Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Premolar Satu Rahang Bawah
Olivia Elton Heryanto, Benindra Nehemia, Hanna H. Bachtiar Iskandar
Corresponding address: Department of Radiology, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Jalan Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat, 10430, Indonesia. Phone: +62 21 3914208, Fax: +62 21 3914208 E-mail address :
[email protected] (Olivia Elton Heryanto)
Abstrak Salah satu evaluasi mutu radiograf adalah besarnya distorsi vertikal yang terjadi. Distorsi vertikal ini relatif lebih sering terjadi pada pembuatan radiograf periapikal regio premolar satu rahang bawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada pembuatan radiograf periapikal gigi premolar satu rahang bawah. Tiga puluh gigi premolar satu rahang bawah yang sudah diekstraksi diukur panjang klinisnya, lalu dilakukan pembuatan radiograf periapikal dengan sudut vertikal 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. Panjang gigi dan selisih cusp radiograf diukur oleh dua orang pengamat masing-masing dua kali di waktu yang berbeda. Secara statistik, panjang gigi pada sudut 00, +100, +150, +200, -100, -150 nilai p>0,05, sehingga tidak terjadi perbedaan bermakna. Pada selisih cusp gigi secara statistik, nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan bermakna. Perubahan sudut vertikal sebesar 100 masih dapat
1
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
ditoleransi untuk melihat panjang gigi pada radiograf intraoral periapikal gigi premolar satu bawah. Kata kunci: distorsi vertikal, toleransi sudut vertikal, radiograf periapikal
Vertical Angulation Mandibular First Premolar Tolerance in Periapical Projection Radiography Abstract One of the quality evaluation criteria of a radiograph is the vertical distortion. Vertical distortion is relatively more common in periapical radiographs of the mandibular premolar region. This research aim is to determine the vertical angle changes that can be tolerated in the periapical radiographs of the mandibular premolars. Thirty mandibular first premolars that were already extracted and had the length measured clinically as well as radiographically. Periapical radiography projection were then taken with the vertical angle set at 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. The tooth length and the difference of the cusp height were then measured by two observers twice at different times. Statistically, tooth length at vertical angulation 00, +100, +150, +200, -100, -150 has the p value >0,05, so there is no significant difference. On the other hand, the buccal-lingual cusp difference has the p value <0,05, that means there is a significant difference. In standard periapical radiography, 100 change from the normal vertical angulation could still be tolerated to measure the vertical dimension or tooth length of the mandibular first premolar tooth.
Keywords: periapical radiograph, vertical angle tolerance, vertical distortion 2
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
PENDAHULUAN Dari data hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI (Balitbangkes, 2004), penyakit gigi dan mulut diderita oleh 90% penduduk di Indonesia.1 Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki tingkat kebutuhan perawatan gigi dan mulut yang cukup besar. Lebih dari 80% kasus kedokteran gigi memerlukan pemeriksaan radiografik dalam penatalaksanaan penyakit gigi dan mulut.2 Namun demikian, pemeriksaan radiografik memiliki keterbatasan, yang salah satunya adalah distorsi. Penelitian mengenai persentase ketepatan radiograf diukur dari distorsi vertikal yang terjadi pada radiograf intraoral periapikal khususnya regio anterior di FKG UI pada tahun 2011 hanya mencapai 47,9%, sedangkan pada regio posterior hanya mencapai 46,15%. 3,4 Radiologi dalam bidang kedokteran gigi digunakan sebagai salah satu pemeriksaan lanjutan, antara lain adalah untuk melihat kondisi tulang dan gigi geligi seseorang, jumlah gigi maupun densitas tulang. Berdasarkan letak film, teknik radiografi kedokteran gigi terbagi menjadi dua jenis yaitu teknik radiografi intraoral dengan film diletakkan di dalam mulut, dan teknik radiografi ekstraoral yang filmnya diletakkan di luar mulut. Sebagian besar teknik radiografi intraoral yang digunakan adalah teknik periapikal khususnya pada kasus-kasus endodontik, yaitu untuk melihat adanya kelainan gigi, misalnya karies sekunder dan kondisi jaringan periodontal.5 Dalam melihat sisa jaringan tulang pada kasus periodontitis ataupun menentukan panjang kerja pada kasus endodontik diperlukan hasil radiograf dengan dimensi vertikal yang akurat sehingga penatalaksanaannya dapat ditentukan dengan tepat.6
3
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
Setiap hasil radiograf yang akurat seharusnya memenuhi kriteria kualitas optimal, antara lain hasil radiograf harus memenuhi tujuan pemeriksaan, dengan objek yang diinginkan tercakup dan terletak di tengah radiograf, memiliki detil, ketajaman, dan kontras yang optimal, sudut vertikal dan sudut horizontal yang baik serta distorsi yang seminimal mungkin.5,6 Distorsi pada radiograf konvensional secara umum dapat terjadi dalam arah vertikal ataupun horizontal yang berupa pemanjangan, pemendekan, maupun perubahan ukuran.6 Jika cusp bukal dan lingual tidak sebidang dan mempengaruhi dimensi pengukuran dalam arah vertikal yang diperlukan dalam tujuan pemeriksaan, maka pembuatan radiograf harus diulang kembali. Secara umum, distorsi radiograf dipengaruhi oleh posisi sumber sinar X, objek dan letak film radiografik.7 Jika sudut vertikal terlalu besar, maka gambaran gigi pada radiograf akan mengalami pemendekan, sedangkan jika sudut angulasi vertikal terlalu kecil, maka akan mengalami pemanjangan.5,8 Untuk gigi anterior, pada objek yang mengalami pemendekan, di radiograf terlihat bahwa singulum lebih terlihat radiopak, dan lebarnya bertambah sedangkan pada pemanjangan, daerah radiopak singulum akan melebar, namun membaur ke arah bagian mahkota yang lebih tipis, sehingga terlihat kurang radiopak dibandingkan normalnya. Untuk gigi posterior, distorsi vertikal dapat dilihat dengan melihat cusp bukal lingual atau palatal sebidang atau tidak, yaitu dari perbedaan tinggi cusp bukal dan palatal atau lingual secara anatomis yang berkisar sekitar 0.3 - 2 mm. Selain itu ada tidaknya distorsi vertikal pada gigi posterior, dapat diprakirakan dengan melihat posisi puncak alveolar interdental dibandingkan keadaan sebenarnya atau seharusnya. Memposisikan film radiograf di dalam mulut secara ideal baik dengan teknik
4
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
paralel ataupun teknik biseksi tidak selalu memungkinkan, sehingga teknik radiografi kadang-kadang perlu dimodifikasi.9,10 Aderson Gegler dan Vania Fontanella dalam Journal of Orthodontics pada tahun 2008 meneliti sudut vertikal maksimal yang dapat ditoleransi pada gigi insisif rahang atas.14 Sejauh ini belum ada penelitian yang dilakukan pada gigi posterior khususnya gigi premolar yang posisinya pada lengkung rahang berada antara regio anterior dan posterior. Dalam radiografi periapikal, pembuatan radiograf pada gigi premolar minimal harus mencakup distal gigi kaninus, dua gigi premolar, gigi molar pertama, dan sebagian gigi molar kedua.15,16 Regio tersebut berada di daerah sudut lengkung rahang sehingga relatif sulit untuk memposisikan film dalam mulut.5 Melihat distorsi vertikal yang relatif lebih sering terjadi pada pembuatan radiograf periapikal khususnya pada gigi premolar rahang bawah yang letaknya relatif di sudut rahang, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui besarnya distorsi pada perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi. Referensi sudut vertikal yang digunakan adalah -10 derajat untuk gigi premolar rahang bawah pada teknik biseksi, yang dijumpai pada literatur asing, namun sudut vertikal yang digunakan untuk pembuatan radiograf gigi premolar rahang bawah di Indonesia adalah sudut -15 derajat.5,6 Dari anatomi pasien dan keterbatasan teknik radiografi, distorsi vertikal tidak bisa dihindari namun perlu dicari toleransinya sehingga tidak mempengaruhi pengukuran atau prakiraan pengukuran dalam dimensi vertikal. Secara umum, dalam memprakirakan terjadinya distorsi vertikal pada gigi posterior, dapat dilihat dari jarak cusp bukal dan lingual pada radiograf. Penelitian ini secara tidak langsung bertujuan untuk mengetahui seberapa besar perubahan sudut vertikal maksimal yang masih dapat ditoleransi sehingga radiograf
5
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
masih dapat diinterpretasi dengan baik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa tepat metode prakiraan terjadinya distorsi vertikal dengan melakukan pengukuran jarak cusp bukal dan lingual dalam menentukan apakah distorsi yang terjadi masih dapat ditoleransi atau tidak.
METODE PENELITIAN Sampel berupa 30 gigi premolar pertama rahang bawah yang sudah diekstraksi dalam kondisi baik, yaitu tidak ada atrisi, kondisi foramen apikal yang masih baik dan tidak mengalami karies. Sampel diukur panjang giginya dengan menggunakan kaliper digital masing-masing dua kali oleh dua orang pengamat yang berbeda. Pengukuran dua kali oleh dua orang berbeda ini kemudian diuji reliabilitas intra- dan inter-observer nya dengan menggunakan formula Dahlberg. Formula ini digunakan untuk mencari nilai kesalahan teknik pengukuran TEM (Technical Error of Measurement).17,18 Lalu, bagian akar gigi dilapisi wax setebal kurang lebih 1 mm. Setelah itu, gigi premolar ditanam dalam gips dengan ukuran gips 1,5 x 1,5 x 3 cm. Kemudian dibuat radiograf periapikal dengan sudut vertikal masing-masing sebesar 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200 dengan jarak antara film dan tabung sinar X sebesar 8 cm. Waktu paparan 0,13 detik, dengan menggunakan sensor digital Ezsensor. Hasil radiograf dilakukan pengukuran panjang gigi dan selisih cusp bukal lingualnya oleh dua orang pengamat yang berbeda dengan menggunakan software digital EasyDent Viewer. Pengukuran dilakukan dengan cara memperbesar radiograf, kemudian ujung cusp bukal dan ujung akar gigi ditandai dengan garis merah. Selanjutnya diukur dengan cara menarik
6
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
garis terujung pada gigi. Pengukuran ini dilakukan oleh dua orang pengamat yang berbeda masing-masing dua kali pada waktu yang berbeda. Hasil pengukuran dikalibrasi dengan menggunakan software EasyDent Viewer disesuaikan dengan ukuran pixel pada buku manual software EasyDent Viewer. Data hasil pengukuran dicatat dalam borang data. Setelah didapatkan nilai TEM pada inter- dan intra-observer maka data diambil dengan nilai TEM terendah. Data yang didapatkan dianalisis normalitas dan kemaknaannya dengan program statistik.
HASIL PENELITIAN Radiograf diukur menggunakan software Easydent Viewer, lalu didapatkan hasil rata-rata panjang gigi dan selisih cusp bukal lingual pada tabel 1 dan tabel 2. Dari gambar 1, dapat dilihat panjang gigi berbanding lurus dengan selisih cusp, semakin positif sudut vertikalnya, maka panjang gigi berkurang, begitu juga dengan jarak cusp semakin berkurang dan berhimpit. Sudut vertikal semakin negatif, maka panjang gigi bertambah dan jarak cusp bukal lingual gigi premolar satu semakin jauh. Dalam menentukan uji kemaknaannya dilakukan uji statistik untuk melihat distribusi data tersebut apakah normal atau tidak dengan uji normalitas. Pada uji normalitas, panjang gigi memiliki distribusi normal, yaitu dengan nilai p > 0,05 sehingga dapat dilakukan uji kemaknaannya dengan menggunakan tes parametrik yaitu uji t independen untuk melihat perbedaan antar sudutnya.28 Sudut yang dibandingkan antara lain 00 dengan +100, 00 dengan -100, 00 dengan +150, 00 dengan -150, 00 dengan +200, 00 dengan -200. Namun pada uji normalitas selisih cusp gigi, terdapat satu data yang tidak
7
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
normal pada selisih cusp +200 dengan nilai p < 0,05. Maka dari itu, untuk uji kemaknaan antara sudut 00 dengan +200 tersebut menggunakan tes non-parametrik yaitu uji MannWhitney. Untuk data cusp pada sudut lainnya, pada tes normalitas didapatkan distribusi yang normal dengan nilai p lebih besar dari 0,05, sehingga digunakan uji t independen.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini, panjang gigi pada sudut 100 jika dibandingkan dengan panjang gigi klinis terdapat perbedaan sebesar 0,55 mm pada sudut negatif dan 0,31 mm pada sudut positif. Secara statistik, perbedaan panjang gigi klinis dan 100 baik sudut positif dan negatif ini menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan nilai p > 0,05, sehingga sudut vertikal sebesar 100 masih bisa ditoleransi. Panjang gigi pada sudut 150 jika dibandingkan dengan panjang gigi klinis hanya berubah sebesar 0,8 mm pada sudut negatif dan 0,48 mm pada sudut positif. Secara statistik, perbedaan ini tidak bermakna yaitu nilai p > 0,05, sehingga sudut vertikal 150 baik positif maupun negatif masih dapat ditoleransi. Panjang gigi pada sudut 200 jika dibandingkan dengan panjang gigi klinis berubah sebesar 1,17 mm pada sudut negatif dan 0,62 mm pada sudut positif. Secara statistik, perbedaan panjang gigi klinis dan sudut +200 tidak bermakna, sehingga masih bisa ditoleransi, namun perbedaan pada sudut -200 bermakna sehingga sudut -200 tidak bisa ditoleransi. Pada sudut negatif gigi bertambah panjang yang menyebabkan terjadinya distorsi vertikal berupa pemanjangan, sedangkan pada sudut positif, terjadi distorsi vertikal sehingga gigi mengalami pemendekan. Selisih cusp gigi pada sudut 100 menunjukkan selisih cusp sebesar 1,66 mm pada sudut negatif dan 0,66 mm pada sudut positif. Selisih cusp gigi pada sudut 150 8
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
menunjukkan selisih cusp sebesar 2,04 mm pada sudut negatif dan 0,48 mm pada sudut positif. Selisih cusp gigi pada sudut 200 menunjukkan selisih cusp sebesar 2,46 mm pada sudut negatif dan 0,25 mm pada sudut positif. Secara statistik, perbedaan sudut antar klinis dengan semua sudut yang dibandingkan mengalami perbedaan yang bermakna yaitu nilai p < 0,05, sehingga untuk semua perubahan sudut vertikal, perubahan selisih cusp tidak bisa ditoleransi. Selisih cusp dalam hal ini tidak bisa mentolerir perubahan sudut vertikal yang terjadi sebesar +100, +150, +200, -100, -150, -200. Hasil ini kurang sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Robert Langlais yaitu selisih cusp bukal lingual gigi posterior sebesar 1-2 mm untuk melihat distorsi vertikal yang terjadi minimal.29 Hal ini kemungkinan terjadi karena variasi selisih cusp yang berbeda-beda dan belum ada penelitian yang menunjukkan selisih cusp rata-rata terutama pada gigi premolar satu rahang bawah. Dari gambar 1, merupakan gambaran dari hasil rata-rata yang didapat pada tabel 1 dan 2, dapat dilihat bahwa perubahan panjang gigi dan cusp berbanding lurus yaitu semakin besar panjang gigi maka semakin besar pula selisih cusp, begitu juga sebaliknya semakin kecil panjang gigi maka semakin kecil pula selisih cusp yang terjadi. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perubahan sudut vertikal sebesar 100 masih dapat ditoleransi. Kesimpulan ini memberikan hasil yang serupa dengan penelitian Aderson Gegler dan Vania Fontanella dalam Journal of Orthodontics pada tahun 2008 yang meneliti kesalahan sudut vertikal yang dapat ditoleransi pada gigi insisif atas.9 Dalam penelitian tersebut inklinasi gigi diubah pada sudut vertikal +100 dan -100 dengan posisi sumber sinar X paralel dengan film radiografik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sudut 100 dilihat dari perbedaan panjang gigi masih bisa ditoleransi.
9
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
Pada penelitian ini, tabung sinar X yang diubah dengan posisi film radiografi paralel dengan sumbu gigi. Begitu juga dengan penelitian ini, pada gigi posterior khususnya premolar satu rahang bawah menunjukkan hasil yang sama yaitu pada sudut vertikal 100, belum terjadi perubahan panjang gigi yang signifikan yaitu panjang gigi yang kurang dari 1 mm.8
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang menggunakan perubahan sudut vertikal sebesar yang menggunakan perubahan sudut vertikal +100, +150, +200, -100, -150, -200 maka ternyata perubahan sudut vertikal sebesar 100 baik positif maupun negatif masih dapat ditoleransi untuk memprakirakan dimensi vertikal pada radiograf intraoral periapikal gigi premolar satu bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perubahan sudut vertikal 150 baik positif maupun negatif masih bisa ditoleransi untuk melihat panjang gigi premolar satu rahang bawah pada radiograf periapikal. Selisih cusp bukal dan lingual pada perubahan sudut vertikal +100, +150, +200, 100, -150, -200 tidak dapat ditoleransi secara statistik, namun hasil rata-rata selisih cusp pada perubahan sudut vertikal 10 derajat masih dalam range yang masih bisa ditoleransi menurut teori pedoman evaluasi mutu. Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan teori yang ada, yang mungkin disebabkan kurang besarnya jumlah sampel.
10
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
SARAN Penelitian ini jika dilakukan penelitian lanjutan, perlu dilakukan dengan sampel yang lebih banyak untuk memperoleh hasil yang dapat digeneralisir dan digunakan sebagai pedoman. Penelitian serupa juga perlu dilakukan pada gigi selain premolar satu rahang bawah. Faktor usia gigi perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sampel. Penelitian secara klinis ( in vivo ) perlu dilakukan untuk mengembangkan penelitian ini.
11
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA 1. Data statistik kasus penyakit gigi dan mulut. Juni 2012 [cited 2013 Jun 14]. Available
from:
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20313350-T%2031725-
Evaluasi%20radiografistinggi-full%20text.pdf. 2. Kasus kedokteran gigi [cited 2013 Jun 13]. Available from: http://staff.ui.ac.id/internal/131126137/material/PendekatanINTERPRETASI.pdf . 3. Arlenny YS. Kesalahan Sudut Vertikal Pada Pembuatan Radiograf Periapikal Regio Anterior oleh Mahasiswa Profesi FKG UI. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jakarta: 2011. 4. Dennis A. Kesalahan Sudut Vertikal Pada Pembuatan Radiograf Periapikal Regio Posterior oleh Mahasiswa Profesi FKG UI. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jakarta: 2011. 5. Pharoah MJ, White SC. Oral radiology: Principle & Interpretation, 6th Edition. St. Louis: Mosby. 2009. p. 46-109. 6. Whaites E, Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd Edition. London: Churchill Livingstone. 2003. p.75-100. 7. Carlton, Richard R. Principles of Radiographic Imaging an Quality Control. 4th Edition.United States: Harles C. Thomas Publisher Spring Field. Illionis. 2006. p.236-45. 8. Langlais RP. Exercises in Oral Radiology and Interpretation. Saunders : Texas. 2004. p.56-65. 9. Haring JI, Howerton LJ. Dental Radiography : Principles and Techniques 2nd Edition. Saunders:Philadelphia.2000. p. 154-63. 12
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
10. Pretty IA, Maupome G. A Closer Look at Diagnosis in Clinical Dental Practice: Part 3. Effectiveness of Radiographic Diagnostic Procedures.J Can Dent Association 2004; 70(6):392 11. Radiograph Errors on the Film by Neil Sherman. 2000. [cited 2013 Jun 16]. Available from: http://www.columbia.edu/itc/hs/dental/juniors/material/artifact.pdf 12. Successful Intraoral Radiograph. Kodak Dental Radiography Series. Germany. [cited
2013
Jun
16].
Available
from:
http://lar.carestreamdental.com/~/media/Files/EAMER%20Site/Film/Intraoral20R adiographyUK.ashx 13. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Master Dentistry: Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, Pathology, and Oral Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2003. p.71 14. Gegler A, Fontanella V. In vitro evaluation of a method for obtaining periapical radiographs for diagnosis of external apical root resorption. European Journal of Orthodontics: Brazil.2008; 30:315-317. 15. Iannuci JM, Howerton LJ. Dental Radiograph: Principles and Techniques. 4th Edition. Missouri: Elsevier. 2011. p.168-90 16. Perini TA, Olieveira GL, Ornellas JS, Oliveira FP. Technical Error of Measurement in Anthropometry. Brazil. 2005;11(1):86-90 17. Hogg RV, Tanis E. Probability and Statistical Inference. 8th Edition. Pearson : London. 2009. p.221-3
13
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
18. Ulijaszek SJ, Tanley CG, Lourie JA. Antropometry : The Individual and The Population. Cambridge. 2009. p. 30-55 19. Soekidjo N. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. 2005. p.188. 20. Sopiyudin DM. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Salemba Medika : Jakarta. 2008. p.75-80
14
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
Tabel 1 Rata-rata panjang gigi Panjang Gigi
Jumlah
Mean ± Standar Deviasi (mm)
Sudut -200
30
23,43 ± 1,79
Sudut -150
30
23,06 ± 1,65
0
Sudut -10
30
22,81 ± 1,58
Sudut 00
30
22,26 ± 1,45
Sudut +100
30
21,95 ± 1,60
Sudut +150
30
21,78 ± 1,59
Sudut +200
30
21,64 ± 1,63
Tabel 2 Rata-rata selisih cusp gigi Selisih Cusp Gigi
Jumlah
Mean ± Standar Deviasi (mm)
Sudut -200
30
2,46 ± 0,60
Sudut -150
30
2,04 ± 0,55
Sudut -100
30
1,66 ± 0,53
Sudut 0
30
1,17 ± 0,42
Sudut +100
30
0,66 ± 0,37
Sudut +150
30
0,48 ± 0,34
Sudut +200
30
0,25 ± 0,25
0
15
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013
25 20 15 Panjang Gigi (mm) 10
Selisih Cusp (mm)
5 0 Sudut Sudut Sudut Klinis Sudut Sudut Sudut -‐20 -‐15 -‐10 +10 +15 +20
Gambar 1 Grafik Panjang Gigi dan Selisih Cusp
16
Toleransi perubahan..., Olivia Elton Heryanto, FKG UI, 2013