REDUKSI LOGAM BERAT Hg, Ag, DAN Cr LIMBAH LABORATORIUM MENGGUNAKAN METODE PRESIPITASI DAN ADSORPSI
Oleh : JAMHARI F03400019
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
REDUKSI LOGAM BERAT Hg, Ag, DAN Cr LIMBAH LABORATORIUM MENGGUNAKAN METODE PRESIPITASI DAN ADSORPSI
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : JAMHARI F03400019
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
REDUKSI LOGAM BERAT Hg, Ag, DAN Cr LIMBAH LABORATORIUM MENGGUNAKAN METODE PRESIPITASI DAN ADSORPSI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : JAMHARI F03400019
Dilahirkan pada Tanggal 02 Desember 1981 Di Indramayu
Tanggal Lulus :
Menyetujui : Bogor, Juli 2009
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing Pembimbing Akademik
JAMHARI. F03400019. Reduksi Logam Berat Hg, Ag, Dan Cr Limbah Laboratorium Menggunakan Metode Pr esipitasi dan Adsorpsi. Di bawah bimbingan Suprihatin. 2009
RINGKASAN Kegiatan operasional laboratorium menghasilkan buangan atau limbah seperti limbah padat, cair dan gas. Adanya peningkatan aktivitas kegiatan laboratorium, baik kegiatan praktikum, pen elitian ataupun kegiatan – kegiatan lainnya yang menggunakan bahan kimia menyebabkan peningkatan jumlah buangan limbah dari segi kuantitasnya. Beberapa tipe limbah cair mengandung logam berat seperti Hg, Ag dan Cr yang berbahaya dan dapat membahayakan lingkungan sekitar karena bersifat toksik bagi hewan dan manusia. Penanganan yang sesuai dapat membantu mengurangi atau menghilangkan sifat racunnya. Keuntungan dari penghilangan sifat racun juga mengurangi resiko kontaminasi pada pekerja laboratorium atau mah asiswa yang melakukan kegiatan di laboratorium dan menghindari resiko terhadap kontaminasi lingkungan . Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi proses pengolahan limbah laboratorium dengan metode presipitasi dan adsorpsi, serta menentukan efisiensi penurunan parameter pencemar oleh bahan presipitan dan arang aktif yang ditambahkan sehingga bisa diukur sejauh mana efesiensi yang dihasilkan. Limbah cair laboratorium yang diteliti memiliki pH 1.3 – 1.4, kandungan COD 320 - 360 mg/L, logam berat Hg sebesar 77.6 - 391.6 mg/L, Ag sebesar 2.6 9.14 mg/L dan Cr sebesar 11.36 – 21.9 mg/L. Beban pencemar tersebut masih belum memenuhi baku mutu air limbah. Metode presipitasi dan adsorpsi menjadi cara yang dilakukan untuk menurunkan beban pencemar limbah laboratorium. Pengaruh pH oleh NaOH 50 % yang ditambahkan pada 300 mL limbah pada proses presipitasi dicapai kadar COD belum memenuhi baku mutu air limbah. Hasil Pengukuran menunjukkan tingkat penyisihan maksimum Hg sebesar 97% pada pH 11.63 (pH 12±0.37), Ag sebesar 98.95% pada pH 11.63 (pH 12±0.37) dan Cr sebesar 96.85% pada pH 9.77 (pH 10±0.23). Berdasarkan dari hasil pengukuran, untuk Hg belum memenuhi baku mutu, sedangkan Ag dan Cr sudah memenuhi baku mutu. Hasil jartest dengan pengendapan satu hari menghasilkan warna dan kekeruhan terbaik pada pH 10. Hasil metode adsorpsi arang aktif baik tipe granule maupun tipe powder dengan beragam konsentrasi, mampu mengadsorpsi COD dan logam berat (Hg, Ag dan Cr) sampai pada batas memenuhi baku mutu air limbah. Arang aktif tipe granule beragam konsentrasi mampu mengadsorpsi logam berat Hg dan Cr sampai batas tidak terdeteksi. Sedangkan tipe powder hanya Hg yang sampai pada batas tidak terdeteksi.
JAMHARI. F03400019. Heavy Metal Reduction Hg, Ag, and Cr of Laboratory Waste Using Precipitation and Adsorption Method. Under The Guidance of Suprihatin. 2009
ABSTRACT Laboratory operational activities produce solid, liquid, and gasions wastes. Increased laboratory activities such as research and other laboratory ser vices result in increasing of the wastes quantity. Some types of wastes contain heavy metals such as Hg, Ag, and Cr. This heavy metals are toxic and pollute the environment. Appropriate treatment can reduce the heavy metals concentration in liquid waste. The objectives of this research were to determine the optimum condition of precipitation and adsorption, to determine the removal efficiency and the quality of the treated liquid. The studied liquid wastes is cha racterized by very highly acidi zand highly content of heavy metals. The characteristics are pH values of 1.3 – 1.4, COD of 320 – 360 mg/L, Hg of 77.6 – 391.6 mg/L, Ag of 2.6 – 9.14 mg/L, and Cr of 11.36 – 21.9 mg/L. Additition of NaOH 50% resulted in reduction of 97% for Hg at pH 11.63, 98.95% for Ag at pH 11.63 and 96.85% for Cr at pH 9 .77. Based on the results, Hg did not meet the requairement, the others me tal Ag and Cr concentrations met the requirement. Adsorption using activated carbon in the forms of granule and powder reduced COD and heavy metals (Hg, Ag, Cr) significanly. The qu ality of treated liquid waste was high and met the requirement according to Kepmen N0. 51/1995.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah -Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Reduksi Logam Berat Hg, Ag, dan Cr Limbah Laboratorium Menggunakan Metode Presipitasi dan Adsorpsi ”. Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan segala bentuk bantuan yang telah diberikan selama penulis mel aksanakan penelitian dan penyelesaian tugas akhir kepada : 1. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan dorongan selama penelitian dan penyelesaian tugas akhir ini. 2. Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc dan Dr. Ono Suparno, STP, MT sebagai dosen penguji atas saran dan masukan untuk penelitian . 3. Ayah, ibu, kakak dan adikku serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, cinta, kasih sayang, dan doa pada penulis. 4.
Laboran – laboran Departeman Teknologi Industri Pertanian antara lain : Pa Yogi, Pa Gun, Pa Edi, Pa Sugi, Ibu Ega dan Ibu Sri yang telah ikut membantu kelancaran penelitian.
5. Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkun gan TIN, IPB atas bantuan finansial sehingga penelitian ini dapat terlaksana. 6. Seluruh
pegawai administrasi
Fakultas
Teknologi
Pertanian
dan
Departemen TIN, Ibu Ratna, Pa Usmah, Mbak Yuli, Ibu Tety, Ibu Nur, Pa Mul, dan staf-staf lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih dapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Bogor,
Juli 2009
Penulis
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar -benarnya bahwa Skripsi dengan judul : “Reduksi
Logam
Berat
Hg,
Ag,
Dan
Cr
Limbah
Laboratorium
Menggunakan Metode Presipitasi dan Adsorpsi ” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, k ecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya.
Bogor,
Juli 2009
Yang Membuat Pernyataan
Jamhari F03400019
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Jayalaksana Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu, pada tanggal 02 Desember 1981. Pada tahun 1987 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Cangkingan VII (Sekarang SDN Jayalaksana IV) . Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah ini tahun 1993. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri Karangampel dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Sliyeg, Indramayu pada tahun 1997. Selama di SMU ini, penulis aktif dalam kegiatan organisasi seperti OSIS dan Palang Merah Remaja (PMR). Pendidikan tinggi dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor pada Fakult as Teknologi Pertanian (FATETA), Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI – 2000). Penulis telah menyelesaikan penelitian akhir dan menyusun skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing. Skripsi den gan judul “Reduksi Logam Berat Hg, Ag, Dan Cr Limbah Laboratorium Menggunakan Metode Presipitasi dan Adsorpsi” dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian (TIN) – FATETA IPB.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. vi DAFTAR ISI ............................................................................................... vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1 B. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................... 2 C. MANFAAT ........................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIMBAH LABORATORIUM........................................................... 3 B. LOGAM BERAT .............................................................................. 4 C. TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR .............................. 11 1. Presipitasi ..................................................................................... 11 2. Adsorpsi ........................................................................................ 13 III.METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 17 B. METODE PENELITIAN .................................................................. 17 1. Karakteristik Awal Limbah Laboratorium ..................................... 17 2. Tahapan Metode Presipitasi ........................................................... 17 3. Tahapan Metode Adsorpsi ............................................................. 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH LABORATORIUM ........................... 20 B. KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL PRESIPITASI ....................... 21 1. Pengaruh Volume NaOH Terhadap pH .......................................... 21 2. Pengaruh pH Terhadap COD (Chemical Oxygen Demand) ............ 22 3. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan ............................... 23 4. Pengaruh pH Terhadap Penyisihan Hg, Ag dan Cr ......................... 26 C. KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL ADSORPSI ........................... 28 1. Pengaruh Arang Aktif Terhadap COD .......................................... 28
2. Pengaruh Arang Aktif Terhadap Warna dan Kekeruhan ................. 29 3. Pengaruh Arang Aktif Terhadap Penyisihan Logam Berat (Hg, Ag, Cr) .................................................................................. 30 D. ASPEK BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH ...................................... 32 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN .................................................................................. 34 B. SARAN .............................................................................................. 34 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 35 LAMPIRAN ................................................................................................ 38
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Berbagai Macam Logam Berat dan Sumbernya di Alam ..................
4
Tabel 2. Karakteristik Limbah Sisa Analisis COD ......................................... 20
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram Alir Proses Presipitasi ................................................... 18 Gambar 2. Diagram Alir Proses Adsorpsi...................................................... 19 Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD ..................................... 20 Gambar 4. Pengaruh Volume NaOH 50% Terhadap pH ................................ 22 Gambar 5. Pengaruh pH Terhadap COD ....................................................... 23 Gambar 6. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan pada Pengendapan Selama 30 menit ..................................................... 24 Gambar 7. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan pada Pengendapan Selama Satu Hari.................................................... 25 Gambar 8. Pembentukan Warna pada Berba gai pH ....................................... 25 Gambar 9. Pengaruh pH Terhadap % Penyisihan Hg, Ag, dan Cr ................. 26 Gambar 10. Pengaruh pH Terhadap Konsentrasi Hg ..................................... 27 Gambar 11. Pengaruh pH Terhadap Konsentrasi Ag dan Cr ......................... 28 Gambar 12. Pengaruh Arang Aktif Terhadap COD ...................................... 29 Gambar 13. Pengaruh Arang Aktif Tipe Granule Terhadap Warna dan Kekeruhan ............................................................... 30 Gambar 14. Pengaruh Arang Aktif Tipe Powder Terhadap Warna dan Kekeruhan ............................................................... 30 Gambar 15. Pengaruh Arang Aktif Tipe Granule Terhadap Penyisihan Logam Berat ............................................................ 31 Gambar 16. Pengaruh Arang Aktif Tipe Powder Terhadap Penyisihan Logam Berat ............................................................ 32
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tata Kerja Analisis dan Pengujian............................................. 39 Lampiran 2. Hasil Pengukura pH pada Proses Presipitasi .............................. 40 Lampiran 3. Volume NaOH 50% yang Ditambahkan Pada Proses Netralisasi pH ................................................................ 41 Lampiran 4. Hasil Pengukuran COD Pada Proses Presipitasi ........................ 42 Lampiran 5. Hasil Pengukuran Warna dan Kekeruhan pada Sampel (Pengendapan 30 menit dan Pengendapan Satu Hari) ................ 43 Lampiran 6. Persen Penyisihan Logam Berat Hg, Ag, dan Cr ........................ 44 Lampiran 7. Konsentrasi Logam Berat Hasil Presipitasi ................................ 45 Lampiran 8. Hasil Pengukuran COD, Warna, Kekeruhan, dan Logam Berat Pada Proses Adsorpsi (Tipe Granule dan Powder) ........... 46 Lampiran 9. Kepmen LH No. 51 Tahun 1995 ............................................... 47
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Air merupakan komponen lingkungan yang sering menjadi masalah karena pencemaran. Pencemaran terhadap air meliputi pencemaran air tanah, sungai, kolam, danau dan lautan yang disebabkan oleh limbah industri, rumah tangga, bahkan bisa disebabkan oleh limbah laboratorium kimia atau sejenisnya. Kegiatan operasional laboratorium Departemen Teknologi industri Pertanian menghasilkan buangan atau limbah seperti limbah padat, cair dan gas. Adanya peningkatan aktivitas kegiatan labor atorium, baik kegiatan praktikum, penelitian ataupun kegiatan – kegiatan lainnya yang menggunakan bahan kimia menyebabkan peningkatan jumlah buangan limbah dari segi kuantitasnya. Selain
itu,
Departemen
Teknologi
Industri
Pertanian
juga
menghasilkan limbah yang berasal dari hasil pengujian sampling. Limbah tersebut masih memiliki beban parameter pencemar yang tinggi seperti pengujian COD atau sisa limbah hasil pengukuran logam berat. Limbah dari hasil analisis limbah itu sendiri masih memiliki potensi berb ahaya apabila tidak ditangani lebih lanjut. Semakin banyak kegiatan laboratorium terutama dalam penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya, semakin tinggi pula kandungan limbah yang bisa terakumulasi. Limbah laboratorium tersebut bila tidak dikontrol dan dikelola dengan baik bisa menimbulkan kerugian terhadap lingkungan sekitarnya, mulai dari bau yang tidak sedap sampai pada timbulnya gangguan pada kesehatan. Beberapa cara untuk menanggulangi pencemaran logam yang bisa diterapkan dalam pengolahan limbah labor atorium yaitu dengan metode presipitasi dan adsorpsi. Presipitasi dilakukan dengan cara menaikkan pH yakni dengan penambahan basa sehingga logam berat berubah menjadi oksida logam yang mudah mengendap. Metode
adsorpsi dilakukan dengan
penambahan arang aktif yang mampu menjera p logam berat dalam jumlah yang tidak sedikit.
Proses
pengolahan
limbah
diperlukan
sebagai
upaya
untuk
menurunkan beban parameter pencem arnya agar sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Penentuan kondisi pengolahan yang tepat akan memaksimalkan proses pengolahan limbah laboratorium tersebut sehingga kadar pencemarnya dapat terkurangi secara maksimal.
B. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, yaitu : 1. Menentukan kondisi proses pengolahan limbah laboratorium dengan metode presipitasi dan adsorpsi. 2. Menentukan efisiensi penurunan parameter pencemar oleh bahan presipitan dan arang aktif yang ditambahkan sehingga bisa diukur sejauh mana efesiensi yang dihasilkan
C. Manfaat Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi institusi, pihak pengelola laboratorium, dan sebagai masukan dalam kebijakan penanganan limbah yang dihasilkan dari laboratorium.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Laboratorium Limbah laboratorium pada dasarnya merupakan limbah yang terbentuk dari aktivitas laboratorium , seperti kegiatan praktikum dan penelitian, pemakaian bahan-bahan kimia untuk berbagai analisa menjadi sumber utama terbentuknya limbah laboratorium yang bisa dikate gorikan sebagai limbah yang berbahaya (Anonim, 2009). Adanya bahan kimia di universitas dimulai dari pemberian bahan yang diperlukan di gudang kimia kepada pekerja atau mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktek atau mahasiswa sedang melakukan penelitian di laboratorium. Bahan tersebut digunakan untuk sintesis maupun analisis. Oleh karena tujuan penggunaannya, maka terbentuk bahan awal, produk samping, pelarut yang digunakan dan bahan kimia terkontaminasi, dima na bahan ini harus diurai atau dibuang jika daur ulangnya tidak mungkin dilakukan (Anonim, 2009) Pembuangan limbah laboratorium tidak hanya dibuang secara langsung begitu saja ke badan air. Hal tersebut tergantung pada tipe percobaan yang dilakukan dan bahan kimia yang digunakan. Beberapa tipe limbah berbahaya yang dihasilkan tidak dapat dibuang dalam bentuk aslinya dan harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Penanganan yang sesuai dapat membantu mengurangi atau menghilangkan sifat racunnya. Keuntunga n dari penghilangan sifat racun juga mengurangi resiko kontaminasi pada pekerja laboratorium atau mahasiswa yang melakukan kegiatan di laboratorium. Selain itu juga yang lebih penting adalah menghindari resiko terhadap kontaminasi lingkungan (Anonim, 2009). Limbah yang dibuang sembarangan, jika masuk ke badan air tanah dan mengalir ke pemukiman pen duduk akan menimbulkan bahaya, terutama logam-logam berat. Jika tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan makhl uk hidup dan merusak lingkungan (Saputra, 2008). Konsep pengolahan limbah yakni menghindari, mengurangi, dan membuang limbah bisa menjadi pedoman terhadap pengolahan limbah
laboratorium. Setiap oarang yang mengembangkan, menghasilkan, mengolah , dan memproses atau me nyebarkan bahan mempunyai komitmen untuk menghindari limbah. Jika tidak mungkin untuk dihindari maka jumlah limbah harus dikurangi dengan pengumpulan terpisah dan melakukan daur ulang. Akhirnya, setelah semua usaha ini dilakukan, jumlah limbah yang masih tersisa harus dibuang sebagai ”tanp a resiko” terhadap kesehatan dan lingkungan. Penggunaan kembali limbah laborato rium dapat dilakukan, misalnya untuk bahan kimia yang telah digunakan setelah melalui prosedur daur ulang yang sesuai (Anonim, 2009). B. Logan Berat Air sering tercemar oleh komp onen-komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Logam-logam berat bisa bersumber dari alam seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Berbagai Macam Logam Berat dan Sumbernya di Alam Elemen Antimony Arsenic Beryllium Cadmium Chromium Copper Lead Mercury Nickel Selenium Silver Thallium Zinc
Sumber logam di alam Stibnite (Sb 2S3), geothermal springs, mine drainage. Metal arsenides and arsenates, sulfide ores (arsenopyrite), arsenite (HAsO2), vulcanic gases, geothermal springs. Beryl (Be 3Al2Si6O16), Phenacite (Be 2SiO4). Zinc carbonate and sulfide ores, coppe r carbonate and sulfide ores. Chromite (FeCr 2O), chromic oxide (Cr 2O3). Free metal (Cu 0), copper sulfide (CuS 2), Chalcopyrite (CuFeS 2), mine drainage. Galena (PbS) Free mercury (Hg 0), Cinnabar (HgS). Ferromagnesian minerals, ferrous sulfide ores, nickel oxide (NiO 2), Pentladite [(Ni,Fe) 9S8], nickel hydroxide [Ni(OH) 3]. Free element (Se 0), Ferroselite (FeSe 2), uranium deposits, black shales, Chalcopyrite-Pantladite-Pyrrhotite deposits. Free metal (Ag0), silver chloride (AgCl 2), Argentide (AgS 2), copper, lead, zinc ores. Copper, lead, silver residues. Zinc blende (ZnS), Willemite (ZnSiO 4), Calamite (ZnCO 3), mine drainage
Sumber : Novotny et al., 1994.
Beberapa logam berat tersebut ban yak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga perlu adanya pengawasan yang ketat agar tidak
membahayakan bagi pekerja -pekerjanya maupun lingkungan sekitarnya. Penggunaan logam-logam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari -hari berarti telah secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja maupun tidak sengaja, telah mencemari lingkungan (Fardiaz, 1992). Logam berat tergolong limbah B3 yang pada kadar tertentu dapat membahayakan lingkungan sekitarnya karena bersifat toksik bagi hewan dan manusia (La Grega, 2001). Logam berat dibagi dalam dua jenis yaitu logam berat essensial dan logam berat tidak essensial. Logam berat essensial keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat men imbulkan efek racun (toksik). Contoh logam ini yaitu Zn, Cu, Fe, dan Mn. Jenis kedua yaitu logam berat tidak essensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh bisa bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, dan Cr. Logam berat ini menimbulkan efek kesehatan bagi manusia. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme akan terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, dan karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya
adalah melalui kulit,
pernapasan dan pencernaan (Vouk, 1986). Saeni (1989) menyatakan bahwa masuknya logam ke dalam tubuh dalam jumlah yang melebihi normal akan menyebabkan keracunan bahkan sampai ke tingkat kematian. Menurut Widowati et al. (2008), logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan (non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan. Logam-logam berat tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Lebih lanjut dijelaskan urutan toksisitas logam berat terhadap hewan air secara berurutan yaitu merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), krom (Cr ), nikel (Ni), dan kobalt (Co) , sedangkan urutan toksisitas logam dari yang paling toksik terhadap manusia yaitu Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn. Logam-logam tertentu sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada produk pangan dan lingkungan, karena logam mempunyai sifat merusak jaringan tubuh ma hluk hidup (Connel dan Miller,
1995 dalam Suhartatik, 2004). Berikut adalah logam - logam berat yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan antara lain : 1. Arsen (As) Arsen diakui sebagai komponen essensial bagi sebagian hewan dan tumbuhan, namun demikian arsen labih popule r dikenal sebagai raja racun dibandingkan dengan kapasitasnya sebagai komponen essensial. Arsen dapat berikatan kuat dengan gugus thiol dan protein, menyebabkan penurunan kemampuan koordinasi gerak, gangguan pada urat syaraf, pernapasan serta ginjal. Namun demikian, arsen tidak menghambat sistem enzim (Widowati, 2008). Bila melebihi batas, arsen merupakan racun, bersifat karsinogenik pada kulit, hati, dan saluran empedu melalui kontak dengan makanan (Totok et al., 2002). Proses alam seperti berbagai flukt uasi cuaca mengakibatkan batu batuan dari gunung berapi memberikan kontribusi yang besar ke lingkungan (Darmono, 1995). Arsen dan senyawa-senyawa arsen terdapat dalam air limbah yang berasal dari industri meta lurgi, produksi keramik dan glassware, penyamakan, bahan-bahan warna, pabrik pestisida, pabrik bahan-bahan kimia organik dan inorganik, refinery minyak, dan industri mineral (Suryadiputra, 1994). 2. Kadmium (Cd) Kadmium adalah logam yang memiliki warna putih keperakan menyerupai logam alumunium. Logam ini digunakan untuk melapisi logam dan juga biasa digunakan pada industri cat enamel dan plastik (Darmono, 1995). Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Selain itu juga bisa menimbulkan gangguan lambung, kerapuhan tulang, berkurangnya haemoglobin, dan pigmentasi gigi bagi manusia melalui makanan (Totok et al., 2002).
3. Merkuri (Hg) Logam ini merupakan salah satu trace element yang mempunyai sifat cair pada temperatur ruang dengan spesific gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. Oleh karena itu, jenis logam ini banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian maupun laboratorium. Merkuri yang terdapat dalam limbah di perairan umum diubah oleh akti vitas mikroorganisme menjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dala m tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehata n manusia yang memakan hasil tangkap hewan -hewan air tersebut (Budiono, 2003). Merkuri merupakan salah satu logam berat yang mempunyai efek toksisitas yang paling tinggi. Logam merkuri dalam lingkungan perairan biasanya dalam bentuk senyawa CH 3-HgCl, C 2H5HgCl dan HgCl 2. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa toksik yang terbanyak mencemari lingkungan, seperti yang terjadi pada T eluk Minamata di Jepang pada tahun 1950-an dan di Teluk Jakarta tahun 1970 (Pal ar, 1994). Merkuri dapat menjadi racun bagi s el-sel tubuh, merusak ginjal, hati, dan syaraf. Selain itu, pada bayi dapat menyebabkan keterbelakangan mental (Totok et al., 2002). Merkuri digunakan dalam industri kelistrikan dan elektronik, pabrik bahan peledak, industri fotografi, industri bahan pen gawet dan pestisida. Industri kimia dan petrokimia menggunakannya sebagai bahan katalis, kegiatan laboratorium juga biasanya menggunakan logam cair ini (Suryadiputra, 1994). Menurut Kristanto (2002), suatu laporan yang dibua t oleh Environmental Protection Agency (EPA) memuat beberapa untuk mencegah terjadinya pencemaran merkuri di lingkungan. Salah satunya yaitu semua industri yang menggunakan merkuri harus membuang limbah
industrinya dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkurinya sampai batas normal. 4. Tembaga (Cu) Tembaga
bersifat
racun
terhadap
semua
tumbuhan
pada
konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat (Suhendrayatna, 2001). Sumber utama tembaga dalam air limbah berasal dari proses proses pengawetan logam (methal pickling baths) dan penyepuhan (plating baths). Tembaga juga dapat ditemukan pada berbagai pabrik -pabrik bahan kimia yang menggunakan garam -garam tembaga dan katalis -katalis tembaga (Suryadiputra, 1994). 5. Timbal (Pb) Timbal merupakan jenis logam yang lunak yang berwarna coklat kehitaman serta mudah di murnikan dari proses pertambangan. Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering disebut galena. Penggunaan paling banyak adalah bahan pada produksi baterai pada kendaraan bermotor (Darmono, 1995). Kendaraan bermotor merupakan sumber penghasil timbal yang dikeluarkan melalui asapnya. Masa tinggal partikel Pb oleh asap kendaraan bermotor adalah selama 4 – 40 hari, sehingga menyebabkan partikel Pb dapat disebabkan oleh angin hingga mencapai jarak 100 – 1000 km. Sebagian partikel timbal yang terkandung dalam udara diendapkan pada jarak sejauh 33 km dari tepi jalan raya (Widiriani, 1996 dalam Ayu, 2002). 6. Seng (Zn) Seng merupakan salah satu unsur logam yang keberadaanya di dalam air bisa bersifat logam ringan atau logam berat. Biasa nya jarang sekali berbentuk atom tersendiri, tetapi biasanya terikat oleh senyawa lain
sehingga berbentuk molekul. Seng di alam ditemukan dalam bentuk sulfida (Darmono, 1995). Penggunaan elemen ini pada proses galvinasi besi sangat luas. Seng biasanya dijumpai pada tanah dengan level 10 – 300 ppm dengan perkiraan kasar rata-rata 30 – 50 ppm. Lumpur pembuangan biasanya mengandung seng dengan kadar tinggi. Elemen ini lebih bersifat aktif di tanah (Suhendrayatna, 2001). Keberadaan seng pada air limbah berasa l dari pabrik baja, benang rayon dan serat, produksi bubur kertas ( pulp), dan juga ditemukan pada industri pengolahan logam dan penyepuhan. Toksisitas seng menurun dengan meningkatnya kesadahan dan akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan penurunan oksi gen terlarut (Suryadiputra, 1994). 7. Kromium (Cr) Kromium (Cr) merupakan unsur yang melimpah yang terdapat di alam dengan berbagai bentuk oksida, yaitu Cr (0), Cr (III) atau Cr trivalent, Cr (IV) atau Cr heksavalen. K romium secara alami bisa ditemukan di batuan, tumbuhan, hewan, tanah dan gas, serta debu gunung berapi. Kromonium Cr (III) secara alami terjadi di alam, sedangkan Cr (0) dan Cr (VI) pada umumnya berasal dari proses industri (Widowati et al., 2008). Logam Cr adalah bahan kimia yang bersifat persiten, biokumulatif, dan toksik (Persistent, Bioaccumulative and Toxic (PBT)) yang tinggi serta tidak mampu terurai di dalam tubuh m anusia melalui rantai makanan. Kestabilan diakumulasikan akan memengaruhi toksisitasnya terhadap manuasia secara beruruta n, mulai dari tingkat toksisita s terendah, yakni Cr (0), Cr (III), dan Cr (VI). Cr (VI) pada umumnya 1.000 kali lipat lebih toksik dibandingkan Cr (III). K romium (Cr) (III) bersifat kurang toksik dibandingkan Cr (VI), tidak bersifat iritatif, serta tidak korosif. Namun, senyawa Cr (III) lebih toksik pada ikan dan binatang air lainnya dibandingkan Cr (VI). Toksisitas Cr pada ikan dipengaruhi oleh sifat fisiko-kimia peraian, yaitu pH, kadar Ca, dan Mg. Perairan dengan pH
rendah, tetapi kadar Ca dan Mg cukup tinggi menyebabkan toksisitas Cr terhadap ikan menjadi rendah (Svobod et al., 2003; Drew et al., 2006). Limbah logam berat Cr (VI), yang merupakan salah satu jenis limbah berbahaya, dapat berasal dari industri cat, pelapisan logam (electroplating), dan penyamakan kulit (leather tanning). Krom terdapat di alam dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr (VI) atau chromium hexavalent dan Cr (III) atau chromium trivalent. Cr (VI) mudah larut dalam air dan membentuk divalent oxyanion yaitu kromat (CrO 42-) dan dikromat (Cr2O72-). Tingkat toksisitas Cr (VI) sangat tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua organisme untuk konsentrasi > 0,05 ppm. Cr (VI) bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia. Sementara itu, toksisitas Cr(III) jauh le bih rendah bila dibandingkan dengan Cr (VI), yaitu sekitar 1/100 kalinya, sehingga untuk mengolah limbah krom, Cr (VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr (III). Di samping itu, Cr (III) mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh senyawasenyawa organik dan anorganik pada pH netral atau alkalin (Darmono, 1995 dan Widowati et al., 2008). 8. Perak (Ag) Perak terlarut biasanya terdapat dalam bentuk perak nitrat. Keberadaannya dalam air limbah biasanya berasal dari industri porselen, fotografi, penyepuh listrik, dan pabrik tinta. Nilai ekonomis logam perak tinggi sehingga pengolahan limbah perak biasanya disertai dengan pertimbangan kemungkinan untuk daur ulangnya (Suryadiputra, 1994). Menurut Totok et al. (2002), perak merupakan logam berat yang terlarut dalam air dan dapat mengganggu kese hatan. Perak dapat menyebabkan penyakit agria, warna kulit kelabu kebiruan dan penyakit pada mata. Metode-metode pengolahan yang mendasar yaitu meliputi : pengendapan, pertukaran io n, pertukaran reduktif dan recovery elektronik. Perak dihilangkan dari air limbah dengan die ndapkan sebagai perak klorida. Perak dapat diendapkan secara selektif sebagai perak klorida dari suatu air limbah yang mengandung campuran logam tanpa terlebih dahulu dipisahkan atau dengan pengendapan serentak dengan logam lainnya. J ika
kondisi pengolahan bersifat alkalin (basa), dihasilkan pengendapan hidroksida-hidroksida dari logam-logam lain bersama perak klorida (Suryadiputra, 1994). Penggunaan arang aktif mampu menghilangkan perak yang berada dalam konsentrasi yang rendah dalam larutan. M ekanisme yang dilaporkan dari metode ini adalah dengan terbentuknya unsur perak pada permukaan karbon dan dari laporan ini diperlihatkan bahwa perak akan tertahan sebesar 9% dari berat karbon pada pH 2.1 dan sebesar 12% pada pH 5.4 (Suryadiputra, 1994). C. Teknologi Pengolahan Limbah Cair 1. Presipitasi Metode presipitasi (pengendapan) merupakan salah satu metode pengolahan yang banyak digunakan untuk memisahkan logam berat dari limbah cair (Metcalf & Edy, 1991). Metode presipitasi kimia ini dilakukan dengan penambahan sejumlah zat kimia tertentu untuk mengubah senyawa yang mudah larut ke bentuk padatan yang tak larut (Long, 1995). Presipitasi kimiawi dapat dipakai untuk mengolah limbah encer yang mengandung bahan beracun, yang dapat diubah menjadi bentuk tak larut, misalnya limbah yang mengandung arsen, cadmium, chrom, cuprum, plumbum, hidrargyrum, nikel, argentum, dan zink (Vogel (1985) dalam Andaka (2008)). Presipitasi merupakan salah satu usaha untuk mengubah kondisi fisik bahan dari berbentuk terlarut ( dissolved) menjadi padatan tersuspensi , sehingga dapat atau dengan mudah dipisahkan oleh proses sedimentasi. Penggunaan proses presipitasi mempunyai tujuan untuk menghasilkan keadaan dimana terdapat kondisi ben tuk padatan tak larut yang dominan (Schoedder, 1977 dalam Ismayana, 1997). Proses presipitasi kimia merupakan suatu proses yang bisa diterapkan pada pengolahan limbah terutama pada tahapan untuk menghilangkan kandungan logam berat atau kandungan senyawa or tofosfat dalam air limbah (Suryadiputra, 1994 dan Ismayana, 1997). Suryadiputra
(1994) menambahkan bahwa logam -logam berat biasanya diendapkan sebagai hidroksida lewat peambahan kapur atau kaustik soda (NaOH) pada suatu nilai pH dimana terjadi kelarutan y ang minimum. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Eckenfelder (1989) dan Keenan (1991) bahwa tiap-tiap logam memiliki karakteristik pH optimum presipitasi sendiri, yaitu pH pada saat logam tersebut memiliki kelarutan minimum. Oleh karena itu, pada limbah yan g mengandung beragam logam, proses presipitasi dilakukan secara bertahap, yaitu dengan melakukan perubahan pH pada tiap tahapannya sehingga logam -logam tersebut dapat mengendap secara bertahap (Demopoulos, 1997). Konsep dasar presipitasi adalah adanya ke seimbangan antara padatan dan yang terlarut pada larutan tersebut (Eilbeck dan Mattock, 1992). Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan presipitat (endapan) antara lain : 1. Kekuatan ion (ionic strength) 2. Efek ion bervalensi sama ( the common ion effect), adanya peningkatan kekuatan ion. 3. Pembentukan kompleks, menghasilkan kelarutan rendah. 4. Ukuran partikel, merupakan variabel dalam keseimbangan akhir dan berkaitan erat terhadap kebutuhan energi. Eckenfelder (1980) membedakan definisi dan penerapan koagulasi dan presipitasi. Koagulasi didefinisikan sebagai penambahan bahan kimia pada dispersi koloidal dan menghasilkan destabilisasi partikel dengan adanya reduksi gaya. Koagulasi terdiri dari reduksi muatan permukaan dan pembentukan kompleks hydrous oxide. Presipitasi terdiri dari pembentukan gumpalan-gumpalan pencemar yang tidak dapat larut. Contoh koagulasi adalah dispersi koloid dari kekeruhan dan warna, sedangkan contoh proses presipitasi adalah penyisihan fosfor dan logam berat. Kemampuan proses presipitasi k imia untuk menghilangkan bahan yang ada pada air buangan atau air limbah, dikemukakan oleh Metcalf & Eddy (1991) yaitu sebesar 80 – 90 persen total bahan tersuspensi, 40 -70 persen BOD, 30 – 60 persen COD, dan 80 – 90 persen bakteri.
Proses presipitasi kimia tidak hanya terjadi pada fenomena kimia semata, namun juga terdapat fenomena fisik di dalamnya. Fenomena fisik yang ada antara lain adalah perubahan bentuk padatan terlarut yang relatif berukuran kecil menjadi padatan tersuspensi yang relatif berukuran besar sehingga mudah diendapkan. Faktor fisik lainnya adalah pengadukan yang mempercepat proses presipitasi kimia (Metcalf & Eddy, 1991). 2. Adsorpsi Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari limbah adalah adsorpsi (Rios et al., 1999). Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, caira n dengan gas atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan udara dengan desiccant (penyerap), pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air menggunakan karbon aktif, ion exchanger untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari media exchanger. Artinya, pengolahan air minum dengan karbon aktif hanyalah salah satu dari terapan adsorpsi (Anonim, 2008). Adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan masa adsorbat dari fase gerak (fluida pembawa a dsorbat) ke permukaan adsorben. Dalam prosesnya terjadi tarik menarik antar molekul adsorbat (zat teradsorpsi) serta antara molekul-molekul adsorbat dan tapak-tapak aktif pada permukaan adsorben (pengadsorpsi). Perpindahan massa terjadi jika gaya tarik adsorben lebih kuat (Setyaningsih, 1995). Berdasarkan jenis gaya tari k ini, dikenal adsorpsi fisik (fisisorpsi) yang melibatkan gaya van der waals, dan adsorpsi kimia (kimisorpsi) yang melibatkan reaksi kimia (Bird, 1985). Proses adsorpsi secara umum dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut (Anonim, 2009) :
1. Luas permukaan Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.
2. Jenis adsorbat a. Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki
kemampuan
tarik-menarik
terhadap
molekul
lain
dibandingkan molekul yang tidak da pat membentuk dipol (non polar). b. Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi. c. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorb dibandingkan rantai yang lurus. 3. Struktur molekul adsorbat. Hidroksil dan amino berakibat mengurangi kemampuan penyisihan sedangkan nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan . 4. Konsentrasi Adsorbat Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben . 5. Temperatur a. Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori -pori adsorben lebih terbuka. b. Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben , sehingga kemampuan penyerapannya menurun . 6. pH pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses a dsorpsi. 7. Kecepatan pengadukan Kecepatan pengadukan menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu lambat , maka proses
adsorpsi berlangsung lambat pula ; tetapi bila pengadukan terlalu cepat , kemungkinan struktur adsorben ce pat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal. 8. Waktu Kontak Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan. 9. Waktu kesetimbangan Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan), ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif), ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi , dan konsentrasi ion logam. Mekanisme peristiwa adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut. Molukel adsorpbat berdifusi melalui suatu lapis an batas ke permukaan luar adsopben, disebut difusi eksternal. Sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tapi sebagian besar berdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben (difusi internal). Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar adsorbat akan teradsorpsi dan terikat di permukaan. Namun, bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh oleh adsorbat, dapat terjadi dua hal : (1) Terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan. Gejala ini disebut adsorpsi multilapisan, atau sebaliknya (2) Tidak terbentuk lapisan kedua sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida (Rahmawati, 2006). Proses adsorpsi pada karbon aktif terjadi mel alui tiga tahap dasar. Zat terjerap pada karbon aktif bagian luar, lalu bergerak menuju pori -pori karbon aktif, selanjutnya terjerap ke dinding bagian dalam dari karbon aktif (Rahmawati, 2006).
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu limbah hasil analisis COD, larutan K2Cr2O7, larutan ferro amonium sulfat (FAS), indikator ferroin, Ag2SO4, NaOH dan H 2SO4 serta adsorben arang aktif berbentuk granule dan powder. Alat yang digunakan yaitu VELP scientifica Test di cessione CGF jartester, Spektofotometer Direct Reading (DR) 2000, timbangan, pengaduk, pH meter, kertas pH, oven, kertas saring, turbidity meter, alat shaker,alat-alat gelas dan reaktor COD.
B. METODE PENELITIAN 1. Karakterisasi Awal Limbah Laboratorium Sampel limbah laboratorium berasal dari limbah hasil analisis COD (Chemical Oxygen Demand) berupa cairan yang di dalamnya terdapat bahan kimia berbahaya dan sangat toksik sehingga tidak dapat dibuan g secara langsung ke badan air. Analisis yang dilakukan pada limbah awal ini yaitu meliputi pengukuran pH, kekeruhan, warna, kadar COD dan logam ber at yang meliputi merkuri (Hg), perak (Ag) dan k rom (Cr). 2. Tahapan Metode Presipitasi a. Pengaturan pH Proses pengaturan pH dilakukan untuk menaikkan pH dengan keragaman pH yaitu pH 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14. Bahan kimia yang digunakan untuk netralisasi pH adalah NaOH 50% yang dibuat dengan memasukkan 500 gram NaOH padat ke dalam satu liter (1000 mL) aquades. Mula-mula sebanyak 300 mL sampel limbah yaitu limbah sisa analisis COD dimasukkan masing-masing ke dalam tujuh gelas piala ukuran satu liter. Kemudian ditambahkan NaOH sedikit demi sedikit
untuk dinaikkan pH-nya masing-masing yaitu pH 2, 4, 6, 8, 10, 1 2 dan 14. Selama proses netralisasi dilakukan pengadukan agar homogen. b. Proses Jartest Sampel limbah yang sudah diatur pH -nya yaitu masing-masing pada pH 2, 6, 8, 10, 12 dan 14 di siapkan pada alat jartest. Proses jartest yang dilakukan pada sampel limba h diset untuk pengadukan cepat yaitu 120 rpm selama satu menit, kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat 45 rpm selama 20 menit. Setelah proses pendukan lambat selesai, sampel limbah kemudian diendapkan selama 30 menit dan juga diendapkan selama satu hari untuk mendapatkan hasil pengendapan yang terbaik. Sampel limbah yang telah diendapkan 30 menit dan satu hari diuji pH, warna, kekeruhan, COD, kadar logam berat Hg, Ag dan Cr. Adapun diagram alir tahapan proses presipitasi sebagai berikut :
Sampel air limbah laboratorium
Karakterisasi awal meliputi pengukuran pH awal, warna dan kekeruhan, COD awal serta kadar logam logam berat (Hg, Ag, Cr).
Inisiasi pH yaitu dengan keragaman pH 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14
Jartest
Hasil pengukuran awal meliputi pH, warna, kekeruhan, COD dan logam berat (Hg, Ag, Cr)
Gambar 1. Diagram Alir Proses Presipitasi
NaOH 50%
3. Tahapan Metode Adsorpsi Tahapan metode adsorpsi ini dilakukan dengan memasukkan arang aktif dengan berbagai konsentrasi. Tahapan ini dilakukan dengan terlebih dahulu melihat hasil pengukuran proses presipitasi. pH yang diterapkan pada proses adsorpsi ini adalah pH 10. Hal tersebut karena dari hasil presipitasi, pH terbaik didapat pada pH 10 yang didasarkan pada pengukuran warna dan kekeruhan optimum. Jenis arang aktif yang digunakan adalah arang aktif tipe granule dan arang aktif tipe powder. Mula-mula sebanyak 100 mL sampel limbah pH 10 masing -masing dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian ke dalam sampel tersebut dimasukkan arang aktif tipe granule dan tipe powder dengan masing-masing konsentrasi, yaitu 0, 0.25, 0.5, 1, 2, 3, 4, 8 dan 16 g/100 ml sampel limbah. Sampel-sampel kemudian dilakukan pengadukan dengan alat shaker selama 12 jam dengan kecepatan pengadukan 130 rpm. Hasil proses adsorpsi kemudian diukur warna, kekeruhan, COD dan logam berat (Hg, Ag, Cr). Adapun diagram alir proses adsorpsi yaitu sebagai berikut : Sampel air limbah laboratorium dengan pH 10
Penambahan arang aktif (granule dan powder) pada limbah dengan konsentrasi masing-masing yaitu : 0, 0.25, 0.5, 1, 2, 3, 4, 8 dan 16 g/100 ml sampel limbah
Pengadukan selama 12 jam dengan alat shaker. Kecepatan pengadukan yaitu 130 rpm Penyaringan filtrat dengan kertas saring
Analisis hasil proses adsorpsi (COD, warna dan kekeruhan, logam berat Hg, Ag dan Cr)
Gambar 2. Diagram Alir Proses Adsorpsi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD merupakan limbah buangan laboratorium yang tidak bisa la ngsung dibuang ke lingkungan. Hal itu karena masih mengandung kadar logam yang tinggi dan memiliki pH rendah. Limbah sisa analisis COD memiliki toksisitas yang tinggi. Hal tersebut karena dalam metode analisis COD memerlukan beberapa bahan kimia seperti kalium dikromat (K 2Cr2O7), merkuri sulfat (HgSO 4) untuk mengatasi gangguan klorida, dan katalis pereaksi oksidasi berupa perak sulfat (AgSO 4) serta asam sulfat. Bahan – bahan tersebut sangat toksis dan bilamana limbah cair sisa analisis COD ini dibuang ke s aluran pembuangan yang ada di laboratorium, maka akan mencemari perairan umum ( Ardeniswan, 2005). Limbah sisa analisis COD ini memiliki penampakan secara visual yaitu wana bening kebiruan. Warna asalnya pada saat analisis COD pada umumnya berwarna merah kekuningan ( orange), tetapi oleh karena penambahan ferroin yang ditambahkan untuk analis isnya, limbah analisa COD ini berubah menjadi kebiruan. Penampakan limbah sisa ana lisis COD disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD
Berdasarkan hasil pengukuran pada limbah sisa analisis COD yaitu pada pengukuran pH, warna, kekeruhan, COD, logam berat merkuri (Hg), perak (Ag), dan kromium (Cr) didapatkan hasil seperti pada Tabel 2. Pengukuran karakteristik tersebut diukur pada hari yang sama. Menurut Alaerts dan Santika (1987), percobaan harus dilakukan pada saat yang sama agar hasilnya dapat dibandingkan. Tabel 2. Karakteristik Limbah Sisa Analisis COD No
Parameter
Hasil pengukuran
Satuan
Baku Mutu
1
pH
1.3 – 1.4
-
6–9
2
Warna
43 - 45
PtCo
-
3
Kekeruhan
2.3 – 2.8
NTU
-
4
COD
320 - 360
mg/L
100
5
Logam berat a. Merkuri (Hg)
77.6 – 391.6
mg/L
0.005
b. Perak (Ag)
2.6 – 9. 141
mg/L
-
c. Kromium (Cr)
11.36 – 21.9
mg/L
0.5
Berdasarkan karakteristik di atas pH, COD, dan logam berat masih belum memenuhi baku mutu air limbah. Baku mutu limbah didasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. pH limbah sisa analisa COD tersebut sangat rendah sekali sehingga sangat berbahaya b aik bagi laboran maupun bagi lingkungan jika dibuang secara langsung. Logam berat yang terukur masih tinggi konsentrasinya, terlebih logam berat Hg yang sangat berbahaya dan sangat toksik. Warna, kekeruhan, dan perak dalam Kepmen LH No. 51 tahun 1995 tidak menjadi parameter yang disyaratkan. B. Karakteristik Limbah Hasil Presipitasi 1. Pengaruh Volume NaOH Terhadap pH Volume NaOH yang ditambahkan pada proses presipitasi (pengendapan) dilakukan secara bertahap dan penambahannya dilakukan sedikit demi sedikit. Natrium hidroksida yang digunakan pada prose s presipitasi ini yaitu NaOH 50 % yang dimasukkan ke dalam 300 mL limbah .
Semakin tinggi volume yang ditambahkan pada sampel limbah, maka pH akan meningkat. Hubungan antara volume NaOH dengan pH dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh Volume NaOH Terhadap pH
Saat melakukan proses netra lisasi dilakukan pengadukan agar larutan bisa terhomogenisasi sehingga pengukuran pH bisa diukur dengan baik. Menurut Andaka (2008 ), apabila suatu presipitan kimia ditambahkan ke dalam limbah cair encer yang mengandung logam dan dilakukan pengadukan dalam suatu tangki reaksi berpengaduk, maka logam terlarut tersebut diubah menjadi suatu bentuk tak larut dengan reaksi kimia antar senyawa logam terlarut dan presipitan . Hasil padatan tersuspensi dipisahkan dengan pengendapan di dalam wadah pengendapan. Keseragaman pH yang diterapkan pada penelitian adalah pH 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14. Berdasarkan Gambar 4 di atas diperlukan NaOH sebanyak 70 ml untuk bisa mencapai pH 2, sekitar 85 mL untuk pH 4 dan kisaran 90 mL untuk pH 6 – 14. Data dapat dilihat pada Lampiran 3. 2. Pengaruh pH Terhadap COD (Chemical Oxygen Demand) Kisaran konsentrasi COD pada limbah sisa analis is COD dari hasil pengukuran awal sebesar 320 – 360 mg/L masih belum memenuhi baku mutu lingkungan
berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 1995 yaitu
sebesar 100 mg/L. Penanganan dengan metode presipitasi yaitu dengan
penambahan NaOH pada sampel li mbah mampu menurunkan kadar COD. Pengaruh berbagai pH terhadap COD disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan semakin naiknya pH oleh penambahan NaOH, maka kadar COD semakin menurun baik pada saat sebelum dilakukan proses j artest maupun sesudah jartest. Penurunan paling rendah pada limbah sebelum dilakuk an jartest didapat COD sebesar 180 mg/L pada pH 14. Proses setelah jartest, COD turun sebesar 140 mg/L pada pH 10, 12 dan 14. Hal ini berarti bahwa dengan proses jartest, kadar COD bisa diturunkan dengan baik bila dibandingkan tanpa proses jartest. Pengadukan
cepat
dan
lambat
pada
proses
jartest
mempercepat
pembentukan flok-flok pada limbah dan mengikat bahan -bahan organik dan anorganik yang kemudian terendapkan bersama endapan logam berat. Hal tersebut yang membuat kandungan COD
bisa berkurang tingkat
konsentrasinya. Metode presipitasi mampu menurunkan COD antara 30 – 60 persen (Metcalf dan Edy, 1999).
Gambar 5. Pengaruh pH Terhadap COD
Kadar COD terendah yang terukur dari hasil proses presipitasi yaitu sebesar 140 mg/L masih belum memenuhi baku mutu air limbah. Data hasil pengukuran COD ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
3. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan Pengamatan terhadap pengukuran warna dan kekeruhan dibagi dua, yaitu pengamatan pada pengendapan selama 30 menit dan pengamatan pada pengendapan selama satu hari. Hal tersebut dilakukan karena logam berat memiliki kelarutan yang tinggi sehingga membutuhkan waktu untuk mengendap secara maksimal. Hubungan antara pH dengan warna dan kekeruhan pada pengendapan selama 30 m enit dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan hubungan pH dengan warna dan kekeruhan pada pengendapan selama 1 hari dapat dilihat pada Gambar 7 . Gambar 6 menunjukkan pengaruh pH dengan warna dan kekeruhan pada pengendapan selama 30 menit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peningkatan pH oleh penambahan NaOH akan semakin meningkatkan kekeruhan. Pengendapan selama 30 menit belum mampu mengendapkan logam berat yang tereduksi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena padatan tersuspensi logam berat yang tereduksi sangat sulit u ntuk diendapkan dengan waktu yang singkat.
Gambar 6. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan pada Pengendapan Selama 30 menit Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan pengendapan satu hari mampu menurunkan warna dan kekeruhan dalam jumlah yang minimum. Warna dan kekeruhan optimum pada proses presipitasi dengan pengendapan
satu hari didapatkan pada pH 10 dengan warna sebesar 14.5 PtCo dan kekeruhan sebesar 2.09 NTU. pH dengan hasil pengukuran warna dan kekeruhan optimal ini yaitu pH 10 kemudian akan d iterapkan pada tahapan adsorpsi. Data hasil pengukuran warna dan kekeruhan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 7. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan pada Pengendapan Selama 1 Hari
Hasil pengamatan terhadap inisiasi pH 2 , 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 juga menghasilkan warna yang berbeda-beda. Gambar 8 menunjukkan tahapan inisiasi pH dengan warna yang ditimbulkannya.
Gambar 8. Pembentukan Warna pada Berbagai pH (Dari kiri ke kanan : pH 1.4, 2, 4, 6, 8, 10,12 da n 14)
Warna yang ditimbulkan pada tahapan presipitasi ini timbul oleh logam berat yang tereduksi pada berbagai pH. Menurut Keenan (1991) tiaptiap logam memiliki karakteristik pH optimum presipitasi sendiri dan menimbulkan warna. Warna hijau kekuningan pad a pH 2 dan pH 4 menunjukkan adanya logam krom (Cr) yang melarut. Warna larutan menjadi kuning cerah (pH 2 dan pH 4) artinya pada larutan terdapat ion CrO 42dalam jumlah besar. Warna hijau kekuningan ini juga terjadi pada pH 12 dan 14 yang artinya logam berat krom akan cenderung melarut kembali. Warna yang terbentuk pada pH 6 adalah warna coklat y ang berasal dari endapan Fe(OH). Endapan yang terbentuk pada pH 10, 12 dan 14 berwarna hitam. Warna hitam tersebut berasal dari endapan FeS (Keen an, 1991; Underwood, 1991; Wilford, 1987). 4. Pengaruh pH Terhadap Penyisihan Hg, Ag dan Cr pH memiliki pengaruh yang besar terhadap pengendapan logam. Tiap logam memiliki pH spesifik saat kelarutannya minimum, sehingga dapat mengendap secara maksimal. Gambar 9 menunjukkan bahwa Hg memiliki persentase penyisihan tertinggi yaitu sebesar 97% pada pH 11.63 (pH 11±0.37) dan cenderung melarut kembali dibawah pH 11.63. Perak (Ag) memiliki persen penyisihan maksimum sebesar 98.95% pada pH 11.63, sedangkan Cr memiliki persen penyisihan maksimum sebesar 96.85 % yaitu pada pH 9.77 (pH 10±0.23).
Gambar 9. Pengaruh pH Terhadap % Penyisihan Hg, Ag, dan Cr
Logam berat yang mengandung krom akan membentuk Cr(OH) 3 yaitu pada pH 7 – 8, sedangkan di atas pH 8 akan terbentuk CrO 42- atau Cr2O72-. Logam yang tereduksi setelah mencapai pH pada kelarutan minimum cenderung melarut kembali. Hal tersebut karena sifat amfoterik yaitu sifat dari logam berat yang melarut kembali setelah mencapai pH pada kelarutan minimum (Soemantojo et al., 2009). Hasil lengkap % penyisihan Hg, Ag, dan Cr bisa dilihat pada Lampiran 6 . Hasil penyisihan logam berat Hg, Ag, dan Cr selain dilihat dari persen penyisihan juga bisa dijelaskan dengan hubungan pH terhadap konsentrasi dari Hg, Ag, dan Cr yang tersisihkan. Berdasarkan Gambar 10, Hg yang tereduksi terbesar terjadi pada pH 11.63 (pH 12±0.37). Konsentrasi minimum yang bisa diturunkan pada pH tersebut mencapai 11.74 mg/L. Angka tersebut jauh melewati kadar maksimum yang diperbolehkan pada baku mutu limbah cair yang dikeluarkan pemerintah sebesar 0.05 mg/L (Kepmen LH No. 51 Tahun 1995). Hasil pengukuran lengkap konsentrasi Hg dapat dilihat pada Lampiran 7.
Gambar 10. Pengaruh pH Terhadap Konsentrasi Hg
Gambar 11 menunjukkan bahwa untuk Ag konsentrasi minimum yang bisa diturunkan sebesar 0.096 mg/L pada pH kelarutan minimum 11.63 (pH 12±0.37), sedangkan untuk Cr konsentrasi minimum yang dicapai sebesar 0.358 mg/L pada pH 9.77 (pH 10±0.23). Kadar Cr sudah memenuhi
baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 0.5 mg/L (Kepmen LH No. 51 tahun 1995). Baku mutu Ag dalam Kepmen LH tahun 1995 tidak distandarkan. Hasil lengkap pengukuran pada pengaruh pH terhadap penyisihan konsentrasi Ag dan Cr dapat dilihat di Lamp iran 7.
Gambar 11. Pengaruh pH Terhadap Konsentrasi Ag dan Cr
C. Karakteristik Limbah Hasil Adsorpsi 1. Pengaruh Arang Aktif terhadap COD Hasil pengamatan pada metode adsorpsi dengan penambahan arang aktif baik arang aktif tipe granule maupun tipe powder menunjukkan pengaruh pada COD, warna dan kekeruhan. Gambar 12 menunjukkan pengaruh arang aktif tipe granule dan tipe powder terhadap COD.
Gambar 12. Pengaruh Arang Aktif Terhadap COD
Berdasarkan Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar COD dari berbagai macam konsentrasi arang aktif baik tipe granule maupun tipe powder menunjukkan bahwa konsentrasi COD tersebut sudah memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 100 mg/L. Pengukuran COD pada pH 10 tanpa arang aktif teta pi dilakukan proses penyaringan mampu menurunkan konsentrasi COD sebesar 90 mg/L. Nilai konsentrasi tersebut telah memenuhi baku mutu limbah. Arang aktif tipe granule dan tipe powder mampu menurunkan COD sampai pada konsentrasi 20 mg/L yaitu pada konsentrasi 4, 8, dan 16 gram dalam 100 mL limbah. Berdasarkan hasil pengukuran COD tersebut berarti proses adsorpsi telah mampu menurunkan COD dan telah memenuhi baku mutu limbah sesuai yang ditetapkan pemerintah (Kepmen LH No. 51 Tahun 1995 ). Hasil lengkap pengukuran COD dapat dilihat pada Lampiran 8.
2. Pengaruh Arang Aktif terhadap Warna dan Kekeruhan Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan arang aktif tipe granule yang ditambahkan ke dalam limbah terjadi peningkatan warna yang berbanding lurus dengan konsentrasi ar ang aktif yang ditambahkan. Semakin tinggi arang aktif tipe granule yang ditambahkan maka warna akan cenderung meningkat. Warna pada tipe powder (Gambar 14) menunjukkan hasil yang cukup stabil dan tidak terjadi peningkatan warna seperti pada tipe granule. Hal ini karena pengaruh adanya jumlah arang aktif yang ditambahkan dan pengaruh penyaringan. Peningkatan jumlah arang aktif yang ditambahkan meningkatkan warna pada arang aktif tipe granule. Menurut Effendi (2003) untuk kepentingan keindahan, warna air seb aiknya tidak melewati 15 PtCo. Hal ini penting mengingat zat warna banyak mengandung logam-logam berat yang bersifat toksis. Kekeruhan yang terukur pada masing -masing tipe arang aktif cenderung lebih stabil. Hal ini karena pengaruh penyaringan sehingga kekeruhan yang didapatkan cendrung lebih seragam. Hasil lengkap pengukuran warna dan kekeruhan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 13. Pengaruh Arang Aktif Tipe Granule Terhadap Warna dan Kekeruhan
Gambar 14. Pengaruh Arang Aktif Tipe Powder Terhadap Warna dan Kekeruhan
2. Pengaruh Arang Aktif Terhadap Penyisihan Logam Berat (Hg, Ag, Cr) Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa semua logam berat Hg, Ag, dan Cr dapat teradsorpsi dengan baik dengan penambahan arang aktif tipe granule. Bahkan pada logam berat Hg dan Cr dengan konsentrasi arang aktif granule 0.25 gram yang ditambahkan pada 100 mL limbah dan waktu kontak selama 12 jam, mampu menurunkan konsentrasi kadar logam berat sampai tingkat tidak terdeteksi (< 0.001 mg/L). Hasil pengukuran limbah
terhadap penyisihan logam berat, konsentrasi arang aktif tipe granule dari 0.5 gram sampai dengan 16 gram/ 100 mL limbah telah mampu mengadsorpsi logam berat Hg dan Cr sampai pada tingkat tidak terdeteksi , sedangkan untuk logam berat Ag masih te rdapat konsentrasi Ag sisa minimum yaitu sebesar 0.168 mg/L.
Gambar 15. Pengaruh Arang aktif Tipe Granule Terhadap Penyisihan Logam Berat
Logam berat Hg dan Cr teradsorpsi sempurna oleh arang aktif tipe granule yaitu pada konsentrasi 0.5, 1, 2 , 3, 4, 8, dan 16 gram yang dimasukkan ke dalam 100 mL limbah. Menurut Allport (1982) dalam Marseno (2005) ketika diaktifkan, arang aktif memiliki daya jerap yang tinggi. Pengaktifan arang aktif akan memiliki luas permukaan yang besar yaitu sebesar 500 – 1500 m2/g. berdasarkan hasil pengukuran penyisihan logam berat dengan arang aktif tipe granule, kadar logam berat Hg, Ag, dan Cr telah memenuhi baku mutu air limbah. Gambar 16 terlihat bahwa pada penambahan arang aktif tipe powder, logam berat yang mampu di adsorpsi dengan sempurna yaitu logam berat Hg, sedangkan logam berat Ag dan Cr masih terdapat konsentrasi sisa Ag dan Cr minimum pada konsentrasi arang aktif tipe powder 16 gram/100 mL limbah yaitu masing-masing sebesar 0.05 mg/L dan 0.056 mg/L.
Menurut Suryadiputra (1994), perak memiliki bentuk endapan yang sangat tidak larut. Oleh karena itu, perak sangat sulit diendapkan dengan baik. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap penyisihan logam berat, konsentrasi logam berat Hg dan Cr tidak melebihi kadar batas maksimum yang diperbolehkan oleh regulasi pemerintah ( Kepmen LH No. 51 Tahun 1995). Hasil lengkap pengukuran penyisihan logam berat dengan arang aktif tipe granule dan powder dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 16. Pengaruh Arang aktif Tipe Powder Terhadap Penyisihan Logam Berat
D. Aspek Biaya Pengolahan Limbah Biaya pencemaran
merupakan yang
masalah
terkadang
tersendiri pihak
dalam
penanggulangan
perusahaan/industri
belum
memperhatikannya (Kristanto, 2002). Perhitungan pada biaya ini berg una untuk mengetahui berapa biaya yang diperlukan untuk mengolah limbah. Hasil perhitungan biaya pengolahan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Metode Presipitasi a. NaOH 50% yang diperlukan 90 ml untuk mencapai pH 10 terhadap 300 mL limbah b. Untuk mengolah limbah 1 m 3 diperlukan NaOH 50% sebesar : (1.000.000 mL / 300 mL) x 90 mL NaOH 50% = 300.000 mL = 300 L x 0.5 = 150 kg. Jadi, diperlukan 150 kg NaOH. Harga satu Kg NaOH adalah Rp 8000,-
c. Biaya yang diperlukan untuk mengolah limbah per m 3 yaitu Rp 8.000,- x 150 = Rp 1.200.000,Jadi berdasarkan hasil perhitungan biaya yang diperlukan untuk mengolah limbah per meter kubiknya sebesar Rp 1.200.000, 2. Metode Adsorpsi Pengolahan untuk tipe granule diperlukan 0.25 gram pada 100 mL limbah. Jika mengolah 1 m3, maka (1.000.000 mL/100 mL) x 0.25 gram = 2500 gram = 2.5 kg arang aktif tipe granule yang diperlukan. Satu kg tipe granule berharga Rp 30.000,- sehingga biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah per m 3 yaitu Rp 75.000 . Jadi diperlukan biaya sebesar Rp 75.000,- untuk mengolah limbah per meter kubiknya menggunakan arang aktif tipe granule. Pengolahan untuk tipe powder diperlukan 0.25 gram pada 100 mL limbah. Jika mengolah 1 m 3, maka (1.000.000 mL/100 mL) x 0.25 gram = 2500 gram = 2.5 kg arang aktif tipe powder yang diperlukan. Satu kg tipe powder berharga Rp 40.000,- sehingga biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah per m 3 yaitu Rp 100.000. Jadi biaya yang diperlukan dengan arang aktif tipe powder yaitu sebesar Rp 100.000.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil metode presipitasi, peng aruh pH oleh presipitan NaOH 50 % yang ditambahkan pada 300 mL limbah dicapai COD belum memenuhi memenuhi baku mutu air limbah. Persentase penyisihan maksimum Hg sebesar 97% pada pH 11.63, Ag sebesar 98.95% pada pH 11.63 dan Cr sebesar 96.85% pada pH 9.77. Hasil pengolahan dengan metode presipitasi menunjukkan kandungan Hg sebesar 11.74 mg/L, Ag 0.096 mg/l, dan Cr 0.358 mg/L. Kandungan Hg belum memenuhi baku mutu, sedangkan Ag dan Cr sudah memenuhi baku mutu. Hasil jartest dengan pengendapan satu hari pada proses presipitasi menghasilkan warna dan kekeruhan terbaik pada pH 10. Hasil pada proses adsorpsi, warna dan kekeruhan cenderung stabil oleh adanya proses penyaringan. Hasil metode adsorpsi arang aktif baik tipe granule maupun tipe powder dengan beragam konsentrasi, mampu mengadsorpsi COD dan logam berat (Hg, Ag dan Cr) sampai pada batas memenuhi baku mutu air limbah. Proses adsorpsi yang dilakukan menunjukkan arang aktif tipe granule beragam konsentrasi mampu mengadsorpsi logam berat Hg dan C r sampai batas tidak terdeteksi, sedangkan tipe powder hanya Hg yang sampai pada batas tidak terdeteksi (< 0.001 mg/L). B. SARAN 1. Perlu adanya penanganan dan pengelolaan limbah laboratorium sehingga tidak berdampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Pengolahan dapat dilakukan menggunakan metode presipitasi dilanjutkan dengan adsorpsi. 2. Perlu adanya pengelolaan dan kajian proses alternatif yang lebih efisien dan ekonomis dalam penanganan limbah laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. Allport, H. B. 1982. Activated Carbon. Mc.Graw -Hill Company, New York. Andaka, G. Penurunan Kadar Tembaga pada Limbah Cair Industri Kerajinan Perak dengan Presipitasi Menggunakan Natrium Hidroksida. Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2 , Desember 2008, 127 – 134, Yogyakarta. Anonim. 2008. Potensi Karbon Aktif Sebagai Media http://smk3ae.wordpress.com/2008/06/23/ . [7 Juni 2009].
Adsorpsi.
Anonim. 2009. Adsorpsi. http://www.bulekbasandiang.wordpress.com/ 2009/05/18/adsorpsi/. [7 Juni 2009] Anonim. 2009. Perlakuan dan Pembuangan Limbah Kimia dari Pekerjaan Laboratorium Sehari-hari. http://www.kriemhild.uft.uni -bremen. de/nop_www/id/articles/pdf/WasteTreatmentDisposal_id. pdf . [7 Juni 2009]. Ardeniswan. 2005. Perolehan Ke mbali Merkuri dan Perak dari Limbah Cair Sisa Analisis COD. [Tesis]. Teknik Lingkungan, ITB Bandung. http://www. digilig.itb.ac.id. [Diakses 7 juni 2009]. Ayu, C. C. 2004. Mempelajari Kadar Mineral dan Logam Berat pada Komoditi Sayuran Segar di Beberapa Pasar Di Bogor. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Bird, T. 1985. Kimia Fisik Untuk Universitas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Budiono. 2003. Pengaruh Pencemaran Merkuri Terhadap Biota Air. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Darmono. 1995. Logam Dalam sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta. Demopoulos, G. P, 1997. U. S. Patent 5,672,280. Eckenfelder Jr, W. W. 1980. Principles of Water Quality Management. CBI Publishing Co. Inc., Massachussets. p 457 – 491. Eckenfelder, W. W. 1989. Industrial Water Pollution Control 2. Second edition. McGraw-Hill, Inc., New York. 400 p. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Eilbeck, W. J. & Mattock, G. 1992. Chemical Processess in Wastewater Treatment. Ellis Howard Ltd, Chicester. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta. Ismayana, A. 1997. Proses Presipitasi Kimia sebagai Pengolahan Air Buangan Lanjut Senyawa Ortofosfat. [Tesis]. Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Keenan, C. W., et al. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas Jilid I. Edisi ke -6. Penerbit Erlangga, Jakarta. Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Andi Offset, Yogya karta. La Grega. 2001. Hazardous Waste Management 2 nd ed. McGraw-Hill International, Singapore. Long, Robert. B, 1995. Separation Processes in Waste Minimization. Marcel Dekker, Inc., New York. Marseno, D. 2005. Penghilangan Emisi Gas TRS dari Proses Pu lping dengan Teknik Biofilter Menggunakan Arang Aktif dan Kompos. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse 3rd ed. McGraw-Hill International, Singapore. Novotny, V. and Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention,, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. 1054 p. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat , Rineka Cipta, Jakarta. Rahmawati, E. 2006. Adsorpsi Senyawa Residu Khlorin pada Karbon Aktif Termodifikasi Zink Klorida. [Skripsi]. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB Bogor. Rios, J. P., Bess-Oberto L, Tienman K. J., and Gardea -Torresdey. 1999. Investigation of Metal Ion Binding by Agricultural by Products. Proccedings of The 1999 Conference on Hazardous Waste Research. Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Pusat Antar Mahasiswa, IPB Bogor. Saputra, Y. E. 2008. Pembuangan dan Penanganan Bahan kimia Tumpahan di Laboratorium. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/ pembuangan-dan-penanganan-bahan-kimia-tumpahan-di-laboratorium/. [7 Juni 2009].
Setyaningsih, H. 1995. Pengolahan Limbah Batik dengan Proses Kimia Adsorpsi Karbon Aktif. [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Soemantojo, R. W. S., et al. 2009. Presipitasi Bertahap Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Logam menggunakan Larutan Kaustik Soda. http://www.chemeng.ui.ac.id/~wulan/Materi/Research/Presipitasi%Bertahap % Logam%20Berat.pdf. [7 Juni 2009] Suhartatik, M. 2004. Studi P encemaran Logam Berat (Pb, Cd, Fe, dan Hg) Pada Daun Singkong di Daerah Pengolahan Ema s Tanpa Izin, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan Mikroorganisme : Suatu Kajian Kepustakaan. Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21. 1-14 Februari 2001. PPI Tokyo Institute Of Technology. Suryadiputra, I. N. N. 1994. Pengolahan Air Limbah d engan Metoda Biologi. Strengthening Program : Rancang Bangun IPAL, Bandung. Underwood, A. L dan R. A. Day. Jr. 1991. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Ke-4. Penerbit Erlangga, Jakarta. Vogel, G. 1985. Analisa Anorganik Kuantita tif Makro dan Semi Mikro. Longman Scientific & Technical, Vol. 1. London. Vouk, V. 1986. General Chemistry of Metals. In : Freiberg. L, Nordberg. G. F, and Vouk. V. B (Eds). Handbook on The Txicology of Metals. Elsevier, New York. Widowati, W., Astiana S, dan Raymond J. R. 2008. Efek Toksik Logam : Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Andi Offset, Yogyakarta. Wilford, L. D. R. 1987. Chemistry For First Examinations. Blackie, Lon don.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tata Kerja Analisis dan Pengujian a. Kekeruhan dengan Menggunakan La Motte 2020 Turbiditimeter Uji kekeruhan menggunakan satuan unit NTU. Mula -mula masukkan kuvet cairan standar kalibrasi 10 (catatan : pa stikan kuvet dalam keadaan bersih, bersihkan bagian luar dengan tissue). Kemudian tekan tombol “cal” hingga pada layar tampil “10”. Jika angka yang tampil pada layar menunjukkan kurang atau lebih dari 10, maka sesuaikan dengan menekan tombol “ ” atau “
” hinggaangkanya sesuai. Kemudian kalibrasi dengan kuvet berisi cairan
standar kalibrasi 1. Tekan tombol “cal” hingga menunjukan angka “1.0”. Jika angka yang tertera pada layar menunjukan kurang atau lebih dari 1 maka disesuiakan dengan menekan tombol “
” atau “
” hingga angkanya sesuai.
Untuk pengukuran sampel, masuk kan sampel ke dalam kurvet kosong yang sudah dibersihkan. Masukkan kurvet ke dalam sel kurvet. Tekan tombol “read” untuk membaca, maka hasilnya akan tampil pada layar.
b. Warna dengan Menggunakan Spektrofotometer DR 2000 Uji warna menngunakan satuan unit PtCo (panjang gelombang 455 nm). Mula-mula tekan tombol power dan tunggu sampai layar monitor menunjukan angka satu. Setelah itu layar monitor akan menanyakan metode yang akan digunakan (misalnya 120 Color PtCo ). Setelah dipilih dipilih metode yang akan digunakan, maka tekan enter. Kemudian sesuiakan panjang gelombang dengan panjang yang tertera pada layar monitor (misalnya 455 nm untuk uji warna), setelah itu tekan enter kembali . Spektrofotometer dikalibrasi dengan me nggunakan aquades sebanyak 10 mL dengan menggunakan tombol clear (zero). Kemudian setelah tertera angka nol (0 Color PtCo), kalibrasi di nyatakan telah selesai. Pada akh irnya uji sampel dapat dilakukan dengan memasukan cairan sampel sebanyak 10 mL pada kuvet dan menekan tombol enter, maka layar monitor akan tertera angka hasil pengukuran sampel.
Lampiran 2. Hasil Pengukura n pH pada Proses Presipitasi
No 1 2 3 4 5 6 7 8
pH Sampel pH 1.4 pH 2 pH 4 pH 6 pH 8 pH 10 pH 12 pH 14
pH ulangan 1 Sebelum Setelah Jartest Jartest 1.38 1.38 2.07 2.09 4.02 3.83 6.04 5.90 8.10 7.67 10.08 9.68 12.01 11.38 14.00 14.00
pH ulangan 2 Sebelum Setelah Jartest Jartest 1.39 1.44 2.04 2.02 4.09 3.91 6.23 6.18 8.10 8.37 10.07 9.87 12.00 11.89 14.00 14.00
Lampiran 3. Volume NaOH 50% yang Ditambahkan pada Proses Netralisasi pH No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
NaOH (mL) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 90.1 90.2 90.3 90.4 90.5 90.6 90.7 90.8 90.9 91 92
pH 1.46 1.49 1.51 1.53 1.57 1.59 1.61 1.98 2.19 4.86 5.13 6.01 8.22 9.75 10.13 11.75 12.14 12.61 12.80 13.00 14.00
Suhu (oC) 29.1 29.3 29.5 29.8 30.0 30.5 30.9 31.5 32.7 33.4 33.4 33.4 33.5 33.5 33.5 33.5 33.6 33.6 33.7 33.7 33.8
Keterangan : Konsentrasi NaO H yang digunakan yaitu NaOH 50 % yang didapat dengan melarutkan 500 gram NaOH padat ke dalam satu liter aquades.
Lampiran 4. Hasil Pengukuran COD pada Metode Presipitasi
No
pH Sampel
COD ulangan 1 (mg/L)
COD ulangan 2 (mg/L)
Sebelum Jartest
Setelah Jartest
Sebelum Jartest
Setelah Jartest
1
1.4
360
360
360
280
2
2 (±0.02)
280
280
280
240
3
4 (±0.08)
280
240
240
240
4
6 (±0.13)
240
200
200
160
5
8 (±0.63)
200
160
200
160
6
10 (±0.23)
200
160
160
120
7
12 (±0.37)
200
160
160
120
8
14
200
160
160
120
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Warna dan Kekeruhan pada Sampel (Pengendapan 30 menit dan Pengendapan 1 Hari).
No pH Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8
No 1 2 3 4 5 6 7 8
1.4 2 (±0.02) 4 (±0.08) 6 (±0.13) 8 (±0.63) 10 (±0.23) 12 (±0.37) 14
pH Sampel 1.4 2 (±0.02) 4 (±0.08) 6 (±0.13) 8 (±0.63) 10 (±0.23) 12 (±0.37) 14
Pengendapan 30 menit (PtCo) Warna 1 Warna 2 43 45 270 273 325 329 393 396 289 290 286 288 138 140 119 123
Pengendapan 30 menit (NTU) Kekeruhan 1 Kekeruhan 2 2.39 2.44 3.95 4.21 79.2 80 77.9 78.6 29.6 30.2 29.2 29.4 48 50 50 50
Pengendapan 1 hari (± 18 jam) (PtCo) Warna 1 Warna 2 41 43 214 216 246 249 28 29 24 25 14 15 74 75 96 98
Pengendapan 1 hari (± 18 jam) (NTU) Kekeruhan 1 Kekeruhan 2 1.9 1.8 1.92 1.9 6.91 7.07 3.8 4.1 2.58 2.64 2.09 2.09 4.9 5.3 13.82 15.2
Lampiran 6. Persen Penyisihan Logam Berat Hg, Ag, dan Cr % Penyisihan
pH Hg
Ag
Cr
2 (±0.02)
4.85
1.18
5.28
4 (±0.08)
51.92
24.88
16.15
6 (±0.13)
76.99
2.87
71.48
8 (±0.63)
84.95
4.09
93.63
10 (±0.23)
85.98
10.25
96.85
12 (±0.37)
97.00
98.95
79.04
14
96.74
98.58
65.19
Lampiran 7. Konsentrasi Logam Berat Hasil Presipitasi Logam Berat (mg/L) No
pH Sampel Hg
Ag
Cr
1
1.4
391.6
9.141
11.36
2
2 (±0.02)
372.6
9.033
10.76
3
4 (±0.08)
188.3
6.867
9.525
4
6 (±0.13)
90.11
8.879
3.24
5
8 (±0.63)
58.95
8.767
0.724
6
10 (±0.23)
54.9
8.204
0.358
7
12 (±0.37)
11.74
0.096
2.381
8
14
12.76
0.13
3.954
Lampiran 8. Hasil Pengukuran COD, Warna, Kekeruhan dan Logam Berat pada Proses Adsorpsi dengan Arang Aktif Tipe Granule dan Tipe Powder
No
Konsentrasi Arang Aktif (g/100 ml Sampel)
Jenis Arang Aktif Granule Logam Berat (mg/L)
Powder
Warna Kekeruhan (PtCo) (NTU)
Logam Berat (mg/L)
COD (mg/L)
Hg
Ag
Cr
Warna (PtCo)
COD Kekeruhan (mg/L (NTU) )
Hg
Ag
Cr
77.600
2.597
21.970
55
4.0
240
77.600
2.597
21.970
55
4.0
240
0.730
2.549
2.617
10
3.9
90
0.730
2.531
2.617
10
3.9
90
2
Limbah awal (Tanpa Arang Aktif) pH 10 (Tanpa arang aktif)
3
0.25
(-)
2.531
0.427
25
3.9
40
(-)
1.873
0.975
10
3.9
80
4
0.5
(-)
2.513
(-)
25
5.5
40
(-)
1.486
0.300
10
4.2
80
5
1
(-)
2.268
(-)
30
5.6
40
(-)
1.578
0.274
11
4.1
40
6
2
(-)
1.806
(-)
34
5.5
40
(-)
1.251
0.071
10
3.9
40
7
3
(-)
0.858
(-)
108
5.8
20
(-)
0.735
0.069
11
4.4
40
8
4
(-)
0.385
(-)
105
6.3
20
(-)
0.329
0.073
10
4.5
20
9
8
(-)
0.262
(-)
125
6.8
20
(-)
0.106
0.067
10
4.8
20
10
16
(-)
0.168
(-)
136
7.4
20
(-)
0.050
0.056
11
4.9
20
1
Lampiran 10. Kepmen LH No.51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kegiatan Industri.
No
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Parameter Fisik Temperatur Zat padat larut Zat pada tersuspensi Kimia pH Besi terlarut (Fe) Mangan terlarut (Mn) Barium (Ba) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom Heksavalen (Cr +6) Krom Total (Cr) Cadmium (Cd) Raksa (Hg) Timbal (Pb) Stanum Arsen Selenum Nikel (Ni) Kobalt (Co) Slanida (CN) Sulfida (H 2S) Flourida (F) Klorin bebas (Cl 2) Ammonia bebas (NH 3-N) Nitrat (NO 3-N) Nitrit (NO 2-N) BOD5 COD Senyawa aktif biru metilen Fenol Minyak Nabati Minyak Mineral Radioaktivitas **)
Satuan
Golongan Baku Mutu Limbah Cair I II
der. C 38 mg / L 2000 mg / L 200 6,0 sampai 9,0 mg / L 5 mg / L 2 mg / L 2 mg / L 2 mg / L 5 mg / L 0,1 mg / L 0,5 mg / L 0,05 mg / L 0,002 mg / L 0,1 mg / L 2 mg / L 0,1 mg / L 0,05 mg / L 0,2 mg / L 0,4 mg / L 0,05 mg / L 0,05 mg / L 2 mg / L 1 mg / L 1 mg / L 20 mg / L 1 mg / L 50 mg / L 100 mg / L 5 mg / L 0,5 mg / L 5 mg / L 10 mg / L -
40 4000 400 10 5 3 3 10 0,5 1 0,1 0,005 1 3 0,5 0,5 0,5 0,6 0,5 0,1 3 2 5 30 3 150 300 10 1 10 50