Uropathogen and Antibiotics Resistant Pattern of Bacteria Isolated from Urine of Uranary Tract Infection Patients in RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Noorhamdani Lab/SMF Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Abstract Urinary tract infection is frequently occur in hospital. The most common bacteria isolated from the urine specimens is rod Gram negative, especially Escherichia coli. There is a dinamic pattern of bacteria and drug susceptibility. The aims of this study is to analyze the bacteria and susceptibility against antibiotics pattern among the bacteria isolated from urine which were examine at clinical Microbiology Laboratory of RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. This study is a descriptive research which retrieved data from the laboratory directory in 2012. There were 573 (37.8%) positive culture results documented out of 1518 specimens received. Gram negative rod bacteria were dominated, especially Escherichia coli 163 (28%). Other bacteria are Staphylococcus coagulase negative (SCN) 72 (13%), Enterobacter gergoviae 53 (9%), Klebsiella pneumoniae 43 (8%), Salmonella arizonae 25 (4%), Pseudomonas aeruginosa 19 (3%), Serratia marcescens 16 (3%), Acinetobacter lwoffii 16 (3%), Acinetobacter baumannii 15 (3%), and Klebsiella oxytoca 15 (3%). Susceptibility test was shown that Gram positive bacteria (SCN) and Gram negative bacteria (Escherichia.coli; Pseudomonas aeruginosa) are not susceptible to beta-lactam group, chloramphenicol, tetracycline, doxycycline, cotrimoxazole, and quinolone (except Pseudomonas aeruginosa). The
1
isolates were shown more than 60% susceptible to fosfomycin, carbapenem and aminoglycoside. This bacterial and susceptibility against antibiotic patterns is useful for empirical treatment of the urinary tract infection in our hospital. Key words: Bacterial pattern, antibiotics resistant, urinary tract infection.
Intisari Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu infeksi yang banyak dijumpai di rumah sakit. Isolat yang sering dapat diisolasi dari spesimen urin adalah batang Gram negatif, terutama Escherichia coli. Seiring dengan perjalanan waktu dan perbedaan tempat, kemungkinan akan terjadi perubahan pola bakteri dan resistensi antibiotik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola bakteri dan resistensi terhadap antibiotik dari isolat berasal dari spesimen urin penderita yang diterima di Instalasi/SMF Mikrobiologi Klinik RSUD dr Saiful Anwar Malang. Dengan telah diketahuinya pola bakteri dan resistensi antibiotik, dapat membantu para klinisi dalam memberikan pengobatan yang tepat, akurat dan bijak kepada penderita ISK. Metode penelitian dilakukan secara diskriptif dengan mengambil data pemeriksaan spesimen urin yang diperiksa di Instalasi/SMF Mikrobiologi Klinik RSSA tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan jumlah spesimen urin yang diperiksa sebanyak 1518 dan yang memberikan kultur positif 573 (37,8%). Isolat terbanyak masih didominasi oleh bakteri batang Gram negatif, terutama Escherichia coli 163 (28%), disusul berturut-turut Staphylococcus coagulase negative (SCN) 72 (13%), Enterobacter gergoviae 53 (9%), Klebsiella pneumoniae 43 (8%), Salmonella arizonae 25 (4%), Pseudomonas aeruginosa 19 (3%), Serratia marcescens 16 (3%), Acinetobacter lwoffii 16 (3%), Acinetobacter baumannii 15 (3%), dan Klebsiella oxytoca 15 (3%). Hasil resistensi menunjukkan bahwa bakteri Gram positif (SCN) dan Gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa) telah resisten terhadap antibiotik golongan beta-laktam,
2
chloramphenicol, tetracycline, doxycycline, cotrimoxazole, quinolone (kecuali Pseudomonas aeruginosa). Sensitivitas isolat tersebut rata-rata masih diatas 60% terhadap antibiotik golongan fosfomycin, carbapenem dan aminoglycoside. Dengan diketahui pola bakteri dan resistensi antibiotik terhadap isolat dari urin penderita infeksi saluran kemih, diharapkan bisa menjadi pedoman empirik dalam pengobatan infeksi khususnya ISK, sehingga penggunaan antibiotik memberikan hasil optimal. Kata kunci: Pola bakteri, Resistensi antibiotik, Infeksi Saluran Kemih.
Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu infeksi yang banyak dijumpai di rumah sakit. Isolat yang sering dapat diisolasi dari spesimen urin adalah batang Gram negatif, terutama Escherichia coli. Seiring dengan perjalanan waktu dan perbedaan tempat, kemungkinan akan terdapat perbedaan pola bakteri dan resistensi antibiotik (Emine et al., 2011). Meningkatnya penggunaan antibiotik yang dilakukan secara tidak rasional, cenderung akan meningkatkan resistensi antibiotik terhadap bakteri dan berakibat waktu perawatan yang lama, sehingga meningkatkan biaya pengobatan (Mohanty et al., 2004). Penyebaran bakteri patogen-resistens antibiotik tersebut menjadi problem dalam pengobatan infeksi (Nataraj et al, 2003; Emine et al., 2011). Untuk itu diperlukan pemilihan antibiotik yang tepat berdasarkan pengetahuan pola bakteri dan kepekaannya terhadap antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola bakteri dan kepekaannya terhadap antibiotik. Hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para klinisi dalam memberikan pengobatan yang tepat dan bijak berdasar pola bakteri dan kepekaannya terhadap isolat bakteri berasal dari urin penderita infeksi saluran kemih.
3
Metode Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian retrospektif diskriptif dengan mengambil data spesimen urin di Instalasi/SMF Mikrobiologi Klinik RSUD dr Saiful Anwar (RSSA) Malang. Prosedur identifikasi hapusan langsung dengan pewarnaan Gram. Identifikasi kokus Gram positif (KGP) dengan cara dikultur pada media agar nutrien, dilakukan uji katalase, dan uji koagulase. Sedang untuk batang Gram negatif (BGN) dilakukan uji oksidase dan kultur menggunakan media microbact system yang lazim dikerjakan di Instalasi/SMF Mikrobiologi Klinik RSSA (Microbact-Oxoid, 2005). Uji kepekaan antibiotik menggunakan cara disc diffusion agar (Tortora et al., 1998). Pada penelitian ini tidak dikerjakan pemeriksaan bakteri anaerob, virus dan parasit. Hasil dan Pembahasan Spesimen Selama kurun waktu tahun 2012 spesimen urin yang diperiksa di Instalasi/ SMF Mikrobiologi Klinik RSSA sebanyak 1518 spesimen dan didapatkan jumlah kultur urin positif sebesar 573 spesimen (37,8%). Pola Bakteri Dibandingkan tahun 2011 (Tabel 2), pola bakteri isolat urin tahun 2012 relatif tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Isolat terbanyak masih didominasi oleh bakteri batang Gram negatif yaitu dari famili Enterobacteriaceae. Batang Gram negatif yang lain adalah bakteri golongan Non fermenter seperti Pseudomonas spp. dan Acinetobacter spp. Bakteri Escherichia coli dapat diisolasi yang terbanyak, kemudian disusul berturut-turut Staphylococcus coagulase negative (SCN), Enterobacter gergoviae, Klebsiella pneumoniae, Salmonella arizonae, Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Acinetobacter lwoffii, Acinetobacter baumannii, dan Klebsiella oxytoca ( Tabel 1 ).
4
Tabel 1 Pola Uropatogen di RSUD dr Saiful Anwar Tahun 2012 (10 bakteri terbanyak)
Tabel 2 Pola Uropatogen di RSUD dr Saiful Anwar Malang Tahun 2011
Pola Resistensi Antibiotik Hasil pola resistensi antibiotik dari isolat uropatogen di tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5. Pada Tabel 3 tampak ketiga isolat Gram positif (SCN) dan Gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeroginosa) telah resisten dengan antibiotik golongan beta-laktam lebih dari 60%. Bakteri SCN ada yang telah
5
resisten terhadap cefoxitin atau oxacillin (Tabel 5) yang mengindikasikan telah muncul galur Methicillin-Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE), suatu galur bakteri Staphylococcus epidermidis yang resistens terhadap antibiotik methicillin. Sedang pada bakteri Gram negatif hal tersebut mengindikasikan bahwa pada bakteri Gram negatif telah muncul galur Extended of Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), suatu galur bakteri yang resistens antibiotik golongan cephalosporin sampai generasi tiga dan aztreonam (Tortora et al., 1998). Tabel 3 Pola Resistensi Antibiotik Beta-Laktam terhadap SCN, E. coli dan Ps. aeruginosa
6
Tabel 4. Pola Resistensi Carbapenem, Aminoglycocide, Quinolon, Cotrimoxazole, Fosfomycin terhadap SCN, E. coli dan Ps. aerugInosa
Tabel 5. Pola Resistensi Beberapa Antibiotik Lain terhadap SCN, E. coli dan Ps. aeruginosa
Bakteri Staphylococcus Staphylococcus merupakan bakteri kokus Gram positif, dalam kemampuannya menghasilkan enzim coagulase terdapat 2 kelompok
7
yaitu kelompok pertama yang menghasilkan enzim coagulase disebut sebagai galur Staphylococcus Coagulase Positive (SCP). Enzim coagulase adalah suatu enzim yang mampu menggumpalkan fibrin dalam darah sehingga gumpalan fibrin yang terbentuk melindungi bakteri dari fagositosis dan sistem pertahanan tubuh hospes. Hampir semua galur patogen Staphylococcus aureus menghasilkan enzimcoagulase, sehingga galur SCP dikenal juga sebagai Staphylococcus aureus saja. Kelompok kedua yang tidak menghasilkan enzim coagulase disebut galur Staphylococcus Coagulase Negative (SCN). Galur SCN merupakan normal flora yang 90% banyak dijumpai pada jaringan kulit manusia (Tortora et al., 1998), terdiri dari Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus hominis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus capitis, dan Staphylococcus auricularis (Heuermann et al, 1999; Jarlov et al., 1996) dan disebut sebagai kelompok Staphylococcus epidermidis saja(Tortora et al., 1998). Pada penelitian ini bakteri SCN menunjukkan resistensi terhadap oxacillin/cefoxitin sekitar 88-89%, hal ini patut diduga adanya galur Methicillin-Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE), yang umumnya telah resisten terhadap berbagai macam antibiotik khususnya golongan beta-lactam. Dari data Tabel 4 tampak SCN telah resisten vancomycin yang telah mencapai 71% dan ini perlu diwaspadai karena vancomycin merupakan salah satu obat antibiotik pilihan untuk pengobatan infeksi disebakan bakteri tersebut (Nataraj et al., 2003; Ki & Rotstein, 2008). Obat pilihan lain adalah Linezolid atau Teichoplanin (Nataraj et al., 2003). Keberadaan bakteri SCN dalam urin pada penelitian ini besar kemungkinan sebagai kontaminan kecuali jika secara klinis mendukung adanya infeksi. Pada umumnya bakteri SCN dapat diduga sebagai penyebab infeksi jika pada penderita ada riwayat dilakukan tindakan penggunaan kateter (Myh & Manuputty, 2010). Bakteri Staphylococcus sering menjadi masalah di lingkungan rumah sakit karena bakteri tersebut dapat dibawa oleh pasien, staf rumah sakit, pengunjung atau keluarga pasien (Tortora et al., 1998).
8
Bakteri Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa Hasil uji kepekaan antibiotik (Tabel 2) pada umumnya telah terjadi resistensi terhadap beberapa antibiotik yang mencapai diatas 60%. Kedua bakteri tersebut telah resisten terhadap berbagai macam antibiotik golongan beta-lactam. Bakteri Escherichia coli disamping telah resisten antibiotik beta-lactam juga disertai telah resisten terhadap quinolones, cotrimoxazole, tetracycline dan doxycycline, tetapi masih relatif sensitif kuat terhadap colistin, nitrofurantoin, chloramphenicol, fosfomycin, aminoglycocide dan carbapenem. Agak berbeda untuk bakteri Pseudomonas aeroginosa, disamping telah resisten terhadap antibiotik golongan beta-lactam juga telah resisten terhadap antibiotik cotrimoxazole, tetracycline, doxycycline, nitrofurantoin dan chloramphenicol, tetapi masih sensitif kuat terhadap antibiotik golongan quinolone, colistin, fosfomycin, aminoglycoside, dan carbapenam. Antibiotik kombinasi Amoxicillin/Clavulanic acid telah terjadi resistensi yang cukup tinggi 94,7 %. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa bakteri Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa resistensinya terhadap golongan fosfomycin, aminoglycoside (amikacin, gentamicin, netilmicin) dan carbapenem (imipenem, meropenem) relatif cukup baik, diatas 60%. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian dari Kuntaman et al. (2011), yang melaporkan bahwa sensitivitas amikacin terhadap Escherichia coli (91%), Klebsiella pneumoniae (87%) dan Enterobacter spp,(90%), selanjutnya berturut-turut meropenem 100%, 96% dan 100%, fosfomycin 95%, 94% dan 86%, cefoperason-sulbactam 98%, 93% dan 100%, cefotaxim 3%, 4% dan 5%, ciprofloxacin 27%, 54% dan 43%. Merujuk pada Tabel 3 tampak telah terjadi resistensi terhadap antibiotika golongan cephalosphorine generasi ketiga yaitu cefotaxime dan ceftriaxone yang mencapai lebih dari 60%, memberikan indikasi bahwa secara fenotipik kemungkinan telah terbentuk galur bakteri Extended Spectrum of Beta Lactamase (ESBL). Antara 10% dan 60% dari famili Enterobacteriaeceaeyang diisolasi dari infeksi kulit adalah bakteri pembentuk ESBL (Mohanty et al, 2004; Jarlov et al, 1996; Simor, 2001).
9
Memperhatikan hasil penelitian ini, maka penggunaan antibiotik untuk terapi infeksi perlu dikendalikan dan dipertimbangkan dengan bijaksana, sehingga diharapkan dapat menekan laju meningkatnya bakteri Multi Drugs Resistance (MDR). Kesimpulan Pola bakteri hasil isolasi dan identifikasi dari spesimen urin penderita ISK didapatkan bakteri batang Gram negatif paling banyak ditemukan dan Escherichia coli masih menduduki tempat terbanyak, kemudian disusul berturut-turut Staphylococcus coagulase negative (SCN), Enterobacter gergoviae, Klebsiella pneumoniae, Salmonella arizonae, Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Acinetobacter lwoffii, Acinetobacter baumannii, dan Klebsiella oxytoca. Hasil pola resistensi antibiotik menunjukkan telah terjadi resistensi golongan beta-laktam, quinolon, cotrimoxazol, tetracyclin/doxycyclin, chloramphenicol diatas 60% baik terhadap bakteri Gram positif (SCN) maupun Gram negatif (Pseudomonas aeroginosa), Namun antibiotik golongan carbapenem dan aminoglycoside masih menunjukkan sensitivitas diatas 60%. Meningkatnya kasus resistensi antibiotik, maka perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan penggunaan antibiotik secara terus menerus dengan melibatkan berbagai fihak, misal dengan membentuk tim pengendalian resistensi antimikroba di setiap rumah sakit yang melibatkan tim pencegahan pengendalian infeksi, mikrobiologi klinik, komite farmasi-terapi dan farmasi. Daftar pustaka Emine A, Hakan L, Mehmet D, Andreas V. 2011. Infection control practice in countries with limited resources. Ann Clin Microbiol Antimicrob 10: 36-38. Heuermann KG, Romero JR, Abromowitch MA, Gordon BG, Gross TG. 1999. Fatal coagulase-negative staphylococci infection after bone
10
marrow transplant in a patient with persistent adverse reactions to vancomycin. J Pediatr Haematol Oncol 21: 80–81. Jarlov J, Hojbjerg T, Busch-Sorensen C et al. 1996. Coagulase-negative staphylococci in Danish blood cultures: species distribution and antibiotic susceptibility. J Hosp Infect 32: 217–227. Ki V and Rotstein C. 2008. Bacterial skin and soft tissue infections in adults: A review of their epidemiology, pathogenesis, diagnosis, treatment and site of care. Can J Infec Dis Med Microbiol 19(2):173. Kuntaman K, Santoso S, Wahjono H et al. 2011. The Sensitivity Pattern of Extended Spectrum Beta Lactamase-Producing Bacteria Against Six Antibiotics that Routinely Used in Clinical Setting. J Indon Med Assoc 61:482-486. Microbact-Oxoid, 2005.Technical Product. Wade Road, Basingstoke, Hants, RG24.8PW, UK Mohanty S, Kapil A, Dhawan B, Das BK. 2004. Bacteriological and antimicrobial susceptibility profile of soft tissue infections from Northern India. Indian J Med Sci 58: 10-15. Myh E dan Manuputty D. 2010. Pola Sensitifitas dan Resistensi Kuman Urin, Ujung Kateter dan Ujung Drain Pasien Resipient Transplantasi Ginjal di RS PGI Cikini Jakarta. Nataraj G, and Baveja S. 2003. Cutaneous bacterial infections: Changing trends in bacterial resistance. Indian J Dermatol Venereol Leprol 69:375-376. Santoso S, Noorhamdani, Sumarno dkk. 2011. Peta Kuman dan Pola Resistensi Hasil Kultur Spesimen di Lab, Mikrobiologi Klinik RSU dr. Saiful Anwar MalangTahun 2011. Buku Laporan Tahunan. Malang: Lab/SMF Mikrobiologi Klinik Fak Kedokteran Universitas Brawijaya/ RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 1998. Microbiology An Introduction, 6th ed.California: The Benjamin/Cumming Publ, Co. Inc. Simor AE. 2001. Containing methicillin-resistant S. aureus. Surveillance, control, and treatment methods. Postgrad Med 110:43-48.
11