Universty Research Coloquium 2017
ISSN XX-XX
STUDY KOMPARASI KEPATUHAN PENDERITA HIPERTENSI DEWASA DAN LANSIA PADA PENGOBATAN ANTI HIPERTENSI DI DESA CUKIL WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGARAN KABUPATEN SEMARANG
Istianna Nurhidayati1), Parmono2) Prodi S1 Keperawatan, Stikes Muhammadiyah Klaten email:
[email protected] 2 Akper Pemprov Jateng email:
[email protected]
1
Abstract People do not take their antihypertensive medication prescribed estimated about 50-70%. Poor medication adherent is the most important cause of uncontrolled blood pressure and another complication diseases. The aim of this study was to compare to adherence medication between adult and elderly. This study was a cross-sectional study conducted in Cukil Village, Tengaran Public Health Care area. There were 190 hypertensive patient in Cukil village included. They were classified on the basis of adult patient aged 21-59 years and elderly patients aged 60 years or older and into adherent and lack adherent on the basis of adherence. The questionair of adherence to medication using Morisky scale. An overall 53,8% of elderly patien were adherent to medication, which was higher compared with adherent among adult patients (46,2%). There was charateristic significant between two groups as regards sex, social economic, education, health insurance, and hypertension knowledge. In this study, adherence to antihypertensive was higher elderly patients with family support . Elderly patients having family members helpful in reminding medication and drove to health care. Keywords: Adherence, Hypertension, Medication.
PENDAHULUAN Al-Dabbagh dan Aswad (2010) memaparkan hipertensi merupakan faktor utama meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler diseluruh dunia. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terbesar coronary Heart Disease (CHD) dan iskemik serta stroke hemorrhagic. Selain CHD dan stroke, komplikasi tekanan darah tinggi adalah gagal jantung, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan ( Long & Jack, 2011). Pencegahan sekunder pada penderita hipertensi adalah dengan penggunaan obat antihipertensi, penggunaan obat anti hipertensi dapat menurunkankan risiko CHD dan stroke sebesar 25% (AlDabbagh & Aswad, 2010). Mathevula (2013) memaparkan berbagai studi menunjukkan meskipun telah tersedia
THE 5TH URECOL PROCEEDING
obat untuk terapi hipertensi, lebih dari setengah penderita hipertensi tidak menggunakan pengobatan apapun, dan lebih dari setengah penderita hipertensi memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, namun banyak yang menghentikan pengobatan ketika merasakan tubuhnya sedikit membaik. Ketidakpatuhan dapat menyebabkan tujuan terapi pada pasien tidak tercapai dan menyebabkan meningkaatnya pembiayaan kesehatan (CMSA, 2006). Suhadi (2011) memperoleh hasil faktor yang memepengaruhi kepatuhan perawatan penderita hipertensi adalah umur, status tinggal, biaya pengobatan, pengetahuan hipertensi, dampak fisiologis dan dukungan lingkungan. Stanhope dan Lancaster (2015) memaparkan kepatuhan perawatan penderita hipertensi yang sudah
780
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
lansia dipengaruhi oleh faktor interaksi nilai, pengalaman hidup, dukungan keluarga, kemampuan tenaga kesehatan, dan kompleksitas cara atau aturan hidup yang diterapkan penderita hipertensi. Wood, Muntner, Islam, Morisky dan Webber (2009) menjelaskan memahami faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi dapat membantu mengidentifikasi intervensi yang dapat meningkatkan kepatuhan dan pencapaian tujuan. Peningkatan penderita hipertensi berdampak pula pada peningkatan jumlah penderita yang tidak patuh dalam menajalani pengobatan hipertensi. Diperkirakan 5070% penderita hipertensi tidak mengkonsumsi obat antihipertensi yang telah diresepkan. Kurangnya kepatuhan pada pengobatan hipertensi dapat menyebabkan tidak terkontrolnya tekanan darah bahkan komplikasi penyakit yang lain. Kabir, Iliyasu, Abubakar dan Jabir (2004) menjelaskan karakteristik penderita hipertensi yang tidak patuh pada kelompok umur 20 – 90 tahun adalah penderita hipertensi merasakan efeksamping sebesar 12,1%, obat yang diperlukan tidak tersedia 8%, tekanan darah saat ke klinik normal 3,6%, lupa minum obat 3% dan alasan kesibukan pribadi 1,8%. Hasil penelitian ini menunjukkan bervariasinya faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan perawatan hipertensi. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak hipertensi adalah dengan mengupayakan, meningkatkan dan mempertahankan kepatuhan penderita hipertensi dalam perawatan dan pengobatan. Perawat komunitas yang menggunakan pendekatan preventif primer, preventif sekunder dan preventif tersier dalam intervensi pada kelompok penderita hipertensi. Allender, Rector, dan Warner (2014) memaparkan upaya promotif dan preventif pada kebutuhan perkembangan manusia, untuk usia dewasa dan lansia adalah pencegahan penyakit cardiovaskuler yang salah satu penyebabnya adalah hipertensi. Kamran, Ahari, Malpour, dan Heydari (2014) dalam penelitiannya faktor THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi dengan menggunakan pendekatan health belief model pada pasien di desa menyimpulkan kepatuhan pengobatan hipertensi adalah rendah. Kepatuhan yang rendah dapat berdampak pada penderita hipertensi. Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut penelitian ini untuk membandingkan kepatuhan pengobatan hipertensi antara usia dewasa dan lansia. Tujuan khusus pada penelitian ini untuk menganalisa hubungan: karakteristik usia dewasa yang berhubungan kepatuhan pengobatan hipertensi, karanteristik usia Lansia yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Anggraini, et al (2009) dan Fauci, et al (2008) menjelaskan hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan ayau diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg. Perubahan tekanan darah ini berdampak pada regulasi homeostasis tubuh. Organ yang terkena dampak lanjut dari perubahan homeostasis adalah jantung, mata, dan otak. Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala dan keluhan tertentu sebelum menjadi berat. Batasan Hipertensi menggunakan ketetapan JNC VII (The seven of the Joint National Committee on prevention, Detection, evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure). Ketetapan ini juga digunakan oleh badan kesehatan dunia (WHO), organisasi hipertensi internasioanl, maupun di Indonesia (InaSH) (Fauci, et al, 2008). WHO memaparkan di dunia terdapat 26,4% penderita Hipertensi dan diperkirakan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025 ( Djarwoto, 2011). Misbach(2001) mengidentifikasi faktor risiko penyakit kardiovaskuler akibat hipertensi, teranalisis tekanan darah < 120 mmHg akan meningkatkan risiko mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 6,1%, 781
ISBN 978-979-3812-42-7
Universty Research Coloquium 2017 sedangkan pada tekanan darah 120-139 mmHg meningkatkan risiko hingga 16,3%, pada tekanan darah 140-159 mmHg meningkatkan 22,7% dan pada tekanan darah ≥ 160 mmHg menaikkan risiko hingga 8 kali lipat yaitu 49,2%. Penderita hipertensi merupakan kelompok populasi rentan (Vulnerable). Populasi rentan adalah kelompok atau sebagian populasi yang rentan karena terpajan risiko atau akibat buruk masalah kesehatan dari seluruh populasi (Stanhope & Lancaster, 2015). Hitchock, Schubert dan Thomas (1999) memaparkan penyakit kronis yang diderita individu diantaranya hipertensi yang meningkatkan kerentanan individu dan diperburuk dengan kemiskinan, kurangnya sumber-sumber, dan pelayanan yang tidak adekuat pada individu. Selaras dengan penjelasan tersebut, maka individu dengan penyakit hipertensi termasuk kelompok vulnerable. Kerentanan sebagai dampak interaksi faktor internal dan eksternal yang menyebabkan individu mengalami kondisi kesehatan yang buruk (Stanhope & lancester, 2015). Konsensus kesepakatan himpunan Hipertensi Indonesia (2007) memaparkan penanganan hipertesi adalah : 1) Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler termasuk serebrovaskuler serta perkembangan penyakit ginjal, dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup yag lebih baik, 2) penegakkan diagnosis perlu dilakukan dengan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100mmHg, 3) sebelum menangani hipertensi, harus dipertimbangkan adanya risiko kardiovaskuler, kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Obat yang diberikan pada penderita hipertensi memiliki 3 atau lebih risiko, atau kerusakan ogan target, diabetes, penyakit penyerta tertentu, disamping perubahan pola hidup, 4) pemberian obat hipertensi dilakukan jika perubahan pola hidup yang telah dilakukan belum mencapai target tekanan darah (masih≥ 140/90mmHg THE 5TH URECOL PROCEEDING
ISSN XX-XX atau 130/80 pada penderita diabetes dan penyakit kronik. Departemen kesehatan RI (2008) menetapkan penatalaksanaan hipertensi berupa terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi terdiri dari : deuritik, penghambat simpatis, beta bloker, vasodilator, penghambat ezim konversi angiotensin, Angiotensin Kalsium dan penghambat reseptor angiotensin II. Terapi non farmakologis terdiri dari :1) mengubah gaya hidup dengan diit pengurangan garam, makan buah segar dan perilaku sehat dengan olahraga teratur, 2) Penurunan berat badan, 3) mengurangi asupan alkohol, 4) peningkatan gerakan tubuh, 5) Berhenti merokok. Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang setuju terhadap instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik itu diet, latihan, pengobatan, atau menepati janji pertemuan dengan dokter (McDonald & Grimm,1985 dalam Stanley & Beare,1999). Klein, et al (2006) memaparkan untuk dapat mencapai keberhasilan, maka harus melalui 3 tahapan, yaitu percaya, tahu dan bertindak. Niven (2002) memaparkan faktor yang berhubungan ketidakpatuhan meliputi 4 hal: pemahaman instruksi, kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien, isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan, sikap dan kepribadian. Al-Lawati (2014) menjelaskan faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat adalah faktor kondisi pasien, faktor pasien, faktor pelayanan kesehatan, faktor sosial demografi dan faktor perawatan. WHO (2003) menjelaskan yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan adalah 1) menguatkan pentingnya patuh pada terapi yang telah ditetapkan sesuai dengan waktunya, 2) menekankan konsekuensi ketidakpatuhan, 3) menyediakan waktu yang cukup untuk pasien, 4) Menanyakan tentang kepatuhan saat berkunjung, 5) memotivasi pasien untuk menggabungkan kepatuhan dalam gayahidupnya, desain dan implementasi strategi untuk meningkatkan kepatuhan.
782
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk yang berumur lebih dari 20 tahun yang menderita hipertensi yang tinggal di desa Cukil wilayah kerja puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang. Jumlah penderita hipertensi di desa Cukil sebanyak 336 orang. Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 0,05 diperoleh besar sample 190. Tehnik sampling menggunakan gunakan cluster random sampling, cluster yang digunakan pedukuhan di desa Cukil. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisa Univariat Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri umur, jeniskelamin, pendapatan, lama menderita hipertensi, kepemilikan BPJS, Tekanan darah saat disurvey, pengetahuan tentang hipertensi. Karakteristik responden selengkapanya tersaji pada tabel 1. Tabel 1 menggambarkan karakteristik demografi responden yang mengalami hipertensi. Data menunjukkan penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin lebih banyak diderita perempuan (56,3%) pada usia dewasa, pendapatan lebih banyak kurang dari UMR usia dewasa (52,5%), tidak memilikan BPJS banyak ditemukan pada penderita hipertensi dewasa (55,6%), lamanya menderita hipertensi banyak ditemukan pada usia dewasa yang menderita hipertensi lebih dari satu tahun (61,5%), Tekanan darah sistol 141159mmHg (38,1%) ditemukan pada usia dewasa, pengetahuan yang baik (63,4%) pada lansia. Hasil penelitian diatas sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farahat et al (2016) hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada usia dewasa dan lansia signifikan dengan pvalue 0,02. Penelitian serupa yang hasilnya mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Windak at al (2007) yang menyatakan ada hubungan THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
antara jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan hipertensi Analisis peneliti jenis kelamin perempuan lebih banyak patuh menjalankan pengobatan hipertensi pada usia dewasa dan lansia, hal ini disebabkan laki-laki cenderung kurang peduli dengan status kesehatannya. Hal ini dapat dilihat masih ada penderita hipertensi jenis kelamin laki-laki yang merokok, tidak mengatur istirahat dan tidurnya. Notoatmojo (2010) menjelaskan perempuan lebih sering berobat daripada laki-laki. Jenis kelamin dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap ancaman, keseriusan penyakit. Perempuan banyak mempersepsikan hipertensi sebagai penyakit yang mengancam, dapat menyebabkan stroke dan penyakit jantung sehingga mengancam kesehatan. Tabel 2. menggambarkan kepatuhan penderita hipertensi dalam melakukan pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan kepatuhan pengobatan hipertensi banyak ditemukan pada kelompok lansia (53,8%). Hal ini didukung adanya sosial support pada lansia lebih banyak di berikan, berdasarkan obeservasi didesa Cukil lansia banyak tinggal bersama keluarga besarnya, sehigga meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan pengobatan hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhadi (2011) kelompok umur lansia 2 kali lebih patuh menjalankan perawatan hipertensi. Temuan penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Pakistan oleh Hashmi et al (2009) yang menyatakan kepatuhan pengobatan hipertensi meningkat seiring dengan peningkatan umur, responden yang memiliki umur kurang dari 40 tahun menunjukan kurang kepatuhannya pada pegobatan hipertensi dibanding dengan yang berusia lebih dari 65 tahun. b. Analisa Bivariat
Tabel 3. Menggambarkan karakteristik kepatuhan pengobat hipertensi berdasarkan jenis kelamin tampak pada tabel 3 pada usia lansia (71,4%) lebih besar dibandingkan dengan usia dewasa (59,3%). Hasil analisis 783
ISBN 978-979-3812-42-7
Universty Research Coloquium 2017 p value 0,004 yang berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,319, artinya penderita hipertensi dengan jenis kelamin perempuan berpeluang patuh 5,319 kali dibandingkan penderita hipertensi laki-laki. Hasil penelitian diatas sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farahat et al (2016) hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan hipertensi pada usia dewasa dan lansia signifikan dengan pvalue 0,02. Penelitian serupa yang hasilnya mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Windak at al (2007) yang menyatakan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasajati, Raharjo dan Ningrum (2015) yang menyatakan jenis kelamin tidak berhubungan signifikan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi dengan p value 0,444. Suhadi (2011) menyatakan jenis kelamin tidak berhubungan signifikan dengan perilaku perawatan hipertensi. Analisis peneliti jenis kelamin perempuan lebih banyak patuh menjalankan pengobatan hipertensi pada usia dewasa dan lansia, hal ini disebabkan laki-laki cenderung kurang peduli dengan status kesehatannya. Hal ini dapat dilihat masih ada penderita hipertensi jenis kelamin laki-laki yang merokok, tidak mengatur istirahat dan tidurnya. Notoatmojo (2010) menjelaskan perempuan lebih sering berobat daripada laki-laki. Jenis kelamin dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap ancaman, keseriusan penyakit. Perempuan banyak mempersepsikan hipertensi sebagai penyakit yang mengancam, dapat menyebabkan stroke dan penyakit jantung sehingga mengancam kesehatan. Kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia di desa Cukil wilayah kerja Puskesmas Tengaran kabupaten Semarang dengan pendapatan lebih dari UMR (65,2%) lebih besar proporsinya dibandingkan THE 5TH URECOL PROCEEDING
ISSN XX-XX dengan kelompok usia dewasa (57,6%). Hasil analisis p value 0,000 yang berarti ada hubungan antara sosial ekonomi dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil analisis diperoleh nilai OR =3,680, artinya penderita hipertensi dengan pendapatan lebih dari UMR berpeluang patuh 3,680 kali dibandingkan penderita hipertensi dengan pendapatan kurang dari UMR. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Farahat et al (2016) yang menyatakan adanya hubungan atara sosial ekonomi dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Selaras dengan pernyataan WHO (2001) peningkatan prevalensi penderita hipertensi di negara berkembang berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi yang membaik. Suparyanto (2010) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah kemampuan finansial dalam memenuhi kebutuhan. Responden berpendidikan menengah dan tinggi lansia memiliki kepatuhan dalam pengobatan hipertensi (44,1 %) lebih kecil proporsinya dibandingkan dengan penderita hipetensi berpendidikan menengah dan tinggi (77,8%) pada usia dewasa. Hasil analisis p value 0,014 berarti ada hubungan antara pendidikan penderita hipertensi dengan kepatuhan dalam pengobatan hipertensi. Hasil analisis memperoleh OR= 2,067 artinya responden yang berpendidikan menengah tinggi dapat ditingkatkan kepatuhannya dalam pengobatan hipertensi sebesar 2,067 dibandingkan dengan responden yang menderita hipertensi berpendidikan dasar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farhaat (2016) yang menyatakan adanya hubungan signifikan tingkat pendidikan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Selaras dengan penelitian Sani (2008) menyatakan faktor yang menghambat dalam pengendalian perawatan hipertensi adalah faktor ketidak patuhan, faktor ketidak patuhan berkaitan erat dengan tingkat pendidikan pasien. Kepatuhan pengobatan hipertensi pada usia dewasa di desa Cukil wilayah kerja 784
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Puskesmas Tengaran kabupaten Semarang dengan lama menderita hipertensi lebih dari 1 tahun (57,9%) lebih besar proporsinya dibandingkan dengan kelompok penderita hipertensi lebih dari 1 tahun pada lansia (51,8). Hasil analisis p value 0,007 yang berarti ada hubungan antara lama menderithipertensi dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,111, artinya penderita hipertensi dengan lama menderita hipertensi lebih dari 1 tahun berpeluang patuh 3,111 kali dibandingkan penderita hipertensi kurang dari 1 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lalic et al(2013),Farahat et al(2016) yang menyatakan penderita hipertensi yang lebih muda dan mengalami hipertensi lebih dari 1 tahun lebih patuh menjalani pengobatannya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Suhadi (2011) yang menyatakan tidak ada hubungan antara lama menderita hipertensi dengan kepatuhan perawatan hipertensi. Perbedaan dengan penelitian Suhadi disebabkan karakteristik responden yang dianalisis adalah usia lansia, dimana terjadinya hipertensi pada lansia banyak disebabkan oleh penurunan fungsi jantung dan ginjal, serta adanya penyempitan pembuluh darah. Pada lansia masalah hipertensi biasanya disertai dengan komplikasi penyakit Kepatuhan pengobatan hipertensi pada usia dewasa di desa Cukil wilayah kerja Puskesmas Tengaran kabupaten Semarang yang memiliki BPJS kesehatan (63,8%) lebih besar proporsinya dibandingkan dengan kelompok lansia memiliki BPJS kesehatan (52,8%). Hasil analisis p value 0,000 yang berarti ada hubungan antara kepemilikan BPJS dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil analisis diperoleh nilai OR =3,058, artinya penderita hipertensi dengan yang memiliki BPJS kesehatan berpeluang patuh 3,058 kali dibandingkan penderita hipertensi yang tidak memiliki BPJS Kesehatan.
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan penyakit kronik yang dipaparkan oleh CDC Amerika (2013). Faktor ekonomi yang berpengaruh pad kepatuhan pengobatan penyakit kronik adalah asuransi kesehatan dan biaya pengobatan. Kepatuhan pengobatan hipertensi pada usia dewasa di desa Cukil wilayah kerja Puskesmas Tengaran kabupaten Semarang dengan pengetahuan baik (61,5%) lebih kecil proporsinya dibandingkan dengan kelompok lansia dengan pengetahuan baik (62,7%). Hasil analisis p value 0,000 yang berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Hasil analisis diperoleh nilai OR =5,992, artinya penderita hipertensi dengan pengetahuan baik berpeluang patuh 5,992 kali dibandingkan penderita hipertensi dengan pengetahuan kurang baik. Hasil ini selaras dengan penelitian rasajati, Ningrum dan Raharjo (2015) serta penelitian Ekarini(2011) yang menyatakan adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Observasi lapangan dan wawancara di Cukil memperoleh data pederita hipertensi yang memiliki pengetahuan tentang pengobatan hipertensi yang baik lebih patuh. Penderita hipertensi lebih memahami tatalaksana pengobatan hipertensi, memahami pengobatan yang benar. Penderita yang memiliki pegetahuan baik mengatakan sering melakukan konseling dengan petugas kesehatan, mendapatkan informasi seputar penyakitnya. Merasakan dampak badannya lebih sehat, kepuasan terhadap pengobatan yang dilakukan sehingga patuh. Kepatuhan pengobatan sangat diperlukan, memeliki pengetahuan tentang hipertensi, faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan, dan komplikasi penyakit hipertensi meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi baik pada kelompok umur lansia.
Tabel 1. Karakteristik responden penderita hipertensi usia Dewasa dan Lansia di Desa Cukil wilayah Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang bulan Maret 2016 (n=190) THE 5TH URECOL PROCEEDING
785
ISBN 978-979-3812-42-7
Universty Research Coloquium 2017 Karakteristik Responden Pendeita Hipertensi Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Sosial Ekonomi Kurang dari UMR Lebih dari UMR Pendidikan Pendidikan dasar (SD dan SMP) Pendidikan menengah dan tinggi Lama menderita Hipertensi Kurang dari 1 tahun Lebih dari 1 tahun Kepemilikan BPJS Tidak Memiliki BPJS Memiliki BPJS Tekanan Darah Saat di Survey >180mmHg 160 -179 mmHg 141- 159mmHg < 140 mmHg Pengetahuan tentang Hipertensi Kurang Baik Baik
ISSN XX-XX Dewasa Jumlah
Persentase
Lansia Jumlah
Persentase
43 54
44,3 55,7
42 51
45,2 54,8
52 45
54,6 45,4
48 45
51,6 48,4
62 35
63,9 36,1
58 35
62,4 37,6
59 38
61,5 40,4
37 56
38,5 59,6
50 47
51,5 48,5
40 53
44,4 53,0
12 33 37 15
12,4 34,0 38,1 15,5
15 32 32 14
16,1 34,4 34,4 15,1
45 52
47,4 52,6
34 59
36,6 63,4
Tabel 2 . Kepatuhan Pengobatan Hipertensi di Desa Cukil Wilayah Kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang Bulan Maret 2016 (n=190) Kepatuhan Pengobatan Hipertensi Kurang patuh Patuh
Jumlah 53 44
Dewasa Persentase 54,6 45,4
Jumlah 43 50
Lansia Persentase 46,2 53,8
Tabel 3. Korelasi karakteristik umum responden hipertensi usia dewasa dan lansia dengan kepatuhan pengobatan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang Bulan Maret 2016 (n=190) Karakteristik responden Jenis Kelamin Laki-laki
Kurang Patuh (n(%)) dewasa Lansia
Patuh (n(%)) dewasa lansia
OR (95% CI)
P value
30(69,8)
40(78,4)
13(30,2)
11(21,6)
0,000*
22(40,7)
12(28,6)
32(59,3)
30(71,4)
1 5,319 (2,849-9,931)
Sosial Ekonomi Kurang dari UMR
33(63,5)
36(76,6)
19(36,5)
11(23,4)
Lebih dari UMR
19(42,2)
16(34,8)
26(57,6)
30(65,2)
45(70,3) 7(21,2)
44(75,9) 8(22,9)
19(29,7) 26(78,8)
36(61,0) 16(42,1)
25(67,6) 27(48,2)
23(39,0) 22(57,9)
Perempuan
Pendidikan Pendidikan dasar Pendidikan Menengah tinggi Lama menderita Kurang dari 1tahun Lebih dari 1 tahun
THE 5TH URECOL PROCEEDING
786
1 3,680 (2,016-6,717)
0,000*
14(24,1) 41(44,1)
1 2, 067 (1,156-3,695)
0,014*
12(32,4) 29(51,8)
1 3,111 (1,356 7,138)
0,007*
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Kepemilikan BPJS Tidak memiliki BPJS Memiliki BPJS
35(70,0) 17(36,2)
27(67,5) 25(47,2)
15(30,0) 30(63,8)
13(32,5) 28(52,8)
1 3,058 (1,683-5,557)
0,000*
Pengetahuan tentang Hipertensi Kurang baik Baik
32(71,1) 20(38,5)
30(88,2) 22(37,3)
13(28,9) 32(61,5)
4(11,8) 37(62,7)
1 5,992 (3,098-11,599)
0,000*
*Bermakna pada ά=0,05
SIMPULAN Hasil penelitian dan pembahas mendasari penarikan kesimpulan penelitian, yang dijabarkan sebagai berikut : a. Kepatuhan pengobatan hipertensi di desa Cukil wilayah Kerja Puskesmas Tengaran lebih patuh lansia. b. Karakteristik usia dewasa yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi adalah jenis kelamin, sosial ekonomi, pedidikan, lama menderita hipertensi, kepemilikan BPJS dan Pengetahuan tentang hipertensi c. Karakteristik usia lansia yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi adalah jenis kelamin, sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan tentang hipertensi d. Secara keseluruhan karakteristik penderita hipertensi yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan hipertesi adalah jenis kelamin, sosial ekonomi, pedidikan, lama menderita hipertensi, kepemilikan BPJS dan Pengetahuan tentang hipertensi UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawatengah yang telah mendanai penelitian melalui Akademi Keperawatan Pemerintah Provinsi Jawatengah. Direktur Akademi Keperawatan Pemerintah Provinsi Jawatengah, Kepala Puskesmas Tengaran semarang yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
REFERENSI Al-Dabbagh, S, Aswad, (2010). Compliance of hypertensive patients to management in Duhok govemorate using Morisky-green test. Duhok Med Journal Al-Lawati, S.(2014). Areport on Patient Non-Adherence in Ireland.www.icgp.ie>library>catal ogue diakses 2 april 2016 Allender.J.A, Rector.C & Warner.K.D. 2014. Community & Public Health Nursing: Promoting the public’s health. Wolter Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia Anggraini, A.D., Waren, Annes, Situmorang, Eduard (2009), Faktorfaktor ya ng berhubunngan dengan kejadian Hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008, Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Djawoto (2011), Penanganan Hipertensi terkini, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Farahat.F.M., Shaheen.H.M., Khalil.N.A., Hezagy.N.N.,Barakat.(2016).Compar ative study between adult and elderly patients asregards adherence to antihypertensivemedication. Menofia medical jurnal;29:121-125 tersedia pada http://www.mmj.eg.net.IP.36.78.223. 57. Diakses pada 10 Mei 2016 Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L. et al (2008),Hypertensive Vascular Disease, in : Harrison’s Principless of Internal Medicine 17th edition, United States of America, The McGraw-Hill’s Companies, Inc 787
ISBN 978-979-3812-42-7
Universty Research Coloquium 2017 Hitchock.J.E, Schubert.P.E, Thomas.S.A. 1999. Community Health Nursing: caring in Action. Delmar Publisher.Washington Krausel-Wood, MA. Munter,P., Islam,T., Morisky, D.E., Webber, L.S., (2009) Barriers to and determinants of madication adherence in hypertension management: prespective of the cohort study of medication adherence among older adults. Med Clin North Am;93:551769 Klein, et al (2006) Medication Adherence Many Conditions, a Common Problem. Http://www.proquest.umi.com/pqdw eb. Diakses 3 April 2016 Mathevula, H.M., (2013) Factors affecting adherence to treatment in patients on chronic medication at Mokopane Hospital. http://ulspace.ul.ac.za/bitstream/hend le/10386/1047/Mathevula_hm_2013. pdf?sequence=1&isallowed=y diakses pada 2 April 2016 Misbach, 2001. Departemen Kesehatan RI, 2006,http://P2M&task=viewartikel& sid=2092&Itemid=2, diakses 20 April 2016 Stanhope,M & Lancaster,J.(2015). Community health nursing : promoting heath of aggregates, families and individuals. (9th ed). St.Louis: Mosby,inc Suhadi, 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan lansia dalam perawatan hipertensi di wilayah puskesmas Srondol Kota Semarang. Tesis. Universitas Indonesia. Tersedia dalam lib.ui.ac.id/file?file=digital/2028261 7-T%20Suhadi.pdf diakses pada 20 Juni 2016 Oliveira-Filho, A.D, Morisky, D.E, Costa, F.A, Pharm, D.P, (2014). The 8 item Morisky Medication Adherance Scale: Validation of BrazilianPortuguese version in hypertensive adults. www.Sciencedirect.com diakses 5 April 2016 Rajpura.J.M.S & Nayak.R. (2014).Medication Adherence in a Sample of Elderly Suffering from THE 5TH URECOL PROCEEDING
ISSN XX-XX Hypertension: Evaluating the Influence of Illness Perceptions, Treatment Beliefs, and Illness Burden. Journal of Managed care Pharmacy. JMP. Januari 2014 Vol.20.No.1 tersedia www.amcp.org. Diakses pada 2 Juni 2016 World Health Organization .(2003). Adherence to long-term therapies: Evidence foraction.http://www.who.int/chp/kn owledge/publications/adherence_rep ort/en/ diakses 5 April 2016 Zyoud.S.l-Jabi.S.W.,Sweileh.W.M., Morisky.(2013). Relationship of treatmen satisfaction to medication adherence: findings from a crosssectional survey among hypertensive patients in Palestine. (2013) Helath and Quality of life Outcomes,11:191 tersedia dalam http://www.hqlo.com/content/11/1/191 diakses pada 2 Juni 2016
788
ISBN 978-979-3812-42-7