Strategi Calon Legislatif Perempuan pada Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2009 di Kota Malang KARIS ROSIDA Abstract: 30% quota of women representation in The General Election sticking back on members of the legislative year 2009. Based on the general elections in 2004, the majority of participating parties compete in elections that year it difficult to meet the quota of 30% representation of women. Still the lack of female candidates competing in elections, greatly interested researchers to determine how the strategies used by women candidates to obtain maximum support. Because in the general elections in 2009, the increasing number of women candidates who come to compete. This study aims to (1) to describe the party platform for female candidates in legislative elections in 2009, Malang City, (2) describe the consolidation of the party against female candidates in legislative elections in 2009, Malang City, (3) describe the motivation of female candidates in the legislative council elections in 2009, Malang City, (4) describe the strategy of female candidates in legislative elections in 2009, Malang City. The research method used was a descriptive qualitative approach. This research is a kind of phenomenological research conducted intensive and detailed the success of women candidates get the seats in the legislature. Data collection procedures used are (1) interviews, (2) documentation. Based on the results of this study found that (1) Platform party is not contributing towards women legislative candidates, in this case because the personal figure of their respective candidates elected women are more than a vision, mission, and programs offered, besides a majority of the party platform not too much fighting about women's issues, (2) Consolidated party for female candidates in legislative elections in 2009 in Malang City is not too dominant role, because the statements that executed each party cadre only limited reinforcement in general, (3) The effectiveness of performance Bappilu is less affected by female candidates, because Bappilu only give general guidance about the rules of the game in the elections and did not come to a political strategy, (4) the strategies used by women candidates have been using political marketing strategy with the approach of Segmentation, Targeting and Positioning. However, the strategy used is still conventional. Strategies used by women candidates is less effective to achieve the maximum support, because society is more selective in choosing and more attracted to their respective figures of women legislative candidates, (5) victory determinants of female candidates in legislative elections in 2009 is a personal image each female legislative candidates, while the largest or most powerful mass base in the area where the woman lived legislative candidates. Based on the findings of this study several suggestions proposed improvement strategies to support female candidates, namely: (a) Party should to increase party management with platform change in order to statisfied society aspirations. Then the result program s are reflection from society situation and condition. (2) Party must be respond opinion that female legislative candidate better than male candidate, that is they more honesty and rarely do a corruption. This is indicate that female legislative candidate personality more increase in society. (3) The review must be more women candidates in politic more about marketing strategy. The goal that the strategy used was not conventional and more effective form again to win the legislative elections in the foreseeable future. (4) It need a relation restructurisation between political human and politic party, because in the reality legislative candidate succes to win geeral election with their self way and minimal contribution from party. Party only being label and society more to see legislative candidate personality than party figure which represented by them. Penulis adalah mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegraan Universitas Negeri Malang angkatan 2005. Artikel ini diangkat dari laporan penelitian skripsi untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
By restructurisation, hoped what legislative candidate bargain are party personality reflection.
Kata kunci: Strategi Calon Legislatif Perempuan.
Sudah sembilan kali, bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat. Pemilihan umum pada tahun 2009 adalah yang ke-10. Mendekati pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau yang biasa disebut pemilu legislatif tanggal 9 april 2009, partai-partai politik semakin gencar berupaya memenuhi persyaratan mengikuti pemilihan umum. Salah satu persyaratan yang menjadi awal ketertarikan penulis untuk mengkaji lebih lanjut yaitu persyaratan yang tercantum dalam pasal 8 ayat (1) bagian (d) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang berbunyi menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat . Sedangkan dalam Tata Cara Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Pasal 55 Ayat (2) dinyatakan bahwa di dalam daftar bakal calon di setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu perempuan bakal calon. Jadi menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mewajibkan setiap partai politik merekrut minimal 30% perempuan dan dalam daftar bakal calon perbandingan antara laki-laki dan perempuan minimal 2 : 1 (dua banding satu), maksudnya dalam setiap tiga bakal calon harus terdapat paling sedikit satu orang perempuan. Pada Pemilu 2009, tidak sedikit perempuan aktivis dan bukan aktivis parpol menjadi calon anggota legislatif (caleg) di DPD, DPR, dan DPRD. Partisipasi aktif itu selain didorong pertimbangan jumlah perempuan lebih besar daripada laki-laki, juga karena kualitas dan performansi mereka yang berpotensi meningkatkan elektabilitas. Menurut Prihatmoko dalam artikelnya (http://www.wawasandigital.com), berdasarkan simulasi perolehan kursi dalam Pemilu 2004, menemukan perbandingan sebagai berikut: Pertama, jika peluang terpilih pada satu kursi atau kursi pertama (apalagi 100 persen), perbandingan kesempatan antara caleg perempuan dan laki-laki sebesar 10
persen : 90 persen. Kedua, jika peluang terpilih pada kursi kedua, perbandingan kesempatan antara caleg perempuan dan laki-laki sebesar 37,5 persen : 62,5 persen. Ketiga, jika peluang terpilih pada kursi ketiga, perbandingan kesempatan antara caleg perempuan dan laki-laki sebesar 50 persen : 50 persen. Mustofa dalam situs blognya (http://malangraya.web.id) memaparkan bahwa perubahan peta politik selain di tingkat nasional, juga terjadi hal yang sama di Kota Malang. Berdasarkan hasil rekapitulasi, KPU Kota Malang menetapkan 45 Caleg sebagai calon anggota legislatif yang memenangkan Pemilu legislatif 2009. Dari 45 kursi, beberapa kursi diantaranya akan dimiliki Partai Demokrat dengan jumlah kursi terbanyak yakni 12 kursi. Pada pemilu 2004 PDIP menguasai 12 kursi, sementara di pemilu kali ini, dari total 45 kursi PDIP harus kehilangan tiga kursi dan posisinya harus bergeser ke posisi dua atau satu tingkat di bawah Partai Demokrat. Selebihnya, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masing-masing meraih lima kursi; Partai Amanat Nasional (PAN) empat kursi; Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dua kursi. Sedangkan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Damai Sejahtera masing-masing mendapat satu kursi. Khusus untuk caleg perempuan yang duduk di gedung wakil rakyat Kota Malang, kali ini jumlahnya sebelas, meningkat empat orang dari periode sebelumnya yang hanya tujuh perempuan. Dari sebelas caleg perempuan yang mendapat kursi di DPRD Kota Malang, empat diantaranya berasal dari partai Demokrat. Hal tersebut menunjukkan bahwa partisipasi pemilih Kota Malang terhadap calon legislatif perempuan masih sangat kurang apabila dibandingkan dengan laki-laki, meskipun perolehan kursi bagi caleg perempuan meningkat dibandingkan tahun lalu.
METODE A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif tersebut diperlukan dengan alasan untuk mengkaji strategi politik calon legislatif perempuan dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau yang biasa disebut pemilu legislatif, dibutuhkan penelitian yang sifatnya deskriptif dan menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Maksudnya, dalam penelitian ini harus dipaparkan secara utuh dan menyeluruh tentang strategi yang digunakan para caleg perempuan dari Daerah Pilihan (Dapil) Sukun (dari partai Demokrat, PKS dan Gerindra) dan Klojen (dari partai PDIP, Demokrat dan Golkar) yang mendapatkan kursi di DPRD Kota Malang melalui pemilu legislatif tahun 2009. Sedangkan orientasi teoritik dalam penelitian ini bersifat fenomenologis. Fenomenologis berusaha mengungkapkan materi yang dikaji secara utuh dan komperehensif. Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini yakni fenomena keberhasilan caleg perempuan berkompetisi dalam pemilu legislatif tahun 2009 di Kota Malang. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Wawancara yang berhasil dilakukan yakni dengan ke enam caleg perempuan dari Dapil Sukun dan Klojen yang sekarang menjabat sebagai anggota DPRD Kota Malang periode 2009-2014, yaitu sebagai berikut: Daerah Pilihan (Dapil) Sukun
Klojen
Partai dan Nama Caleg Demokrat : Sulik Listyowati PKS : Nurul Arba ati Gerindra : Een Ambarsari PDIP : Sri Untari Demokrat : Suharni Golkar : Rahayu Sugiarti
Tabel 1.1 Wawancara yang Berhasil Dilakukan dengan Enam Caleg Perempuan Sedangkan wawancara di kelima partai yang mengusung ke enam caleg perempuan, peneliti memang tidak berhasil bertemu dengan Ketua DPC/DPD di empat partai, namun sebagai gantinya peneliti melakukan wawancara dengan pengurus DPC, yaitu sebagai berikut: Partai Demokrat
Nama dan Jabatan Suharni: ketua Bappilu
PDIP
Golkar
Bpk.Gandung: wakil sekretaris DPC PDIP Kota malang Bpk. Ali: sekretariat DPC PDIP Kota malang Bpk. Rizal : Bendahara umum DPD PKS Kota Malang Bpk. Zainuri: Ketua Bappilu
Gerindera
Bpk. Farid: Ketua DPC partai Gerindra
PKS
Tabel 1.2 Wawancara yang Berhasil Dilakukan dengan Pengurus Partai 2. Dokumentasi Dokumen yang berhasil diperoleh dalam penelitian ini ialah dokumen yang berasal dari ke lima partai dan satu dokumen tentang visi dan misi Ibu Sri Untari yang diusung oleh PDIP. Dokumen yang berasal dari ke lima partai yaitu berupa dokumen tentang ADRT dan Platform partai (PKS, Demokrat, Golkar, PDIP, dan Gerindera), tata cara perekrutan caleg perempuan (PDIP), bappilu (PKS, Golkar, PDIP). Berdasarkan sumber data dokumen ini diharapkan kontribusi partai terhadap caleg perempuan dapat tergambar dengan jelas dan dapat pula mengetahui bagaimana para caleg perempuan mengimplementasikan strategi politiknya untuk meraih dukungan yang maksimal. B. Analisis Data Analisis data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan analisis data dari Miles dan Huberman, dengan prosedur reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan/ verivikasi. 1. Reduksi data Data yang diperoleh di lokasi penelitian (data lapangan) dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan oleh peneliti perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang pokok, kemudian dicari tema dan polanya. Reduksi data berlangsung terus menerus selama proses penelitian berlangsung. 2. Penyajian data
Penyajian data atau display data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Data akan disajikan dalam bentuk diagram, matriks atau grafik. 3. Menarik kesimpulan Verifikasi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menagnalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan yaitu mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang bersifat tentatif, akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat gounded. C. Pengecekan Keabsahan Penemuan Agar hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, maka telah dilaksanakan pengecekan terhadap data yang diperoleh. Tujuannya yakni untuk menentukan absah dan tidaknya data yang ada, maka dilakulan teknik pemeriksaan. Adapun teknik pengecekan keabsahan data yang digunakan adalah: 1. Perpanjangan keikutsertaan peneliti Dalam surat penelitian, peneliti memang melakukan penelitian selama dua bulan yaitu bulan desember-januari, namun berhubung masih banyaknya data yang diperlukan peneliti memperpanjang penelitiannya hingga bulan maret tahun 2010. 2. Triangulasi Dalam penelitian ini, triangulasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Wawancara yang dimaksud yakni wawancara dengan ke enam caleg perempuan dan Ketua/pengurus DPC partai Kota Malang. Apabila terjadi ketidaksesuaian
antara apa yang dikatakan dengan apa yang didokumentasikan, nantinya akan terlihat dari hasil perbandingan tersebut. Sehingga peneliti selain teliti juga harus kritis terhadap setiap data yang diperoleh selama penelitian. Selain itu peneliti juga membandingkan hasil wawancara dengan data-data yang berbentuk dokumen yang berasal dari partai. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Platform partai bagi calon legislatif perempuan dalam pemilihan umum legislatif Kota Malang tahun 2009 Berdasarkan hasil penelitian mengenai platform partai, dapat disimpulkan bahwa secara realitanya platform partai tidak terlalu memberikan kontribusi bagi pemenangan caleg khususnya caleg perempuan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yakni sebagai berikut: a. Kelemahan dalam platform partai Pada umumnya platform lima partai yang penulis teliti sudah tergambarkan dengan jelas dalam ADRT partai. Indikatornya yakni sudah dipaparkannya mengenai tujuan dan prinsip dasar (asas) partai politik yang bersangkutan. Khusus untuk partai Gerindra, di dalam ADRT partai tidak ditemukan adanya Visi dan Misi partai, hal tersebut merupakan kelemahan tersebesar dari partai ini. Visi partai politik merupakan tujuan jangka panjang partai politik tersebut, yang di dalamnya tercakup pernyataan mengenai kondisi dan situasi masyarakat ideal yang ingin diciptakan oleh partai. Sehingga keberadaan visi sangatlah penting adanya. b. Implementasi platform partai oleh caleg perempuan Secara realita, implementasinya platform partai yang terwujud dalam visi misi dan program yang ditawarkan para caleg pengaruhnya masih sangat minim. Hal tersebut tergambar jelas, karena hanya beberapa caleg perempuan saja yang menjelaskan secara rinci dan terdokumentasi dengan baik tentang visi misi dan program yang ditawarkan. Visi misi dan program beberapa caleg perempuan yang sekarang menjabat sebagai anggota dewan ini, tidak terperinci dengan jelas. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Kota Malang tidak terlalu
memperdulikan tentang visi misi dan program caleg. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Wibawanto (2005: 19- 20), bahwa pada umumnya perilaku pemilih dari masyarakat Indonesia bercirikan bahwa personalitas tokoh lebih penting dari pada kedalaman renungan dan pikiran-pikiran segarnya, the man is the massage atau the leading candidate is the platform, begitulah para pemilih menyikapi konstestan. 2. Konsolidasi partai terhadap caleg perempuan dalam pemilihan umum legislatif Kota Malang tahun 2009 a. Kuota 30% keterwakilan perempuan Meskipun kelima partai yang ada di Kota Malang ini sudah lolos verifikasi di KPU, namun ternyata kuota 30% dalam daftar bakal calon anggota legislatif tidak semuanya bisa memenuhinya. Hal tersebut menandakan bahwa pemilu tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan pemilu tahun 2004, karena meskipun sudah diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, namun masih saja terdapat partai yang belum memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan ini. b.
Respon partai terhadap caleg perempuan Berdasarkan temuan penelitian, bahwa respon partai terhadap
keterwakilan perempuan dengan kuota 30%, pada umumnya sangat baik. Dalam masing-masing partai tidak ada perbedaan antara caleg laki-laki dan perempuan, dengan kata lain semua caleg dianggap sama. Untuk partai Demokrat, PKS, PDIP, dan Golkar, sudah mempunyai strategi yang baik dalam memilih caleg perempuan. PDIP meskipun sudah memiliki strategi yang baik, namun realitanya dalam daftar bakal calon anggota legislatif tahun 2009 masih belum mencapai 30% keterwakilan perempuan. Sedangkan di partai baru Gerindra, belum mempunyai strategi dalam memilih caleg perempuan, dikarenakan memang masih baru dan kebanyakan orang tidak mau untuk bergabung dengan partai yang baru. Sehingga proses perekrutannya hanya dari hubungan kedekatan diantara pengurus partai. Namun hal yang terpenting ialah strategi partai dalam memilih caleg tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas seorang caleg, buktinya Ibu Een yang baru pertama kali menjadi caleg dan berasal dari partai yang belum mempunyai staretegi perekrutan caleg, dapat berhasil meraih dukungan dalam pemilu legislatif tahun 2009. Terlihat jelas bahwa masyarakat lebih melihat citra personal dari masing-masing caleg daripada label partainya.
c. Penyiapan caleg perempuan dari partai Setelah proses penetapan siapa saja yang menjadi caleg dan penetapan nomor urut, mendekati pemilu, konsolidasi yang dilakukan di masing-masing partai semakin intensif terutama pada saat masa kampanye. Akan tetapi jauh sebelumnya penyiapan seorang caleg dilaksanakan melalui pengkaderan partai. Khusus untuk partai Gerindra terkait penyiapan caleg masih terdapat kelemahan, dikarenakan masih partai baru penyiapan caleg melalui pengkaderan belum dapat dilaksanakan. Meskipun dalam segi penyiapan caleg melalui pengkaderan di partai Gerindra memiliki kelemahan, akan tetapi hal tersebut nampaknya tidak terlalu berpengaruh terhadap perolehan suara caleg. Indikatornya yakni Ibu Een yang baru pertama kali menjadi caleg bisa berhasil bersaing dalam pemilu tahun 2009 kemarin. Hal tersebut menunjukkan bahwa yang menentukan keberhasilan para caleg meraih suara bukanlah dari partai, melainkan dari caleg itu sendiri baik dari segi pengalaman maupun citra personal caleg. d. Fungsi Bappilu terhadap caleg perempuan Berdasarkan hasil temuan penelitian, bahwa Bappilu hanya fokus terhadap partai bukan khusus untuk caleg dan para caleg harus berusaha sendiri tidak mengandalkan partainya. Akan tetapi yang harus diingat bahwa partailah yang mengusung para caleg, sehingga seorang caleg tidak akan bisa terlepas dari pengaruh partainya. Karena anggota Bappilu selain dari struktur internal partai, caleg juga ikut serta menjadi anggota dan hal inilah yang membuat bias. 3. Motivasi calon legislatif perempuan dalam pemilihan umum anggota legislatif Kota Malang tahun 2009 Berdasarkan temuan penelitian, motivasi caleg perempuan dalam pemilu legislatif tahun 2009 sangatlah beragam. Ada yang bersifat internal dan juga eksternal apabila ditinjau dari segi sumber motivasinya. Selain itu motivasi para caleg dilihat dari maksud atau tujuan motivasi, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu bersifat normatif dan subtantif. Berikut pengelompokkan motivasi keenam caleg perempuan: 1) Memperjuangkan nasib perempuan 2) Berawal dari ibu rumah tangga 3) Mempengaruhi kebijakan publik
4) Membantu masyarakat apa yang diinginkan 5) Penilaian diri 4. Strategi pencitraan politik calon legislatif perempuan dalam pemilu legislatif Kota Malang tahun 2009 a. Strategi pencitraan caleg perempuan pada waktu pemilu tahun 2009 Berdasarkan hasil temuan penelitian, terdapat serangkaian strategi pencitraan caleg perempuan pada waktu pemilu tahun 2009, yaitu sebagai berikut: 1) Strategi pencitraan yang tidak instant Hal ini sesuai dengan konsep awal marketing politik yang dikemukakan Firmanzah (2008: 156), bahwa marketing politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus menerus oleh sebuah partai politik atau kontestan dalam membangun kepercayaan dan image publik. Membangun kepercayaan dan image ini hanya bisa dilakukan melalui hubungan jangka panjang, dan tidak hanya pada masa kampanye. 2) Strategi TURBA Bentuk turun langsung ke bawah atau ke masyarakat, pada umumnya setiap caleg sama, yaitu turun hingga ke RT-RT melalui LPMK, kerja bakti, pengajian, PKK, atau setiap event yang ada di masyarakat. Cara ini memang efektif, namun proses mendekati masyarakat ini jangan hanya sewaktu akan pemilu saja. 3) Antara citra partai dan citra caleg Dikarenakan partailah yang mengusung mereka menjadi caleg dan partai menjadi identitas para caleg. Tapi karakteristik pemilih di masyarakat tempat di mana caleg itu tinggal, tidak terlalu memperhatikan partai yang mengusung caleg dan lebih melihat citra personal masing-masing caleg. 4) Kontrak politik Yang dimaksud menjanjikan atau memberi dalam penjelasan pasal 87, adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana kampanye yang menjanjikan dan memberikan untuk mempengaruhi pemilih. Apabila dalam pemberian barang atau sumbangan para caleg memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam pasal 87 beserta penjelasannya maka strategi ini bisa dikatakan merupakan bentuk pelanggaran pada waktu kampanye.
5) Sumbangan kepada calon pemilih Memberikan sesuatu barang atau menyumbangkan sejumlah uang, memang sudah menjadi hal yang biasa dalam meraih simpati dari masyarakat. Ke enam calon perempuan mengaku bahwa mereka di setiap pertemuan di masyarkat, seperti di pengajian harus membawa barang, meskipun hanya sekedar jilbab saja. Yang dimaksud menjanjikan atau memberi dalam penjelasan pasal 87, adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana kampanye yang menjanjikan dan memberikan untuk mempengaruhi pemilih. Sedangkan materi yang disebutkan tidak termasuk barang-barang yang merupakan atribut kampanye pemilu, antara lain kaos, bendera, topi dan atribut lainnya. 6) Kampanye Kampanye pemilu itu hanya polesan saja dan pencitraan itu tidak bisa sebulan dua bulan. dalam Manajemen Politik, strategi seperti ini disebut Fast Finish Strategy. Menyelesaikan strategi dengan cepat, ini adalah sebuah strategi promosi yang standar. Kampanye dimulai dengan diam-diam dan lambat, lalu dipercepat beberapa hari sebelum hari pemilu. Strategi ini cocok untuk kandidat yang sudah terkenal dan sudah mendapat dukungan yang besar. 7) Mendatangi pertemuan di masyarakat Hal ini memang dilakukan oleh semua caleg, yaitu datang di setiap event yang ada di masyarakat. Diantaranya pengajian, acara RT/RW, PKK, dan sebagainya, yang perlu ditekankan ialah para caleg perempuan ini tidak ada yang mengadakan acara sendiri terutama acara di masyarakat yang dalam skala besar. Ini merupakan salah satu bentuk dari proses pencitraan para caleg, yang sifatnya sama dengan strategi Turba. 8) Mengusung sentimen perempuan/gender Strategi seperti ini disebut Issues Management yaitu menemukan, menganalisa dan mengontrol tema-tema yang sedang dibahas di masyarakat umum atau yang akan dijadikan isu bahasan di masyarakat umum. Isu yang diusung caleg perempuan ini, kurang efektif dan juga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan dalam pemilu. Indikatornya hanya sebagian kecil saja dari caleg perempuan yang menggunakan isu terkait dengan perempuan.
9) Sosialisasi cara pencoblosan Karena pemilu pada tahun 2009 kemarin memiliki cara yang berbeda dari pemilu sebelumnya, maka para caleg selain mempromosikan dirinya juga memberikan pengarahan tentang cara pemilihan yakni dengan cara mencontreng. 10) Mobilisasi dana kampanye Total pengeluaran untuk masing-masing caleg berbeda dan jumlahnya relatif. Terkait dengan pendanaan, semua dana berasal dari dana pribadi caleg dan tidak ada kontribusi dari partai. Pengeluaran yang banyak yaitu, seperti misalnya saja jika mau mengundang tokoh masyarakat maka harus menyediakan snack, makan, rokok atau paling tidak mengisi kas RT/ RW, bukan money politik karena memang mereka yang minta, belum lagi kalau minta-minta peralatan sound system, dibangunkan posyandu pokoknya bermacam-macam 11) Strategi promosi Dalam Manajemen Politik, strategi seperti ini disebut Cruise Control Strategy atau strategi mengontrol perjalanan, adalah sebuah strategi promosi yang standar. Strategi yang mengorganisasikan aksi-aksi pers, iklan, dan poster selama jangka waktu yang panjang. Dari beragam strategi di atas, dapat diketahui bahwa strategi yang digunakan para caleg perempuan masih dikategorikan strategi yang standar, terutama untuk kampanye, cara-cara yang digunakan masih bersifat konvensional dan biasa diterapkan sejak dulu. Terdapat satu strategi baru yang digunakan oleh salah satu caleg, yaitu kontrak politik. Tetapi dalam pelaksanaan kontrak politik, harus juga memperhatikan pasal 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyebutkan bahwa dalam hal terbukti pelaksana kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung. Karena dalam pasal ini terdapat kata menjanjikan, sehingga caleg yang sudah memenuhi unsur dari pasal 87 beserta penjelasnnya, maka dapat dikategorikan pelanggaran kampanye.
b. Fungsi Tim Sukses bagi caleg perempuan 1) Fungsi Tim Sukses Berdasarkan hasil temuan penelitian, terdapat beberapa fungsi dari Tim Sukses, yakni sebagai berikut: a. Sosialisasi caleg Tim inilah yang mensosialisasikan para caleg di bawah atau di masyarakat. b. Mempromosikan caleg Selain mensosialisasikan caleg, tim ini juga berfungsi sebagai alat untuk promosi. Jadi tiap caleg tidak dengan sendirinya langsung turun ke bawah mempromosikan diri. Sehingga sewaktu turun ke bawah masyarakat sudah mengetahui caleg tersebut. c. Pengumpulan dana Tim ini juga berfungsi untuk pengumpulan dana untuk caleg, meskipun hanya sedikit yang memanfaatkan tim sebagai pengumpul dana. d. Sumber informasi kondisi masyarakat dan pemberi saran Tim sukses merupakan unsur yang sangat urgens bagi tiap caleg. Tim sukseslah yang memberikan informasi kondisi masyarakat di mana ia tinggal, selain itu juga memberi saran kepada para caleg mengenai strategi yang tepat, sebelum caleg itu turun ke bawah. e. Peta politik Tim ini berfungsi sebagai referensi utama yang menggambarkan kondisi politik di tempat tinggalnya. Sehingga caleg mengetahui bagaimana pendukung para pesaingnya dan strategi yang digunakan di daerah tim suksesnya berada. f.
Mengarahkan konstituen
Tim sukseslah yang mengarahkan konstituen untuk tetap setia kepada calegnya dan benar-benar memilih calegnya pada saat pemilu berlangsung. Selain fungsi-fungsi di atas, tim sukses mengarahkan konstituen untuk memilih para caleg, sekaligus mempertemukan masyarakat dengan caleg. g. Mengawal perolehan suara Proses pengawalan perolehan suara dilakukan tim sukses sejak di TPS, lalu tingkat Kecamatan hingga sampai ke KPUD. h. Melaporkan perkembangan suara di masing-masing TPS Tidak hanya mengawal perolehan suara saja, tapi tim ini juga selalu melaporkan kondisi perkembangan suara di masing-masing TPS kepada calegnya. i.
Saksi Meskipun partai memiliki saksi, namun para caleg perempuan lebih memilih untuk mengirimkan minimal dua orang dari tim suksesnya untuk menjadi saksi di tiap TPS, dan saksi ini bukan dibiayai partai. Tim sukses ini ditempatkan di tiap-tiap TPS dan mereka diberi pulsa untuk melaporkan perkembangan suara di masing-masing TPS. Selain itu, tim sukses dari Ibu Sri Untari juga mempunyai posko sendiri. Mengacu pada semua fungsi dari Tim Sukses, dapat ditarik kesimpulan
bahwa para caleg perempuan pada pemilu tahun 2009 sudah menggunakan strategi memenangkan pemilih dengan pendekatan STP (Segmentasi, Targeting dan Positioning). Firmanzah (2008: 184), dengan mengimplementasikan segmentasi berarti partai politik menggunakan pendekatan politik berbasis informasi (information-based). Partai politik akan aktif mencari, menyerap dan mengolah informasi tentang kondisi yang ada dalam masyarakat, sehingga setiap organisasi partai politik perlu dibuat divisi analisis. Kegiatan information-intelligent dapat dilakukan oleh pihak-pihak luar partai seperti lembaga riset independen. Tetapi, analisis harus dilakukan oleh partai politiknya sendiri, karena proses analisis akan melibatkan ideologi atau sistem nilai partai tersebut.
Serangkaian strategi yang digunakan caleg merupakan sebuah langkah awal menuju konsep marketing politik. Inti dari konsep ini menurut Firmanzah(2008: 155-157) adalah: (1) menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek partai politik atau seorang kandidat politik, (2) menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai masing-masing partai, (3) marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih sehingga dari situ akan terbangun kepercayaan, dan selanjutnya akan diperoleh dukungan suara mereka. Kelemahan utama dari strategi yang digunakan mayoritas caleg berasal dari unsur perencanaan yang kurang terkonsep dengan baik. Hanya beberapa caleg saja yang mendokumentasikan dengan baik tentang visi, misi dan program-program yang ditawarkan sewaktu pemilu. Sedangkan yang lainnya sifatnya visi, misi dan program kurang terkonsep secara matang dan sifatnya hanya spontanitas. Sehingga strategi yang digunakan masih sangat jauh dari goalnya konsep marketing politik. 2) Efektifitas Tim Sukses untuk memenangkan kampanye Keberadaan tim sukses dalah wajib bagi masing-masing caleg, jadi dapat dikatakan bahwa tidak mungkin seorang caleg berjalan sendiri untuk memperoleh suara yang maksimal sewaktu pemilu tanpa bantuan dari tim suksesnya. Meskipun dari pengakuan beberapa caleg memang terdapat beberapa orang yang hanya ingin memanfaatkan tim sukses, namun hal yang seperti itu mudah terdeteksi oleh caleg terutama caleg yang sudah pernah menjabat sebagai anggota dewan. Selain kerja tim sukses yang baik, mustahil akan berhasil tanpa diimbangi dengan pencitraan diri caleg yang baik pula. Meskipun Ibu Een ialah orang yang baru sekali menjadi caleg, namun beliau mempunyai tim sukses yang kuat dan baik bekerjanya. Terdapat juga pemikiran di beberapa caleg kalau semakin banyak tim sukses maka akan berbanding lurus dengan perolehan suara. Hal tersebut dapat dibenarkan dengan catatan, para caleg perempuan harus selektif dengan tim-tim yang bekerja di bawah naungannya dan juga diperlukannya sebuah perencanaan strategi yang terstruktur dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan meliputi beberapa hal berikut: 1. Strategi yang digunakan para caleg perempuan untuk memenangkan pemilihan umum anggota DPRD tahun 2009 di Kota Malang sangatlah beragam, yakni meliputi penggunaan strategi pencitraan yang tidak instant, strategi TURBA, mensosialisasikan citra partai dan citra caleg, kontrak politik, memberikan sumbangan kepada calon pemilih, kampanye, mendatangi pertemuan di masyarakat, mengusung sentimen perempuan/gender, sosialisasi cara pencoblosan, pemanfaatan dana kampanye, dan strategi promosi. 2. Strategi yang digunakan para caleg perempuan pada pemilu legislatif tahun 2009, memang sudah menggunakan strategi marketing politik dengan pendekatan STP (segmentasi, targeting, dan positioning). Tetapi, bentuk operasionalnya masih kental menggunakan pendekatan konvensional. Strategi yang digunakan para calon legislatif perempuan kurang efektif untuk meraih dukungan yang maksimal, dikarenakan masyarakat lebih selektif dalam memilih dan lebih tertarik kepada figur masing-masing calon legislatif perempuan. Dengan kata lain strategi yang digunakan para caleg perempuan masih merupakan langkah awal dari konsep marketing politik. 3. Unsur yang memiliki pengaruh besar terhadap kemenangan caleg perempuan selain massa pendukung dan tim sukses, ialah dari citra personal masing-masing caleg dan bukan berasal dari partai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa partai tidak terlalu memberikan kontribusi terhadap kemenangan caleg, tanpa usaha caleg sendiri dan mengandalkan partai mustahil seorang caleg bisa memenangkan kompetisi dalam pemilu.
Saran
Sebagai akhir dari karya tulis ilmiah ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dilaksanakan guna mendukung kompetensi strategi calon legislatif perempuan pada waktu pemilu legislatif di Kota Malang, yaitu: 1. Sebaiknya partai harus meningkatkan manajemen kepartaian dengan mengadakan perubahan platform agar sesuai dengan aspirasi rakyat. Sehingga program yang dihasilkan merupakan refleksi dari situasi dan kondisi di masyarakat. 2. Partai harus merespon public opinion bahwa caleg perempuan memiliki banyak kelebihan dibandingkan laki-laki, yakni lebih jujur dan takut untuk korupsi. Hal itu menunjukkan bahwa citra caleg perempuan semakin meningkat di masyarakat, sehingga diperlukan respon dan strategi khusus dari partai terhadap fenomena ini. 3. Para caleg perempuan harus mengkaji lebih dalam lagi tentang strategi marketing politik. Tujuannya supaya pendekatan yang digunakan tidak lagi konvensional dan lebih efektif untuk memenangkan pemilu legislatif pada periode mendatang. 4. Perlu adanya restrukturisasi hubungan antara politisi dan partai politik, karena yang terjadi selama ini caleg behasil menang dalam pemilu karena usahanya sendiri dan minim kontribusi dari partai. Partai hanyalah sebagai label dan masyarakat lebih melihat personalitas caleg daripada figur partai yang mengusungnya. Dengan adanya restrukturisasi, diharapkan apa yang ditawarkan caleg merupakan cerminan dari jati diri partai.
DAFTAR RUJUKAN Adam, Rainer. 2006. Strategi Politik. (Online), (http://www.Forum-Politisi.org, diakses 19 November 2009). Anonim. 2009. 45 Kursi DPRD Kota Malang Ditetapkan 1 Kursi Dipermasalahkan. (Online), (http://malangraya.web.id/2009/05/18/45kursi-dprd-kota-malang-ditetapkan-1-kursi-masih-dipermasalahkan/, diakses 19 Mei 2009).
Anonim. 2009. Penetapan Kursi di KPUD Kota Malang berlangsung tertib. (Online), (PDhttp://blogs.nimd.org/archive/2009-05-20/penetapan-kursidi-kpud-kota-malang-berlangsung-tertib, diakses 3 Juni 2009). Anwar, Khiorul M. & Salviana, Vina (Eds). 2006. Perilaku Partai Politik, Studi Perilaku Partai Politik dalam Kampanye dan Kecenderungan Pemilih pada Pemilu 2004. Malang: Univesitas Muhamadiyah Malang Press. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta; Rineka Cipta Redaksi Sinar Grafika. Bakri, Masykuri (Ed). 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif; Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang. Budiardjo, Miriam. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Budiardjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan Partai Politik; Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Gramedia. Dewan Pertimbangan Pusat Partai Golkar. 2009. Hasil Munas Ke VIII Partai Golkar. Jakarta. Duverger, Maurice. Tanpa tahun. Sosiologi Politik. Terjemahan oleh Daniel Dhakidae. 2005. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Firmanzah. 2008. Marketing Politik; Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik; Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Reformasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Fitri, Novia. 2008. Menjelang 2009, Ayo Partai Ramai-Ramai Belajar Strategi Politik, (Online),(http://ksmunas.wordpress.com/2008/07/17/75/, diakses 19 Mei 2009). Ichwanuddin, Wawan. 2009. Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye dalam Pemilu 2009. (Online).
(http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/37-wawan-ichwanuddin, diakses 19 November 2009). Leicht, Robert. 2003. Strategi Politik, (Online), (http://forumpolitisi.org/arsip/article.php?id=201, diakses 19 mei 2009). Leicht, Robert. 2003. 2003. Strategi Politik dan Penerapannya
Contoh Kasus
Kampanye Pemilu Jerman 2002, (Online), (http://forumpolitisi.org/downloads/Strategi_Politik.pdf, diakses 19 Mei 2009). Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan Sejahtera. 2008. Merperjuangkan Masyarakat Madani; Edisi Gabungan Falsafah Dasar Perjuangan dan Platform Kebijakan Pembangunan PKS. Jakarta. Mas oed, Mochtar. & MacAndrews, Colin. 1986. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslihati. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Lembaga Pengembangan dan Pembelajaran (LP3) Universitas Negeri Malang. Mustofa, Alim. 2009. Rekapitulasi PPK Hampir Final, 45 Kursi DPRD Malang Sudah Jelas, (Online),(http://malangraya.web.id/2009/04/16/rekapitulasippk-hampir-final-45-kursi-dprd-malang-sudah-jelas/, diakses 19 Mei 2009). Prihatmoko, Joko J. 2009. Caleg perempuan: Peluang dan kesempatan, (Online), (http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=v iew&id=29109&Itemid=62, diakses 2 Juni 2009). Purwoko, Bambang. 2006. Demokrasi Mencari Bentuk; Analisis Politik Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada. Redaksi Suara Indonesia Baru. 2009. Caleg Perempuan Hadapi Segudang Kendala. (Online). (http://hariansib.com, diakses 2 Juni 2009).
Schroder, Peter. 2000. Strategi Politik; Edisi Revisi untuk Pemilu 2009. Terjemahan oleh Matindas, Denise Joyce. & Dayasih, Irina. 2008. Jakarta: Friedrich-Naumann-Shiftung fuer die Freiheit. Syarbaini, Syahrial dkk. 2002. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tim Penyiapan Naskah Edisi Keempat. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, Edisi Keempat. Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 2005. Bandung: Citra Umbara. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2008. Surabaya: Kesindo Utama. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. 2008. Surabaya: Kesindo Utama. Wibawanto, Agung, dkk. 2005. Memenangkan Hati & Pikiran Rakyat; Strategi dan Taktik Menang dalam Pemilihan Kepala Daerah. Yogyakarta: Pembaruan.
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.