri dari dua buah program
yaitu GUI (Graphical User Interface) dan mikrokontroler. Pemrograman GUI mini ROV dilakukan dengan menggunakan Borland Delphi 7. Piranti lunak ini dikembangkan oleh perusahaan Borland Software Corporation. Bahasa pemrograman yang digunakan pada program ini adalah bahasa objek Pascal berbasis OOP (Object Oriented Programming). Program Delphi 7 memiliki kelebihan meliputi : mudah untuk membaca kode, kompilasinya cepat, dan penggunaan multiple unit files untuk pemrograman modular. Program ini bekerja dalam IDE (integrated development environment) sehingga pemrogram semakin mudah untuk membuat suatu program yang berbasis GUI (graphical interface unit) (Borland, 2003). Penulisan dan pemrograman mikrokontroler dilakukan secara In System Programming (ISP). Program yang digunakan untuk menulis perintah pada
34 mikrokontroler adalah CodeVision AVR C Compiler Versi 2.05. Bahasa yang digunakan adalah bahasa C. Pemrograman mikrokontroler dilakukan dengan menggunakan piranti lunak In-System Programmer Atmel AVRProg (AVR910) yang terintegrasi di dalam program CodeVision AVR.