Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
Tersedia Online di http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk ISSN 2579-9908
REHABILITATION COUNSELING : CONCEPT ASSESSMENT GUIDANCE AND COUNSELING FOR DRUGS ABUSE Agus Supriyanto Universitas Ahmad Dahlan E-mail:
[email protected] ABSTRAK Indonesia memiliki problematika terhadap penggunaan narkoba. Problematika pada manusia yang memiliki kecanduan narkoba dapat bervariasi secara signifikan dengan bernagai dimensi psikologis. Penyebab sesorang menggunakan narkoba dan menjadi pecandu narkoba disebabkan faktor-faktor pendukung yang menyertainya. Dorongan seseorang untuk menggunakan narkoba disebabkan pada semua aspek pada fungsi pecandu. Penyerta seseorangmenggunakan narkoba disebabkan secara langsung maupun tidak langsung sebagai stimulus atau dorongan seseorang untuk menggunakan narkoba. Aspek-aspek dari fungsi pecandu narkoba mempengaruhi dimensi-dimensi psikologis seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu (1) dimensi kognitif, (2) dimensi afektif, dan (3) dimensi aktif. Peran konselor adiksi untuk membantu dalam program rehabilitasi narkoba pada pecandu narkoba. Konselor adiksi atau pembimbing memiliki kompetensi dan keahlian dalam melakukan konseling dan menggali pengetahuan tentang program rehabilitasi pada pecandu narkoba yang ingin sembuh. Peran konselor adiksi dalam proses rehabilitasi salah satunya yaitu penggunaan assessment yang tepat dan relevan sesuai keadaan dari pecandu sesuai dengan kompetensi. Diagnosis kecanduan dapat diketahui melalui instrumen-instrumen, yaitu wawancara, tes psikologis, kuisioner, self-report, self-monitoring, behavioral assessment, dan behavioral rating scale. Harapan dari penggunaan assessment dalam proses perencanaan terhadap pelaksanaan bimbingan maupun konseling dalam program rehabilitasi narkoba. Penggunaan assessment yang tepat, relevan, valid, dan reliable akan sangat mendukung pada proses pelaksanaan dari pendekatan bimbingan maupun konseling bagi pecandu narkoba yang menjalani program rehabilitasi narkoba. Kata Kunci: assessment, pecandu narkoba, bimbingan, konseling
narkoba tidak dapat dengan sendirinya. Ada
PENDAHULUAN Masalah dalam kecanduan narkoba yang berhubungan dengan
yang menyertai secara langsung maupun tidak
kecanduan narkoba
langsung sebagai stimulus atau dorongan
dapat bervariasi secara signifikan. Sebab
seseorang untuk menggunakan. Dorongan
pecandu narkoba bisa berasal dari semua
untuk
laipsan masyarakat dan gender, yaitu dari
mengambil dari semua aspek pada fungsi
permasalahan kesehatan mental, pekerjaan,
pecandu,
dan kesehatan/ sosial. Seluruh gangguan
maupun masyarakat (Pipatkul, 2010:2).
adiktif bisa menjadi lebih sulit, ataupun lebih
menggunakan
yaitu
narkoba
keluarga,
dapat
tempat
kerja,
Menurut Davidson, Neale, dan Kring
terkontaminasi. Hal tersebut menjadi bagian
(2014)
yang tidak diinginkan oleh para pecandu. Perkembangan seseorang menjadi pecandu
19
mengemukakan
bahwa
penyebab
gangguan
penyalahgunaan
dan
ketergantungan
zat
pada
diri
seseorang
20 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
sehingga
menjadi
zat
berbagai macam makna, dan dimunculkan
proses
dalam berbagai bentuk perilaku (Ramirez,
perkembangan. Pertama seseorang tersebut
2009). Harding (2006) mendefinisikan agresi
memiliki sifat positif terhadap obat tersebut.
adalah
Kedua mulai bereksperimen menggunakan.
dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yang
Ketiga mulai menggunakan secara teratur.
merusak. Myers (2012) menyatakan bahwa
Keempat
secara
agresi merupakan perilaku fisik maupun
berlebihan. Terakhir menyalahgunakan atau
verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang
menjadi tergantung secara fisik. Pemikiran
lain. MacLaren, Best & Bigney (2010)
dasarnya adalah setelah menggunakan secara
menyatakan bahwa perilaku agresi lahir untuk
berlebihan dalam waktu yang lama orang
merespon ancaman (menurut persepsi atau
tersebut akan terikat dengan proses biologis
yang sungguh-sungguh ada) yang berasal dari
toleransi dan putus zat. Proses tersebut
individu
dipengaruhi oleh perilaku maladaptif yang
kelompoknya.
berproses
menyatakan perilaku agresif sebagai perilaku
umumnya
tergantung
melalui
mulai
pada
suatu
menggunakan
(pembiasaan)
pada
kehidupan
individu pemakai. Pandangan
islam
tentang
narkoba
kelompok Buss
&
yang
lain
diluar
Perry
(1992)
untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis.
memperhatikan sekali keselamatan akal dan seorang
atau
kekerasan
atau kecenderungan perilaku yang niatnya
menurut Wahyudi (2016) bahwa islam sangat
jiwa
kecenderungan
muslim
agresi
menjadi
perilaku
sampai
bermasalah yang komplek cakupannya dan
dilarang keras berbagai konsumsi yang haram
masih sering dilakukan oleh remaja sampai
seperti
saat
narkoba.
sehingga
Perilaku
Hukum
islam
dalam
ini.
Beberapa
ahli
mendefinisikan
pandangannya mengenai narkoba dikatakan
gagasannya tentang aspek-aspek perilaku
haram
agresi.
karena
menimbulkan
candu/
Buss
&
Perry
(1992)
telah
kecanduan. Kecanduan pada narkoba akan
mengklasifikasikan agresivitas menjadi empat
menimbulkan efek negatif bagi perilaku
aspek. Pertama, agresi fisik adalah agresi
manusia dan menimbulkan agresifitas pada
yang dilakukan untuk melukai orang lain
pemakai.
secara
fisik.
Contohnya
memukul,
Salah satu perilakunya adalah perilaku
menendang, dan melukai. Kedua, agresi
agresi yang terjadi pada diri pecandu. Perilaku
verbal adalah tindakan agresi yang bertujuan
agresi adalah fenomena kompleks yang
untuk
beroperasi pada beberapa tingkat, dengan
membahayakan orang lain dalam bentuk
menyakiti,
mengganggu,
atau
Supriyanto, Rehabilitation Counseling: Concept... 21
penolakan dan ancaman melalui respon vokal
kepada klien. Sedangkan pada rehabilitasi
dalam bentuk verbal. Contohnya membentak,
sosial
mengumpat,
Ketiga,
kondisi psikis dan sosial klien. Ada ada
kemarahan merupakan emosi negatif yang
beberapa metode yang digunakan dalam
disebabkan oleh harapan yang tidak terpenuhi
proses rehabilitasi korban penyalahgunaan
dan bentuk ekspresinya dapat menyakiti orang
NAPZA,
lain serta dirinya sendiri. Beberapa bentuk
Therapeutic
kemarahan adalah perasaan marah, kesal,
sebagainya. Secara garis besar, kegiatan yang
sebal, dan bagaimana mengontrol hal tersebut.
dilakukan dalam proses rehabilitasi meliputi
Termasuk didalamnya adalah irritability,
(1) bimbingan fisik (olah raga, rekreasi,
yaitu
perawatan kesehatan), bimbingan mental
dan
mengejek.
mengenai
temperamental,
kecenderungan untuk cepat
marah, dan
ditujukan
untuk
seperti
mengembalikan
program
Community
12
(TC),
Langkah, dan
lain
psikologik (konseling, terapi kelompok, dan
kesulitan mengendalikan amarah. Keempat,
lain-lain),
hostility
(ibadah, ceramah agama, pendidikan budi
merupakan
mengekspresikan
tindakan
kebencian,
yang
permusuhan,
pekerti,
bimbingan
kegiatan
mental
keagamaan
keagamaan,
antagonisme, ataupun kemarahan kepada
sebagainya),
pihak lain. Hostility adalah suatu bentuk
kelompok,
agresi yang tergolong agresi covert (tidak
kelompok, simulasi, role playing, dan lain-
terlihat). Sedangkan tokoh lain, Myers (2012)
lain), pelatihan/ bimbingan kerja (karir),
menyatakan bahwa perilaku agresi terdiri dari
bimbingan belajar, dan praktik belajar kerja.
dua aspek, yaitu aspek fisik dan verbal.
Dalam
Menurut Tahun
2009
Undang-undang
35
terapi
tahap
ini
sosial
kelompok/
juga
(sesi
dinamika
dilakukan
pula
konseling keluarga, home visit, family support
Narkotika,
bahwa
dan
korban
Peran konselor adiksi untuk membantu
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani
dalam program rehabilitasi narkoba pada
rehabilitasi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pecandu narkoba. Konselor atau pembimbing
dalam
korban
adalah seorang yang mempunyai keahlian
penyalahgunaan NAPZA dilakukan dengan
dalam melakukan konseling dan menggali
dua tahapan program penanganan yaitu (1)
pengetahuan tentang program rehabilitasi
rehabilitasi medis, dan (2) rehabilitasi sosial.
lebih dalam. Konselor dalam hal ini juga
Rehabilitasi
medis
dapat
memberikan
perawatan
pecandu
tentang
nomor
bimbingan
dan
narkotika
proses
rehabilitasi
dilakukan kesehatan
untuk fisik
group (Cursel, 2013).
mencari
celah
atau
cara
untuk
menyesuaikan dengan kondisi yang ada, dan
22 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
menjadi panutan atau role model bagi
masalah yang dihadapi oleh klien dapat
pelaksanaan rehabilitasi.
teratasi semuanya (Winkell, 2005:34). Selain
Menurut Peters dan Shertzer dalam Wilis
itu, “Counseling is a healing and educational
(2004:10), mendefiniskan bimbingan sebagai,
service.
“the process of helping the individual to
determines
understand himself and his world so that he
treatment modality, individual, group, or
(proses
family counseling is required for the client”
membantu individu untuk memahami diri dan
(See, 2013: 19). Proses tatap muka ini
dunianya sehingga dia dapat menyatukan
menjadi bagian integral dalam pengembangan
potensi diri yang dimilikinya). Bantuan yang
diri pecandu narkoba yang memiliki problem
diberikan oleh konselor adiksi pada pecandu
dalam program rehabilitasi. Proses tatap muka
narkoba sebagai manusia merupakan bagian
melibatkan konselor dan klien (pecandu
integral
rehabilitasi.
narkoba) serta keluarga maupun pihak lain
Bimbingan merupakan bagian integral pula
jika diperlukan. Konseling dilaksanakan saat
dalam implementasi pelaksanaan layanan
pecandu narkoba memiliki problem yang
konseling
oleh
menyangkut aspek kognitif, afektif, konasi,
konselor. Konselor perlu mengetahui potensi-
maupun psikomotorik. Aspek-aspek tersebut
potensi yang dimiliki oleh pecandu narkoba
perlu dirubah untuk mendukung keberhasilan
untuk pengembangan dirinya. Harapannya
dari program rehabilitasi (rehabilitasi medis
adalah berkembangnya potensi dari pecandu
dan sosial).
can
utilize
his
potentialities”
dalam
bagi
program
pecandu
narkoba
The
Rehabilitation
what
the
most
Counselor appropriate
narkoba yang berkembang secara positif dan
Pelaksanaan layanan bimbingan maupun
dapat diimplementasikan dalam kehidupannya
konseling tidak dilakukan dengan serta merta.
setelah menjalani program rehabilitasi (pasca
Konselor adiksi perlu melaksanakan diagnosis
rehabilitasi narkoba).
atau assessment yang tepat. Diagnosis tingkat
Selain
perlu
kecanduan pada pecandu narkoba tidak akan
konseling.
lepas dari metode assessment. Dagnosis
Konseling merupakan serangkaian kegiatan
kecanduan dapat diketahui melalui instrumen-
paling pokok dari bimbingan dalam usaha
instrumen, yaitu wawancara, tes psikologis,
membantu konseli / klien secara tatap muka
kuisioner, self-report, ukuran perilaku, dan
langsung dengan tujuan agar klien dapat
ukuran fisiologis. Peran assessment lebih
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap
daripada hanya penggolongan saja. Suatu
bebagai persoalan atau masalah khusus maka
assessment
melakukan
bimbingan, usaha
konselor
melalui
yang
diteliti
memberikan
Supriyanto, Rehabilitation Counseling: Concept... 23
informasi
yang
sangat
banyak
tentang
wawancara
klinis
semiterstruktur
dan
kepribadian klien dan fungsi kognitifnya.
menemukan data yang relevan, bermakna, dan
Informasi ini dapat memberi bantuan klinisi
ramah pengguna (Loranger, dkk, 1994).
untuk memperoleh suatu pemahaman yang
PEMBAHASAN
lebih luas tentang permasalahan klien dan
Konsep Assessment pada Pecandu Narkoba
merekomendasikan bentuk rehabilitasi medis
Konsep assessment diawali dari konsep
dan sosial dalam program rehabilitasi
evaluasi.
Menurut Nevid, Rathus, dan Greene
Menurut
“Evaluation
is
Purwanto
a
(2010:3)
systematic
process
(2005:67), menjelaskan bahwa “diagnosis
determining the extent to which instructional
gangguan mental dalam DSM mensyaratkan
objectives are achieved by pupils”. Kalimat
bahwa pola perilaku tersebut tidak mewakili
tersebut menjelaskan bahwa penilaian adalah
suatu respons yang sesuai secara budaya atau
suatu proses dalam mengumpulkan informasi
diduga muncul pada peristiwa stres berat,
dan
seperti kehilangan orang tercinta”. Pada
informasi
pecandu narkoba, perilaku sebagai pecandu
mengumpulkan informasi, tentunya tidak
muncul dapat dialami karena faktor tempat
semua
kerja, keluarga, dan masyarakat luas. Hal
membuat
tersebut muncul disebabkan berbagai tekanan
informasi yang relevan dengan apa yang
yang menimbulkan efek jangka panjang untuk
dinilai akan mempermudah dalam melakukan
memakai narkoba. Dampak pemakai narkoba
sebuah penilaian dalam suatu kegiatan.
adalah kerusakan secara fisik dan psikologis. Pecandu narkoba memiliki gangguangangguan
di
dalam
dirinya
mempengaruhi
kehidupannya.
gangguan
bersifat
ini
yang
Gangguan-
keputusan
tersebut.
informasi
bisa
sebuah
berdasarkan
Dalam
proses
digunakan
keputusan.
untuk
Informasi-
Kebutuhan untuk klasifikasi gangguan mental
sudah
jelas
sepanjang
sejarah
kedokteran, tapi sampai saat ini ada sedikit kesepakatan
yang
gangguan
harus
DSM
dimasukkan dan metode yang optimal untuk
menguraikan ciri-ciri diagnostik dari perilaku
organisasi. Banyak sistem klasifikasi yang
dan berusaha menjelaskan penyebab. Hal
berbeda dan dikembangkan selama 2.000
tersebut didukung dari hasil penelitian yang
tahun
menyimpulkan bahwa gangguan kepribadian
berbeda dalam penekanan yang relatif pada
dengan keandalan yang cukup baik terdapatdi
fenomenologi, etiologi, dan didefinisikan
negara-negara
perbedaan
dalam fitur. Beberapa sistem hanya segelintir
bahasa, dan budaya dengan menggunakan
kategori diagnostik. Selain itu, berbagai
yang
deskriptif.
membuat
memiliki
terakhir.
Sistem
klasifikasi
telah
24 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
sistem untuk mengkategorikan gangguan
kurangnya
mental telah berbeda dalam definisinya
keputusan dibuat untuk memodifikasinya
tergantung dari tujuan penggunaannya dalam
untuk
klinis,
sehingga
penelitian,
atau
pengaturan
administrasi.
digunakan
di
dalam
ICD-9,
Amerika
Serikat,
(for
Clinical
ICD-9-CM
Modification).
Seperti yang telah terjadi untuk DSM (Diagnostic
kekhususan
of
terhadap DSM-III kriteria penyalahgunaan
dan
DSM-II,
obat / ketergantungan, sebagaimana dinilai
ketiga
(DSM-III)
oleh jadwal wawancara diagnostik. Hasil
dikoordinasikan dengan perkembangan versi
penelitian Gavin, Ross, dan Skinner (1989)
berikutnya dari ICD, ICD-9, yang diterbitkan
menunjukkan sangat baik bersamaan dan
pada tahun 1975 dan dilaksanakan pada tahun
diskriminan
1978. Pekerjaan dimulai pada DSM-III tahun
menyimpulkan bahwa estimasi yang cukup
1974, dengan publikasi pada tahun 1980.
akurat kriteria obat DSM-III bisa dibuat
DSM-III memperkenalkan sejumlah inovasi
dengan menggunakan brief self-adminstered
penting, termasuk kriteria eksplisit diagnostik,
questionnaire
sistem penilaian diagnostik multiaksial, dan
harus dinyatakan ketika generalisasi temuan
pendekatan yang berusaha untuk menjadi
ini ke konteks lain (mis sistem peradilan) di
netral terhadap penyebab gangguan mental.
mana subjek mungkin memiliki motivasi kuat
Upaya ini dibantu oleh pekerjaan yang luas
untuk keterlibatan narkoba di bawah-laporan.
Mendal
and
Stattistical
Disorders)
pengembangan
edisi
Manual
Berbagai DAST cut-poin yang divalidasi
validitas.
(DAST).
Penelitian
Namun,
ini
hati-hati
untuk membangun dan memvalidasi kriteria
Pada DSM III, pola perilaku abnormal
diagnostik, serta mengembangkan wawancara
digolongkan sebagai “gangguan mental pada
untuk penelitian dan penggunaan klinis.
pecandu”. Gangguan mental mencangkup
ICD-9 tidak termasuk kriteria diagnostik
distres emosional (secara khusus ada pada
atau sistem multiaksial karena fungsi utama
depresi
dari sistem internasional ini adalah untuk
impairment yang signifikan pada fungsi
menguraikan kategori untuk pengumpulan
psikologis. Fungsi yang rusak melibatkan
data statistik kesehatan dasar. Sebaliknya,
berbagai
DSM-III
tujuan
tanggungjawab di tempat kerja, keluarga, dan
tambahan memberikan definisi yang tepat dari
masyarakat luas. Hal tersebut mencangkup
gangguan mental untuk dokter dan peneliti.
pula
dikembangkan
dengan
Karena ketidakpuasan di semua obat dengan
dan
pola
kecemasan)
kesulitan
perilaku
dalam
yang
dan
ataupun
memenuhi
menempatkan
Supriyanto, Rehabilitation Counseling: Concept... 25
seseorang pada resiko mengalami penderitaan pribadi, sakit, atau kematian.
Wawancara Wawancara menurut Moleong (2009:
Menurut Nevid, Rathus, dan Greene
186) adalah percakapan yang dilakukan oleh
(2005:67), menjelaskan bahwa “diagnosis
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
gangguan mental dalam DSM mensyaratkan
yang
bahwa pola perilaku tersebut tidak mewakili
terwawancara (interviewee) yang memberikan
suatu respons yang sesuai secara budaya atau
jawaban atas pertanyaan itu. Menurut Benney
diduga muncul pada peristiwa stres berat,
& Hughes dalam (Denzin, 2009: 501),
seperti kehilangan orang tercinta”. Pada
wawancara
pecandu narkoba, perilaku sebagai pecandu
pertemuan
muncul dapat dialami karena faktor tempat
berinteraksi dalam jangka waktu tertentu
kerja, keluarga, dan masyarakat luas. Hal
berdasarkan kesetaraan status, terlepas apakah
tersebut muncul disebabkan berbagai tekanan
hal tersebut benar-benar kejadian nyata atau
yang menimbulkan efek jangka panjang untuk
tidak”. Dengan demikian, wawancara dapat
memakai narkoba. Dampak pemakai narkoba
menjadi alat/ perangkat dan juga dapat
adalah kerusakan secara fisik dan psikologis.
sekaligus
Pecandu narkoba memiliki gangguangangguan
di
dalam
dirinya
mempengaruhi
kehidupannya.
gangguan
bersifat
ini
mengajukan
pertanyaan
adalah “dua
seni
bersosialisasi,
manusia
menjadi
dan
objek.
yang
Maka
saling
dapat
disimpulkan bahwa interview atau wawancara
yang
merupakan suatu teknik pengumpulan data
Gangguan-
yang dilakukan dengan tanya jawab secara
deskriptif.
DSM
lisan, baik langsung atau tidak langsung
menguraikan ciri-ciri diagnostik dari perilaku
dengan
sumber
dan berusaha menjelaskan penyebab. Hal
(terwawancara).
data
responden/
klien
tersebut didukung dari hasil penelitian yang
Penerapan interview atau wawancara
menyimpulkan bahwa gangguan kepribadian
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe
dengan keandalan yang cukup baik terdapat di
wawancara.
negara-negara
perbedaan
terdapat wawancara diagnostic, wawancara
bahasa, dan budaya dengan menggunakan
penyembuhan atau perawatan, wawancara
wawancara
dan
penelitian, wawancara sample, wawancara
menemukan data yang relevan, bermakna, dan
bantuan hukum, dan seterusnya (Millan,
ramah pengguna. Loranger, dkk (1994).
2001: 410). Disamping itu, menurut Patton
yang
klinis
memiliki
semiterstruktur
dalam
Menurut
Moleong
didasarkan
atas
(2009:
fungsinya,
187–188)
perencanaan
maka
yang
pertanyaan,
26 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
wawancara dibedakan antara tipe wawancara
diagnosis retradasi mental tes intelegsngi
pembicaraan informal, wawancara dengan
digunakan untuk mengevaluasi intelektual
pendekatan menggunakan petunjuk umum,
yang mungkin disebabkan oleh gangguan
dan wawancara baku terbuka. Selanjutnya
lain, seperti gangguan syaraf otak akibat
menurut data dan informasi yang diinginkan
kecanduan akut dari narkoba. Tes intelegensi
dibedakan
sejarah
menyediakan profil tentang kekuatan dan
kehidupan, wawancara ethnografi, wawancara
kelemahan intelektual klien untuk membantu
postmodern,
feminis
mengembangkan suatu rencana pengobatan
(Pattilima, 2007: 66). Selanjutnya Esterberg
yang tepat dengan kemampuan klien dalam
(2002)
program rehabilitasi narkoba.
menjadi
dan
dalam
wawancara
wawancara
Sugiyono
(2009:
73–75)
membagi wawancara menjadi wawancara
2. Tes Kepribadian Self-Report
terstruktur, wawancara tak terstruktur, dan
Di dalam Tes Kepribadian Self-Report
wawancara semiterstruktur.
(self-report
Tes Psikologis
individu
Menurut Nevid, Rathus, dan Greene
personality memberi
sekumpulan
item
individu-
respon
terhadap
perasaan,
pikiran,
(2005:79) menjelaskan bahwa tes psikologis
pertimbangan,
adalah metode assessment terstruktur yang
mereka, dan semacamnya. Respon-respon
digunakan untuk mengevaluasi trait
yang
tersebut disampaikan dalam bentuk-bentuk
dan
“ya-tidak,” “benar-salah,” atau “setuju-tidak
kepribadian. Tes biasanya terstandarisasi pada
setuju.” Beberapa tes kepribadian self-report
sejumlah besar subjek dan menyediakan
dimaksudkan untuk mengukur trait atau
norma-norma yang membandingkan skor
konstruk tertentu, seperti kecamasan dan
klien
depresi.
cukup
stabil
seperti
dengan
intelegensi
rata-rata.
Dengan
membandingkan hasil tes dari sejumlah orang
yang
didiagnosis
mengalami
minat,
keyakinan
Behavioral Assessment
yang bebas gangguan psikologis dengan mereka
sikap,
test),
Behavioral
assessment
menggunakan
hasil tes sebagai sampel perilaku yang terjadi
gangguan psikologis pada pecandu narkoba.
ada situasi spesifik dan bukan sebagai tanda-
1. Tes Intelegensi
tanda dari tipe atau trait keribadian yang
Assessment perilaku pecandu narkoba seringkali
mencangkup
evaluasi
perilaku manusia merupakan hasil belajar,
intelegensi. Tes intelegensi yang formal
sehingga dapat diubah melalui memanipulasi
digunakan
dan
untuk
suatu
mendasarinya. Dalam konsep behavioral,
membantu
membuat
mengkreasi
kondisi-kondisi
belajar.
Supriyanto, Rehabilitation Counseling: Concept... 27
Menurut
pandangan
behavioristik,
setiap
langsung atau observasi perilaku sebagai
orang dipandang memiliki kecenderungan
kunci behavioral assessment. Konselor dalam
positif dan negatif yang sama. Menurut
mengamati perilaku pecandu narkoba secara
pandangan behavioral pula, perilaku terutama
klinis maupun non klinis melalui observasi
ditentukan oleh faktor-faktor situasional atau
perilaku
lingkungan, seperti penguatan dan sinyal-
bermasalah
sinyal stimulus (Nevid, Rathus, dan Greene,
narkoba.
2005:91).
untuk
mengetahui
dalam
program
prilaku rehabilitasi
Penggunaan observasi langsung sebagai
Model
behavioral
mengilhami
kunci dari behavioral assessment memiliki
perkembangan teknik-teknik yang bertujuan
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari
untuk meneliti perilaku individu dalam setting
observasi langsung adalah observasi langsung
kemiripan yang mungkin dengan situasi
tidak tergantung pada self-report dari klien,
nyata, sehingga memaksimalkan hubungan
yang mungkin terdistorsi oleh usaha untuk
antara situasi tes dan kriteria nyata. Peneliti/
membuat suatu impresi yang kurang baik atau
pemeriksa mungkin melakukan teknik-teknik
yang baik. Selain menyediakan pengukuran
yang
dan informasi yang akurat terhadap perilaku
dapat
fungsional,
telah
digunakan,
yaitu
self-monitoring,
analisis
dan
skala
penilaian perilaku. Analisis bermasalah
fungsional
bermasalah, observasi behavioral menyarankan
dari
diperiksa
perilaku
menggunakan
wawancara behavioral dengan mengajukan
strategi-strategi
antara lain: 1. Kemungkinan tidak ada konsesus dalam menetapkan
aspek-aspek
terminologi perilaku.
dari
perilaku
bermasalah. Perilaku pecandu narkoba juga
intervensi.
Observasi langsung juga memiliki kelemahan,
pertanyaan lebih banyak tentang riwayat dan situasional
dapat
dengan
2. Kurangnya
menggunakan
reliabilitas
atau
dapat diperiksa menggunakan metode-metode
ketidakkonsistenan
observasi untuk menghubungkan perilaku
waktu ke waktu. Reliabilitas berkurang
bermasalah dengan stimuli dan membantu
bila seorang konselor/ pengamat tidak
mempertahankannya. Teknik observasi yang
konsisten dalam pengkodean perilaku
lazim digunakan pada pecandu narkoba
yang spesifik/ dua/ atau lebih pengamat/
sebagai
konselor
pengumpul
data/
informasi.
Observasi/ pengamatan yang dilakukan secara langsung (observasi langsung). Observasi
pengukuran
memberikan
dengan tidak konsisten.
kode
dari
perilaku
28 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
3. Kecenderungan perilaku yang diamati dipengaruhi oleh sebab lain (reaktivitas). Jika sedang diobservasi, maka akan
Skala Penilaian Perilaku (behavioral rating scale) Menurut
Miltenberger
(2004:2),
melakukan perilaku terbaik. Jika tidak
”Frequency, duration, and intensity are all
diobservai, makan menunjukkan perilaku
physical dimensions of a behavior”. Maka
normal.
aspek yang mendasari perilaku manusia
4. Penyimpangan
pengamatan
(observer
adalah
frekuensi,
durasi,
dan
intensitas
drift) yaitu kecenderungandari pengamat
perilaku manusia. Sehingga dalam skala
atau
untuk
penilaian perilaku didasarkan pada aspek-
menyimpang dari sistem pengkodean di
aspek yang mendasari perilaku manusia. Hal
mana mereka telah terlatih sejalan dengan
tersebut didukung oleh Nevid, Rathus, dan
berlalunya waktu.
Greene
sekelompok
pengamat
5. Observasi behavioral
terbata untuk
pengukuran perilaku yang terlihat (overt).
(2005:79),
bahwa
suatu
skala
penilaian perilaku (behavioral rating scale) merupakan
suatu
daftar
cheklist
yang
menyediakan informasi tentang frekuensi,
Self Monitoring Menurut Nevid, Rathus, dan Greene
intensitas, dan rentang perilaku bermasalah.
(2005:79), “self monitoring diharapkan untuk
Skala penilaian perilaku ini menilai perilaku
melatih klien untuk mencatat atau memonitor
yang spesifik, bukan pada karakteristik-
perilaku.”
karakteristik kepribadian, walaupun perilaku
Harapannya
adalah
klien
memonitor atau mengamati dirinya sendiri
tersebut didasari pada kepribadian manusia.
akan
PENUTUP
perilakunya.
self
monitoring
memungkinan pengukuran secara langsung dari perilaku bermasalah pada saat dan di
Kesimpulan Masalah dalam kecanduan narkoba yang
tempat di mana perilaku itu terjadi. Pada
berhubungan dengan
umumnya
dapat bervariasi secara signifikan. Dorongan
klien
menyadari
frekuensi
kecanduan narkoba
terjadinya perilaku dan konteks situasional.
untuk
Kesimpulannya adalah bahwa pemantauan
mengambil dari semua aspek pada fungsi
diri,
mengamati
pecandu. Ada yang menyertai secara langsung
perilaku
maupun tidak langsung sebagai stimulus atau
atau
(mengukur)
kapasitas dan
untuk
mengevaluasi
menggunakan
narkoba
dapat
seseorang, merupakan komponen penting dari
dorongan seseorang untuk
fungsi eksekutif dalam perilaku manusia pada
narkoba. Aspek-aspek dari fungsi pecandu
instrumen self monitoring.
narkoba
mempengaruhi
menggunakan
dimensi-dimensi
Supriyanto, Rehabilitation Counseling: Concept... 29
psikologis
seseorang
menjadi
pecandu
narkoba yaitu (1) dimensi kognitif, (2) dimensi afektif, dan (3) dimensi aktif.
stakeholders dalam pelaksanaan program rehabilitasi. 3. Proses dalam mengumpulkan informasi
Peran konselor adiksi untuk membantu
dalam assessment pada pecandu narkoba
dalam program rehabilitasi narkoba pada
diharapkan dapat membuat keputusan
pecandu narkoba. Konselor atau pembimbing
yang tepat untuk pelaksanaan bimbingan
adalah seorang yang mempunyai keahlian
maupun konseling bagi pecandu narkoba
dalam melakukan konseling dan menggali
berdasarkan informasi yang relevan, valid,
pengetahuan tentang program rehabilitasi
dan reliable.
lebih dalam pada pecandu narkoba yang ingin
DAFTAR RUJUKAN
sembuh.
Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The Aggression Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 63: 452-459 Cursel, Carlina. (2013). Penerapan Tindakan Rehabilitasi bagi pelaku Tindak Pidana Narkotika Bedasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Mataram: Unversitas Mataram Davidson, GC., Neale, JM., Kring, AM., (2014). Psikologi Abnormal Edisi Ke9 (Terjemahan). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Denzin, N.K. and Yvonna S.L., (2009). Handbook of Qualitative Research (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gavin, D. R., Ross, H. E., & Skinner, H. A. (1989). Diagnostic validity of the drug abuse screening test in the assessment of DSM‐III drug disorders. British journal of addiction, 84(3), 301-307 Harding, C. (2006). Making Sense of Aggression, Destructiveness and Violence.Dalam C. Harding (Ed), Aggression and Destructiveness: Psychoanalytic Perspectives (hlm. 322). New York: Routledge Taylor & Francis Group Loranger, A. W., Sartorius, N., Andreoli, A., Berger, P., Buchheim, P., Channabasavanna, S. M., ... &
Peran
konselor
dalam
proses
rehabilitasi salah satunya yaitu penggunaan assessment yang tepat sesuai keadaan dari pecandu.
Harapan
dari
penggunaan
dalam
proses
pelaksanaan
assessment program
rehabilitasi
narkoba
adalah
pelaksanaan bimbingan maupun konseling yang tapat bagi pecandu narkoba yang menjalani
program
rehabilitasi
narkoba.
Dagnosis kecanduan dapat diketahui melalui instrumen-instrumen, yaitu wawancara, tes psikologis,
kuisioner,
self-report,
self-
monitoring, behavioural assessment, dan skala penilaian perilaku. Saran 1. Diagnosis
problematika
psikologis
pecandu narkoba perlu menggunakan instrument yang tepat. 2. Penggunaan instrument untuk mengetahui kebutuhan pecandu harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan
30 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 19-30
Jacobsberg, L. B. (1994). The international personality disorder examination: The World Health Organization/Alcohol, Drug Abuse, and Mental Health Administration International Pilot Study of Personality Disorders. Archives of General Psychiatry, 51(3), 215-224 MacLaren, V.V., Best, L.A., & Bigney, E.E. (2010). Aggression–Hostility Predicts Direction Of Defensive Responses To Human Threat Scenarios. Personality and Individual Differences, 49: 142147 Millan, J.H. and Sally. S., (2001). Research in Education. A Conceptual Introduction, 5th. New York: Addison Wesley Longman, Inc Miltenberger, Raymond G. (2008) . Behavior Modfication. Florida: Thomson Wadsworth Moleong, L.J., (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Myers, D. G. (2012). Social psychology. New York: Mc Graw-Hill. Navarro-Castro, L., & Nario-Galace, J. 2008. Peace Education: A Pathway to a Culture of Peace. Quezon City: Center for Peace Education, Miriam College Nevid, JS., Rathus, SA., and Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal (terjemahan). Jakarta: Erlangga Pattilima, H., (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Badung: Alfabeta Piptakul, Kitipan Kanjana. (2010). Manajemen Program Terapi dan Rehabilitasi di Asia. Jakarta: Program Penasihat Narkoba Colombo Plan Purwanto, M. Ngalim. (2010). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Ramirez, J. M. (2009). Some Dychotomous Classifications of Aggression According to Its function. Journal of Organisational Transformation and Social Change, 6 (2): 85-101.
See, Nora J. (2013). Models and Theories of Addiction and The Rehabilitation Counselor. Research Papers. Southern Illinois University Carbondale. 478, 125 Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Wahyudi, Amien. (2016). Larangan Mengkonsumsi Narkoba Dalam Islam. ProsidingSeminar Nasional “Konseling Krisis”.122-127 Willis, Sofyan S. (2004). Konseling Individual “Teori dan Praktek”. Bandung: Alfabeta Winkell. (2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi