SPIRITUALITAS DALAM PENCAK SILAT DAN PENERAPANNYA Sarah Khairunnisa, Koentjoro Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Email :
[email protected] Abstrak Masyarakat saat ini kurang familiarnya dengan aspek-aspek dalam pencak silat. Meskipun pencak silat dikenal sebagai olah raga yang dipertandingkan dan juga seni bela diri, tetapi silat juga memiliki aspek spiritual. Aspek spiritual ini dianggap oleh beberapa orang sebagai praktik ilmu sesat yang menyimpang dari agama, tetapi penelitian terdahulu menunjukkan manfaat spiritualitas ini untuk kesehatan. Oleh karena itu, penulisan tugas ini bertujuan untuk memahami eksistensi dan penggunaan spiritual dalam pencak silat. Subjek adalah pelatih pencak silat yang memiliki pengalaman dengan ilmu kerohanian atau spiritualitas dalam pencak silat. Data dikumpulkan melalui metode wawancara dan dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa aspek spiritual dalam silat bertujuan untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan berkaitan dengan keimanan sehingga idealnya digunakan untuk kebaikan bersama seperti membantu penyembuhan. Melalui pencak silat, keimanan dapat diekspresikan melalui pembelajaran ilmu rohani dengan melatih tubuh, jiwa, dan pikiran. Kata Kunci: pencak silat, spiritualitas, iman, penyembuhan. PENDAHULUAN Pencak silat merupakan bela diri yang berasal dari Indonesia. Namun, saat ini perkembangan pencak silat telah menyebar luas ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina, dan Thailand, maupun negara yang letaknya jauh dari Indonesia, seperti di Spanyol (www.antaranews.com). Pencak silat juga dilombakan pada beberapa kejuaraan tingkat nasional seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) dan juga internasional, seperti SEA Games. Meskipun pencak silat sudah populer di berbagai kalangan, tetapi masyarakat modern, khususnya generasi anak muda saat ini, belum
terlalu mengenal aspek-aspek dalam pencak silat.Selama ini, pencak silat hanya dikenal sebagai olah raga bela diri. Padahal, pencak silat juga memiliki aspek lain yang tak kalah penting. Pencak silat memiliki 4 aspek utama, yakni aspek olahraga, aspek bela diri, aspek seni, dan aspek kerohanian atau mental spiritual (www.silatindonesia.com). Aspek yang paling terkenal saat ini adalah aspek olahraga. Hal ini dikarenakan banyak dijumpai kompetisi pencak silat dalam bentuk pertandingan olahraga dari tingkat pelajar sekolah dasar hingga dewasa.Aspek selanjutnya adalah seni. Aspek seni dalam pencak silat menekankan pada
1
budaya dan permainan. Aspek ini terkenal bagi masyarakat karena beberapa kali ditampilkan dalam pertunjukkan-pertunjukkan seni. Aspek yang cukup populer selanjutnya adalah aspek bela diri.Populernya aspek silat ini tak lepas dari pengaruh media-media hiburan. Banyaknya kisah dan film laga, dari yang tradisional seperti Si Pitung hingga yang modern dan banyak mendapat apresiasi dari masyarakat internasional seperti film The Raid, yang mempertontonkan adegan silat untuk bertarung melawan musuh tentu membentuk persepsi masyarakat bahwa silat adalah salah satu bentuk bela diri. Sementara itu, aspek kerohanian mulai kehilangan popularitasnya. Zaman dahulu, penduduk lokal sering menyaksikan para pesilat yang bertapa di gunung ataupun hutan untuk berlatih mental sehingga memiliki ilmu-ilmu spiritual (hasil wawancara dengan subjek).Sayangnya, fenomena tersebut sudah jarang terjadi saat ini. Masyarakat pun menjadi tak awam, bahkan menganggapnya sebagai praktik ilmu sesat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Padahal, praktik spiritual dalam pencak silat tak melulu tentang sihir atau ilmu hitam.Penelitian oleh Sandlund & Norlander (2000) menemukan bahwa aspek spiritualitas seni bela diri dapat menyembuhkan penyakit. Orangorang China telah menggunakan Tai Chi, salah satu bentuk martial art, sebagai gaya latihan pikiran dan tubuh untuk ratusan tahun. Sejak zaman dahulu, orang telah mengklaim banyak pengaruh positif yang terkait dengan praktek Tai Chi ini. Manfaatnya antara lain
mengurangi ketegangan otot, mengurangi kecemasan, stres, dan rasa sakit, dan peningkatan keseimbangan, kesadaran diri, dan kekuatan. Adanya pandangan negatif maupun hasil penelitian yang menunjukkan manfaat spiritualitas menjadikan praktik spiritual serta penggunaannya dalam pencak silat menarik untuk dibahas lebih lanjut. Pencak silat memiliki 4 aspek utama, yakni aspek olahraga, aspek bela diri, aspek seni, dan aspek mental spiritual. Aspek olahraga cenderung mengedepankan ketangguhan fisik sebagai komponen utama. Kompetisi juga sangat erat terkait dengan aspek ini. Oleh karena itu, banyak dijumpai kompetisi pencak silat dalam bentuk pertandingan olahraga. Selanjutnya, aspek yang cukup populer adalah aspek bela diri yang meliputi kepercayaan dan ketekunan diri.Oleh karena itu, aspek bela diri menekankan pada penguasaan teknik-teknik silat, sedangkan aspek seni dalam pencak silat menekankan pada budaya dan permainan. Aspek seni menggambarkan pencak silat dalam bentuk tarian, musik, dan pakaian tradisional khusus. Sementara itu, aspek mental dan spiritual merupakan aspek yang mengembangkan karakter dan kepribadian para pesilat (www.silatindonesia.com). Aspek yang akan dibahas lebih dalam ialah aspek spiritual dari pencak silat. Spiritualitas merujuk pada sisi subjektif dan personal dari pengalaman keagamaan (Koenig, dkk., 2001, dalam Hill & Pargament, 2003). Spiritualitas merupakan pencarian hal yang suci dan sakral, sebuah proses dimana orang
2
berusaha untuk berpegang teguh dan jika perlu mengubah hidup untuk menemukanapa yang mereka anggap suci dan sakral tersebut (Pargament, 1997, 1999, dalam Hill & Pargament, 2003). Pencarian ini berlangsung pada konteks keagamaan, baik secara tradisional ataupun non-tradisional. Kesakralan inilah yang membedakan agama dan spiritualitas dari fenomena lainnya. Hal ini mengacu pada objek maupun peristiwa spesial yang layak mendapat pemujaan. Kesakralan meliputi konsep ketuhanan, ke-Ilahi-an, keluhuran agung, dan hal-hal diluar kemampuan makhluk, serta aspek lainnya dalam hidup yang memiliki karakter luar biasa (Pargament, 1999, dalam Hill & Pargament, 2003). Kesakralan maupun kesucian merupakan faktor penting dalam kehidupan spiritual dan menjadi tujuan serta jalan hidup yang paling dicari oleh para pelaku spiritual. Para penganut teori kelekatan (attachment theory) telah menyamakan Tuhan dengan figur lekat (Kaufman, 1981, dalam Hill & Pargament, 2003). Hal ini serupa dengan anak kecil yang memandang orang tuanya sebagai pelindung, manusia dapat memandang Tuhan sebagai tempat berlindung, yang memberi rasa aman, kasih sayang, dan perlindungan pada saat stress. Teori ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki koneksi dengan Tuhan seharusnya juga merasakan kenyamanan yang lebih baik juga kekuatan dan kepercayaan diri di kehidupan sehari-hari. Rendahnya tingkat stress dan rasa kesepian juga merupakan konsekuensi lain dari hubungan yang erat dengan Tuhan.
Sementara itu, berdasarkan jurnal yang ditulis Levin (2009), kata "iman" menunjukkan penggabungan dari keyakinan, kepercayaan, dan ketaatan yang kemudian diarahkan kepada Tuhan, dewa-dewa, atau pada hal-hal suci dan kudus.Bagaimana fungsi keimanan berpengaruh terhadap jiwa dan hidup manusia, tiap konstitusi agama memiliki pandangan berbeda-beda, tetapi dapat ditarik benang merahnya. Bagi Muslim, Iman terkait dengan Islam (penyerahan) dan Ihsan (berbuat baik). Konsep ini merumuskan keimanan sebagai "menyatu dalam beribadah kepada Allah dan melayani orang lain". Keimanan meliputi komponen kognitif atau mental, komponen emosi atau afeksi, dan tindakan. Dalam mengekspresikan keimanan, dibutuhkan pikiran, hati, dan tubuh yang saling menyatu. Iman adalah keyakinan bertindak, baik secara afeksi maupun perilaku. Kepercayaan yang juga disertai dengan upaya untuk mengimplemetasikan dalam tindakan, idealnya akan menciptakan harapan dan rasa optimis yang memperkuat hubungan seseorang terhadap objek keimanan. Iman juga menjadi pendorong perubahan positif pada hidup seseorang (Levin, 2009). Di tahun 1926, Jurnal of American Medical Assocciation menerbitkan artikel dari Dr. Alice E. Paulsen dengan tema penyembuhan religius (religius healing). Menurut Paulsen (1926, dalam Levin, 2009), iman dapat menyembuhkan melalui membaca ayat-ayat, meditasi, dan konsentrasi sehingga elemen penghambat kesembuhan dalam pikiran maupun tubuh dapat
3
ditiadakan. Kemungkinan lain ialah sesuatu yang serupa dengan hipnosis, yakni sebuah keadaan kesadaran yang diinduksi oleh iman, yang memungkinkan seseorang untuk memupuk mekanisme psikofisiologis penenangan diri yang juga mengatasi rasa sakit, gejala-gejala, danmorbiditas.Kemungkinan lainnya ialah iman dapat memperbaiki dan menyehatkan emosi, sebagai hasil dari mengakui kebesaran, kehadiraan, dan kebaikan Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam Q.S.At-Talaq (7): Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah akan memberikan kemudahan setelah kesulitan. Hawks (1994) menciptakan definisi yang komprehensif yang menggambarkan Kesehatan Rohani (Spiritual Health) sebagai keimanan tingkat tinggi, harapan, dan komitmen dalam kaitannya dengan sistem kepercayaan yang memberikan makna dan tujuan dari eksistensi serta menawarkan sebuah jalur beretika untuk pemenuhan pribadi yang meliputi hubungan dengan diri, orang lain, kekuatan yang lebih tinggi, serta entitas yang lebih besar. Sementara itu, penelitian oleh Mainland (2010) menemukan bahwa seni bela diri merupakan bentuk dinamis dari pelatihan pikiran, tubuh, dan jiwa dengan potensi luar biasa untuk mendorong peningkatan kesejahteraan pribadi. Meskipun begitu, hubungan antara partisipasi kegiatan seni bela diri dengan kesejahteraan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal maupun eksternal, termasuk spiritualitas. Hasil mengindikasikan bahwa
semakin spiritual sifat yang dimiliki, kesejahteraan juga semakin tinggi secara signifikan. Hal ini menunjukkan hubungan yang jelas antara sifat spiritual seseorang dan manfaat yang diraih dari partisipasi subjek pada seni bela diri. METODE PENELITIAN 1. Metode Wawancara Metode wawancara yang digunakan adalah metode semi terstruktur dimana interviewer menyiapkan beberapa pertanyaan representatif yang berhubungan dengan topik yang akan ditanyakan terlebih dahulu, tetapi urutan pertanyaan dan kata-kata yang digunakan bebas tergantung pada interviewer. Dalam prakteknya, interviewer juga melakukan probing, yakni memberi pertanyaan di luar daftar pertanyaan dengan tujuan menggali lebih dalam informasi dari interviewee. 2. Pertanyaan wawancara a. Praktik spiritual 1. Apakah benar ada praktik spiritual dalam pencak silat? 2. Bagaimana hubungan antara spiritual dengan pencak silat ? 3. Bagaimana aplikasi praktik spiritual tersebut ? 4. Apakah dampak dari praktik tersebut ? 5. Apakah ada perbedaan praktik spiritual dalam pencak silat dulu dan sekarang?
4
6. Bagaimana pendapat Anda mengenai praktik ilmu hitam? b.
Pengalaman spiritual 1. Bagaimana proses mempelajari ilmu spiritual dalam silat ? 2. Apakah ada perubahan yang Anda rasakan? 3. Apa saja syarat untuk mempelajarinya? 4. Pelajaran atau hikmah apa yang Anda dapat dari pengalaman Anda?
3. Hasil wawancara Wawancara dilakukan dengan subjek (RT) yang merupakan seorang pelatih pencak silat di salah satu SMA di Yogyakarta. Subjek telah menjadi pelatih silat selama lebih dari 20 tahun. Subjek mulai menekuni pencak silat sejak berada di bangku sekolah dasar hingga sekarang. Subjek memberikan informasiinformasi mengenai aspek rohani dalam pencak silat sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman subjek. No 1.
Aspek Praktik spiritual a. Eksistensi praktik spiritual. b. Hubungan dengan silat. c. Aplikasi. d. Dampak. e. Perbedaan praktik spiritual dulu dan sekarang. f. Penggunaan ilmu hitam.
Keterangan Subjek mengkonfirm bahwa di dalam pencak silat memang benar menggunakan praktik spiritualyang dibuktikan pada pernyataan subjek : “ Iya bener ada.Jaman dulu iya. Kalau sekarang cuman satu dua. Misal ilmu tapak geni, brojomusti. Trus lembu sekilan..itu beneran ada…”.
Hubungan antara spiritual dengan silat adalah ilmu spiritual merupakan ilmu paling tinggi untuk mendekatkan diri pada Tuhan, sementara teknik silat digunakan sebagai perantaranya seperti yang dikatakan subjek : “ Ilmu kerohanian itu puncak semua ilmu ya. Jadi dipakai untuk mendekatkan diri pada Allah…”, “Kalau di silat pakai teknikteknik…semedi gitu untuk menenangkan hati dan pikiran…jadi berdoa pada Allah semakin mudah”. Praktik spiritual dapat digunakan secara positif dan negatif tergantung individu yang menggunakannya yang dibuktikan dengan pernyataan subjek : “ Ya kemampuan itu manfaatnya untuk orang banyak. Jadi kontrol emosi dan bersih hatinya. Kalau bersih kan doa semakin mudah dikabulkan…”,“… Misal susuk..ya menggunakan unsur ghoib untuk menguntungkan diri sendiri…”,“Sampe sekarang ya ada santet…”,”…nyemb uhin sakit pernah. Pernah juga bantu nemuin barang yang hilang…”. Sedangkan dampak praktik spiritual juga berbeda-beda
5
tergantung bagaimana mengamalkannya sesuai dengan pernyataan subjek : “…jadi lebih peka, lebih perhatian, lebih hati-hati. Ya itu sisi positifnya…sebagai reminder.Misal ada hawa panas po dingin, berarti ada makhluk halus…kudu atiati”,“Kabotan ilmu…sakjane ga sanggup tapi memaksakan…”, “...bisa juga jadi gila, ya karena banyak obsesi yang tidak terealisasi. Bisa juga kemasukan makhluk-makhluk yang ga bener...”. Perbedaan praktik spiritual antara dulu dan sekarang paling signifikan adalah dari cara pandang masyarakat sekitar. Bagaimana masyarakat memandang ilmu spiritual saat ini berpengaruh pada semakin berkurangnya praktik-praktik tersebut. Salah satu faktornya adalah pengamalan agama oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan subjek : “Dulu dipake untuk melawan penjajah. Disaat kita ga ada senjata yang memadai. Yaudah pakainya ilmu-ilmu seperti itu.”,“ Agama dulu belum terlalu diamalkan masyarakat. Dulu info diambil mentah-mentah, ga
pada mikirin syirik, musyrik…”. Sementara itu, ilmu hitam jika ditinjau dari kerohanian pencak silat merupakan ilmu yang menjauhkan diri dari Tuhan. Jaman dulu, dalam pencak silat, praktik ini cukup sering digunakan pada pertandingan sesuaidengan pernyataan subjek : “....Ilmu tu semuanya baik, yang jadi ga baik itu ya individunya mengamalkannya ga bener, jadinya disebut ilmu hitam.”, “ Ilmu yang buat kita jadi sombong…ee..Ada unsur-unsur ga bener yang menjauhkan kita dari Allah…”,”…ya dulu sering pake gitu-gitu pas pertandingan. Dulu ilmu silat kental sekali dengan kejawen, pake rajah-rajah…trus bacaan dari orang pinter..Hmmm, seragamnya ya kadang direndem air dari kyai sopo gitu…”. 2.
Pengalaman dalam praktik spiritual a. Proses belajar. b. Perubaha n yang terjadi. c. Syarat pembelaj aran. d. Pembelaj aran/hik mah yang didapat.
Subjek menjelaskan bahwa proses belajar ilmu rohani sebaiknya dimulai dari menguasai fisik dan teknik silat terlebih dahulu, sesuai pernyataan subjek : ”Iya…kalo di PD memang ada tingkatannya. Harus menguasai fisik dan teknik. Kalau langsung rohani belum tentu
6
dia bisa menjalankan…”, “…ibarat kayak sholat. Itu kan untuk beribadah, tapi mesti belajar gerakan e dulu tho baru bacaannya ben iso kusyu…silat juga gitu. Teknik dan fisik diolah dulu di silat, jadi tujuan belajar rohani lebih mengena.”, ”saya belajar kerohanian tingkat biru…ya itu pas masih jadi atlet tapi udah pelatih.” Selain itu, dalam mempelajari ilmu spiritual, subjek mengalami perubahanperubahan fisik maupun psikologis. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan subjek: “jadi bisa nyembuhin tu…kadang malah beban ya…takut malah takabur…malah ga nyaman. Takut ga ikhlas semata-mata karena Allah, tapi karena pandangan orang lain…”,“…dulu sempet bingung…kok iso koyo ngono..tapi dibimbing untuk menerima..samame nggunakannya untuk hal positif.”, “…ya ada..perubahan psikologis. Kaget. Tapi bisa curhat dengan teman…ee seangkatan. Kan belajarnya bareng…”, “…tibatiba badan ngeluarin asap…ee badan jadi kayak…apa ya..melayang.
Terbang..begitu tak fokusin lagi, wis ilang…setelahnya jadi peka. Sing dibathin kejadian tenanan…”. Syarat untuk mempelajari ilmu spiritual adalah kematangan emosi, fisik, dan teknik. Selain itu, adanya pembimbing merupakan syarat yang tidak boleh ditinggalkan, sesuai dengan pernyataan subjek : “ …ada tingkatannya. Latihan dulu fisik, teknik, baru bisa belajar rohani..eee ada pelatihnya khusus..jadi emang jasmani dan rohani harus dilatih.”, “…minimal 17 tahun ya. Lebih baik sudah berkeluarga…ya karena udah mateng secara emosi. Trus ada yang ngontrol juga…”,“perlu pembimbing…kalo salah menerjemahkan nanti larinya ke ilmu sesat.”,“…merasa dapet ilmu dari Gusti Allah, padahal dari makhluk ghoib..ya karena mereka ga ada yang bimbing.” Pembelajaran yang didapat subjek saat mendalami ilmu spiritual adalah memicu diri untuk selalu rendah hati, ikhlas, dan yakin pada kebesaran Tuhan seperti yang dikatakan subjek : “ pernah diminta tolong sembuhin
7
orang..ya tapi bisa sembuh itu karena izin Allah..pokoknya pasrah, tawadhu’, niat baik”,“...pernah dipijet mas JW sama mas PW. Beda kerasanya..lebih cepat sembuh mas JW…ee mungkin karena mas JW lebih ikhlas..lha mas PW malah nggerundel e pas mijet hehehe…”
A. Diskusi Berdasarkan hasil wawancara, dapat dianalisis bahwa subjek mengkonfirm bahwa praktik spiritual merupakan aspek yang penting dalam pencak silat.Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam www.silatindonesia.com.Subjek menganggap bahwa ilmu kerohanian yang ada dalam silat hanya bertujuan untuk memperkuat iman, yakni mempererat hubungan manusia dengan yang Maha Kuasa.Pernyataan subjek ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Levin (2009) bahwa iman adalah keyakinan dan ketaatan yang diarahkan pada Tuhan. Dengan mempelajari ilmu kerohanian, subjek merasa sebagai manusia harus selalu rendah diri dan mengakui bahwa kekuatan Tuhan amatlah besar, sehingga apa pun yang terjadi atas kehendak-Nya, bukan karena kesaktian ilmu yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan definisi kesehatan rohani (spiritual health) dari Hawks (1992) bahwa keimanan membuka jalur untuk pemenuhan diri untuk lebih memahami diri, orang lain, serta kekuatan yang lebih tinggi.Memahami diri dan mengerti adanya kekuatan diluar kemampuan
manusia inilah yang ditunjukkan dengan pemahaman subjek bahwa manusia tidak bisa apa-apa tanpa bantuan Tuhan sehingga tak patut untuk sombong bahkan merasa ilmunya yang paling sakti.Kesombongan atas ilmu inilah yang membuat manusia jauh dari Tuhan dan berakibat pada praktik ilmu sesat. Subjek juga mendapat pembelajaran bahwa ilmu kerohanian yang didapat harus digunakan untuk memberi manfaat bagi orang lain karena hal itu merupakan aplikasi dari keimanan pada Tuhan. Pernyataan ini sesuai dengan rumusan keimanan bagi Muslim dalam jurnal yang ditulis Levin (2009), bahwa keimanan adalah beribadah kepada Allah dan melayani orang lain. Artinya, ilmu rohani yang dimiliki subjek tidak hanya digunakan untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi juga harus dapat memberi manfaat dan berbuat baik bagi sesama. Peran pencak silat dalam spiritualitas menurut subjek adalah silat merupakan media untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Subjek mengemukakan bahwa untuk belajar ilmu kerohanian, fisik dan teknik silat harus dikuasai lebih dulu.Selain itu, kematangan emosi juga menjadi syarat penting untuk mempelajari ilmu rohani. Hal ini berkaitan dengan apa yang dikemukakan Levin (2009), yakni keimanan diekspresikan melalui pikiran, hati, dan tubuh yang menyatu. Menyatukan komponenkomponen ini tidak lain dengan pencak silat, sesuai oleh pernyataan Mainland (2010) bahwa martial art (dalam hal ini pencak silat)
8
merupakan bentuk dinamis dari pelatihan pikiran, tubuh, dan jiwa. Menurut subjek, mempelajari kerohanian dalam pencak silatbisa dalam bentuk latihan pernapasan, meditasi, atau semedi. Meditasi atau semedi ini berguna untuk membersihkan hati sehingga doa yang dipanjatkan lebih mudah terkabul, sesuai dengan pernyataan Paulsen (1926, dalam Levin, 2009), bahwa iman dapat memperbaiki dan menyehatkan emosi, sebagai hasil dari mengakui kebesaran, kehadiraan, dan kebaikan Tuhan. Selain itu, ilmu kerohanian yang dimiliki subjek cukup sering digunakan untuk membantu menyembuhkan penyakit. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan pernyataan Paulsen (1926, dalam Levin, 2009) bahwa bermeditasi dapat meniadakan atau menetralkan elemen penghambat kesembuhan dalam pikiran maupun tubuh. KESIMPULAN Aspek spiritual merupakan aspek penting dalam pencak silat. Aspek ini juga dikenal dengan ilmu kerohanian.Tujuan utama dari ilmu ini adalah keimanan, yakni mendekatkan diri kepada Tuhan dan menggunakannya untuk kebaikan bersama, seperti membantu penyembuhan. Komponen penting untuk mempelajari ilmu kerohanian adalah menguasai fisik dan teknik silat, serta emosi yang matang.Oleh karena itu, pencak silat termasuk seni bela diri (martial arts) yang melatih pikiran, tubuh, dan jiwa sehingga dapat memberi manfaat bagi yang melakukannya.
REFERENSI Hawks, S. (1994). Spiritual health: Definition and theory. Wellness Perspectives, 10:313. Hill, P.C. & Pargament, K.I. (2003). Advances in the Conceptualization and Measurement of Religion and Spirituality: Implications for Physical and Mental Health Research. American Psychologist Association, 58 (1): 64-74 DOI:10.1037/0003066X.58.1.64 Levin, J. (2009). How Faith Heals: A Theoretical Model.Explore, 5 (2): 77-96 DOI:10.1016/j.explore.2008. 12.003 Mainland, M. (2010). Martial Mind: Examining The Relationship among Martial Arts Participation, Identity, and Well-Being. Canada: Waterloo, Ontario (Tesis) Q.S. At-Talaq ayat 7 Sandlund, E.S. & Norlander, T. (2000). The effects of Tai Chi Chuan relaxation and exercise on stress responses and well-being: An overview of research. International Journal of Stress Management, 7(2): 139-149 http://www.antaranews.com/berita/5 19040/pencak-silat-semakinkokoh-di-spanyol diakses
9
Minggu, 27 Desember 2015 pukul 6:47 WIB http://silatindonesia.com/pages/faq/a bout-pencaksilat/aspekdalampencak-silat/diakses Minggu, 27 Desember 2015 pukul 11:25 WIB
10