Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Tekstur Sedimen, Kelimpahan dan Keanekaragaman Foraminifera Bentik di Perairan Teluk Jakarta Isnaniawardhani, V1, Nurruhwati, I2, dan Bengen, D.G3 1Fakultas
Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang 2Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, 3Fakultas Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Email:
[email protected]
Abstrak Perairan Teluk Jakarta terletak di utara Jakarta, dimana bermuara sungai-sungai yang membawa berbagai material sedimen. Pengamatan dilakukan terhadap 20 sampel sedimen permukaan dasar laut dari Perairan Teluk Jakarta. Terhadap setiap sampel dilakukan analisis megaskopis dan mikroskopis untuk mengetahui tekstur sedimen. Analisis mikropaleontologi dilakukan untuk mengidentifikasi serta menghitung kelimpahan dan keragaman foraminifera bentik dalam sedimen. Hasil analisis tekstur menunjukkan bahwa sedimen Teluk Jakarta dapat dikelompokkan dalam lanau pasiran, lanau lempungan, lumpur lanauan dan lempung lanauan. Perbedaan tekstur sedimen dipengaruhi oleh material yang terbawa sungai menuju perairan Teluk Jakarta. Analisis kandungan biota dapat mendeterminasi 78 spesies foraminifera bentik yang dapat diklasifikasikan dalam tiga subordo yaitu: Rotaliina, Miliolina, dan Textulariina. Kelimpahan individu dan keanekaragaman spesies tinggi dijumpai pada sedimen bertekstur kasar (lanau lempungan dan lanau pasiran), dan menurun nilainya pada sedimen bertekstur. Kumpulan foraminifera didominasi oleh kelompok Rotaliina, yang terutama diwakili oleh Operculina ammonoides (Gronovlus), Elphidium indicum (Cushman), Asterorotalia trispinosa (Thalmann) dan Planulina floridana (Cushman). Peningkatan fraksi kasar pada sedimen berkorelasi positif dengan kelimpahan subordo Miliolina. Kata Kunci : Perairan Teluk Jakarta, tekstur sedimen, dan foraminifera bentik
Pendahuluan Teluk Jakarta merupakan perairan laut dangkal yang berada di utara Jakarta. Beberapa pulau kecil yang termasuk dalam wilayah Kepulauan Seribu berada di perairan ini. Dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, Sungai Ciliwung, Citarum dan Cisadane adalah sungai-sungai utama pembawa material-material darat yang
kemudian diendapkan di daerah perairan laut ini. Sedimen dasar laut tersusun oleh partikel sedimen yang sangat bervariasi, baik asal, komposisi, bentuk ataupun proses yang membentuknya, memindahkannya dan mengawetkannya. Partikel sedimen laut dapat dikelompokkan menjadi biogenic, authigenic,
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
residual, relict dan detrital (Dewi & Darlan, 2008). Dalam sedimen laut, dapat dijumpai foraminifera, yaitu kelompok mikroorganisma bersel tunggal (protista); yang memiliki bentuk cangkang yang bervariasi; tersusun oleh satu atau lebih kamar yang saling berhubungan; tidak berpori, berpori halus atau kasar; bercangkang aglutinan, gampingan porselen atau hialin. Kelompok mikroorganisma ini umumnya hidup di laut, beberapa jenis ditemukan di perairan payau, secara planktik maupun bentik. Perbedaan karakteristik lingkungan dicirikan oleh sekumpulan spesies yang berbeda. Aktivitas kehidupan dan sebaran foraminifera, khususnya jenis bentik, dipengaruhi oleh faktor abiotik dari lingkungan hidupnya, seperti salinitas, suhu, substrat, kedalaman, nutrisi, kandungan organik dalam sedimen, kekeruhan, gelombang dan arus, serta faktor ekologi lainnya (Helen, et al., 1989; Pringgoprawiro dan Kapid, 2000). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik endapan dasar laut dari aspek tekstur serta kandungan mikroorganisma, khususnya foraminifera. dan distribusinya dalam sedimen permukaan dasar laut. Perbedaan tekstur sedimen dan kandungan mikroorganisma mencerminkan karakteristik kondisi perairan dan suplai sedimen di perairan ini. Metoda Objek penelitian ini adalah sampel sedimen yang diambil dari kedalaman 2,10 m (TJ 06) hingga 30,10 m (TJ-89) dari permukaan dasar laut di Perairan Teluk Jakarta. Analisis dilakukan terhadap 20 sampel sedimen yang tersebar antara 106º40’ - 107º08’ BT dan 5º54’ - 6º08’LS (Gambar 1). Deskripsi megaskopis dilakukan untuk menentukan sifat fisik antara lain warna,
komposisi, bentuk dan ukuran butir dengan membandingkannya terhadap komparator besar butir. Pengamatan mikroskopis, terutama untuk menentukan tekstur, dilakukan menggunakan mikroskop binokuler dengan pembesaran 10x dan 20x. Penamaan sedimen mengacu pada klasifikasi Piccard (1971) yang menggunakan ternary diagram berdasarkan perbandingan atau persentase pasir, lanau, lumpur dan lempung.
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel di PerairanTeluk Jakarta
Analisis mikropaleontologi dilakukan untuk mengidentifikasi serta menghitung kelimpahan dan keragaman foraminifera bentik yang terkandung pada sedimen. Sampel dipreparasi dengan metoda residu, dilanjutkan dengan picking dan determinasi dengan mengacu pada van Marle (1991). Hasil dan Diskusi Pengamatan megaskopis terhadap sampel sedimen dari Perairan Teluk Jakarta menunjukkan sedimen bertekstur lanau (13 sampel) dan lempung (7 sampel). Dengan mengacu pada klasifikasi sedimen menurut Piccard (1971), secara mikroskopis dapat membedakan sedimen menjadi empat jenis, yaitu: lanau pasiran (1
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
sampel), lanau lempungan (6 sampel), lumpur lanauan (6 sampel) dan lempung lanauan (7 sampel) (Tabel 1 dan Gambar 2). Tabel 1. Komposisi Ukuran Sedimen Permukaan Dasar Laut di PerairanTeluk Jakarta
Pada sedimen bertekstur lanau pasiran (TJ 77) terlihat fraksi dari lanau sangat tinggi (65%), dengan pasir (20%), dan lempung (15%). Sampel ini memperlihatkan tekstur paling kasar dibandingkan dengan sampel yang lain. Kandungan foraminifera didominasi subordo Rotaliina (84,9 %). Asterorotalia trispinosa (Thalmann) merupakan spesies yang paling banyak dijumpai (mencapai 22%), disamping Planulina floridana (Cushman) (17,4%) dari total kelimpahan 344 individu, dengan 23 jenis yang dapat dikenali Sedimen-sedimen lanau lempungan mengandung fraksi lanau lebih dari 50%. Kandungan lempung TJ 06 di bagian timur sangat rendah (15%) bila dibandingkan dengan lima sampel lain yang bertekstur sama. Kandungan lempung yang cukup tinggi diperlihatkan pula oleh sampel TJ 05 di bagian barat penelitian. Sebaliknya, pada TJ 25 yang berada di tengah daerah studi memperlihatkan kandungan lempung 35% (Gambar 3). Hal ini memperlihatkan cukup tingginya suplai material yang terbawa oleh sungai. 80 60 40
Pasir
20
Lanau
Lempung
0 TJ 06 Gambar 2. Sedimen Perairan Teluk Jakarta menurut klasifikasi Piccard (1971)
Dari analisis mikropaleontologi, dapat terideterminasi 78 spesies foraminifera bentik, yang diklasifikasikan dalam tiga subordo, yaitu Rotaliina, Miliolina dan Textulariina. Pada seluruh sampel, tidak ditemukan foraminifera planktik.
TJ 25
TJ 47
TJ 65
TJ 73
TJ 91
Gambar 3. Komposisi fraksi material sedimen pada sampel lanau lempungan
Hasil analisis mikropaleontologi terhadap sedimen lanau lempungan memperlihatkan bahwa foraminifera bentik didominasi oleh subordo Rotaliina. Seluruh sampel memperlihatkan tingginya kandungan kelompok ini (Gambar 4).
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
Rotaliina Miliolina Textularia TJ TJ TJ TJ TJ TJ 06 25 47 65 73 91
60 50 40 30 20 10 0
Pasir Lanau Lempung TJ TJ TJ TJ TJ TJ 23 33 35 49 63 78
Gambar 4. Perbandingan kehadiran kelompok foraminifera pada sedimen lanau lempungan
Kelimpahan foraminifera tertinggi ditemukan pada sampel sedimen lanau lempungan TJ 91 (7040 individu). Kumpulan foraminifera pada sampel ini didominasi oleh Operculina ammonoides (Gronovlus) (23,6%) dan juga Elphidium indicum (Cushman) (14%). Sampel TJ 91 memperlihatkan tingkat keragaman foraminifera bentik yang tinggi, yaitu 20 spesies (Gambar 5).
Diversity Bentik 30.0
Gambar 6. Komposisi fraksi material sedimen pada sampel lumpur lanauan
Pada sedimen lumpur lanauan, foraminifera juga didominasi oleh subordo Rotaliina (Gambar 7). 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
Rotaliina
Miliolina Textularia TJ TJ TJ TJ TJ TJ 23 33 35 49 63 78
20.0 Diversity Bentik
10.0 0.0 TJ TJ TJ TJ TJ TJ 06 25 47 65 73 91
Gambar 5. Keanekaragaman spesies yang dapat dikenali pada sedimen lanau lempungan.
Pada sedimen lumpur lanauan, yaitu lokasi TJ 33, TJ 35, dan TJ 49, material pasir sedikit bila dibandingkan dengan ketiga lokasi yang lain. Lokasi-lokasi ini mewakili bagian tengah Perairan Teluk Jakarta. Hal ini berbeda dengan sampel-sampel bertekstur lanau lempungan lainnya yang tersebar di bagian barat, yaitu TJ 63, TJ 78, dan TJ 23 (Gambar 6). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh suplai material sedimen yang terbawa sungai.
Gambar 7. Perbandingan kehadiran kelompok foraminifera pada sedimen lumpur lanauan
Dari grafik diatas (Gambar 7), terlihat peningkatan material pasir (sampel TJ 23 ke TJ 78) diikuti oleh peningkatan kelompok Miliolina. Hal ini menunjukkan respon subordo Miliolina terhadap fraksi material sedimen. Kelimpahan foraminifera bentik meningkat dengan peningkatan material pasir (dari TJ 23 hingga TJ 78), demikian juga dengan keanekaragamannya (Gambar 8). Sampel TJ 78 menunjukkan kelimpahan dan keanekaragaman maksimum untuk sedimen lumpur lanauan, dengan didominasi oleh Elphidium indicum (Cushman) (18%).
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
30.0 20.0 Diversity Bentik
10.0 0.0 TJ TJ TJ TJ TJ TJ 23 33 35 49 63 78
Gambar 8. Keanekaragaman spesies yang dapat dikenali pada sedimen lumpur lanauan
Sedimen bertekstur sangat halus (sampel TJ 03 dan TJ 107) diklasifikasikan sebagai sedimen lempung lanauan, dengan komposisi material lempung yang sangat tinggi (Gambar 9). 80
Untuk jenis sedimen lempung lanauan, kelimpahan maksimum (198 individu) dan keanekaragaman maksimum (16 spesies) ditunjukkan oleh sampel TJ 100 (Gambar 11). Asterorotalia trispinosa (Thalmann) (31,3%) adalah spesies yang paling dijumpai pada sampel ini. 250.0 200.0 150.0
Diversity Bentik
100.0 50.0 0.0
Kelimpahan
TJ 03 TJ 09 TJ 44 TJ 58 TJ 72 TJ 100 TJ 107
Diversity Bentik
Gambar 11. Kelimpahan dan keanekaragaman spesies yang dapat dikenali pada sedimen bertekstur sangat halus (lempung lanauan)
60 Pasir
40
Lanau
20
Lempung
0 TJ TJ TJ TJ TJ TJ TJ 03 09 44 58 72 100 107
Gambar 9. Komposisi fraksi material sedimen pada sampel lempung lanauan
Hasil analisis foraminifera memperlihatkan sedimen bertekstur sangat halus ini (TJ 03 dan TJ 107) didominasi subordo Rotaliina (Gambar 10).
Keterangan: Lanau pasiran
120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
Lanau lempungan Rotaliina Miliolina
TJ 03 TJ 09 TJ 44 TJ 58 TJ 72 TJ 100 TJ 107
Textularia
Gambar 10. Perbandingan kehadiran kelompok foraminifera pada sedimen lempung lanauan
Lumpur lanauan Lempung lanauan TJ 06 : kode sampel 45/15 : kelimpahan / keanekaragaman foraminifera bentik
Gambar 12. Plotting kelimpahan individu dan keanekaragaman
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Pola kelimpahan individu dan keanekaragaman spesies pada tiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12. Data kuantitatif serta kumpulan foraminifera menunjukkan keterkaitan dengan tekstur sedimen.
Kelautan atas ijin penggunaan sampel sedimen untuk rangkaian penelitian doktoral di Institut Pertanian Bogor serta penelitian penunjangnya. Pustaka
Kesimpulan 1. Sedimen permukaan dasar laut di Perairan Teluk Jakarta dapat dibedakan menjadi empat jenis sedimen, yaitu: lanau pasiran (1 sampel), lanau lempungan (6 sampel), lumpur lanauan (6 sampel) dan lempung lanauan (7 sampel). 2. Dalam sampel-sampel sedimen dapat diidentifikasi 78 spesies foraminifera bentik, yang dapat diklasifikasikan dalam subordo Rotaliina, Miliolina, dan Textulariina. 3. Kelimpahan tertinggi (7040 individu) dijumpai pada sedimen lanau lempungan, yaitu TJ 91, yang juga memperlihatkan keanekaragaman tinggi (20 spesies). 4. Keragaman tertinggi (23 spesies) dijumpai pada sedimen lanau pasiran (TJ 77). 5. Kelimpahan dan keanekaragaman tinggi dijumpai pada sedimen bertekstur kasar, dan menurun nilainya pada sedimen bertekstur lebih halus. 6. Kumpulan foraminifera didominasi oleh kelompok Rotaliina. 7. Operculina ammonoides (Gronovlus) Elphidium indicum (Cushman), Asterorotalia trispinosa (Thalmann) dan Planulina floridana (Cushman) adalah spesies yang sering muncul pada sampel. 8. Peningkatan fraksi kasar pada sedimen diikuti peningkatan jumlah subordo Miliolina.
Dewi, K.T., Darlan, Y., 2008, Partikel Mikroskopis Dasar Laut Nusantara, Pusat Penelitian & Pengembangan Geologi Kelautan DESDM, hlm. 8-13. Helen, C., Spindler, M, Anderson, O.R., 1989, Modern Planktonic Foraminifera, Springer-Verlag, New York, 363 hlm. Pringgoprawiro, H., Kapid, R., 2000, Foraminifera: Pengenalan Mikrofosil dan Aplikasi Biostratigrafi, Penerbit ITB Bandung, 137 hlm. Piccard, .M.D., 1971. Classification of Finegrained Sedimentary Rocks. Journal of Sedimentary Petrology, 41, 179-195. Van Marle, L.J., 1991, Eastern Indonesia, Late Cenozoic Smaller Benthic Foraminifera, North Holland, Amsterdam/Oxford/New York/Tokyo.
Ucapan Terimakasih Terimakasih disampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”