rssN 208s-2614
RONA TEKNIK PERTAI{IAN Jurnal Ilmiah dan Pener ap an Ketekn tkan P ertanuan
Volume 4, No. I, April 2012
Program Sfudi Teknik Pertanuan Fakultas Pertantan Universitas Syiah l(uala
Darussalam,Banda Aceh
RONA TEKNIK PERTANIAN JURNAL ILMIAH DAN PENERAPAN KETEKNIKAN PERTANIAN PENERBIT
Prcgram Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala PENANC.GUNGJAWAB Ketua Program Studi Teknik Pertanian
KETUA REDAIGI SUSI CHAIRANI
DEWAN REDAI(SI YUSWAR YLINUS
AHMAD SYUHADA ADE MOETANGAT KRAMADIBRATA
M. HASAN YAHYA SAM HERODI,AN ARIEF SABDO YUWONO
SEKRETARIS REDAKSI
RAIDA AGUSTINA
ATAMAT NEDAI$I
Kantor Redaksi RONA TEKNIK PERTANLAN Program Studi Teknik Pertanian-Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Email, rona_teknikprtanian@y ahoo.co.id
PERCETAKAN
Meugah
P
andee, Daru ssalam
-Bxda
Aceh
Isi di luar tanggungSawab percetakan
4 nomor Rp. IOO.0OO (per onngl dan Rp 15O.OO0 (instansi). Pembayaran dapat dilakulan melalui transfer ke Tabungan Mandiri Cabang KK Hargaberlangganan
Wt tahun
sebanyak
UNSYIAH Darussalam dengan No. Rekening I58*OO-O136265-G atas nama Raida Agustina
Konfirmasi transfer dapat dilakukan dengan mengirimkanbukti transfer ke alamat redaksi atau melalui email ke rona_teknikpe rtanim@y
ahoo. co. id.
ISSN 2085-2614
ROI{A TEKI{IK PERTAI{IAN Jurnal Ilmiah dan Penerapan Keteknikan Pertanian Volume 4, No. 1, APril 2012
DAFTAR ISI
l.
pendugaan Ketersediaan Air Irigasi Menggunakan Pemodelan Thomas-Fiering untukbptimasi Lahan Irigasi [Afik Hardanto, Sigit Supadmo Adf, Abi Prabowo, dan Asna Mustofal (300-309)
Uji
Prototipe Mesin Kepras Tunggul Tebu Terhadap Daya dan Kualitas
Pemotongan [Syafriandi] (3 10-3 17) a
J.
4.
5.
Analisis Antropometri, Biomekanika, dan Beban Ke{a Fisik Pada Pengoperasian Alat Pengupas Nenas Tipe Engkol tsri Harhrti, zulfahizal, M. Dhafir, Muslim] (318-324)
Distribusi Suhtl Kelembaban Relatif, dan Aliran Udara Dalam Alat Pengering Cengkeh [Rita Khathit] (325-329) Rancang Bangun dan Uji Performansi Alat Fenyiang Gulma pada Tanaman Kacangianah [Muhammad Dhafir, Andriani Lubis, Cut Zakiyyal (33G-335)
Analisis Sifat Fisik4 Biologi dan Kimia Tanah untuk Pengembangan Tanaman padi {oryza sotiva I) Pasca Tsunami di Lahan Sawah Pulau Aceh [Muhammad Idknaml (33G340)
fi
$
s
fi
UJI PROTOTIPE MESIN KEPRAS TUNGGUL TEBU TERHADAP DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN Syafriandi ( Dosen Fakultas Pertanian Unsyiah) Email :
[email protected] ABSTRAK Kepras tebu saat ini merupakan salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk membantu masalah jumlah produksi gula di dalam negeri. Dalam rangka mencapai swasembada gula tahun 2014, sistem kepras ini juga merupakan salah satu pilihan yang potensial mengingat jumlah lahan di Indonesia sudah terbatas. Saat ini mesin kepras yang sudah ada masih terbatas dan memiliki kinerja yang masih kurang memuaskan. Oleh karena itu, masih perlu diadakan penelitian mengenai mesin kepras tebu untuk meningkatkan produktivitas tebu khususnya pada budidaya tebu ratoon dengan memperbaiki mutu keprasan agar tunas yang dihasilkan baik. Pengoperasian mesin kepras tebu merupakan salah satu cara agar dapat memberikan hasil keprasan yang baik dan efisien.. Alat kepras atau stubble shaver yang digunakan beberapa pabrik gula di Indonesia memiliki beberapa kelemahan antara lain membutuhkan daya yang besar, desain mata pisau yang kurang tepat dan hasil potongan tunggul banyak yang pecah sehingga produktivitasnya menjadi rendah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengaruh dari jenis pisau, kecepatan maju traktor, kecepatan putaran pisau dan sudut pemotongan terhadap daya dan hasil kualitas pemotongan. Kata kunci : tunggul tebu, traktor, daya pemotongan PENDAHULUAN Tebu merupakan tanaman penghasil gula. Dimana lebih dari setengah produksi gula dunia berasal dari tebu. Produktivitas tanaman tebu yang dicapai di Indonesia adalah 49.24 ton/ha, dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan perkapitanya yaitu 12 kg/orang/tahun. Kebutuhan gula nasional meningkat dari tahun ke tahun disebabkan karena pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan industri makanan dan minuman. Laju Peningkatan konsumsi gula diperkirakan sekitar 3.3% pertahun. Prediksi tahun 2009 produksi gula mencapai sekitar 3 juta ton (P3GI 2007;BPS 2008), padahal kebutuhan gula nasional diperkirakan lebih dari 4 juta ton sehingga diperlukan impor dengan laju 11.94% pertahun. Meningkatnya kebutuhan gula nasional ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi gula dengan peningkatan produktivitas tebu sebagai bahan baku gula. Kebutuhan gula yang tidak tercukupi dikarenakan adanya beberapa permasalahan dalam kegiatan budidaya tebu yang berdampak pada berkurangnya produktivitas tebu, diantaranya adalah masalah penyiapan lahan, kwalitas bibit, pemupukan, irigasi, pemeliharaan dan pengendalian hama serta pemanenan. Rendahnya produktivitas tanaman tebu keprasan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain banyaknya tempat yang kosong akibat tidak tumbuhnya tunas tebu keprasan, perakaran yang dangkal pada tanaman keprasan, disamping kurang baiknya perawatan yang diberikan
pada tanaman (Djojosoewardho 1988). Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas tebu khususnya pada budidaya tebu ratoon adalah memperbaiki mutu keprasan agar tunas yang dihasilkan baik dengan cara mendesain suatu alat kepras tebu yang dapat memberikan hasil keprasan yang baik dan efisien. Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara 1988). Pengeprasan tersebut dapat dilakukan secara manual maupun mekanis. Alat yang digunakan dalam pengeprasan secara manual umumnya berupa cangkul atau golok, sedangkan untuk pengeprasan mekanis digunakan pisau rotari yang digerakkan oleh traktor. Pengeprasan tebu bertujuan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang diatas tanah dan tidak roboh apabila sudah tumbuh besar. Pemotongan merupakan proses pembagian benda solid secara mekanik sepanjang garis yang diinginkan dengan menggunakan alat pemotong (Persson 1987). Dalam beberapa kasus, pemotongan mempunyai istilah lain tergantung dengan alat apa dan bagaimana pemotongan dilakukan. Istilah tersebut antara lain mencacah (chopping), memangkas (Mowing), menggergaji (sawing), membelah (spliting), mengiris (slicing) dan sebagainya. Pengukuran gaya pemotongan dari pisau potong yang bergerak putar sangat sulit dilakukan, oleh karena itu pengukuran dilakukan terhadap torsi pemotongan yang terjadi pada poros pisau. Selanjutnya, parameter torsi tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya, energi, dan tenaga pemotongan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kebutuhan tenaga pemotongan total pada alat pemotong rumput (mower) adalah kecepatan maju alat potong. Berge (1951) dalam Lisyanto (2007) menemukan bahwa energi pemotongan meningkat secara linier pada selang kecepatan potong pisau antara 20 sampai 50 m/s. Penelitian yang dilakukan Chancellor (1957) dalam Lisyanto (2007) menunjukkan bahwa pemotongan timothy pada kadar air 54% menggunakan mower dengan kecepatan potong normal yang umum digunakan (1.75-5.2 m/s) memiliki efek yang relatif kecil terhadap energi pemotongan. Torsi pemotongan merupakan hasil kali antara gaya yang diperlukan oleh mata pisau untuk melakukan pemotongan dan jari-jari atau radius putaran mata pisau. Selanjutnya parameter torsi pemotongan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya dan daya pemotongan (Lisyanto 2007). Untuk poros yang berputar, besarnya P (Watt) dipengaruhi oleh torsi (T) yang menyebabkan putaran dan kecepatan putaran :
P 2NT
Di mana N adalah kecepatan putar poros (rpm) dan T adalah torsi (Nm) Penelitian ini bertujuan : Menganalisis pengaruh desain ujung pisau, kecepatan maju mesin, kecepatan putaran pisau, dan sudut kemiringan mata pisau terhadap daya dan kualitas hasil pemotongan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2011 di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (TMB) Fateta IPB. Alat yang digunakan adalah mesin kepras tipe rotary pada Gambar 1. Instrumen untuk mengukur tenaga pemotongan adalah: tachometer digital ((Shimpo DT205B), starin gauge (Kyowa,KFG-3-20-D16-11), handy Strain meter (Kyowa, UCAM-1A), kamera digital. Peralatan untuk mengukur kecepatan maju pengeprasan adalah: stop watch, meteran.
Gambar 1. Mesin Kepras Untuk pengujian di lapangan, prototipe mesin pengepras digandengkan dengan traktor 4 roda yang memiliki poros PTO yang sesuai. Desain mata pisau ditentukan berdasarkan analisis pergerakan ujung mata pisau. Dari simulasi ini ditentukan 2 buah bentuk mata pisau. Pisau pertama memiliki jari-jari yang sama pada bagian depan dan belakang pisau, sedangkan pisau kedua ada penambahan feed pada bagian ujung belakang sebesar 0.56 cm. (Gambar 2) agar dihasilkan pemotongan pada batang tebu yang efektif dan daya yang dihasilkan kecil. Bagian mata pisau yang berfungsi memotong diperkeras dengan tujuan tahan terhadap penggerusan oleh tanah saat operasi.
a.Pisau 1 dengan jari-jari yang sama
b. Pisau 2 dengan penambahan feed
Gambar 2. Bentuk- bentuk mata pisau
Beberapa peubah yang divariasikan dalam pelaksanan pengujian antara lain: 1. Desain mata pisau (jenis pisau 1 yang jari-jari sama dan jenis pisau 2 dengan penambahan feed pada sisi belakang) (Gambar 2). 2. Kecepatan maju pengeprasan (V1= 0.3 m/s dan V2= 0.5 m/s). 3. Kecepatan putar pisau (n1= 500 dan n2= 850 rpm). 4. Sudut kemiringan piringan pisau (S= 450 dan 600). Dengan demikian ada 16 kombinasi perlakuan untuk pengujian seperti Tabel 1, dimana masing kombinasi memotong 3 rumpun tebu pada guludan. Tabel 1. Kombinasi perlakuan No
Kombinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
P1V1n1S45 P1V1n1S60 P1V1n2S45 P1V1n2S60 P1V2n1S45 P1V2n1S60 P1V2n2S45 P1V2n2S60 P2V1n1S45 P2V1n1S60 P2V1n2S45 P2V1n2S60 P2V2n1S45 P2V2n1S60 P2V2n2S45 P2V2n2S60
Jenis bahan pisau Pisau 1 Pisau 1 Pisau 1 Pisau 1 Pisau 1 Pisau 1 Pisau 1 Pisau 1 Pisau 2 Pisau 2 Pisau 2 Pisau 2 Pisau 2 Pisau 2 Pisau 2 Pisau 2
Kecepatan maju 0.3 m/s 0.3 m/s 0.3 m/s 0.3 m/s 0.5 m/s 0.5 m/s 0.5 m/s 0.5 m/s 0.3 m/s 0.3 m/s 0.3 m/s 0.3 m/s 0.5 m/s 0.5 m/s 0.5 m/s 0.5 m/s
Kecepatan Putaran pisau 500 rpm 500 rpm 850 rpm 850 rpm 500 rpm 500 rpm 850 rpm 850 rpm 500 rpm 500 rpm 850 rpm 850 rpm 500 rpm 500 rpm 850 rpm 850 rpm
Sudut kemiringan 450 600 450 600 450 600 450 600 450 600 450 600 450 600 450 600
Daya pengeprasan diukur dengan setelah mendapatkan nilai torsi pemotongan dan kecepatan putar pisau pengujian lapangan. = ω
Di mana : P = Daya pengrasan tebu (watt), T= Torsi pemotongan (Nm) (diukur dalam pengujian lapangan), ω = Kecepatan sudut (rad/sec) = 2π n/60, n
= Kecepatan
putar pisau pemotong (rpm) (diukur dalam pengujian lapangan) Untuk mendapatkan nilai torsi dilakukan dengan menggunakan sebuah torque-meter yang dipasang antara poros PTO dan poros pemutar pisau. Nilai regangan yang terjadi pada torque-meter, dapat dilihat pada handy strain meter. Selanjutnya nilai torsi dihitung dengan menggunakan persamaan hasil kalibrasi hubungan torsi-strain.
T = a + bX di mana : T : torsi (Nm), a dan b : konstanta hasil kalibrasi torsi-strain X : nilai yang terbaca pada handy strain meter (με). Pengukuran persentase tunggul yang pecah hasil potongan dilakukan secara manual dan kamera. Pengamatan pertumbuhan tunas dengan mengukur tinggi tunas dari minggu kedua sampai minggu kedelapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Pengeprasan Rumpun Tunggul Tebu b
5,00 Daya (Hp)
4,00 3,00
a
c
2,00 1,00 0,00
Gambar 3. Pola torsi pemotongan 3 rumpun tebu perlakuan jenis pisau 2, V= 0.3 m/s, n=500 rpm dan S = 60o Gambar 3 menunjukkan (a) traktor berjalan tanpa memotong tunggul tebu antara waktu 1 sampai 3 detik dan daya menunjukkan nilai sekitar 0.2 Hp. Pada saat waktu ke 3 detik (b) pisau mulai memotong tunggul tebu pada rumpun pertama dan daya yang dibutuhkan 4.18 Hp. Selanjutnya (c) kebutuhan daya menurun karena pisau berputar tanpa beban pemotongan sampai menuju rumpun tebu kedua dan akan meningkat lagi kebutuhan dayanya pada saat memotong tunggul tebu berikutnya. Dari hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa setiap rumpun tebu memiliki kebutuhan daya yang berbeda. Percobaan dengan perlakuan jenis pisau 2 dengan penambahan feed, kecepatan 0.3 m/s. putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 60o diperoleh nilai kebutuhan daya pada rumpun pertama sebesar 4.18 Hp, rumpun kedua sebesar 3.81 Hp dan rumpun ketiga sebesar 1.83 Hp. Rataan dari sejumlah kebutuhan daya tersebut kemudian digunakan sebagai data daya pengeprasan rumpun tunggul tebu.
Daya (Hp)
Kebutuhan Daya Pemotongan 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Gambar 4. Kebutuhan daya pemotongan dari masing-masing perlakuan Gambar 4 menunjukkan kebutuhan daya tertinggi pada perlakuan jenis pisau 1 dengan jari-jari sama, kecepatan maju 0.3 m/s, kecepatan putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 45o sebesar 5.17 Hp. Sedang kebutuhan daya terendah sebesar 1.69 Hp pada perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.5 m/s, kecepatan putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 60o. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 4 pemotongan dengan sudut 60o membutuhkan daya untuk memotong lebih kecil dibandingkan sudut pemotongan 45o. Persson (1987), menjelaskan untuk menurunkan gaya pemotongan spesifik maksimum adalah dengan memperbesar sudut kemiringan pisau. Persentase Tunggul yang Pecah Dari hasil pengujian pengeprasan tunggul tebu pada Gambar 5 diperoleh persentase tunggul pecah yang tertinggi sebesar 50.00%, dengan perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju
Tunggul yang pecah (%)
0.3 m/s, kecepatan putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 60o. 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Gambar 5. Persentase tunggul tebu yang pecah dari masing-masing perlakuan Secara umum pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa posisi sudut pemotongan 45o menghasilkan potongan tunggul yang pecah relatif rendah dibandingkan sudut pemotongan 60o. Pada posisi sudut pemotongan 45o, pisau memotong relatif tegak lurus dengan arah serat
tebu dibandingkan sudut 60o yang mendekati sejajar dengan arah serat tebu. Sejajarnya arah pemotongan dengan arah serat tebu akan mengakibatkan pisau tidak memotong tunggul tapi membelah tunggul tebu dan saat pisau maju ke depan dapat mengakibatkan tunggul tebu menjadi pecah. Pertumbuhan tinggi tunas Pertumbuhan tunas tebu hasil keprasan diamati mulai minggu kedua, dimana tinggi tunas diukur hingga minggu kedelapan. Pada Gambar 6 dari hasil pengukuran rata-rata tinggi tunas pertumbuhan yang paling signifikan terjadi pada perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.5 m/s, kecepatan putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 45o, dimana pertumbuhan tinggi tunas berturut-turut dari minggu kedua hingga minggu kedalapn adalah 12.7 , 30.3 , 47.1, 60.5, 69.0, 70.6, dan 75.4 cm. Sedangkan pertumbuhan tinggi tunas yang agak terlambat pada perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.5 m/s, kecepatan putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 45o dimana pertumbuhan tinggi tunas berturut-turut dari minggu kedua hingga minggu kedalapn adalah 2.1 , 3.2 , 6.8, 12.3, 14.4, 16.1, dan 17.3 cm. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak terjadinya atau terhambatnya pertumbuhan tunas diantaranya tunggul tebu yang pecah,
Tinggi tunas (cm)
mata tunas yang terpotong dan faktor lingkungan yang tidak mendukung seperti kurang air. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
minggu ke-2 minggu ke-3 minggu ke-4 minggu ke-5 minggu ke-6 minggu ke-7 minggu ke-8
Gambar 6. Pertumbuhan tunas setelah pengeprasan dari masing-masing perlakuan Profil Pemotongan Guludan Untuk membandingkan bentuk profil guludan hanya ditinjau dari sudut kemiringan pemotongan pisau, karena dengan berbedanya sudut kemiringan pemotongan akan merubah posisi dudukan pisau dalam proses pengeprasan. Gambar 7 dapat dilihat bentuk profil ratarata dari perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.3 m/s , putaran pisau 850 rpm dengan sudut 45o dan 60o. Pada posisi sudut pemotongan 45o menghasilkan bentuk
keprasan
cenderung merata, tidak cekung ke dalam dan lebih lebar dengan kedalaman kepras sebesar 8.07 cm dan lebar keprasan 39.17 cm, dibandingkan dengan posisi sudut pemotongan 60 o yang bentuk profilnya agak cekung dengan kedalaman kepras 9.77 cm dan lebar keprasannya 38.33 cm. Hal ini sesuai dengan pola lintasan ujung pisau saat diputar sambil digerakkan maju, di mana sudut pemotongan 60o cekung dibandingkan dengan sudut pemotongan 45o.
200
200
Tinggi (mm)
250
Tinggi (mm)
250 150
150
100
100 50
50
0
0 20
40 60 80 jarak (cm) sebelum setelah
100
Sudut kemiringan pemotongan 45o
20
40
60 80 jarak (cm) sebelum setelah
100
Sudut kemiringan pemotongan 60o
Gambar 7 Bentuk profil perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.3 m/s dan putaran pisau 850 rpm Dari hasil pengujian dengan sudut pemotongan 45o menghasilkan rata-rata kedalaman kepras sebesar 8.92 cm dan lebar kepras 37.50 cm, sedangkan sudut pemotongan 60 o menghasilkan rata-rata kedalaman kepras 8.13 cm dan lebar kepras 36.46 cm. Sudut pemotongan 45o menghasilkan rata-rata kedalaman pada kepras yang lebih besar dari sudut pemotongan 60o karena ada beberapa perlakuan pada sudut 45o yang menghasilkan kedalaman lebih dari 10 cm. Pada aplikasi di lahan untuk mengatur kedalaman kepras sulit dilakukan karena tidak adanya unit pengatur kedalaman kepras pada mesin kepras. Untuk mengatur kedalaman kepras hanya mengandalkan hidrolik pada traktor untuk menurunkan dan menaikkan mata pisau mesin pengepras. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemotongan dengan sudut 60o umumnya membutuhkan daya untuk memotong lebih kecil dibandingkan sudut pemotongan 45o. 2. Persentase tunggul yang pecah tertinggi pada perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.3 m/s, putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 60o yaitu 50.00%. 3. Pengeprasan dengan sudut pemotongan 60o menghasilkan pemotongan tunggul lebih banyak yang pecah dibandingkan sudut pemotongan 45o.
4. Pertumbuhan tinggi tunas yang paling signifikan terjadi pada perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.5 m/s, kecepatan putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 45o, Saran Pengoperasian mesin kepras ini sebaiknya perlu menambahkan unit pengatur kedalaman kepras agar ketika pemotongan tunggul tebu mudah diatur dan mengikuti permukaan tanah bila tanah di lahan tidak rata. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Stastitik .2008. Estate productions by crops, Indonesia 1995-1996. http:www.bps.go.id/sector/agri/kebun/tabel2.shtml.[3 nopember 2008]. [P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.2007. Ikhtisar Angka perusahaan Tahun 2007 Pasuruan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Djojosoewardho. 1988. Sumbangan Pikiran Mendukung Kebijakan Pemerintah dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi Gula. Pasuruan: P3GI. Koswara, E. 1989. Pengaruh kedalaman kepras terhadap pertunasan tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, 23-25 November 1989. P3GI. hlm 332-344. Lisyanto, 2007. Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu Lahan Kering [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Persson, S. 1987. Mechanics of Cutting Plant Material. Michigan: American Society of Agricultural Engineers.