STUDI PEMANFAATAN LIMBAH PEMBUATAN MINYAK BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKAR PADAT
DESI PUSPITA NURAINI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pemanfaatan Limbah Pembuatan Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Padat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Desi Puspita Nuraini NIM F14090016
ABSTRAK DESI PUSPITA NURAINI. Studi Pemanfaatan Limbah Pembuatan Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Padat. Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA. Bintaro (Cerbera manghas L.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Ekstraksi minyak ini menghasilkan daging buah bintaro dan bungkil biji yang juga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar padat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi daging buah dan bungkil biji bintaro sebagai bahan bakar padat melalui pembakaran langsung dan densifikasi. Hasil penelitian menunjukkan pembakaran daging buah bintaro menghasilkan api warna merah, asap sedikit. Briket bungkil yang dihasilkan menunjukkan nilai kalor berkisar antara 8340-16342 kJ/kg dengan keteguhan tekan 0.600-0.867 kg/cm2 dan kerapatan 0.96-1.18 g/cm3. Briket dengan kadar perekat 5% memberikan hasil yang terbaik dilihat dari keteguhan tekan dan kerapatannya. Pembakaran briket bungkil bintaro menghasilkan api berwarna merah, asap putih dan banyak serta bau yang menyengat. Briket bintaro layak digunakan untuk energi untuk memasak pada rumah tangga pedesaan dan industri kecil. Analisis finansial menunjukkan bahwa industri briket bintaro layak dijalankan dengan nilai NPV positif sebesar Rp 13, 147,041, net B/C sebesar 2.55 dan IRR sebesar 19%/tahun. Kata kunci: bintaro, briket, limbah dan pembakaran
ABSTRACT DESI PUSPITA NURAINI. Study of the Utilization of Crude Cerbera Oil Waste as a Solid-fuel. Supervised by SRI ENDAH AGUSTINA. Bintaro ( Cerbera manghas L. ) oil is one of potential biofuel raw material in Indonesia. The oil extraction process produce pulp and oil cake which were also potential as solid fuel as well. The objective of this research is to identify the potential of cerbera oil waste as solid fuel through direct combustion and densification method. The results shows that direct combustion of cerbera pulp producing red flame, not too much smoke and pungent odor. While briquette made from cerbera oil cake having LHW (Low Heating Value) about 8340 – 16342 kJ/kg, crushing strength 0.600 – 0.867 kg/cm2 and density of 0.96 – 1.18 g/cm3. Briquette with 5% adhesive composition has the best performance on density and strength. Direct combustion of cerbera briquette producing red flame, a little smoke and pungent odor. The briquette is feasible to use for cooking energy in household and small industries due to its characteristic. The financial analysis showed that the home industry for cerbera briquette is feasible to established with NPV positive of Rp 13, 147,041, net B/C of 2.55 and IRR of 19%/year. Keywords : briquette, cerbera, combustion, stove
STUDI PEMANFAATAN LIMBAH PEMBUATAN MINYAK BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKAR PADAT
DESI PUSPITA NURAINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Studi Pemanfaatan Limbah Pembuatan Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Padat : Desi Puspita Nuraini ~ama : F14090016 "\"IM
Disetujui oleh
Ir. Sri Endah Agustina MS
Pembimbing
Ketua Depaliemen
Tanggal Lulus:
11 0 DEC 2013
Judul Skripsi : Studi Pemanfaatan Limbah Pembuatan Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Padat Nama : Desi Puspita Nuraini NIM : F14090016
Disetujui oleh
Ir. Sri Endah Agustina MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah energi, dengan judul Studi Pemanfaatan Limbah Pembuatan Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Padat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Tak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Ibu Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahannya kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Suharto, Mas Firman dan Bapak Darma selaku teknisi Departeman Teknik Mesin dan Biosistem yang telah membantu selama pengumpulan data. Best regard kepada ayah (Edy Marzuki) dan ibu tercinta (Lilik Sulistiawati), kakak tersayang (Novilia Gita Nuraini) dan ketiga adik terkasih (Rahmat, Icha dan Tiara) yang telah memberikan dukungan penuh, doa dan kasih sayangnya. Salam terkasih untuk teman sebimbingan Tis’ah Afiyatul ,Wahyu Prastika, Kristen Natasha dan Erlanda atas segala bantuannnya, tak lupa best thanks kepada Stephani Utari, Elsamila Aritesty, Nuzul Nur Hayati, Wenny Amaliah, Fajar Mulyanti dan teman – teman Bagian Teknik Energi Terbarukan serta TEP 46 yang terus memberikan dorongan dan bantuan tak ternilai kepada penulis. Salam sayang untuk penghuni Wisma Seroja Gigih Kridaning Pawestri, Indri Mutia Maulani dan Fitriyah atas segala hiburan dan dorongannya. Semoga tugas akhir ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013 Desi Puspita Nuraini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Tanaman Bintaro
3
Limbah Produksi Minyak Bintaro
4
Karakteristik Bahan Bakar Padat
7
Densifikasi METODE
10 12
Waktu dan Tempat Penelitian
12
Pendekatan Masalah
13
Metode Penelitian
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Daging Buah Bintaro
17
Bungkil Biji Bintaro
20
Briket Bungkil Biji Bintaro
20
Analisis Finansial
29
SIMPULAN DAN SARAN
31
Simpulan
31
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
42
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Karakteristik fisiko kimia daging buah bintaro Hasil pengujian pembakaran daging buah bintaro Karakteristik fisiko kimia bungkil biji bintaro Karakteristik fisiko kimia pada briket bungkil biji bintaro Hasil uji keragaan briket bungkil bintaro pada tungku gerabah Hasil uji keragaan briket bungkil bintaro pada kompor biomassa UB-03 Perbandingan performansi pembakaran briket bungkil bintaro 8. Perbandingan briket bungkil bintaro dengan bahan bakar lain
18 19 20 21 24 26 28 29
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Buah bintaro Diagram alir tahapan pembuatan minyak bintaro (a) Daging buah bintaro dan (b) Bungkil biji bintaro Pilihan alur konversi biomassa Diagram alir penelitian Prosedur pengujian pembakaran (a) Briket kadar perekat 1% dan (b) Briket kadar perekat 1% yang rapuh (a) Briket dengan kadar perekat 2.5%, (b) Briket dengan kadar perekat 5% dan (c) Briket dengan kadar perekat 7.5% 9. Hubungan kadar perekat dan kerapatan briket bungkil bintaro yang dihasilkan 10. Hubungan antara kadar perekat dengan kandungan briket bungkil bintaro 11. Hubungan antara kadar perekat dan nilai kalor 12. Uji pembakaran satu buah briket pada kompor gerabah 13. Uji mendidihkan air dengan kompor gerabah 14. Uji mendidihkan air dengan kompor biomassa UB-03
4 6 6 7 16 17 22 22 23 23 24 25 26 27
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5.
Hasil Analisis Fisik Briket Bungkil Biji Perhitungan Analisis Finansial Analisis Cashflow Dokumentasi Penelitian Spesifikasi mesin pengepres (hot press hydraulic)
35 37 39 40 41
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar negara di dunia saat ini menghadapi masalah energi yang semakin nyata, termasuk Indonesia. Masalah yang berkenaan dengan energi nasional diantaranya adalah adanya kecenderungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, energi mix yang belum seimbang, harga minyak dunia yang tidak menentu serta persediaan energi fosil yang semakin terbatas. Energi mix menggambarkan proporsi berbagai jenis energi yang digunakan secara nasional. Ketidakseimbangan energi mix mengindikasikan adanya penggunaan salah satu jenis energi yang terlalu dominan yaitu energi fosil pada kasus Indonesia. Pada tahun 2012, penggunaan energi dari minyak bumi sebesar 13.83%, untuk gas bumi adalah 23.18%, batubara sebesar 51.40%, tenaga air sebesar 6.29%, panas bumi sebesar 4.79% sedangkan penggunaan energi lainnya termasuk bahan bakar nabati hanya sekitar 0.52% (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2013). Bioenergi merupakan salah satu alternatif bagi Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlimpah. Hal ini selanjutnya digunakan untuk menyusun langkah – langkah strategis untuk mengatasi masalah energi nasional termasuk di dalamnya adalah pengembangan energi terbarukan. Selain sumber energi alternatif seperti angin, surya, gelombang dan lainnya, pengembangan energi terbarukan juga akan mengarah pada sumber alternatif lain seperti bahan bakar nabati khususnya yang berasal dari komoditas – komoditas pertanian dan perkebunan. Dalam target energi mix nasional tahun 2030 pengembangan biomassa ditargetkan sebesar 2% dan pengembangan energi lain sebesar 5.37% termasuk di dalamnya adalah energi dari biofuel, tenaga angin, nuklir dan surya (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2010). Komoditas pertanian yang dibudidayakan masyarakat Indonesia dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, tebu, sagu dan ubi kayu. Komoditas lain yang baru – baru ini dikenal juga memiliki potensi yang besar sebagai pengembangan bahan bakar nabati adalah bintaro (Cerbera manghas L.). Bintaro awalnya hanya digunakan sebagai tanaman hias yang sering ditemui di pinggiran jalan atau pinggiran pantai. Bintaro memiliki buah menyerupai mangga. Buah ini mengandung racun yang dapat menyebabkan kematian yang dikenal sebagai racun cerbera. Bahkan kayu dari pohonnya yang dibakar juga dapat menyebabkan keracunan. Namun, menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di wilayah Teluk Meranti, Riau, biji bintaro mengandung lemak/minyak sebesar 46 -64% yang berpotensi digunakan sebagai bahan bakar nabati (Edi 2011). Hasil produksi dari buah bintaro berupa minyak, biodiesel kasar, biodiesel murni dan limbah. Produksi 1 kg minyak bintaro diperlukan 2.9 kg biji basah (1.8 kg biji kering) atau 36.4 kg buah bintaro. Sedangkan untuk memproduksi 1 kg biodiesel diperlukan 3.5 kg biji basah (2.2 kg biji kering) atau 43.5 kg buah bintaro (Anonim 2012). Penggunaan bintaro sebagai bahan bakar nabati tidak akan bersaing dengan komoditas pangan sehingga fokus pemanfaatan dapat dilakukan pada fungsinya sebagai bahan bakar nabati. Proses pembuatan bintaro sebagai biofuel tidak jauh
2 berbeda dari proses pembuatan biofuel lain seperti pada nyamplung dan jarak pagar. Pembuatan biofuel dilakukan dengan proses pengepresan biji bintaro sehingga dihasilkan minyak kasar (crude oil atau pure plant oil). Minyak kasar murni umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah melalui peralatan / kompor khusus. Pada penelitian sebelumnya oleh tim peneliti dari IPB, minyak kasar dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah pada kompor sumbu tunggal yang telah dimodifikasi. Penggunaan minyak bintaro sebagai biodiesel juga telah diteliti pada mesin diesel dengan modifikasi pada saluran penyalur bahan bakar. Penelitian terus dilakukan terhadap pengembangan bintaro sebagai bahan bakar nabati melalui teknologi proses dan inovasi peralatan yang digunakan untuk pemanfaatannya. Inovasi teknologi sebenarnya diperlukan bukan hanya untuk pemanfaatan minyak nabatinya. Seperti yang diketahui bahwa dalam proses pengambilan minyak nabati akan dihasilkan limbah atau hasil samping. Pada proses pengupasan dan sortasi, limbah yang dihasilkan berupa daging buah bintaro yang mengandung serat – serat dengan kandungan selulosa di dalamnya. Sedangkan pada proses pengepresan, dihasilkan side product berupa biomassa padat atau bungkil biji. Menurut Pranowo (2010), komposisi kulit, sabut, dan tista buah bintaro sebesar 94.76% dan komposisi biji basah sebanyak 5.34% atau 3.10% dari biji kering dari buah panen. Jika dilakukan perhitungan kasar, maka hanya 10% dari biji bintaro yang dapat termanfaatkan menjadi minyak sedangkan sisanya menjadi ampas bungkil biji. Pada proses pengepresan sendiri, ekstraksi minyak tidak dapat mengeluarkan seluruh kandungan minyak pada biji kering sehingga besar kemungkinan masih terdapat kandungan minyak pada bungkil biji. Adanya hasil samping dan limbah yang masih dapat dimanfaatkan tersebut menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini. Selain itu, pemanfaatan limbah ini dapat mengurangi dampak lingkungan sehingga tercipta proses produksi yang zero waste. Daging buah bintaro dan bungkil biji merupakan biomassa yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar berupa bahan bakar padat, cair atau gas. Pemanfaatan biomassa tersebut dapat dilakukan dengan pembakaran langsung, mikrobiologis, gasifikasi, pirolisa maupun densifikasi. Pada penelitian ini, kajian yang dilakukan adalah pada pemanfaatan limbah bintaro sebagai bahan bakar padat dengan pembakaran bahan secara langsung dan metode densifikasi. Pemanfaatan sebagai bahan bakar padat merupakan konversi energi biomassa yang paling sederhana dibandingkan dengan konversi menuju bahan bakar cair atau gas yang membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi. Pembakaran biomassa sendiri merupakan penggunaan biomassa termudah untuk mendapatkan panas dan digunakan secara luas karena mudah diaplikasikan dan menghasilkan NOx, SOx, HCl dan dioksin yang rendah (Japan Institute of Energy 2008). Metode densifikasi dipilih dengan pertimbangan bahwa pembuatan minyak nabati bintaro akan memberdayakan masyarakat yang di daerahnya memiliki sumber daya bintaro yang melimpah seperti di daerah Teluk Meranti, Riau. Metode densifikasi relatif lebih mudah dalam pembuatan, penggunaan dan penyimpanannya. Selanjutnya, dilakukan analisis mengenai kelayakan limbah minyak bintaro ini sebagai bahan bakar secara teknis dan ekonomis.
3 Tujuan Penelitian Mengetahui potensi pemanfaatan limbah produksi minyak bintaro sebagai bahan bakar padat melalui metode pembakaran secara langsung dan metode densifikasi/ briquetting.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi limbah pembuatan minyak bintaro sebagai bahan bakar padat. Limbah pembuatan minyak bintaro yang dikaji dalam penelitian ini berupa daging buah bintaro yang diperoleh dari proses pengupasan dan bungkil biji yang merupakan side product dari proses pengepresan minyak. Konversi menjadi bahan bakar padat dilakukan dengan metode densifikasi (briquetting) dengan output energi yang dikaji berupa energi panas melalui proses pembakaran secara langsung.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Bintaro Bintaro (Cerbera manghas) termasuk dalam tumbuhan mangrove yang berasal dari daearah tropis di Asia, Australia, Madagaskar dan Kepulauan sebelah barat Samudra Pasifik. Pohon bintaro banyak digunakan sebagai penghijauan dan juga sebagai penghias taman kota. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian (Gaillard et al. 2004 dalam Puspitasari 2011). Pohon bintaro sering disebut juga sebagai mangga laut, buta badak, babuto dan kayu gurita. Dalam bahasa inggris tanaman ini sering disebut sebagai sea mango. Nama bintaro juga sering disematkan kepada teman dekatnya yang bernama ilmiah Cerbera odollam karena memiliki kemiripan dalam berbagai hal (Alamendah 2011 dalam Puspitasari 2011). Klasifikasi tanaman bintaro menurut Anonim (2011) adalah : Kingdom Subkingdom Super Division Division Class Subclass Orde Family Genus Spesies
: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Asteridae : Gentianales : Apocynaceae : Cerbera : Cerbera manghas L
4 Pohon bintaro memiliki tinggi 4 - 20 meter dengan akar tunggal dan berwarna coklat dan batang yang berkayu, bulat dan berbintik. Daun tumbuhan bintaro berbentuk bulat telur (lonjong), tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, tipis, permukaan licin, pertulangan menyirip, panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, berwarna hijau tua, dan tersusun berselingan. Bunga tumbuhan bintaro bersifat majemuk, berkelamin dua, terletak di ujung batang, tangkai silindris, panjang 11 cm, hijau, kelopak tidak jelas, tangkai putik panjang 2 - 2,5 cm, kepala sari coklat, kepala putik hijau keputih-putihan, mahkota bentuk terompet, halus, putih, bunganya harum dengan mahkota berdiameter 3-5cm berbentuk terompet dengan pangkal merah muda, dan benang sari berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur dengan panjang 5 – 10 cm. Buah bintaro yang masih muda berwarna hijau sementara buah yang sudah tua berwarna merah kehitaman. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, dan berwarna putih (Chang et al. 2000).
Sumber : Anonim (2011)
Gambar 1 Buah bintaro Buah bintaro terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan kulit terluar (epikarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesokarp) dan bagian biji yang dilapisi oleh kulit biji atau tista (endokarp). Bagian mesokarp dapat diperas sebagai bahan biopestisida, sedangkan bijinya disamping untuk bahan biopestisida juga dapat diperah untuk menghasilkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel (Pranowo 2010). Biji yang terdapat di dalam endokarp terkadang menghasilkan dua biji berbentuk elips atau oval dalam satu buah. Walupun berbentuk indah namun buah bintaro tidak dapat dikonsumsi karena mengandung zat yang bersifat racun terhadap manusia (Khanh 2001). Menurut Mulyani (2007), biji buah bintaro memiliki rasio berat biji per buah rata – rata 2.79 – 2.92%. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian. Walupun beracun, bijinya mengandung minyak yang cukup banyak (50-60%) dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel melalui proses hidrolisis, ekstraksi dan destilasi. Limbah Produksi Minyak Bintaro Minyak biji bintaro dapat diperoleh dengan ekstraksi minyak diantaranya dengan cara rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel
5 1989). Pengepresan mekanis (mechanical expression) merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 %). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut meliputi pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidraulik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing) (Ketaren 1986). Ekstraksi dengan pelarut (solvent extraction) adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene dan n – heksan (Ketaren 1986). Proses pembuatan minyak bintaro didahului dengan proses pengupasan buah sampai penyaringan (Gambar 2). Proses penguapasan dilakukan dengan membelah buah bintaro menjadi dua bagian. Bintaro memiliki kulit yang tebal dan berserat sehingga perlu bantuan golok untuk membelahnya. Pada bagian tengah terdapat biji bintaro yang masih terlapisi cangkang untuk menghilangkan cangkang cukup dengan mencungkil bijinya keluar. Pengeringan biji buah bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di dalam biji. Menurut Norris (1982), minyak yang diperoleh dengan pengempaan mekanis dipengaruhi oleh kandungan air, metode pemanasan, dan komposisi kimia biji. Pemanasan juga dapat menurunkan afinitas minyak terhadap permukaan biji, sehingga minyak dapat diekstrak dengan pengepresan. Pengeringan dilakukan pada suhu 50 – 60 °C, karena pada suhu tersebut lemak sudah mencair sekaligus dapat menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel dan memecahkan emulsi protein dengan lemak. Proses pengupasan menghasilkan limbah berupa daging buah bintaro. Daging buah bintaro memiliki serat yang terbentuk dari selulosa. Serat selulosa tersebut memiliki ikatan glikosida. Konfigurasi inilah yang membuat selulosa bersifat keras, sukar larut dalam air dan tidak manis. Serat buah bintaro memiliki kandungan kimia terdiri dari zat ekstraktif sebesar 7.55%, lignin 28.30%, holoselulosa 65.47% dan α-selulosa 56.76% (Anton 2012). Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas sari dan lignin. Holoselulosa ini merupakan fraksi karbohidrat total dalam kayu sebagai komponen struktural penyusun dinding sel yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa. Selulosa adalah polisakarida linier, terdiri dari satuan anhidroglukosa dengan ikatan 7-49 glukosidik yang pada hidrolisa dalam suasana asam menghasilkan D-glukosa. Sedangkan hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, yang pada hidrolisa menghasilkan Dmanosa, D-galaktosa, D-glukosa, D-xylosa, L-arabinosa, dan asam- asam uronat (Lestari 2012). Selain itu, bungkil biji juga dihasilkan dari proses ekstraksi minyak biji bintaro. Melalui penelitian yang telah dilakukan oleh Marlianto (2012), sebanyak 12 kg biji bintaro yang telah mengalami proses pengeringan dapat menghasilkan minyak bintaro sebanyak 5.8 liter dan ampas sebanyak 6.1 kg
6 dengan metode ekstraksi menggunakan hot press hydraulic. Ampas yang dihasilkan berupa cake yang masih memiliki minyak dengan rendemen ekstraksi sebesar 42.8%. Hal ini menunjukkan hanya 51% dari biji kering bintaro yang termanfaatkan sebagai minyak.
Gambar 2 Diagram alir tahapan pembuatan minyak bintaro Limbah pembuatan minyak bintaro (Gambar 3) dapat dikategorikan sebagai biomassa. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak dan bahan bangunan biomassa juga dikenal sebagai bahan bakar. Sebagai sumber energi, biomassa dapat dimanfaatkan melalui berbagai alternatif jalur konversi seperti (Gambar 4). Biomassa yang telah mengalami penurunan kadar air memiliki kandungan hidrokarbon yang tinggi. Semakin tinggi kandungan hidrokarbon dalam bahan bakar, semakin besar energi yang dihasilkan oleh pembakaran maka semakin baik fungsinya sebagai bahan bakar.
(a) (b) Gambar 3 (a) Daging buah bintaro dan (b) Bungkil biji bintaro
7
Gambar 4 Pilihan alur konversi biomassa Sumber : Kamarudin, et al (2008)
Limbah pembuatan minyak bintaro mengandung racun dari buah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Utami (2010), biji bintaro mengandung senyawa triterpenoid, steroid dan saponin (penapisan fitokimia) serta poliasetat dan ester (GCMS). Senyawa golongan alkaloid bersifat toksik kandungan cerberin sendiri merupakan golongan alkaloid sedangkan flavonoid mempunyai efek antimikroba/pelindung tanaman dari patogen begitu pula dengan tanin yang bersifat antimikroba. Pada biji juga ditemukan senyawa aktif lain, yaitu morfin yang merupakan salah satu tipe senyawa alkaloid. Cheenpracha et al (2004) dalam Utami (2010) melaporkan bahwa biji bintaro mengandung senyawa 2’-o-asetil-serleasida, 17-b-neerifolin, serberin, serleaside A dan 17-a-neerifolin yang mempunyai efek mematikan. Selain itu, Amini et al (2008) dalam Utami (2010) melaporkan bahwa biji bintaro mengandung glikosida kardenolida atau cycotoxic yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan kanker pada manusia dan hewan. Pada daging buah bintaro mengandung flavonoid, steroid dan saponin (penapisan fitokimia) serta benzene (GCMS) yang diduga dapat memberikan efek pestisidial pada serangga. Karakteristik Bahan Bakar Padat Bahan bakar singkatnya adalah zat yang mudah terbakar. Salah satu jenis bahan bakar adalah bahan bakar hidrokarbon yang mengandung hidrogen dan karbon. Sulfur dan zat – zat kimia lainnya juga mungkin ada. Bahan bakar
8 hidrokarbon dapat memiliki bentuk cair, gas dan padat. Bahan bakar padat yang umum digunakan adalah batu bara dan biomassa. Untuk perhitnngan – perhitungan pembakaran, komposisi bahan bakar padat biasanya diekspresikan sebagai analisis pokok. Analisis pokok memberikan komposisi berbasis massa dalam bentuk jumlah relatif elemen – elemen kimia (karbon, sulfur, hidrogen, nitrogen, oksigen) dan abu (Moran 2004). Karakteristik bahan bakar padat diperlukan sebagai salah satu kriteria untuk mengetahui kelayakan bahan bakar tersebut untuk dimanfaatkan. Selain karakteristik bahan bakar, kelayakan suatu bahan sebagai bahan bakar juga dapat ditinjau dari segi ketersediaan, kemanan dan kenyamanan serta kelayakan ekonomis (harga). Karakteristik bahan bakar padat dapat ditinjau dari karakteristik fisik, kimia, termal dan sifat dapat menyala (inflammability). 1. Karakteristik fisik Penentuan karakteristik fisik pada bahan bakar padat meliputi pengukuran panjang, lebar, ketebalan, diameter, massa dan volume. Pengukuran ini dapat menggunakan metode yang biasa digunakan sehari – hari dengan alat ukur sederhana. Khusus untuk bahan bakar padat berbentuk briket, beberapa parameter ditambahkan sebagai pengukuran karakteristik fisik yaitu porositas dan keteguhan tekan. Kedua parameter ini selanjutnya dapat mempengaruhi kemampuan pembakaran bahan bakar. Porositas yang rendah dapat menyebabkan briket sulit terbakar sebaliknya, bila porositas tinggi briket akan mudah terurai dan menimbulkan bara yang memberikan kesan tidak bersih. 2. Karakteristik kimia Karakteristik kimia pada suatu bahan bakar dapat dianalisis dengan dua metode yaitu analisis proximate dan analisis ultimate. Analisis proximate menunjukkan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu dan kadar air dalam bahan bakar padat. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas bahan bakar. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukkan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku (UNEP 2008). Analisis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, nitrogen dan oksigen. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran dan volume serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu penyalaan dan perancangan saluran gas buang. 3. Karakteristik termal Karakteristik termal memegang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Suatu bahan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut. Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan) atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan penyerapan panas (endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik). Proses
9 termal meliputi antara lain proses perubahan fase (transisi gelas), pelunakan, pelelehan, oksidasi, dan dekomposisi (LIPI 2013). Karakteristik termal pada suatu bahan dapat dilihat pada besarnya nilai kalor dan kadar zat mudah menguap (volatile matters). Volatile matters adalah bagian organik pada bahan bakar yang mudah menguap bila dipanaskan pada suhu tertentu. Umumnya bahan bakar padat seperti biomassa jika dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu lebih mudah dalam melepaskan volatile matters dan selanjutnya pada suhu tertentu mulai terjadi pengapian / menyala kemudian terbakar. Volatile matters memegang peranan penting dari bahan bakar padat dalam hal kemampuan menyala (ignitability) dan kemampuan terbakar (combustability) (Patabang 2011). Kadar volatile matter yang tinggi mengindikasikan bahwa bahan bakar mudah menyala dan terbakar, walaupun pembakaran lebih cepat dan sulit dikontrol (Himawanto 2003). Nilai kalor dari suatu bahan bakar adalah suatu nilai positif yang sama dengan besar entalpi pembakaran. Terdapat dua nilai kalor yang dikenal dengan istilah Nilai Kalor Atas (High Heating Value – HHV) dan Nilai Kalor Bawah (Low Heating Value – LHV). Nilai kalor atas diperoleh ketika semua air yang terbentuk oleh pembakaran berbentuk cair sedangkan nilai pemanasan bawah diperoleh ketika air yang terbentuk oleh pembakaran berbentuk uap (Moran 2004). Nilai kalor bahan bakar dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu. Semakin tinggi kadar air dan abu, maka semakin kecil nilai kalornya. 4. Sifat dapat menyala (Inflammability) Inflammibility atau sifat dapat menyala adalah karakteristik pada bahan bakar yang menunjukkan kemudahan suatu bahan bakar pada proses pembakaran. Sifat dapat menyala dipengaruhi oleh (Boboulos 2010) : - Nilai kalor. Nilai ini merupakan pengukuran yang dapat dipahami dari potensi energi termal yang dapat diaktifkan selama pembakaran bahan bakar. - Total kadar abu. Kadar abu mampu mengurangi jumlah dari bahan bakar yang dapat dibakar. Hal ini disebabkan karena bahan yang dibakar hanyalah bahan organik yang terdapat di dalam bahan. Abu mineral (silika) penting pada tahapan awal pada pirolisis dengan mengkatalisasi bentuk dari arang reaktif. Hal ini mengurangi gas yang dapat terbakar terlibat. - Rasio luas dan volume. Rasio ini penting untuk pengukuran ukuran bahan bakar yang kemudian menentukan laju pertukaran panas dan kadar air hingga tingkatan tertentu. Ukuran bahan bakar yang lebih kecil cenderung lebih cepat dalam proses pembakaran. - Densitas bahan bakar. Densitas mempengaruhi konduktivitas termal dari bahan bakar dan lama penyalaan. Semakin rendah densitas semakin cepat lama penyalaan karena lebih banyak pori – pori dalam bahan bakar yang mampu terisi oksigen. Proses pembakaran sendiri merupakan suatu reaksi atau perubahan kimia apabila bahan mudah terbakar (combustile material) bereaksi dengan oksigen atau bahan pengoksida lain secara eksotermik (Kurniawan). Pada reaksi pembakaran,
10 selalu terjadi serangkaian proses yang berurutan, dimulai dari proses berlangsungnya pembakaran hingga proses reaksi pembakaran berakhir. Densifikasi Densifikasi atau pengempaan merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat suatu bahan agar mudah dalam penanganan maupun penggunaannya. dalam proses ini, bahan baku berupa biomassa atau limbah biomassa dikempa dengan tekanan tertentu sehingga diperoleh bentuk dengan kepadatan yang dikehendaki, Umumnya yang diolah dengan proses ini adalah bahan yang ukuran partikelnya kecil, berbentuk serbuk atau yang lain yang mengakibatkan penanganan maupun penggunaannya kurang disukai sebagai bahan bakar. Hasil pengempaan umumnya berupa briket. Pada pembuatan briket umumnya bahan baku dicampur dengan perekat terlebih dahulu sebelum dikempa. Proses pengempaan kadang – kadang juga dibarengi dengan pemanasan seperti pada alat ekstruder untuk pengolahan pangan. Setelah pengempaan dilakukan pengeringan untuk menurunkan kadar air briket yang dihasilkan. Densifikasi juga dapat dilakukan pada bahan berupa arang yang hasilnya disebut briket arang. Beberapa cara pembuatan briket arang adalah: - Densifikasi bahan menjadi briket disusul karbonisasi pada tekanan sedang - Pengempaan bahan dan karbonisasi secara serentak - Pengempaan campuran arang dan bahan bakar menjadi briket disusul dengan karbonisasi - Pengempaan campuran arang dan bahan perekat menjadi briket disusul oleh pengering. - Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam densifikasi (pengempaan) adalah: - Kondisi bahan Sebelum dilakukan pengempaan, terlebih dahulu perlu dilakukan beberapa perlakuan terhadap bahan. perlakuan tersebut tergantung dari keadaan dan jenis bahan yang akan diproses. Perlakuan pada bahan sebelum pengempaan antara lain adalah sortasi, penggilingan dan pengeringan. Sortasi bahan perlu dilakukan untuk memisahkan bahan dari benda yang tidak diinginkan seperti batu, metal dan sebagainya. Selanjutnya, penggilingan dilakukan bila bahan tidak memungkinkan untuk dikempa dan menyeragamkan ukuran bahan. Pengeringan bahan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air bahan yang terlalu tinggi. (a) Perekat Terdapat dua macam perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan briket yaitu perekat yang berasap (tar, molase, dan pitch), dan perekat yang tidak berasap (pati dan dekstrin tepung beras). Untuk briket yang digunakan di rumah tangga sebaiknya memakai bahan perekat yang tidak berasap (Abdullah, 1991). Sedangkan menurut Karch dan Boutette (1983) dalam Suryani (1986), ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai perekat yaitu pati, clay, molase, resin tumbuhan, pupuk hewan dan ter. Perekat yang digunakan sebaiknya mempunyai bau yang baik ketika dibakar, kemampuan merekat yang baik, harganya murah, dan mudah didapat.
11 Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka) memiliki keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan perekat hidrokabon. Kelemahannya adalah briket yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Molase memiliki sifat relatif tahan terhadap kelembaban (Goutara dan Wijandi, 1975). Asap yang terjadi saat pembakaran disebabkan karena adanya komponen mudah menguap seperti air, bahan organik, dan lain-lain yang terkandung dalam perekat molase (Boedjang, 1973). Menurut Sudrajat (1983), jenis perekat yang digunakan dalam pembuatan briket arang berpengaruh terhadap kerapatan, keteguhan tekan, nilai kalor bakar, kadar air dan kadar abu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perekat pati menghasilkan briket dengan kerapatan dan kadar abu lebih tinggi daripada perekat molase, tetapi menghasilkan keteguhan tekan dan nilai kalor bakar lebih rendah. Briket yang dikonsumsi untuk bahan bakar rumah tangga adalah briket yang kurang atau tidak berasap, Kadar perekat dalam briket tidak boleh terlalu tinggi karena akan berakibat pada penurunan mutu briket sebagai bahan bakar dan sering menimbulkan asap. Kadar perekat pada briket arang umumnya tidak lebih dari 5%. (b) Tekanan Pengempa Besarnya tekanan pengempaan akan berpengatuh terhadap densitas dan porositas briket yang dihasilkan yang selanjutnya berpengaruh terhadap efisiensi pembakaran sebagai bahan bakar. Briket yang terlalu padat akan sulit terbakar sedangkan briket yang kurang padat (porositas tinggi) akan mengakibatkan briket teurai pada saat pembakaran yang ditunjukkan oleh percikan bara dan mengakibatkan kesan kurang bersih meskipun laju pembakaran cepat. Pada umumnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan akan memberikan kecenderungan menghasilkan briket dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi pula. Menurut Boedjang (1973), penambahan tekanan melebihi batas tertentu akan menyebabkan kekuatan briket arang menurun kembali karena bahan perekat ikut terbuang keluar. Namun menurut Sudrajat (1984), semakin tinggi tekanan pengempaan, maka semakin tinggi kerapatan briket dengan mengikuti persamaan garis linier. (c) Alat / mesin Pengempa Beberapa alat / mesin pengempa yang dapat digunakan untuk densifikasi dibedakan menjadi empat jenis yaitu : (a) Piston press (b) Conical Screw Press (c) Screw Press dengan mantel pemanas (d) Rotary ring disc process (d) Karbonisasi Bahan baku briket atau pellet umumnya dikarbonisasi (diarangkan) terlebih dahulu untuk mengurangi asap pembakaran dan mempermudah penyimpanan. Briket arang lebih fleksibel pemanfaatannya dan lebih mudah dalam penanganan serta penyimpanannya. Menurut Darmawan et al. (2002), sifat-sifat umum briket arang yang dilihat secara kualitatif diantaranya adalah: 1. Bersih tidak berdebu, 2. Cukup keras, tidak terlihat adanya retak atau pecah, 3. Mengeluarkan sedikit asap dan tidak berbau, 4. Abu sisa pembakaran kecil,
12 5. Menghasilkan kalor panas yang tinggi dan konstan, dan 6. Menyala terus tanpa dikipas. (e) Mutu Briket Mutu briket sebagai bahan bakar dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kadar air briket. Untuk briket arang, mutu briket juga akan dipengaruhi oleh mutu arang atau hasil karbonisasi. Faktor lain yang berpengaruh adalah tekanan pengempaan itu sendiri. Kualitas briket arang umumnya ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya, antara lain oleh kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, kerapatan, keteguhan tekan (ASTM-1959), dan nilai kalor (ASTM-1982). Kadar zat mudah menguap erat hubungannya dengan kecepatan bakar, waktu pembakaran, dan kecenderungan mengeluarkan asap dari briket tersebut. Sedangkan kadar abu dan kelembaban mempengaruhi nilai bakar (ASTM, 1959). Sedangkan menurut Hendra dalam Pari (2002), briket dikatakan memiliki mutu yang baik dan berkualitas apabila hasil pembakarannya mempunyai ciri : - Tidak berwarna hitam dan apabila dibakar api yang dihasilkannya berwarna kebiru-biruan. - Briket terbakar tanpa berasap, tidak memercikkan api dan tidak berbau. - Tidak terlalu cepat terbakar dan berdenting seperti logam ketika dipukul. Syafrian (2005) melakukan pembobotan terhadap keinginan konsumen atas beberapa kualitas briket arang, diantaranya adalah mudah dibakar, laju pembakaran rendah, nilai kalor briket tinggi, mudah disimpan (tidah mudah pecah/retak/hancur) dan murah. Penentuan prioritas keinginan konsumen dilakukan dengan cara membandingkan setiap keinginan dengan semua keinginan satu persatu secara berpasangan. Dalam membandingkan sepasang (dua buah) keinginan tersebut, maka keinginan yang lebih penting diberi nilai 1 dan keinginan yang kurang penting diberi nilai 0. Setelah setiap keinginan dibandingkan dan diberi nilai, maka nilai yang diperoleh oleh setiap keinginan dijumlahkan. Keinginan yang memperoleh nilai terbesar adalah keinginan dengan prioritas tertinggi dan seterusnya. Dari hasil perbandingan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa urutan prioritas yang diinginkan oleh konsumen terhadap briket sebagai sumber energi bahan bakar adalah murah, mudah dibakar, laju pembakaran rendah, nilai kalor briket tinggi dan yang terakhir adalah mudah disimpan (tidak mudah pecah/retak/hancur) (Syafrian, 2005).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Energi dan Listrik Pertanian dan Laboraturium Lapang Siswadhi Supardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor serta Laboraturium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada bulan April – Juli 2013.
13 Pendekatan Masalah Pada penelitian awal untuk mengetahui rendemen minyak, sebanyak 3 kg biji kering bintaro diekstraksi menggunakan press hydraulic menghasilkan 1.38 liter minyak bintaro dan 1.57 kg bungkil biji bintaro. Bila realisasi industri minyak nabati bintaro dilaksanakan dengan kapasitas produksi 100 liter minyak per hari yang diekstraksi menggunakan hot press hydraulic maka akan dihasilkan limbah berupa bungkil biji sebanyak 101.7 kg/hari dan daging buah sebanyak 73.62 kg/hari. Limbah yang terus menumpuk dapat menimbulkan kerugian. Limbah pembuatan minyak bintaro baik daging buah bintaro maupun bungkil biji merupakan biomassa yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif sebagai antisipasi peningkatan limbah. Pada Gambar 4, disajikan berbagai alur konversi limbah biomassa yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk memanfaatkan limbah pembuatan minyak bintaro. Pemanfaatan limbah bintaro sebagai bahan bakar padat sendiri dianggap cara paling sederhana untuk konversi energi biomassa. Konversi bahan bakar biomassa dalam bentuk gas atau cair membutuhkan teknologi yang canggih dan biaya yang mahal yang kurang sesuai untuk masyarakat pedesaan. Pembakaran langsung merupakan salah satu alternatif dalam pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar pada bentuk aslinya atau setelah mengalami perbaikan sifat fisik dalam bentuk bahan bakar padat. Pembakaran langsung merupakan cara sederhana untuk menghasilkan energi panas. Daging buah bintaro yang telah dikeringkan memiliki kadar hidrokarbon yang tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pembakaran yang baik. Begitu pula dengan bungkil biji yang masih memiliki kandungan minyak yang tinggi sehingga lebih mudah dalam pemanfaatannya melalui proses pembakaran. Bungkil biji berupa cake yang bentuknya sulit digunakan sebagai bahan bakar sedangkan daging buah bintaro memiliki ukuran yang relatif besar untuk dimanfaatkan melalui tungku biomassa skala rumah tangga. Perbaikan bentuk fisik dilakukan dengan metode densifikasi untuk memudahkan penanganan dan penggunaan bahan bakar. Pada daging buah bintaro, pembuatan briket sendiri mengalami kesulitan karena serat bintaro yang keras dan menghasilkan briket dengan performansi pembakaran yang jauh dari kategori baik. Pembakaran 1 buah briket daging buah bintaro dengan kadar perekat mencapai 10% hanya bertahan selama 4.03 detik. Berdasarkan hasil pengamatan awal tersebut,maka penelitian ini hanya dilakukan pada pemanfaatan daging buah bintaro dilihat dari performansi pembakaran pada bentuk aslinya tanpa perbaikan bentuk fisik. Sedangkan pada bungkil biji, pemanfaatannya sebagai bahan bakar padat menunjukkan hasil yang baik. Pada kadar perekat 1%, bungkil biji dapat menyerap perekat dengan baik dan menghasilkan briket yang lebih mudah dalam penanganan dan penggunaannya. Sehingga, penelitian dilakukan dengan mengkaji lebih lanjut pemanfaatan bungkil biji bintaro sebagai briket. Metode Penelitian Persiapan Bahan Penelitian ini dilaksanakan pada dua jenis limbah pembuatan minyak bintaro yaitu daging buah dan bungkil biji. Daging buah bintaro diperoleh dari proses pengupasan dan sortasi sedangkan bungkil biji diperoleh dari proses pengepresan
14 menggunakan hot press hydraulic (spesifikasi dan gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 5). Daging buah bintaro terlebih dahulu dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari. Pengeringan didasarkan pada perhitungan awal sehingga diperoleh kadar air di bawah 15%. Berdasarkan perhitungan, massa akhir bintaro pada kadar 14% diperoleh setelah pengeringan selama 3 hari. Dari proses pengepresan sebanyak 3 kg biji kering bintaro diperoleh 1.47 kg bungkil biji dengan ukuran 50 mesh yang masih memilki kandungan minyak sebesar 51.69 % (data primer 2013) dari kadar minyak biji awal. Perekat yang digunakan adalah perekat tapioka dengan kadar perekat yang dipilih adalah 1%, 2.5%, 5% dan 7.5%. Perekat didapatkan dengan mencampurkan air dan tepung tapioka dengan perbandingan 1 : 16 sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Cory (2001). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pencampuran dengan bungkil pada kadar perekat di atas kadar ini lebih sulit dilakukan. Parameter dan Data yang Dibutuhkan Keseluruhan parameter dalam pengujian daging buah bintaro sebagai bahan bakar biomassa dan briket yang dihasilkan adalah sebagai berikut : - Kerapatan briket - Kadar air - Kadar abu - Kadar karbon terikat - Kadar zat mudah menguap - Kekuatan tekan briket - Nilai kalor - Kemudahan terbakar - Laju pembakaran - Kualitas pembakaran Data – data yang diperlukan, cara pengukuran dan alat – alat ukur yang digunakan untuk memperoleh parameter tersebut adalah : (a) Kerapatan ; pada briket bungkil biji yang dihasilkan, massa briket setelah pengeringan, diameter briket dan tinggi briket. Alat – alat yang digunakan adalah timbangan elektronik dan jangka sorong. (b) Kadar air briket dan daging buah : massa kering dan massa sebelum dikeringkan. Alat yang digunakan adalah timbangan elektronik dan drying oven. (c) Kadar abu, kadar karbon terikat dan kadar zat mudah menguap pada briket dan daging buah kering diperoleh langsung dari hasil pengujian di Laboraturium Kimia Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. (d) Kekuatan tekan briket diperoleh langsung dari hasil pengujian di Laboraturium Kimia Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. (e) Nilai kalor briket dan daging buah kering : kenaikan suhu pada bejana dalam. Alat yang digunakan adalah unit bomb calorimeter. (f) Kemudahan briket dan daging buah kering terbakar : waktu awal bahan mulai terbakar dan waktu hingga api pada bahan mulai stabil pada uji pembakaran. Alat yang digunakan adalah stopwatch, tungku gerabah dan kompor biomass UB-03.
15 (g) Laju pembakaran : massa bahan sebelum terbakar, massa bahan setelah terbakar dan waktu lamanya pembakaran. Alat yang digunakan adalah stopwatch, timbangan, tungku gerabah dan kompor biomass UB-03. (h) Kualitas pembakaran : asap, api dan bau yang dihasilkan selama proses pembakaran berlangsung. Metode Pengujian dan Pengambilan Data Penelitan ini dilakukan pada bulan April – Juli 2013 di Laboraturium Energi dan Listrik Pertanian dan Laboraturium Lapang Siswadhi Soepardjo, IPB. Prosedur pelaksanaan penelitian ditunjukkan oleh Gambar 5. Uji pembakaran dilakukan dengan menggunakan tungku gerabah dan kompor biomassa UB-03. Uji pembakaran dilakukan dengan dan tanpa beban untuk melihat proses pembakaran yang terjadi. Pembakaran pada daging buah dan briket dilakukan pada kompor biomass UB-03 sedangkan tungku gerabah hanya digunakan untuk uji pembakaran briket. Pada saat proses pembakaran diukur kecepatan angin yang ada di sekitar kompor. Percobaan tanpa beban dimaksudkan untuk melihat performansi pembakaran dari daging buah buah kering bintaro dan briket bungkil biji. Percobaan dengan beban dilakukan dengan mendidihkan air sebanyak 1000 ml. Prosedur pengujian pembakaran pada limbah bintaro dan briket menggunakan kompor biomassa UB-03 dan tungku gerabah ditunjukkan pada Gambar 6.
16
Ket : Proses pembuatan briket =
Gambar 5 Diagram alir penelitian
17
Gambar 6 Prosedur pengujian pembakaran
HASIL DAN PEMBAHASAN Daging Buah Bintaro Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Limbah pembuatan minyak bintaro berupa daging buah bintaro diperoleh dari proses pengupasan. Pada proses pengupasan, getah dari buah bintaro dapat menyebabkan iritasi pada kulit sehingga diperlukan sarung tangan pada saat proses pengupasan. Daging buah bintaro yang dapat dipakai sebagai bahan bakar padat adalah daging buah yang telah dikeringkan. Karakterisasi sifat fisiko kimia dari daging buah dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat ini menunjukkan persen berat dari kadar karbon terikat, zat terbang, abu dan kadar air dalam daging buah bintaro. Hasil analisis proksimat ditunjukkan oleh Tabel 1. Data ini diperoleh dengan dua kali pengulangan. Kadar air daging buah bintaro kering diperoleh dari pengeringan daging buah selama 3 hari dengan panas matahari. Pengeringan ini didasarkan pada perhitungan awal untuk memperoleh kadar air kurang dari 15% dengan kadar air buah awal berkisar antara 60 – 80%. Setelah 3 hari pengeringan, berdasarkan perhitungan massa akhir diperoleh kadar air sebesar 14%. Namun, kadar air yang
18 tinggi setelah pengujian dapat diakibatkan karena penyimpanan sebelum uji tidak baik sehingga daging buah kembali menyerap air. Bila pengeringan terus dilakukan hingga kadar air 10%, hal ini dapat memperbaiki kualitas kandungan daging buah bintaro sebagai bahan bakar padat. Kadar abu dari buah ini, rata – rata sebesar 74.46%. Abu merupakan kotoran yang tidak terbakar sehingga kadar abu yang tinggi pada buah ini menunjukkan bahwa pembakarannya akan berlangsung lebih cepat dan menghasilkan bahan tidak terbakar dalam jumlah yang banyak. Tabel 1 Karakteristik fisiko kimia daging buah bintaro Nilai Parameter Kadar air (%) * Kadar abu (%)* Kadar zat terbang (%)* Kadar fixed carbon (%)* Nilai kalor (kJ/kg) **
Ulangan 1 17.7494 74.2711 3.0179 22.7110 13 180
Ulangan 2 17.8317 74.6553 2.3300 23.0147
Bahan Bakar Padat lain (biket arang komersial)*** 7.57 5.51 16.14 78.35 28483
Ket : Perhitungan kadar abu, kadar zat terbang dan fixed carbon diperoleh setelah kadar air dalam bahan telah diuapkan Sumber : (*) : data primer (**): Tambosoe (2011) (***) : Pari et al. (1990) dalam Wahyuni (2008)
Jumlah kadar karbon terikat dan zat terbang sendiri secara langsung turut andil terhadap nilai kalor bahan bakar. Kadar karbon terikat yang tinggi pada buah bintaro kering yaitu 22.86% akan semakin meningkatkan nilai kalor bahan tersebut. Zat terbang dalam bahan bakar padat mengindikasikan kandungan berbentuk gas yang tidak mudah terbakar seperti karbondioksida dan nitrogen dalam bahan bakar. Pada daging buah bintaro, kandungan zat terbang relatif kecil yaitu rata – rata sebesar 2.67%. Hal ini menunjukkan pembakaran pada bahan ini akan menghasilkan gas – gas berbahaya yang relatif lebih sedikit dan menghasilkan asap yang sedikit. Nilai kalor yang dimiliki oleh daging buah bintaro relatif tinggi yaitu sebesar 13 180 kJ/kg. Uji Pembakaran Uji pembakaran pada daging buah kering dilakukan pada kompor biomassa UB-03. Prinsip kerja kompor ini adalah gasifikasi (pirolisis cepat) yang dilanjutkan dengan pembakaran gas hasil pirolisis tersebut. Pada tahap awal bahan bakar mengalami proses pirolisis yang menghasilkan gas – gas mampu bakar karena pembakaran terjadi tidak sempurna. Gas hasil pirolisis tersebut kemudian dibakar dengan udara tambahan yang masuk melalui bagian atas kompor sehingga terjadi proses pembakaran sempurna. Prinsip kerja ini mengakibatkan peningkatan efisiensi dan mengurangi residu asap. Data hasil uji pembakaran daging buah bintaro ditunjukkan oleh Tabel 2 berikut.
19 Tabel 2 Hasil pengujian pembakaran daging buah bintaro Parameter Percobaan 1 Percobaan 2 Massa bahan bakar (gram) 110 100 Waktu dari menyala sampai laju 02’59” 02’50” pembakaran stabil (menit) Waktu penyalaan kompor 08’55” 08’43” (menit) Warna nyala api oranye oranye Keberadaan asap tidak ada tidak ada Bau menyengat menyengat Laju pembakaran (gram/menit) 12.337 11.472
Percobaan 3 100 02’34” 08’60” oranye tidak ada menyengat 11.627
Pembakaran daging buah bintaro di kompor biomass UB-03 membutuhkan bantuan penyalaan awal dari minyak tanah. Lubang udara dibuka pada bukaan 25%. Waktu penyalaan awal sampai laju pembakaran stabil pada percobaan pertama adalah 2.983 menit, pada percobaan kedua adalah 2.833 menit dan pada percobaan ketiga adalah 2.566 menit. Waktu satu kali proses penyalaan kompor pada percobaan pertama adalah 8.916 menit, pada percobaan kedua adalah 8.717 menit dan pada percobaan ketiga adalah 8.60 menit. Dari massa daging buah yang dibakar, dapat diketahui laju pembakaran pada masing – masing percobaan yaitu 12.337 gram/menit pada percobaan, 11.472 gram/menit pada percobaan kedua dan 11.672 gram/menit pada percobaan ketiga. Perbedaan laju pembakaran pada masing – masing percobaan dapat diakibatkan oleh ketidakseragaman dari excess air yang masuk. Pada percobaan pertama kecepatan angin ketika mulai pembakaran adalah 0.44 m/s, pada percobaan kedua adalah 0.15 m/s dan 0.06 m/s pada percobaan ketiga. Semakin besar udara yang masuk ke dalam kompor maka semakin cepat proses pembakaran berlangsung. Kecepatan pembakaran ini juga dipengaruhi oleh porositas bahan. Bintaro memiliki porositas yang tinggi, pori – pori dalam bahan mengakibatkan kontak dengan oksigen lebih besar sehingga proses oksidasi terjadi lebih cepat. Ditinjau dari segi kenyamanan penggunaan bahan bakar ini, pembakaran daging buah menghasilkan asap yang sedikit bahkan tidak ada namun memiliki bau yang menyengat, api yang dihasilkan juga masih berwarna oranye. Penambahan daging buah bintaro pada kompor juga mengalami kesulitan mengingat bentuk dan ukuran daging buah yang relatif besar. Bau yang menyengat pada saat pembakaran berlangsung dapat mengindikasikan kandungan CO dalam asap. Namun, penelitian lebih lanjut mengenai asap hasil pembakaran daging buah bintaro ini perlu dilakukan mengingat buah bintaro yang mengandung racun cerberin. Pemanfaatan daging buah bintaro sebagai bahan bakar melalui pembakaran langsung ini tidak menunjukkan performansi yang baik. Daging buah bintaro yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi masih dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk etanol dengan cara hidrolisis dan dimanfaatkan sebagai karbon aktif (Handoko dan Imam 2011).
20 Bungkil Biji Bintaro Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia Bungkil Biji Bintaro Bungkil biji bintaro merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pengepresan biji bintaro. Proses pengepresan biji bintaro sendiri didahului dengan penggilingan dan pemanasan biji pada suhu 50°C untuk mengikat minyak dan mengurangi kadar air pada biji. Bungkil biji bintaro berbentuk cake dengan ukuran 50 mesh. Karakterisasi fisiko kimia bungkil biji meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, kadar minyak dan nilai kalor yang ditunjukkan pada Tabel di bawah ini. Tabel 3 Karakteristik fisiko kimia bungkil biji bintaro Parameter Kadar air (%) Kadar abu (%)* Kadar zat terbang (%)* Kadar fixed carbon (%)* Nilai kalor (kJ/kg) Kadar minyak (%)
Nilai Ulangan 1 4.056 1.110 90.948 7.942 15328.295 32.66**
Ulangan 2 3.618 2.110 89.879 7.942
Ket : (*) Perhitungan kadar abu, kadar zat terbang dan fixed carbon diperoleh setelah kadar air dalam bahan telah diuapkan (**): Kadar minyak akhir sebesar 51.69% dari kadar minyak bungkil awal yaitu 63.2%
Bungkil biji bintaro memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 15 328.295 kJ/kg. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu potensi untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar dengan proses densifikasi. Kadar air yang dimiliki oleh bungki biji cenderung kecil yaitu rata – rata sebesar 3.837% karena biji bintaro sendiri telah mengalami proses pemanasan terlebih dahulu untuk pengeluaran minyak. Abu yang dikandung dalam bungkil juga kecil yaitu rata – rata sebesar 1.61% yang akan mengakibatkan sisa pembakaran pada bungkil dapat menghasilkan abu yang lebih sedikit. Kandungan zat terbang yang tinggi yaitu pada titik 90.414% menunjukkan mudahnya penyalaan bahan bakar. Briket Bungkil Biji Bintaro Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Briket Bungkil Pembuatan briket bungkil biji pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan lem (perekat) dari tepung tapioka kemudian dikempa dengan menggunakan alat pengempa manual. Tepung tapioka dipilih sebagai perekat karena mudah didapat dan merupakan perekat yang tidak berasap. Bahan perekat dari tumbuh – tumbuhan seperti tapioka memiliki keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan perekat hidrokarbon seperti molasse. Briket dibuat dengan kadar perekat tertentu yaitu 1%, 2.5%, 5% dan 7.5% dari berat bungkil biji. Penentuan kadar perekat mempertimbangkan adanya kandungan minyak yang masih tersimpan di dalam bungkil dan kemampuan bungkil menyerap perekat. Pada kadar perekat 7.5% proses pengempaan mulai mengeluarkan sedikit cairan. Hal ini berarti baik perekat atau minyak telah keluar
21 dari campuran bungkil sehingga kadar perekat 7.5% dianggap sebagai kadar perekat maksimum untuk pembuatan briket bungkil biji bintaro. Bungkil biji yang telah dicampur dengan perekat kemudian dikempa dengan menggunakan pengempa manual. Briket bungkil biji bintaro yang dihasilkan dalam penelitian ini berbentuk silinder dengan diamater rata – rata 55 cm dan tebal 2 cm. Sebanyak rata – rata 50 gram adonan campuran bungkil biji dan perekat dimasukan ke dalam alat pengempa manual. Dimensi dan perhitungan kerapatan pada masing – masing briket yang dihasilkan tercantum pada Lampiran1. Dilihat dari kemudahan penanganan dan penyimpanan, briket dari bungkil biji ini lebih mudah dalam penanganan dan penyimpanan. Namun, briket pada kadar 1% (Gambar 8) cenderung lebih rapuh dibandingkan briket pada kadar perekat yang lain. Briket ini mudah pecah bila dipindahkan. Selanjutnya dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan pada briket meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat dan nilai kalor. Analisis proksimat dan fisis pada briket dengan berbagai kadar perekat ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik fisiko kimia briket bungkil biji bintaro Kadar perekat Parameter 1% 2.5% 5% 7.5% Kadar air (%) 2.983 3.805 4.684 5.509 Kadar abu (%)* 3.080 3.019 2.995 2.944 Kadar zat terbang (%)* 88.419 88.753 88.540 88.099 Kadar fixed carbon (%)* 8.501 8.229 8.465 8.791 Nilai kalor (kJ/kg) 16342.667 11270.805 9242.06 8340.396 Volume (cm3) 46.305 46.305 35.857 47.018 Kerapatan (g/cm3) 0.965 1.034 1.187 0.997 Keteguhan tekan (kg/cm2) 0.781 0.600 0.748 0.867 Ket : (*) :Perhitungan kadar abu, kadar zat terbang dan fixed carbon diperoleh setelah kadar air dalam bahan telah diuapkan
Tekanan pengempaan pada pengempa manual tidak dapat diukur dengan pasti besarnya. Namun, ketinggian handle pengempa dari datum ketika proses pengempaan berlangsung relatif sama sehingga tekanan yang diberikan diasumsikan relatif sama. Besar tekanan kempa akan mempengaruhi kerapatan dan keteguhan tekan dari briket. Selain tekanan kempa, kerapatan briket juga dipengaruhi oleh kadar perekat. Dari data - data tersebut dilakukan analisis data menggunakan korelasi beberapa parameter yang ada. Gambar 9 menunjukkan hubungan kadar perekat dengan kerapatan briket yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar perekat maka semakin tinggi kerapatan briket. Penurunan kerapatan pada kadar perekat 7.5% dapat disebabkan karena pada kadar ini, minyak dan perekat mulai keluar dari briket sehingga mengurangi daya merekat pada briket. Kerapatan briket berpengaruh pada lama penyalaan. Semakin rendah kerapatan akan semakin cepat lama penyalaan dari briket karena lebih banyak pori – pori yang terisi oleh oksigen. Kadar perekat pada briket mempengaruhi kandungan dan nilai kalor dari briket. Gambar 10 menunjukkan hubungan antara kadar perekat kandungan briket (kadar air, kadar abu dan kadar karbon terikat).
22
(a) (b) Gambar 7 (a) Briket kadar perekat 1% dan (b) Briket kadar perekat 1% yang rapuh
(a)
(b)
(c) Gambar 8 (a) Briket dengan kadar perekat 2.5%, (b) Briket dengan kadar perekat 5% dan (c) Briket dengan kadar perekat 7.5% Penambahan kadar perekat menunjukkan peningkatan pada kadar zat terbang dan kadar abu. Briket menunjukkan penurunan nilai kadar abu seiring dengan penambahan konsentrasi perekat. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2008) pada briket bungkil jarak menggunakan perekat tapioka yang menyatakan bahwa kadar abu meningkat seiring peningkatan kadar perekat. Kadar karbon terikat pada berbagai kadar perekat menunjukkan hasil yang fluktuatif namun cenderung meningkat pada kadar 2.5%. Sedangkan, kadar air terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kadar perekat. Peningkatan kadar air pada briket selain disebabkan penambahan komposisi air
23
Kerapatan (g/cm3)
pada perekat juga disebabkan oleh sifat tepung tapioka pada perekat yang lebih mudah dalam menyerap air. Hal ini sesuai dengan analisis keragaman yang dilakukan oleh Wahyuni (2008) yang menyatakan bahwa jenis perekat berpengaruh nyata terhadap kadar air sedangkan konsentrasi perekat dan interaksi antara konsentrasi perekat dan jenis perekat tidak memberikan pengaruh nyata. 1,5 1 0,5 0 1%
2,50%
5%
7,50%
Kadar perekat
Gambar 9 Hubungan kadar perekat dan kerapatan briket bungkil bintaro yang dihasilkan 10
Hasil uji (%)
8 6 Kadar abu 4
kadar air
2
kadar fixed carbon
0 0%
2%
4%
6%
8%
Kadar perekat
Gambar 10 Hubungan antara kadar perekat dengan kandungan briket bungkil bintaro Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada uji proksimat daging buah bintaro, kandungan bahan turut andil dalam nilai kalor suatu bahan bakar. Hubungan ketiga parameter tersebut (kadar air, kadar abu dan kadar karbon terikat) disajikan pada Gambar 11. Peningkatan kadar karbon terikat dan kadar air menurunkan nilai kalor dari briket sedangkan peningkatan kadar abu menaikan nilai kalor. Kadar abu sebenarnya tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai kalor dibandingkan kadar karbon terikat dan kadar air. Selain kandungan bahan, nilai kalor briket juga ditentukan oleh kadar perekat pada briket. Trendline yang ditunjukkan oleh Gambar 11 mengindikasikan bahwa nilai kalor menurun seiring dengan penambahan kadar perekat. Pada dasarnya, penambahan perekat pada briket berarti menambahkan karbon ke dalamnya yang dapat meningkatkan nilai kalor dari briket. Namun, pada briket bungkil biji bintaro ini, penggunaan perekat berupa tepung tapioka dapat menurunkan nilai kalor. Hal ini dapat disebabkan oleh kecenderungan tepung tapioka yang bersifat higrokopis.
24
NIlai kalor (kJ/kg)
20.000 15.000 10.000 5.000 0 0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
Kadar perekat
Gambar 11 Hubungan antara kadar perekat dan nilai kalor Uji Pembakaran Briket - Uji Pembakaran Menggunakan Tungku Gerabah Uji pembakaran pada briket bungkil biji dilakukan menggunakan tungku gerabah/anglo yang mudah ditemukan di pasaran. Pembakaran dilakukan untuk menguji keragaan satu buah briket dan uji untuk mendidihkan air. Data hasil pengamatan pada pembakaran satu buah briket disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Hasil uji keragaan briket bungkil bintaro pada tungku gerabah Kadar Perekat Data Pengamatan Ulangan 1% 2,5% 5% 1 38.56 45.23 45.84 Massa (gram) 2 43.09 38.64 41.96 3 45.66 40.39 1 01’32” 01’55” 01’35” Waktu penyalaan 2 01’19” 01’14” 01’04” awal (menit, detik) 3 01’34” 01’12” 1 09’36” 31’28” 31’07” Lama pembakaran 2 38’10” 18’03” 17’50” (menit, detik) 3 18’56” 27’35” 1 0.534 0.519 1.025 Laju pembakaran 2 0.607 0.723 0.979 (g/menit) 3 0.886 0.968 Warna nyala api oranye oranye oranye Asap + ++ ++ Bau menyengat menyengat menyengat Ket :
(+) (++) (+++)
: asap sedikit : asap lebih banyak : asap banyak
7,5% 40.23 42.94 38.96 03’24” 02’00’ 01’59” 49’03” 30’04” 22’07” 0.309 0.520 1.323 oranye ++ menyengat
25
Gambar 12 Uji pembakaran satu buah briket pada kompor gerabah Laju pembakaran dipengaruhi oleh kerapatan briket, semakin tinggi kerapatan briket yang berarti semakin tinggi kandungan kadar perekat maka laju pembakaran akan semakin rendah dan bahan bakar akan lebih lama terbakar. Namun, berdasarkan hasil yang didapat, laju pembakaran briket bungkil bintaro ini cenderung meningkat seiring dengan penambahan kadar perekat. Laju pembakaran tertinggi adalah pada kadar perekat 5%. Hal ini berhubungan dengan konsentrasi oksigen yang kontak dengan bahan bakar. Kontak udara yang tinggi pada bahan bakar dapat menaikan laju pembakaran. Konstruksi kompor gerabah menyulitkan dalam pengendalian udara masuk pada kompor sehingga laju pembakaran menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Kemudahan penyalaan awal pada briket dipengaruhi kandungan volatile matters pada briket. Seperti yang telah dipaparkan pada point B, briket dengan kadar perekat 1% memiliki kandungan volatile matters yang paling tinggi sehingga lebih mudah dalam proses penyalaan awalnya. Bahan yang mudah menguap ini merupakan indeks dari kandungan bahan bakar bentuk gas yang berbanding lurus dengan panjang nyala api dan membantu dalam proses penyalaan awal (UNEP 2008). Api yang dihasilkan pada proses pembakaran ini berwarna orange yang menunjukkan adanya pembakaran tidak sempurna. Pembakaran tidak sempurna ini dapat diakibatkan oleh ketersediaan udara yang rendah atau tidak stabil dan menghasilkan asap yang berlebihan selama proses pembakaran berlangsung. Bau yang dihasilkan pada pembakaran ini menyengat meskipun tidak memberikan kesan mengganggu bagi pengguna. Namun, bau menyengat dapat mengindikasikan adanya zat – zat berbahaya dalam asap seperti karbon monoksida, NOx dan SOx. Walaupun biji bintaro telah mengalami proses pengeringan sebelumnya tidak menutup kemungkinan racun cerberin dalam biji masih terikat dan teraktivasi pada saat pembakaran berlangsung. Pada penelitian ini selanjutnya panas yang dihasilkan dari pembakaran briket dengan kompor gerabah digunakan untuk memanaskan 1 liter air. Dilakukan tiga kali pengulangan pada masing – masing briket dengan kadar perekat berbeda. Percobaan mendidihkan air menggunakan tiga buah briket. Pada kadar perekat 1% dibutuhkan waktu untuk mendidihkan air selama rata – rata 50 menit, pada kadar 2.5% selama 36.45 menit, pada kadar perekat 5% selama 53.18 menit dan pada kadar perekat 7.5% selama 42.01 menit. Penggunaan briket sebanyak tiga buah ini mempertimbangkan kenyamanan pengguna, mengingat penggunaan briket yang terlalu banyak dapat menghasilkan api yang tidak stabil akibat masukan udara yang tidak stabil. Percobaan mendidihkan air ini
26 menghasilkan jelaga pada bagian bawah panci. Jelaga timbul akibat adanya pembakaran yang tidak sempurna.
Gambar 13 Uji mendidihkan air dengan kompor gerabah -
Uji Pembakaran Briket Menggunakan Kompor Biomassa UB-03 Uji pembakaran menggunakan kompor biomassa UB-03 dilakukan sebanyak tiga kali percobaan untuk masing – masing briket bungkil pada konsentrasi perekat yang berbeda dengan kondisi lubang udara dibuka 100% ketika penyalaan awal kemudian lubang udara ditutup hingga 25% ketika api mulai stabil (seluruh bagian permukaan briket sudah terbakar). Hal ini dilakukan untuk mengurangi lidah api yang berlebihan yang dapat mengganggu kenyamanan pengguna. Uji pembakaran dilakukan tanpa beban untuk melihat keragaan pada satu buah briket dan uji dengan beban untuk mendidihkan air sebanyak 1000 ml. Data hasil pengujian pembakaran briket bungkil bintaro dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 . Hasil uji keragaan briket bungkil bintaro pada kompor biomassa UB-03 Data Pengamatan Ulangan 2,5 1% 5% 7,5% % 1 44.55 51.74 51.63 46.2 Massa (gram) 2 45.03 45.75 38.32 47.3 3 45.87 50.08 42.83 45.52 1 0’42” 0’58” 01’11” 01’31” Waktu penyalaan 2 0’45” 0’54” 02’34” 01’15’ awal (menit, detik) 3 0’47” 0’57” 02’10” 01’26” 1 37’14” 34’18” 41’04” 22’15” Lama pembakaran 2 38’05” 35’35” 39’56” 38’40” (menit, detik) 3 38’49” 35’40” 40’52” 35’40” 1 1.169 1.403 1.175 0.771 Laju pembakaran 2 1.158 1.169 0.799 0.852 (g/detik) 3 1.161 1.295 0.979 0.987 Warna nyala api orange orange orange orange Asap ++ ++ +++ +++ Bau menyengat menyengat menyengat menyengat Ket :
(+) (++) (+++)
: asap sedikit : asap lebih banyak : asap banyak
27 Satu buah briket pada berbagai konsentrasi perekat mampu terbakar selama 34-41 menit. Lama penyalaan ini berpengaruh pada laju pembakaran briket. Laju pembakaran briket berbeda pada setiap konsentrasi perekat dan tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Hal ini tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata antara kadar perekat dan kerapatan dengan lama pembakaran briket yang berarti lama pembakaran tidak dipengaruhi oleh konsentrasi perekat melainkan oleh performansi kompor yang ditentukan oleh excess air yang masuk ke kompor. Penyesuaian lubang udara harus dilakukan pada proses pemasakan agar dihasilkan nyala api yang stabil. Pengujian pembakaran briket dengan mendidihkan air sebanyak 1000 ml dilakukan dengan membakar 10 buah briket sesuai dengan spesifikasi kompor yaitu 90% volume ruang bakar sehingga suplai udara sesuai dengan perhitungan desain ruang bakar kompor. Percobaan mendidihkan air dilakukan masing – masing tiga kali percobaan pada setiap kadar perekat. Rata – rata mendidihkan air pada kadar perekat 1% adalah selama 7.81 menit, lalu pada kadar perekat 2.5% adalah 7.44 menit, pada kadar perekat 5% adalah 8.09 menit dan pada kadar perekat 7,5% adalah selama 7.69 menit. Proses pemasakan ini juga menghasilkan jelaga pada bagian bawah panci. Hal ini berarti pembakaran yang terjadi pada kompor adalah pembakaran tidak sempurna.
Gambar 14 Uji mendidihkan air dengan kompor biomassa UB-03 Perbandingan Pembakaran Briket Bungkil Bintaro Menggunakan Kompor Anglo dan Kompor Biomassa UB-03 Dari hasil pengujian dengan menggunakan kompor gerabah dan kompor biomass UB-03 dilakukan perbandingan untuk menunjukkan preferensi dalam penggunaannya. Perbandingan performansi kedua kompor dengan menggunakan bahan bakar briket bungkil bintaro dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil pengamatan dan perbandingan tersebut, kompor biomassa memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan kompor gerabah. Pembakaran briket bungkil bintaro menunjukkan performansi pembakaran yang lebih baik dengan menggunakan kompor biomassa UB-03 dilihat dari efisiensi sistem dan energi yang tersalurkan pada alat masak. Nilai efisiensi sistem diperoleh dari tiga kali percobaan pada masing – masing konsentrasi perekat yang merupakan perbandingan dari panas yang dihasilkan oleh briket dengan panas yang diterima oleh alat masak. Nilai efisiensi sistem bertambah seiring dengan pertambahan kadar perekat. Hal ini karena semakin tinggi konsentrasi perekat maka nilai kalor briket makin kecil yang kemudian mempengaruhi energi input dari briket.
28 Tabel 7. Perbandingan performansi pembakaran briket bungkil bintaro Parameter Kompor Kompor Satuan Gerabah Biomassa Kapasitas kompor 100-300 400-550 gram/proses Waktu penyalaan kompor 18 – 49 39 – 45 menit Laju pembakaran 0.685 – 1.308 8.65 – 10.26 gram/menit Energi yang digunakan oleh 228 – 263 316 – 364 kJ air Efisiensi sistem 19 – 30 17 – 32 % Warna nyala api orange orange Keberadaan asap putih, banyak putih, banyak kurang nyaman kurang Kenyamanan pengoperasian nyaman Kemanan pengoperasian kurang aman aman Walaupun nilai efisiensi sistem kedua kompor berada pada rentang yang tidak terlalu jauh, kompor biomassa lebih efektif dalam menyalurkan panas hasil pembakaran briket. Kompor gerabah dapat menyalurkan energi sebesar 228 – 263 kJ menuju alat masak sedangkan kompor biomassa dapat menyalurkan energi berkisar antara 316 – 364 kJ menuju alat masak.Kelebihan kompor biomassa dibandingkan kompor gerabah adalah pada pemasukan aliran udara menuju ruang bakar kompor. Kompor biomassa UB-03 menerapkan sistem pirolisis yang memanfaatkan gas – gas hasil pembakaran tidak sempurna yang timbul dari pembakaran biomassa sehingga meningkatkan efisiensi sistem. Namun, penggunaan kompor biomassa sendiri juga harus mempertimbangkan ketersediaan kompor ini di pasaran. Dibandingkan kompor biomassa, kompor gerabah lebih dahulu dikenal oleh masayarakat dan banyak terdapat di pasaran. Dari segi kenyamanan, kedua kompor kurang baik dalam penggunaannya karena menghasilkan asap yang berlebihan bila menggunakan briket bungkil ini. Dari segi keamanan, kompor biomassa lebih aman karena api dari kompor dapat dikendalikan dengan mengatur bukaan lubang udara sedangkan kompor gerabah cenderung kuranga aman dengan lidah api yang sulit dikendalikan. Perbandingan Karakteristik Briket Bungkil Biji Bintaro dengan Bahan Bakar Lain Hasil pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada performansi briket kemudian dibandingkan dengan performansi bahan bakar lain seperti briket arang kayu dan gas untuk menunjukkan apakah briket bungkil layak digunakan sebagai bahan bahan bakar alternative yang ditunjukkan pada tabel 8. Arang kayu dengan berat 246 gram dapat menyala selama 109.45 menit sedangkan briket bungkil bintaro dengan berat 50 gram yang dapat menyala selama 18 – 49 menit. Dilihat dari kandungan nilai kalornya, briket bungkil bintaro layak untuk menggantikan arang kayu sebagai energi alternatif karena briket bungkil bintaro memiliki nilai kalor lebih tinggi. Meskipun sama – sama menghasilkan asap dalam jumlah banyak, briket bungkil menghasilkan asap putih yang lebih tidak berbahaya dibandingkan asap hitam yang dihasilkan arang kayu.
29 Tabel 8. Perbandingan briket bungkil bintaro dengan bahan bakar lain Briket Bungkil Parameter Arang kayu Gas Bintaro Nilai kalor 8340 – 16342 kJ/kg 14976 kJ/kg 54000 kJ/kg Warna nyala api orange orange biru Asap banyak, putih banyak, hitam tidak ada Kenyamanan kurang nyaman tidak nyaman nyaman pemakaian Harga Rp 5000/kg Rp 2700/kg Rp 8500/kg Bila dibandingkan dengan penggunaan gas sebagai bahan bakar, briket bungkil bintaro belum dapat dijadikan sebagai energi alternatif karena nlai keuntungan dari segi kenyamanan dan teknis menggunakan gas lebih tinggi meskipun dari segi harga briket bungkil bintaro lebih murah. Namun, bagi masyarakat pedesaan dan industri kecil yang masih menggunakan biomassa sebagai bahan bakar, briket bungkil bintaro ini masih berpotensi untuk digunakan. Analisis Finansial Analisis usaha yang dilakukan saat ini adalah jenis usaha pembuatan briket bungkil biji yang merupakan limbah dari pembuatan minyak bintaro. Asumsi dasar yang digunakan untuk menganalisa usaha ini adalah : - Usaha yang dilakukan adalah usaha pembuatan briket bungkil biji bintaro yang terintegrasi dengan industri pembuatan minyak biji bintaro - Umur usaha ini adalah 10 tahun - Investasi didapatkan dari modal sendiri yang digunakan untuk mendirikan usaha serta menjalankan usaha ini - Perhitungan akan menggunakan basis harga tetap dan penentuan harga berlaku pada periode pengambilan data yaitu April – Juli 2013 dengan suku bunga yang dipakai yaitu suku bunga dari bank sebesar 12% per tahun - Nilai sisa mesin adalah 10% dari harga awal dengan biaya pemeliharaan dan asuransi sebesar 0.5% dari harga awal - Produksi untuk tahun pertama dan tahun kedua ditetapkan 90% dari kapasitas maksimal dan pada tahun – tahun berikutnya berproduksi dengan kapasitas maksimal - Tempat produksi bergabung dengan industri minyak bintaro sehingg atidak diperhitungkan biaya sewa atau konstruksi bangunan - Produk briket dikemas dalam kantung plastik berisi 10 buah briket dengan berat briket masing – masing 100 gram (1 kg/kantong) - Produk briket dikeringkan dengan bantuan sinar matahari (penjemuran langsung) - Kapasitas produksi diasumsikan sesuai dengan perhitungan limbah pabrik skala pabrik dengan kapasitas industri minyak adalah 100 liter/hari sehingga kapasitas produksi adalah 28 800 kg bungkil biji/tahun dengan lama jam kerja adalah 8 jam/hari selama 24 hari - Besar pajak disesuaikan dengan ketentuan pemerintah
30 1. Harga Jual Briket Analisis harga jual dilakukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut, perhitungan analisis harga jual tercantum dalam Lampiran 2: - Harga mesin pengempa briket mekanis = Rp 3 500 000 - Umur ekonomis mesin pengempa = 10 tahun - Kapasitas mesin pengempa = 32.93 kg briket/jam = Rp 4 400 000 - Harga mesin hammer mill - Umur ekonomis mesin hammer mill = 10 tahun - Kapasitas mesin penggiling = 180 kg/jam - Nilai akhir mesin = 10% dari harga beli - Biaya pemeliharaan = 0.5% dari harga beli - Harga tepung tapioka = Rp 4 500/kg - Harga listrik terpasang = Rp 1 059/ kWh
Biaya tetap Penyusutan mesin pengempa = Rp 136.719/jam Penyusutan mesin disk mill = Rp 171.875/jam Biaya variabel Biaya pemeliharaan mesin pengempa = Rp 196.87 / jam Biaya pemeliharaan mesin disk mill = Rp 247.50/jam Biaya operator = Rp 20 000/jam Biaya lsitrik = Rp 1059/jam Biaya pokok pengempaan = Rp 64.96/satuan briket Biaya pokok penggilingan = Rp 11.93/ satuan briket Harga pokok per satuan briket briket (kadar perekat 5%) = Rp 99.39/satuan briket Harga jual = Rp 174.39/ satuan briket = Rp 1743.9/kg briket = 2000/kg briket
2. Analisis Kelayakan Usaha Dalam suatu analisis cashflow manfaat yang diterima adalah penerimaan dari penjualan output serta nilai sisa dari komponen – komponen investasi. Perhitungan cashflow pada usaha ini dilakukan selama umur usaha berlangsung yaitu selama 10 tahun. Dari perhitungan ini, diketahui jumlah kekayaan yang didapat perusahaan setiap tahun pada akhir proyek. Arus kas pada industri briket bungkil biji bintaro ini bernilai positif sejak tahun ketiga. Perhitungan cashflow dapat dilihat di Lampiran 3. Kelayakan suatu proyek dapat dilihat pada beberapa kriteria. Kriteria yang biasa digunakan adalah NPV (Net Present Value), net B/C dan IRR. Pada analisis finansial biasanya juga ditambahkan kriteria investasi yang dinilai dari analisis payback periode, analisis return of investment dan analisis break event point. Net present value (NPV) adalah perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Bila NPV bernilai positif (>1), maka usaha dikatakan menguntungkan dan layak dijalankan, sebaliknya bila NPV bernilai negatif, usaha tidak layak dijalankan dalam artian merugi. Nilai NPV 0 menunjukkan usaha ini berada dalam titik impas dimana modalnya kembali. Industri briket bungkil biji sebagai industri hilir pembuatan minyak bintaro memberikan nilai NPV positif sebesar
31 Rp 13,147,041 dengan PV benefit sebesar Rp 21,653,102 dan PV cost sebesar Rp 8,506,060 selama masa usaha berlangsung. Nilai NPV pada industri ini bernilai positif maka usaha ini layak dijalankan. Net B/C merupakan perbandingan antara PV benefit dan PV cost yang dikeluarkan selama umur usaha. Nilai net B/C lebih besar atau sama dengan 1 maka usaha ini layak dijalankan. Bila nilai net B/C kurang dari 1, maka usaha dikatakan merugi. Berdasarkan arus kas, industri briket memberikan nilai net B/C sebesar 2.55. Nilai ini lebih dari 1, sehingga industri ini layak untuk dijalankan. IRR (interest rate of return) merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu usaha. Nilai IRR merupakan nilai bunga saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen per tahun. Suatu usaha layak dijalankan bila nilai IRR lebih besar dibandingkan discount rate. Dengan perhitungan pada arus kas menggunakan program Ms. Excel, nilai IRR pada usaha ini sebesar 19%/ tahun yang berarti usaha ini dapat mengembalikan kredit bank hingga suku bungan mencapai 19% per tahun. Nilai ini bernilai lebih besar dibandingkan discount rate (12%) yang berarti usaha ini layak untuk dilaksanakan. Analisis payback period juga dilakukan untuk menentukan kriteria investasi dari usaha ini. Paybacak period diperlukan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal investasi. Berdasarkan analisis yang dilakukan, usaha briket bungkil ini membutuhkan waktu 2 tahun 5 bulan untuk mengembalikan modal usahanya. Selanjutnya, juga dilakukan perhitungan break event point atau titik impas. Berdasarkan perhitungan lab – rugi, usaha briket bungkil biji memiliki nilai BEP sebesar Rp 1,896,000 atau setara dengan penjualan briket sebanyak 948 kg.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah pembuatan minyak bintaro berupa daging buah dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar padat namun tidak memiliki kriteria yang cukup baik . Daging buah bintaro dapat dibakar langsung pada kompor atau tungku dengan laju pembakaran rata – rata laju pembakaran sebesar 11.982 gram/menit. Daging buah bintaro lebih mudah terbakar karena memiliki pori – pori yang banyak. Pembakarannya menghasilkan asap yang sedikit, api warna merah dan bau menyengat. Kandungan selulosa yang tinggi masih dapat memberikan potensi daging buah bintaro sebagai bahan bakar dalam bentuk bahan bakar cair seperti etanol. Limbah pembuatan minyak bintaro yang lain berupa bungkil biji bintaro juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar padat dengan menggunakan metode densifikasi (briquetting). Kerapatan briket bungkil bintaro berkisar 0.96 – 1.18 g/cm3 dengan keteguhan tekan 0.600 – 0.867 kg/cm2. Kadar perekat memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan dan keteguhan tekan briket. Briket dengan kadar perekat 5% memberikan hasil terbaik dilihat dari keteguhan tekan dan kerapatannya. Nilai kalor briket bungkil bintaro berkisar antara 8340 – 16342 kJ/kg.
32 Pembakaran satu buah briket menggunakan kompor gerabah dapat bertahan selama 18 - 49 menit sedangkan pembakaran menggunakan kompor biomassa UB-03 mampu terbakar selama 34 – 41 menit. Pembakaran briket pada konsentrasi perekat yang berbeda dengan kerapatan briket tidak memberikan korelasi yang signifikan karena dipengaruhi oleh excess air yang diterima oleh kompor. Dilihat dari performansi teknis, kompor biomassa UB-03 lebih baik digunakan untuk pembakaran briket bungkil bintaro. Namun, kompor ini masih belum tersebar luas di pasaran dibanding kompor gerabah. Bila dibandingkan dengan penggunaan gas sebagai bahan bakar briket bungkil tidak layak dijadikan sebagai energi alternatif. Pembakaran bungkil biji menghasilkan asap yang banyak, berwarna putih, api berwarna merah dan bau yang menyengat. Hal ini tidak memenuhi syarat kenyamanan dalam penggunaan bahan bakar. Akan tetapi, mengingat tujuan pengurangan residu limbah industri minyak bintaro, briket bungkil bintaro masih berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bakar menggantikan penggunaan biomassa seperti kayu dan arang kayu pada rumah tangga pedesaan dan industri kecil. Harga jual briket bungkil bintaro adalah Rp. 2,000/kg. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa industri briket sebagai industri hilir dari industri minyak bintaro layak untuk didirikan berdasarkan nilai NPV positif yaitu sebesar Rp 13,147,041, net B/C lebih dari 1 yaitu 2.55 dan IRR lebih besar dari discount rate yaitu 19%/ tahun. Industri ini mengalami titik impas pada nilai Rp 1,896,000 atau setara dengan penjualan briket sebanyak 948 kg dan mendapatkan kembali modalnya setelah 2 tahun 5 bulan. Saran -
-
-
Penggunaan daging buah bintaro sebagai bahan bakar padat lebih baik mengalami pengeringan yang konstan sehingga didapatkan kandungan dalam bahan yang baik sesuai syarat bahan bakar padat Pemanfaatan daging buah bintaro sebagai bahan bakar sebaiknya dilakukan dengan metode lain seperti dengan metode hidrolisis untuk menghasilkan etanol. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kandungan racun dalam asap hasil proses pembakaran mengingat buah dan biji bintaro mengandung racun yang membahayakan
DAFTAR PUSTAKA Abdullah K, et al. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2011. Bintaro (Cebera Manghas L). http://www.plantamor.com/index.php?plant=309.[10 Jun 2011]. Anonim. 2012. Minyak Bintaro Bisa Dijadikan Energi Alternatif. http://www.minangkabaunews.com/artikel-1813-minyak-bintaro-bisadijadikan-energi-alternatif.html. [18 Januari 2012] Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta : UI Press
33 Anton S. 2012. Pembuatan dan Uji Karakteristik Papan Partikel dari Serat Buah Bintaro (Cerbera Manghas L) [Skripsi]. Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor Boboulos M. 2010. Biomass properties and fire prediction tools. Ventus Publishing ApS. Boedjang K. 1973. Pembuatan Arang Cetak. Laporan Karya Utama. Departemen Teknologi Kimia, Fakultas Teknologi Industri ITB, Bandung. Chang LC, Gills JJ, Bhat KP, Luyengi L, Farnsworth NR, Pezzuto JM., and Kinghorn AD. 2000. Activity Guided Isolation of Constituents of Cerbera manghas with Antiproliferative and Antiestrogenic Activities. Bioorganic and Medical Chemistry Letters 10(21): 2431–2434. Cory YD. 2001. Pengaruh Kadar Perekat dan Tekanan Kempa terhadap Sifat Fisik dan Kimia dari Briket Arang dari Serasah Daun Acacia mangium Wild [Skripsi]. Departemene Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Insitut Pertanian Bogor. Darmawan S, Pari G, Hendra D. 2002. Teknik Pembuatan Kiln, Tungku dan Briket Arang. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Balai Litbang Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara. Kupang. Goutara dan Wijandi S. 1975. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta IPB, Bogor. Handoko T dan Iman G. 2011. Pengolahan Buah Bintaro sebagai Sumber Bioetanol dan Karbon Aktif. Jurusan Teknik Kimia FTI UNPAR. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Himawanto DA. 2005. Pengolahan Limbah Pertanian Menjadi Biobriket sebagai Salah Satu Bahan Bakar Alternatif. Laporan Penelitian UNS, Surakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2013. Perkembangan dan Target Energi Mix Tahun 2008 – 2013 (Kosolidasi PLN dan IPP). http://esdm.go.id [12 Juni 2013] Edi. 2011. Minyak Biji Bintaro, Newcomer in alternative Energy. http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-andbiotechnology/2095974-minyak-biji-bintaro-newcomeralternative/ [10 Jan 2011] Japan Institute of Energy. 2008. The Asian Biomass Handbook : A Guide for Biomass Production and Utilization. Jepang : [penerbit tidak diketahui] Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. Jakarta : UI Press Khanh TC. 2001. Cerbera L. dalam Van Valkenburg, J.L.C.H dan BunyapraphatsaraN. (Editor): Palnt Resources of South East Asia No. 12(2) Medical Poisonous plants 2. Backhuys Publisher, Leiden, the Netherlands. Pp 151 – 155 Lestari SW. 2012. Holoselulosa. http://sardewforester.blogspot.com/2012/01/holoselulosa.html. [12 November 2013] [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2013. Analisis Termal. Laboraturium Uji Polimer. Pusat Penelitian Fisika –Bandung Marlianto TD. 2012. Modifikasi Kompor Sumbu Tunggal [Skripsi]. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
34 Moran J, Michael HN, Saphiro. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 2. Jakarta : Erlangga Mulyani E dan Ratnasih R. 2007. Bioprospek Cerbera odollam gaertn yang Diambil dari Tiga Lokasi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Bandung : Program Studi Biologi. Sekolah Ilmu Dan Teknologi Hayati ITB Norris FA. 1982. Extraction of Fat and Oils dalam D. Swen (ed) Balley’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley and Sons. New York Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana S3. IPB, Bogor. Patabang D. 2011. Studi Karakteristik Briket Arang Kulit Buah Kakao. Jurnal Mekanikal, Vol.2 No.1: Januari 2011: 23-31 Pranowo D. 2010. Bintaro (Cerbera manghas L.) Tanaman Penghasil Minyak Nabati. Tree 1:91 [Pusdatin ESDM] Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010. Indonesia Primary Energy Outlook. http://esdm.go.id. [12 Juni 2012] Puspitasari D. 2011. Kajian Tingkat Kematangan dan Metode Ekstraksi terhadap Mutu Minyak Biji Bintaro. [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor Sudrajat R. 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Keteguhan Kempa terhadap Kualitas Briket Arang. Laporan No. 165. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Suryani A. 1986. Pengaruh Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat dalam Pembuatan Arang Briket dari Tepurung Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jacq). [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Syafrian A. 2005. Desain dan Uji Unjuk Kerja Mesin Pengempa Briket Semi Mekanis Tipe Kempa Ulir (Screw Pressing). [Skripsi] Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Tambosoe A. 2011. Uji Kinerja Kompor Biomassa, Studi Kasus : Tempurung Kelapa, Bonggol Jagung dan Cangkang Buah Bintaro. [Skripsi]. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor. [UNEP] United Nations Development Program. 2008. Bahan Bakar dan Pembakaran – Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia. [penerbit tidak diketahui] Utami S. 2010. Bioaktivitas Insektisida Nabati Bintaro (Cerbera Odollam Gaertn) sebagai Pengendali Hama Pteroma plagiophleps Hampson dan Spodoptera litura F.[Tesis]. Mayor Silvikultur Tropika. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wahyuni AT. 2008. Pemanfaatan Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) sebagai Bahan Bakar Biomassa (Briket) Menggunakan Perekat Tapioka Dan Gaplek [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
35 Lampiran 1. Hasil analisis fisik briket bungkil biji a.
Kadar perekat 1%
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 b.
Diameter (cm) 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
Tebal (cm) 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 1.8 2.0 2.0 1.9 1.8
Volume (cm3) 47.493 47.493 47.493 47.493 47.493 42.743 47.493 47.493 45.118 42.743
Kerapatan (g/cm3) 0.938 0.948 0.948 0.940 0.948 1.008 0.963 0.966 0.963 1.027
Kadar perekat 2.5%
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 c.
Massa (gram) 44.55 45.00 45.00 44.65 45.03 43.09 45.75 45.87 43.44 43.89
Massa (gram) 49.73 42.64 43.54 47.88 50.42 51.74 45.75 52.24 50.08 44.74
Diameter (cm) 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
Tebal (cm) 2.0 1.7 1.8 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
Volume (cm3) 47.493 40.369 42.743 47.493 47.493 47.493 47.493 47.493 47.493 47.493
Kerapatan (g/cm3) 1.047 1.056 1.019 1.008 1.062 1.089 0.963 1.100 1.054 0.942
Tebal (cm) 1.9 1.5 1.4 1.3 1.1 1.6 1.6 1.7 1.5 1.5
Volume (cm3) 45.118 35.619 33.245 30.870 26.121 37.994 37.994 40.369 35.619 35.619
Kerapatan (g/cm3) 1.144 1.161 1.153 1.224 1.391 1.237 1.120 1.085 1.153 1.202
Kadar perekat 5%
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Massa (gram) 51.63 41.34 38.32 37.79 36.33 47.00 42.56 43.78 41.06 42.83
Diameter (cm) 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
36 Lampiran 1. Hasil analisis fisik briket bungkil biji (lanjutan) d. Kadar perekat 7.5% Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Massa (gram) 48.16 46.88 47.95 46.20 48.20 42.46 44.64 51.38 47.30 45.52
Diameter (cm) 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
Tebal (cm) 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 1.9 1.9 2.0 2.0 2.0
Volume (cm3) 47.493 47.493 47.493 47.493 47.493 45.118 45.118 47.493 47.493 47.493
Kerapatan (g/cm3) 1.014 0.987 1.010 0.973 1.015 0.941 0.989 1.082 0.996 0.958
37 Lampiran 2. Perhittungan analisis finansial 1. Perhitungan biaya tetap - Penyusutan mesin pengempa (
(
))
(
(
)
))
(
(
)
= 136. 72 /jam -
Penyusutan mesin disk mill (
(
= 171.87/jam Total biaya tetap = 171.875 + 136.719 = Rp 308.594/jam
2. Perhitungan biaya variabel - Biaya pemeliharaan mesin pengempa (
(
( -
(
)
Biaya pemeliharaan mesin disk mill ( (
-
))
(
)) (
Biaya operator = Rp 20 000/jam Biaya listrik = Rp 1059 /jam
3. Perhitungan Total biaya pengempaan Total biaya pengempaan = biaya tetap + biaya variabel = 136.72+196.87+20 000+1059 = Rp 21 392.59/jam = Rp 64.96/satuan briket 4. Perhitungan Total biaya penggilingan Total biaya penggilingan = biaya tetap + biaya variabel = 171.87+ 247.50 +20 000 +1059 = Rp 21 478.37/jam = Rp 11.93/satuan briket
)
38 Lampiran 2. Perhitungan analisis finansial (lanjutan...) 5. Harga pokok per satuan briket (kadar perekat 5 %) = Rp 22.5 Tepung tapioka = 0.05 kg/10 briket x Rp 4500 Biaya pengempaan = Rp 64.96 Biaya penggilingan = Rp 11.93 Total biaya per satuan briket = Rp 99.39 6. Harga jual briket = harga pokok + biaya transport + keuntungan = 99.39 + 25 + 50 = Rp 174.39 / satuan briket = Rp 1743.9 / kg briket
39
40 Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Gambar a. Pengempa Briket yang Digunakan
Gambar b. Daging Buah Bintaro yang Telah Digiling
Gambar c. Minyak dari Biji Bintaro
41 Lampiran 5. Spesifikasi Mesin Hot Press Hydraulic
Kapasitas press Sumber daya Tekanan maksimum Hydraulic Auto Jack Suhu heater
: 5 kg : Listrik : 100 psi : Max 15 ton : Max 60°C
42
RIWAYAT HIDUP Desi Puspita Nuraini. Lahir di Kraksaan, Probolinggo pada tanggal 21 Desember 1990. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Edy Marzuki dan Lilik Sulistiawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2003 di SDN Patokan 1 Kraksaan kemudian menyelesaikan studi di SMPN 1 Kraksaan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Kraksaan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknik Pertanian yang saat ini menjadi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan diantaranya pada tahun 2009-2010 penulis menjabat sebagai staf Kementrian Pendidikan BEM KM IPB. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian pada tahun 2010-2011 sebagai Bendahara II dilanjutkan pada tahun 2011-2012 sebagai Penanggung Jawab Klub Hidroponik. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan praktek lapang di PSA Palimanan PT. Rajawali II, Cirebon, Jawa Barat dengan topik “Proses Pembuatan Etanol dari Limbah Tebu dan Penggunaan Energinya di PT. PG Rajawali II Unit PSA Palimanan”. Penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Pemanfaatan Limbah Pembuatan Minyak Bintaro sebagai Bahan Bakar Padat” dibawah bimbingan Ir. Sri Endah Agustina, MS.