ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY DUA SPESIES DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE III
skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika
oleh Putri Wijayanti 4111410027
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
ii
LZOOWII IT
!!!
NIN
'ueEuepun-Eueprmred uernpred u€nluele{ rames r$lrrus eruueueru
"rpesreq
e,(es u>pur 'rut rsdprls urBIBp
rr€q Irepntual rp upqede uep 'lul8eld
$qeq rur
pfeld
pduprel p{nqJe}
rsdu>Is B1(qBq uu1e1e.(ueur e,(eg
NYSITOT NYITSYf,)I NYYIYANUf,d
\
!
PENGESAHAN
I
Skripsi yang berjudul:
Analisis Model Predator-Prey Dua Spesies dengan Fungsi Respon Holling Tipe
III
disusun oleh
Putri Wijayanti
4ttt4t002 telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, universitas Negeri Semarang pada tanggal
12
Agustus 2014.
ffi*m
*/t
f tL!guj\E\)r..
W
yanto, M.Si. 012r98803 1001
Drs.
ru.Budiwaruya,M.si.
Drs. Supriyono, M.Si. NIP. 19521029198003 1002
NrP. r 9680907 t993033 I 003 bimbing
NIP. 1982101
s, S.Si, M.Sc. I 1001
IV
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto: “Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.” (Evelyn Underhill) “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqarah: 153) “Allah akan memberi kemudahan di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang memberi kemudahan pada orang lain yang berada dalam kesulitan” (Ary Ginanjar Agustian)
Persembahan: Bapak dan Ibu tersayang, terima kasih atas segala yang diberikan kepadaku. Kelima saudaraku serta seluruh keluargaku yang selalu menyemangatiku. Seluruh temanku Prodi Matematika angkatan 2010. Sahabat di kos Al-Ba’its 1 yang setia menemani dan mendukungku. Teman-teman KKN Sabalong Samalewa. Sahabatku para panggawa GB’s, yang selalu saling menyemangati.
v
PRAKATA Segala puji hanya milik Allah SWT karena atas segala limpahan rahmatNya penyusun diberikan izin dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul ” Analisis Model Predator-Prey Dua Spesies dengan Fungsi Respon Holling Tipe III”. Selanjutnya penyusun berterima kasih atas bantuan dan peran yang tidak dapat didefinisikan satu persatu pada tahapan penyelesaian skripsi ini, kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. 4. Muhammad Kharis, S.Si, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi masukan serta motivasi selama penyususunan skripsi. 5. Tri Sri Noor Asih S.Si., M.Si., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi sepanjang perjalanan saya menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang. 6. Seluruh pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
vi
vii
Hanya ucapan terima kasih dan doa, semoga apa yang telah diberikan tercatat sebagai amal baik dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penyusun menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan penyusunan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam kemajuan dunia pendidikan dan secara umum kepada semua pihak yang berkepentingan. Semarang, Agustus 2014
Penyusun
ABSTRAK Wijayanti, P. 2014. Analisis Model Predator-Prey Dua Spesies dengan Fungsi Respon Holling Tipe III. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Muhammad Kharis, M.Si, M.Sc. Kata Kunci : Persamaan diferensial, model predator-prey, fungsi respon Holling tipe III, titik ekuilibrium. Persamaan diferensial muncul dalam banyak model di fenomena kehidupan nyata. Salah satunya yaitu interaksi predator-prey. Model predatorprey pertama kali dikenalkan adalah model Lotka-Voltera. Tetapi model ini belum memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh predator untuk mencerna makanannya. Pada penelitian ini membahas tentang analisis kestabilan model predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III, karena sesuai dengan tipe predator yang mencari mangsa lain ketika mangsa yang dimakannya mulai berkurang. Fungsi respon telah memperhitungkan waktu untuk memproses makanan pada saat predator mengkonsumsi makanannya. Penelitian ini bertujuan untuk membentuk model matematika pada sistem predator-prey, menentukan analisa model dan simulasi hasil analisa menggunakan program Maple. Metode penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menetukan masalah, merumuskan masalah, studi pustaka, analisis pemecahan masalah, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah model matematika untuk persaingan predatorprey dua spesies dengan fungsi respon Holling tipe III dengan suatu batas > + , yaitu = (1 − ) − dan = − − . Berdasarkan model tersebut dapat diketahui titik ekuilibrium dan solusi di sekitar titik ekuilibrium. Dari persamaan di atas diperoleh titik-titik ekuilibriumnya yaitu (0,0),
(1,0) dan
(
)
(
,
)
(
)
(
)
. Pada titik
memberikan saddle point tak stabil. Pada titik memberikan node point yang bersifat stabil dengan asumsi < + dan memberikan saddle point yang bersifat tidak stabil dengan asumsi dengan (
(
)
)
>
+ . Sedangkan untuk titik
> 1 memberikan sifat tidak stabil dan bersifat stabil untuk
< 1 dengan
> 0 dan
< 0, dimana
viii
merupakan determinan.
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA.................................................................................................
vi
ABSTRAK .................................................................................................
viii
DAFTAR ISI..............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xiii
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................
5
1.5 Sistemika Penulisan ............................................................................
5
2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
7
2.1 Sistem Persamaan Diferensial.............................................................
7
2.2 Model Pertumbuhan Logistik..............................................................
8
2.3 Model Populasi Predator-Prey ...........................................................
12
2.4 Fungsi Respon.....................................................................................
14
2.5 Nilai Eigen dan Vektor Eigen .............................................................
16
2.6 Matriks Jacobian .................................................................................
18
ix
2.7 Titik Ekuilibrium ................................................................................
18
2.8 Potret Phase dari Sistem Linear ..........................................................
21
3. METODE PENELITIAN ......................................................................
27
3.1 Menentukan Masalah ..........................................................................
27
3.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
27
3.3 Studi Pustaka.......................................................................................
28
3.4 Analisis dan Pemecahan Masalah .......................................................
28
3.5 Penarikan Kesimpulan ........................................................................
30
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
31
4.1 Unsur-Unsur yang Berpengaruh terhadap Model ...............................
31
4.2 Model Matematika Predator Prey ......................................................
31
4.3 Titik Ekuilibrium ................................................................................
34
4.4 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium ................................................
39
4.5 Simulasi Numerik ...............................................................................
48
5. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
56
5.1 Simpulan .............................................................................................
56
5.2 Saran ...................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
59
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
4.1 Daftar titik ekuilibrium, nilai parameter, dan sifat trayektori .............
xi
49
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1 Trayektori untuk titik node ..................................................................
22
2.2 Trayektori untuk titik nodal source......................................................
22
2.3 Trayektori untuk sadle point ................................................................
23
2.4 Trayektori untuk star point ..................................................................
23
2.5 Trayektori untuk improper node dengan
< 0 ...................................
24
2.6 Trayektori untuk improper node dengan
> 0 ...................................
24
2.7 Trayektori untuk stabel spiral..............................................................
25
2.8 Trayektori untuk unstable spiral..........................................................
25
2.9 Trayektori untuk center point...............................................................
26
4.1 Trayektori untuk titik ekuilibrium dan
>
+
(1,0) dengan
>
..............................................................................
4.2 Trayektori untuk titik ekuilibrium serta titik
(0,0) dan
dengan
>
+ ,
4.3 Trayektori untuk titik ekuilibrium
,
dengan
√ < 1,
+
> 0 dan
√ < 1, dan
> 0 ..................................................................................................
53
+ ,
√ < 1,
54
dan
>
51
+ ,
dengan
>
+ ,
52
4.5 Trayektori untuk titik ekuilibrium
+ ,
> 0.........
>
> 0 ................................................................................................. dengan
>
dan
50
√ > 1 dan
4.4 Trayektori untuk titik ekuilibrium
dengan
>
+
< 0............................................................................................
xii
>0
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Halaman
Hasil simulasi model dengan menggunakan maple 12 ......................
xiii
62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan lingkungan hidupnya (Riberu, 2002). Hal ini menunjukan pada hakikatnya makhluk hidup di bumi ini tidak dapat hidup sendiri secara normal, tetapi akan saling berinteraksi dengan berbagai spesies yang ada. Makhluk hidup tunggal biasa disebut individu, dan populasi merupakan kumpulan individu sejenis yang berinteraksi pada tempat dan waktu yang sama. Berbagai populasi dari spesies yang berbeda dan hidup bersama disebut komunitas. Satu kelompok yang memiliki ciri khas tertentu dan terdiri dari beberapa komunitas yang berbeda dikenal dengan ekosistem (Nurhamiyawan et al., 2013). Kompetisi dalam suatu ekosistem merupakan salah satu bentuk interaksi antar individu yang bersaing memperebutkan kebutuhan hidup yang sama. Pada individu hewan, kebutuhan hidup yang sering diperebutkan antara lain adalah makanan, sumber air, tempat berlindung atau bersarang dan pasangan untuk berkembang biak. Contoh kompetisi antar populasi hewan yaitu kambing dan sapi yang memakan rumput di wilayah yang sama atau harimau dan singa dalam berburu mangsa yang sama (Nurhamiyawan et al., 2013).
1
2
Model yang terdiri atas dua spesies berbeda dengan salah satu dari keduanya menyediakan makanan untuk yang lainnya merupakan salah satu model interaksi spesies antara mangsa dan pemangsa yang populer dalam pemodelan matematika. Interaksi antar populasi ini dinamakan relasi predator-prey, dengan prey sebagai spesies yang dimangsa dan predator sebagai spesies yang memangsa (Du, 2007). Model predator-prey pertama kali dikenalkan oleh Lotka pada tahun 1925 dan Volterra pada tahun 1926, sehingga model ini juga disebut model Lotka-Volterra (Boyce & DiPrima, 2000). Model Lotka Voltera belum memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh predator untuk mencerna makanannya serta pada kenyataan bahwa makanan dari prey terbatas. Kemudian pada tahun 1950 Holling memperkenalkan fungsi respon. Fungsi respon dalam ekologi adalah jumlah makanan yang dimakan oleh predator sebagai fungsi kepadatan makanan (Hunsicker et al., 2011). Dalam hal ini fungsi respon dibagi atas tiga macam, yaitu fungsi respon tipe I, tipe II dan tipe III. Fungsi respon tipe I terjadi pada predator yang memiliki karakteristik pasif, atau lebih suka menunggu mangsanya, sebagai contoh predator-nya adalah laba-laba. Fungsi respon tipe II terjadi pada predator yang berkarakteristik aktif dalam mencari mangsa, sebagai contoh predator-nya adalah serigala. Ketika serigala berhasil menangkap mangsanya maka serigala juga memerlukan waktu untuk mencerna makanannya. Fungsi respon tipe III terjadi pada predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. Sebagai contoh pada rusa tikus (mice deer) yang bertindak sebagai predator dengan kepompong kupu-kupu sebagai prey. Ketika
3
jumlah kepompong meningkat maka populasi tikus rusa juga akan meningkat secara eksponensial, namun ketika jumlah kepompong mulai menurun maka tikus rusa cenderung untuk mencari populasi kepompong yang lebih tinggi. Di dalam ekologi, fungsi respon pada model predator-prey menyatakan tingkat asupan konsumen (predator) sebagai fungsi kepadatan makanan (prey). Model predator-prey yang paling sederhana didasarkan pada model LoktaVolterra. Model ini memiliki bentuk =
− ( )
= ( ) −
Pada sistem Lokta-Volterra, fungsi respon ( )=
dan
(1.1) ( ) mempunyai bentuk
( ) = ( ). Hal ini karena pada model ini waktu yang
diperlukan predator untuk mencerna makanannya tidak diperhatikan. Tetapi, dalam kenyataannya ketika terjadi serangan prey oleh predator, maka secara realistik predator memerlukan waktu untuk mencerna makanannya (Roat, 2012). Salah satu pengembangan lain dari model Lotka-Volterra adalah model yang dilakukan oleh Ruan et al. (2001), Liu & Chen (2003), serta Tian et al. (2011), dimana dalam model Lotka-Voltera diberikan penambahan fungsi respon tipe Holling II pada interaksi antara prey dan predator. Pada penelitian ini akan dibahas tentang analisis kestabilan model predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III. Dipilihnya fungsi respon Holling tipe III karena memiliki permasalahan yang sesuai dengan jenis predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. Fungsi respon tipe Holling III ini telah memperhitungkan waktu untuk memproses
4
makanan pada saat predator mengkonsumsi makanannya. Hal ini ditandai dengan melambatnya tingkat serangan yang dilakukan predator terhadap prey. Melambatnya tingkat serangan karena pencarian makanan dan proses memakan merupakan dua perilaku yang saling eksklusif.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1)
Bagaimana bentuk model matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III?
(2)
Bagaimana analisa model matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III?
(3)
Bagaimana simulasi solusi model matematika pada sistem predator-prey dengan menggunakan program Maple?
1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : (1)
Untuk membentuk model matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III.
(2)
Untuk menganalisis model matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III.
(3)
Untuk mensimulasi solusi model predator-prey dengan menggunakan program Maple.
5
1.4 Manfaat Penelitian (1)
Bagi Peneliti Manfaat yang bisa diambil bagi peneliti adalah peneliti mampu
mengembangkan ilmu yang telah dipelajari dalam mengkaji permasalahan tentang analisis dari sistem persamaan diferensial. Sehingga dapat semakin memantapkan pemahaman mengenai teori-teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan serta mampu menerapkan ilmunya dalam kehidupan nyata. (2)
Bagi Jurusan Matematika FMIPA UNNES Menambah khasanah perbendaharaan jurnal, khususnya tentang pemodelan
matematika. (3)
Bagi Pembaca Menambah pengetahuan tentang model matematika dari salah satu model
dalam matematika ekologi, yaitu model predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III dan bisa menerapakannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan penulisan skripsi ini menggunakan sistematika yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal (pendahuluan), bagian isi (inti), dan bagian akhir (penutup) (1) Bagian Awal (Pendahuluan) Skripsi terdiri dari halaman judul, abstraks, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
6
(2) Bagian Isi (Inti) Bagian ini terdiri dari lima bab yaitu BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka, meliputi tinjauan tentang sistem persamaan diferensial, model pertumbuhan logistik, model populasi predator-prey, fungsi respon, nilai eigen dan vektor eigen, matriks jacobian, titik ekuilibrium dan potret phase dari sistem linear. BAB III Metode Penelitian, meliputi menentukan masalah, rumusan masalah, studi pustaka, analisis dan pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan. BAB IV Hasil dan Pembahasan, berisi unsur-unsur yang berpengaruh terhadap model, model matematika predator-prey, titik ekuilibrium, analisis kestabilan titik ekuilibrium dan simulasi numerik yang diperoleh dengan program Maple 12. BAB V Penutup, berisi tentang simpulan dan saran. (3) Bagian Akhir (Penutup) Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka untuk memberi informasi tentang buku sumber, dan lampiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Persamaan Diferensial Persamaan differensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan-turunan dari fungsi yang diketahui. Jika hanya terdapat fungsi tunggal yang akan ditentukan maka satu persamaan sudah cukup. Tetapi jika terdapat dua fungsi atau lebih yang tidak diketahui maka sebuah sistem persamaan diperlukan. Contohnya, persamaan Lotka-Voltera atau predator-prey yang merupakan contoh sistem persamaan dalam ekologi. Sistem persamaan tersebut mempunyai bentuk =
dimana ( )
( )
=−
−
, +
(2.1)
,
= populasi spesies prey, = populasi spesies predator, = laju kelahiran dari populasi prey, = laju pemangsa terhadap mangsa, = laju kematian dari populasi predator, dan = laju pertumbuhan pemangsa dalam mengkonsumsi mangsa. (Waluya, 2006).
7
8
2.2
Model Pertumbuhan Logistik Model ini merupakan penyempurnaan dari model eksponensial. Model
eksponensial mempunyai kelemahan yaitu saat nilai tumbuh sampai tak terbatas, dengan
> 0 maka populasi
merupakan laju pertumbuhan populasi.
Hal ini mustahil, sehingga perlu adanya kajian lagi. Model ini diberikan dengan memberikan asumsi bahwa
= ( ). Nilai ( ) ditentukan oleh kelahiran dan
pengaruh kepadatan populasi (keterbatasan luas lingkungan). Nilai dirumuskan dengan
dimana
( )=
( ) dapat (2.2)
−
menyatakan laju pertumbuhan populasi tanpa pengaruh lingkungan dan
menyatakan pengaruh dari pertambahan kepadatan populasi (semakin padat populasi maka persaingan antar individu meningkat). Model pertumbuhan logistik dirumuskan sebagai berikut. =
( −
(2.3)
)
Titik ekuilibrium dari model tersebut diperoleh dengan menyelesaikan persamaan
( −
) = 0 diperoleh nilai
yang memenuhi adalah
= 0 dan
= . Populasi nol pasti menjadi titik ekuilibrium tetapi yang menarik adalah
= . Ini adalah populasi terbesar di mana lingkungan masih mendukung
populasi tanpa adanya kehilangan individu anggota populasi (individu mati). Nilai
ini disebut carrying capacity dari lingkungan (habitat). Teori ini memprediksi bahwa populasi
= berkaitan dengan Z.P.G (zero population growth).
9
Solusi persamaan logistik di atas apabila diketahui nilai awal adalah sebagai berikut. =
( −
)⇔
(
)
(2.4)
=
Dengan metode integral fungsi rasional dalam kalkulus diperoleh bahwa 1 ( − ⇔ ⇔ ⇔
1 ( −
)
1 ( − 1 ( −
⇔1 = ⇔
= ) ) )
+
= 1⇔
−
=
( −
=
+ ( −
= 1 dan
−
( − )+ ( − )
=
)
( −
(
)
+ ( − ) ( − )
= dan
Dari hasil di atas diperoleh
+
)
)=0
−
= 0⇔
=
+
− = 0⇔
.
Apabila disubstitusikan ke persamaan differensial (2.4) diperoleh
(
)
=
⇔
+
=
(0) =
.
= .
10
Dengan melakukan pengintegralan kedua ruas diperoleh 1 ⇔
1
+ 1
−
+
−
= 1
1 1 ⇔ ln| | − ln| −
Dengan substitusi nilai 1 ⇔
Karena
1
| |−
1
| |−
(0) =
1
1 ⇔ ( | |−
dan
⇔ ⇔
|
+
1
1
diperoleh
|−
1
1 |
1 |) + ( | −
− −
+ + − −
− −
=
− −
= =
=
)=
|= + .
|= +
| −
( −
|
|−
|+
keduanya positif maka diperoleh
1 ⇔
| −
1 −
1
|−
1
| −
| − | −
| |= |) = .
11
− −
⇔ Karena
−
dan
atas menjadi
⇔
− −
=
. mempunyai tanda yang sama maka persamaan di
−
=
( −
)=( −
( −
)=
.
)
Apabila dilanjutkan dengan beberapa tahap perhitungan lagi diperoleh
⇔ ( −
)+
⇔ ( − ⇔
=
⇔
=
⇔
=
⇔
=
−
=
+
)=
−
+
−
+
−
×
1
−
+1 +1
1 1
12
Untuk nilai
⇔
=
⇔
=
−1
1+
+1 .
−
→ ∞ diperoleh nilai
→
dari lingkungan (Haberman, 1977). 2.3
yang mempengaruhi carrying capacity
Model Populasi Predator-Prey Laju populasi prey dengan tidak adanya pemangsa tumbuh cepat mendekati
eksponensial dan tak terbatas dalam bentuk sebagai berikut. ( )
dengan
( ) ,
=
(2.5)
( ) = populasi spesies prey
= angka pertumbuhan dari prey.
Laju populasi prey menjadi fungsi logistik karena sumber daya alam yang terbatas, yang kemudian dapat menulisnya sebagaimana persamaan logistik sebelumnya yaitu sebagai berikut. ( )
=
( )
1−
( )
,
(2.6)
dengan proporsi sisa banyaknya individu dalam populasi yang belum digunakan 1−
( )
dan
(carrying capacity) adalah jumlah maksimum banyaknya
individu dalam suatu populasi. Populasi pada tingkat
kadang juga disebut
13
tingkat kejenuhan, karena untuk populasi besar lebih banyak kematian daripada kelahiran. Carrying capacity atau daya dukung adalah jumlah maksimum individu yang dapat didukung atau dilayani oleh sumber daya yang ada di dalam suatu ekosistem.
Dengan
kata
lain,
carrying
capacity
dapat
disebut juga
sebagai kemampuan lingkungan (ekosistem) dalam mendukung kehidupan semua makhluk yang ada di dalamnya secara berkelanjutan. Dalam hal ini, carrying capacity berhubungan erat dengan ketersediaan tanaman sebagai makanan prey. Kemudian ditunjukkan suatu persamaan dimana prey dan predator akan saling berinteraksi yaitu sebagai berikut. ( )
dengan
=−
(2.7)
( ) ( )
adalah laju penangkapan prey oleh predator dan ( ) adalah populasi
spesies predator. Dalam hal ini prey berinteraksi dengan predator. Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat dibentuk model dinamika pertumbuhan populasi prey adalah sebagai berikut. ( )
=
( )
1−
( )
−
( ) ( ).
(2.8)
Dalam hal ini diasumsikan , , > 0, yaitu mengingat setiap populasi memiliki potensi untuk berkembang biak.
Pada persamaan di atas bersifat mengurangi jumlah populasi prey. Karena dalam hubungannya mangsa akan berinteraksi dengan predator. Akan tetapi sebaliknya pada model pertumbuhan predator maka respon ini akan bersifat menambah jumlah predator (Timuneno et al., 2008).
14
2.4
Fungsi Respon Fungsi respon dalam ekologi adalah jumlah makanan yang dimakan oleh
predator sebagai fungsi kepadatan makanan (Hunsicker et al, 2011). Dalam hal ini fungsi respon dibagi atas tiga macam, yaitu fungsi respon Holling tipe I, tipe II dan tipe III. 1)
Fungsi Respon Holling Tipe I Fungsi respon Holling tipe I merupakan hubungan antara kepadatan spesies
prey dan tingkat konsumsi (Altwegg, 2006). Tingkat konsumsi predator meningkat linear dengan kepadatan mangsa, tetapi akan konstan ketika predator berhenti memangsa. Fungsi respon tipe I terjadi pada predator yang memiliki karakteristik pasif, atau lebih suka menunggu mangsanya, sebagai contoh predator-nya adalah laba-laba. Adapun tingkat pertumbuhan prey pada fungsi respon Holling tipe I diberikan sebagai berikut (Tsai & Pao, 2004).
di mana ( )
( )
( )=
,
(2.9)
: fungsi respon Holling tipe I : tingkat konsumsi maksimum predator terhadap prey : populasi prey
2)
Fungsi Respon Holling Tipe II Fungsi respon Holling tipe II menggambarkan rata-rata tingkat konsumsi
dari predator, ketika predator menghabiskan suatu waktu untuk mencari mangsa (prey). Fungsi respon tipe II terjadi pada predator yang berkarakteristik aktif
15
dalam mencari mangsa, sebagai contoh predator-nya adalah serigala. Fungsi ini akan meningkat jika tingkat konsumsi menurun dan akan konstan jika mencapai titik kejenuhan (half saturation). Dalam hal ini, tingkat pertumbuhan prey pada fungsi respon Holling tipe II diberikan sebagai berikut (Skalski & Gilliam, 2001). ( )
di mana ( )
( )=
(2.10)
,
: fungsi respon Holling tipe II : tingkat konsumsi maksimum predator terhadap prey : waktu pencarian prey : populasi prey
3)
Fungsi Respon Holling Tipe III Fungsi respon Holling tipe III juga menggambarkan tingkat pertumbuhan
predator. Tetapi pada tipe ini dapat terlihat mengenai penurunan tingkat pemangsaan pada saat kepadatan prey rendah. Hal tersebut tidak dapat terlihat pada fungsi respon Holling tipe II. Fungsi respon tipe III terjadi pada predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. Karena predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain, maka tingkat pertemuan antara predator dan prey adalah dua. Hal inilah yang menyebabkan variabel populasi prey menjadi
, sehingga
laju populasi menjadi lebih cepat. Adapun tingkat pertumbuhan prey pada fungsi respon Holling tipe III diberikan sebagai berikut (Ndam & Kassem, 2009).
16
(
)
di mana (
( )=
(2.11)
,
: fungsi respon Holling tipe III
)
: tingkat konsumsi maksimum predator terhadap prey : tingkat kejenuhan : populasi prey
2.5
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi 2.1 Misalkan A matriks
dan
×
eigen / vektor karakteristik dari A jika =
,
≠ 0. Vektor
disebut vektor
,
untuk suatu
(2.12) . Bilangan
yang memenuhi persamaan di atas disebut nilai
eigen/nilai karakteristik. Vektor .
∈
disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan
Untuk mencari nilai dan vektor eigen dari suatu matriks A berordo
adalah sebagai berikut. Misalkan A matriks matriks A, maka ada Tampak bahwa (SPL) homogen ( (
∈
×
dan ∋
=
,
×
≠ 0 merupakan vektor eigen dari
. Jelas
=
⇔(
− ) = 0.
merupakan penyelesaian dari sistem persamaan linear
− ) = 0. Karena
≠ 0, maka sistem persamaan homogen
− ) = 0 mempunyai penyelesaian non trivial. Ini hanya mungkin jika
17
det (
Det (
− ) = 0 dan
adalah penyelesaian persamaan dari det (
− ) = 0 ini disebut persamaan karakteristik dari matriks A.
− ) = 0.
Lemma: Misalkan A matriks n x n. hanya jika
∈
adalah nilai eigen dari matriks A jika dan
adalah akar persamaan karakteristik det (
vektor eigen dari matriks A yang bersesuaian dengan SPL homogen (
− ) = 0. Sedangkan
adalah penyelesaian dari
− ) = 0 (Anton, 1987).
Teorema 2.1 Misalkan
1)
̇=
Jika
= det
dan
=
dan menganggap sistem linear (2.13)
< 0 maka persamaan (2.13) mempunyai titik pelana (saddle point)
pada titik asal. 2)
Jika
> 0 dan
− 4 ≥ 0 maka persamaan (2.13) mempunyai titik
simpul (node point) pada titik asal. Titik tersebut stabil jika stabil jika 3)
Jika
> 0.
> 0 dan
− 4 < 0 dan
< 0 dan tidak
≠ 0 maka persamaan (2.13) mempunyai
titik fokus (focus point) pada titik asal. Titik tersebut stabil jika tidak stabil jika 4)
Jika
> 0 dan
> 0.
< 0 dan
> 0 maka persamaan (2.13) mempunyai titik pusat (center
point) pada titik asal.
18
Karena ̇ = 2),
2.6
, maka titik asal sama dengan titik ekuilibrium. Catatan pada kasus
≥ 4| | > 0,
≠ 0 (Perko, 1991).
Matriks Jacobian
Bentuk umum dari sistem persamaan diferensial non linier sebagai berikut. =
dengan
=
dan
( , )
(2.14)
( , )
adalah variabel yang bergantung pada t. Persamaan (2.14)
memiliki titik kesetimbangan pada ( ,
). Bila persamaan (2.14) merupakan
sistem persamaan diferensial nonlinier, maka diperlukan linierisasi sistem dengan menggunakan matriks jacobian (2.15). Bentuk matriks jacobian dari sistem persamaan (2.14) sebagai berikut. ( , )=
( , )
( , )
( , ) ( , )
(2.15)
(Purnamasari et al., 2008).
2.7
Titik Ekuilibrium Titik ekuilibrium merupakan salah satu kunci konsep dalam sistem tak
linear yang menentukan semua hasil dinamik. Sistem yang lebih umum dapat dinyatakan dalam bentuk berikut. ′ ′
= ( , , ),
= ( , , ),
19
dengan ( , , ) dan
( , , ) adalah suatu fungsi umum dari ,
dan waktu t.
Sistem tersebut dapat disederhanakan lagi menjadi sistem fungsi yang tak bergantung dengan waktu (sistem autonomous) seperti bentuk berikut. ′ ′
= ( , ),
= ( , ),
dengan F dan G adalah fungsi yang tak tergantung secara exsplisit dari waktu t. Kemudian sistem tersebut dianalisis dengan memikirkan konsep tentang ekuilibrium. Ekuilibrium akan terjadi apabila tidak ada gerakan dalam sistem tersebut, artinya x = 0 dan y ′ = 0. Titik ekuilibrium akan memenuhi ( ,
karena
= 0 dan
( ,
) = 0,
) = 0,
= 0. Hal ini akan menghasilkan titik ekuilibrium yang
mungkin dapat ditemukan lebih dari satu titik ekuilibrium dengan mudah. Apabila titik ekuilibrium tersebut telah diperoleh, perilaku dari sistem dapat ditentukan dengan menentukan kestabilan dari titik-titik kritiknya (Waluya,2006).
Definisi 2.2 Titik (Perko, 1991).
∈
disebut titik ekuilibrium dari
Titik ekuilibrium ̅ ∈
1)
pada sistem ̇ = ( ) dikatakan
Stabil lokal jika untuk setiap untuk setiap solusi ≥
.
̇ = ( ) jika ( ) = 0
> 0 terdapat
> 0 sedemikian sehingga
( ) yang memenuhi ‖ ( ) − ̅ ‖ <
untuk setiap
20
2)
Stabil asimtotik lokal jika titik ekuilibrium
̅ ∈
> 0 sedemikian sehingga untuk setiap solusi
3)
berlaku lim
‖ ( ) − ̅‖ <
→
( ) = ̅.
Tidak stabil jika titik ekuilibrium ̅ ∈
stabil dan terdapat ( ) yang memenuhi
tidak memenuhi a. (Wiggins,2003).
Jika untuk sembarang titik awal, solusi sistem persamaan diferensial berada dekat dengan titik ekuilibrium konvergen ke ̅ ∈ global.
dan untuk t membesar
̅ ∈
, maka titik ekuilibrium ̅ ∈
̅ ̅
dikatakan stabil asimtotik
Kestabilan dari setiap titik-titik mungkin dengan menentukan kestabilan dekat titik-titik kritik satu demi satu. Diasumsikan =
dimana
̅ dan
=
+ ̅,
+ ,
sangat kecil, sehingga keduanya sangat dengan titik kritik.
Dengan substitusi akan diperoleh ̅ = ( dengan
dan
= (
̅,
̅,
konstan, maka ′ = ′ = 0.
),
),
Mengingat kembali tentang formula deret Taylor. Perluasan deret Taylor di sekitar suatu titik adalah (
̅ + ̅) = ( ) + ̅ ( ) + 2!
̅ ( ) + 3!
( )+⋯
21
Dengan mengambil beberapa suku awal dari deret tersebut, maka sudah cukup baik untuk mengaproksimasi ̅ yang cukup kecil. Apabila diperluas maka diperoleh
̅ = (
)+ ̅ (
= (
)+ ̅
)+
)+
(
dimana semua suku yang lebih kecil dari ̅ , =
( (
) )
) + ⋯,
(
, dan ̅ . Sistem yang dilinearkan
dapat ditulis dalam bentuk matriks ̅
) + ⋯,
(
( (
) )
̅ .
Sistem tersebut terlinearkan karena kembali dari sistem tak linear awal ke dalam sitem linear dekat titik kesetimbangan (Waluyo,2006).
2.8
Potret Phase dari Sistem Linear Dipunyai persamaan-persamaan sebagai berikut. ̇=
+
dan ̇ =
(2.16)
+
dengan , , dan
konstanta-konstanta. Misalkan
berbentuk
dan
−
≠ 0, maka titik (0,0)
adalah satu-satunya titik kritik dari sistem (2.16). Penyelesaian dari sistem (2.16)
yaitu,
=
=
, dimana
adalah nilai dari matriks ,
merupakan akar persamaan karakteristik −( + ) +
−
=0
(2.17)
22
Potret phase dari sistem (2.17) hampir seluruhnya tergantung pada nilainilai eigennya ( 1)
dan
).
Jika nilai-nilai eigennya real tak sama dengan
<
< 0 ini disebut node:
semua trayektori menuju ke tak nol yang berarti titik kritik nol adalah stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Trayektori untuk node point 2)
Jika nilai-nilai eigennya real tak sama dengan
>
> 0 ini disebut nodal
source: semua trayektori keluar dari titik kritiknya menjadi tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Trayektori untuk titik nodal source 3)
Jika nilai-nilai eigennya real tak sama dengan
<0<
ini disebut sadle
point: semua trayektori akan menjauhi ke tak hingga sepanjang vektor
23
eigen, ini mengakibatkan titik kritik akan selalu tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Trayektori untuk sadle point 4)
Jika nilai-nilai eigennya sama dengan dua vektor eigen yang bebas linear, maka akan diperoleh apa yang dinamakan star point atau propernode: bila < 0 maka titik kritiknya akan stabil dan tak stabil untuk
Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.4.
> 0.
Gambar 2.4 Trayektori untuk star point 5)
Jika nilai-nilai eigennya sama dengan satu vektor eigen, maka akan diperoleh apa yang dinamakan improper node: bila
< 0 maka titik
kritiknya akan stabil dan arah trayektorinya akan menuju ke titik nol, sedangkan untuk
> 0 arah trayektorinya akan keluar meninggalkan titik
24
nol dan titik kritiknya akan tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.5 dan 2.6.
6)
Gambar 2.5 Trayektori untuk improper node dengan
<0
Gambar 2.6 Trayektori untuk improper node dengan
>0
Jika nilai-nilai eigennya komplek
±
=
±
dengan
< 0, maka akan
menghasilkan perilaku yang disebut stabel spiral: semua trayektori akan menuju titik nol dan titik kritiknya akan stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.7.
25
Gambar 2.7 Trayektori untuk stabel spiral 7)
Jika nilai-nilai eigennya komplek
±
=
±
dengan
> 0, maka akan
menghasilkan perilaku yang disebut unstable spiral: semua trayektori akan keluar meninggalkan titik nol dan titik kritiknya akan tak stabil. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Trayektori untuk unstable spiral 8)
Jika nilai eigennya imaginer murni, dalam kasus ini nilai eigennya dapat dinyatakan sebagai
±
=±
dalam hal ini solusi merupakan osilator
stabil secara alami. Titik kritik dalam hal ini disebut center point. Trayektorinya berupa elips. Trayektori pada kasus ini dapat dilihat pada gambar 2.9.
26
Gambar 2.9 Trayektori untuk center point Teorema 2.3 Diberikan matriks jacobian nilai eigen .
( ̅ ) dari suatu sistem non linear, dengan
1)
Jika semua bagian real eigen dari matriks
( ̅ ) bernilai negatif, maka titik
2)
ekuilibrium ̅ dari suatu sistem non linear tersebut stabil asimtotik lokal. Jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen matriks
( ̅ ) yang bagian
realnya positif, maka titik ekuilibrium ̅ dari suatu sistem non linear tersebut tidak stabil (Olsder, 1994).
27
BAB III METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini metode yang penulis gunakan adalah studi pustaka. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
3.1 Menentukan Masalah Dalam tahap ini dilakukan pencarian sumber pustaka dan memilih bagian dalam sumber pustaka tersebut yang dapat dijadikan sebagai permasalahan yang akan dikaji.
3.2 Rumusan Masalah Masalah yang ditemukan kemudian dirumuskan ke dalam pertanyaan yang harus diselesaikan yaitu: (1)
Bagaimana bentuk model matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III?
(2)
Bagaimana analisa model matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III?
(3)
Bagaimana simulasi solusi model matematika pada sistem predator-prey dengan menggunakan program Maple? Rumusan
masalah di atas mengacu pada beberapa pustaka yang ada.
Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan toeritik maka dapat ditemukan jawaban permasalahan sehingga tercapai tujuan penulisan skripsi.
28
3.3 Studi Pustaka Dalam langkah ini dilakukan kajian sumber-sumber pustaka dengan cara mengumpulkan
data
atau
informasi
yang
berkaitan
dengan
masalah,
mengumpulkan konsep pendukung yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah, sehingga didapatkan suatu ide mengenai bahan dasar pengembangan upaya pemecahan masalah.
3.4 Analisis dan Pemecahan Masalah Dari berbagai sumber pustaka yang sudah menjadi bahan kajian, diperoleh suatu pemecahan masalah di atas. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut. 1)
Membuat pemodelan matematika pada sistem predator-prey dengan fungsi respon Holling tipe III.
2)
Mencari solusi dari pemodelan matematika yang telah didapat. Langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: a) Menentukan titik ekuilibrium. Titik
disebut titik ekuilibrium
∈
dari ̇ = ( ) jika ( ) = 0 (Perko, 1991).
b) Menentukan matriks jacobian. Bentuk umum matriks jacobian adalah sebagai berikut. ( , )=
( , )
( , )
( , ) ( , )
, dengan
=
( , ) dan
=
( , ).
(Purnamasari et al, 2008).
29
c) Menentukan nilai eigen Misalkan A matriks
×
dan
∈
,
≠ 0. Vektor
vektor eigen atau vektor karakteristik dari A jika . Bilangan
, untuk suatu
yang memenuhi persamaan di atas disebut nilai eigen
atau nilai karakteristik. Vektor dengan
=
disebut
disebut vektor eigen yang bersesuaian
(Anton, 1987).
d) Menganalisis titik ekuilibrium berdasarkan sifat nilai eigen. Diberikan matriks jacobian nilai eigen .
( ̅ ) dari suatu sistem non linear, dengan
(1) Jika semua bagian real eigen dari matriks
( ̅ ) bernilai negatif,
maka titik ekuilibrium ̅ dari suatu sistem non linear tersebut stabil asimtotik lokal.
(2) Jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen matriks
( ̅ ) yang
bagian realnya positif, maka titik ekuilibrium ̅ dari suatu sistem non linear tersebut tidak stabil (Olsder, 1994). 3)
Membuat simulasi dengan menggunakan metode fungsi respon Holling tipe III untuk model matematika predator-prey. Simulasinya menggunakan data acak (bukan data sekunder maupun primer). Progam yang digunakan untuk simulasi adalah Maple 12. Data yang diperlukan bersifat tekstual meliputi persamaan diferensial, pemodelan matematika, dan pembahasan keduanya dalam analisis model matematika. Dalam memahami data-data yang berupa teks dalam buku-buku literatur diperlukan suatu analisa.
30
3.5 Penarikan Kesimpulan Langkah terakhir dalam metode penelitian adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil langkah pemecahan masalah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Unsur-Unsur yang Berpengaruh terhadap Model Kelangsungan hidup spesies predator jelaslah sangat berpengaruh pada spesies prey dalam interaksi dua spesies. Jika jumlah spesies prey sadikit maka jumlah spesies predator akan mengalami penurunan, tetapi jika jumlah spesies prey banyak maka pertumbuhan spesies predator akan cepat karena tersedianya makanan yang cukup. Ada beberapa unsur-unsur yang berpengaruh terhadap model predator prey. Unsur-unsur yang mempengaruhi laju pertumbuhan kepadatan spesies prey adalah tingkat konsumsi maksimum predator, pola pertumbuhan populasi, dan tingkat kejenuhan
predator.
Sedangkan
unsur-unsur
yang
mempengaruhi
laju
pertumbuhan kepadatan spesies predator adalah tingkat konsumsi maksimum, tingkat kematian dan tingkat kejenuhan predator.
4.2
Model Matematika Predator-Prey Model interaksi predator-prey dalam jaring makanan dua spesies terdiri dari
produsen x primer yang disebut prey (mangsa) dan predator y (pemangsa). Model ini didasarkan pada asumsi dasar sebagai berikut. 1.
Jumlah pertumbuhan prey (x) memiliki pola pertumbuhan logistik.
2.
Predator (y) mengikuti fungsi respon Holling tipe III.
31
32
Pada predator dilakukan pemanenan pada tingkat yang sebanding dengan
3.
densitas. Predator memiliki tingkat kematian secara alami.
4.
Berdasarkan asumsi di atas diperoleh model matematika predator-prey sebagai berikut. (1) (2)
= =
1− −
−
(4.1)
−
dengan ( ) ( )
: kepadatan spesies prey saat waktu : kepadatan spesies predator saat waktu : tingkat konsumsi maksimum prey : tingkat konsumsi maksimum predator : koefisien laju pertumbuhan spesies prey, : tingkat kejenuhan predator : tingkat kematian predator, : laju pemanenan predator,
>0
>0
>0
: carrying capacity dari spesies prey,
> 0.
33
Diasumsikan
(0) > 0 dan
(0) > 0, yaitu mengingat setiap populasi memiliki
potensi untuk berkembang biak. Didefinisikan =
,
,
=
, dan
=
.
=
,
=
Dari persamaan (1) pada sistem persamaan (4.1) diperoleh
=
1−
(
−
⇔
=
(1 − ) −
⇔
=
(1 − ) −
⇔
=
⇔
=
= ,
=
(
)
) ( )
( )
( )
( ∗)
(1 − ) −
( )
( )
, dengan
(1 − ) −
= .
Dari persamaan (2) pada sistem persamaan (4.1) diperoleh =
(
(
⇔
=
⇔
=
⇔
=
)
)
−
−
( )
−
( ∗)
( )
−
( )
∗(
−
)
( )
−
− −
(4.2)
,
34
⇔
(1) (2)
=
−
−
, dengan
= .
(4.3)
Jadi sistem (4.1) ekuivalen dengan sistem berikut. =
=
(1 − ) − −
(4.4)
−
dengan (0) > 0 dan (0) > 0.
4.3 Titik Ekuilibrium Titik ekuilibrium dapat diperoleh dengan beberapa tahapan dan salah satu tahapannya yaitu dengan membuat nol ruas kiri persamaan (1) dan (2) pada sistem persamaan (4.4). Diperoleh sistem persamaan sebagai berikut. (1) (2)
(1 − ) − −
−
=0
=0
(4.5)
Untuk memperoleh titik ekuilibrium diperoleh satu persatu kemudian ada yang disubstitusikan pada persamaan-persamaan berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut. (1 − ) − ⇔
+
(1 − ) −
=0 +
= 0.
35
Diperoleh
atau (1 − ) − ⇔ ⇔ =(
(4.6)
=0
=0
+ = 1−
+
= (1 − )(
+
)
)
(4.7)
Dapat ditulis kembali bahwa
= 0 atau
=(
)
dengan batasan
= 0.
Langkah selanjutnya mensubstitusikan persamaan (4.6) ke persamaan (1) pada sistem (4.5). − ⇔
⇔−
( )
( )
−
− −
=0 −
=0
=0
⇔− ( + )= 0
Sehingga diperoleh
= 0.
Jadi diperoleh titik ekuilibrium
(4.8) ( , ) = (0,0).
36
Langkah selanjutnya untuk mencari titik ekuilibrium yang lainnya yaitu menyederhanakan persamaan (2) pada sistem persamaan (4.5). −
−
=0⇔
Diperoleh
atau
−
−
(4.9)
=0
−( + )=0 =
⇔
+
= ( + )(
⇔ ⇔ ⇔ ⇔
+
+
+
=(
+
)+(
−(
+
)=
( −( + ) ) =
⇔
= =
)
=
⇔
⇔
= 0.
(
( (
(
+ +
)
+
( + )
)
) )
)
atau
=−
(
(
)
)
37
Diasumsikan
>
Karena syarat
+ .
> 0, maka dipilih
=
(
)
.
(4.10)
Kemudian substitusikan persamaan (4.6) ke persamaan (2) pada sistem persamaan (4.5). (1 − ) − ⇔ ⇔
Diperoleh
atau
=0 ( )
(1 − ) −
( )
=0
(1 − ) = 0.
(4.11)
=0
1−
=0⇔
(4.12)
= 1.
Jadi, diperoleh titik ekuilibrium
( , ) = (1,0).
Titik ekuilibrium yang lain dapat diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan (4.7) ke persamaan (2) pada sistem persamaan (4.5).
+
−
−
=0
38
(
⇔
)
(
⇔ ⇔
)
)
−
(1 − )(
+
(
⇔ (1 − )(
+
− (
⇔
−
⇔
(
−
⇔
( −
⇔
=
) (
) (
− (
)− (
−
−
− )−
( − ( + )) =
⇔
=
⇔
Karena syarat =
−
)
(
=0
) (
+
=0
)
) − (1 − )(
)− (
)=0
+
+
) =0
) =0
=0
( + )
=−
> 0, dipilih (
)
+
+
atau ⇔
)
−
( + )=0
( + ) −( + ) (
)
) − (1 − )(
)
+
(
−
.
(
)
.
(4.13)
Langkah selanjutnya substitusikan persamaan (4.13) pada persamaan (4.7).
Jelas
= =
(
)
(
( )
(
(
)
)
)
(
)
(
)
39
(
=
)
(
=
(
)
)
(
)
(
)
(
)
.
(4.14)
Jadi, diperoleh titik ekuilibrium
( , )=
(
Titik keseimbangan
ada jika
)
(
,
)
(
−( + )>0⇔
(
)
>
)
.
+ .
4.4 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium Untuk menganalisis kestabilan titik ekuilibrium model, dapat memanfaatkan sistem yang telah dilinearkan. Pelinearan sistem persamaan tersebut menggunakan matriks jacobian ( ) yang berordo 2 × 2, karena sesuai dengan sistem persamaan (4.1).
(4.15)
= Sistem persamaan (4.5) beserta penyederhanaannya. =
(1 − ) −
=
−
= −
=
− ( ).
−
=
( ).
40
Jelas
=
( )
=1−2 −
(
)
=1−2 −
(
)
=1−2 − Jelas
=
(
(4.17)
( )
=
(
)
=
(
)
(
)
= = =
(4.16)
.
=
=
.
)
=−
Jelas
)
( )
=−
Jelas
(
−0
.
(4.18)
( ) (
)
−
− ( + ).
− (4.19)
41
Pada analisis kestabilan model predator-prey dua spesies dengan fungsi respon Holling tipe III, titik ekuilibrium yang dianalisis adalah sebagai berikut: 1)
Titik Ekuilibrium
(0,0)
Hasil substitusi
(0,0) ke persamaan (4.16), (4.17), (4.18), dan (4.19) yaitu
(0,0) = 1 − 2(0) − ( (0,0) = −
( )
( )
= 0.
(0,0) = (
( )( ) ( ) )
= 0.
( )
(0,0) =
( )
( )( )
( ) )
= 1.
− ( + ) = −( + ).
Dari hasil substitusi di atas diperoleh matriks jacobian sebagai berikut: =
=
1 0
0 −( + )
(4.20)
Setelah mendapatkan persamaan (4.20) langkah selanjutnya yaitu mencari persamaan karakteristik dengan tahapan sebagai berikut: det( ⇔ ⇔
− )=0 0
0
−1 0
⇔ ( − 1)
−
1 0 0 −( + )
0 =0 +( + )
+ ( + ) = 0.
=0
(4.21)
42
Pada persamaan (4.21) diperoleh nilai eigen Oleh karena nilai disimpulkan
= 1 dan
bernilai positif dan
= −( + ).
bernilai negatif, maka dapat
(0,0) merupakan saddle point (titik pelana). Semua trayektori
akan menjauhi ke tak hingga sepanjang vektor eigen, ini mengakibatkan titik kritik akan selalu tidak stabil. 2)
Titik Ekuilibrium
(1,0)
Untuk menganalisis kestabilan titik ekuilibrium
tahapan-tahapannya
sama seperti menganalisis kestabilan titik ekuilibrium mensubstitusikan titik ekuilibrium
(1,0) ke persamaan (4.16), (4.17), (4.18),
dan (4.19). (1,0) = 1 − 2(1) − ( (1,0) = −
( )
( )
=−
(1,0) = (
( )( ) ( ) )
= 0.
(1,0) =
( )
( )
, yaitu dengan
( )( )
( ) )
= −1.
.
−( + )=
− ( + ).
Diperoleh matriks jacobian sebagai berikut.
=
=
−1 0
−
−( + )
.
(4.22)
Setelah mendapatkan matriks jacobian tersebut langkah selanjutnya adalah mencari persamaan karakteristik dengan tahapan sebagai berikut.
43
det( ⇔
− )=0 0
0
+1
⇔
−1
−
0
⇔ ( + 1)
0
−
=0
−( + ) =0
−
−( + )
−
−( + )
Pada persamaan (4.23) diperoleh nilai eigen Nilai eigen
(4.23)
= 0.
bernilai negatif jika
<
= −1 dan
=
− ( + ).
+ , sehingga titik ekuilibrium
(1,0) merupakan titik simpul (node point). Hal ini menyebabkan trayektori di
sekitar nilai eigen >
bersifat stabil. Nilai eigen
+ , sehingga titik ekuilibrium
bernilai positif apabila
(1,0) merupakan titik pelana (saddle
point). Hal ini menyebabkan trayektori di sekitar nilai eigen
bersifat tidak
stabil.
3)
Titik Ekuilibrium
(
)
(
,
)
(
(
)
Untuk menganalisis kestabilan titik ekuilibrium
tahapan-tahapannya
sama seperti menganalisis kestabilan titik ekuilibrium mensubstitusikan titik
(
)
,
persamaan (4.16), (4.17), (4.18), dan (4.19).
(
)
(
)
)
, yaitu dengan (
)
ke
44
(
(
)
(
, (
) (
= 1−2
(
)
(
)
(
)
)
−
−
= 1−2
(
)
−2
=−
)
)
dan
(
)
(
)
−
)
)
(
)
(
)
(
)
)
(
(
)
)
(
)
)
)
> ( + ). (
(
)
(
, (
(
)
(
1− √ = 1−2 √ −2 1+
(
=1−2
)
(
)
(
(
(
(
=
)
)
)
= 1−2
Dengan
(
=−
)
(
)
(
(
(
)
)
)
=−
=− .
(
) (
)
45
(
)
(
(
, (
) (
(
= (
=
(
)
)
)
(
)
=
)
)
(
)
(
)
)
(
(
(
)
(
)
)
)
)
√ )
(
(
)
(
= (
= =
(
(
(
=
)
)
(
(
(
)
)
=2
)
(
(
)
( (
)
(
)
(
,
)
−
−
−( + )
) ) ) ( ( )
)
−( + )
)
(
)
(
)
=
(
) (
)
−
−
46
(
=
)
(
(
)
)
− ( + ) = 0.
Diperoleh matriks jacobian sebagai berikut.
=
√
1−2 √ −2
=
(
√ )
−
.
0
Setelah mendapatkan matriks jacobian tersebut langkah selanjutnya adalah mencari persamaan karakteristik dengan tahapan sebagai berikut. det( ⇔
⇔
− )=0 0
0
−
(
− 1−2 √ −2 −
√
1−2 √ −2
(
√ )
√ )
√
√
− 1−2 √ −2
⇔
1− √ + −1 + 2 √ + 2 1+
+
Diperoleh persamaan karakteristik Dengan √
=0
0
=0
⇔
= −1 + 2 √ + 2
−
=2
+ +
√ )
(
1+
+
√ −1
2 = 0.
1−
=0 1− √ (1 + )
+ 1,
=0
47
=
√ )
(
=
(
)
√
, dan
=
.
(
)
Akar-akar persamaan karakteristik tersebut adalah sebagai berikut. dan
= Kasus Jelas
√ >1
=2
Ditunjukkan Tulis 4 Jadi
√ −1 −4
= − dengan
−4
Ditunjukkan Jelas 0 <
> 0.
Jelas
=
> 0.
<
1−
+ 1 > 0 dan
=
(
)
√
< 0.
> 0.
> 0. +
−4 .
Jadi, titik ekuilibrium positif.
.
>0⇔
⇔0<| |<
Jelas
=
−4
> 0.
.
> 0. untuk
√ > 1 bersifat tidak stabil karena
bernilai
48
Kasus
√ <1
Jelas
=
Kasus
> 0⇔√
Jelas
(
)
√
> 0 dan
−4
< | |.
√
< 0 dan
Jadi, titik ekuilibrium
= untuk
ekuilibrium yang stabil, karena Kasus
< 0⇔√
Jelas dan
=
ekuilibrium
<
.
>0
⇔0 <√ =
=
√
< 0.
√ < 1 dengan
dan
> 0 merupakan titik
bernilai negatif.
ℂ. √
< 0 dan
=
√
< 0.
mempunyai bagian real negatif, sehingga mengakibatkan titik stabil.
4.5 Simulasi Numerik Untuk lebih memperjelas mengenai pembahasan model dilakukan simulasi untuk contoh penerapan di atas. Pada bagian ini akan dibahas tentang simulasi model predator-prey dua spesies dengan fungsi respon Holling tipe III. Program
49
yang digunakan dalam simulasi model predator prey ini adalah program Maple 12. Untuk menentukan solusinya dipilih nilai-nilai parameter yang diberikan sebagai berikut. Tabel 4.1 Daftar titik ekuilibrium, nilai parameter, dan sifat trayektori
No
Titik
Syarat
1. 2.
3.
4.
5.
6.
>
>
> >
b
m
q
0,8
2
2
0,5
0,1
Tidak stabil
0,8
2
2
0,5
0,1
Stabil
0,9
0,9
0,4
0,5
0,1
Tidak stabil
0,8
1,5
1,3
0,5
0,1
Tidak stabil
+
0,8
1,2
0,7
0,5
0,1
Stabil
+
0.8
1.5
0.3
0,5
0,1
Stabil
+
+
< >
Sifat
a
+ +
+ +
trayektori
√ >1
>
√ <1 >0
>
√ <1 <0
50
Perilaku lengkap dari solusi sistem predator-prey untuk titik (0,0) dapat ditunjukkan pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Trayektori untuk titik ekuilibrium Trayektori tersebut menggunakan parameter dan
= 0.8,
= 2,
= 0.5, sehingga diperoleh sistem persamaan sebagai berikut. (1) ⇔
=
(2) ⇔
=
(1 − ) −
Titik ekuilibrium
= 0.1
.
(4.25)
(0,0) dalam kondisi apapun selalu merupakan titik
pelana (saddle point). Hal ini mengakibatkan titik ekuilibrium tidak stabil karena semua trayektori menjahui titik menunjukkan bahwa titik ekuilibrium +
= 2,
− 0.6
(0) > 0, (0) > 0.
<
(0,0)
(0,0) bersifat
(0,0). Gambar 4.1 juga
(1,0) dengan syarat
>
+
dan
merupakan node point. Hal ini disebabkan karena semua trayektori
51
menuju titik (1,0) sehingga titik (1,0) bersifat stabil. Jadi pada titik ekuilibrium (1,0) terjadi kestabilan jumlah spesies predator dan prey.
Perilaku lengkap dari solusi sistem predator-prey untuk titik
syarat
>
+
dan
>
+
dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Trayektori untuk titik ekuilibrium , > + dan > + , serta titik > + , √ < 1, > 0 dan > 0. Trayektori tersebut menggunakan parameter = 0.1 dan
(1,0) dengan
= 0.9,
dengan dengan
= 0.9,
= 0.5, sehingga diperoleh sistem persamaan sebagai berikut.
(1) ⇔
=
(2) ⇔
=
(1 − ) −
.
.
− 0.6
.
= 0.4,
.
(4.26)
(0) > 0, (0) > 0.
Pada kondisi ini, titik ekuilibrium (1,0) merupakan saddle point, karena semua trayektori keluar dari titik (1,0) yang berarti titik ekuilibrium (1,0) tidak
52
stabil. Jadi pada kondisi ini, tidak terjadi kestabilan jumlah spesies predator dan prey. Gambar 4.2 juga memenuhi trayektori untuk titik ,
√ < 1,
> 0 dan
= 0.9,
= 0.4, (
)
>
> 0 yang menunjukkan bahwa titik ekuilibrium
merupakan spiral stabil. Titik = 0.9,
dengan syarat
+
diperoleh dengan mensubstitusikan parameter
= 0.1, ke titik
,
(
)
(
)
(
)
,
sehingga diperoleh ( , ) = (0.5656854248, 0.3295206030) ≈ (0.57,0.33). Jadi pada kondisi ini, titik ekuilibrium
terjadi kestabilan jumlah spesies
predator dan prey. Perilaku lengkap dari solusi sistem predator-prey untuk titik syarat
>
+ ,
√ > 1 dan
dengan
> 0 dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Trayektori untuk titik ekuilibrium > + , √ > 1 dan > 0
dengan syarat
53
Trayektori tersebut menggunakan parameter = 0.1 dan
= 0.8,
= 1.5,
= 0.5, sehingga diperoleh sistem persamaan sebagai berikut.
(1) ⇔
=
(2) ⇔
=
(1 − ) −
.
.
.
= 1.3,
.
(4.27)
− 0.6
(0) > 0, (0) > 0.
Pada kondisi ini, titik ekuilibrium
= (1.061445555, −0.222138610) ≈
(1.06, −0.22) tidak memenuhi syarat (0) > 0 . Hal ini mengakibatkan titik bukan merupakan solusi.
Perilaku lengkap dari solusi sistem predator-prey untuk titik ekuilibrium dengan
>
+ ,
√ < 1, dan
> 0 dapat dilihat pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Trayektori untuk titik ekuilibrium √ < 1, dan > 0 Trayektori tersebut menggunakan parameter = 0.1 dan
dengan
= 0.8,
> = 1.2,
+ ,
= 0.5, sehingga diperoleh sistem persamaan sebagai berikut.
= 0.7,
54
(1) ⇔
=
(2) ⇔
=
(1 − ) − .
.
.
(4.28)
− 0.6
.
(0) > 0, (0) > 0. Titik
diperoleh dengan mensubstitusikan parameter-parameter tersebut
ke titik
(
)
,
(
)
(
)
(
)
, sehingga
= (0.7, 0.525). Pada kondisi ini, titik ekuilibrium
karena semua trayektori menuju ke titik
merupakan titik spiral,
yang berarti titik ekuilibrium
stabil. Jadi pada kondisi ini, terjadi kestabilan jumlah spesies predator dan prey. Perilaku lengkap dari solusi sistem predator-prey untuk titik ekuilibrium dengan
syarat
>
< 0 dapat dilihat pada gambar 4.5
+ ,
√ < 1,
Gambar 4.5 Trayektori untuk titik ekuilibrium √ < 1, > 0 dan < 0
dengan
>0
>
+ ,
dan
55
Trayektori tersebut menggunakan parameter = 0.1 dan
= 0.8,
= 1.5,
= 0.5, sehingga diperoleh sistem persamaan sebagai berikut.
(1) ⇔
=
(2) ⇔
=
(1 − ) −
.
.
.
(4.29)
− 0.6
.
= 0.3,
dengan (0) > 0 dan (0) > 0. Titik
ke
titik
diperoleh dengan mensubstitusikan parameter-parameter tersebut
(
)
,
(
)
(
)
(
)
,
sehingga
diperoleh
= (0.244948974, 0.629923461) ≈ (0.25, 0.63). Pada kondisi ini, titik
ekuilibrium
merupakan titik center, karena semua trayektori menuju ke titik
yang berarti titik ekuilibrium jumlah spesies predator dan prey.
stabil. Jadi pada kondisi ini, terjadi kestabilan
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1) Model matematika untuk persaingan predator-prey dua spesies dengan suatu batas
>
+
adalah
=
(1 − ) −
=
−
dan
−
.
2) Titik ekulibrium yang diperoleh dari model predator-prey dengan suatu nilai parameter adalah sebagai berikut: a) Titik Ekuilibrium
(0,0)
Pada saat titik ekuilibrium
(0,0) akan memberikan saddle point (titik
pelana) yang bersifat tidak stabil. b) Titik Ekuilibrium
(1,0)
Pada saat titik ekuilibrium
(1,0) dengan
<
+
memberikan
node point (titik simpul) yang bersifat stabil. Sedangkan pada titik ekuilibrium
(1,0) dengan
>
+
memberikan saddle point (titik
pelana) yang menyebabkan trayektori tidak stabil.
56
57
c) Titik Ekuilibrium
(
)
(
,
Didefinisikan =
=
(
)
(
)
(
)
,
)
−4 , √
= −1 + 2 √ + 2 =
(
Titik ekuilibrium ekuilibrium
√ )
untuk
untuk titik ekuilibrium
=
=2 (
untuk
)
√
√ −1
sifat stabil.
+ 1, dan
.
√ > 1 bersifat tidak stabil. Titik
√ < 1 dengan dengan
1−
> 0 bersifat stabil. Begitu pula
√ < 1 dan
< 0 juga memberikan
3) Hasil simulasi numerik menunjukan kestabilan yang sama dengan hasil analisa pada titik
,
, dan
.
5.2 Saran Berkaitan dengan
hasil-hasil penelitian, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian, yaitu sebagai berikut: 1) Penelitian ini mengkaji masalah persaingan predator-prey dua spesies. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk masalah lebih dari dua spesies.
58
2) Untuk menerangkan lebih jelas tentang model persaingan dua spesies perlu disajikan grafik-grafik solusi dari masalah tersebut dan intrepretasi secara mendalam dari grafik-grafik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Altwegg, R. 2006. Functional Response and Prey Defence Level in an Experimental Predator–Prey System. 8: 115–128. Anton, H. 1987. Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga. Boyce, W.E. & DiPrima, R.C. 2000. Elementary Differential Equations and Boundary Value Problems. New York: Department of Mathematical Sciences Rensselaer Polytechnic Institute. Du, N. 2007. Dynamics of Predator-Prey Population with Modified Leslie-Gower and Holling-Type II Schemes. Acta Mathematica Vietnamica, 32(1): 99111. Haberman, R. 1977. Mathematical Models, Mechanical Vibration, Population Dinamic, and Traffic Flow, An Introduction to Applied Mathematic. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hunsicker, M. E., L. Ciannelli., K. M. Bailey., J.A. Buckel., J. W. White., J. S. Link., T. E. Essington., S. Gaichas., T. W. Anderson., R. D. Brodeur., K. S. Chan., K. Chen., G. Englund., K. T. Frank., V. Freitas., M. A. Hixon., T. Hurst., D. W. Jhonson., J. F. Kitchell., D. Reese., G. A. Rose., H. Sjodin., W. J. Sydeman., H. W. V. D Veer., K. Vollset., & S. Zador. 2011. Functional Responses and Scaling in Predator-Prey Interactions of Marine Fishes: Contemporary Issues and Emerging Concepts. Ecology Letters. Liu, X. & Chen. 2003. Complex Dynamics of Holling Type II Lotka-Volterra Predator-Prey System with Impulsive Perturbations on the Predator. Chaos, Solutions and Fractals, 16: 311-320. Ndam, J.N. & T.G. Kassem. 2009. A Mathematical Model for The Dynamics of Predator-Prey Interactions in A Three-Trophic Level Food Web. Continental J. Applied Sciences, 4: 32 – 43. Nurhamiyawan, E. N. L., Prihandono, & Helmi. 2013. Analisis Dinamika Model Kompetisi Dua Populasi yang Hidup Bersama di Titik Kesetimbangan Tidak Terdefinisi. Bimaster, 2(3):197-204. Olsder, G. J. 1994. Mathematic System Theory. The Netherlands: Delftse Uitgevers Maatscappij. Perko, L. 1991. Differential Equation and Dynamical System. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
59
60
Purnamasari, D., Faisal., & Noor, A. J. 2009. Kestabilan Sistem Predator-Prey Leslie. Jurnal Matematika Murni dan Terapan, 3(2):51-59. Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur, 1: 125-132. Robinson, J. C. 2004. An Introductiont: Ordinary Differential Equation. Cambridge: University Press Cambridge. Ruan, S. 2009. On Nonlinear Dynamics of Predator-Prey Models with Discrete Delay. Math. Model Nat. Phenom, 4:140-188. Ruan, S. & D. Xiao. 2001. Global Analysis in a Predator-Prey System with Nonmonotonic Functional Response. SIAM J Appl Math, 61(4):1445– 1472. Roat, M. 2012. Bifurkasi Hopf pada Sistem Predator Prey dengan Fungsi Respon Tipe II. Journal Universitas Negeri Yogyakarta, 3(3):1-2. Skalski, G. T. & J. F. Gilliam. 2001. Functional Responses with Predator Interference: Viable Alternatives to The Holling Type II Model. Ecology, 82(11): 3083–3092. Tian, X. & R. Xu. 2011. Global Dynamics Of A Predator Prey System with Holling Type II Functional Response. Modelling and Control, 16 : 242– 253. Tsai, C. H. & H. C. Pao. 2004. Global Stability for the Leslie-Gower PredatorPrey System with Time-Delay and Holling’s Type Functional Response. Tunghai Science, 6: 43-72. Timuneno, Henry M., R. H. Utomo., dan Widowati. 2008. Model Pertumbuhan Logistik dengan Waktu Tunda. Jurnal Matematika, 11(1):43-51. Waluya, St. B. 2006. Diferensial Equation. Graha Ilmu: Yogyakarta. Wiggins, S. 2003. Introduction to Applied Nonlinear Dynamical System and Chaos. New York: Springer-Verlag. Xue, Y. & X. Duan. 2011. The Dynamic Complexity of a Holling Type-IV Predator-Prey System with Stage Structure and Double Delays. Hindawi Publishing Corporation. 28 Februari. Hlm. 2.
61
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil simulasi model dengan menggunakan maple 12 1. Analisis dan Potret Fase Titik dengan >
>
+
dan
>
dengan ekuilibrium +
> > >
>
>
>
62
(0,0) dan
(1,0)
63
>
2. Analisis dan potret fase titik ekuilibrium
>
>
>
+ , serta titik
dengan
>
+ ,
,
dengan √ < 1,
>
> 0 dan
+
dan >0
64
>
>
>
>
>
65
3. Trayektori untuk titik ekuilibrium
>
>
>0
dengan syarat
>
+ ,
√ > 1 dan
66
>
>
>
>
>
>
67
4. Trayektori untuk titik ekuilibrium >
>
>
dengan
>
+ ,
√ < 1, dan
>0
68
>
>
>
>
>
69
5. Trayektori untuk titik ekuilibrium
>
>
<0
dengan
>
+ ,
√ < 1,
> 0 dan
70
>
>
>
>
>
>
71