SERANGGA HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN PADI LADANG DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA
RICARD GAUDENS SUBAY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Ricard Gaudens Subay NIM A351130241
RINGKASAN RICARD GAUDENS SUBAY. Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara. Dibimbing oleh PUDJIANTO dan I WAYAN WINASA Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Pola budidaya tanaman melalui perladangan berpindahpindah dengan cara tebas bakar berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Mei 2015. Identifikasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2015 di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung dan tidak langsung terhadap serangga hama dan musuh alami berdasarkan teknik budidaya yang dilakukan petani. Sistem budidaya pertama adalah sistem budidaya pertanaman padi ladang dengan cara pengolahan lahan secara intensif yang dilakukan oleh petani padi ladang yang bermukim di dataran rendah. Sistem budidaya kedua adalah sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar yang dilakukan oleh petani yang bermukim di dataran tinggi. Pada tiap sistem budidaya terdapat 3 petak pengamatan berukuran 1 000 m2. Metode pengamatan dilakukan dengan pengamatan langsung, pemasangan perangkap lubang jebakan (pitfall trap), pengamatan dengan jaring (sweep net) dan pemasangan perangkap nampan kuning (yellow pan trap) pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Pengamatan mingguan selama satu musim tanam padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara mendapatkan total serangga hama dan musuh alami adalah 86 213 individu yang terdiri atas 16 ordo, 130 famili, dan 327 morfospesies. Hama penting yang ditemukan yaitu Leptocorisa oratorius, Lygaeus sp., Nezara viridula, Scirpophaga incertulas, Mycalesis sp., dan Valanga sp. Predator yang ditemukan adalah Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis, Sycanus annulicornis, dan Coccinella transversalis. Parasitoid yang ditemukan adalah Charops sp., Ichneumon sp., Brachymeria sp., Telenomus sp., Microplitis manilae, dan Exorista sp. Pada pertanaman padi ladang pada pengolahan lahan secara intensif peran serangga sebagai predator lebih dominan, sedangkan di dataran tinggi peran serangga sebagai herbivor lebih dominan. Kata kunci: leptocorisa, oryza sativa, parasitoid, predator, tebas bakar
SUMMARY RICARD GAUDENS SUBAY. Pest Insects and Natural Enemies in Upland Rice Fields in North Central Timor. Supervised by PUDJIANTO and I WAYAN WINASA Rice (Oryza sativa L.) is one of the most important crops in Indonesia. Rice is the staple food for more than 95 percent of Indonesian people, and becomes the livelihood for most rural farmers. Plant cultivation pattern can affect the pest insects and natural enemies. This research aimed to determine pest insects and natural enemies of upland rice field in lowland and highland areas in North Central Timor District. The research was conducted from January until May 2015. Identification of collected pest insects and natural enemies was conducted from June until October 2015 in Insect Biosystematics Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Insect pests and their natural enemies were observed on upland rice fields with two different cultivation techniques. The first cultivation technique was intensive tillage that is usuallly practiced by lowland farmers, and the second cultivation technique was moving cultivation by slash-burn system that is usually practiced by highland farmers. For each cultivation technique, three plots of 1 000 m2 were observed weekly for one planting season. Observations were done by direct observation on rice plant samples, and undirect observation e.g. setting pitfall traps, yellow pan traps, and using sweep net. Weekly observations for one planting season of upland rice fields in lowland and highland areas in North Central Timor collected 86 213 individuals of pest insects and natural enemies that belong to 327 morphospecies, 130 families, and 16 orders. The important pest insects found in the fields were Leptocorisa oratorius, Lygaeus sp., Nezara viridula, Scirpophaga incertulas, Mycalesis sp., and Valanga sp. The important predators found were Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis, Sycanus annulicornis, and Coccinella transversalis. Parasitoids found were Charops sp., Ichneumon sp., Brachymeria sp., Telenomus sp., Microplitis manilae, and Exorista sp. The upland rice fields in lowland areas, predators were more abundant than herbivores, while in highland areas herbivores were more abundant. Keyword: leptocorisa, oryza sativa, parasitoid, predator, slash and burn technique
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
SERANGGA HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN PADI LADANG DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA
RICARD GAUDENS SUBAY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si.
PRAKATA Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Kasih dan anugerahNya saya diberikan kesempatan untuk menjalani studi S2 di IPB, serta atas penyertaanNya saya dapat menyelesaikan studi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara. Pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada orang-orang yang telah sangat membantu selama penyelesaian tesis ini. Pertama, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Komisi Pembimbing Dr. Ir. Pudjianto, M.Si (Ketua) dan selaku Ketua Program Studi Entomologi, dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, MS (anggota); atas dedikasinya dalam membimbing dan mendukung, memberikan saran dan masukan pada saat usulan penelitian serta pengarahan, bimbingan, dan motivasi selama penelitian sampai dengan selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan tinggi kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan substansial, komentar yang bermanfaat, saran dan koreksi sehingga meningkatkan kualitas tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Dekan Sekolah Pascasarjana dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu kepada saya selama menempuh pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Bupati Timor Tengah Utara, bapak Raymundus Sau Fernandes, S.Pt yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada saya untuk menempuh Pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Nikolas Subay, ibunda Regina Nabu, istri tercinta Venidora Atok, SE dan anak-anak tersayang Benedictus Very Subay, Diego Leonard Subay, Carolina Virginia Subay dan William Irenius Subay, serta seluruh keluarga atas segala doa tulus ikhlas, kasih sayangnya, perjuangannya dan pelajaran hidup yang sangat berharga serta memberikan semangat dan motivasi kepada saya untuk menyelesaikan sekolah Pascasarjana. Terima kasih kepada teman dan sahabatku Ichsan Luqmana Indra Putra, S.Si, M.Si yang telah membantu saya dalam mengidentifikasi, membuat data base, membantu dalam mengolah data dan diskusi yang sangat berharga. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Pascasarjana Entomologi 2013, Wildan Muhlison, Ridwan IM, Rudi T. Hutasoit, Badrus Sholih, Agung Permadi, Ciptadi AY, Deni Irawan, Herny DP, Susilawati, Dita Megasari, Evie Adriany, Joan AM, Nia K, Herry MS dan teman-teman Pascasarjana Entomologi 2013 lain yang telah banyak membantu dan atas kebersamaannya. Terima kasih kepada para sahabat dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat . Bogor, Agustus 2016 Ricard Gaudens Subay
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Padi Syarat Tumbuh Padi Ladang Hama pada Pertanaman Padi Ladang Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami Budidaya Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara
4 4 5 5 6 7 9
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Pengambilan sampel Identifikasi Serangga Hama dan Musuh Alami Analisis Data
11 11 11 11 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum Lokasi Pengamatan Pertanaman Padi Ladang Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami Peran Serangga pada Pertanaman Padi Ladang Perkembangan Populasi Serangga Hama pada Pertanaman Padi Ladang Perkembangan Populasi Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang Pembahasan Umum
16 16 17 21 29 36 46
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
48 48 48
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
49 53 65
DAFTAR TABEL
1. 2. 3.
Rumus indeks Shannon-Wienner dan Simpson’s Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Keanekaragaman dan kemerataan serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan indeks Shannon-Wienner dan indeks Simpson
14 19
20
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Denah pengambilan sampel serangga pada petak pengamatan pertanaman padi ladang Lokasi pengamatan pertanaman padi ladang Jumlah morfospesies serangga berdasarkan fungsi ekologis pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kekayaan morfospesies setiap ordo serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Komposisi peran serangga pada pertanaman padi ladang Kelimpahan individu herbivor pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu predator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu parasitoid pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu detritivor pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu polinator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu serangga fungsi lain pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Hama utama yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Perkembangan populasi serangga hama pengisap pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Perkembangan populasi serangga hama penggerek batang dan pemakan daun pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
12 16 17 17 18 21 23 24 26 27 27 28 29 31
35
16. 17. 18. 19. 20.
Predator yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Perkembangan populasi Laba-laba pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Perkembangan populasi predator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Parasitoid yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Perkembangan populasi parasitoid yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
37 39 41 42 44
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3.
4.
Kelimpahan individu serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Analisis SHED Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Analisis SHED Keanekaragaman dan kelimpahan serangga per petak pengamatan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Peranan serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan Ordo dan Famili
54 62
62 63
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Dalam era ancaman pangan dunia, kemampuan suatu bangsa untuk meningkatkan ketersediaan pangan yang tinggi secara cepat menjadi bentuk baru kekuatan geopolitik. Ketergantungan populasi dunia terhadap pangan seolah menggambarkan full planet-empty plate (Brown 2012; Buchori 2014) karena ketersediaan pangan harus dipenuhi ditengah kerentanan lingkungan hidup, yang kualitasnya terus terdegradasi, penurunan debit air, serta pemanasan global. Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang. Padi berperan sebagai makanan pokok lebih dari 95% penduduk Indonesia dan menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar petani di pedesaan. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, telah muncul kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula peningkatan kualitas dan keanekaragaman pangan yang diperlukan masyarakat. Akibatnya, Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan berbagai jenis pangan guna mengimbangi pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi (Kementan 2013). Dalam rangka menunjang swasembada pangan, khususnya beras, diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi beras yang berkesinambungan. Berbagai upaya telah dilakukan antara lain melalui peningkatan pendampingan penerapan paket teknologi, pengamatan dan pengendalian serangga organisme pengganggu tanaman (OPT), penyediaan sarana produksi, gerakan olah tanah dan tanam padi, penanganan panen dan pasca panen, dan pemasaran hasil melalui gerakan seluruh stakeholders mulai dari tingkat pusat hingga desa (Trisnaningsih et al. 2014; Kementan 2013). Upaya lain yang dilakukan untuk peningkatan produksi padi adalah melalui pengembangan varietas unggul baru dan penambahan areal panen melalui peningkatan intensitas penanaman (Daradjat et al. 2001). Indonesia pertama kali mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan pencapaian tersebut terancam dengan merebaknya serangan hama wereng batang coklat pada tahun 1985-1986. Dalam tiga tahun (2007-2009) Indonesia mencapai swasembada beras tetapi serangan hama mengakibatkan ribuan hektar lahan pertanaman padi mengalami puso. Penyebab utama merebaknya serangan hama adalah aplikasi pestisida secara terjadwal tanpa memperhatikan keanekaragaman serangga hama dan musuh alami pada ekosistem pertanian. Akibat kurangnya pengetahuan tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami, pola sebaran, populasi dan aspek biologi dasar lainnya. Pemantauan keanekaragaman serangga hama dan musuh alami sangat perlu dilengkapi dengan informasi jumlah individu (kelimpahan) dan fungsi atau perannya pada suatu habitat dan ekosistem (Oliver & Beatti 1996). Kelimpahan serangga hama dan musuh alami sangat ditentukan oleh aktivitas reproduksinya yang didukung oleh lingkungan yang cocok dan tercukupinya kebutuhan sumber makanannya.
2 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami di alam ditentukan oleh bentang alam (landscape), kondisi praktek pertanian dan pola pertanaman suatu wilayah. Sistem pertanian monokultur memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami karena perluasan areal pertanaman monokultur akan menggeser habitat alami dan menurunkan kualitas habitat, hilangnya spesies, dan terjadinya erosi sumber daya genetik (Altieri & Nicholls 2004). Pengembangan tanaman padi ladang merupakan usaha komplementer dalam meningkatkan produksi beras nasional guna meningkatkan ketahanan pangan. Luas panen padi ladang di Indonesia sekitar 1.1-1.2 juta ha atau sekitar 10% dari luas panen padi nasional dengan produksi 2.88 juta ton atau sekitar 5% dari tingkat produksi padi nasional. Produktivitas padi ladang nasional baru mencapai 2.56 ton/ha padahal potensi hasil padi ladang dapat mencapai di atas 6 ton/ha (Norsalis 2010). Toha (2007) menyatakan bahwa secara umum budidaya padi ladang dilakukan petani pada (a) lahan terbuka (ladang/tradisional) dan sekitar bantaran sungai, (b) kawasan perbukitan daerah aliran sungai (DAS), dan (c) sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) muda. Pengembangan budidaya padi ladang mempunyai potensi dan kendala yang berbeda. Pada daerah datar hanya ada sekitar 40% yang potensi hasilnya tinggi, sisanya termasuk daerah kurang subur. Pada kawasan perbukitan perlu didahului dengan tindakan konservasi tanah yang memadai dan perlu ditumpangsarikan dengan komoditas lain dan mengarah kepada pola usahatani berbasis tanaman pangan yang berwawasan konservasi tanah. Dan sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman perkebunan akan dibatasi oleh naungan. Kabupaten Timor Tengah Utara adalah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki topografi ketinggian 0 sampai lebih dari 1000 meter dpl, suhu udara 22 oC-34 oC, kelembaban udara 69-87% dan penyinaran matahari 50-98%. Berdasarkan kondisi ini, Kabupaten Timor Tengah Utara merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan budidaya tanaman padi ladang. Namun dalam teknik budidaya pertanian terdapat perbedaan yaitu: (a) petani yang bermukim di dataran rendah melakukan pengolahan lahan secara intensif, dan (b) petani yang bermukim di dataran tinggi melakukan pengolahan lahan melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar. Petani padi ladang mempunyai banyak keterbatasan seperti teknik budidaya secara tradisional, penggunaan varietas lokal dan belum ada pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) sehingga seringkali terjadi ledakan populasi (outbreak) hama yang dapat merusak puluhan hektar pertanaman padi ladang. Kondisi ini mengakibatkan produksi padi ladang dalam empat tahun terakhir di Kabupaten Timor Tengah Utara cenderung rendah, baik kualitas maupun kuantitas. Penyebab utama rendahnya produksi padi ladang adalah adanya pengelolaan serangan serangga hama yang kurang tepat akibat kurangnya pengetahuan dan informasi tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang. Informasi tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami di Kabupaten Timor Tengah Utara belum tersedia. Penelitian keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami ini dilakukan pada dua ekosistem budidaya pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi dengan maksud untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami
3 yang terdapat pada kedua ekosistem pertanaman padi ladang tersebut di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang (1) keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi, dan (2) berguna bagi penyusunan berbagai kebijakan pengelolaan dan perlindungan terhadap ekosistem pertanian di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
4
TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) termasuk bahan pangan yang dibutuhkan oleh lebih dari separuh penduduk dunia dan merupakan salah satu bahan pangan stabil yang paling penting di dunia dan ditanam di daerah yang beriklim sedang dan tropis. Padi merupakan bahan pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Meskipun dapat digantikan oleh bahan pangan lainnya, padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan dengan bahan makanan lain. Beras mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan tubuh manusia antara lain: kabohidrat, protein, lemak, serat kasar dan vitamin. Selain itu, beras mengandung beberapa unsur mineral yaitu kalsium, magnesium, sodium dan fosfor (AAK 2003). Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk golongan rumput-rumputan (Gramineae). Taksonomi tanaman padi diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae (tumbuhan), subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta (menghasilkan biji) dengan subdivisi Angiospermae, digolongkan dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Gramineae (Poaceae), genus Oryza dan nama spesies Oryza sativa (Utomo & Naza 2003). Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Bagianbagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun sedangkan organ generatif terdiri dari malai, gabah dan bunga. Sejak berkecambah sampai panen tanaman padi memerlukan waktu 3-4 bulan, yang keseluruhannya terdiri dari dua fase pertumbuhan yaitu vegetatif dan generatif (Ismunadji & Manurung 1988). Budidaya tanaman padi di Indonesia secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu padi sawah dan padi gogo (padi huma, padi ladang). Pada sistem padi sawah, tanaman padi sebagian besar dari lama hidupnya dalam keadaan tergenang air. Sebaliknya pada sistem padi gogo/padi ladang, tanaman padi ditumbuhkan tidak dalam kondisi tergenang air. Kombinasi kedua sistem ini dikenal sebagai gogo rancah, yaitu padi ditanam disaat awal musim hujan pada petakan sawah, kemudian secara perlahan digenangi dengan air hujan seiring dengan makin bertambahnya curah hujan (Purwono & Purnamawati 2007). Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu: (1) vegetatif (mulai awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial sampai pembungaan); dan (3) pembungaan (pembungaan sampai gabah matang) (Ismunadji & Manurung 1988). Fase vegetatif tanaman padi merupakan fase perkembangan organ-organ vegetatif seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot dan luas daun. Lama fase ini beragam yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman. Fase reproduksi ditandai dengan; (1) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (2) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif); (3) munculnya daun bendera; (4) bunting; dan (5) pembungaan (Makarim & Suhartatik 2008).
5 Syarat Tumbuh Padi Ladang Pada dasarnya dalam budidaya tanaman, pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling utama adalah tanah dan iklim serta interaksi kedua faktor tersebut. Tanaman padi ladang dapat tumbuh pada berbagai ekologi pertanian dan jenis tanah. Persyaratan utama untuk tanaman padi ladang adalah kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Faktor iklim terutama curah hujan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan budidaya padi ladang. Hal ini disebabkan kebutuhan air untuk padi ladang hanya mengandalkan curah hujan (Norsalis 2010). Kelestarian (sustainability) budidaya padi ladang sangat bergantung pada tiga faktor yaitu udara, air dan zat hara (Hong 2008). Tanaman padi ladang dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah, tanaman padi ladang memerlukan ketinggian 0-650 meter dpl dengan temperature 22-27 oC sedangkan di dataran tinggi 650-1500 meter dpl dengan temperature 19-23 oC. Tanaman padi ladang tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun. Padi ladang ditanam pada musim hujan. Tanaman padi ladang memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan (Norsalis 2010). Tanaman padi ladang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan yang lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah atau kesuburan tanah. Untuk pertumbuhan tanaman padi ladang yang baik diperlukan keseimbangan perbandingan penyusun tanah yaitu 45% bagian mineral, 5% bahan organik, 25% bagian air dan 25% bagian udara pada lapisan tanah setebal 30 cm. Struktur tanah yang cocok untuk tanaman padi ladang adalah struktur tanah yang remah. Tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia diperlukan cukup banyak (Norsalis 2010). Keasaman pH tanah bervariasi dari 5,58,0. Pada pH tanah yang lebih rendah pada umumnya dijumpai gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al, sedangkan bila pH lebih besar dari 8,0 dapat mengalami kekahatan Zn.
Hama pada Pertanaman Padi Ladang Tanaman padi ladang secara alami dapat terinfestasi oleh serangga hama selama pertumbuhan hingga pasca panen. Jenis hama yang biasa menyerang tanaman padi ladang relatif banyak, baik yang berpotensi merusak tanaman padi ladang dalam kategori berat maupun ringan. Hama-hama tersebut dapat menyerang padi ladang baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Mulai dari fase tanaman muda hingga panen. Pengalaman Indonesia menunjukkan, bahwa sejak dilancarkannya program intensifikasi secara besar-besaran, masalah hama dan kehilangan hasil yang disebabkan kompleks hama makin meningkat. Berbagai spesies hama yang sebelum program intensifikasi kurang penting, berubah status menjadi hama yang sangat penting dalam areal intensifikasi padi,
6 seperti hama wereng coklat (Nilaparvata lugens), wereng punggung putih (Sogatella furcifera) dan wereng hijau (Nepotettix virescens) (Oka 2005). Secara umum diketahui bahwa serangga yang berasosiasi dengan tanaman padi di Indonesia tercatat 40 spesies hama dan 70 spesies penyakit, sekitar 20 spesies dapat digolongkan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi yang mempunyai arti ekonomi penting (Oka 2005). Hama-hama yang menyerang tanaman padi diantaranya adalah Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens (Hemiptera: Delphacidae), dan Wereng Punggung Putih Sogatella furcifera (Hemiptera: Delphacidae), Walang Sangit Leptocoriza oratorius (Hemiptera: Alydidae), Penggerek Batang Padi Putih Tryporyza innotata (Lepidoptera: Pyralidae), Penggerak Batang Padi Kuning Tryporiza incertulas (Lepidoptera: Pyralidae), Penggerek Batang Padi Bergaris (Chilo supressalis) dan Penggerek Batang Padi merah jambu (Sesamia inferens (Kalshoven 1981), Ganjur (Orseolia oryzae), Hama Putih Palsu (Cnaphalocrosis medinalis), Hama Putih (Nympula depunctalis), kepik batu (Podops sp), Kepik hijau (Nezara viridula), Kepinding tanah (Scotinophara sp.), ulat grayak (Pseudoletia unipunctia, Spodoptera mauritia), Lalat bibit (Atherigona) (Oka 2005), tikus (Rattus argentiventer, Rattus tiomaticus, Rattus exulans), burung (Kementan 2013).
Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang Musuh alami hama tanaman padi ladang antara lain adalah predator, parasitoid, cendawan, protozoa, bakteri dan virus yang digunakan untuk mengontrol populasi serangga hama. Tajuk tanaman padi dihuni oleh komunitas predator dan parasitoid yang secara bersama berpotensi menekan populasi hama yang menjadi mangsa inangnya. Spesies serangga predator yang telah diketahui sebagai agens pengendali hayati (Oka 2005) adalah ordo Coleoptera terdiri dari famili Coccinellidae dan Carabidae (paling penting), Silphidae, Staphylinidae, Histeriidae, Lampyriidae, Claridae, Cantharidae, Meloidae, Cicindellidae, Dytiscidae dan Gyrinidae. Ordo Neuroptera kebanyakan spesiesnya adalah predator dan yang terpenting adalah Famili Chrysopidae dan Hemerobiidae. Ordo Hymenoptera adalah yang termasuk Famili Formicidae dan Vespidae. Ordo Diptera berasal dari famili Syrphidae, Asilidae, Cecidomyiidae, Bombiliidae, Anthomyiidae, Calliphoridae dan Sarcophagidae). Ordo Hemiptera kebanyakan pemakan tanaman, tetapi sejumlah spesies dari berbagai famili malah sebagai predator yaitu Miridae ( Cyrtorrhinus lividipennis). Shepard et al. (1987) merinci lebih lanjut predator yang berasosiasi pada pertanaman padi adalah sebagai berikut: Kumbang kubah atau kumbang Coccinellid, Micraspis crocea (Mulsant), Harmonia octomaculata (Fabricius) dan Menochilus sexmaculatus (Fabricius) (Coleoptera: Coccinellidae); Kumbang tanah, Ophionea nigrofasciata (Schmidt-Goebel) (Coleoptera: Carabidae); Jengkrik, Metioche vittaticollis (Stal) dan Anaxipha longipennis (Serville) (Coleoptera: Gryllidae); Belalang, (Conocephalus longipennis (de Haan) (Orthoptera: Tettigoniidae); Kepinding tanaman, Polytoxus fuscovittatus (Stal) (Hemiptera: Reduviidae); Capung Jarum, Agriocnemis femina femina (Brauer) (Odonata: Coenagrionidae); Cocopet Euborellia stali (Dohrn) (Dermaptera: Carcinophoridae); Semut, Solenopsis geminate (Fabricius) (Hymenoptera:
7 Formicidae); Laba-laba pemburu, Lycosa pseudoannulata (Boesenberg) (Araneae: Lycosidae); Laba-laba bermata tajam, Oxyopes javanus (Thorell) (Araneae: Oxyopidae); Laba-laba loncat, Phidippus sp (Araneae: Salticidae); Laba-laba kerdil, Callitrichia formosana (Oi) (Araneae: Linyphiidae); Laba-lala bulat, Araneus inustus (L.Koch) (Araneae: Araneidae), Laba-laba rahang panjang, Tetragnatha maxillosa (Thorell) (Araneae: Tetragnathidae). Serangga parasitoid umumnya mempunyai inang yang lebih khas apabila dibandingkan dengan predator. Parasitoid mempunyai peranan penting dalam mengendalikan populasi hama agar tetap terjaga pada kondisi yang secara ekonomi tidak merugikan (Shepard et al. 1987). Beberapa parasitoid yang berasosiasi pada pertanaman padi adalah parasitoid telur penggerek batangtabuhan, Tetrastichus schoenobii (Ferriere) (Hymenoptera: Eulophidae); Parasit telur penggerek batang-tabuhan, Telenomus rowani (Gahan) (Hymenoptera: Scelionidae); Parasit telur kepik hitam-tabuhan, Telenomus cyrus (Nixon) (Hymenoptera: Scelionidae); Parasit larva-tabuhan, Charops brachypterum (Gupta dan Maheswary) (Hymenoptera: Ichneumonidae); Parasit larva penggerek batang-tabuhan, Stenobracon nicevillei (Bingham) (Hymenoptera: Braconidae); Parasit larva penggulung daun-tabuhan, Apanteles angustibasis (Gahan) (Hymenoptera: Braconidae); Parasit larva lalat-tabuhan, Opius sp (Hymenoptera: Braconidae); Parasit larva ulat pemotong-tabuhan, Microplitis manilae (Asmead) (Hymenoptera: Braconidae); Parasit larva/kepompong-tabuhan, Brachymeria sp (Walker) (Hymenoptera: Chalcididae), Parasit larva penggulung daun-tabuhan, Elasmus sp (Hymenoptera: Elasmidae); Parasit wereng daun-lalat kepala besar, Pipunculus mutillatus (Loew) (Diptera: Pipunculidae); Parasit larva Hesperiidlalat, Argyrophylax nigrotibialis (Baranov) (Diptera; Tachinidae).
Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami di alam ditentukan oleh banyak faktor. Faktor yang dapat menentukan keanekaragaman tersebut selain ditentukan oleh bentang alam (landscape) suatu wilayah, ditentukan pula oleh kondisi musim praktek pertanian dan pola pertanaman suatu wilayah. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan. Jumlah spesies pada suatu habitat dipengaruhi oleh beraneka faktor lingkungan yang saling memengaruhi. Secara umum jumlah spesies akan dipengaruhi oleh faktor temporal dan spasial (Begon et al. 2006). Faktor temporal berkaitan dengan sejarah geologi, suksesi, musim dan variasi iklim sedangkan faktor spasial berupa kondisi habitat, penyebaran tumbuhan dan kondisi geografis. Faktor spasial merupakan tingkat produktivitas suatu wilayah berkaitan dengan jumlah sumberdaya yang tersedia. Semakin produktif suatu area maka jumlah spesiesnya yang hidup pada lokasi tersebut semakin meningkat. Namun demikian peningkatan produktivitasnya juga memungkinkan terjadinya penambahan individu setiap spesies dibandingkan penambahan spesies. Keheterogenan habitat memberikan kemungkinan bagi
8 organisme dari berbagai tingkatan untuk dapat hidup berdampingan (Begon et al. 2006). Habitat yang heterogen akan lebih banyak menyediakan variasi habitat mikro dan iklim mikro dibandingkan dengan habitat yang lebih sederhana. Kelimpahan populasi serangga hama dan musuh alami pada suatu habitat ditentukan oleh adanya keanekaragaman dan kelimpahan sumber bahan makanan maupun sumber daya lain yang tersedia pada habitat tersebut. Serangga hama dan musuh alami menanggapi sumber daya tersebut dengan cara yang kompleks. Keadaan bahan makanan yang berfluktuasi secara musiman akan menjadi faktor pembatas bagi keberadaan populasi serangga hama dan musuh alami di suatu tempat oleh adanya kompetisi antar individu. Jumlah dan jenis serangga hama dan musuh alami akan semakin meningkat pada komunitas yang memiliki kuantitas dan kualitas bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan serangga hama dan musuh alami. Antara vegetasi dan serangga terjadi hubungan yang dapat menstabilkan ekosistem pertanaman. Bila salah satu komponen terganggu maka akan memengaruhi keberadaan komponen lainnya. Stefanescu et al. (2004) menyatakan bahwa pertanian modern dengan sistem monokultur menyebabkan penurunan komunitas serangga. Pertanian modern dengan sistem monokultur menerapkan sistem manajemen yang intensif, dimana sistem manajemen intensif berpengaruh negatif terhadap keanekaragaman spesies tertentu, yang ditandai dengan keanekaragaman yang rendah dan adanya spesies tertentu yang dominan. Menurut Altieri dan Nicholls (2004), sistem pertanian monokultur dapat memengaruhi keanekaragaman serangga karena perluasan areal pertanaman monokultur yang akan menggeser habitat alami. Dan penggeseran habitat alami ke habitat buatan akan menurunkan kualitas habitat, hilangnya spesies, dan terjadinya erosi sumberdaya genetik. Selain itu faktor perlakuan pestisida dan herbisida dalam pengelolaan hama dapat menurunkan keanekaragaman serangga. Pestisida dapat mematikan organisme sasaran dan bukan sasaran, sehingga kelimpahan organisme bukan sasaran akan berkurang. Tanaman memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap evolusi dan ekologi perilaku interaksi inang-musuh alami (Price et al. 1980; Godfray 1994). Peranan musuh alami seperti parasitoid dan predator dalam interaksi trofik antara tanaman inang dan serangga herbivor telah mendapat perhatian serius dari para ahli setelah tahun 1980-an (Money et al. 2012). Pengaruh tanaman terhadap interaksi antara musuh alami dan inangnya telah banyak dibahas oleh Price et al. (1980). Dalam kenyataannya, semua komunitas yang hidup di wilayah daratan paling tidak tersusun oleh tingkatan trofik yang berbeda: tanaman, herbivor dan musuh alami dari herbivor. Interaksi yang terjadi antara tumbuhan dan serangga merupakan hal yang kompleks. Perbedaan yang terjadi di satu sisi akan berdampak pada sisi lain. Faktor lingkungan juga memengaruhi interaksi antara tumbuhan dan serangga. Struktur naungan sangat memengaruhi tanaman, herbivor, dan musuh alami, akan tetapi kebanyakan pengaruh struktur naungan pada biomassa tanaman berhubungan tidak langsung dengan perubahan kelimpahan herbivora dan musuh alami. Tanaman menyediakan makanan (nektar, pollen) dan tempat berlindung untuk musuh alami, dengan cara demikian tanaman mendapatkan pelindung yang permanen. Tanaman melepas senyawa volatil yang diinduksi oleh pelukaan dan herbivor yang dapat menarik predator atau parasitoid, ini merupakan sifat pertahanan tidak langsung dari tanaman. Pelepasan senyawa volatil organik dapat
9 juga berfungsi sebagai pertahanan langsung dengan menolak oviposisi herbivor dan mungkin sebagai perantara interaksi antara tanaman dengan tanaman (Kessler & Baldwin 2002). Kerentanan serangga herbivor untuk diserang oleh predator dan parasitoid sering dimediasi oleh interaksi dengan tanaman inang dimana herbivor makan. Herbivor spesialis mengatasi pertahanan tanaman dengan mengambil toxin kimia yang dihasilkan oleh tanaman di dalam tubuhnya sebagai pertahanan melawan musuh alaminya (Moraes & Mescher 2004). Begon et al. (2006) menyatakan bahwa secara umum, keanekaragaman spesies seringkali digunakan untuk mengetahui kestabilan suatu komunitas. Spesies yang beragam dalam suatu komunitas akan membentuk suatu hubungan yang kompleks satu sama lain. Hubungan yang kompleks akan membentuk suatu komunitas yang lebih tahan terhadap gangguan dibandingkan komunitas dengan hubungan yang sederhana. Oleh karena itu semakin tinggi keanekaragaman spesies akan meningkatkan kestabilan suatu komunitas.
Budidaya Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara Pengembangan budidaya padi ladang yang dilakukan petani di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: (1) cara budidaya padi ladang oleh petani yang bermukim di dataran rendah, dan (2) cara budidaya padi ladang oleh petani yang bermukim di dataran tinggi. Pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani yang bermukim di dataran rendah relatif lebih intensif seperti pengolahan tanah, pemupukan dan pergiliran tanaman secara menetap dengan cara dibajak atau dibalik menggunakan linggis atau traktor lahan kering. Tujuan dilakukan pengolahan tanah pada budidaya tanaman padi ladang adalah memperbiki aerasi atau sirkulasi udara tanah, merangsang berkembangnya benih dan sekaligus mengendalikan gulma yang masih hidup dan memperoleh tanah yang cukup gembur dan membuat permukaan tanah rata. Apabila permukaan tanah masih keras dan padat dapat dilakukan olah tanah dua kali. Jika memungkinkan pada saat pengolahan ini dilakukan aplikasi pupuk organik untuk menambah kesuburan tanah dan dapat mengikat air. Selanjutnya lahan siap ditanam sambil menunggu saat turunnya hujan untuk dilakukan penanaman. Petani yang bermukim di dataran tinggi mempersiapkan lahan pertanian secara tradisional melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar. Pada permulaan musim kemarau petani mencari lahan yang cocok untuk dijadikan lahan yaitu tanah yang belum pernah diolah atau sudah lama diolah dan ditinggalkan dalam periode 5-7 tahun. Lahan yang baru dibuka banyak mengandung humus sehingga dapat dikatakan subur untuk media pertumbuhan tanaman padi ladang (AAK 2003). Beberapa tahapan dalam pembukaan lahan yaitu: (a) Penebangan pohon, pada tahap ini dilakukan penebangan pada musim kemarau sekitar bulan JuliSeptember. Penebangan pohon ini biasanya dilakukan secara individu atau gotong royong. Ranting kayu dan semak belukar dibiarkan kering. (b) Membakar kebun baru, pada bulan September-Oktober ketika ranting-ranting kayu dan semak belukar sudah kering maka calon kebun segera dibakar. Pembakaran ini bertujuan menyiapkan lahan untuk tanaman yang dibudidayakan. (c) Pembuatan pagar,
10 setelah calon kebun baru telah siap maka dilakukan pembuatan pagar keliling agar tanaman padi ladang terhindar dari gangguan ternak. (d) Penanaman, pada umumnya setelah selesai pembuatan pagar, bila turun hujan segera dilakukan penanaman. Cara tanam padi ladang ditugal dengan kedalaman 3-5 cm. Benih tiap lubang 3-4 butir dengan jarak tanam 30 x 30 cm. Benih padi ladang yang dibutuhkan 35-40 kg/ha. Tanaman padi ladang biasanya ditanam secara tumpang sari dengan tanaman jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian. (e) Pemeliharaan dilakukan penjagaan terhadap gangguan burung dengan cara menghalau burung pada waktu malai padi ladang menjelang matang atau menguning. (f) Panen. Umur panen padi ladang bervariasi tergantung varietas dan lingkungan tumbuh. Panen dilakukan pada fase masak dengan kenampakan 90% gabah sudah menguning sekitar 110-125 hari setelah tanam (HST). Setelah panen, petani meninggalkan lahan ini dan akan membuka kembali pada 5-7 tahun yang akan datang (Foni 2004). Pertanian melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar, sudah tidak sesuai lagi. Hal ini dapat dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan lahan pertanian semakin berkurang. Sistem perladangan berpindah-pindah ini mengakibatkan air hujan menembus langsung ke tanah dan menimbulkan erosi. Lahan akan menjadi kurus karena humus tanah akan terbawa arus air sehingga lapisan tanah berkurang. Kegiatan perladangan berpindahpindah dengan cara tebas bakar dilakukan petani setiap tahun (AAK 2003)
11
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi milik petani di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Januari-Mei 2015. Identifikasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni-Oktober 2015.
Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formalin 4%, dan alkohol 70% untuk pengawetan serangga hama dan musuh alami sampel. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kaca pembesar, mikroskop binokuler, jaring serangga, pitfall trap, perangkap nampan kuning, botol koleksi serangga, kuas kecil, gelas plastik, sekop kecil, seng, kantung plastik, saringan, alat tulis dan alat dokumentasi.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel serangga hama dan musuh alami dilakukan pada dua sistem budidaya pertanaman padi ladang. Sistem budidaya pertama adalah sistem budidaya pertanaman padi ladang dengan cara pengolahan lahan secara intensif yang dilakukan oleh petani padi ladang yang bermukim di dataran rendah sebanyak 3 petak pengamatan. Sistem budidaya kedua adalah sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar yang biasa dilakukan oleh petani padi ladang yang bermukim di dataran tinggi sebanyak 3 petak pengamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Satu petak pengamatan berukuran 1 000 m2. Pengamatan serangga hama dan musuh alami dilakukan selama satu musim tanam, sejak tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) sampai 14 MST. Pengamatan serangga hama dan musuh alami dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu pengamatan langsung serangga hama dan musuh alami pada tajuk tanaman dan dengan pengamatan tidak langsung. Pengamatan tidak langsung terdiri dari (1) pengamatan serangga hama dan musuh alami permukaan tanah dengan perangkap lubang jebakan, (2) pengamatan serangga hama dan musuh alami dengan jaring, dan (3) pengamatan serangga hama dan musuh alami dengan perangkap nampan kuning. Pengamatan Langsung Serangga Hama dan Musuh Alami Penghuni Tajuk Pengumpulan serangga hama dan musuh alami penghuni tajuk dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung pada 40 rumpun contoh tanaman padi ladang untuk setiap petak pengamatan yang diambil dari bagian tengah petak pengamatan yang ditentukan secara acak sistematis mengikuti garis diagonal petak pengamatan (Gambar 1).
12 Pengamatan secara langsung dilakukan dengan mengamati 40 rumpun contoh tanaman pada rumpun tanaman padi ladang. Pengamatan dilakukan dengan mencatat semua serangga hama dan musuh alami yang ditemukan dan dihitung jumlahnya dalam satu rumpun contoh tanaman padi ladang. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi sekitar pukul 06.00-10.00 WITA dan dilakukan seminggu sekali pada 3-14 minggu setelah tanam (MST). Serangga hama dan musuh alami yang belum teridentifikasi dari satu rumpun contoh tanaman kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol koleksi berisi alkohol 70% dan selanjutnya dilakukan identifikasi di laboratorium dan dihitung jumlahnya. Setelah identifikasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan.
Gambar 1 Denah pengambilan sampel serangga pada petak pengamatan pertanaman padi ladang: unit pengamatan langsung, pitfall trap, yellow pan trap, sweep net. Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami Permukaan Tanah dengan Perangkap Lubang Jebakan (Pitfall trap) Perangkap lubang jebakan (pitfall trap) terbuat dari wadah plastik volume ± 240 ml, berdiameter 7 cm, dengan kedalaman lubang (tinggi wadah) 10 cm. Wadah tersebut diisi dengan larutan formalin 4% kira-kira sampai seperempat volume wadah plastik. Perangkap dipasang pada lahan pertanaman padi ladang yang sebelumnya telah dilubangi sesuai ukuran wadah plastik tersebut. Permukaan tanah dekat dengan bibir wadah diratakan. Untuk mengurangi kemungkinan masuknya air hujan, diatas perangkap dipasang atap yang terbuat dari seng dengan tinggi kira-kira 10-15 cm. Pemasangan perangkap lubang jebakan (pitfall trap) dilaksanakan pada 314 MST. Pemasangan dan pengumpulan perangkap dilakukan pada pagi sekitar pukul 06.00-10.00 WITA. Perangkap dikumpulkan setelah 2x24 jam dipasang di lapangan. Banyaknya perangkap adalah 5 buah untuk setiap petak pengamatan dan dipasang secara diagonal untuk mewakili seluruh petak pengamatan. Selanjutnya serangga hama dan musuh alami yang tertangkap dalam setiap lubang jebakan, kemudian dimasukkan ke dalam botol koleksi berisi alkohol 70% dan diberi label berdasarkan nomor contoh dan letak perangkap. Botol koleksi
13 yang berisi serangga hama dan musuh alami selanjutnya dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, serangga hama dan musuh alami tersebut disaring dengan kain kasa dan kertas saring kemudian dibilas dengan air, lalu kertas saring bersama serangga hama dan musuh alami dipindahkan ke cawan petri untuk selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop. Serangga hama dan musuh alami tersebut diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Selanjutnya serangga hama dan musuh alami yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan. Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami dengan Jaring Serangga (Sweep net) Pengamatan serangga hama dan musuh alami pada tanaman padi ladang juga dilakukan dengan menggunakan jaring serangga (sweep net) untuk menangkap serangga hama dan musuh alami yang aktif terbang yang terdapat pada pertanaman padi ladang. Jaring serangga yang digunakan berukuran diameter 37.5 cm. Serangga hama dan musuh alami yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dikoleksi dengan cara melakukan penjaringan atau sweeping dengan mengayunkan jaring sebanyak 5 kali ayunan ganda pada lima titik berbeda yang mewakili seluruh petak pengamatan. Pengamatan dengan jaring serangga dilaksanakan pada 3-14 MST. Pengamatan dilakukan pada pagi sekitar pukul 06.00-10.00 WITA. Hasil sampling tersebut kemudian dipindahkan ke dalam botol plastik yang berisi alkohol 70% dan diberi label untuk selanjutnya dilakukan identifikasi di laboratorium dan dihitung jumlahnya untuk setiap jenis serangga hama dan musuh alami yang ditemukan serta diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan. Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami dengan Perangkap Nampan Kuning (Yellow pan trap) Pengamatan serangga hama dan musuh alami pada petak pengamatan juga dilakukan dengan menggunakan perangkap nampan kuning (yellow pan trap). Nampan kuning terbuat dari wadah plastik berukuran, alas 15 cm x 25 cm dan tinggi 5 cm. Nampan kuning dipasang pada 5 titik pada petak pengamatan pada garis diagonal. Untuk memerangkap serangga hama dan musuh alami yang hinggap pada nampan kuning tersebut maka terlebih dahulu ke dalam nampan kuning dimasukkan larutan detergen untuk mengurangi tegangan permukaan sehingga serangga hama dan musuh alami yang masuk akan tenggelam dan mati. Nampan kuning dibiarkan di lapangan selama 12 jam yaitu antara pukul 06.0018.00 WITA. Pengamatan serangga hama dan musuh alami dengan perangkap nampan kuning dilakukan setiap minggu yang dilaksanakan pada 3-14 MST. Serangga hama dan musuh alami yang tertangkap kemudian disaring dan disimpan dalam botol plastik berisi alkohol 70% dan diberi label serta diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan.
14 Identifikasi Serangga Hama dan Musuh Alami Serangga hama dan musuh alami yang ditemukan di lapangan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai pada tingkat morfospesies dan penghitungan kelimpahan serangga hama dan musuh alami didasarkan pada jumlah individu setiap morfospesies. Identifikasi serangga hama dan musuh alami dilakukan dengan menggunakan beberapa buku yaitu Kalshoven (1981), Shepard et al. (1987), CSIRO (1991), Borror et al. (1996), Borror dan White (1970), Goulet dan Huber (1993) dan dengan spesimen referensi dari berbagai sumber. Selanjutnya serangga hama dan musuh alami dikelompokkan ke dalam kelompok herbivor, predator, parasitoid, detritivor, polinator, dan fungsi lain berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan.
Analisis Data Data hasil identifikasi serangga hama dan musuh alami ditabulasikan dalam tabel pivot pada perangkat lunak Microsoft Excel untuk menjadi database. Data yang ada kemudian digunakan untuk membuat tabel dan grafik yang diperlukan untuk analisis. Analisis data dilakukan dengan menghitung kekayaan spesies dan tingkat keanekaragaman serangga hama dan musuh alami dengan menggunakan Indeks Shannon-Wienner (H’) dan indeks sebaran (E’) (Magurran 1988). Kelimpahan spesies serangga hama dan musuh alami dianalisis dengan menggunakan indeks kemerataan (D’) dalam Odum (1971) (Tabel 1). Perhitungan nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan dilakukan dengan menggunakan program R Statistic 3.0.2 paket vegan. Data serangga hama dan musuh alami yang dominan disajikan dalam bentuk grafik dengan penjelasan deskriptif. Table 1 Rumus indeks Shannon-Wienner dan Simpson’s Indeks
Persamaan s '
H =- ∑ pi (ln pi ) i=1
Shannon-Wienner
s
D = ∑ pi i=1
H: Indeks Shannon-Wienner pi: Proporsi spesies ke i dalam komunitas E: Nilai sebaran indeks H: Indeks Shannon-Wienner S: Jumlah morfospesies
H' E= ln S Simpson’s
Keterangan
2
D: Indeks Simpson`s p: Proporsi spesies ke i dalam komunitas
Kriteria indeks keanekaragaman menurut Brower dan Zar (1977) menjelaskan bahwa jika H’<1.0 maka keanekaragaman termasuk dalam kategori rendah dengan penyebaran jumlah individu tiap jenis rendah. Jika 1.03.0 menunjukkan keanekaragaman tinggi dengan penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi.
15 Kriteria indeks keseragaman berdasarkan rumus indeks sebaran (Eveness) menjelaskan bahwa jika 0<E<0.5 maka sebaran individu serangga termasuk dalam kategori rendah. Jika 0.5<E<0.75 maka sebaran individu serangga berada pada kriteria sedang dan jika 0.75<E<1.0 maka sebaran individu serangga termasuk dalam kategori tinggi. Penentuan dominansi dengan menggunakan indeks Simpson menjelaskan bahwa indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin kecil nilai indeks dominansi maka menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi, sebaliknya semakin besar dominansi maka menunjukkan ada spesies tertentu yang dominan (Odum 1993).
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Pengamatan Pertanaman Padi Ladang Lokasi pengamatan pertanaman padi ladang dataran rendah, yaitu Desa Maubesi, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, terletak pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan merupakan desa di dataran rendah dengan areal pertanaman padi ladang terluas di Kabupaten Timor Tengah Utara. Rata-rata produktivitas padi ladang sebesar 3.7 ton/Ha. Pengolahan lahan dilakukan lebih intensif secara menetap dengan cangkul, linggis dan traktor lahan kering. Pengolahan tanah dilakukan untuk memperbaiki aerasi atau sirkulasi udara tanah, merangsang berkembangnya biji dan sekaligus mengendalikan gulma. Penanaman dilakukan pada tanggal 12 Januari 2015 dengan cara ditugal, 3-4 bulir benih per lubang dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Penanaman padi ladang dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman jagung, kacang nasi dan umbi-umbian (Gambar 2a). Jarak antar petak pengamatan 3 km dan jarak antara lokasi pengamatan pertanaman padi dataran rendah dan dataran tinggi 35 km. Lokasi pengamatan pertanaman padi ladang dataran tinggi dilaksanakan di Desa Jak dan Desa Tunnoe Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terletak pada ketinggian 650 mdpl. Kondisi lahan berbukit-bukit dengan kemiringan lahan mencapai 40%. Petani di Desa Jak dan Desa Tunnoe melakukan pengolahan lahan secara tradisional melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar. Penanaman padi ladang dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman jagung, ubi kayu, kacang nasi, kacang tiris, kacang tanah, labu dan ketimun (Gambar 2b). Setelah melakukan pemanenan, lahan kemudian ditinggalkan. Pada permulaan musim kemarau, petani mencari lahan baru yang cocok untuk dijadikan kebun. Lahan yang baru dibuka, diyakini mengandung banyak humus sehingga dapat dikatakan subur sebagai media pertumbuhan tanaman. Petani padi ladang (lahan kering) telah secara turun-temurun mewarisi cara bercocok tanam yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Petani terbiasa menggunakan api untuk membuka lahan secara cepat guna dapat menangkap musim hujan yang singkat, menanam varietas lokal yang tahan kekeringan, melakukan budidaya dengan sistem campuran untuk membagi risiko gagal panen. Kebanyakan petani lahan kering masih enggan menggunakan pupuk dan pestisida (Benu & Mudita 2013). a
b
Gambar 2 Lokasi pengamatan pertanaman padi ladang; (a) dataran rendah dan (b) dataran tinggi
17 Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami
Jumlah morfospesies
Pengamatan mingguan selama satu musim tanam padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara mendapatkan total serangga hama dan musuh alami adalah 86 213 individu yang terdiri atas 327 morfospesies, 130 famili, dan 16 ordo, (Lampiran 1). Jumlah morfospesies lebih tinggi terdapat pada pertanaman padi ladang dataran tinggi (308 morfospesies) dibandingkan dengan pertanaman padi ladang dataran rendah (187 morfospesies) (Gambar 3). 96
100 80
85
Dataran rendah
73
65
Dataran tinggi
58
60
32
40
21
31
20
3 5
8
18
0 Herbivor
Predator
Parasitoid
Detritivor
Polinator Fungsi lain
Fungsi ekologis
Gambar 3 Jumlah morfospesies serangga berdasarkan fungsi ekologis pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Dataran rendah
Dataran tinggi
1.21 1.02
3 2.9
1.8 1.5
9.7 9.9
10.7 10.1
14 6.5 8.4
10
13.2 15.6
20 10.5 11.4
Kelimpahan individu
30
19.7
23.7 25.2
Serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dengan persentase kelimpahan individu tertinggi terdapat pada Ordo Hemiptera (23.7%) dan diikuti Ordo Hymenoptera (19.7%). Serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi dengan persentase kelimpahan individu tertinggi terdapat pada Ordo Hemiptera (25.2%), dikuti Ordo Coleoptera (15.6%) dan Ordo Hymenoptera (14%) (Gambar 4).
0
Ordo
Gambar 4 Kelimpahan individu serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu tertinggi terdapat pada Ordo Hemiptera, baik pada pertanaman padi ladang dataran rendah (23.3%) maupun dataran tinggi (25.2%).
18 Kelimpahan paling tinggi dari Ordo ini terdapat pada Famili Alydidae (Leptocorisa oratorius) dan Famili Lygaeidae (Lygaeus sp.). Leptocorisa oratorius merupakan hama penting pada pertanaman padi ladang dan ditemukan dalam jumlah yang melimpah karena kesesuaian ekosistem pertanaman padi ladang maupun di rumput-rumputan sekitarnya sebagai habitat yang dibutuhkan oleh spesies ini. Secara umum, Famili Alydidae merupakan kelompok serangga yang besar dan tersebar sangat luas dan banyak ditemukan pada pertanaman lahan basah dan kering terutama menyerang malai padi yang sedang masak susu. Serangga ini mempunyai kelenjar bau (scent glands) yang bermuara di atas koksa tengah dan belakang yang berkembang baik (Borror et al. 1996). Lygaeus sp. (kepik biji) juga ditemukan dalam jumlah yang melimpah dan paling merusak dalam Famili ini karena selain tanaman budidaya seperti padi, jagung dan gandum, kepik ini juga merusak rumput-rumputan. Kelimpahan individu tertinggi kedua adalah Ordo Hymenoptera. Pada Ordo tersebut, Famili Formicidae (semut) mempunyai peranan yang tinggi dalam kelimpahan serangga. Semut merupakan kelompok organisme terestrial yang memiliki angka keragaman tinggi serta mendominasi pada banyak ekosistem. Semut juga menempati berbagai tingkat trofik dan memberikan kontribusi yang besar untuk berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem (Neves et al. 2010). Kontribusi semut dalam ekosistem pertanian meliputi peranan yang menguntungkan maupun peranan yang merugikan. Kekayaan morfospesies serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah paling tinggi terdapat pada Ordo Hymenoptera (50 morfospesies) dan diikuti Ordo Coleoptera (36 morfospesies). Kekayaan morfospesies serangga tertinggi ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada Ordo Hymenoptera (93 morfospesies) dan diikuti Coleoptera (57 morfospesies) (Gambar 5). 93
Kekayaan spesies
100
Dataran rendah
Dataran tinggi
80
57
60
36
40 20
1721
42 28
44 21
50 20 12
20 14 12
35
20 11
0
Ordo
Gambar 5 Kekayaan morfospesies setiap ordo serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kekayaan morfospesies serangga tertinggi yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi adalah Ordo Hymenoptera. Pada Ordo ini, Famili Formicidae memberikan kontribusi yang tinggi dalam kelimpahan kekayaan morfospesies dan merupakan serangga eusosial yang selalu ditemukan dalam jumlah yang banyak. Hasil ini sejalan
19 dengan penelitian Dunn et al. (2007) yang melaporkan bahwa Famili Formicidae ditemukan dengan kelimpahan tinggi pada daerah-daerah di sekitar hutan hujan tropis. Hal lain yang menyebabkan Ordo Hymenoptera mempunyai kelimpahan spesies yang tinggi selain dari Famili Formicidae juga ditemukan Famili Chalcididae, Apidae, Scelionidae, Braconidae, Vespidae, dan Ichneumonidae merupakan Famili dengan kelimpahan spesies yang tinggi serta ditemukannya berbagai Famili parasitoid lainnya. Jumlah morfospesies serangga lebih tinggi ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi (308 morfospesies), dibandingkan dengan jumlah morfospesies pada pertanaman padi ladang dataran rendah (187 morfospesies). Jumlah individu serangga hama dan musuh alami lebih tinggi ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi (56 736 individu), dibandingkan dengan yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah (29 477 individu) (Tabel 2). Table 2 Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Lokasi pengamatan Dataran rendah Dataran tinggi Keseluruhan
Ordo 15 16 16
Famili 91 128 130
Jumlah Morfospesies 187 308 327
Individu 29 477 56 736 86 213
Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami lebih tinggi ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi dibandingkan dengan dataran rendah. Hal ini dipengaruhi oleh vegetasi di sekitar pertanaman padi ladang dataran tinggi yang didominasi oleh rumput-rumputan dan gulma yang merupakan inang alternatif serangga hama dan musuh alami. Rumputrumputan dan gulma tersebut seperti Paspalum conjugatum (rumput), Ageratum conyzoides (gulma daun lebar), Chromolaena odorata (kirinyuh), Imperata cylindrica (alang-alang), Mimosa pudica (gulma daun lebar), dan Cyperus kyllingia (Teki). Selain itu juga terdapat hutan sekunder yang didominasi oleh tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala), turi (Sesbania grandiflora), kaliandra (Calliandra calothyrsus), gamal (Gliricidia sepium) dan jambu biji. Vegetasi pada pertanaman padi ladang dataran rendah didominasi oleh tanaman padi ladang dengan hamparan yang luas serta beberapa gulma seperti Ageratum conyzoides (gulma daun lebar), Chromolaena odorata (kirinyuh), Imperata cylindrica (alangalang), Mimosa pudica (gulma daun lebar), dan Cyperus kyllingia (Teki). Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami juga dipengaruhi oleh diversitas tanaman budidaya. Tanaman budidaya pada pertanaman padi ladang dataran tinggi sangat beranekaragam terutama varietas lokal yang tahan kekeringan dan tahan rebah untuk mengantisipasi keadaan iklim yang tidak menentu. Petani padi ladang dataran tinggi secara turun temurun melakukan budidaya dengan sistem campuran untuk membagi resiko gagal panen seperti padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang nasi, kacang tiris, kacang tanah, labu dan ketimun. Sedangkan pada pertanaman padi ladang dataran rendah hanya beberapa tanaman seperti padi ladang, jagung, kacang nasi, dan ubi kayu. Lahan pertanaman padi ladang dataran tinggi ditanam untuk satu musim tanam dan pada musim tanam berikutnya petani padi ladang dataran tinggi
20 berpindah ke lahan yang baru. Pada pertanaman padi ladang dataran rendah, padi ladang ditanam setiap tahun dengan pengolahan lahan secara intensif. Pertanaman padi ladang dataran tinggi dikelilingi oleh rumput-rumputan dan hutan sekunder. Banyak hal yang memengaruhi perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Biodiversitas pada ekosistem pertanian tergantung dari empat karakteristik yaitu diversitas vegetasi di sekitar ekosistem pertanian, diversitas tanaman budidaya, intensitas manajemen lahan, dan isolasi ekosistem pertanian dari vegetasi alami (Altieri & Nicholls 2004; Afifah 2015). Keanekaragaman spesies dan interaksi spesies dalam ekosistem pertanian dapat digolongkan dalam hubungan antar spesies yang mencakup semua kemungkinan interaksi. Spesies di daerah tropis memiliki niche yang dekat yang memungkinkan untuk dapat hidup berdampingan dibandingkan dengan daerah sub tropis, sehingga kekayaan spesies pada daerah tropis lebih tinggi. Diduga kekayaan tanaman inang yang lebih beragam di sekitar pertanaman padi ladang, intensitas manajemen lahan, cara pengambilan sampel, dan intensitas pengambilan sampel akan memengaruhi keanekaragaman spesies yang ditemukan (Afifah 2015). Perhitungan keanekaragaman serangga dilakukan dengan formula ShannonWienner (Lampiran 2, Lampiran 3). Keanekaragaman serangga lebih tinggi terdapat pada pertanaman padi ladang dataran tinggi (H’=4.52) dibandingkan dengan pertanaman padi ladang dataran rendah (H’=4.14) (Tabel 3). Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi tergolong sangat tinggi dengan nilai indeks keanekaragaman (H’>3.00) dengan penyebaran individu tiap jenis tinggi. Indeks keanekaragaman serangga berdasarkan indeks Shannon-Wienner menunjukkan perbedaan antara pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi memengaruhi keanekaragaman serangga. Indeks keanekaragaman jika dibandingkan antara ekosistem pertanian dengan ekosistem hutan maka keanekaragaman jauh lebih tinggi terdapat pada ekosistem hutan (Janzen 1987). Table 3 Keanekaragaman dan kemerataan serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan indeks Shannon-Wienner dan indeks Simpson Lokasi pengamatan Dataran rendah Dataran tinggi
Keanekaragaman (H’) 4.14 4.52
Indeks Sebaran (E’) 0.78 0.78
Kemerataan (D’) 0.97 0.98
Indeks kemerataan (Indeks Simpson) mempunyai nilai hampir mendekati 1, yang menunjukkan bahwa pertanaman padi ladang dataran tinggi mempunyai nilai sedikit lebih tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mempunyai kemerataan individu serangga hama dan musuh alami lebih tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa pada pertanaman padi ladang dataran tinggi kelimpahan serangga hama dan musuh alami lebih merata masingmasing morfospesiesnya dibandingkan dengan dataran rendah. Hal ini berkaitan dengan semakin banyak sumber nutrisi dan inang alternatif yang terdapat di sekitar lahan pengamatan padi ladang dataran tinggi yang dapat digunakan untuk melangsungkan kehidupannya.
21 Indeks kemerataan pada ekosistem pertanian juga lebih rendah jika dibandingkan dengan ekosistem hutan. Diduga faktor habitat merupakan faktor yang memengaruhi perbedaan ini, habitat yang masih alami kemerataan serangga hama dan musuh alami tinggi. Pada ekosistem pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keanekaragaman dan kemerataan serangga hama dan musuh alami (Downie et al. 1999; Afifah 2015). Peran Serangga pada Pertanaman Padi Ladang Serangga yang secara umum hanya dikenal berperan sebagai hama tanaman, ataupun vektor penyakit menular, ternyata memiliki banyak peranan penting di alam diantaranya sebagai penyedia (produsen), fasilitator/penyerbukan serta pengurai atau detritivor (Scudder 2009; Buchori 2014). Ditinjau dari segi peranannya, serangga menduduki berbagai tingkat trofik yaitu sebagai herbivor, karnivor, serta dekomposer (Price et al. 2011; Buchori 2014). Serangga dalam ekosistem alaminya dapat berperan sebagai musuh alami (predator dan parasitoid) bagi serangga hama. Serangga juga dapat membantu perkembangan tanaman secara langsung maupun tidak langsung sebagai pollinator dan pengurai serasah (Permana et al. 2012). Dalam pengamatan ini peran serangga dikategorikan menjadi enam kelompok berdasarkan peran serangga di lapangan yaitu herbivor, predator, parasitoid, detritivor, polinator dan fungsi lain. Komposisi peran individu serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dengan persentase tertinggi terdapat pada peran predator (46.46%) kemudian diikuti peran herbivor (39.46%) (Gambar 6A), sedangkan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi dengan persentase tertinggi terdapat pada peran herbivor (42.81%) kemudian diikuti peran predator (39.51%) (Gambar 6B). A
2.33
B
2.31
1.82 1.86
7.26
3.65 6.75
5.77 42.81
39.46
Herbivor Predator 39.51
46.46
Parasitoid Detritivor Polinator Fungsi lain
Gambar 6 Komposisi peran serangga pada pertanaman padi ladang berdasarkan persentase kelimpahannya; (A) dataran rendah dan (B) dataran tinggi Komposisi peran individu serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dengan persentase tertinggi terdapat pada predator (46.46%). Hal ini berkaitan dengan kegiatan pengolahan lahan yang dilakukan dengan cangkul, linggis atau dengan traktor lahan kering. Pada pertanaman padi ladang dataran
22 rendah terdapat beberapa titik atau spot tertentu yang tidak sempat diolah yang dimanfaatkan oleh serangga hama dan musuh alami sebagai tempat beristirahat atau bertahan hidup. Ketika suhu atau cuaca memungkinkan maka serangga hama dan musuh alami dapat berkembang secara bersama-sama dan dapat berinteraksi satu sama lain sesuai peran masing-masing di alam. Komposisi peran serangga pada pertanaman padi ladang dataran tinggi dengan persentase tertinggi terdapat pada herbivor (42.81%). Hal ini berkaitan dengan pengolahan lahan melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar. Pembakaran lahan menimbulkan pengaruh negatif terhadap perkembangan serangga hama dan musuh alami. Ketika pertumbuhan tanaman memasuki fase vegetatif terjadi migrasi serangga hama dan musuh alami dari habitat yang masih alami (hutan sekunder) dan rumput-rumputan di sekitar ekosistem pertanian. Dan perkembangan serangga hama (herbivor) jauh lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan musuh alami (predator dan parasitoid). Soehardjono et al. (2012) menyatakan bahwa kebakaran hutan setelah lebih dari 10 tahun di Kalimantan Timur ternyata komunitas Collembola turun drastis dibandingkan dengan hasil pengamatan 20 tahun sebelumnya. Pada pengamatan ini jenis dan peran serangga yang diperoleh menunjukkan bahwa musuh alami (predator dan parasitoid) paling banyak ditemukan bila dibandingkan dengan peran serangga hama (herbivor). Diduga struktur habitat sekitar pertanaman padi ladang memengaruhi keanekaragaman musuh alami yang ada pada pertanaman padi ladang ini. Banyaknya spesies yang ditemukan pada ekosistem pertanian menunjukkan bahwa kekayaan spesies pada ekosistem pertanian sangat kompleks dimana serangga di dalamnya mempunyai kontribusi masing-masing dalam ekosistem tersebut. Banyak hal yang memengaruhi perbedaan kelimpahan dan jenis serangga yang ditemukan. Herbivor Kelimpahan individu serangga yang ditemukan yang mempunyai fungsi ekologi sebagai herbivor dapat dilihat pada Gambar 7. Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran rendah terdapat pada Ordo Hemiptera yaitu 6 155 individu yang berasal dari Famili Alydidae, Aphididae, Cicadellidae, Delphacidae, Lygaeidae, Membracidae, Pentatomidae dan Psyllidae. Kelimpahan individu serangga dengan fungsi ekologi sebagai herbivor juga ditemukan pada Ordo Lepidoptera 2 779 individu, Orthoptera 1 492 individu, Coleoptera 1 137 individu, Hymenoptera 41 individu, Diptera 25 individu dan Thysanoptera tiga individu. Pada Ordo Lepidoptera individu serangga berasal dari Famili Crambidae, Gracillariidae, Hesperiidae, Lymantriidae, Noctuidae, Nymphalidae, Pyralidae dan Satyridae. Pada Ordo Orthoptera individu serangga berasal dari Famili Acrididae, Gryllotalphidae, Pyrgomorphidae, dan Tetrigidae. Pada Ordo Coleoptera individu serangga berasal dari Famili Brentidae, Chrysomelidae, Curculionidae, Scarabaeidae dan Trogossitidae. Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Formicidae. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Cecidomyiidae, Chironomidae, Chloropidae dan Tephritidae. Pada Ordo Thysanoptera individu serangga berasal dari Famili Phlaeothripidae dan Thripidae. Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada Ordo Hemiptera yaitu 12 311 individu yang berasal
23
Jumlah individu
berasal dari Famili Alydidae, Aphididae, Cicadellidae, Delphacidae, Fulgoridae, Lygaeidae, Membracidae, Pentatomidae, Plataspididae dan Psyllidae. Kelimpahan individu serangga dengan fungsi ekologi sebagai herbivor juga ditemukan pada Ordo Lepidoptera 5 041 individu, Orthoptera 2 926 individu, Coleoptera 3 235 individu, Hymenoptera 658 individu, Diptera 80 individu dan Thysanoptera 39 individu . Pada Ordo Lepidoptera individu serangga berasal dari Famili Arctiidae, Crambidae, Geometridae, Gracillariidae, Hesperiidae, Lymantriidae, Noctuidae, Nymphalidae, Pyralidae dan Satyridae. Pada Ordo Orthoptera individu serangga berasal dari Famili Acrididae, Gryllotalphidae, Pyrgomorphidae, dan Tetrigidae. Pada Ordo Coleoptera individu serangga berasal dari Famili Chrysomelidae, Curculionidae, dan Scarabaeidae. Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Formicidae dan Cynipidae. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Cecidomyiidae, Chironomidae, Chloropidae dan Tephritidae. Pada Ordo Thysanoptera individu serangga berasal dari Famili Phlaeothripidae dan Thripidae. Kelimpahan individu serangga yang mempunyai fungsi ekologi sebagai herbivor didominasi oleh ordo Hemiptera pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi yang berasal dari Famili Alydidae (Leptocorisa oratorius), dan Famili Lygaeidae (Lygaeus sp). L. oratorius merupakan herbivor penting pada pertanaman padi ladang dan ditemukan dalam jumlah yang melimpah karena kesesuaian ekosistem pertanaman padi ladang maupun pada rumput-rumputan di sekitarnya yang merupakan kelompok serangga yang besar dan tersebar sangat luas dan banyak ditemukan pada pertanaman padi lahan basah dan lahan kering terutama menyerang malai padi yang sedang masak susu. Kelimpahan individu juga berasal dari Lygaeus sp. (kepik biji atau kepik hitam) yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah. 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
12311
Dataran rendah
6155 3235 1137
25 80
5041 2779 41658
Dataran tinggi
2926 1492 3 39
Ordo
Gambar 7 Kelimpahan individu herbivor pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Predator Kelimpahan individu serangga predator paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran rendah terdapat pada Ordo Hymenoptera yaitu 4 427 individu dan terendah terdapat pada Ordo Dermaptera yaitu 36 individu (Gambar 8). Kelimpahan individu predator pada pertanaman padi ladang dataran rendah juga terdapat pada Ordo Araneae 3 081 individu, Coleoptera 1 353 individu, Diptera 852 individu, Hemiptera 823 individu, Odonata 876 individu, Mantodea 535
24 individu, Neuroptera 40 individu dan Dermaptera 36 individu. Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Formicidae dan Vespidae. Pada Ordo Coleoptera individu serangga berasal dari Famili Carabidae, Coccinellidae dan Staphylinidae. Pada Ordo Araneae individu laba-laba berasal dari Famili Araneidae, Linyphiidae, Lycosidae, Oxyopidae, Salticidae, Tetragnathidae, Theridiidae dan Thomisidae. Pada Ordo Orthoptera individu serangga berasal dari Famili Gryllidae dan Tettigoniidae. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Asilidae, Ceratopogonidae, Culicidae, Dolichopodidae, Syrpiidae dan Tipulidae. Pada Ordo Hemiptera individu serangga berasal dari Famili Lygaeidae, Miridae, Pentatomidae dan Reduviidae. Pada Ordo Odonata individu serangga berasal dari Famili Coenagrionidae, Chlorocyphidae dan Libellulidae. Pada Ordo Mantodea individu serangga berasal dari Famili Mantidae. Pada Ordo Neuroptera individu serangga serangga berasal dari Famili Chrysophidae dan Myrmeleontidae. Pada Ordo Dermaptera individu serangga berasal dari Famili Forficulidae. 8000
Dataran rendah
Jumlah individu
6460
Dataran tinggi
6000 4000 3081 2000
4427 3846 2919 1942 1979 852 823
1353 3639
860 535
2665 1671 1640 876 4066
0
Ordo
Gambar 8 Kelimpahan individu predator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu predator paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada Ordo Araneae yaitu 6 460 individu dan terendah terdapat pada Ordo Dermaptera yaitu 39 individu. Kelimpahan individu serangga pada pertanaman padi ladang dataran tinggi juga terdapat pada Ordo Hymenoptera 3 846 individu, Coleoptera 2 919 individu, Diptera 1 942 individu, Hemiptera 1 979 individu, Odonata 1 640 individu, Mantodea 840 individu, Neuroptera 66 individu dan Dermaptera 39 individu. Pada Ordo Araneae individu laba-laba berasal dari Famili Araneidae, Linyphiidae, Lycosidae, Oxyopidae, Salticidae, Tetragnathidae, Theridiidae dan Thomisidae. Pada Ordo Hymenoptera individu berasal dari Famili Formicidae, Sphecidae dan Vespidae. Pada Ordo Coleoptera individu serangga berasal dari Famili Carabidae, Coccinellidae, Passaliidae dan Staphylinidae. Pada Ordo Orthoptera individu serangga berasal dari Famili Gryllidae dan Tettigoniidae. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Asilidae, Ceratopogonidae, Culicidae, Dolichopodidae, Syrpiidae dan Tipulidae. Pada Ordo Hemiptera individu serangga berasal dari Famili Lygaeidae, Miridae, Mesovellidae, Nepidae, Pentatomidae, Phyrrhocoridae dan Reduviidae.
25 Pada Ordo Odonata individu serangga berasal dari Famili Coenagrionidae, Chlorocyphidae dan Libellulidae. Pada Ordo Mantodea individu serangga berasal dari Famili Mantidae. Pada Ordo Neuroptera individu serangga berasal dari Famili Chrysophidae, Mantispidae dan Myrmeleontidae. Pada Ordo Dermaptera individu serangga berasal dari Famili Forficulidae. Kondisi ekosistem pertanian yang stabil merupakan kondisi yang selaras, seimbang dan harmoni ditandai oleh diversitas biota yang tinggi dan hama terkendali. Keunggulan predator antara lain terletak pada kemampuan mencari dan menemukan mangsa pada tempat-tempat tersembunyi (Wagiman 2008). Pada pengamatan ini, Ordo Aranea yang dikenal dengan nama laba-laba memberikan kontribusi kelimpahan individu tertinggi. Hal ini diduga karena laba-laba selalu terdapat melimpah di alam dan dapat beradaptasi di berbagai habitat. Umumnya laba-laba tidak berbahaya bagi manusia, hanya beberapa saja yang dapat dianggap merugikan karena racun yang dikeluarkannya. Laba-laba bertindak sebagai predator hama yang cukup efektif. Laba-laba termasuk binatang karnivor dan mempunyai sifat kanibal yaitu sering memangsa laba-laba lain. Kehadiran labalaba di suatu ekosistem ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan populasi hama dan keadaan ekologi ekosistem tersebut (Kalshoven 1981). Kelimpahan individu serangga yang mempunyai fungsi ekologi sebagai predator juga berasal dari Ordo Hymenoptera. Kelimpahan Ordo ini didominasi oleh Famili Formicidae (semut) yang merupakan kelompok organisme terestrial yang memiliki angka keragaman tinggi serta mendominasi pada banyak ekosistem. Semut juga menempati berbagai tingkat trofik dan memberikan kontribusi yang besar untuk berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem dan memainkan peranan yang paling berpengaruh dalam mengatur populasi serangga hama dalam ekosistem pertanian. Parasitoid Kelimpahan individu serangga yang mempunyai fungsi ekologi sebagai parasitoid didominasi oleh Ordo Hymenoptera dan Diptera (Gambar 9). Pada pertanaman padi ladang dataran rendah kelimpahan individu dari Ordo Hymenoptera yaitu 863 individu dan Diptera yaitu 213 individu. Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Braconidae, Ceraphronidae, Diapriidae, Elasmidae, Encyrtidae, Eulophidae, Evaniidae, Ichneumonidae, Trichogrammatidae, Mymaridae, dan Scelionidae. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Tachinidae. Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada Ordo Hymenoptera yaitu 2 681 individu dan terendah terdapat pada Ordo Diptera yaitu 591 individu. Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Bethylidae, Braconidae, Ceraphronidae, Chalcididae, Diapriidae, Dryinidae, Elasmidae, Encyrtidae, Eucoilidae, Eulophidae, Eupelmidae, Eurytomidae, Evaniidae, Ichneumonidae, Mymaridae, Orymiridae, Pompilidae, Platygastridae, Pteromalidae, Scelionidae, dan Trichogrammatidae. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Pipunculidae, Sarcophagidae dan Tachinidae.
26
Jumlah individu
3000
Dataran rendah
Dataran tinggi
2681
2000 863
1000
591 213
0 Diptera
Hymenoptera Ordo
Gambar 9 Kelimpahan individu parasitoid pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Salah satu potensi alami yang dapat dipakai sebagai predator dan parasitoid adalah serangga yang masuk ke dalam kelompok karnivor yaitu serangga pemakan serangga hama atau yang lazim disebut musuh alami. Musuh alami adalah golongan serangga yang dalam kehidupannya secara aktif mencari, memangsa maupun memarasit dan membunuh serangga hama. Parasitoid didefinisikan sebagai serangga yang pada stadia pradewasa (larva) bersifat parasit terhadap herbivor sedangkan fase dewasanya (imago) hidup bebas di alam dengan nektar bunga sebagai makanannya (Price et al. 2011; Buchori 2014). Detritivor Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran rendah terdapat pada Ordo Coleoptera yaitu 1 355 individu (Gambar 10). Pada Ordo ini individu serangga detritivor berasal dari Famili Nitidulidae, Scarabaeidae, dan Tenebrionidae. Kelimpahan individu serangga dengan fungsi ekologi sebagai detritivor juga ditemukan pada Ordo Diptera 343 individu, Orthoptera 128 individu, Collembola 126 individu, Isoptera 104 individu dan Blattodea 62 individu. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Drosophilidae dan Micropezidae. Pada Ordo Collembola terdapat pada Famili Entomobrydae, Isotomidae dan Sminthuridae. Pada Ordo Orthoptera terdapat pada Famili Gryllidae. Pada Ordo Isoptera terdapat pada Famili Termitidae dan pada Ordo Blattodea terdapat pada Famili Blattellidae. Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada ordo Coleoptera yaitu 2 625 individu yang berasal dari Famili Nitidulidae, Scarabaeidae dan Tenebrionidae. Kelimpahan individu serangga dengan fungsi ekologi sebagai detritivor juga ditemukan pada Ordo Diptera 938 individu, Collembola 200 individu, Orthoptera 132 individu, Isoptera 106 individu dan Blatodea 119 individu. Pada Ordo Diptera individu serangga berasal dari Famili Drosophilidae, Micropezidae, Mycetophilidae, dan Stratiomyiidae. Pada Ordo Collembola berasal dari Famili Entomobridae, Isotomidae dan Sminthuridae. Pada Ordo Orthoptera berasal dari Famili Gryllidae, Ordo Isoptera berasal dari Famili Termitidae dan pada Ordo Blattodea berasal dari Famili Blaberidae dan Blattellidae.
27
Jumlah individu
3000
2625
Dataran rendah
Dataran tinggi
2500 2000 1355
1500
938
1000 500
126200
62 119
343
104106
128237
Isoptera
Orthoptera
0 Blattodea Coleoptera Collembola Diptera Ordo
Gambar 10 Kelimpahan individu detritivor pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu serangga sebagai detritivor banyak ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Banyaknya serangga detritivor yang ditemukan, diduga karena banyaknya bahan organik yang masih tersedia pada areal pertanaman. Bahan organik yang tersedia ini berasal dari sisasisa tanaman tahun sebelumnya pada areal pertanaman padi ladang dataran rendah dan sisa-sisa pembakaran pada areal pertanaman padi ladang dataran tinggi. Polinator Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran rendah terdapat pada Ordo Hymenoptera yaitu 481 individu dan terendah terdapat pada Ordo Lepidoptera yaitu 68 individu (Gambar 11). Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Apidae. Pada Ordo Lepidoptera individu serangga berasal dari Famili Pieridae. 774
Jumlah individu
800 600
Dataran rendah
Dataran tinggi
549
481
400 200
68
0 Hymenoptera
Lepidoptera Ordo
Gambar 11 Kelimpahan individu polinator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada Ordo Hymenoptera yaitu 774 individu, dan terendah terdapat pada Ordo Lepidoptera 549 individu. Pada Ordo Hymenoptera individu serangga berasal dari Famili Apidae. Pada Ordo Lepidoptera individu serangga berasal dari Famili Pieridae.
28 Serangga berperan sebagai fasilitator interaksi interspesifik seperti yang terjadi pada proses penyerbukan/pollinasi. Sebanyak 85% tanaman angiospermae memerlukan bantuan serangga dalam proses penyerbukan. Tanpa kehadiran penyerbuk, tanaman tidak dapat bereproduksi dan akan punah. Kelapa sawit merupakan salah satu contoh tanaman yang sangat tergantung polinator. Tanpa kehadiran kumbang polinator Elaeidobius spp kelapa sawit tidak akan berbuah (Buchori 2014). Dalam konteks ekosistem pertanian, serangga memegang dua peranan penting yang tidak tergantikan yaitu serangga sebagai polinator dan serangga sebagai pemakan serangga lain.
Jumlah individu
Fungsi Lain Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran rendah terdapat pada Ordo Diptera yaitu 490 individu yang berasal dari Famili Phoridae, Muscidae, Lonchaeidae dan Calliphoridae. Kelimpahan individu serangga dengan fungsi ekologi sebagai fungsi lain juga ditemukan pada Ordo Coleoptera, yaitu 54 individu yang berasal dari Famili Limnichidae dan Scydmaenidae (Gambar 12). Kelimpahan individu serangga paling tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi terdapat pada Ordo Diptera yaitu 1 204 individu yang berasal dari Famili Phoridae, Muscidae, Calliphoridae dan Lonchaeidae. Kelimpahan individu serangga pada pertanaman padi ladang dataran tinggi juga terdapat pada Ordo Coleoptera 94 individu dan Phasmatodea 12 individu. Pada Ordo Coleoptera individu artropoda berasal dari Famili Bostrichidae, Languriidae, Limnichidae, Meloidae, Phalacridae, Pselaphidae, dan Scydmaenidae. Pada Ordo Phasmatodea individu serangga berasal dari Famili Phasmatidae. 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1204
Dataran rendah
Dataran tinggi
482 54
94
Coleoptera
0 Diptera
12
Phasmatodea
Ordo
Gambar 12 Kelimpahan individu serangga fungsi lain pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Serangga yang ditemukan yang dimasukkan ke dalam golongan fungsi lain adalah serangga yang belum diketahui perannya di lapangan. Pada ordo Phasmatodea (belalang ranting) merupakan serangga yang sangat unik dan menarik karena ukuran tubuhnya relatif besar, perkembangannya relatif lama dan dapat berkamuflase menyerupai ranting dan ditemukan pada tingkat populasi tidak berlimpah sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi ladang.
29 Perkembangan Populasi Serangga Hama pada Pertanaman Padi Ladang Hama yang ditemukan dari pengamatan langsung pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi adalah walang sangit, Leptocorisa oratorius Fabricus (Hemiptera: Alydidae); Kepik biji, Lygaeus sp. (Hemiptera: Lygaeidae); Kepik hijau, Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae); Penggerek batang padi kuning, Scirpophaga incertulas Walker (Lepidoptera: Pyralidae); Mycalesis sp. (Lepidoptera: Satyridae), dan Valanga sp. (Orthoptera: Acrididae) (Gambar 13). Pada lahan pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi tidak dilakukan aplikasi pupuk dan pestisida. Petani padi ladang masih enggan menggunakan pupuk dan pestisida. Oleh karena itu serangga hama maupun musuh alami dapat berkembang secara alamiah. Hama-hama yang ditemukan merupakan hama penting pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Keenam hama ini ditemukan pada semua petak pengamatan yang diamati setiap setiap minggu.
a
c
b
d
e
f Gambar 13 Hama utama yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. (a) Leptocorisa oratorius, (b) Lygaeus sp, (c) Nezara viridula, (d) imago Scirpophaga incertulas, (e) larva Mycalesis sp., dan (f) Valanga sp. Walang Sangit Walang sangit merupakan hama penting pada pertanaman padi ladang dan ditemukan dalam jumlah yang melimpah karena kesesuaian ekosistem pertanaman padi ladang ataupun pada rumput-rumputan di sekitar pertanaman padi ladang sebagai habitat yang dibutuhkan oleh spesies ini. Walang sangit merupakan kelompok serangga yang besar dan tersebar sangat luas dan banyak ditemukan pada pertanaman lahan basah dan lahan kering terutama menyerang malai padi yang sedang masak susu. Walang sangit merupakan hama yang kurang penting di Jawa yang sebagian besar sawahnya beririgasi, tetapi menjadi hama yang cukup merugikan di Sumatra, mulai dari Aceh menelusuri pantai barat
30 sampai Lampung karena pertanaman padinya non irigasi (Kartohardjono et al., 2009). Kalshoven (1981) menyatakan bahwa serangan walang sangit dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 50%. Populasi walang sangit setiap minggu menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 14A). Populasi walang sangit pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dengan populasi tertinggi terjadi pada umur tanaman 8 MST, kemudian menurun pada umur tanaman 9 MST. Pada umur tanaman 10 MST populasi walang sangit mengalami peningkatan dan kemudian terjadi penurunan populasi pada umur tanaman 11 MST sampai akhir pengamatan. Populasi walang sangit pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan sejak 3 MST dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai populasi tertinggi pada umur tanaman 7 MST. Populasi walang sangit mengalami penurunan pada umur tanaman 8 MST sampai akhir pengamatan. Pada saat tidak ada pertanaman padi ladang atau tanaman padi ladang masih stadia vegetatif, walang sangit bertahan hidup atau berlindung pada berbagai tanaman yang ada di sekitar pertanaman padi ladang sebagai tanaman inang alternatif terutama rumput-rumputan. Habitat lahan pertanaman padi ladang memengaruhi perkembangan walang sangit antara lain letak lahan dekat dengan hutan atau padang rumput dan sistem budidaya pertanaman (Kementan 2013). Ketika pertanaman padi ladang mulai berbunga, walang sangit berpindah ke pertanaman padi ladang dan berkembang biak satu generasi sebelum pertanaman padi ladang dipanen. Rumput-rumputan berperan sebagai inang alternatif karena walang sangit bertahan hidup pada rumput-rumputan bila tidak ada tanaman utama. Banyaknya generasi dalam satu hamparan pertanaman padi ladang sangat tergantung pada makanannya dan banyaknya frekuensi tanam padi ladang (Oka 2005). Kartohardjono et al. (2009) melaporkan bahwa 5 ekor walang sangit pada setiap 9 rumpun pertanaman padi akan mengurangi hasil sebesar 15%, sedangkan 10 ekor walang sangit pada 9 rumpun pertanaman padi akan mengurangi hasil sampai 25%. Shepard et al. (1987) menyatakan bahwa musuh alami yang berperan dalam mengendalikan populasi walang sangit adalah Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis dan beberapa jenis parasitoid yang ditemukan pada pengamatan ini. Populasi walang sangit pada pertanaman padi ladang dataran tinggi selalu lebih tinggi daripada dataran rendah pada pengamatan setiap minggu. Hal ini diduga berkaitan dengan habitat alternatif walang sangit pada rumput-rumputan di sekitar pertanaman padi ladang dataran tinggi lebih banyak. Kerusakan yang tinggi biasanya terjadi pada pertanaman padi di lahan yang sebelumnya banyak ditumbuhi rumput-rumputan serta pada pertanaman padi yang bunganya muncul paling akhir (Willis 2001). Habitat lahan memengaruhi perkembangan walang sangit, antara lain letak lahan berdekatan dengan hutan atau padang rumput dan sistem budidaya tanaman. Kepik Biji Kepik biji ditemukan pada batang dan daun tanaman padi ladang dalam jumlah yang melimpah dan paling merusak. Kepik biji menyerang pertanaman padi ladang dengan cara menghisap cairan pada batang, daun dan bulir padi ladang. Selain tanaman budidaya seperti padi, jagung dan gandum, hama ini juga kadang-
31
2
A Dataran rendah Dataran tinggi 1
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Populasi (ekor/rumpun)
2
B Dataran rendah Dataran tinggi 1
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2
C
Dataran rendah 1
Dataran tinggi
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Umur tanaman (MST) Gambar 14 Perkembangan populasi serangga hama penghisap pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (A) walang sangit, (B) kepik biji, dan (C) kepik hijau kadang hidup dan mengambil makanan pada rumput-rumputan Paspalum conjugatum (Watung 1996).
32 Populasi kepik biji setiap minggu menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 14B). Populasi kepik biji pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan mengalami penurunan pada umur tanaman 4 MST. Populasi kepik biji mengalami peningkatan pada umur tanaman 5 MST, kemudian mengalami fluktuasi pada umur tanaman 6-7 MST. Populasi kepik biji mengalami peningkatan pada umur tanaman 8 MST, kemudian mengalami penurunan populasi pada umur tanaman 9-10 MST. Pada 11 MST sampai akhir pengamatan populasi kepik biji mengalami penurunan. Populasi kepik biji pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan mengalami peningkatan tertinggi pada umur tanaman 6 MST. Pada umur tanaman 7 MST populasi kepik biji mengalami penurunan, kemudian meningkat pada umur tanaman 8 MST. Pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan populasi kepik biji mengalami penurunan. Populasi kepik biji pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi ditemukan dalam jumlah yang melimpah dan bergerombol. Kepik biji menyerang pertanaman padi ladang dengan cara menghisap cairan pada daun, batang dan bulir padi ladang. Habitat utama kepik biji ini pada rumput-rumputan Paspalum. Ketika petani melakukan pembersihan atau pengendalian gulma sekitar pertanaman padi ladang, kepik biji berpindah ke pertanaman padi ladang yang mengakibatkan populasinya menjadi meningkat. Ketika pertanaman padi ladang mengering, kepik biji secara berkelompok akan berpindah ke tanaman lain atau rumput-rumputan yang masih mengandung cairan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Borror et al. 1996). Salaki dan Senewe (2012) melaporkan bahwa kepik biji merusak bulir tanaman padi sampai matang susu sehingga menyebabkan pengisian biji menjadi tidak sempurna. Intensitas serangan kepik biji di Kabupaten Minahasa Tenggara sebesar 15.78%. Kompetisi antara kepik biji dan walang sangit dalam menyerang bulir padi terjadi terutama pada saat pertanaman berada pada masa pengisian matang susu. Rumpun pertanaman padi yang lebih dahulu diserang oleh walang sangit tidak diserang oleh kepik biji dan sebaliknya. Menurut Salaki dan Senewe (2012), kepik biji dikendalikan oleh musuh alami berupa Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis dan beberapa jenis parasitoid yang ditemukan pada pengamatan ini. Populasi kepik biji pada pertanaman padi ladang dataran tinggi selalu lebih tinggi daripada dataran rendah pada pengamatan setiap minggu. Hal ini diduga berkaitan dengan habitat alternatif kepik biji pada rumput-rumputan di dataran tinggi yang lebih banyak dan hutan di sekitar pertanaman padi ladang. Kepik Hijau Kepik hijau juga selalu ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Kepik hijau terkadang ditemukan pada pertanaman secara bergerombol pada salah satu rumpun tanaman. Kerugian utama yang diakibatkan oleh kepik hijau disebabkan racun dalam ludahnya yang dapat menyebabkan daun tanaman dan tunas tanaman padi ladang mati. Populasi kepik hijau pada pengamatan setiap minggu menunjukkan pola yang hampir serupa pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi (Gambar 14C). Populasi kepik hijau pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dengan populasi tertinggi terjadi pada umur tanaman
33 6 MST. Populasi kepik hijau kemudian menurun pada umur tanaman 7 MST dan kembali mengalami peningkatan pada umur tanaman 8-9 MST yang merupakan poulasi tertinggi. Pengamatan pada 10 MST sampai akhir pengamatan populasi kepik hijau mengalami penurunan. Populasi kepik hijau pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST kemudian populasi kepik hijau mengalami penurunan pada 4 MST. Pengamatan pada umur tanaman 5-7 MST populasi kepik hijau mengalami peningkatan pada umur 7 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pengamatan pada 8 MST sampai akhir pengamatan populasi kepik hijau mengalami penurunan. Populasi kepik hijau pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi ditemukan dalam jumlah yang melimpah pada pengamatan setiap minggu. Kepik hijau berkembang biak ketika makanan banyak tersedia. Saat makanan langka, kepik hijau bersembunyi pada inang alternatif berupa gulma atau rumput-rumputan di sekitar lahan pertanaman padi ladang. Beberapa musuh alami yang berperan dalam mengendalikan populasi kepik hijau adalah Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp. dan Telenomus sp. (Shepard et al. 1987). Penggerek Batang Padi Kuning Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) merupakan salah satu hama utama tanaman padi. Pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi, penggerek batang yang banyak ditemukan adalah penggerek batang kuning yang ditunjukkan dari banyaknya penerbangan imago yang mempunyai ciri-ciri sayap berwarna kuning dengan titik hitam pada masingmasing sisi. Pengamatan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan penggerek batang padi kuning menyerang pada fase vegetatif (sundep) dan fase generatif (beluk). Populasi penggerek batang padi kuning pada pengamatan setiap minggu mengalami fluktuasi (Gambar 15A). Populasi penggerek batang padi kuning pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan terjadi peningkatan pada umur tanaman 4 MST. Populasi penggerek batang padi kuning kemudian menurun pada umur tanaman 5 MST dan meningkat lagi pada umur tanaman 6 MST yang merupakan populasi tertinggi. Populasi penggerek batang padi kuning kemudian menurun pada umur tanaman 7 MST dan meningkat kembali pada umur tanaman 8 MST. Pada umur 9 MST sampai akhir pengamatan populasinya menurun. Populasi penggerek batang padi kuning pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan populasi penggerek batang kuning mengalami peningkatan sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan populasinya menurun. Populasi penggerek batang padi kuning juga dipengaruhi oleh praktek budidaya yang dilakukan petani, fenologi inang dan lingkungan. Pemberian N yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman menjadi sukulen dan rentan terhadap serangan penggerek batang padi kuning. Namun pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi tidak dilakukan aplikasi pupuk dan pestisida. Keberadaan musuh alami juga menjadi faktor pengendali terhadap serangan penggerek batang padi kuning. Pada pengamatan ini terdapat banyak
34 laba-laba yang dapat berperan sebagai pengendali populasi penggerek batang padi kuning. Musuh alami penggerek batang padi kuning yang sangat penting untuk pengendalian adalah parasitoid telur Telenomus sp. (Hymenoptera: Scelionidae), Trichogramma sp. (Hymenoptera: Trichogrammatidae) dan Tetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) (Kalshoven 1981). Mycalesis sp. Larva Mycalesis sp. ditemukan pada pertanaman padi ladang terutama pada areal bukaan hutan yang baru dijadikan ladang dan di padang rumput. Larva berwarna hijau dan mempunyai dua ekor di bagian belakang. Larva memakan daun padi ladang dan rumput-rumputan. Ketika dewasa kupu-kupu Mycalesis sp. dikenal sebagai kupu-kupu nimfa kayu dan kupu-kupu arctic yang berukuran kecil sampai sedang, berwarna keabu-abuan atau coklat dan mempunyai bintik-bintik seperti mata pada sayapnya (Borror et al. 1996). Perkembangan populasi Mycalesis sp. pada pengamatan setiap minggu menunjukkan pola yang hampir sama, tetapi jumlah populasi Mycalesis sp. lebih tinggi pada pertanaman padi ladang dataran tinggi (Gambar 15B). Populasi Mycalesis sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan terjadi penurunan pada pengamatan 4-5 MST. Populasi Mycalesis sp. mengalami peningkatan pada pengamatan 6-8 MST, dimana pada pengamatan 8 MST merupakan populasi tertinggi. Populasi Mycalesis sp. mengalami penurunan pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan. Populasi Mycalesis sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan terjadi peningkatan sampai pada pengamatan 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Populasi Mycalesis sp. mengalami penurunan pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan. Populasi Mycalesis sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi lebih dominan dibandingkan dengan pertanaman padi ladang dataran rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan habitat alami Mycalesis sp. yaitu pada areal baru bukaan hutan dan rumput-rumputan di sekitar pertanaman padi ladang. Beberapa musuh alami yang berperan dalam mengendalikan populasi Mycalesis sp. adalah Sycanus annulicornis, Microplitis manilae, Brachymeria sp., dan Exorista sp. (Shepard et al. 1987). Valanga sp. Valanga sp. dikenal sebagai pemakan tanaman budidaya yang sangat merugikan petani. Selain menyerang tanaman seperti padi, jagung dan kacangkacangan, Valanga sp. juga dikenal menyerang pohon jati dan pohon kayu-kayuan lainnya. Populasi Valanga sp. banyak ditemukan di rumput-ruputan, daerah kering, pepohonan dan tanaman budidaya. Imago Valanga sp. meletakkan telurtelurnya di dalam tanah dalam suatu kantung dengan lapisan cukup kuat. Setelah menetas, nimfa naik untuk mencari makanan dan mulai merusak tanaman budidaya dengan menggigit daun dari tepi atau bagian tengah dan aktif pada siang hari (Borror et al 1996).
35 2
A Dataran rendah Dataran tinggi 1
0
Populasi (ekor/rumpun)
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2
B
1
Dataran rendah Dataran tinggi
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2
C
Dataran rendah 1
Dataran tinggi
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Umur tanaman (MST) Gambar 15
Perkembangan populasi serangga hama penggerek batang dan pemakan daun pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (A) Penggerek batang padi kuning, (B) Mycalesis sp., dan (C) Valanga sp.
Populasi Valanga sp. pada pengamatan setiap minggu menunjukkan pola yang hampir sama pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi (Gambar 15.C). Populasi Valanga sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan terjadi peningkatan sampai umur tanaman 5 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 6-7 MST
36 populasi Valanga sp mengalami penurunan. Pada pengamatan 8-9 MST, populasi Valanga sp. sedikit mengalami peningkatan. Populasi Valanga sp. mengalami penurunan pada umur tanaman 10 MST sampai akhir pengamatan. Populasi Valanga sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan terjadi peningkatan sampai pada pengamatan 6 MST, kemudian mengalami penurunan pada umur tanaman 7 MST dan meningkat kembali pada umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Populasi Valanga sp. mengalami penurunan pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan. Populasi Valanga sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi selalu ada setiap tahun. Kadang terjadi ledakan populasi yang dapat merusak puluhan hektar tanaman padi ladang. Hal ini diduga berkaitan dengan habitat Valanga sp pada rumput-rumputan dan hutan di sekitar tanaman budidaya. Menurut Shepard et al. (1987) Valanga sp. secara alami dikendalikan oleh beberapa musuh alami seperti Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Scelionidae dan Sarcophagidae.
Perkembangan Populasi Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang Salah satu potensi alami yang dapat dipakai sebagai predator dan parasitoid adalah serangga yang masuk ke dalam kelompok karnivor yaitu serangga pemakan serangga hama atau yang lazim disebut musuh alami. Musuh alami adalah golongan serangga yang dalam kehidupannya secara aktif mencari, memangsa maupun memarasit dan membunuh serangga hama. Parasitoid didefinisikan sebagai serangga yang pada stadia pradewasa (larva) bersifat parasit terhadap herbivor sedangkan fase dewasanya (imago) hidup bebas di alam dengan nektar bunga sebagai makanannya (Price et al. 2011; Buchori 2014). Predator dan parasitoid merupakan spesies kunci dalam pengendalian hayati, karena spesies-spesies tersebut memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter atau struktur suatu ekosistem. Saat spesies kunci ini hilang atau aktivitasnya terganggu maka akan terlihat efek domino dari proses tersebut terhadap sistem. Spesies kunci menjaga keanekaragaman dengan menekan kelimpahan kompetitor dominan sehingga dapat mencegah dominasi spesies tertentu. Musuh alami menjadi penting dalam menjaga keanekaragaman komunitas serangga karena secara langsung maupun tidak langsung mengatur populasi spesies-spesies yang ada. Interaksi antara musuh alami dan inangnya (serangga hama) menghasilkan suatu dinamika yang umumnya dipengaruhi oleh faktor musim dan fenologi tanaman. Struktur lanskap juga akan berpengaruh terhadap kompleksitas musuh alami serta hama yang ada di pertanaman (Buchori 2014). Kelimpahan serangga hama dan musuh alami sangat ditentukan oleh aktivitas reproduksinya yang didukung oleh lingkungan yang cocok dan tercukupinya kebutuhan makanan. Keanekaragaman dan kelimpahan aktivitas reproduksi serangga hama dan musuh alami di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh musim karena musim berpengaruh kepada ketersediaan sumber makanan dan kemampuan hidup serangga hama dan musuh alami yang secara langsung memengaruhi kelimpahan serangga.
37 Predator Musuh alami yang banyak ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi berupa predator dan parasitoid. Predator merupakan mata rantai makanan dalam ekosistem pertanian yang dengan mata rantai lain berfungsi melangsungkan aliran energi sehingga keberadaannya menentukan tingkat kestabilan ekosistem pertanian. Kondisi ekosistem pertanian yang stabil merupakan kondisi yang selaras, seimbang dan harmoni yang ditandai oleh diversitas biota yang tinggi dan hama terkendali. Keunggulan predator antara lain terletak pada kemampuan mencari dan menemukan mangsa pada tempat-tempat tersembunyi (Wagiman 2008). Predator yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi adalah laba-laba Oxyopes javanus Thorell (Araneae: Oxyopidae), Pardosa pseudoannulata Boes & Str (Araneae: Lycosidae), Tetragnatha sp. (Araneae: Tetragnathidae), belalang Conocephalus longipennis DeH (Orthoptera: Tettigonidae), kepik Sycanus annulicornis Dorhn (Hemiptera: Reduviidae), kumbang Coccinella transversalis F. (Coleoptera: Coccinellidae) dan beberapa predator lainnya yang sedikit tingkat populasinya (Gambar 16). Ada juga beberapa predator yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi yang berasal dari ordo Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, dan Odonata. Kelimpahan predator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Salah satu faktor biotik adalah keberadaan makanan dalam hal ini serangga hama yang menjadi mangsa.
a
b
c
d
e
f
Gambar 16 Predator yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (a) Oxyopes javanus, (b) Pardosa pseudoannulata, (c) Tetragnatha sp., (d) Conocephalus longipennis, (e) Sycanus annulicornis dan (f) Coccinella transversalis Laba-laba. Laba-laba dikenal mempunyai sifat kosmopolitan yang dapat ditemukan pada berbagai tipe habitat seperti pemukiman, pekarangan, sawah, kebun dan mempunyai kelimpahan yang tinggi pada vegetasi yang kompleks. Laba-laba yang jumlahnya cukup banyak ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi adalah Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata dan Tetragnatha sp. O. javanus banyak ditemukan di permukaan atas tanaman padi dan lebih menyukai habitat kering sedangkan P.
38 pseudoannulata banyak ditemukan di bagian pangkal batang tanaman padi. Tetragnatha sp. lebih banyak menyukai tempat yang basah dan beristirahat di dalam tajuk daun padi serta memintal jala. Populasi O. javanus menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 17A). Populasi O. javanus nampak menunjukkan pola perkembangan yang berbeda pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi yaitu populasi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan mengalami peningkatan sampai umur tanaman 7-8 MST. Pengamatan pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan populasi O. javanus mengalami penurunan. Populasi P. pseudoannulata pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang hampir sama (Gambar 17B). Perkembangan populasi P. pseudoannulata pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan mengalami peningkatan sampai umur tanaman 8 MST. Pengamatan pada umur tanaman 9 MST mengalami penurunan, kemudian meningkat lagi pada umur tanaman 10 MST. Pengamatan pada umur tanaman 11 MST sampai akhir pengamatan populasi P. pseudoannulata mengalami penurunan. Pada pertanaman padi ladang dataran rendah populasi P. pseudoannulata mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan mengalami peningkatan sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pengamatan pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan populasi P. pseudoannulata mengalami penurunan. Populasi Tetragnatha sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang sangat berbeda (Gambar 17C). Perkembangan populasi Tetragnatha sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 5 MST dan meningkat pada umur tanaman 6-8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9 MST mengalami penurunan, kemudian meningkat kembali pada umur tanaman 10 MST. Pengamatan pada umur tanaman 11 MST mengalami penurunan dan pada pengamatan 12 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan Tetragnatha sp. Populasi Tetragnatha sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan sejak 3 MST dan mengalami peningkatan sampai umur tanaman 9 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pengamatan pada umur tanaman 10 MST sampai akhir pengamatan mengalami penurunan. Secara umum, laba-laba mempunyai respon sensisivitas pada lingkungan dan perubahan struktur vegetasi karena spesies laba-laba mencakup relung dan susunan yang luas yang meliputi spasial dan temporal. Pesebaran laba-laba sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang membatasi kehadirannya pada suatu tempat, seperti suhu, kelembaban, angin, intensitas cahaya, dan faktor biologis (tipe vegetasi, ketersediaan makanan, dan kompetitor lainnya (Foelix 1996). Labalaba merupakan agens pengendali hayati yang sangat potensial untuk berbagai serangga hama karena laba-laba bersifat polifag (Riechert & Lockly 1984) sehingga laba-laba dapat berperan sebagai penyeimbang berbagai ekosistem alami maupun ekosistem buatan.
39 2
A Dataran rendah Dataran tinggi
1
0 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Populasi (ekor/rumpun)
B
Dataran rendah 1
Dataran tinggi
0 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
C
Dataran rendah 1
Dataran tinggi
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Umur tanaman (MST) Gambar 17 Perkembangan populasi Laba-laba pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (A) Oxyopes javanus, (B) Pardosa pseudoannulata, dan (C) Tetragnatha sp. Conocephalus longipennis. Belalang ini biasa dikenal dengan belalang muka posisi miring. Perbedaan dengan belalang biasa adalah antenanya yang panjang yaitu lebih dari dua kali panjang badannya. Belalang C. longipennis memangsa telur kepinding padi, walang sangit, telur penggerek batang dan nimfa wereng batang. Populasi belalang C. longipennis pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang hampir sama (Gambar 18A).
40 Populasi belalang C. longipennis mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 5 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 6-9 MST mengalami fluktuasi. Pada umur tanaman 10 MST sampai akhir pengamatan mengalami penurunan. Populasi belalang C. longipennis pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai 6 MST. Pada umur tanaman 7-10 MST mengalami fluktuasi. Pada umur tanaman 11 MST sampai akhir pengamatan mengalami penurunan. Populasi belalang C. longipennis ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi dalam jumlah yang banyak. Walaupun belalang ini mempunyai peran yang ganda, kadang memakan daun padi dan malai padi tetapi kehadirannya dapat mengendalikan telur kepinding padi, walang sangit, telur penggerek batang dan nimfa wereng batang pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Sycanus annulicornis. Kepik predator ini banyak ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. S. annulicornis membunuh mangsanya dengan menusukkan stylet ke tubuh mangsa dengan mengeluarkan racun sehingga mangsa menjadi lemas, kemudian cairan tubuh mangsa dihisapnya. S. annulicornis adalah salah satu serangga predator yang cukup potensial dimanfaatkan dalam pengendalian hayati, sehingga hama terutama larva dari Ordo Lepidoptera seperti Spodoptera litura dan larva Mycalesis sp. yang ditemukan dalam pengamatan ini dikendalikan secara alamiah. Populasi S. annulicornis pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang serupa (Gambar 18B). Populasi S. annulicornis pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan populasi S. annulicornis mengalami penurunan. Populasi S. annulicornis pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 7 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 8 MST sampai akhir pengamatan populasi S. annulicornis mengalami penurunan. Populasi S. annulicornis ditemukan pada tajuk daun pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi dalam jumlah yang melimpah. S. annulicornis aktif pada siang hari. Ketika mencari mangsa, S. annulicornis berjalan perlahanlahan pada tajuk pertanaman padi ladang, saat mangsa lewat langsung disambarnya dan diterkam, bersamaan dengan itu menusukkan stylet ke tubuh mangsa dengan mengeluarkan racun. Racun ini menyebabkan mangsa menjadi lemas, kemudian mengisap cairan tubuh mangsa. Bila ukuran tubuh mangsa besar, mangsa akan dihisap oleh beberapa ekor S. annulicornis. Coccinella transversalis. Kumbang Coccinellidae merupakan salah satu jenis predator yang mempunyai peran penting dalam mengatur dinamika populasi serangga hama pada pertanaman padi, jagung, kacang-kacangan, talas dan banyak ditemukan di berbagai ekosistem di Indonesia. Kumbang Coccinellid memiliki kisaran mangsa yang cukup luas terutama kutu-kutuan, wereng, dan tungau (Nelly
41 et al. 2015). Perkembangan populasi kumbang C. transversalis pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang fluktuasi (Gambar 18C). 2
A
Dataran rendah
1
Dataran tinggi
Populsai (ekor/rumpun)
0 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
B
1
Dataran rendah Dataran tinggi
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2
C
1 Dataran rendah Dataran tinggi
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Umur tanaman Gambar 18 Perkembangan populasi predator pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (A) Conosephalus longipennis, (B) Sycanus annulicornis, dan (C) Coccinella transversalis
42 Populasi kumbang C. transversalis pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 6 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 7-9 MST populasi kumbang C. transversalis mengalami penurunan dan meningkat kembali pada umur tanaman 10 MST. Populasi kumbang C. transversalis pada umur tanaman 11 MST sampai akhir pengamatan populasi kumbang C. transversalis mengalami penurunan. Populasi kumbang C. transversalis pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9 MST sampai akhir pengamatan populasi kumbang C. transversalis mengalami penurunan. Perbandingan populasi kumbang C. transversalis pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi tidak jauh berbeda. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi ekosistem pertanian yang dilakukan secara tumpang sari antara pertanaman padi, jagung dan kacang-kacangan pada lahan yang sama. Parasitoid Musuh alami yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi selain predator adalah beberapa parasitoid yang dominan yaitu Telenomus sp. (Hymenoptera: Scelionidae), Microplitis manilae (Hymenoptera: Braconidae), Ichneumon sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae), Charops sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae), Brachymeria sp. (Hymenoptera: Chalcididae), dan Exorista sp. (Diptera: Tachinidae) (Gambar 19). Setiap parasitoid mempunyai peranan masing-masing dalam mengendalikan perkembangan populasi serangga hama tertentu pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi.
a
d
b
e
c
f
Gambar 19 Parasitoid yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (a) Charops sp., (b) Ichneumon sp., (c) Brachymeria sp., (d) Telenomus sp., (e) Microplitis manilae, (f) Exorista sp.
43 Charops sp. Parasitoid ini merupakan parasitoid larva (tabuhan) berwarna hitam dengan corak orange pada pangkal antenna, kaki dan abdomen. Tabuhan ini mencari dan memarasit larva penggulung daun, ulat jengkal dan larva penggerek batang padi kuning. Populasi Charops sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang hampir sama (Gambar 20A). Populasi Charops sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 6 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 7-10 MST mengalami fluktuasi. Pada umur tanaman 11 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi Charops sp. Populasi Charops sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan pada umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pengamatan pada umur tanaman 9-10 MST mengalami penurunan dan pada umur tanaman 11 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi Charops sp. Ichneumon sp. Parasitoid Ichneumon sp. merupakan parasitoid larva penggerek batang, berwarna merah hitam dengan pita putih pada ujung abdomen. Satu telur Ichneumon sp. diletakkan pada setiap larva penggerek batang padi kuning. Populasi Ichneumon sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang hampir sama (Gambar 20B). Populasi Ichneumon sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan berfluktuasi sampai umur tanaman 9 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 10-11 MST mengalami penurunan. Pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan populasi Ichneumon sp. tidak ditemukan. Populasi Ichneumon sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan mengalami peningkatan sampai umur tanaman 6 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 7-11 MST populasi Ichneumon sp. mengalami penurunan. Pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan populasi Ichneumon sp.tidak ditemukan. Brachymeria sp. Parasitoid Brachymeria sp. biasanya berwarna hitam mengkilat, femur bagian belakang menggembung dan di bagian bawahnya bergerigi serta ovipositornya pendek. Brachymeria sp. banyak ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran tinggi, sedangkan di pertanaman padi ladang dataran rendah tidak ditemukan. Induk Brachymeria sp. biasanya mencari inang berupa larva atau pupa. Inang akan mati beberapa hari setelah imago meletakkan telur dan membentuk pupa di dalam inang. Biasanya Brachymeria sp. meletakkan telur dalam inang yang telah ditempati oleh parasitoid lain (hiperparasit). Parasitoid golongan ini kurang aktif dalam mencari inang, dan mempunyai tingkat kesuburan (fertilitas) yang rendah. Parasitoid Brachymeria sp. menyerang hama seperti Plusia sp., larva penggulung daun, larva hesperiid dan larva Satyridae. Populasi Brachymeria sp. mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 7 MST yang merupakan populasi tertinggi (Gambar 20C). Pada umur tanaman 8-11 MST populasi Brachymeria sp. mengalami fluktuasi. Pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan
44 populasi Brachymeria sp. mengalami penurunan. Sedangkan pada pertanaman padi ladang dataran rendah tidak ditemukan parasitoid Brachymeria sp. 1
A
1
B
Dataran rendah
0,5
Dataran rendah
0,5 Dataran tinggi
0
Dataran tinggi
0
Ekor/5 ayunan jaring
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
C
1
Dataran rendah
0,5
D
Dataran rendah
0,5
Dataran tinggi
Dataran tinggi
0
0 3 4 5 6 7 8 9 1011121314
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1
E
F
Dataran rendah Dataran tinggi
1
Dataran rendah Dataran tinggi
0,5
0
0 3 4 5 6 7 8 9 1011121314
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Umur tanaman (MST) Gambar 20 Perkembangan Microplitis manilae populasi parasitoid yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi; (A) Charops sp., (B) Ichneumon sp., (C) Brachymeria sp., (D) Telenomus sp., (E) Microplitis manilae, (F) Exorista sp. Telenomus sp. Parasitoid Telenomus sp. berwarna hitam dan menyerang telur penggerek batang padi kuning pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Telenomus sp. meletakkan telurnya pada telur penggerek
45 batang padi kuning yang baru diletakkan sebelum telur penggerek batang padi kuning ditutup dengan rambut. Perkembangan populasi Telenomus sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi dan dataran rendah menunjukkan pola yang hampir serupa (Gambar 20D). Populasi Telenomus sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan sejak umur tanaman 4 MST dan meningkat sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9-11 MST populasi Telenomus sp. mengalami penurunan. Pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi Telenomus sp. Populasi Telenomus sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan sejak umur tanaman 4 MST dan meningkat sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9-11 MST populasi Telenomus sp. mengalami penurunan. Pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi Telenomus sp. Microplitis manilae. Parasitoid M. manilae lebih menyukai habitat tanah kering pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Parasitoid M. manilae lebih khusus memarasit larva ulat grayak dan larva Mycalesis sp. yang ditemukan dalam pengamatan ini. Larva M. manilae dapat diparasit oleh parasit lain yaitu Brachymeria sp. Perkembangan populasi M. manilae pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 20E). Populasi M. manilae pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan berfluktuasi sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 9-11 MST populasi M. manilae mengalami penurunan. Pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi M. manilae. Populasi M. manilae pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan berfluktuasi sampai umur tanaman 8 MST yang merupakan populasi tertinggi. Ppada umur tanaman 9-12 MST populasi M. manilae mengalami penurunan. Pada umur tanaman 13 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi M. manilae. Exorista sp. Parasitoid Exorista sp. penampakannya hampir seperti lalat rumah tetapi lebih besar dan berambut seperti lebah. Lalat parasitoid ini biasanya ditemukan pada daerah terbuka yang terkena sinar matahari langsung, daerah yang banyak bunga dan lahan basah maupun kering. Exorista sp. merupakan parasitoid pada larva ulat grayak, larva Hesperiid dan larva Mycalesis sp. Populasi Exorista sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 20F). Populasi Exorista sp. pada pertanaman padi ladang dataran tinggi mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan berfluktuasi sampai umur tanaman 9 MST yang merupakan populasi tertinggi. Pada umur tanaman 10 MST sampai akhir pengamatan populasi Exorista sp. mengalami penurunan. Populasi Exorista sp. pada pertanaman padi ladang dataran rendah mulai ditemukan sejak umur tanaman 3 MST dan meningkat sampai umur tanaman 6 MST yang merupakan populasi tertinggi. Ppada umur tanaman 7-11 MST populasi Exorista sp. mengalami fluktuasi dan pada umur tanaman 12 MST sampai akhir pengamatan tidak ditemukan populasi Exorista sp.
46 Pembahasan Umum Sistem budidaya tanaman berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga pada ekosistem pertanian. Sistem budidaya pada pertanaman padi ladang yang dilakukan petani di Kabupaten Timor Tengah Utara yaitu; (1) sistem budidaya padi ladang melalui pengolahan lahan secara intensif di dataran rendah, dan (2) sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar di dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan serangga pada kedua sistem budidaya padi ladang bervariasi. Variasi tersebut dapat berupa variasi spesies, variasi antar spesies dan variasi ekosistem pertanian. Keadaan lingkungan hidup yang berbeda akan berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati dan jenis makhluk hidup. Hal tersebut juga berlaku terhadap serangga karena faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan serangga. Serangga hama yang berpotensi merusak pertanaman padi ladang pada kedua sistem budidaya padi ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara adalah walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan kepik biji (Lygaeus sp.). Kedua serangga hama ini sangat dominan dengan populasi yang tinggi. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga hama ini langsung menyerang malai padi yang sedang masak susu dan mengakibatkan perkembangan biji tidak sempurna. Musuh alami yang dapat mengendalikan serangga hama dan harus tetap terpelihara pada kedua sistem budidaya padi ladang ini adalah laba-laba (Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata dan Tetragnatha sp.). Laba-laba ini sangat potensial untuk mengendalikan berbagai serangga hama karena bersifat polifag dan berperan sebagai penyeimbang berbagai ekosistem alami maupun ekosistem pertanian. Faktor lingkungan yang membatasi kehadiran laba-laba pada suatu tempat seperti suhu, kelembaban, angin, intensitas cahaya, dan faktor biologis ( tipe vegetasi, ketersediaan makanan, dan kompetitor lainnya. Laba-laba juga sangat rentan terhadap pembakaran lahan dan aplikasi pestisida. Oleh karena itu persiapan lahan pertanian diupayakan untuk menekan pembakaran lahan dan mengurangi penggunaan pestisida. Apabila musuh alami mati maka populasi serangga hama dapat berkembang dengan cepat dan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Keanekaragaman dan kelimpahan serangga lebih tinggi ditemukan pada pertanaman padi ladang dengan sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar di dataran tinggi, dibandingkan dengan sistem budidaya dengan cara pengolahan lahan secara intensif di dataran rendah. Hal ini dipengaruhi oleh vegetasi di sekitar pertanaman padi ladang dengan sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar yang didominasi oleh rumput-rumputan dan gulma yang merupakan inang alternatif serangga. Rumput-rumputan dan gulma tersebut seperti Paspalum conjugatum (rumput), Ageratum conyzoides (gulma daun lebar), Chromolaena odorata (kirinyuh), Imperata cylindrica (alang-alang), Mimosa pudica (gulma daun lebar), dan Cyperus kyllingia (Teki). Selain itu juga terdapat hutan sekunder yang didominasi oleh tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala), turi (Sesbania grandiflora), kaliandra (Calliandra calothyrsus), gamal (Gliricidia sepium) dan jambu biji. Pertanaman padi ladang pada sistem budidaya dengan cara pengolahan lahan secara intensif di dataran rendah didominasi oleh tanaman padi ladang dengan
47 hamparan yang luas serta beberapa gulma seperti Ageratum conyzoides (gulma daun lebar), Chromolaena odorata (kirinyuh), Imperata cylindrica (alang-alang), Mimosa pudica (gulma daun lebar), dan Cyperus kyllingia (Teki). Keanekaragaman dan kelimpahan serangga juga dipengaruhi oleh diversitas tanaman budidaya. Tanaman budidaya pada pertanaman padi ladang dengan sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar di dataran tinggi sangat beranekaragam terutama varietas lokal yang tahan kekeringan dan tahan rebah untuk mengantisipasi keadaan iklim yang tidak menentu. Petani padi ladang dataran tinggi secara turun temurun melakukan budidaya dengan sistem campuran untuk membagi resiko gagal panen seperti padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang nasi, kacang tiris, kacang tanah, labu dan ketimun. Pertanaman campuran beberapa jenis tanaman ini merupakan cara budidaya untuk mengendalikan berbagai jenis organisme pengganggu tanaman dan sekaligus cara untuk mengurangi risiko gagal panen yang dapat disebabkan oleh kekeringan maupun oleh kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme pengganggu tanaman. Bahkan melakukan penanaman campuran merupakan tindakan perlindungan tanaman, berbagai jenis tanaman budidaya yang tumbuh bersama-sama dapat mengurangi daya saing gulma. Pertanaman padi ladang dengan pengolahan lahan secara intensif di dataran rendah hanya beberapa tanaman seperti padi ladang, jagung, kacang nasi, dan ubi kayu. Diversitas tanaman budidaya ini merupakan cara efisien pemanfaatan air hujan dan kapasitas tanah untuk mempertahankan kelembaban tanah. Lahan pertanaman padi ladang dengan sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar di dataran tinggi ditanam untuk satu musim tanam dan pada musim tanam berikutnya petani padi ladang dataran tinggi berpindah ke lahan yang baru. Pada pertanaman padi ladang di dataran rendah, padi ladang ditanam setiap tahun dengan pengolahan lahan secara intensif pada lahan yang sama. Pertanaman padi ladang dengan sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar di dataran tinggi dikelilingi oleh rumput-rumputan dan hutan sekunder. Banyak hal yang memengaruhi perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi. Biodiversitas pada ekosistem pertanian tergantung dari empat karakteristik yaitu diversitas vegetasi di sekitar ekosistem pertanian, diversitas tanaman budidaya, intensitas manajemen lahan, dan isolasi ekosistem pertanian dari vegetasi alami (Altieri & Nicholls 2004; Afifah 2015).
48
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada pertanaman padi ladang di dataran rendah peran serangga sebagai predator lebih dominan, sedangkan di dataran tinggi peran serangga sebagai herbivor lebih dominan. Hama penting yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi adalah walang sangit (Leptocorisa oratorius), kepik biji (Lygaeus sp.), kepik hijau (Nezara viridula), Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas), Mycalesis sp. dan Valanga sp. Predator yang ditemukan adalah Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis, Sycanus annulicornis, dan Coccinella transversalis. Parasitoid yang ditemukan adalah Charops sp., Ichneumon sp., Brachymeria sp., Telenomus sp., Microplitis manilae, dan Exorista sp.
Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut. Hal yang perlu diperhatikan adalah memilih salah satu serangga hama dan musuh alami untuk melihat perkembangannya pada pertanaman padi ladang.
49
DAFTAR PUSTAKA [AAK] Aksi Agraris Kanisius. 2003. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta (ID): Kanisius. Afifah L. 2015. Pengaruh Pola Pengelolaan Kesehatan Tanaman terhadap Struktur Komunitas Serangga pada Tanaman Kedelai di Ngale, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Altieri MA, Nicholls CI. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystems. Second Edition. Binghamton (NY): Food Product Press. Begon M, Harper JL, Townsend CR. 2006. Ecology, Population and Communities. Second Edition. London (UK): Blackwell Sci. Publ. Benu FL, Mudita IW. 2013. Revitalisasi Lahan Kering. Diskusi Ringan Seputar Lahan Kering dan Pertanian Lahan Kering. Jakarta (ID): JP II Publishing Hause. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke 6. Terjemahan dari: An Introduction to the study of Insects. Sixth edition. Partosoedjono S, penerjemah. Brotowidjoyo MD, penyunting. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Borror DJ, White R. 1970. A Field Guide to Insects America North of Mexico. Boston (US): Hounghton Mifflin Company. Brower JE, Zar JH.1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Iowa (US): WM. J. Brown Company Publisher. Brown L. 2012. Full Planet, Empty Plates the New Geopolitics of Food Scarcity. New York (US): W.W. Norton & Company. Buchori D. 2014. Pegendalian Hayati dan Konservasi Serangga untuk Pembangunan Indonesia Hijau. Orasi Ilmiah Guru Besar, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor 24 September 2014. 83 h. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. 1991. The Insects of Australia: A Textbook for Students and Research Workers. Second edition. Victoria (AU): Melbourne University Press. Daradjat AA, Suwarno B, Abdullah TJ, Soewito BP, Ismail, Simanulang ZA. 2001. Status Penelitian Pemuliaan Padi untuk Memenuhi Kebutuhan Pangan Masa Depan. Sukamandi (ID): Balai Penelitian Tanaman Padi. Downie IS, Wilson WI, Abernethy VJ, McCracken DI, Foster GN, Ribera I, Murphy KJ, Waterhouse A. 1999. The impact of different agricultural landuses on epigeal spider diversity in Scotland. J Insect Conserv 3:273-286. Dunn RR, Sander NJ, Fitzpatrick MC, EdLaurent, Lessard JP, Agosti D, Andersen AN, Bruhl C, Cerda X, Ellison AM et al. 2007. Global ant (Hymenoptera: Formicidae) biodiversity and biogeography-a new data base and its possibillities. Myrmecological News. 10:77-83. Foelix RF. 1996. Biology of Spider. 2nd ed. New York (US): Oxford University Press, inc. & Georg Thieme Verlag. Foni W. 2004. Budaya Bertani Atoni Pah Meto, Timor - Nusa Tenggara Timur. Salatiga (ID): Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Godfray HCJ. 1994. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey (US): Princeton University Press.
50 Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the world. An Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Canada Communications Group. Hong GB. 2008. Masa Depan Budidaya Padi Gogo. Di dalam: Kusumastanto T, Sumarwan U, Poerwanto R, Manalu W, Haluan J, Rahayu HIS, Kusmana C, Setiawan BI, Koesmayono Y, Penyunting. Pemikiran Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Perspektif Ilmu-Ilmu Pertanian dalam Pembangunan Nasional. Bogor (ID). Dewan Guru Besar Institut Pertanian Bogor. Ismunadji M, Manurung SO. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Penyunting. Padi I. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Janzen DH. 1987. Insect diversity of a Costa Rican dry forest: why keep it, and how?. Bio J Linnaean Soci. 30: 343-356. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA Van Der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Kartohardjono A, Kartoseputro D, Suryana T. 2009. Hama Padi Potensial dan Pengendaliannya. Bogor (ID). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Teknis, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Keesler A, Baldwin IT. 2002. Plant-mediated tritrophic interactions and biological pest control. Ag Biotech Net 4:1-7. Makarim AK, Suhartatik E. 2008. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Jakarta (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Measurement. New Jersey (US): Princeton University Press. Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford (UK): Blackwell Publishing Company. Mooney KA, Pratt RT, Singer MS. 2012. The tri-trophic interaction hypothesis; interaction effects of host plant quality, diet breath and natural enemies on herbivores. Plos one.7:e34403 doi:10.1371/jurnal.pone.0034403. Moraes CM, Mescher MC. 2004. Biochemical crypsis in the avoidance of natural enemies by an insect herbivore. PNAS. 101 (204): 8993-8997. Nelly N, Yaherwandi, Effendi MS. 2015. Keanekaragaman Coccinellidae predator dan kutu daun (Aphididae spp) pada ekosistem tanaman cabai. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 20 Desember 2014. Depok (ID): 247-253. Neves FS, Rodrigo FB, Mario ME, Jacques HCD, Fernandez GW, Azofeifah GAS. 2010. Diversity of arboreal ants in Brazilian tropical dry forest: effects of seasonality and successional stage. Sociobiology. 56 (1):1-18 Norsalis E. 2010. Padi sawah dan padi gogo. Di dalam: Yaniswara WR, Setyaningrum T, Suprihanti A, Wahyurini E, Arumsari V, Editor. Padi sawah dan padi gogo. Tinjauan secara Morfologi, Budidaya dan Fisiologi. Prosiding Seminar Nasional Ketahanan Pangan dan Energi; 2010 Desember 02. Yogyakarta (ID): Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecocogy. Philadelphia (US): WB Saunders Company.
51 Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Oka IN. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Oliver L, Beatti AJ. 1996. Invertebrate morphospecies as surrogates for species: a case of study. Conservation Biology. 10 (1): 99-109. Permana YD, Fitiyah F, Nur K. 2012. Keragaman jenis dan peranan Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Pertanaman Cabai dan Buah Naga di Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) Universitas Gadjah Mada. Di dalam: Pudjianto, Editor. Peran dan Tantangan Entomologi di Era Global. Prosiding Kongres VIII dan Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia; 2012 Januari 24-25; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Prihatman K. 2000. Budidaya Padi, Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Price PW, Bouton CE, Gross P, McPheron BA, Thompson JN, Weis AE. 1980. Interaction among three trophic levels: influence of plants on interactions between insect herbivores and natural enemies. Ann Rev Ecol Syst. 11:4165. Price PW, Denno RF, Eubanks MD, Finke DL, Kaplan I. 2011. Insects Ecology: Behavior, Populations and Communities. New York (US): Cambridge University Press. Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Riechert SE, Lockly T. 1984. Spider as biological control agents. Ann. Rev. Entomol. 29: 229-320. Salaki CL, Senewe E. 2012. Penyebaran populasi hama Paraeucosmetus sp. di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Eugenia. 18 (2): 96-101. Scudder GGE. 2009. The Importance of Insects. Inggris (UK): Blackwell Publishing. Shepard BM, Barrion AT, Litsinger JA. 1987. Mitra Petani Padi SeranggaSerangga, Laba-Laba dan Patogen yang Membantu. Terjemahan: Untung K dan Wirjosuharjo S. Laguna Philipina (PH): International Rice Research Institut Los Banos. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects, Consepts and Applications. Oxford (UK): Blackwell Science Ltd. 169-179. Stefanescu C, Herrando S, Paramo F. 2004. Butterfly spesies richness in the North-West Mediteranian Basin ; the role of natural and human-induced factor. J Biogeogr. 31: 905-915. Suhardjono YR, Deharveng L, Bedos A. 2012. Biologi-Ekologi-Klasifikasi Collembola (Ekorpegas). Bogor (ID): Vega Briantama Vandanesia. Toha HM. 2007. Peningkatan produktivitas padi gogo melalui penerapan tanaman terpadu dengan introduksi varietas unggul. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 26 (3): 180-187. Trisnaningsih, Kartohardjono A, Muhsin M. 2014. Kelimpahan hama dan musuh alami utama padi varietas unggul baru pada musim kemarau dan musim hujan. Di dalam: Pudjianto, Editor. Peran dan Tantangan Entomologi di Era Global. Prosiding Kongres VIII dan Seminar Nasional Perhimpunan
52 Entomologi Indonesia; 2012 Januari 24-25; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Utomo M, Naza. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Wagiman FX. 2008. Predator sebagai agens Pengendalian Hayati Hama. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 16 April 2008. 22 h. Watung FW. 1996. Morfologi dan biologi Paraeucosmetus sp (Hemiptera: Lygaeidae) yang hidup pada tanaman padi dan rumput Paspalum (Paspalum conjugatum Berg). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Willis M. 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut. Banjarbaru (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
53
LAMPIRAN
54 Lampiran 1 Kelimpahan individu serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi Ordo
Araneae
Famili
Araneidae Linyphiidae Lycosidae
Oxyopidae Salticidae
Tetragnathidae Theridiidae Thomisidae
Spesies
Araneus sp. Gasteracantha sp. Atypena sp. Lycosa sp. 1 Lycosa sp. 2 Pardosa pseudoannulata Oxyopes javanus Oxyopes sp. Diplonea sp. Harmochirus sp. Myrmacoarachne sp. Phintella sp. 1 Phintella sp. 2 Salticus sp. Tetragnatha sp. Achaearanea sp. Chrysso sp. Misumena sp. Thomisus sp. Xysticus sp.
Blattodea
Blaberidae Blattelidae
Picnoscelus sp. Parcoblatta latta Parcoblatta sp.
Coleoptera
Attelabidae Bostrichidae Brentidae Carabidae
Paratracelophorus sp. Dendroctonus sp. Euschizus sp. Anoplogenius sp. Claenius sp. Mesolestes sp. Pterostichus sp. Acanthoscelidus sp. Altica cyanea Aulacophora indica Brontispa longissima Callosobruchus sp. Cassida sp. Chaetocnema sp. Dicladispa sp. Lema sp. Lema vitratta
Chrysomelidae
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi
Peran
120 165 5 77 0 783 738 51 4 0 1 2 0 0 759 105 91 1 1 179
309 351 43 539 3 1166 1302 446 26 298 2 290 1 1 1073 263 330 1 13 3
Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predaror Predator Predator
0 62 0
31 81 7
Detritivor Detritivor Detritivor
0 0 1 2 2 3 332 29 228 0 2 1 1 14 0 0 535
12 6 0 331 0 2 318 299 372 2 7 241 0 504 6 3 420
Herbivor Fungsi lain Herbivor Predator Predator Predator Predator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor
55 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Famili
Spesies
Coccinellidae
Chilocoris politus Chilocoris nigritus Chilocoris sp. Coccinella septempunctata Coccinella sp. Coccinella transversalis Harmonia axyridis Menochilus sexmaculatus Coleoptera sp. Baris sp. 1 Baris sp. 2 Curculio sp. Epimeces sp. Hypomeces squamosus Madarellus sp. Ilybius sp. Anadastus sp. Limnichus sp. Lytta sp. Mylabris sp. Amphicrossus niger Amphotis sp. Carpophilus brachypterus Carpophilus dimidiatus Carpophilus lugrubis Carpophilus sp. Nitidula sp. Urophorus humeralis Urophorus sp. Passalus sp. Litochrus sp. Paussus sp. Adoretus sp. Ontophagus javanus Scydmaenus sp. Lathrobium sp. Paederus fuscipes Sepenophilus sp. Tasgius sp. Zyras sp. 1 Zyras sp. 2 Tenebrio monitor Tenebrio sp. Ostoma sp.
Curculionidae
Dytiscidae Languriidae Limnichidae Meloidae Nitidulidae
Passallidae Phalacridae Pselaphidae Scarabaeidae Scydmaenidae Staphylinidae
Tenebrionidae Trogossitidae Collembola
Entomobrydae
Entomobrya sp. Lepidocyrtus sp. Pseudosinella sp. Seira sp.
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi
Peran
13 0 0 3 11 367 0 436 0 262 1 22 0 0 39 1 0 48 0 0 627 0 3 0 1 351 9 0 23 0 0 0 3 335 6 5 178 2 2 0 0 2 4 2
189 2 1 429 3 539 3 521 1 383 13 54 177 1 363 8 9 40 1 1 892 12 6 1 6 688 1 1 450 1 2 2 381 575 35 234 328 7 7 9 1 0 2 0
Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Fungsi lain Fungsi lain Herbivor Fungsi lain Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor Predator Fungsi lain Fungsi lain Herbivor Detritivor Fungsi lain Predator Predator Predator Predator Predator Predator Detritivor Detritivor Herbivor
14 4 0 0
12 19 1 7
Detritivor Detritivor Detritivor Detritivor
56 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi
Famili
Spesies
Isotomidae Sminthuridae
Isotomus sp. Sminthuria sp.
74 34
154 7
Detritivor Detritivor
Dermaptera Forficulidae
Euborellia sp. Forficulla auricularia
36 0
37 2
Detritivor Detritivor
Diptera
Dioctria sp. Neoitamus sp. Leptogaster sp. Calliphora sp. Phaenicia sp. Contarinia sp. Orseolia oryzae Culicoides sp. Forcipomyia sp. 1 Forcipomyia sp. 2 Chironomus sp. Chlorops sp. Epichlorops sp. Toxorrhynches sp. Amblypsilopus sp. Neurigona sp. Sciapus sp. Drosophilla melanogaster Drosophilla sp. Dasiops sp. Lonchaea sp. Micropeza sp. Coenasia sp. Musca domestica Mycetophilla sp. Megaselia scalaris Pora sp. Pipunculus sp. Psycoda sp. Sarcophaga carnaria Sepedon sp. Hermetia illucens Brachyopa sp. Episyrphus sp. Ischiodon scutellaris Ceromya silacea Exorista sp. Gymnosoma sp. Wagneria sp. Bactrocera sp. Campioglossa sp. Dacus sp. Euaresta sp. Procecidochares connexa Tipula sp.
274 147 0 0 2 0 11 0 18 0 1 7 0 9 5 2 33 3 182 20 1 156 1 210 0 248 0 0 0 0 0 0 354 0 0 0 212 0 0 0 2 1 2 2 10
440 431 2 1 17 27 5 6 170 1 9 27 2 4 9 31 25 8 474 114 9 446 1 536 2 519 1 1 1 1 1 1 551 235 13 4 584 1 2 3 10 0 0 3 25
Predator Predator Predator Fungsi lain Fungsi lain Herbivor Herbivor Predator Predator Predator Herbivor Herbivor Herbivor Predator Predator Predator Predator Detritivor Detritivor Fungsi lain Fungsi lain Detritivor Fungsi lain Fungsi lain Detritivor Fungsi lain Fungsi lain Parasitoid Fungsi lain Parasitoid Fungsi lain Detritivor Predator Predator Pedator Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator
Asilidae
Calliphoridae Cecidomyiidae Ceratopogonidae
Chironomidae Chloropidae Culicidae Dolichopodidae
Drosophilidae Lonchaeidae Micropezidae Muscidae Mycetophilidae Phoridae Pipunculidae Psychodidae Sarcophagidae Sciomyzidae Stratiomyiidae Syrpidae
Tachinidae
Tephritidae
Tipulidae
Peran
57 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Famili
Spesies
Hemiptera
Alydidae
Leptocorisa oratorius Leptocorisa sp. Riptortus linearis Aphis sp. 1 Aphis sp. 2 Myzus sp. Anzygna sp. Cicadella sp. Deltocephalus sp. Iassus lanio Nephotettix sp. Nephotettix virescens Recilia dorsalis Acanthocoris scarber Nilaparvata lugens Sogatella sp. Zanna sp. Eretmocerus sp. Geocoris sp. Geometrus sp. Lygaeidae Lygaeus hospes Lygaeus sp. Centrotus sp. Mesovillus sp. Atractotomus sp. Cyrtorrhinus lividipennis Nepa sp. Andrallus sp. Apoecillus sp. Cletus sp. Nezara viridula Piezodurus sp. Brachyplatis sp. Psylla sp. Dysdercus cingulatus Rhynochoris sp. Salyavata sp. Sycanus annulicornis Triatom sp.
Aphididae
Cicadellidae
Coreidae Delphacidae Fulgoridae Lygaeidae
Membracidae Mesoveliidae Miridae Nepidae Pentatomidae
Plataspididae Psyllidae Phyrrhocorridae Reduviidae
Hymenoptera Aphellinidae Apidae Bethylidae Braconidae
Encarsia sp. Apis sp. Lasioglossum sp. Sclerodermus sp. Apanteles sp. Bracon sp. Cardiochiles sp. Chelonus sp.
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi
Peran
2643 0 412 17 0 9 403 54 0 16 386 0 17 0 390 0 0 2 0 0 0 0 997 1 0 0 216 0 17 0 73 706 0 0 7 0 3 0 604 0
5673 4 1105 42 8 10 485 359 2 21 538 22 32 1 554 204 11 58 4 4 13 1 1740 3 1 1 551 1 356 1 247 862 1 3 16 1 397 6 948 1
Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Predator Predator Predator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Predator Predator Predator
0 3 478 0 0 2 2 0
1 283 491 3 5 10 1 4
Parasitoid Polinator Polinator Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid
58 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Famili
Ceraphronidae Chalcididae
Chrysididae Cynipidae Diapriidae
Dryinidae Elasmidae Encyrtidae
Eucoilidae Eulophidae
Eupelmidae
Eurytomidae Evaniidae
Formicidae
Spesies
Colastes sp. 1 Colastes sp. 2 Diachasmimorpha sp. Doryctobracon sp. Fopius sp. Microgaster sp. Microplitis demolitor Microplitis manilae Spinaria sp. Stenobracon sp. Aphanogmus sp. Brachymeria femoralis Brachymeria lasus Brachymeria sp. Dirhinus sp. Stilbum sp. Aulacidea sp. Basalys sp. Chilomicrus sp. Coptera holoptera Polypeza sp. Digonatopus sp. Elasmus polistis Acerophagus sp. Copidosma sp. Metaphycus sp. Microterys nietneri Ooencyrtus sp. Gronotoma sp. Leptopilina sp. Cirrosphilus sp. Chrysocharis pentheus Chrysocharis sp. Eulophus sp. Pnigalio sp. Quadrastichus sp. Tamarixia radiata Tetrastichus schoenobii Anastatus sp. Eupelmus sp. Cirrosphillus Eurytoma dentata Evania sp. 1 Evania sp. 2 Hyptia sp. Anochetus graeffei Anoplolepis gracilipes Camponotus sp. Cardiocondyla sp. Crematogaster sp. Dolichoderus sp. Dolichoderus thoracicus
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi 1 1 0 0 1 1 1 378 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 1 1 5 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 504 585 41 0 0 7
5 0 2 1 219 0 7 356 1 3 1 1 4 764 195 1 3 0 8 2 0 1 2 2 3 1 0 12 1 4 2 9 2 1 1 3 2 2 1 4 2 4 2 1 0 2 720 503 37 2 19 1
Peran
Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Predator Predator Predator Herbivor Herbivor Predator Predator
59 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Famili
Ichneumonidae
Mymaridae Orymiridae Platygastridae Pompilidae Pteromalidae
Scelionidae
Scoliidae Sphecidae Trichogrammatidae
Vespidae
Spesies
Formica sp. Monomorium destructor Monomorium sp. Nylanderia sp. Odontophonera denticulata Odontophonera sp. Oecophylla smaragdina Pheidole sp. 1 Pheidole sp. 2 Phildris sp. Plagiolepis sp. Tapinoma sp. 1 Tapinoma sp. 2 Technomyrmex sp. Tetramorium sp. Charops bicolor Charops sp. Goryphus sp. Ichneumon sp. 1 Ichneumon sp. 2 Itoplectis sp. Stictophistus sp. Xanthopimpla flavolineata Anagrus optabilis Gonatocerus sp. Orymirus sp. Platygaster oryzae Hemipepsis sp. Cryptocheilus Habrocytus sp. Pteromalus sp. Panstenon sp. Calliscelio sp. 1 Calliscelio sp. 2 Caloteleia sp. Ceratobaeus sp. Gryon sp. Macroteleia spinitibia Scelio sp. 1 Scelio sp. 2 Telenomus podisi Telenomus sp. Scolia soror Sphex sp. Scelipron sp. Oligosita sp. Trichogramma chilonis Trichogramma minutum Nyssonia sp. Polistes sp.
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi 0 1166 621 926 38 2 36 246 10 27 6 17 18 0 0 0 80 0 156 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 7 1 1 202 0 0 0 0 0 6 0 218
2 821 202 1360 57 0 24 45 0 26 17 31 0 45 98 1 227 4 208 1 2 1 1 10 6 2 1 1 2 2 2 2 28 1 12 1 13 4 86 3 9 398 2 7 2 2 7 0 1 475
Peran
Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Predator Predator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Predator
60 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Famili
Spesies
Isoptera
Termitidae
Forficulla sp. Macrotermes sp.
Lepidoptera Arctiidae Crambidae Geometridae Gracillaridae Hesperiidae Lymantriidae Noctuidae Nymphalidae Pieridae Pyralidae
Satyridae
Amata sp. Creatonotos gangis Ancylolomia sp. Geometridae sp. Gracillaridae sp. Parnara gutatta Pholisora sp. Lymantria sp. Noctuidae sp. Plusia sp. Acraea violae Idiopsis sp. Catopsilla pomana Pieris sp. Dolicharthria sp. Pyralidae sp. Scirpophaga sp. Mycalesis sp.
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi
Peran
0 104
31 75
Detritivor Detritivor
0 0 1 0 108 60 83 3 0 274 406 0 68 0 0 0 1531 318
3 2 316 3 455 316 157 1 110 385 279 294 143 333 311 8 1772 707
Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Polinator Polinator Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor
535 0
643 217
Predator Predator
24 0 16
25 18 23
Mantodea
Mantidae
Mantis sp. Tenodera sp.
Neuroptera
Chrysophidae Mantispidae Myrmeleontidae
Chrysopha sp. Mantispa sp. Myrmeleon sp.
Odonata
Chlorocyphydae Coenagrionidae
Aristocypha sp. Agriocnemis femina Agriocnemis pygmaea Agriocnemis sp. Pantala flavescens
276 0 0 341 259
508 1 1 661 473
Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator Predator
Acrida turrita Anacridium sp. Oxya chinensis Phlaeoba fumosa Schistocerca gregaria Valanga sp. Anaxipha sp. Gryllus asimilis Gryllus bimaculatus Metioche vitratta Metioche vittaticolis
0 11 71 178 0 528 5 20 108 0 515
1 175 380 309 1 749 282 141 96 1 643
Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Detritivor Detritivor Predator Predator
Libellulidae Orthoptera
Acrididae
Gryllidae
61 Lampiran 1 (Lanjutan) Ordo
Famili
Lokasi pengamatan Dataran Dataran rendah tinggi
Spesies
Gryllotalphidae Gryllotalpha sp. Pyrgomorphidae Attractomorpha crenulatta Tetrigidae Systolederus affinis Tetrix subulata Tettigoniidae Conocephalus longipennis Neoconocephalus sp.
Peran
216 197 96 194 946 78
422 382 252 258 1297 337
Herbivor Herbivor Herbivor Herbivor Predator Predator
Phasmatodea Phasmatidae
Physus sp.
0
12
Fungsi lain
Thysanoptera Phlaeothripidae Thripidae
Phlaeothripidae sp. Thripidae sp.
1 2
13 24
Herbivor Herbivor
16
279
29 477
56 736
86 213
130
327
62 Lampiran 2 Analisis SHED Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
a
S
H
E
D
187 308
4.147238 4.528875
0.788804 0.789031
0.976067 0.980332
Lokasi Pengamatana Dataran Rendah Dataran Tinggi
S: Jumlah Spesies, H: Shannon-Wienner, E: Sebaran, D: Kemerataan (Simpson)
Lampiran 3 Analisis SHED Keanekaragaman dan kelimpahan serangga per petak pengamatan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
a
S
H
E
D
148 147 137 245 241 231
4.02983 4.10745 4.01862 4.52107 4.52044 4.42636
0.806416 0.823065 0.816797 0.821825 0.824177 0.813285
0.974476 0.976878 0.972054 0.980861 0.979551 0.978796
Lokasi Pengamatana Dataran Rendah 1 Dataran Rendah 2 Dataran Rendah 3 Dataran Tinggi 1 Dataran Tinggi 2 Dataran Tinggi 3
S: Jumlah Spesies, H: Shannon-Wienner, E: Sebaran, D: Kemerataan (Simpson)
63 Lampiran 4 Peranan serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan Ordo dan Famili Peranan1
Ordo
Herbivor
Coleoptera
Diptera Hemiptera
Hymenoptera Lepidoptera
Orthoptera
Predator
Aranea Coleoptera Diptera Hemiptera Hymenoptera Mantodea Neuroptera Odonata Orthoptera
Famili Attelabidae, Brentidae, Chrysomelidae, Curculionidae, Meloidae, Scarabaeidae, Trogossitidae Cecidomyiidae, Chironomidae, Chloropidae, Tephritidae Alydidae, Aphididae, Cicadellidae, Coreidae, Delphacidae, Fulgoridae, Lygaeidae, Membracidae, Mesovellidae, Pentatomidae, Plataspididae, Psyllidae, Phyrrhocorridae Formicidae Arctiidae, Crambidae, Geometridae, Gracillariidae, Hesperiidae, Lymantriidae, Noctuidae, Nymphalidae, Pyrallidae, Satyridae Acrididae, Gryllotalphidae, Pyrgomorphidae, Tetrigidae, Araneidae, Linyphiidae, Lycosidae, Oxyopidae, Salticidae, Tetragnathidae, Theridiidae, Thomisidae Carabidae, Coccinellidae, Dytiscidae, Passallidae, Staphylinidae Asilidae, Ceratopogonidae, Cullicidae, Tipulidae, Dolichopodidae, Syrpiidae, Lygaeidae, Miridae, Nepidae, Reduviidae Formicidae, Sphecidae, Vespidae Mantidae Chrysophidae, Mantispidae, Myrmeleontidae Chlorocyphydae, Coenagrionidae, Libellulidae Gryllidae, Tettigoniidae
Parasitoid
Diptera Hymenoptera
Pipunculidae, Tachinidae Aphellinidae, Bethylidae, Braconidae, Ceraphronidae, Chalcididae, Chrysididae, Cynipidae, Diapriidae, Dryinidae, Elasmidae, Encyrtidae, Eucoilidae, Eulophidae, Eupelmidae, Eurytomidae, Evaniidae, Ichneumonidae, Mymaridae, Orymiridae, Platygastridae, Pompilidae, Pteromalidae, Scelionidae, Scoliidae, Thricogrammatidae
Detritivor
Blattodea Coleoptera Collembola Dermaptera Diptera
Blaberidae, Blattellidae Nitidulidae, Scarabaeidae, Tenebrionidae Entomobrydae, Isotomidae, Sminthuridae Forficulidae Drosophilidae, Micropezidae, Mycetophilidae, Stratiomyiidae
64 Lampiran 4 Peranan serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan Ordo dan Famili (lanjutan)… Peranan1
Ordo Isoptera Orthoptera
Termitidae Gryllidae
Polinator
Hymenoptera Lepidoptera
Apidae Pieridae
Fungsi Lain
Coleoptera
Bostrichidae, Languriidae, Limnichidae, Meloidae, Phalacridae, Pselaphidae, Scydmaenidae Calliphoridae, Lonchaeidae, Muscidae, Phoridae, Psychodidae, Sciomyzidae Phasmatidae
Diptera Phasmatodea 1
Famili
Peranan serangga hama dan musuh alami yang ditemukan didapatkan dari berbagai studi literatur (Borror et al., 1996, Borror & White. 1970, Shepard et al., 1987, CSIRO. 1991) dan telah dicocokkan dengan morfospesies yang ditemukan pada waktu pengamatan.
65
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Jak, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 31 Maret 1973 sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Nikolas Subay dan Regina Nabu. Penulis menikah dengan Venidora Atok, SE dan dikaruniai tiga putra dan satu putri, yaitu Benedictus Very Subay, Diego Leonard Subay, Carolina Virginia Subay dan William Irenius Subay. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Kefamenanu, lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang pada Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, lulus tahun 1999. Pada tahun 2013 penulis diterima di Program Studi Entomologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan dukungan dana dan kesempatan dari tempat penulis bekerja Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penulis pernah bekerja sebagai Petugas Lapangan Yayasan Bentara Sabda Timor (YBST) – Catholic Relief Services (CRS) tahun 1999-2002. Sejak tahun 2002-sekarang penulis bekerja pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara dan terakhir bekerja di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Timor Tengah Utara, dengan jabatan sebagai Kepala Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (2011-2013), dan staf SDM (2013-2016).