UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN PERPUSTAKAAN KOMUNITAS DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: STUDI KASUS RUMAH PINTAR BHARA CENDEKIA 1
SKRIPSI
DWI DIONA SEPTIA 0606090386
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DEPOK JULI 2010
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN PERPUSTAKAAN KOMUNITAS DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: STUDI KASUS RUMAH PINTAR BHARA CENDEKIA 1
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
DWI DIONA SEPTIA 0606090386
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DEPOK JULI 2010
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
ii Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Dwi Diona Septia
NPM
: 0606090386
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 10 Juli 2010
iii Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
iv Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran Perpustakaan Komunitas dalam Pemberdayaan Masyarakat: Studi Kasus Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 ini dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Universitas Indonesia. Dalam perjalanan dari awal perkuliahan, hingga selesainya penulisan skripsi ini, telah banyak pihak-pihak yang membantu dan mendukung saya. Tanpa dan bantuan dan dukungan selama ini, mungkin akan sulit untuk meneylesaikan skripsi ini. Untuk itu saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sedalamdalamnya atas segala dukungan, semangat, bantuan, dan doa yang telah diberikan selama ini. Terimakasih saya ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga atas semua do’a, kepercayaan, dan semangat yang tak henti-hentinya. Terimakasih atas segalanya, untuk Ibunda
tercinta
Tisnawati
dan
Ayahanda
Sugesta
skripsi
ini
dipersembahkan. 2. Ibu Laksmi, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak memberikan pengarahan, petunjuk, dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Fuad Gani dan M. Prabu, selaku pembaca skripsi, yang telah memberikan saran dan masukan untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi. 4. Seluruh Ibu dan Bapak dosen Ilmu Perpustakaan. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini. 5. Pihak pengelola Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 Korps Brimob Polri. Para tutor dan asisten tutor. Terimakasih atas bantuan dan kemudahan yang diberikan dalam memperoleh data penelitian.
v Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
6. Uni Sutia Handayani dan adik Diane Fitria, kalian sumber semangat yang paling berharga. 7. Seluruh sahabat terbaik yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman dan rekan-rekan JIP UI 2006, yang telah sama-sama berjuang di Universitas Indonesia. Bangga menjadi bagian dari kalian. 9. Terakhir untuk semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu kelancaran proses penulisan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis meminta saran dan kritiknya untuk kebaikan di masa yang akan datang. Akhir kata selamat membaca skripsi ini, semoga sama-sama mendatangkan manfaat bagi kita semua.
Depok, 10 Juli 2010
Dwi Diona Septia
vi Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Dwi Diona Septia
NPM
: 0606090386
Program Studi : Ilmu Perpustakaan Departemen
: Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas
: Ilmu Pengetahuan Budaya
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Peran Perpustakaan Komunitas dalam Pemberdayaan Masyarakat: Studi Kasus Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 10 Juli 2010
Yang menyatakan
(Dwi Diona Septia)
vii Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Permasalahan ........................................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 1.5 Metode Penelitian ................................................................................. 6 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR..................................................................... 7 2.1 Pemberdayaan Masyarakat.................................................................... 7 2.1.1 Pemberdayaan ............................................................................. 7 2.1.2 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat .......................................... 11 2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat sebagai Suatu Program dan Proses... 16 2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat melalui Perpustakaan....................... 18 2.2 Perpustakaan Berbasis Komunitas....................................................... 23 BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 29 3.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 29 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................ 30 3.3 Pemilihan Informan ............................................................................ 30 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 31 3.4.1 Wawancara ................................................................................ 31 3.4.2 Observasi ................................................................................... 32 3.4.3 Analisis Dokumen ..................................................................... 33 3.5 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 34 3.5.1 Triangulasi................................................................................. 34 3.5.2 Catatan Lapangan ...................................................................... 34 3.5.3 Koding, Kategorisasi, dan Interpretasi Data ............................... 35 3.5.4 Penyimpulan .............................................................................. 35 BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 36 4.1 Profil Rumah Pintar Bhara Cendekia 1................................................ 36 4.2 Latar Belakang Berdirinya Rumah Pintar ............................................ 38 4.2.1 Ide Awal .................................................................................... 38 x Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
4.2.2 Tujuan Rumah Pintar ................................................................. 40 4.2.3 Sasaran Rumah Pintar ................................................................ 41 4.3 Pemberdayaan Masyarakat di Rumah Pintar ....................................... 43 4.3.1 Bentuk Pemberdayaan Masyarakat ............................................ 43 4.3.2 Proses Pemberdayaan ................................................................ 49 4.3.2.1 Tahap Persiapan................................................................... 50 4.3.2.2 Tahap Pengkajian ................................................................ 52 4.3.2.3 Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan .......... 53 4.3.2.4 Tahap Pemformulasian Rencana aksi ................................... 53 4.3.2.5 Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan .......................... 54 4.3.2.6 Tahap Evaluasi .................................................................... 56 4.3.2.7 Tahap Terminasi .................................................................. 58 4.3.3 Dampak Program Pemberdayaan ............................................... 58 4.3.3.1 Hasil .................................................................................... 58 4.3.3.2 Kendala ............................................................................... 60 4.4 Peran Rumah Pintar dalam Pemberdayaan Masyarakat ....................... 62 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 65 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 65 5.2 Saran .................................................................................................. 66 DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 67 LAMPIRAN ..................................................................................................... 70
xi Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Pengumpulan Data ........................................ 70 LAMPIRAN 2. Struktur Organisasi Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 ................ 71 LAMPIRAN 3. Daftar Pertanyaan Wawancara .................................................. 72 LAMPIRAN 4. Foto-Foto Kegiatan Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 ................ 73
xii Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
ABSTRAK Nama : Dwi Diona Septia NPM : 0606090386 Program Studi : Ilmu Perpustakaan Judul : Peran Perpustakaan Komunitas dalam Pemberdayaan Masyarakat: Studi Kasus Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 Skripsi ini membahas program pemberdayaan masyarakat di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 melalui fasilitas dan layanan yang disediakan. Pemberdayaan masyarakat merupakan usaha meningkatkan potensi dan kemampuan diri masyarakat. Rumah pintar Bhara Cendekia 1 merupakan salah satu bentuk perpustakaan komunitas yang menghadirkan program pemberdayaan masyarakat di setiap kegiatannya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 mengacu pada tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kegiatan pemberdayaan di rumah pintar ini berbasiskan pada metode pembelajaran, terlihat dari fasilitas dan layanan yang ada pada setiap sentra, yaitu: sentra baca, sentra kriya, sentra komputer, sentra bermain, sentra audio visual, sentra psikologi dan konsultasi kesehatan, dan sentra outbond. Kata Kunci : Pemberdayaan melalui perpustakaan, perpustakaan komunitas, pendidikan
viii Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Dwi Diona Septia NPM : 0606090386 Study Program: Ilmu Perpustakaan Title : The Role of Community Library in Community Empowerment: Case Sudy Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 This thesis discusses the community empowerment program in the Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 through facilities and services provided. Community empowerment is an effort to increase community self-potential and capabilities. Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 is one of the community library that present the community empowerment program in each their activity. This is a qualitative research that using case study method. Results showed that community empowerment in Rumah pintar Bhara Cendekia 1 based on the national education goals, improving intellectuality of the nation. Empowerment activities in this rumah pintar based on the method of learning, visible from the existing facilities and services at each center, ie: reading center, craft center, computer center, play center, audio-visual center, health and consulting psychology center, and outbound center. Keywords : Empowerment through library, community library, education
ix Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan
merupakan
suatu
kegiatan
yang
mengacu
pada
keberpihakan dan kepedulian dalam memerangi kekurangan dan keterbelakangan masyarakat dengan cara membuat mereka berdaya, dan punya semangat bekerja untuk membangun diri mereka sendiri. Secara konseptual pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power yang berarti kekuasaan atau kekuatan. Seperti yang dikatakan oleh Ife (1995, p. 56) bahwa pemberdayaan atau empowerment secara sederhana dapat dinyatakan sebagai “to increase the power of the disadvantaged” (untuk meningkatkan kekuatan/ kemampuan dari yang tidak beruntung). Oleh karena itu konsep pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan kekuatan, meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki orang atau kelompok yang lemah atau miskin sehingga pada akhirnya orang atau kelompok tersebut menyadari potensi yang dimilikinya dan akhirnya mampu melakukan tindakan untuk keluar dari kelemahannya. Pemberdayaan masyarakat dapat diterapkan dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, budaya, atau hukum. Namun, yang terutama pemberdayaan dapat dilakukan melalui sektor pendidikan, karena pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan masyarakat dapat lebih memahami dan meningkatkan potensi diri yang mereka miliki. Semakin baik pendidikannya, maka akan semakin baik pula ilmu-ilmu yang diperoleh masyarakat sehingga nantinya dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Hal ini dikarenakan pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan status sosial dan ekonomi yang akan dicapai. Pada praktik pemberdayaan masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Adi (2003, p. 68), pendidikan masyarakat merupakan proses pembelajaran berkelanjutan (on going) yang menjadi fokus dari pemberdayaan. Pendekatan pendidikan banyak memainkan peran untuk pemberdayaan masyarakat. Pada hakikatnya pendidikan masyarakat memiliki prioritas pada individu yang kurang beruntung dari segi ekonomi, geografis, dan sosial budaya. Artinya sasaran pendidikan masyarakat adalah mereka yang kurang beruntung karena belum 1 Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
2
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, sikap dasar, dan potensi diri yang dimiliki. Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan sendiri bertujuan agar kelompok sasaran dapat menggali berbagai potensi yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi (Adi, 2002, p. 163). Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan dapat dilakukan melalui perpustakaan. Hal ini tertuang dalam tujuan perpustakaan yang salah satunya adalah berupaya mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat. Tujuan ini pun berhubungan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan merupakan sebuah institusi bebas yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam memberdayakan dirinya. Keberadaan perpustakaan di dalam masyarakat atas kehendak, keinginan, dan sepenuhnya dipergunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan kehidupan mereka sehari-hari dalam bidang informasi (Sutarno, 2006, p. 20). Melalui perpustakaan, masyarakat dapat mencari informasi yang mereka butuhkan sesuai dengan minatnya masing-masing. Perpustakaan menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat, dan masyarakat dapat memanfaatkannya secara bebas. Dalam hal pemberdayaan masyarakat pun perpustakaan tidak memaksa masyarakat dalam memanfaatkan informasi yang ada di perpustakaan. Dapat terlihat bahwa melalui perpustakaan, pemberdayaan masyarakat pun dapat dilakukan. Namun, di Indonesia sendiri pemberdayaan masyarakat melalui program-program perpustakaan belum terlihat begitu nyata, karena pada kenyatannya secara umum keberadaan perpustakaan, contohnya perpustakaan umum, belum ditempatkan sebagai kebutuhan utama hanya sebagai pelengkap. Padahal melalui perpustakaan masyarakat dapat memberdayakan (to empower) diri mereka sendiri dengan mendapatkan berbagai informasi yang sesuai dengan kebutuhan profesi dan bidang tugas masing-masing, yang pada akhirnya bermuara pada tumbuhnya warga masyarakat yang terinformasi dengan baik (wellinformed), berkualitas dan demokratis (Siregar, 1998). Hal ini mendorong munculnya berbagai pihak mengembangkan suatu program yang dapat membantu masyarakat terutama anak-anak meningkatkan potensi diri yang mereka miliki. Bentuk program ini seperti dengan mendirikan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
3
berbagai
perpustakaan
berbasis
komunitas
yang
bertujuan
membantu
memberdayakan dan mengembangkan bakat dan minat masyarakat. Perpustakaan komunitas merupakan suatu perpustakaan yang didirikan berdasarkan kebutuhan kelompok (komunitas) tertentu dan dibentuk oleh komunitas tertentu atau diperuntukkan untuk komunitas tertentu. Pendirian perpustakaan komunitas juga didasari keinginan untuk membantu masyarakat yang belum merasakan manfaat perpustakaan umum, dapat merasakan pula manfaat perpustakaan melalui perpustakaan komunitas yang mereka dirikan. Pemberdayaan yang dilakukan oleh perpustakaan berbasis komunitas biasanya tidak hanya dengan menyediakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber ilmu. Umumnya pendirian perpustakaan ini juga diiringi dengan pendirian pusat pembinaan masyarakat terutama anak-anak. Di perpustakaan komunitas ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan minat baca masyarakat. Perpustakaan komunitas juga sering digunakan sebagai tempat berkumpul bagi masyarakat baik tua ataupun muda. Dewasa ini muncul suatu istilah baru yang memberikan pandangan baru akan keberadaan perpustakaan berbasis komunitas. Istilah tersebut yaitu Rumah Pintar. Rumah Pintar merupakan sebuah program yang diprakarsai oleh Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) yang turut berperan serta dalam pemberdayaan masyarakat. Hadirnya program Rumah Pintar merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk membantu masyarakat yang sulit dijangkau karena letak geografis dalam memperoleh pendidikan dan informasi terutama di daerah Indonesia. Program Rumah Pintar ini menghadirkan sebuah konsep pembinaan masyarakat terutama anak-anak dalam bentuk taman bacaan dan disertai dengan program layanan pendidikan non formal yang dilakukan melalui penyediaan sarana pembelajaran. Program Rumah Pintar ini memiliki tujuan yang sama dengan perpustakaan umum yaitu pengembangan kualitas masyarakat terutama anak-anak dalam rangka pemberdayaan sumber daya manusia. Untuk itu peneliti ingin meneneliti lebih dalam lagi tentang program pemberdayaan masyarakat di Rumah Pintar Bhara Cendekia. Pemilihan lokasi penelitian di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 karena perpustakaan ini tidak hanya
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
4
menyediakan bahan bacaan, tetapi juga menghadirkan program pemberdayaan masyarakat melalui berbagai layanan perpustakaan berbasis pendidikan. Peneliti berusaha memperoleh informasi tentang hal yang mendasari hadirnya program pemberdayaan masyarakat di Rumah Pintar dan bagaimana serta sejauh apa program Rumah Pintar dalam hal pemberdayaan masyarakat. Penelitian akan dilakukan di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 yang beralamat di Kompleks Markas Komando Brimob Polri Kelapa II Depok.
1.2 Permasalahan Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan menjadi satu hal yang patut untuk diperhatikan. Melalui pendidikan masyarakat dapat mengembangkan potensi diri sehingga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dengan memanfaatkan ilmu yang mereka dapatkan. Program rumah pintar merupakan program yang mendukung proses pemberdayaan masyarakat dalam sektor pendidikan ini. Program Rumah Pintar berusaha meningkatkan minat baca masyarakat dan mengembangkan kualitas pendidikan masyarakat. Latar belakang hadirnya rumah pintar, yang tidak lain merupakan suatu bentuk dari kehadiran perpustakaan komunitas, adalah suatu usaha untuk memberdayakan potensi yang dimiliki masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti lebih dalam lagi bagaimana bentuk dari program rumah pintar ini dalam mengembangkan dan memberdayakan masyarakat. Penelitian akan dilakukan dengan mendapatkan informasi dari pihak yang terkait. Masalah yang diteliti berhubungan dengan gagasan pendirian yang menggunakan istilah rumah pintar dan program yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Pertanyaan pada penelitian ini adalah: Bagaimana proses pemberdayaan potensi masyarakat dalam program Rumah Pintar Bhara Cendekia 1?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi landasan awal kemunculan program rumah pintar dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah dari awal pendirian rumah pintar ini memang
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
5
ditujukan untuk memberdayakan potensi masyarakat dengan melihat visi dan misi rumah pintar Bhara Cendekia 1 dan juga melihat peran rumah pintar Bhara Cendekia 1 melakukan perannya dalam memberdayakan
potensi
masyarakat.
Dengan
landasan awal pendirian rumah pintar, dapat
mengidentifikasi diformulasikan
bagaimana rumah pintar ini menerapkan program pemberdayaan masyarakat sejak dari awal pendirian. 2. Mengidentifikasi bentuk dan proses dari program rumah pintar sebagai bentuk kegiatan yang memberdayakan potensi masyarakat. Hal ini untuk melihat perkembangan program pemberdayaan masyarakat
di rumah pintar
dalam
mengembangkan potensi
masyarakat dan membantu masyarakat meningkatkan kualitas hidup.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik Memperoleh wawasan tentang pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui program perpustakaan berbasis komunitas seperti dengan munculnya program
Rumah
Pintar
yang
memiliki
tujuan
memberdayakan
dan
mengembangkan potensi masyarakat. Selain itu juga dapat memberikan perkembangan baru bagi ilmu perpustakaan khususnya yang berkaitan dengan perpustakaan berbasis komunitas,
perpustakaan umum, dan pemberdayaan
masyarakat melalui perpustakaan
2. Manfaat Praktis Dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang memiliki keinginan unutk mengembangkan potensi masyarakat dengan menghadirkan program-program pembelajaran informal dalam rangka mendukung keberadaan perpustakaan umum. Bagi Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 sendiri penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk mengembangkan program pemberdayaan yang lebih baik lagi.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
6
1.5 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus, yaitu ingin memperoleh gambaran mengenai pemberdayaan program rumah pintar sebagai bentuk dari perpustakaan komunitas dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Secara umum penelitian ini berusaha menggambarkan keadaan sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Informan dari penelitian ini adalah unit analisis dari program rumah pintar yaitu pendiri, pengelola dan pihakpihak yang berhubungan dengan pembinaan program Rumah Pintar. Penelitian ini berlokasi di perpustakaan berbasis komunitas yang menjadi tempat penelitian yaitu Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 yang beralamat di Kompleks Markas Komando Brimob Polri Kelapa II Depok. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan tanya jawab yang diarahkan
untuk
mencapai
tujuan
tertentu.
Wawancara
adalah
usaha
mengumpulkan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan secara lisan meliputi istilah, latar belakang, program dan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat terutama anak-anak. Selain wawancara, pengumpulan data juga dilakukan melalui observasi. Observasi yang dimaksud adalah peneliti mengumpulkan data dengan mengamati perilaku individu-individu yang terlibat serta mengikuti kegiatan yang mereka lakukan di perpustakaan berbasis komunitas. Adapun dalam analisis dokumen berkaitan dengan pengumpulan data dokumen yang berkaitan dengan penelitian seperti dokumen tentang latar belakang, sejarah, orang-orang atau peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan organisasi. Setelah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan maka tahap terakhir adalah menganalisis data. Penjelasan lebih lanjut tentang metode penelitian di bab 3.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Pada bab ini akan dijabarkan dan dijelaskan teori-teori yang didapati di dalam literatur yang berhubungan dan berguna dalam menjelaskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Tinjauan literatur ini dibutuhkan sebagai landasan teori yang akan digunakan dalam proses analisis data.
2.1 Pemberdayaan Masyarakat 2.1.1 Pemberdayaan Kata pemberdayaan dalam bahasa Indonesia diadaptasi dari bahasa Inggris yaitu empowerment. Empowerment sendiri dalam bahasa Inggris berasal dari kata power yang berarti daya atau kekuatan. Menurut Kartasasmita (1996, p. 3) power dapat diartikan sebagai kekuasaan (seperti dalam executive power), atau kekuatan (seperti pushing power), atau daya (seperti horse power). Power dalam kata empowerment diartikan sebagai daya maka empowerment dapat diartikan sebagai pemberdayaan. Konsep empowerment merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat dan mulai nampak di sekitar dekade 70-an dan terus berkembang sekitar dekade 80-an hingga akhir abad ke-20 (Pranaka dan Vihyandika dalam Prijono, 1996, p. 44). Menurut Webster seperti yang dikutip oleh Prijono (1996, p. 3) kata empower mengandung dua arti. Pertama adalah to give power or authorithy to dan kedua berarti to give to or enable. Yang pertama mengandung arti memberi kekuasaan, mangalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain dan yang kedua berarti memberikan kecakapan atau kemampuan atau keberdayaan. Ife (1995. p. 182) menjelaskan bahwa empowerment means providing people with the resources, opportunities, knowledge and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community (pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan
komunitas
mereka
sendiri.
Ife
juga
menambahkan
bahwa
7 Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
8
pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dari mereka yang tidak beruntung. Adapun menurut Rappaport dalam Perkins (1995, p. 569), empowerment adalah suatu gagasan yang menghubungkan kekuatan dan kecakapan individu, sistem bantuan alami, dan tindak-tanduk aktif pada perubahan dan kebijakan sosial. Perkins (1995, p. 569) juga mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu keikutsertaan dengan yang lainnya untuk mencapai kesuksesan tujuan, usaha untuk mendapatkan akses ke sumber, dan beberapa pandangan kritis akan lingkungan sosial yang menjadi komponen dasar dari gagasan ini. Pada level masyarakat, pemberdayaan menunjuk kepada aksi bersama untuk memperbaiki kualitas hidup di masyarakat dan hubungan di antara organisasi masyarakat. Pada dasarnya pemberdayaan merupakan upaya untuk memberdayakan (mengembangkan masyarakat dari tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) (Adi, 2003, p. 54). Hal ini sejalan dan berkaitan dengan yang diungkapkan oleh Payne dalam Adi (2003, p. 54) bahwa pada intinya proses pemberdayaan ditujukan untuk: “to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients”. (membantu klien memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan kekuatan yang ia miliki, antara lain melalui transfer kekuatan dari lingkungannya) Pemberdayaan dalam konteks pemikiran merupakan suatu pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dalam konteks masyarakat, Kartasasmita (1997, p. 1) menyatakan bahwa keberdayaan adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan suatu masyarakat
bertahan
(survive),
dan
dalam
pengertian
yang
dinamis
mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Dalam hal ini memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
9
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people ecentered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996, p. 5). Senada dengan pendapat yang dinyatakan oleh Friedman (dalam Kartasasmita, 1997, p. 10):
“The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphasis on autonomy in the decision-marking of territorially organized communities, local self-reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning”. (Pendekatan pemberdayaan adalah hal mendasar dalam pembangunan alternative, menekankan pada otonomi dalam pengambilan keputusan dari masyarakat yang secara territorial terorganisasi, memperkuat kemandirian lokal (tetapi tidak autarki), demokrasi langsung (partisipatoris), dan pengalaman bersosial). Berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas
bagaimana
individu,
kelompok ataupun komunitas
berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (Shardlow dalam Adi, 2003, p. 54). Selanjutnya Shardlow juga menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu gagasan yang dikenal dengan nama Sefl-Determination. Prinsip ini bertujuan untuk mendorong individu atau masyarakat menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Dalam kerangka pikir pemberdayaan, memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: (Kartasasmita, 1996, p. 5) 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Intinya di sini adalah pengenalan bahwa setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
10
2. Memperkuat
potensi atau daya
yang dimiliki oleh
masyarakat
(empowering). Upaya pokok yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. 3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat.
Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai berikut : (Ife, 1996, p. 59) 1. Struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang operesif. 2. Pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu ’rule of the game’ tertentu. 3. Elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliniasi dengan elit-elit tersebut, serta berusaha melakukan pengubahan terhadap praktek-praktek dan struktur yang elitis. 4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah diskursus serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial.
Dari beberapa konsep tentang pemberdayaan di atas, semuanya mengarah pada satu tujuan utama yaitu keberpihakan dan kepedulian dalam memerangi pengangguran, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan masyarakat, dengan cara membuat mereka untuk berdaya, punya semangat bekerja untuk membangun diri mereka sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut: (Kartasasmita, 1997, p. 11)
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
11
1. Upaya pemberdayaan harus terarah (targetted). Ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalah dan sesuai kebutuhan. 2. Program harus langsung mengikutsertakan dan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Hal ini bertujuan agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu juga meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. 3. Menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dan juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individu. Karena itu seperti telah disinggung di muka, pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.
Pada akhirnya, pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi
seluruh
warga
masyarakat
melalui
kegiatan-kegiatan
swadaya.
Memberdayakan masyarakat bertujuan mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri atau membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri. Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan (Tampubolon, 2001, p. 677). Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Hasan (2002, p. 865) bahwa tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.
2.1.2 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Tahapan dari program pemberdayaan masyarakat merupakan suatu siklus pengubahan yang berusaha mencapai ke taraf yang lebih baik (Adi, 2002, p. 179).
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
12
Dalam bukunya yang berjudul Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Isbandi Rukminto Adi (2002, p. 181) juga menjabarkan tahapan pemberdayaan masyarakat yang dapat dilihat melalui skema berikut ini:
Persiapan
Pengkajian (Assessment)
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pemformulasian Rencana aksi
Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Evaluasi
Terminasi
Gambar 1: Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Sumber: (Adi, 2002: 181)
Skema tahapan pemberdayaan di atas, walaupun disebut tahapan, tetapi bukan merupakan tahapan yang menyerupai anak tangga yang mana seseorang harus berjalan melalui tahap demi tahap secara berurutan melainkan merupakan tahapan yang berbentuk siklus (cyclical) dan spiral yang mana agen pengubah
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
13
dimungkinkan untuk kembali ke tahap sebelumnya apabila mendapatkan masukan baru yang dapat digunakan untuk menyempurnakan program pemberdayaan tersebut. Hal ini dapat terlihat dari adanya tanda panah dua arah pada tahap 2, 3, dan 5 yang menunjukkan bahwa adanya kemungkinan untuk meninjau ulang tahapan tersebut dan kembali ke tahap sebelumnya. Sehingga program pemberdayaan masyarakat bukan sekedar menjadi program pembedayaan masyarakat yang bersifat kaku, tetapi lebih merupakan program pemberdayaan yang bersifat fleksibel dan berusaha untuk tanggap atas pengubahan dan kebutuhan yang berkembang pada komunitas sasaran. Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat tahap-tahap pemberdayaan masyarakat seperti yang tergambar pada skema di atas, seperti berikut ini (Adi, 2002, p. 182-196):
1. Tahap Persiapan (Engagement) Pada tahap ini dilakukan melalui tahap penyiapan petugas dan penyiapan lapangan. a. Penyiapan petugas, merupakan penyiapan tenaga pemberdaya masyarakat yang dapat dilakukan oleh community worker. Pada tahap ini yang diperlukan adalah dalam hal penyamaan persepsi antar anggota tim agen pengubah (change agent) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Penyamaan persepsi ini akan semakin penting apabila dalam pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan ternyata setiap tenaga petugasnya memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. b. Penyiapan lapangan, dalam hal ini community worker pada awalnya melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, yang dilakukan secara formal maupun informal. Dalam jalur formal yaitu dengan mendapatkan ijin dari pihak terkait, sedangkan dalam jalur informal para community worker harus menjalin hubungan baik dengan tokoh informal (informal leader) agar hubungan dengan masyarakat terjalin dengan baik. Komunikasi yang baik pada tahap awal akan berpengaruh pada tahap berikutnya.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
14
2. Tahap Pengkajian (Assessment) Pada tahap ini yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan = felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Dapat dilakukan secara individual (individual assesment) melalui tokoh-tokoh masyarakat (key-person) maupun melalui kelompokkelompok dalam masyarakat, misalnya dengan diskusi kelompok terfokus, curah pendapat ataupun nominal group process. Dalam tahap assessment ini dapat dipergunakan teknik SWOT, dengan melihat kekuatan (strength), kelemahan (weaknesses), kesempatan (opportunities), dan ancaman (threat). Pada tahap ini ada baiknya masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar mereka dapat merasakan bahwa permasalahan yang sedang dibicarakan benarbenar permasalahan yang keluar dari pandangan mereka sendiri. Di samping itu, pada tahap ini pelaku pengubahan juga memfasilitasi warga untuk menyusun prioritas dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya. Ada kalanya juga dibutuhkan peran edukasional dari petugas, misalnya dengan melakukan penyadaran maupun memberikan informasi kepada masyarakat agar mereka dapat berdiskusi dan mempertimbangkan keadaan lingkungan mereka secara lebih rasional sehingga dapat menentukan felt needs secara lebih bijak. Hal ini diperlukan dalam rangka menjembatani perbedaan cara pandang yang mungkin terjadi antara komunitas sasaran dengan agen pengubah dalam menentukan kebutuhan.
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (Designing) Pada tahap ini yang perlu dilakukan petugas sebagai agen pengubah adalah dengan mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada. Dalam proses ini petugas bertindak sebagai fasilitator yang membantu masyarakat berdiskusi dan memikirkan program dan kegiatan apa saja yang tepat
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
15
dilaksanakan pada saat itu. Hal ini dilakukan agar program dan kegiatan yang akan mereka kembangkan sesuai dengan tujuan pemberian bantuan sehingga tidak muncul program-program yang bersifat charity (amal) yang kurang dapat dilihat manfaatnya dalam jangka panjang.
4. Tahap Pemformulasian Rencana aksi Pada tahap ini agen pengubah membantu masyarakat untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada serta membantu dalam memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal. Melalui tahap pemformulasian rencana aksi ini diharapkan petugas dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.
5. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan (Implementasi) Tahap ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena sesuatu yang telah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara petugas dan warga masyarakat, maupun kerja sama antar warga sendiri. Peran masyarakat sebagai kader dalam pelaksanaan progran
pemberdayaan
masyarakat
diharapkan
dapat
menjaga
keberlangsungan program yang telah dikembangkan.
6. Tahap Evaluasi Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga pada tahap ini diharapkan akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal, sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan dapat membentuk suatu sistem dalam masyarakat yang lebih ”mandiri” dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Akan tetapi kadangkala dari
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
16
hasil pemantuan dan evaluasi ternyata hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bila hal ini terjadi maka evaluasi proses diharapkan akan dapat memberikan umpan balik yang berguna bagi perbaikan suatu program ataupun kegiatan, sehingga bila diperlukan maka dapat dilakukan kembali assessment terhadap permasalahan yang dirasakan masyarakat ataupun terhadap sumber daya yang tersedia. Selain itu agen pengubah juga menyadari bahwa tolok ukur (benchmark) suatu masyarakat juga dapat berkembang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan yang sudah terjadi. Evalusi itu sendiri dapat dilakukan pada input, proses (yang juga dikenal sebagai pemantauan atau monitoring) dan juga pada hasil.
7. Tahap Terminasi (Disengagement) Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat tidak jarang dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap “mandiri”, tetapi lebih karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan. Meskipun demikian, petugas tetap harus keluar dari komunitas sasaran secara perlahan-lahan dan bukan secara mendadak. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak merasa diitinggalkan secara sepihak dan tanpa disiapkan oleh petugas. Oleh karena itu, bila petugas merasa bahwa tugasnya belum diselesaikan dengan baik tidak jarang petugas tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin, dan kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran.
2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat sebagai Suatu Program dan Proses Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sisi keberadaannya sebagai suatu program atau sebagai suatu proses (Adi, 2002, p. 171). Pemberdayaan sebagai suatu program, di mana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Konsekuensinya adalah bila program itu selesai maka dianggap pemberdayaan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
17
sudah selesai dilakukan. Hal seperti ini banyak terjadi pada sistem pembangunan berdasarkan proyek
yang banyak dikembangkan oleh
lembaga-lembaga
pemerintah, di mana proyek yang satu dan yang lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain, meskipun berada dalam satu lembaga yang sama. Adapun pada beberapa organisasi non pemerintah kegiatannya tidak jarang juga terputus karena telah berakhirnya dukungan dana dari pihak donor. Adapun pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses adalah suatu proses yang berkesinambungan (on-going) sepanjang komunitas itu masih ingin melakukan pengubahan dan perbaikan, dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja. Seperti yang dikemukakan Hogan (dalam Adi, 2002, p. 172), yang melihat proses pemberdayaan sebagai suatu proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa (empowerment is not an end-state, but a process that all human beings experience). Dapat dikatakan bahwa pada suatu masyarakat, proses pemberdayaan tidak akan berakhir dengan selesainya suatu program. Program pemberdayaan akan berlangsung selama komunitas itu masih tetap ada dan mau berusaha memberdayakan diri mereka sendiri. Hogan
juga
menggambarkan
proses
pemberdayaan
yang
berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama, yaitu: 1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan (recall depowering/empowering experiences) 2. Mendiskusikan
alasan
mengapa
terjadi
pemberdayaan
dan
pentidakberdayaan (discuss reasons for depowerment/empowerment) 3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek (identify one problem or project) 4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify useful power bases) 5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikanya (develop and implement action plans)
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
18
Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu program dan proses yang berkelanjutan sebenarnya merupakan pemikiran yang juga terkait dengan posisi agen pemberdaya masyarakat (petugas). Bila agen pemberdaya masyarakat merupakan pihak luar (dari luar komunitas) maka program pemberdayaan masyarakat akan diikuti dengan adanya terminasi atau disengagement. Adapun bila agen pemberdaya masyarakat berasal dari internal komunitas, maka pemberdayaan masyarakat akan dapat diarahkan ke proses pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan (Cahyono, 2007, p. 333).
2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat melalui Perpustakaan Pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk menjadikan masyarakat berdaya, memiliki kekuatan, dan tidak tertinggal. Ketertinggalan suatu masyarakat terutama disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu ketidaktahuan, kemiskinan, dan penyakit (ignorance, poverty, and disease) (Al Hakam, 2010). Untuk mengatasi ketertinggalan ini, maka yang menjadi tujuan utama adalah dengan meningkatkan kecerdasan masyarakat agar tercipta manusia yang bersumber daya unggul. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat ini bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri atau membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri. Usaha meningkatkan kecerdasan masyarakat merupakan tujuan dari pendidikan nasional yaitu meningkatkan kecerdasan bangsa. Tak bisa dipungkiri bahwa meningkatkan kecerdasan masyarakat berarti dapat dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Usaha ini dapat dilakukan melalui perpustakaan, karena perpustakaan
merupakan
sebuah
institusi
yang
memiliki
peran
dalam
menyediakan informasi bagi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat melalui perpustakaan ini akan berhubungan dengan dunia atau bidang pendidikan. Dalam dunia pendidikan, banyak kalangan pakar dan praktisi pendidikan menekankan bahwa dunia pendidikan di era informasi membutuhkan model pembelajaran baru yang didasarkan pada pemanfataan sumberdaya informasi dunia nyata, serta pembelajaran yang aktif dan terintegrasi (Saputra, 2007, p. 39). Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
19
yang dimiliki oleh perpustakaan yaitu membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya (Sulistyo-Basuki, 2005). Fungsi yang dikenal sebagai fungsi pendidikan ini menjadikan perpustakaan sebagai tempat pendidikan yang mengandung arti bahwa perpustakaan merupakan tempat belajar seumur hidup (Wardhani, 2007, p. 19). Sebagai salah satu institusi yang memegang peran dalam dunia pendidikan, maka usaha pemberdayaan masyarakat pun dapat dilakukan melalui perpustakaan. Melalui perpustakaan, masyarakat dapat mengembangkan bakat dan potensi yang meraka miliki dengan memanfaatkan fasilitas dan layanan yang ada di perpustakaan. Seperti misalnya dengan memperoleh pengetahuan baru lewat koleksi buku yang ada di perpustakaan. Inilah saatnya perpustakaan seharusnya dapat mengambil peranan yang lebih besar untuk lebih memberdayakan warga masyarakat dengan menyediakan berbagai informasi yang mereka perlukan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas mereka baik secara individu maupun kelompok (Siregar, 2008, p. 2) Salah satu usaha pemberdayaan masyarakat melalui perpustakaan yaitu adalah membangun konsep melek huruf (literacy). Menurut Kassam seperti yang dikutip oleh Pranarka dan Vidhyandika (1996, p. 63), melek huruf memberikan akses terhadap pengetahuan tertulis yang dapat dianggap sebagai suatu kekuatan. Salah satu kemampuan literasi informasi dimulai dengan apa yang disebut dengan membaca. Untuk bisa membaca maka masyarakat harus menjadi masyarakat yang kenal/melek huruf. Dari melek huruf inilah dimulai usaha untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat dalam rangka mengatasi ketertinggalan yang dialami masyarakat. Dengan meningkatnya taraf kecerdasan masyarakat maka perbaikan mutu kehidupan masyarakat pun dapat dijamin. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat pun dapat terlaksana. Dalam hal inilah pemberdayaan masyarakat melalui perpustakaan dapat dilakukan, yaitu dengan meningkatan minat masyarakat terhadap buku atau bacaan, karena membaca merupakan gerbang menuju kesuksesan. Minat baca yang tinggi menjadikan seseorang dapat memperoleh informasi dari bacaan yang dibacanya dalam rangka meningkatkan pengetahuan. Untuk itu minat baca
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
20
menjadi suatu hal yang penting dalam pemberdayaan masyarakat. Namun sayangnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki minat baca yang rendah. Jika sedang punya waktu senggang, orang Indonesia konon lebih suka bercakap-cakap. Jika ada televisi dan radio, orang Indonesia lebih suka memirsa dan mendengar bersama sanak saudara atau rekan sepermainan. (Pendit, 2007, p. 29). Begitulah kenyataan yang terjadi di Indonesia. Minat baca sendiri dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang yang begitu besar terhadap bacaan tertentu. Kata minat dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi, gairah atau keinginan seseorang terhadap sesuatu. Menurut Sutarno (2006, p. 27), faktor yang menjadi pendorong atas bangkitnya minat baca adalah ketertarikan, kegemaran dan hobi membaca, dan pendorong tumbuhnya kebiasaan membaca adalah kemauan dan kemampuan membaca. Minat baca dapat ditumbuhkan sejak dini atau dari masa anak-anak. Minat baca yang dikembangkan sejak dini akan menjadikan anak-anak terbiasa untuk membaca ketika dewasa nanti. Kebiasaan membaca terus-menerus juga akan menjadikan hal tersebut sebagai budaya baca. Perkembangan kebiasaan dan budaya baca juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: ketersediaan bahan bacaan yang bervariasi dan memadai serta memenuhi keinginan masyarakat. Dalam bukunya Perpustakaan dan Masyarakat (2006, p. 29), Sutarno menyebutkan beberapa faktor yang mendorong bangkitnya minat baca masyarakat, yaitu: 1. Rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta, teori, prinsip, pengetahuan, dan informasi 2. Keadaan lingkungan fisik yang memadai, dalam arti tersedianya bahan bacaan yang menarik, berkualitas, dan beragam 3. Keadaan lingkungan sosial yang lebih kondisif, maksudnya adanya iklim yang selalu dimanfaatkan dalam waktu tertentu untuk membaca 4. Rasa haus informasi, rasa ingin tahu, terutama yang aktual 5. Berprinsip hidup bahwa membaca merupakan kebutuhan rohani Faktor-faktor ini akan terpelihara melalui sikap-sikap bahwa dalam diri tertanam komitmen
membaca
memperoleh
keuntungan
ilmu
pengetahuan,
wawasan/pengalaman dan kearifan.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
21
Oleh karena masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, perlu usaha-usaha lebih agar minat baca bangsa ini semakin meningkat. Meningkatkan minat baca, sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, dapat dilakukan melalui perpustakaan. Diantaranya adalah dengan: 1. Program berbasis buku Program ini dilakukan perpustakaan dengan menyebarkan informasi tentang buku yang dimiliki perpustakaan. Pustakawan lalu berupaya mencari
tahu
apa
yang
diinginkan
publik.
Tetap
memperbaiki
perpustakaan untuk membuat pengunjung kerasan di perpustakaan untuk membaca buku 2. Program
peningkatan
kemampuan
membaca
dengan
cara
menyelenggarakan kursus baca cepat, teknik membaca yang baik. 3. Lomba baca Lomba ini bertujuan mempercepat kebiasaan membaca di kalangan generasi muda dengan menggunakan perpustakaan. 4. Bedah buku Bedah buku dapat dilakukan di perpustakaan maupun di tempat lain. Menyusul bedah buku seringkali perpustakaan menyelenggarakan lomba meringkas isi buku 5. Membaca keras-keras pada anak-anak Bila anak-anak sudah cukup usia untuk bicara maka dia sudah cukup usia pula untuk membaca. Bayi berusia 9 bulan sudah dapat bereaksi terhadap buku khususnya gambar yang cerah. Bila hal ini diteruskan ke orang tuanya maka orang tua yang mampu dapat membinanya dengan meyediakan bacaan yang sesuai usianya. Bila orang tua tidak mampu, maka perpustakaanlah yang menyediakan buku sesuai dengan minat, kebutuhan dan usia anak-anak. 6. Bercerita (story telling) Ini merupakan lanjutan membaca keras-keras. Pada program bercerita, seorang pendongeng bercerita kepada anak-anak. 7. Buku gambar
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
22
Perpustakaan memulai dengan buku gambar artinya buku anak-anak yang penuh dengan gambar kemudian ditingkatkan ke buku cerita dan selanjutnya ke novel. Buku gambar dapat dibacakan keras-keras kepada anak-anak yang usianya dapat berbeda-beda. Pustakawan mengusahakan agar anak-anak dapat melihat gambar dengan jelas.
Bentuk-bentuk
pemberdayaan
masyarakat
lainnya
yang
mungkin
dilakukan melalui perpustakaan, diantaranya adalah: 1. Pertunjukan drama Pertunjukan drama memerlukan pengorganisasian yang baik serta runagan yang cukup. Pendekatan yang diguankan adalah membuat garis besar sebuah tema berdasarkan sebuah buku atau bagian buku kemudian kerjasama
dengan
anak-anak
serta
penanggungjawab,
kemudian
dipanggungkan. Masing-masing anak memegang peran serta diharapkan mampu mengembangkannya 2. Pertunjukan boneka Aktivitas drama dan kerajinan tangan dapat diwujudkan dalam pertunjukan boneka, di dalmnya anak-anak menjadi boneka dengan kisah berdasarkan sebuah buku atau bagian buku. Bagi pemain maupun penonton, pertunjukan boneka hidup ini dapat menggugah kesadaran akan cerita serta buku yang dijadikan basis lakon pertunjukan 3. Kerajinan tangan Pelatihan membuat karya-karya kerajinan tangan dapat membantu dalam mengembangkan diri. Dengan adanya pelatihan, ketrampilan masyarakat meningkat dan dikemudian hari dapat dikembangkan untuk menghasilkan sesuatu serta peningkatan kualiatas hidup
Pemberdayaan masyarakat melalui perpustakaan, dapat menerapkan prinsip-prinsip baru yang dikemukakan oleh Craeford dan Gorman berikut ini (Siregar, 2008, p. 3-5): 1. Melayani seluruh umat manusia
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
23
Perpustakaan harus terbuka bagi semua kalangan masyarakat tanpa membeda-bedakan latar belakangnya. 2. Hargai semua bentuk pengetahuan dikomunikasikan Perpustakaan harus memelihara dan menjaga dengan baik berbagai jenis koleksinya, baik yang berbentuk kertas, maupun elektronik atau digital, n yang lainnya untuk keperluan yang akan datang. 3. Gunakan teknologi secara tepat untuk meningkatkan pelayanan Penggunaan teknologi terutama teknologi informasi yaitu teknologi komputer dan komunikasi di perpustakaan bukan sesuatu yang baru lagi. Pemanfaatan teknologi ini diakui mampu meningkatkan efisiensi pengelolaan perpustakaan dan selanjutnya memberikan kemudahan dan efisiensi bagi pengguna perpustakaan. 4. Lindungi akses bebas terhadap pengetahuan Marilyn Mason dalam artikelnya yang diterbitkan dalam Library Journal mengingatkan bahwa sebaiknya perpustakaan umum dan pemerintah yang demokratis
harus
selalu
bergandengan-tangan
untuk
memberikan
pelayanan dengan prinsip persamaan kepada semua anggota masyarakat. 5. Hormati masa lalu dan ciptakan masa depan Perpustakaan memiliki tugas publik untuk melindungi atau memelihara bukti-bukti dokumenter dari peradaban, karena tanpa sumber rekaman masa lalu, ilmu pengetahuan dan pembelajaran modern tidak akan pernah ada dan riset dalam beberapa disiplin tidak mungkin dilakukan.
2.2 Perpustakaan Berbasis Komunitas Dalam konteks pemberdayaan, peran perpustakaan komunitas dalam meningkatkan kecerdasan masyarakat terlihat lebih nyata. Hal ini dikarenakan karena dari awal pendirian perpustakaan ini rata-rata bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Dapat dilihat dari tujuan perpustakaan komunitas itu sendiri, yaitu: 1. Memelihara kemampuan warga belajar yang telah bebas buta huruf
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
24
2. Memberikan pelayanan belajar pada warga belajar pendidikan luar sekolah dan masyarakat dengan menyediakan bahan-bahan bacaan sesuai 3. Membangkitkan dan meningkatkan budaya baca masyarakat sebagai bagian dari aktivitas belajar mandiri sehingga tercipta masyarakat gemar belajar yang berdampak pada peningkatan mutu sumber daya masyarakat (Sulistyo-Basuki, 2005).
Tidak sedikit juga pendirian perpustakaan komunitas yang dilatar belakangi atas ketidakpuasan pada layanan perpustakaan umum selama ini, yang dinilai belum mampu untuk menarik warga agar mau mengunjungi perpustakaan. Perpustakaan dianggap sebagai tempat yang serius, berdebu, dan tidak menarik dikunjungi. Hal ini membuat perpustakaan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam hal menciptakan sumber daya manusia yang berpotensi unggul, karena warganya sendiri belum tertarik mengunjungi perpustakaan. Perpustakaan komunitas biasanya didirikan di tengah-tengah masyarakat sehingga mudah untuk diakses oleh masyarakat sekitar. Perpustakaan ini tidak hanya menyediakan bahan bacaan, tetapi juga menghadirkan pusat-pusat kreatifitas untuk meningkatkan dan mengembangkan bakat masyarakat. Dengan adanya pusat kreatifitas ini membuat pemberdayaan masyarakat melalui perpustakaan komunitas berjalan lebih baik dibanding pada perpustakaan umum lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Raseroka dalam Dent (2005) bahwa perpustakaan komunitas seringkali juga menyediakan layanan pendidikan informal seperti kecakapan literasi. Perpustakaan komunitas merupakan perpustakaan yang berbasiskan pada komunitas atau kelompok tertentu. Pendirian perpustakaan komunitas biasanya terbentuk karena adanya kesamaan diantara komunitas tersebut. Sebelumnya kita kenal dulu arti dari kata komunitas itu sendiri. Kata komunitas sendiri berasal dari bahasa Latin communis yang berarti umum untuk bersama, publik yang saling berbagi. Istilah community dalam bahasa inggris berasal dari istilah Latin yaitu communitatus, awalan “Com-“ mengandung arti dengan atau bersama, “-Munis-
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
25
“ mempunyai arti pengubahan atau pertukaran, dan akhiran “-tatus” berarti kecil, intim, atau lokal (Wikipedia). Komunitas biasanya terbentuk karena suatu kelompok memiliki satu atau lebih kesamaan diantara mereka seperti kesamaan tempat atau lokasi, minat atau tujuan. Untuk perpustakaan komunitas pada dasarnya pendiriannya dilatar belakangi oleh kesamaan dari komunitas-komunitas tersebut. Perry dalam Iriantara (2004, p. 24) memandang ada dua makna komunitas. Pertama komunitas sebagai kategori yang mengacu pada orang yang saling berhubungan berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan bersama yang khusus, seperti para penyandang cacat, jamaah masjid atau kelompok imigran. Kedua secara khusus menunjuk pada satu kategori manusia yang berhubungan satu sama lain karena didasarkan pada lokalitas tertentu yang sama yang karena kesamaan lokalitas itu secara tak langsung membuat mereka mengacu pada kepentingan dan nilai-nilai yang sama. Adapun Satpathy (n.d.) menyatakan bahwa komunitas adalah sekelompok orang yang berada dalam lingkup daerah yang sama atau sekelompok orang yang memimpin kehidupan yang sama atau sekelompok orang yang memiliki hak yang sama atau sekelompok orang yang memiliki tujuan atau minat yang sama. Kata komunitas merupakan kata yang lazim digunakan sehari-hari, sehingga membuat kata komunitas mengandung makna yang beragam tergantung konteksnya. Namun, pada dasarnya komunitas berbeda dari kumpulan manusia lain seperti kerumunan atau kelompok manusia. Setidaknya ada lima faktor yang bisa membedakan komunitas dari kelompok-kelompok individu lain, yaitu (Ogdin dalam Iriantara (2004, p. 24): 1. Pembatasan dan ekslusivitas yang berdasarkan hal ini bisa dirumuskan siapa yang menjadi anggota dan bukan anggota komunitas tersebut. 2. Tujuan yang merupakan landasan keberadaan komunitas 3. Aturan yang memberi pembatasan terhadap perilaku anggota komunitas, termasuk ancaman disingkirkan untuk yang berperilaku melanggar aturan itu
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
26
4. Komitmen terhadap kesejahteraan orang lain, sehingga ada kepedulian terhadap orang lain yang berada dalam komunitas yang sama, atau setidaknya ada tanggung jawab bagi individu terhadap komunitas secara keseluruhan 5. Kemandirian yakni memiliki kebebasan sendiri untuk menentukan apa yang dilakukan dan cara memasuki komunitas
Terdapat tiga tipe komunitas, yang ditekankan pada (Fellin, 2001): 1. Batas geografi yang dibedakan berdasarkan lokasi atau tempat, seperti komunitas metropolitan, komunitas perkotaan, dan komunitas lingkungan tempat tinggal. 2. Tercipta dan dikelola berdasarkan kesamaan dan minat, seperti komunitas berdasarkan suku bangsa, kebudayaan, ras, agama, gaya hidup, gender, kelas sosial, pekerjaan, kemampuan/ketidakmampuan, umur. 3. Dibedakan dengan meliputi lokasi geografi dan kesamaan dan/atau minat komunitas.
Berdasarkan pengertian kata komunitas di atas, secara umum mengacu pada adanya satu kesamaan, baik itu lokasi ataupun minat. Mengacu pada pengertian komunitas di atas, maka dapat dikatakan bahwa perpustakaan komunitas merupakan perpustakaan yang terbentuk berdasarkan satu kesamaan baik dari kesamaan pendiri maupun kesamaan pemustakanya. Pada dasarnya pendirian perpustakaan komunitas dilatar belakangi oleh kesamaan dari komunitas-komunitas tersebut. Sering kali didapati bahwa perpustakaan komunitas biasanya didirikan di daerah-daerah yang kekurangan fasilitas perpustakaan atau di lingkungan masyarakat ekonomi kelas bawah. Hal ini bertujuan untuk membantu mereka
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
27
memperoleh informasi dan bahan bacaan dengan lebih mudah dan terjangkau. Pendiriannya pun didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Hal ini mengacu pada istilah perpustakaan masyarakat yaitu perpustakaan yang dimiliki masyarakat. Keberadaan perpustakaan di dalam masayarakat atas kehendak, keinginan, dan sepenuhnya dipergunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan kehidupan mereka sehari-hari dalam bidang informasi (Sutarno, 2006, p. 20). Perpustakaan
komunitas
dapat
dikelompokkan
ke
dalam
bentuk
perpustakaan umum, artinya perpustakaan yang diperuntukkan untuk umum. Hal pertama yang dapat kita kaji dari perpustakaan umum adalah pengertian dari perpustakaan umum itu sendiri. Dalam Keputusan Mendagri no.9/1988/Pasal 2 menyebutkan bahwa perpustakaan umum adalah perpustakaan yang melayani masyarakat umum di bidang pustaka dan informasi dalam rangka usaha meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Adapun mrnurut Harrod’s Librarian’s Glossary, perpustakaan umum adalah perpustakaan yang dibiayai dari dana masyarakat secara keseluruhan atau sebagian, dan pemakaiannya tidak dibatasi pada golongan tertentu, tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat. Dari pengertian-pengertian di atas, terlihat bahwa perpustakaan umum mengacu pada perpustakaan yang melayani umum. Hampir sama dengan perpustakaan komunitas, hanya bedanya perpustakaan komunitas merupakan perpustakaan yang didirikan oleh komunitas atau lembaga swadaya masyarakat untuk melayani komunitas tertentu dengan menyediakan materi perpustakaan umum (Sulistyo-Basuki, 2005). Umumnya keberadaan perpustakaan komunitas merupakan salah satu wujud dari ketidakpuasan sebagian masyarakat yang tergabung dalam suatu komunitas, terhadap keberadaan perpustakaan umum yang kurang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama bagi mereka yang tinggal di pinggir kota. Menurut Dent (2005), Perpustakaan komunitas sedikit berbeda dengan perpustakaan umum, yaitu perpustakaan yang dibangun oleh komunitas setempat dan juga diperuntukkan untuk komunitas tersebut, dan biasanya tidak didukung oleh dana dari pemerintah. Perbedaan lainnya juga terlihat dari peran pustakawannya. Stilwell (1991) dalam Dent (2005) mengatakan bahwa Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
28
pustakawan perpustakaan komunitas adalah orang yang hidup di dalam komunitas tersebut dan memiliki hubungan yang dekat dengan penggunanya. Dia tahu apa yang menjadi kebutuhan penggunanya dan dapat menyediakan kebutuhan ini secara tepat. Dalam perkembangannya perpustakaan komunitas mempunyai beberapa nama atau istilah seperti taman bacaan, rumah baca, sanggar baca, rumah pintar, dan lain-lain. Penggunaan berbagai macam istilah ini menunjukkan bahwa pendiri perpustakaan komunitas ingin menghadirkan tempat yang berbeda dari perpustakaan pada umumnya, yang mana pada masa sekarang perpustakaan lebih dianggap sebagi tempat yang kusam, kaku dan hanya menjadi gudang buku. Meskipun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menyediakan informasi dan mengembangkan minat baca masyarakat. Dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah rumah pintar.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian mengenai program pemberdayaan masyarakat melalui rumah pintar ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai program rumah pintar sebagai bentuk dari perpustakaan komunitas dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2002, p. 6). Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka (Sulistyo-Basuki, 2006, p. 78). Peneliti kualitatif lebih memfokuskan diri kepada persoalan dan upaya memahami objek penelitiannya lewat keterlibatan langsung. Pada penelitian kualitatif nilai penelitian tidak terletak pada keberhasilan menggeneralisir
temuan,
melainkan
pada
kemampuan
memahami
dan
memperlihatkan kerumitan dan keunikan konteks dari hal yang ditelitinya (Pendit, 2003, p. 262) Oleh karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang program rumah pintar sebagai bentuk dari perpustakaan komunitas dalam rangka pemberdayaan masyarakat, maka bentuk penelitian yang paling tepat untuk digunakan adalah studi kasus. Pada studi kasus peneliti terlibat dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap perilaku seorang individu (Sevilla, 1993, p. 75). Menurut Cavaye (1996) dalam Pendit (2003, p. 255) bahwa studi kasus memiliki beberapa ciri khas, yaitu tidak secara eksplisit mengendalikan atau memanipulasi variabel yang akan diteliti, meneliti fenomena dalam konteks yang sesungguhnya (natural), meneliti fenomena di satu tempat atau di beberapa tempat tertentu saja, dan menggunakan cara kualitatif maupun kuantitatif. 29 Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
30
3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 yang beralamat di Komplek Markas Komando Brimob Polri Kelapa II Depok. Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 terletak di kawasan komplek Brimob Polri. Lokasi rumah pintar ini Bhara Cendekia 1 berada di dekat kawasan asrama Brimob Polri. Adapun lingkungan sekitar rumah pintar merupakan kawasan pemukiman penduduk yang heterogen. Penduduk sekitar merupakan penduduk yang berasal dari berbagai status sosial, mulai dari kelas ekonomi bawah hingga kelas atas. Perumahan penduduk sekitar merupakan perumahan penduduk biasa, bukan pemukiman padat penduduk dan juga bukan perumahan elit atau mewah. Di sekitar rumah pintar juga terdapat ruko-ruko di pinggir jalan sebagai salah satu pusat ekonomi warga. Rumah Pintar ini berada di pinggir jalan raya sehingga sangat mudah untuk akses ke sana.
3.3 Pemilihan Informan Informan dari penelitian ini adalah pihak yang terlibat dengan program rumah pintar yaitu: pendiri, pengelola dan pihak-pihak yang berhubungan dengan pembinaan program Rumah Pintar. Pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Irawan (2007), Satori (2010), Sugiyono (2009), purposive sampling merupakan teknik pemilihan informan dengan pertimbangan tertentu, secara sengaja dipilih oleh peneliti sesuai dengan kebutuhannya karena dianggap memiliki ciri-ciri tertentu untuk memperkaya data penelitian. Dalam penelitian ini, informan yang dipilih merupakan informan yang dipandang paling tahu dengan keadaan rumah pintar dan yang paling sering terlibat dengan kegiatan rumah pintar. Pendekatan yang dilakukan terhadap informan relatif cukup mudah karena informan secara terbuka bersedia untuk membantu. Pendekatan dimulai dengan perkenalan dan pengakraban diri dengan sering mengunjungi rumah pintar. Informan sendiri memberikan sikap yang cukup positif dengan menyambut baik maksud dari penelitian ini. Informan juga dengan senang hati berupaya untuk
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
31
membantu memberikan data-data penelitian secara baik. Untuk menjaga identitas informan maka, dalam penelitian ini nama-nama informan disamarkan. Informan penelitian terdiri dari tiga orang informan yang terdiri dari dua orang pria dan satu orang wanita, yaitu: Toni, Nani, dan Yandi. Toni merupakan seorang pria anggota Brimob berpangkat BRIPTU yang bertugas sebagai bagian administrasi dan juga asisten tutor sentra baca di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1. Nani, seorang wanita anggota Brimob berpangkat IPTU yang merupakan wakil kepala Rumah Pintar Bhara Cendekia 1, dan juga merupakan staf operasi SAT I Gegana Brimob Polri. Adapun Yandi merupakan seorang pria anggota Brimob berpangkat BRIPTU yang bertugas sebagai tutor Sentra Baca Rumah Pintar Bhara Cendekia 1.
3.4 Metode Pengumpulan Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif dipastikan berbentuk katakata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Oleh karena itu, maka untuk mendapatkan data penelitian, metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
3.4.1 Wawancara Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara penelitian adalah suatu metode penelitian yang meliputi pengumpulan data melalui interaksi verbal secara langsung antara pewawancara dan informan (Sevilla, 1993: 75). Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan secara lisan meliputi istilah, latar belakang, program dan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat terutama anak-anak. Metode wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, (1) dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
32
diketahui dan dialami subjek yang diteliti, akan tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian, (2) apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang (Koenjtaraningrat, 1993, p. 65). Metode wawancara menjadikan peneliti lebih yakin dengan kebenaran data yang diperoleh karena didapatkan langsung dari sumbernya. Metode wawancara dipilih karena penelitian bertujuan mengetahui informasi yang lebih mendalam dari informan. Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap petugas rumah pintar yang bertugas sebagi pengelola dan menjalankan program pemebrdayaan di rumah pintar. Informan penelitian terdiri dari tiga orang informan yang terdiri dari dua orang pria dan satu orang wanita, yaitu: Toni, Nani, dan Yandi. Wawancara dilakukan pada setiap informan pada waktu yang berbeda. Masing-masing informan bertindak sebagai petugas rumah pintar.
3.4.2 Observasi Selain wawancara, pengumpulan data juga dilakukan melalui observasi. Observasi yang dimaksud adalah peneliti mengumpulkan data dengan mengamati perilaku individu-individu yang terlibat serta mengikuti kegiatan yang mereka lakukan di perpustakaan berbasis komunitas. Observasi sebagai metode pengumpulan data digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Tujuan dari observasi adalah menggambarkan program secara menyeluruh, termasuk juga menggambarkan kegiatan yang berlangsung dalam program, orang yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan itu dan makna bagi orang-orang mengenai apa yang telah diamati (Patton, 2006, p. 119). Observasi penting dilakukan karena peneliti dapat melihat langsung kegiatan yang terjadi sehingga dapat mempercayai kebenanrannya. Observasi mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya serta memungkinkan peneliti untuk melihat dunia sebagaimana dilihat subjek penelitian. Hal ini dikarenakan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
33
observasi merupakan kunjungan ke tempat penelitian secara langsung, sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau objek yang ada tidak luput dari perhatian dan dapat dilihat secara nyata (Satori, 2010, p. 106). Observasi pada penelitian ini dilakukan selama empat pekan. Observasi yang dilakukan mencakup pada proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh petugas rumah pintar terhadap masyarakat. Bagaimana petugas menjalankan fungsinya sebagai petugas pemberdaya masyarakat. Pengamatan juga dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di rumah pintar. Bagaimana kegiatan dilaksanakan dari awal hingga selesai. Observasi dilakukan sesering mungkin untuk melihat kegiatan-kegiatan rumah pintar dari pagi hingga sore hari.
3.4.3 Analisis Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. McMillan dan Schumacher dalam Satori (2010) menjelaskan bahwa dokumen merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak, dapat berupa cacatan anekdotal, surat, buku harian dan dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini analisis dokumen berkaitan dengan pengumpulan data dokumen yang berkaitan dengan penelitian seperti dokumen tentang latar belakang, sejarah, anggaran dasar/anggaran rumah tangga, brosur-brosur, orangorang atau peristiwa-peristiwa, dan juga program-program yang dijalankan dan yang berhubungan dengan organisasi. Dengan metode ini peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi memperoleh informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan. Metode analisis dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi. Hal ini dikarenakan analisis dokumen merupakan pengumpulan data dengan mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Melalui analisis dokumen, didukung dengan adanya dokumen yang terkait dengan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
34
penelitian, hasil wawancara dan observasi akan lebih kredibel/dapat dipercaya (Satori, 2010, p. 149). Analisis dokumen dalam penelitian ini mencakup dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan rumah pintar. Seperti dokumen awal pendirian rumah pintar yaitu buku pedoman pelaksanaan rumah pintar, pelatihan tutor, proposal kegiatan
rumah
pintar,
laporan
kegiatan-kegiatan
yang
telah
dilaksanakan, dan laporan triwulan rumah pintar.
3.5 Pengolahan dan Analisis Data Analisis data penelitian ini terdiri dari pengumpulan data, transkip data, analisis data (koding dan kategorisasi), triangulasi, dan penyimpulan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Irawan dalam Penelitian Kualitatif dan Kuantitaif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (2007, p. 72).
3.5.1 Triangulasi Triangulasi merupakan proses pengecekan antara satu sumber data dengan sumber data yang lainnya. Tahap ini merupakan tahap dalam pengumpulan data mentah. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Dalam pengumpulan data diperlukan alat-alat bantu seperti tape recorder, kamera, dan lain sebagainya. Pada tahap ini, data yang dikumpulkan adalah data yang apa adanya tanpa adanya campuran dari pemikiran, perasaan, komentar, dan pandangan dari peneliti. Di sini akan dilihat apakah satu sumber memiliki kecocokan (senada) atau mungkin terdapat perbedaan dengan sumber lainnya.
3.5.2 Catatan Lapangan Pada tahap ini merupakan tahap merubah catatan dari data mentah yang terkumpul menjadi bentuk tertulis. Data dari hasil pengamatan dan wawancara di lapangan dibuatkan suatu cacatan yang disebut dengan cacatan lapangan atau fieldnotes. Dalam penelitian kualitatif, catatan lapangan adalah merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif (Satori, 2010). Catatan lapangan adalah semua hal yang berlangsung dan terjadi di
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
35
lapangan selama penelitian yang disusn berdasarkan topik dan tema penelitian serta yang terkait dengan permasalahan dan teori yang digunakan. Pada tahap ini data yang ditulis kembali merupakan data yang bersih dari pemikiran dan komentar peneliti. Setiap data yang didapatkan baik dari wawancara, observasi, maupun dokumen dibuatkan transkipnya.
3.5.3 Koding, Kategorisasi, dan Interpretasi Data Pada tahap ini, seluruh data yang terkumpul yang telah dibuatkan transkipnya akan dibaca kembali dengan teliti. Pertama kali yang dilakukan adalah pemberian kode pada setiap hal-hal penting yang ditemukan. Masingmasing hal penting ini ditandai berdasarkan kata kuncinya (konsepnya). Selanjutnya adalah mengkategorikan masing-masing konsep yang ditemukan berdasarkan kodenya. Masing-masing konsep dirangkum atau disederhanakan menjadi beberapa kategori berdasarkan fokus penelitian. Selanjutnya diambil kesimpulan sementara dari data-data yang telah dikategorikan tadi. Selanjutnya pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah mengidentifikasi hasil review data baik secara non interview maupun secara interview sebagai hasil temuan lapangan yang kemudian dianalisis sesuai temuan lapangan yang menarik untuk dibahas dan dikaitkan dengan kerangka teori
3.5.4 Penyimpulan Tahap ini merupakan tahap penyimpulan dari semua data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Sebelum melakukan penarikan kesimpulan terlebih dulu dilakukan verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman, proses analisa tidak sekali jadi, melainkan interaktif, secara bolak-balik. Setelah melakukan verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis data. enarikan kesimpulan ini merupakan tahap akhir dari analisis data.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Profil Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 Rumah
Pintar
merupakan
program
pengembangan
dari
Mobil
Pintar/Motor Pintar1 sebagai salah satu solusi dalam persoalan pendidikan untuk mengembangkan kualitas masyarakat Indonesia yang dikembangkan oleh Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB). Program yang bertajuk Indonesia Pintar ini diprakarsai oleh Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono. Program ini merupakan bentuk dari keprihatinan beliau yang mendalam akan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, terutama untuk anak-anak usia dini. Bersama dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu, Ibu Ani Yudhoyono berusaha membangun dan mendirikan rumah pintar-rumah pintar di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah Rumah Pintar yang ada di seluruh Indonesia telah mencapai jumlah lebih dari 200 rumah pintar. Seluruhnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan dikelola oleh berbagai lapisan masyarakat. Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 sendiri diresmikan pada tanggal 21 Juli 2008 oleh Ibu Ani Yudhoyono. Rumah pintar yang dikelola oleh Brimob POLRI ini didedikasikan bagi masyarakat sekitar wilayah Depok dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di dalam Rumah Pintar seluas 350 meter persegi ini terdapat tujuh sentra yang mendukung pertumbuhan anak, yaitu sentra baca, sentra audio-visual, sentra bermain, sentra komputer, sentra kriya, sentra psikologi dan konsultasi kesehatan, dan sentra outbond.
1. Sentra Baca Sentra Baca ini merupakan tempat di mana pengunjung dapat membaca buku-buku yang telah disediakan. Koleksi yang disediakan seperti: buku bacaan anak, majalah, referensi. Koleksi ini didapatkan dari sumbangan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu) dan pembelian dari anggaran kepolisian. 1
Mobil pintar merupakan perpustakaan keliling yang lingkupnya dapat menjangkau lebih kecil lagi/lebih pelosok/ lebih ke daerah-daerah yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat atau lebih. Mobil pintar juga merupakan perpustakaan keliling yang dapat dioperasionalkan ke tempattempat/lokasi-lokasi sekolah, pemukiman/tempat-tempat berkumpulnya masyarakat sehingga dapat mengenalkan buku maupun menumbuhkembangkan minat baca masyarakat.
36 Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
37
2. Sentra Audio Visual Sentra ini merupakan tempat apresiasi bakat seni. Di sentra ini pengunjung dapat berlatih tari, menonton film, dan aktivitas seni lainnya. Khusus untuk menari, pengunjung akan mendapat bimbingan dari seorang guru tari yang secara sukarela mau mengajar. 3. Sentra Komputer Sentra ini memberikan layanan untuk pengunjung agar dapat belajar mengoperasikan komputer. Selain itu, pengunjung dapat bermain pula dengan menggunakan software yang telah tersedia, seperti paint, game, dll. 4. Sentra Kriya Sentra ini merupakan sentra dimana pengunjung dapat belajar menyulam, menjahit, mengobras. Terdapat seorang tutor yang akan membimbing pengunjung dan dapat diikuti secara gratis. 5. Sentra Psikologi dan Konsultasi Kesehatan Sentra ini memberikan pelayanan konsultasi di bidang kesehatan dan psikologi. Sentra ini hanya bersifat konsultasi bukan pengobatan. 6. Sentra Bermain Sentra ini merupakan arena bermain anak-anak. Terdapat fasilitas mainan anak-anak disini, seperti perosotan, jungkat-jungkit, dll. Biasanya ibu-ibu membiarkan anak mereka bermain di sentra ini sementara para ibu berada di sentra baca atau sentra kriya. 7. Sentra Outbond Lokasi Outbond terletak persis di belakang gedung Rumah Pintar ini. Fasilitas outbond yang tersedia memang tidak terlalu lengkap namun cukup memuaskan pengunjung yang ingin melakukan kegiatan outbond. Akan tetapi fasilitas outbond yang ada diperuntukkan untuk anak-anak.
Rumah Pintar Bhara Cendekia 1ni pada awalnya memang didirikan oleh SIKIB yang diperuntukkan bagi Brimob Polri untuk dikelola. Untuk selanjutnya pengelolaan, pengembangan diserahkan sepenuhnya kepada Brimob dengan pengawasan dari SIKIB. Untuk anggaran dan pendanaan Rumah Pintar juga
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
38
dikelola oleh Brimob, yaitu melalui anggaran Kepolisian. Kepolisian mengarur sendiri anggaran untuk pengelolaan dan pengembangan rumah pintar. Rumah Pintar ini memang terletak di lingkungan Polri namun siapa saja boleh berkunjung kesini, tak hanya dari keluarga Polri. Usia pengunjung pun beragam mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua, walaupun memang anakanak yang lebih dominan berkunjung. Setiap pengunjung yang datang diwajibkan untuk mengisi buku tamu terlebih dahulu di bagian resepsionis. Terdapat lima buah buku tamu yang masing-masingnya diperuntukkan sesuai dengan kelompok umur pengunjung, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan dewasa. Kunjungan dapat dilakukan setiap hari kecuali hari Senin. Bagi yang berkunjung secara rombongan harus konfirmasi terlebih dahulu minimal sebulan sebelum kunjungan dilakukan. Waktu kunjungan Rumah Pintar adalah setiap hari Selasa-Minggu pukul 09.00 – 11.30 WIB dan pukul 12.30 – 16.00 WIB. Melalui
rumah
pintar
yang
dapat
dijadikan
sebagai
sarana
kontak/komunikasi warga masyarakat dalam mencari referensi/pengetahuan maupun untuk membaca. Rumah pintar menjadi salah satu bagian dalam upaya membuka wacana/cakrawala dunia kepada masyarakat, yang tentu dapat menjadi perpustakaan/tempat
berlindung,
bermain
sekaligus
untuk
menambah
pengetahuan.
4.2 Latar Belakang Berdirinya Rumah Pintar Untuk mengetahui bagaimana program pemberdayaan masyarakat di Rumah Pintar, maka perlu diketahui latar belakang dibangunnya rumah pintar yang diuraikan oleh para pengelola rumah pintar. Mengetahui latar belakang kehadiran rumah pintar adalah untuk melihat bagaimana pemberdayaan masyarakat dilakukan di rumah pintar sejak dari awal pendiriannya. Langkah utama adalah mengetahui ide awal latar belakangnya didirikannya rumah pintar, dan apa tujuannya rumah pintar ini didirikan.
4.2.1 Ide Awal Penggagas utama hadirnya rumah pintar adalah dari Ibu Ani Yudhoyono. Hal yang mendasari Ibu Ani dalam usaha mendirikan rumah pintar adalah bentuk
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
39
keprihatinannya akan masalah pendidikan di Indonesia serta adanya keinginan untuk memajukan Indonesia dalam usaha mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Gagasan awal ini bermula dari program yang diprakarasai oleh SIKIB yaitu Indonesia Pintar. Bermula dari hadirnya motor pintar, mobil pintar, kemudian rumah pintar dalam rangka mewujudkan Indonesia pintar. Kehadiran rumah pintar diharapkan dapat membantu masyarakat mendapatkan fasilitas untuk belajar secara lebih mudah. Seperti yang diutarakan oleh Toni: “Awalnya rumah pintar berdiri, latar belakang kan sesuai dengan, kita mengacu ke pendidikan nasional itu mba, tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi ini tu pemikir utamanya bu presiden, bu Ani Yudhoyono untuk memajukan Indonesia Pintar, Program Indonesia Pintar di sini sebenarnya, sehingga pertama kan ada motor pintar, mobil pintar, sehingga gimana cara menciptakan rumah pintar, atau membangun rumah pintar lah bahasanya, biar tercapai Indonesia Pintar.” “Trus kita memikirkan hal-hal yang seminimal mungkin, seandainya masyarakat yang tidak mampu gimana caranya? Mungkin kan kalau sekarang zaman sekarang sekolah kan mahal. Tujuannya rumah pintar untuk itu. Untuk membantu.”
Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 dikelola oleh Korps Brimob POLRI. Awal mulanya Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 dikelola oleh Kepolisian adalah bermula dari keinginan Ibu Ani untuk mendirikan Rumah Pintar di TNI AU, AL, AD, dan Kepolisian. Pihak Kepolisian, yaitu Kapolri menunjuk Brimob sebagai pengelola Rumah Pintar ini. Penunjukan Brimob sebagai pengelola Rumah Pintar bermula dari laporan statistik pendidikan yang mana sebagian besar warga asrama Brimob dan warga sekitarnya, animo belajarnya masih rendah. Untuk itulah dibangun Rumah Pintar bagi warga Brimob dan sekitarnya sebagai wadah untuk merangsang dan menggiatkan kegiatan belajar masyarakat. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Toni: “Sejarahnya kok bisa di kepolisian ya, karena rumah pintar Bhara Cendekia 1 ceritanya tu bu Ani ingin kan di tentara ada, tentara empat, tiga tentara tu TNI AD, AL, AU ada. Tapi namanya beda-beda. Trus yg di kepolisian bu Ani mengutus Kapolri. Kapolri plus Ibu Bhayangkari. Bu Bhayangkari trus menunjuk ke Brimob. Mengapa menunjuk ke Brimob? Karena diliat dari statistik pendidikan, laporan yang datang ke sana,
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
40
kebanyakan warga brimob itu animo belajarnya itu masih rendah. Bukan brimob goblok ya. Animo belajarnya tu masih rendah di sekitar asrama dan di sekitarnya. Warga asrama brimob dan sekitarnya itu dilihat itu animo belajarnya itu masih rendah. Untuk meningkatkan kualitas belajar untuk menuju Indonesia pintar itu kan harus didirikan suatu apa itu tempatnya wadah menampung supaya anaknya itu merangsang untuk membuat giat belajar itu bagaimana. Didirikanlah rumah pintar di brimob.” Pada awalnya pendirian Rumah Pintar ini merupakan hasil bantuan dari SIKIB yang menyerahkan tanggungjawab pengurusan Rumah Pintar kepada Brimob (kepolisian). SIKIB memfasilitasi segala kebutuhan Rumah Pintar seperti buku bacaan, komputer, aneka permainan anak, dan Brimob yang menyediakan bangunan. Selanjutnya pengurusan, pemeliharan, dan segala kegiatan yang berhubungan dengan Rumah Pintar diatur oleh pegawai Kepolisian. Selanjutnya tetap ada koordinasi dengan SIKIB yaitu dengan adanya alporan triwulan yang disampaikan apda SIKIB. Seperti yang diungkapkan Toni: “Kita adanya koordinasi mba, dengan adanya pembuatan laporan triwulan. Laporan ini isinya lengkap dari perkembangan rumah pintar, trus kegiatan rumah pintar, kesimpulan dan saran yang harus, kendalanya juga ada di situ semua. Laporannya ke SIKIB, adanya garis hubungan koordinasi.”
4.2.2 Tujuan Rumah Pintar Tujuan awal berdirinya rumah pintar adalah mengacu pada tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Selengkapnya tujuan pendidikan
nasional
adalah
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Rumah pintar merupakan bentuk dari program Indonesia Pintar, maka tujuan dibangunnya rumah pintar pun berdasarkan pada tujuan Indonesia Pintar, yaitu: (1)meningkatkan minat baca pada anak usia 4-5 tahun; (2)memfasilitasi pengembangan kualitas pendidikan masyarakat, terutama yang lingkungan belajarnya kekurangan sumber belajar; (3)memfasilitasi belajar di luar sekolah,
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
41
mengembangkan dan menggali multiple intelligence anak, (4)menanamkan nilai positif keanekaragaman lingkungan sosial dan budaya setempat; (5)membantu program pemerintah dalam pengembangan kualitas hidup masyarakat melalui pemberantasan buta huruf, lifeskills dan penguasaan informasi dan teknologi. Atas dasar tujuan Indonesia Pintar inilah, maka dibangunlah rumah pintar yang memiliki tujuan yang sama. Seperti yang diungkapkan oleh Nani: “Untuk mencerdaskan iya mencerdaskan anak-anak Indonesia yang berkepribadian. Ya sama sesuai dengan misinya itu rumah pintar. Indonesia Pintar. Kan diharapkan seluruh Indonesia pintar, gemar membaca, meraih cita-cita.” Oleh karena tujuan hadirnya rumah pintar mengacu pada tujuan pendidikan nasional, maka secara tidak langsung tujuan dari rumah pintar adalah berusaha membantu dan mewujudkan pendidikan Indonesia menjadi lebih baik. Rumah pintar bertujuan agar masalah pendidikan Indonesia saat ini, yang masih tertinggal dari negara lain, padahal dulunya pendidikan Indonesia termasuk tinggi, dapat kembali baik. Hal ini seperti diungkapkan oleh Toni: “Mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang saya tahu itu supaya Indonesia tidak tertinggal dengan negara-negara lain, masalah dengan pendidikan. Karena dari sejarah, dari sejarah pendidikan, Indonesia itu pada tahun 45 itu pendidikannya tinggi. Ternyata sekarang pendidikan itu seluruh dunia urutan yang ke seratus sekian. Dari urutan 40 sampai seratus sekian. Menurun total.” Kakorbrimob Polri dalam amanatnya pada upacara penutupan pelatihan tutor dan asisten tutor rumah pintar mengatakan bahwa rumah pintar merupakan salah satu solusi dalam persoalan penduduk untuk mengembangkan kualitas masyarakat
Indonesia,
diharapkan
nantinya
rumah
pintar
akan
dapat
memberdayakan potensi ank-anak dan ibu-ibu serta anggota masyarakat lainnya sehingga akan terciptanya masyarakat Indonesia yang cerdas dan sejahtera.
4.2.3 Sasaran Rumah Pintar Berdasarkan tujuan utamanya dalam usaha memperbaiki pendidikan Indonesia, rumah pintar berusaha memberikan layanan seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat. Fokus utama memang ditujukan untuk meningkatkan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
42
semangat belajar. Untuk itu siapapun dibebaskan untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di rumah pintar, baik masyarakat yang tinggal di sekitar rumah pintar, maupun masyarakat umum lain. Seperti yang diutarakan oleh Toni dan Nani: “Untuk masyarakat. Tujuan utama rumah pintar yang kemarin kita berkumpul di UNJ yang sepengetahuan kita terdiri tak tahunya 220 itu. Itu tujuannya rumah pintar itu untuk belajar. Masyarakat umum plus anak yang berusia 4-15 tahun. Ya untuk masa pertumbuhan untuk menggiatkan belajar dia. Sesuai program PNF itu kan pendidikan non formal.” (Toni) “Ya sasaran utamanya masyarakat di sekitar sini. Baik masyarakat asrama maupun masayakat umum. Di sini ga di batesin, siapapun yang berkunjung ya silakan.” (Nani) Pada dasarnya sasaran dari program rumah pintar secara umum adalah warga masyarakat yang bermukim di wilayah padat penduduk dan prasejahtera, terutama di lokasi yang pernah mendapat pelayanan mobil pintar, dan motor pintar yang terdiri terdiri dari: anak usia dini (4-9 tahun), remaja (10-17 tahun), ibu dari peserta anak usia dini, dan anggota masyarakat secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan prinsip perpustakaan yaitu melayani seluruh umat manusia. Perpustakaan harus terbuka bagi semua kalangan tanpa membedabedakan latar belakangnya. Seluruh masyarakat dari semua lapisan dan golongan dapat memanfaatkan
fasilitas perpustakaan yang tersedia. Seperti yang
diungkapkan Wardhani (2007) bahwa perpustakaan tidak memandang status pengguna. Semuanya mempunyai hak dan fasilitas yang sama dalam menngunakan jasa perpustakaan. Berdasarkan pengamatan penulis, pengunjung rumah pintar mencakup seluruh lapisan masyarakat mulai dari balita, anak-anak, remaja, juga para ibu-ibu. Pengunjung memang didominasi oleh anak-anak usia sekolah, namun rumah pintar tidak terbatas pada anak-anak saja. Sering dijumpai para ibu yang datang ke rumah pintar sekadar untuk menemani anaknya, membaca di sentra baca, ataupun memang mengkhususkan diri untuk belajar ke rumah pintar seperti belajar keterampilan di sentra kriya.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
43
4.3 Pemberdayaan Masyarakat di Rumah Pintar 4.3.1 Bentuk Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat di rumah pintar memfokuskan pada masalah pendidikan mayarakat. Menurut Babari dan Prijono (1996) pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia baik individu maupun sosial. Dengan kata lain pendidikan berfungsi sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat guna menghadapi masa depan. Di sini rumah pintar menghadirkan program-program pemberdayaan berbasiskan pendidikan. Seperti yang diutarakan Nani: “Ya. Edukatif semua. Kalau khusus yang kriya kan ada keterampilannya. Kalau yang sentra-sentra lain kan diperuntukkan untuk anak-anak untuk yang dalam tahap pendidikan. Seperti outbond kan untuk keberanian, untuk sportivitas, kejujuran kan yang didapatkan dari outbond.” Pemberdayaan masyarakat berbasiskan pendidikan di rumah pintar, berusaha memberikan kecakapan-kecakapan dasar pada masyarakat agar nantinya masyarakat dapat mengembangkannya dari ilmu yang telah diperolah dari rumah pintar. Setiap sentra memberikan bekal kecakapan yang berbeda-beda, namun pada intinya adalah menularkan ilmu. Seperti yang dikatakan oleh Toni: “Sedangkan rumah pintar itu ada beberapa sentra. Sentra itu apa? Sentra adalah itu berkaitan dengan sub-sub bidang untuk menunjang bakat siswa, bakat pengunjung kalau di rumah pintar.” Menurut Toni, pemberdayaan masyarakat di sini mengutamakan pada pembelajarannya bukan hanya sekadar belajar. Hal ini karena antara belajar dan pembelajaran tersebut terdapat makna yang berbeda. Jika belajar berarti hanya sekadar belajar, maka pembelajaran memiliki arti yang lebih luas karena pembelajaran itu terkait dengan sistem. Yaitu sistem menularkan ilmu seperti dari guru ke murid sehingga menjadikan murid dari tidak bisa menjadi bisa. Di rumah pintar sendiri, sistem pembelajaran ini terkait dengan petugas rumah pintar yang disebut tutor dengan pengunjung rumah pintar. Bentuk pemberdayaan masyarakat di rumah pintar terkait dengan masingmasing sentra yang ada, yaitu:
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
44
1. Sentra Kriya Pemberdayaan yang berhubungan dengan keterampilan terlihat pada sentra kriya. Di sentra kriya, masyarakat dapat belajar menyulam dan menjahit, yang nantinya ilmu yang diperoleh dapat diterapkan untuk menghasilkan sesuatu yang berguna dan menghasilkan. Di sini masyarakat akan dilatih agar mahir sehingga nanti dapat menghasilkan lapangan pekerjaan baru. Seperti yang diungkapkan Toni: ”Bentuk rumah pintar dalam pemberdayaan masyarakat berupa adanya sentra kriya. Sentra kriya itu tujuannya untuk apa? Untuk menciptakan lapangan kerja berupa balai pelatihan dulu di sini. Setelah adanya pelatihan, pengunjung itu adanya stratifikasi yaitu dari ga bisa ke bisa ke mahir, ya kan? Adanya suatu sistim pembelajaran. Makanya adanya apa tadi, pemberdayaan masyarakat dengan adanya sentra kriya itu. Itulah bedanya perpustakaan dengan rumah pintar. Jadi sentra kriya ini memang bertujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja.” Berdasarkan pengamatan penulis, sentra ini memang selalu diisi dengan pelatihan menyulam, menjahit, mengobras. Petugas selalu siap di ruangan untuk mengajarkan pengunjung yang ingin berlatih. Sebagian besar pengunjung yang tertarik ikut pelatihan di sini adalah para ibu. Rata-rata para ibu ini ingin belajar menyulam pita yang sepertinya termasuk keterampilan yang baru mereka kenal. Setiap harinya selalu ada ibu-ibu yang berlatih di kriya ini. Petugas pun selalu bersedia membantu ibu-ibu dalam mengarahkan mereka dalam pelatihan.
2. Sentra Audio Visual Sentra-sentra lainnya memberikan bekal kecakapan sesuai dengan tujuan sentra tersebut. Seperti pada sentra audio visual. Di sentra ini berusaha memfasilitasi segala bentuk apresiasi pada seni. Fokus pada pengembangan gerak badan seperti tari, membaca puisi, menggambar dan mewarnai. Sentra ini juga menyediakan fasilitas televisi dan audio. Melalui sentra ini anak-anak dilatih dan dipandu oleh tutor-tutor rumah pintar. Untuk tari sendiri terdapat tutor dari masyarakat sendiri yang datang secara sukarela untuk melatih. Sentra ini juga bisa berfungsi sebagai sarana rekreasi bagi anak-anak. Kadang diadakan nonton bareng film-film yang bertemakan edukatif. Sesekali juga diselingin dengan film jenis lain agar anak-anak tidak jenuh dan bosan jika
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
45
selalu dihadapkan pada masalah pendidikan. Hal ini juga dilakukan agar rumah pintar selalu mengikuti perkembangan pengunjungnya, supaya masyarakat tidak bosan datang ke rumah pintar. Seperti yang diutarakan Nani: “Yang jelas filmnya yang edukatif, kemudian apa itu namanya yang humor, baik yang ipin upin yang anak-anak itu. Pokoknya kita ngikutin tren sekarang mba. Biar ga ketinggalan sama pengunjung. Nanti kita kalau cuma edukatif, cuma masalah pendidikan aja anak-anak akan bosan. Di rumah ibaratnya sudah penat gitu, di sekolah sudah kaya gitu, di sini gitu lagi. Iya biar dia bisa rekreasi.” 3. Sentra Baca Untuk sentra baca memang diutamakan untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Pada sentra ini terdapat berbagai macam bahan bacaan yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung. Seperti yang dikatakan Nani: “Umum. Macam-macam mba. Itu bisa dilihat ke sana. Itu bermacammacam, mulai dari pendidikan ada, dari pria, dari cara bercocok tanam, cara ya macam-macam.” Sentra baca ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk bisa membaca dan berusaha untuk selalu memperhatikan perkembangan anak dalam membaca. Rumah pintar berusaha menyediakan berbagai macam bahan bacaan sesuai keinginan pengunjung. Mereka akan diarahkan untuk menemukan bacaan yang mereka cari atau kalau memang tidak ada akan dijadikan bahan pertimbangan untuk penambahan koleksi selanjutnya. Seperti yang dinyatakan oleh Yandi dan Toni: “Yang pertama yang jelas ya intinya ngajari yang ga bisa baca, anak-anak dibawah umur kan. Kadang ada yang minta kadang kita ngajarin.Trus mempertanyakan pengunjung datang mungkin dia cari buku ga ada untuk masukan kita untuk penambahan berikutnya. Trus membuat apa namanya perkembangan anak, misalkan anak ini hari ini bacanya ini, besok ada perkembangannya lagi apa.” (Yandi) “Jadi misalkan dia pengen cari buku apa, kita kalau ada kita arahkan, kalau ga ada kita tulis untuk membeli buku itu.” (Toni) Dalam meningkatkan minat baca anak-anak, rumah pintar biasanya memberikan hadiah. Yandi mengatakan bahwa saat ini anak-anak kebanyakan tertarik untuk bermain komputer di sentra baca. Jadi agar anak-anak mau membeca buku, petugas biasanya memberikan hadiah bagi yang telah selesai
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
46
membaca untuk dapat bermain komputer. Bentuk hadiah lainnya yaitu mendapatkan satu buah buku tulis. Hal ini bertujuan agar anak-anak tidak berebutan ke sentra komputer dan juga agar kemampuan baca anak semakin meningkat
dengan
bersaing
bersama teman-temannya.
Anak-anak
yang
mendapatkan hadiah adalah mereka yang bisa menceritakan kembali isi buku yang telah mereka baca. Seperti yang dikatakan Yandi: ”Ada hadiahnya. Sementara hadiahnya kita masukin ke komputer. Pertama hadiahnya ya satu dia membacanya aktif, menceritakan kembali, dia akan masuk ke komputer.” ”Sekarang dia membaca buku ya, memang dia harus menceritakan kembali. Untuk anak-anak, kalau di bawah umur kan paling dia baca. Jadi setelah baca, ya yang sudah baca mana sini. Bukunya kita pegang dia menceritakan ulang kembali. Di sini bukunya tentang nanini bla bla. Lalu dia boleh ke komputer. Hadiahnya kaya gitu. Dia akan bersaing.” “Tadinya itu anak-anak itu antusiasnya ke komputer. Jadi kalau ke komputer harus membaca dulu. Caranya. Supaya mereka. Jadi mereka harus tahu. Mau ga mau kan mereka harus baca kan. Karena nanti menceritakan kembali baru masuk ke komputer.” 4. Sentra Bermain Untuk sentra bermain, di sini memfokuskan pada kecepatan dan ketepatan anak terutama anak di bawah lima tahun. Permainan yang ada di sini mendukung perkembangan sensorik dan motorik anak, seperti permainan mencocokkan huruf, puzzle, dan juga permainan ketangkasan lain seperti perosotan dan jungkat-jungkit. Adapun di sentra out bond mendukung pada sikap keberanian, sportivitas, dan kejujuran anak. Sentra-sentra ini berusaha memberdayakan potensi anak sejak dini agar dapat berkembang secara baik dan menjadi bekal yang baik pula untuk kehidupan mereka kelak. Seperti yang dinyatakan Toni dan Nani: ”Iya, anak kecil. Kecepatan, ketepatan. Fokus sensorik dan motorik.” (Toni) ”Seperti outbond kan untuk keberanian, untuk sportivitas, kejujuran kan yang didapatkan dari outbond.” (Nani) Berdasarkan pengamatan penulis, di sentra bermain anak-anak lebih sering bermain bersama orang tua mereka, terutama bagi anak-anak yang masih balita. Sebagian besar dari mereka bermain sambil ditunggui orang tua. Sesekali petugas menghampiri anak-anak untuk bermain bersma mereka. Kadangkala petugas bermain bersama anak sambil melatih potensi mereka, seperti dalam bermain
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
47
mengenal huruf. Usaha petugas juga dilakukan untuk meningkakan kemampuan bersosialisasi anak tersebut. Namun, sebagian besar anak-anak memang lebih sering bermain bersama orangtuanya. Hal ini juga dikarenakan peran orang tua yang sellau mengawasi anak-anaknya yang masih kecil dalam bermain.
5. Sentra Psikologi dan Konsultasi Kesehatan Lain halnya dengan sentra psikologi dan konsultasi kesehatan. Sentra ini memberikan layanan konsultasi gratis bagi semua pengunjung. Namun, sentra ini hanya di buka satu kali seminggu yaitu pada hari rabu. Sentra ini memiliki psikolog yang akan memberikan konsultasi gratis bagi pengunjung. Sentra ini menjadi salah satu layanan rumah pintar karena Polri memiliki rumah sakit sendiri jadi dalam rangka mensosialisasikan masalah psikologi dan kesehatan pada masyarakat dari rumah sakit maka diberikanlah layanan ini. Seperti yang dikatakan Toni dan Nani: ”Itu adanya seminggu sekali hari rabu untuk mengetahui pengunjung dan kondisi kesehatannya itu secara gratis juga. Iya psikolognya juga ada. Konsultasi, pengobatan, dan tes juga bisa. Itu adanya hari rabu. Kita melayani pengunjung dan melayani tutor. Seumur mba, dari anak, orang tua sampai itu kita di sini membantu.” (Toni) ”karena kita punya rumah sakit sendiri kan ada sentra konsultasi, psikolog sama kesehatan itu kan perlu juga ke masyarakat sosialisasi. Nah sosialisasi dari rumah sakit itu di sinilah lewat psikologi dan kesehatan.” (Nani) 6. Sentra Komputer Sentra Komputer memiliki sembilan unit komputer dan seluruhnya dapat dipergunakan untuk internet. Sentra komputer memberikan pendampingan dan arahan kepada pengunjung dalam menggunakan perangkat komputer dan aplikasinya serta memberikan pelajaran kepada pengunjung meliputi: tingkat TK berupa game edukatif, tingkat SD berupa game edukatif dan MS Word, serta tingkat
SMP/SMA/Umum
berupa
MS.
Word
dan
internet.
pembelajaran komputer kepada pengunjung di sesuaikan
Pemberian
dengan program
pengajaran di sekolah yaitu untuk tingkat SD di fokuskan kepada pelajaran pengetikan surat dan sebagainya (Ms.Word). Adapun untuk tingkat SMP di
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
48
fokuskan kepada pembuatan slide (Power Point) dan untuk tingkat SMA di fokuskan pada mengoperasionalkan internet
7. Sentra Out Bond Sentra out bond merupakan sentra yang menyediakan permainanpermainan ketangkasan untuk anak. Sentra ini memang hanya diperuntukkan untuk anak-anak dan bukan untuk orang dewasa. Permaianan yang ada seperti flyng fox dan titian dan jaring tali. Permainan ini dilakukan bersama dan di bawah pengawasan tutor. Sentra ini memfokuskan pada pengembangan keberanian dan sportivitas anak, seperti yang diungkapkan Nani: ”Seperti outbond kan untuk keberanian, untuk sportivitas, kejujuran kan yang didapatkan dari outbond.” (Nani) Berdasarkan pengematan penulis, anak-anak sangat antusias selamam bermain di sentra ini. Sentra ini berada di luar ruangan, sehingga ank-anak bebas untuk berlari-larian dan mencoba permainan baru yang tidak di semua tempat ada. Walaupun terdapat juga beberapa anak yang awalnya takut, tetapi dengan bimbingan tutor dan semangat dari teman-temannya akhirnya mulai berani juga.
Terlihat bahwa setiap sentra yang ada di rumah pintar Bhara Cendekia 1 merupakan berbagai bentuk dari pemberdayaan potensi masyarakat melalui berbagai bentuk. Namun secara garis besar bentuk pemberdayaan di rumah pintar ini menitik beratkan pada pendekatan pendidikan. Intinya di sini adalah rumah pintar berusaha memberdayakan potensi sumber daya manusia melalui sistem pembelajaran nonformal dengan memberikan fasilitas pendukung bagi masyarakat secara gratis. Pada hakikatnya proses pemberdayaan di bidang pendidikan merupakan pendekatan holistik yang meliputi pemberdayaan sumber daya manusia, sistem belajar mengajar, institusi atau lembaga pendidikan dengan segala sarana dan prasarana pendukungnya. (Babari dan Prijono, 1996) Rumah pintar Bhara Cendekia juga rutin melaksanakan lomba bagi pengunjungya. Lomba ini bertujuan untuk meningkatkan semangat belajar dan menanamkan semangat juang bagi pengunjung rumah pintar. Lomba di rumah pintar rutin dilaksanakan setiap dua tahun sekali, yaitu pada hari kemerdekaan dan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
49
hari ulang tahun rumah pintar. Banyak jenis lomba yang diadakan oleh rumah pintar, karena setiap sentra memiliki jenis lomba masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Toni dan Yandi: ”Lomba setahun dua kali, hari kemerdekaan sama hari jadi rumah pintar. Lomba berbagai sentra, setiap sentra ada. Makanya kita kan ada 7 sentra. Per sentra biasanya mengadakan lomba sampai 4-5. Ya udah itung aja sendiri, 4 kali tujuh.” (Toni) ”Bulan Juli. Ulang tahun rumah pintar kan. 21 Juli. Tapi sebelum 21 juli udah mulai-mulai. Mungkin kaya even-even inilah, apa. Jadi setiap-setiap sentra itu ada lombanya masing-masing.” (Yandi) Berbagai macam lomba yang diadakan oleh setiap sentra diantaranya: Sentra baca, lomba menceritakan kembali isi buku yang dibaca dan lomba cerdas cermat; sentra komputer, lomba membuat biodata dan cerita dengan microsoft word dan microsoft powerpoint; sentra audio visual, lomba tari, baca pusi dan dance beregu; sentra bermain, lomba memindahkan bola sesuai warna; sentra kriya, lomba menyulam pita; sentra outbond lomba ketangkasan/kombinasi. Lomba-lomba yang diadakan ini juga berfungsi untuk melatih kecakapan pengunjung pada masing-masing pembelajaran yang didapatkan di tiap sentra.
4.3.2 Proses Pemberdayaan Proses pemberdayaan msayarakat di rumah pintar didasarkan pada metode pembelajaran. Metode pembelajaran tersebut yaitu: 1. Program Tutorial a. Memberikan pembelajaran & bimbingan pada asisten tutor & anak-anak di lokasi. b. Mengevaluasi
perkembangan
anak
sesuai
dengan
pendekatan
pembelajaran 2. Sistem Sentra Rumah Pintar terdiri atas 7 sentra atau area yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan tertentu. Sentra tersebut adalah: baca, permainan, komputer, audio visual/ panggung, psikologi dan konsultasi kesehatan, dan kriya (aktivitas lifeskill guna meningkatkan taraf hidup) serta sentra Out Bound.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
50
3. Pendekatan Tematik Pembelajaran menggunakan tema-tema yang sudah dirancang sebelumnya 4. Pendekatan Multiple Intelligences Pembelajaran
yang
diberikan
berfiungsi
untuk
mengembangkan
kecerdasan majemuk anak yaitu: linguistic, logika matematika, visual spasial, kinestetik, intrapersonal, interpersonal, naturalis dan musikal. 5. Pendekatan Joyful dan Meaningful Learning Pendekatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Berdasarkan tahapan pemberdayaan yang dikemukakan oleh Adi (2002), proses pemberdayaan masyarakat di rumah pintar Bhara Cendekia 1 tidak secara mutlak sama dan sesuai. Penjelasan lengkap akan diuraikan pada setiap tahapannya.
4.3.2.1 Tahap Persiapan (Engagement) Tahap persiapan berarti tahap awal persiapan lapangan dan tenaga pemberdaya (petugas). Di rumah pintar Bhara Cendekia, tahap ini telah dimulai sejak munculnya gagasan dari SIKIB untuk mendirikan rumah pintar di kawasan TNI dan Polri. Dari Polri yang diberikan satu rumah pintar untuk dikelola memutuskan untuk mendirikannya di kawasan Brimob Polri. Tahap persiapan dimulai dari pihak Polri yang memutuskan dengan berbagai pertimbangan untuk membangun rumah pintar di pemukiman asrama Brimob. Dikarenakan adanya lahan yang memadai dan kebutuhan masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Nani: ”Bukannya bekerjasama, SIKIB kan punya program. Programnya kan dari pemerintah udah dulunya pertama kali di Surabaya di Angkatan Laut, trus POLRI dikasih juga untuk mengelola. Nah POLRI dikasihlah di Brimob ini untuk POLRI-nya. Mungkin dengan pertimbangan lahannya ada, trus masyarakatnya ya masyarakatnya kan heterogen.” Menurut Toni, pembangunan rumah pintar di kawasan Brimob juga berdasarkan pertimbangan lokasi dan keadaan lingkungan masyarakat yang dinilai belum begitu baik dalam pendidikan. ”Karena diliat dari statistik pendidikan, laporan yang datang ke sana, kebanyakan warga brimob itu animo belajarnya itu masih rendah. Bukan
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
51
brimob goblok ya. Animo belajarnya tu masih rendah di sekitar asrama dan di sekitarnya. Warga asrama brimob dan sekitarnya itu dilihat itu animo belajarnya itu masih rendah. Untuk meningkatkan kualitas belajar untuk menuju Indonesia pintar itu kan harus didirikan suatu apa itu tempatnya wadah menampung supaya anaknya itu merangsang untuk membuat giat belajar itu bagaimana. Didirikanlah rumah pintar di brimob.” Persiapan selanjutnya yang dilakukan oleh rumah pintar adalah menyiapkan tenaga pemberdaya, dalam hal ini tutor, agar program rumah pintar berjalan efektif. Persiapan ini dimulai dengan penunjukan anggota Brimob sebagai pengelola rumah pintar. Penunjukan anggota ini didasarkan pada Surat Perintah Kakorbrimob Polri No. Pol. : Sprin/546/VI/2008 tanggal 9 Juni 2008 tentang Penunjukan Personel sebagai Pengelola dan mengoperasionalkan Rumah Pintar Korbrimob Polri. Berdasarkan pada hasil rapat yang dipimpin oleh Waka Korbrimob tanggal 10 Juli 2008 tentang rencana peresmian rumah pintar dan rencana pelatihan bagi tutor dan asisten tutor pada rumah pintar, maka diadakanlah pelatihan tutor dan asisten tutor dalam rangka peresmian rumah pintar oleh Puslat Brimob Polri. Menurut Stueart (2002, p. 246), pelatihan merupakan suatu poses yang tidak pernah berakhir. Setiap pekerja yang baru membutuhkan suatu pelatihan atau suatu sistem baru yang meliputi pelatihan. Hal ini terlihat dari pelatihan yang diadakan untuk para tutor baru rumah pintar. Pelatihan tutor rumah pintar bertujuan untuk mempersiapkan para tutor dan asisten tutor dalam mengawaki rumah pintar secara profesional agar dapat melaksanakan bimbingan, layanan dan pembekalan terhadap anak-anak maupun pengunjung lainnya. Dengan pelatihan ini diharapkan para tutor dan asisten tutor dapat mengawaki rumah pintar secara profesionalisme, didiplin, berwibawa, dan jujur dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Materi pelatihan yang dilaksanakan pada tanggal 14-16 Juli 2008 di Mako Korbrimob Polri ini mencakup karakteristik perkembangan anak, memahami bagaimana anak belajar, memahami dan mengembangkan minat anak, memahami masalah dan gangguan psikologis pada anak, dan teknik berkomunikasi dengan anak. Pelatihan terhadap tutor dan asisten tutor yang akan melayani masyarakat di rumah pintar merupakan bentuk persiapan rumah pintar dalam rangka
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
52
melaksanakn program pemberdayaan masyarakat. Pelatihan ini menjadikan para tutor dan asisten tutor dapat belajar memahami karakteristik anak sehingga nantinya dapat bekerja dengan baik demi mencapai tujuan mencerdaskan bangsa. Pelatihan ini juga menjadikan para tutor memiliki visi dan pandangan yang sama tentang program pemberdayaan yang akan mereka emban.
4.3.2.2 Tahap Pengkajian (Assessment) Tahap ini merupakan tahap mengkaji kebutuhan masyarakat. Pada tahap ini rumah pintar mengkaji pemberdayaan seperti apa yang sesuai untuk daerah yang bersangkutan. Pengkajian juga dilihat dari karakteristik wilayah. Setiap rumah pintar akan menghasilkan produk pemberdayaan yang berbeda pula. Untuk rumah pintar Bhara Cendekia 1 ini, program pemberdayaannya lebih mengacu ke pendidikan sekolah. Seperti yang dikatakan oleh Toni: ”Tapi kalau di rumah pintar yang lain seperti di cakra di cilodong itu, itu adanya pemberdayaan jamur, susu manohara. Antara produk rumah pintar satu dengan yang lain beda. Kebenaran di sini kita mengacu ke pendidikan sekolah sama ke keterampilan kriya yang ada di rumah pintar. Karena kita kalau ke pertanian lahannya tidak ada. Lahan di sini.” ”Bahkan kayanya di sini udah ga ada tanah kosong. Rumah semua. Ya itu rumah semua.” Terlihat bahwa dari hasil pengkajian karakteristik wilayah, kawasan sekitar rumah pintar Bhara Cendekia tidak mendukung dengan lahan yang luas. Dari hasil pengkajian terhadap lingkungan skitar pun menunjukkan bahwa rumah pintar ini lebih cocok pada pengembangan pendidikan dan keterampilan. Hal senada juga diungkapkan ole Nani: ”Di sesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Kalau yang lahannya luas bisa mungkin dengan adanya pertanian atau apa itu namanya bercocok tanamlah.” Dalam melaksanakan tahap pengkajian ini, rumah pintar melakukan pendataan umum maslaah kebutuhan dan sumber daya masyarakat setempat, yaitu: melakukan data masyarakat (jumlah, usia, dan karamkteristik calon pengunjung rumah pintar); pendataan masalah/kebutuhan masyarakat setempat; pendataan sumberdaya alam, budaya, dan tradisis setempat, pendataan lembaga atau warga yang dapat diajak bekerjasama.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
53
4.3.2.3 Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan Pada tahap ini, yaitu tahap penentuan program dan kegiatan yang dilaksanakan, rumah pintar telah mendapat panduan dari SIKIB. Setiap rumah pintar dipastikan akan memiliki lima sentra utama yaitu sentra baca, komputer, bermain, audio visual, dan kriya. Untuk program lainnya dikembangkan sendiri oleh rumah pintar yang bersangkutan secara bebas. Pada rumah pintar Bhara Cendekia 1, mereka menambahkan sentra psikologi dan konsultasi kesehatan serta sentra out bond. Penambahan dua sentra ini didasarkan pada kebutuhan masyarakat sekitar. Sentra psikologi dan konsultasi kesehatan untuk membantu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang dunia kesehatan di rumah sakit, dan sentra out bond dikarenakan mereka mempunyai lahan untuk itu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Nani: ”Kalau dari sana kan emang udah ada panduan mba, sentra baca, audio visual, bermain, itu panduan dari SIKIB. Kemudian kriya, sentra komputer nah kita nambah lagi karena kita punya rumah sakit sendiri kan ada sentra konsultasi, psikolog sama kesehatan itu kan perlu juga ke masyarakat sosialisasi. Nah sosialisasi dari rumah sakit itu di sinilah lewat psikologi dan kesehatan. Outbond karena kita punya lahan. Tapi kalau dari sana sendiri tidak ada ini sentra psikologi kesehatan, outbond ga ada. Itu tambahan dari tiap masing-masing rumah pintar aja.” ”Sentra baca terutama itu pasti ada. Sentra baca, komputer, bermain, visual, kriya. Lima kalau yang dari SIKIB itu. Di sesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.” 4.3.2.4 Tahap Pemformulasian Rencana aksi Pada tahap ini merupakan tahap perumusan rencana program. Untuk rumah pintar sendiri mereka tiap tahun selalu membuatkan rencana kerja selama satu tahun ke depan. Dalam menyusun program/kegiatan pembelajaran, hal-hal yang dipertimbangkan, yaitu: merujuk pada kebutuhan masyarakat setempat; memberikan pedoman pada pelaksanaan dan penilaian; mempertimbangkan kesinambungan pelaksanaan program periode berikutnya; dan mempertimbangkan keterpaduan antar program/kegiatan, terutama dalam hal pendayagunaan sumber daya dan tenaga pendidik. Rencana kerja yang disusun untuk satu tahun ke depan akan mencakup pada: arah dan rincian kegiatan yang akan dilaksanakan, tugas dan tanggung jawab, anggaran dan logistik, serta target yang ingin dicapai.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
54
4.3.2.5 Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan (Implementation) Tahap pelaksanaan program rumah pintar merujuk pada waktu layanan yang diberikan. Pengunjung dapat berkunjung setiap saat sesuai jam layanan. Sebelumnya diperlukan sosialisasi kepada masyarakat akan keberadaan rumah pintar. Bentuk sosialisasinya bisa seperti ikut pameran, seperti yang dikatakan oleh Nani: ”Ya lewat itu sosialisasinya. Kaya ada pameran apa dalam rangka HUT Depok yang waktu itu, itu kan sosialisasi. Kalau ada kegiatan di kecamatan, walikota atau kecamatan kita ikut turun di situ, itu sebagai salah satu sosialisasinya. Sosialisasi ke masyarakat.” ”Ya kita ikut pameran. Pameran di itu ada stand itu. Kaya yang waktu HUT Depok itu, kita keliling. Kita sambil pake nons itu ke masyarakat. Itu mulai sepanjang Margonda itu kan udah mulai lumayan” Selanjutnya pelaksanaan program dapat dilakukan berdasarkan jadwal kunjungan. Hal ini dikhususkan pada pengunjung yang akan datang berombongan. Sebelumnya pengunjung yang akan berkunjung secara rombongan harus mendaftarkan diri kepada rumah pintar agar kemudian rumah pintar dapat membuatkan jadwal kunjungan. Seperti yang dikatakan Nani: ”Kita sudah membuat jadwal kunjungan. Tiap apa itu namanya bulan kan ada jadwalnya, yang mau berkunjung siapa.” ”Ya orang yang ke sini kita bikin jadwal. Orangnya daftar mau berkunjung, kita yang bikin jadwalnya. Request dulu.” Untuk yang datang perorangan bisa datang langsung ke rumah pintar tanpa perlu mendaftar. Selanjutnya pengunjung dapat mengisi buku pengunjung dan kemudian dapat mengeksplorasi dirinya di tiap sentra yang menjadi minatnya dengan arahan dari tutor. Toni mengutarakan mekanismenya seperti beikut ini: ”Kalau misalkan perorangan, mengisi daftar hadir dulu. Kalau rombongan dengan adanya kunjungan TK kita sambut dulu, sambut di ruang pelayanan umum. Kita isi dengan lagu-lagu, kita isi dengan apa sih rumah pintar profil company dengan rumah pintar. Ruang pelayanan umum kalau di hotel di lobbynya. Kita diarahkan di lobbynya dulu. Kasih tahu apa sih rumah pintar, apa yang ada di rumah pintar, trus tutornya ada siapa-siapa yang di rumah pintar. Kebeneran rumah pintar Bhara Cendekia 1 itu adanya di sini jadi di sini kebanyakan di kepolisian semua.” ”Kita arahkan, kita bagi. Misalkan rombongan itu jumlahnya 40. Setiap ruangan ideal, ruangan ideal dalam suatu pembelajaran itu kan 15. Kita
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
55
semaksimal mungkin untuk 40 dibagi berapa sentra. Nanti bergiliran. Jarak berapa 1 jam atau satu setengah jam atau berapa kita rolling. Supaya apa, pengunjung itu menikmati semua apa itu rumah pintar, fasilitas yang ada di rumah pintar.” Secara umum mekanisme pembelajaran yang diterapkan pada program pemberdayaan rumah pintar adalah sebagai berikut: 1. Peserta datang, didaftar oleh tutor 2. Memberikan peserta kesempatan untuk bereksplorasi sejenak, sambil menunggu teman – temannya. 3. Tutor memberikan arahan 4. Peserta memilih sentra sesuai dengan minatnya 5. Tutor melakukan pengamatan untuk memetakan kebutuhan peserta 6. Bila peserta sudah fokus, tutor membimbing belajar dengan pendekatan Multiple Intelligence 7. Selesai program, anak – anak dievaluasi eksplorasi terhadap pembelajaran yang mereka peroleh hari itu, kemudian diberi reward (penghargaan).
Tahap pelaksanaan program di rumah pintar merujuk pada rencana kerja yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaannya juga harus mempertimbangkan jumlah tutor dan warga yang berkunjung. Dari awal berdirinya pada tahun 2008, rumah pintar Bhara Cendekia 1 telah memperlihatkan beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut terlihat berbeda pada amsing-masing sentra tergantung pada pembelajaran di masing masing sentra. Seperti yang dikatakan oleh Toni: “Perkembangannya relatif mba di sini. Dari kita mengukur kalau namanya mengetahui perkembangan kan harus ada pengukuran dan evaluasi ada angka, nilai ya analisa. Jadi ya di sini relatif.” Jika dilihat pada masing-masing sentra seperti pada sentra kriya, ada masyarakat yang telah mampu mandiri dengan keterampilan yang diperoleh dari sentra kriya. Hal ini tentu dapat membantu mereka dalam meningkatkan kualitas hidup. Seperti yang dikatakan Toni: ”Kalau dari sentra kriya perkembangannya dari sini kita temukan sudah tiga orang yang maju di ITC(pusat pertokoan-pen) ada yang jualan produk dari sini. Pelatihan dari sini dari sulam pitanya. Belajar di sini
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
56
langsung dia pertemuan 4 kali langsung bisa berani membuka sekarang udah jualan di ITC.” Di sentra lain seperti sentra komputer, masyarakat jadi bisa belajar dasar-dasar komputer, misalkan untuk keperluan seperti mengetik atau pun internet. Seperti yang dikatakan Toni: ”Trus untuk program komputernya, dengan program komputer gratis anak-anak menjadi bisa program komputer, internet menjadi bisa. Ada pembelajarannya. Setiap keinginan pengunjung misalnya ingin belajar internet kita pandu dari awal. Dari menghidupkan sampai ya minimal dia bisa untuk mencari program ya misalkan word, excel kita mengetik di sini – di sini pos-posnya dia tahu, trus cara mematikan.” 4.3.2.6 Tahap Evaluasi Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 rutin melakukan evaluasi terhadap programnya dengan membuat laporan kegiatan setiap 3 bulan sekali. Laporan ini disampaikan
kepada
Polri
dan
SIKIB.
Laporan
ini
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban dan koordinasi dengan pimpinan serta sebagi bahan evaluasi untuk peningkatan layanan berikutnya. Untuk SIKIB sendiri sebagai penggagas awal, maka diperlukannya laporan kegiatan sebagai bentuk koordinasi yang mana SIKIB telah memberikan rumah pintar kepada Polri untuk dikelola. Hal ini diutarakan oleh Yandi: ”SIKIB itu hanya gimana ya, yang organisasinya berdiri kan SIKIB gitu ya, trus masing-masing instansi mungkin dikasih, misalkan kaya POLRI, TNI, itu dikasih untuk dikelola. Ini masuk DIPA nya ke POLRI Peran di awal tapi dia laporannya itu selalu, perkembangannya rumah pintar itu apa selalu.” Hal senada juga dikatakan oleh Toni, bahwa Rumah Pintar dan SIKIB selalu melakukan koordinasi melalui pembuatan laporan triwulan: Sperti yang dikatakan Toni: ”Kita adanya koordinasi mba, dengan adanya pembuatan laporan triwulan. Laporan ini isinya lengkap dari perkembangan rumah pintar, trus kegiatan rumah pintar, kesimpulan dan saran yang harus, kendalanya juga ada di situ semua. Laporannya ke SIKIB, adanya garis hubungan koordinasi.” Laporan kegiatan triwulan rumah pintar juga disampaikan kepada Walikota Depok sebagi bentuk pertanggungjawaban kepada pemerintah, karena rumag pintar ini berada di kawasan Depok. Hal ini juga bertujuan agar pemerintah
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
57
Depok mengetahui adanya program pemberdayaan masyarakat di rumah pintar yang diperuntukkna bagi warganya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Nani: ”POLRI SIKIB sama Depok, walikota Depok. Ya kita kan keberadaan kita di Depok, biar terpantau di sana walikota bahwa oh ya warganya itu ternyata ada yang ini di masyarakat ada rumah pintar. Kalau ga gitu nanti ga tahu. Makanya kita diundang untuk acara ulang tahun Depok segala kan? Karena tahu ada rumah pintar di sini. Biar tahu sejauh mana sih ini kiprahbya dari rumah pintar ini.” (Nani)
Laporan triwulan kegiatan rumah pintar Bhara Cendekia 1 mencakup berbagai hal pokok, yaitu: kegiatan yang dilaksanakan, hasil yang dicapai, anggaran, kendala, evaluasi, kesimpulan dan saran. Laporan ini rutin dibuat berdasarkan laporan tiap minggu dari masing-masing sentra. Seperti yang dikatakan oleh Yandi: “Didata setiap hari, setiap hari didata. Oh anak ini dia aktif, dia selalu menanyakan misalkan kaya majalah bobo dia selalu mengikuti, pak majalah bobo yang kemaren ini, itu judulnya ini pak. Perkembangan anak-anak seperti itu. Kenapa kita, karena membuat laporannya kan.” “Seminggu eh sebulan berarti setiap minggu, seminggu sekali. Kan hanya laporan ke dalam. Misalkan perkembangan anak kan tiap minggu. Jadi kaya minggu pertama, pengunjung dari ini ini ini, minggu kedua, ketiga keempat.” Salah satu hal yang menjadi bagian dari evaluasi adalah statistik pengunjung. Rumah pintar mengharuskan pengunjungnya mengisi buku daftar pengunjung sebgai bentuk pantauan dan evaluasi mereka terhadap antusiasme pengunjung. Buku pengunjung ini nantinya juga kan berguan sebagi bahan evalusasi mereka. Seperti yang dikatakan oleh Nani: “Untuk data kita. Bukan absensi namanya, data pengunjung. Dari situ kita bisa tahu grafiknya naik apa turun. Itu kan bisa evaluasi kita.” Dengan laporan kegiatan ini, dapat menjadi bahan acuan evaluasi bagi perkembangan kegiatan rumah pintar di masa akan datang. Pada setiap laporan akan dilaporkan hasil yang telah dicapai serta kendala-kendala yang ada.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
58
4.3.2.7 Tahap Terminasi (Disengagement) Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan. Namun, di rumah pintar sendiri tahap ini tidak terlihat karena rumah pintar merupakan sebuah organisasi yang selalu berdiri, dan bukan merupakan sebuah proyek yang sewaktu-waktu berakhir masa kerjanya. Terlihat dari para tutor yang selalu ada untuk memandu masyarakat. Walaupun pada akhirnya ada yang telah mandiri, namun kadangkala mereka masih menghubungi tutor untuk mengabarkan perkembangan mereka sendiri. Tutor juga kadang berinisiatif sendiri untuk menghubungi masyarakat yang misalnya mungkin tidak pernah datang lagi. Tutor selalu berusaha untuk memantau perkembangan masyarakat dan menjalin komunikasi yang terus berlanjut dengan masyarakat. Seperti yang dikatakan Nani: ”Ya kan suka ada nomor telpon. Contact person-nya ada. Jadi dipantau nanti sama tutor-tutor ini. Bu gimana ininya, kadang-kadang nanya gimana kok lama ga ke sini, kenapa? Dijalin komunikasi biar tidak putus.” “Iya kadang-kadang dia sendiri yang sadar.”(menghubungi tutor-pen) Terlihat di sini bahwa rumah pintar merupakan wadah bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi agar mereka bisa mandiri. Rumah pintar tidak berusaha memutuskan kontak dengan masyarakat, tapi berusaha memantau perkembangan masyarakat agar tidak berhenti di tengah jalan namun terus berlanjut hingga mereka benar-benar bisa mandiri.
4.3.3 Dampak Program Pemberdayaan 4.3.3.1 Hasil Hasil nyata yang dapat dilihat dari perkembangan rumah pintar adalah dari hasil program sentra kriya. Dari sentra kriya ini, masyarakat telah bisa membuat berbagai keperluan rumah tangga seperti menyulam, ataupun menjahit seperti membuat mukena, bed cover dan juga bordir. Dengan keterampilan ini, masyarakat dapat menjual hasilnya ataupun dipakai sendiri. Hal ini tentu akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lewat hasil kriya yang dihasilkan. Adapun untuk masalah kepandaian anakanak, rumah pintar belum bisa melihatkan hasil nyata karena rumah pintar membantu meningkatkan kepandaian tapi tidak dapat melihat hasilnya di rumah
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
59
pintar. Hal tersebut lebih terlihat di sekolah mereka masing-masing. Seperti yang diutarakan oleh Toni dan Nani: “Hasil yang sudah ada sementara kalau di rumah pintar sini itu sulam pita, ada yg djual ada yang dipakai sendiri. Menjahit. Menjahit itu dari sini ada yang bisa membuat mukena, bed cover, trus tutup aqua itu, bordir. Itu sementara ini dijual ada yang mau ada yang beli kemaren dari ibu kasad II yang tutup itu. Sama bikin mukena dipakai sama orang-orang tutor sendiri, karena untuk menikmati dulu. Rata-rata ibu-ibu sekitar asrama.” (Toni) ”Yang jelas kelihatan ya di sentra kriya, yang paling pokok. Iya yang bisa kelihatan nyata-nyata itu sentra kriya. Kalau masalah kepandaian anakanak kita kan ga bisa mantau dari sini, harus sekolah. Kalau sentra kriya wujudnya nyata, kelihatan. Seperti Pak Putu (petugas rumah pintar-pen) ini udah berapa mukena ini yang dibordir, kemudian yang pengunjung itu sudah berapa orang yang sudah bisa mandiri.” (Nani) Rumah pintar Bhara Cendekia 1 telah berhasil membuat beberapa pengunjung menjadi mandiri lewat pelatihan di sentra kriya. Walaupun belum mencapai hasil yang besar, tetapi setidaknya masyarakat sudah bisa menikmati hasil dari ekrja mereka sendiri. Untuk hasil dalam pendidikan, rumah pintar belum bisa menentukan hasil secara nyata karena mereka tidak memantau perkembangan pendidikan anak di sekolah. Berdasarkan pada laporan kegiatan rumah pintar, dari beberapa sentra terlihat juga bebrapa hasil yabg dicapai, seperti pada sentra baca, pengunjung mendapat pengetahuan dari buku yang dibacanya di sentra baca sehingga dapat menambah wawasan dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari; para pengunjung menjadi lebih semangat karena telah ada penambahan buku-buku baru di setra baca; anak–anak bisa belajar dan mengerjakan tugas sekolah dirumah pintar karena sudah ada buku penunjang pelajaran sekolah di sentra baca. Untuk sentra bermain terlihat bahwa anak mulai tumbuh keberanian bersosialisasi dengan temanya, menambah pengetahuan dan pengalaman anak dalam bidang motorik yang tidak di dapatkan di rumah dan juga anak-anak semakin antusias dengan adanya penambahan permainan baru. Di sentra audio visual sendiri telah tumbuh bakat menggambar, menyanyi, dan menari baik tari modern maupun tari daerah dari anak–anak yang berkunjung, serta anak-anak mulai berani tampil di panggung dengan percaya diri.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
60
4.3.3.2 Kendala Selama pelaksanaan program pemberdayaan, kendala-kendala tentu masih ditemui. Walaupun menghadapi berbagai kendala, namun setidaknya hingga sekarang kendala-kendala tersebut masih bisa diatasi. Seperti yang dikatakan Nani: “Kendala saya rasa kendala masih bisa diatasi. Kalau kendala pasti ada tapi masih bisa diatasi.” Setiap sentra biasanya memiliki kendalanya masing-masing. Menurut Toni, dengan layanan yang gratis membuat kendala itu pasti ada. Masalah dana karena rumah pintar Bhara Cendekia 1 dibiayai sendiri dengan anggaran kepolisian tanapa adanya bantuan. Anggaran dari kepolisian ini berusaha memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan untuk pengoperasionalan rumah pintar. Dana yang didapat murni dari anggaran kepolisian tanpa bantuan dari pemerintah termasuk SIKIB. Seperti yang dikatakan oleh Nani: “Anggarannya masuk dari kepolisian. Ada walaupun tidak tercukupi semuanya kan ya harus kita bisa beri skala prioritas.” “Ga ada. Ya dari POLRI, anggaran POLRI. Dari SIKIB pun tidak ada” Oleh karena itu untuk masalah dana, setiap rumah pintar tentu mengalaminya. Seperti yang dikatakan olah Toni: “Banyak. Kendala itu pasti dari kita. Apalagi ibaratnya kita gratis kan. Kendalanya itu pasti. Masing-masing sentra ada kendalanya masingmasing. Ya contohnya komputer, masyarakat pada ga tahu jadi kita memandu untuk bisa mengetahui apa sie itu komputer dari awal. Dari kriya misalkan masyarakat tu ga tahu sulam pita, kita arahkan. Bu ini lho bu sulam pita tu semacam ini. Ada bukunya bu begini-begini. Dari membaca. Cara mendapat buku, cara membaca buku gimana dan menceritakan kembali hasil yang dibaca bagaimana. Itu kan kendala. Kalau dana kebanyakan semua rumah pintar itu dana.” Berbagai kendala yang dihadapi rumah pintar sebagian besar masih dapat mereka atasi. Umumnya kendala berhubungan dengan perawatan barang dan fasilitas yang ada di rumah pintar. Ada kalanya kendala yang dihadapi berhubungan dengan kedisiplinan pengunjung. Seperti di sentra baca kurangnya kesadaran pengunjung dalam menjaga kerapihan koleksi. Terutama bagi pengunjung anak-anak. Seperti yang dikatakan oleh Yandi:
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
61
“Kendala hanya mungkin kewalahannya ya itu tadi. Namanya anak-anak kan buku, kadang ga bisa baca buku di. Nanti dirapihin bentar brek rrrrrrr.” (berantakan lagi-pen) Kendala lain yang dirasakan oleh rumah pintar adalah kurangnya perhatian pemerintah. Petugas rumah pintar mengeluhkan perhatian pemerintah kota akan keberadaan rumah pintar amsih sangat minim. Padahal mereka sudah berniat baik untuk memberikan fasilitas dan kemudahan bagi masyarakat yang masih kesulitan dalam mendapatkan akses bacaan bagus, komputer, dan meningkatkan potensi diri. Kendala yang ditemukan dalam pengoperasian Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 ini berdasarkan laporan triwulan kegiatan adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan umum Dengan banyaknya antusias pengunjung ke Rumah Pintar mengakibatkan beberapa pengunjung tidak terdaftar di pelayanan umum mereka langsung menuju ke sentra-sentra. 2. Sentra Baca a. Kurang adanya kesadaran pengunjung untuk memahami peraturan yang ada di sentra baca. b. Ada beberapa pengunjung yang hanya ingin sekedar membaca judul bukunya saja sehingga mereka tidak fokus dan tidak dapat menceritakan kembali isi buku tersebut. 3. Sentra Komputer a. Jalur internet sudah di perbaiki sehingga sudah dapat di pergunakan oleh para pengunjung b. Software CD game yang ada sebagian besar sudah mengalami kerusakan sehingga dalam pemberian pelajaran kepada anak-anak usia balita/tingkat TK belum bisa secara maksimal. 4. Sentra Kriya. a. Kurangnya tenaga ahli yang profesional dalam bidang keterampilan. b. Kurangnya respon dari ibu-ibu untuk menekuni keterampilan di sentra ini walaupun telah dibuatkan jadwal kegiatan pada setiap minggunya. 5. Sentra Bermain. a. Anak – anak belum bisa merapikan kembali permainannya setelah bermain.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
62
b. Masih ada beberapa pengunjung anak-anak yang tidak berani ditinggal ibunya. 6. Sentra Audio Visual Sebagian perlengkapan mengalami kerusakan seperti mix dan CD yang di gunakan untuk membaca puisi maupun bernyanyi oleh pengunjung 7. Konsultasi Psikologi dan Kesehatan. Pengunjung masih belum begitu antusias berkonsultasi tentang kesehatan anak, adanya kemungkinan bahwa pengunjung merasa segan / malu bila berkonsultasi tentang gizi anaknya jika berkonsultasi dapat dianggap bahwa anaknya kurang gizi padahal bukan demikian maksudnya bisa saja anak yang terlalu gemuk juga mengalami gangguan dalam hal gizinya.
4.4 Peran Rumah Pintar dalam Pemberdayaan Masyarakat Dari awal tujuan utama pendirian utama rumah pintar adalah pemberdayaan masyarakat, yaitu membantu pemerintah mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih cerdas dan sejahtera. Berdasarkan tujuannya ini, maka sudah tentu rumah pintar memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat. Peran rumah pintar sendiri hanya sebatas sebagai yang mendukung dan membantu. Seperti yang diungkapkan oleh Toni: ”Lebih condongnya mendukung dan membantu. Kalau menolong kan cuma ibaratnya kalau kita mengasih umpan ya, ini kita mengasih kail. Membantu supaya dia itu berkembang otaknya untuk mengembangkan dirinya sendiri. Mengembangkan potensi pengunjung.” Rumah pintar berperan dalam memandu dan mengarahkan minat masyarakat. Untuk itu maka rumah pintar hanya berusaha mengarahkan masyarakat berdasarkan kemauannya tidak dengan membuatkan program khusus berdasarkan jadwal. Jadi, rumah pintar hanya membantu mereka inginnya ke arah mana. Hal ini dungkapkan oleh Toni: ”Itu kan kita tujuannya di sini untuk memandu, meningkatkan bakat masyarakat. Pemberdayaan masyarakat. Kalau kita menjadwal mba, kita segi positifnya bagus masyarakat. Segi negatifnya dari kita sendiri yang kewalahan. Iya kalau masyarakat pas ke sini mau berkunjung, iya kan? Kalau ga? Makanya kalau namanya memandu itu masyarakat kemauannya apa. Kita pandu kita arahkan.”
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
63
Peran rumah pintar sebagai yang membantu dan dan mendukung pemberdayaan masyarakat tidak menjadikan rumah pintar bertanggung jawab penuh atas pengembangan bakat masyarakat. Hal ini dikarenakan rumah pintar bukanlah pemerintah yang memang bertanggungjawab dalam meningkatkan kecerdasan masyarakatnya. Peran rumah pintar hanya sebagai pendukung dari pendidikan formal yang dijalani masyarakat. Rumah pintar hanya berusaha menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan pemberdayaan, dalam rangka mendukung kegiatan pendidikan formal. Seperti yang dikatakan oleh Nani: ”Yang jelas kalau sebagai tanggung jawab besar mungkin ya dari pendidikan yang formal ya, kalau kita Cuma pendudukung aja. Ya pendukung daripada pendidikan formalnya dia aja. Kalau mungkin ada sebagai bahan referensilah untuk buku-buku segala macam itu kalau sekolahnya dia tidak ada kadang-kadang di sini ada, ya begitu aja. Tapi kalau tanggung jawab penuh ya tidaklah. Wong kita bukan diknas kok.” Peran rumah pintar dalam pemberdayaan masyarakat tidak lepas dari peran yang diemban petugas rumah pintar yaitu tutor sebagai agen pemberdaya masyarakat. Tutor rumah pintar menempatkan dirinya tidak hanya sebagai pemandu, tetapi juga mengacu pada tugas guru yaitu sebagai penular ilmu kepada anak didiknya. Seperti yang dikatakan oleh Toni: ”Mengemban banyak fungsi mba. Kita kan satu mengacu ke tugas pokok guru ya. Tutor yaitu sebagai pemandu apa itu, penular ilmu. Pokoknya di situ pembelajaran kita gunakan. Sistem pengajar pembelajar itu kan termasuk pelajar. semuanya kita gunakan. Jadi kita tidak cuma memandu aja. Kalu misalnya ada apa kita kerjakan bareng-bareng.” Peran tutor rumah pintar sebagai penular ilmu juga tidak lepas dari pasrtisipasi masyarakat sendiri. Tutor dan masyarakat pengunjung rumah pintar memiliki hubungan saling mendukung dalam rangka mewujudkan proses pemberdayaan. Tanpa tutor masyarakat tidak ada yang membantu, dan tanpa masyarakat pun tutor tidak akan menjadi agen pengubah atau pemberdaya masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Toni: ”Semua mendukung. Kita tutor kalau ga da masyarakat ga bisa bekerja. Masyarakat ga da tutor ga bisa bekerja juga kan. Saling mendukung kita. Jadi adanya suatu hubungan, simbiosis, saling menguntungkan.” Dari hasil pengamatan, peran tutor di rumah pintar juga menjaga agar suasana rumah pintar tetap kondusif dalam melaksanakan program pemberdayaan.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
64
Tutor juga berfungsi untuk mengarahkan pengunjung pada sentra-sentra yang sesuai dengan minat dan bakat pengunjung. Dalam menjaga suasana rumah pintar tetap tenang, tutor berusaha mengarahkan dan memandu pengunjung agar bisa secara bersama-sama berkesempatan untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di rumah pintar. Menjaga suasana seperti dengan mengatur pengunjung agar tidak berebutan dan menganggu ketenangan pengunjung lain.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1 merupakan kegiatan yang berbasiskan pendidikan, mencakup pada kegiatan pembelajaran non formal yang diwujudkan dengan memberikan layanan berupa tujuh sentra yaitu: sentra baca, sentra audio visual, sentra bermain, sentra komputer, sentra kriya, sentra psikologi dan konsultasi kesehatan, serta sentra outbond. Pemberdayaan masyarakat di rumah pintar ini mengutamakan proses/mekanisme pembelajaran dengan berusaha mengembangkan kecakapankecakapan dasar yang dimiliki masyarakat. Mekanisme pembelajaran ini mencakup pada program tutorial dan adanya sistem sentra. Proses pemberdayaan masyarakat di Rumah Pintar Bhara Cendekia 1, yaitu: tahap persiapan yaitu tahap mempersiapkan pendirian rumah pintar dan mempersiapkan tenaga atau tutor sebagai petugas rumah pintar; tahap pengkajian yaitu mengkaji karakteristik wilayah dan kebutuhan masyarakat setempat agar rumah pintar dapat menghadirkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat; tahap perencanaan alternatif program yaitu tahap penentuan layanan dan kegiatan yang akan dilaksanakan di rumah pintar; tahap pemformulasian rencana aksi yaitu tahap membentuk rencana kerja setiap tahunnya; tahap pelaksanaan program atau kegiatan yaitu tahap setiap pengunjung dapat memilih sendiri mereka lebih minat pada kegiatan yang mana atau lebih tertarik pada kegiatan di sentra yang mana; tahap evaluasi dengan rutin membuat laporan kegiatan dan meninjau ulang hasilnya agar di kemudian hari dapat ditingkatkan lebih baik lagi; tahap terminasi yaitu tahap pemutusan hubungan, tidak terlihat adanya pelaksanaan tahap ini. Hal ini dikarenakan tutor rumah pintar selalu ada untuk membandu masyarakat dan juga rumah pintar bukan merupakan proyek yang memiliki jangka waktu tetapi merupakan sebuah organisasi yang selalu ada. Peran rumah pintar Bhara Cendekia 1 dalam pemberdayaan masyarakat adalah sebagai yang mendukung dan membantu masyarakat dalam meningkatkan potensi. Hal ini terlihat dari metode pembelajarannya, yaitu dengan menyediakan fasilitas dalam kegiatan pemberdayaan dalam rangka mendukung pendidikan 65 Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
66
formal masyarakat. Rumah pintar bukan bertanggungjawab melainkan hanya menyediakan sarana pendukung dan penunjang pendidikan. Tutor di rumah pintar pun bertindak sebagai pemandu yang akan mengarahkan potensi masyarakat. Antara tutor dan masyarakat terdapat hubungan yang saling mendukung.
5.2 Saran 1. Rumah pintar Bhara Cendekia 1 hendaknya: •
Lebih giat lagi mensosialisasikan keberadaan rumah pintar kepada masyarakat dengan lebih memperkenalkan fasilitas dan layanan apa saja yang diberikan oleh rumah pintar, agar masyarakat menyadari bahwa rumah pintar ada untuk membantu mereka.
•
Lebih aktif lagi dalam meningkatkan perannya dalam memberdayakan potensi masyarakat. Inisiatif dan tanggung jawabnya lebih ditingkatkan dalam rangka membantu masyarakat mengembangkan potensi diri agar hasilnya benar-benar terlihat nyata.
•
Meningkatkan layanan dan progam yang diberikan pada masyarakat, dengan menghadirkan kegiatan-kegiatan baru yang lebih menarik agar pengunjung merasakan dengan baik manfaat rumah pintar bagi peningkatan kualitas hidup mereka.
2. Pelatihan di rumah pintar Bhara Cendekia 1 lebih diarahkan lagi, agar hasil yang dicapai dapat dikelola dengan baik. Misalnya pada pelatihan di sentra kriya, hasil yang kreasi yang dihasilkan masyarakat dapat dikelola secara lebih teratur sehingga manfaatnya dapat dirasakan masyarakat itu sendiri. 3. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan dan mendukung lagi keberadaan perpustakaan komunitas seperti Rumah Pintar Bhara Cendekia 1, yang secara tidak langsung telah ikut membantu menyukseskan tujuan pendidikan nasional yatiu mencerdaskan bangsa. 4. Masyarakat hendaknya mau ikut bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam menyukseskan kegiatan pemberdayaan masyarakat di rumah pintar Bhara Cendekia 1, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang sebenarnya diperuntukkan bagi masyarakat serta dibutuhkan dan sangat berguna bagi masyarakat itu sendiri.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
DAFTAR REFERENSI
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2003. ---------------. Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2002. Al Hakam. Tanggung Jawab Masyarakat terhadap Perpustakaan: Membangun Perpustakaan
Berbasis
Komunitas.
Februari
2010.
http://alhakamidium.wordpress.com/2010/02/02/tanggung-jawab-masyarakatterhadap-perpustakaan-membangun-perpustakaan-berbasis-komunitas/ (diakses tanggal 25 Februari 2010). Bondar, Adin. “Perpustakaan dalam Upaya Mengentaskan Kesenjangan Informasi Masyarakat.” Visi Pustaka 5:2 (Desember 2003): 11-14. Cahyono, Sunit Agus Tri. “Manajemen Pemberdayaan sebagai Program dan Proses Problem Solving Kesejahteraan Sosial.” Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial 31:192 (2007): 322-341. Dent, Valeda dan Lauren Yannotta. ”A Rural Community Library in Africa:A Study of its Use and Users.” Libri 55 (2005): 39-55 Fellin, Philip. The Community and the Social Worker. USA: Thomson Learning, 2001. Hasan, Engking Soewarman. “Strategi Menciptakan Manusia yang Bersumber Data Unggul.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 8:39 (November 2002): 862-874. Ife, Jim. Community Development: Creating Community Alternatives – Vision, Analysis and Practice. Australia: Longman Australia, 1995. Irawan, Prasetya. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, 2007. Iriantara, Yosal. Community Relations: Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004. Kartasasmita, Ginandjar. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Surabaya: Bappenas, 1997.
67 Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
68
---------------. Power dan Empowerment: Sebuah Telaah Mengenai Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Bappenas, 1996. Kontjaraningrat. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 1993. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002. Patton, Michael Quinn. Metode Evaluasi Kualitatif. Penej. Budi Puspo Priyadi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006 Pendit, Putu Laxman. Mata Membaca Kata Bersama. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri, 2007. ---------------. Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informai: Sebuah Pengantar Diskusi Epistemologi dan Metodologi. Jakarta: JIP-FS UI, 2003. Perkins, Douglas D. Dan Marc A. Zimmerman. “Empowerment Theory, Research, and Application.” American Journal of Community Psychology 23:5 (Oct 1995):
569-579
http://www.people.vanderbilt.edu/~douglas.d.perkins/empintro.proquest.pdf (diakses tanggal 26 Maret 2010) Pranarka, A.M.W. dan Vidhyandika Moeljarto. “Pemberdayaan (Empowerment).” Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Ed. Prijono, Onny S. dan A.M.W. Pranarka. Jakarta: CSIS, 1996. 44-70. Prijono, Onny S. dan A.M.W. Pranarka, ed. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: CSIS, 1996. Saputra, Gani Gaos. “Peran Perpustakaan Nasional RI dalam Memasyarakatkan Perpustakaan sebagai Sarana Mewujudkan Masyarakat Sadar Informasi.” Visi Pustaka 9:3 (Desember 2007): 38-47. Satori, Djam’an dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010. Satpathy, Kumar. Community Information Service (CIS) Through Public Libraries:
A
Realistic
Approach.
http://eprints.rclis.org/7721/1/community_information_service_%28cis%29_t hrough_public_libraries_a_realistic_approach.pdf (diakses tanggal 29 Maret 2010).
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
69
Sevilla, Consuelo, et al. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit UI-Press. 1993. Siregar, A Ridwan. Memberdayakan Masyarakat melalui Perpustakaan: Suatu Tinjauan tentang Perpustakaan Umum. Medan: USU, 1998. Siregar, A Ridwan. Peran Perpustakaan Umum dalam Pemberdayaan MAsyarakat. Medan: USU, 2008. Sulistyo-Basuki. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerja sama dengan FIB UI. 2006. ---------------. Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jakarta: 2005. Sutarno Ns. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2006. Stueart, Robert D. dan Barbara B. Moran. Library and Information Center Management. 6th ed. Colorado: Libraries Unlimited. 2002 Tampubolon, Mangatas. “Pendidikan, Pola Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sesuai Tuntutan Otonomi Daerah.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 7:32 (November 2001): 665-687. Wardhani, Eka. “Perpustakaan sebagai Tempat Pembelajaran Seumur Hidup (Life Long Learning).” Visi Pustaka 9:1 (April 2007): 18-24.
Universitas Indonesia Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
LAMPIRAN
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
LAMPIRAN 1
71 Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010 70
LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH PINTAR BHARA CENDEKIA 1
KA RUMPINT 1 ORANG
WAKA RUMPINT 1 ORANG
YANUM
ADMINISTRASI
SENTRA BACA
SENTRA AUDIO VISUAL
SENTRA BERMAIN
71 Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
SENTRA KOMPUTER
SENTRA KRIYA
OUT BOUND
LAMPIRAN 3
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Dasar pendirian rumah pintar 1. Latar belakang pendirian 2. Penggagas awal kemunculan rumah pintar 3. Mengapa memakai nama rumah pintar 4. Tujuan didirikannya rumah pintar 5. Apa tujuan utama dari awal berdirinya rumah pintar (Visi dan misi yang ingin dicapai)
2. Program Rumah Pintar 1. Program rumah pintar dan pemberdayaan masyarakat 2. Apa saja bentuk program pemberdayaan masyarakat di rumah pintar 3. Sasaran utama program pemberdayaan di rumah pintar 4. Pemberdayaan masyarakat seperti apa yang diterapkan di rumah pintar 5. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan di rumah pintar 6. Bagaimana perkembangan program dari mulai berdiri hingga sekarang 7. Tanggung
jawab
utama
dalam
keberlangsungan
program
pemberdayaan masyarakat di rumah pintar 8. Siapa saja yang berperan aktif dalam program pemberdayaan masyarakat di rumah pintar 9. Peran rumah pintar dalam pemberdayaan masyarakat 10. Apa kendala yang dihadapi selama ini
72 Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
LAMPIRAN 4
FOTO-FOTO KEGIATAN RUMAH PINTAR BHARA CENDEKIA 1
Gambar 1. Kegiatan di Sentra Baca
Gb 1.1: Anak-anak membaca bahan bacaan yang disediakan oleh Rumah Pintar di sentra baca
Gb 1.2: Tutor menjalankan perannya dengan memandu dan membantu anak-anak membaca
Gambar 2. Kegiatan di Sentra Bermain
Gb 2.1: Tutor ikut bermain bermain bersama anak-anak dengan mengarahkan dan mengembangkan kemampuan mereka di sentra bermain. Orang tua pun tetap mendampingi anak.
73
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
74
Gb 2.2: Anak-anak memainkan permainan edukatif di sentra bermain
Gambar 3. Kegiatan di Sentra Out Bond
Gb 3.1 Anak-anak melatih ketangkasan di sentra outbond dengan dipandu dan diawasi tutor
Gb 3.2: Anak-anak belajar sportivitas di sentra outbond
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
75
Gambar 4. Kegiatan di Sentra Kriya
Gb 4.1 Ibu-ibu belajar menyulam di sentra kriya dipandu oleh tutor
Gb 4.2 Tutor membantu dan mengajarkan keterampilan kriya
Gb 4.3 Ibu-ibu belajar menyulam dan menjahit
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
76
Gambar 5. Kegiatan di Sentra Audio Visual
Gb 5.1: Anak-anak menggambar dan mewarnai di sentra audio visual
Gb 5.2 Belajar menari di sentra audio visual
Gb 5.3 Menonton film bersama di sentra audio visual
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia
77
Gambar 6. Kegiatan di Sentra Komputer
Gb 6.1 Anak-anak dapat mengembangkan kemampuan teknologi di sentra komputer
Gb 6.2: Tutor mengarahkan dan memandu dalam mengembangkan kemampuan teknologi
Peran perpustakaan..., Dwi Diona Septia, FIB ui, 2010
Universitas Indonesia