PRODUKTIVITAS TANAMAN SAYURAN DAN POHON PADA SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH Haeruddin1 dan Afif Ruchaemi2 1
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palu. 2Laboratorium Biometrika Hutan, Fahutan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. The Vegetable Crops and Trees Productivity on Agroforestry Systems in Palolo Sub District of Sigi Regency, Central Sulawesi. Agroforestry as one of the techniques and patterns of land use was expected to solve the problems caused by less optimal land use. Agroforestry was a technique and patterns of land management based on ecosystem sustainability, improve the overall results of the land, combined the production of agricultural crops and forestry crops and or animals simultaneously or sequentially on a unit of the same land and implement ways in accordance with local residents cultures. This study aimed at determining the ability of vegetable crops to utilize nutrients and climate into results on agroforestry systems, to determine trees ability to utilize nutrients and climate to a volume of trees in agroforestry systems and to determine the land productivity in vegetable-based agroforestry systems. The research was located in Palolo Sub District of Sigi Regency, Central Sulawesi. The research was conducted from March to June 2011 to do the activities of field orientation, measurement and data collection through processing and data analysis. The results showed that the vegetables cabbage combined with clove were able to utilize the nutrients in agroforestry systems with a total production of 1,218,400 kg/ha/year or an average of 243,680 kg/ha/harvest. The pecan agroforestry system had trees volume 262.159 m3/ha or an average increment to 2,114 m3/ha/year by the number of trees 93 trees. The land productivity in vegetablebased agroforestry system that was cabbage and hazelnut combination to 21.736 kg/ha/year or an average to 10,868 kg/ha/harvest and cabbage combined with clove total to 1,639 k/ha/year. Based on the research results it can be suggested that the land concession should use agroforestry systems as an alternative land use optimalization. We recommend that you choose rather than clove candle stands because it has higher productivity values. Land productivity in vegetablebased agroforestry system that was a combination of cabbage with cloves should not be replaced by hazelnut and cabbage cultivated combination. Kata kunci: produktivitas, lahan, kubis, cengkeh dan kemiri.
Agroforestri merupakan suatu teknik dan pola ekosistem pengolahan lahan dengan berazaskan kelestarian, meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian dan tanaman kehutanan dan atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada suatu unit lahan yang sama dan menerapkan cara-cara yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat (Andayani, 2005). Agroforestri sebagai salah satu model teknologi usahatani yang sedang digalakkan terutama untuk meningkatkan produktivitas lahan. Mengingat jika penggunaan lahan diusahakan terus menerus tanpa ada pemasukan (input) ke dalam 126
127
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
tanah mengakibatkan lahan tersebut akan menjadi kurang subur. Penerapan sistem agroforestri banyak dijumpai di Provinsi Sulawesi Tengah khususnya di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, namun sistem ini masih sebatas pengkombinasian antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim, belum mempertimbangkan aspek produksi dan produktivitas tanaman tahunan dan semusim serta belum menerapkan kesesuaian jenis yang dikombinasikan bila ditinjau dari aspek produktivitas dan aspek ekologi. Oleh karena itu kajian tentang produktivitas baik pohon maupun tanaman sayuran penting dilakukan supaya bisa dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengembangan agroforestri di Kecamatan Palolo. Kemiri tumbuh baik pada tanah kapur, berpasir dan dapat juga tumbuh pada tanah podsolik yang kurang subur sampai subur. Kemiri dapat berproduksi baik pada ketinggian 200–800 m dpl, dengan curah hujan 1.500–2.400 mm per tahun dan suhu 20–27°C. Kemiri (Aleurites moluccana) adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini masih sekerabat dengan singkong dan termasuk dalam suku Euphorbiaceae. Dalam perdagangan antar negara dikenal sebagai candleberry, indian walnut serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat. Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang tinggi nilai ekonominya. Baik sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri, namun bila faktor penanaman dan pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka produksi dan kualitasnya akan menjadi rendah. Tanaman cengkeh tumbuh optimal pada 300–600 m dpl dengan suhu 22–30°C, curah hujan yang dikehendaki 1500–4500 mm/tahun, pada tanah gembur dengan dalam solum minimum 2 m, tidak berpadas dengan pH optimal 5,5– 6,5. Tanah jenis latosol, andosol dan podsolik merah baik untuk dijadikan perkebunan cengkeh. Rumusan masalah penelitian ini adalah seberapa besar kemampuan tanaman sayuran dalam memanfaatkan faktor-faktor tumbuh menjadi hasil tanaman, seberapa besar kemampuan tanaman pohon dalam memanfaatkan faktor-faktor tumbuh menjadi hasil tanaman berupa volume kayu dan buah/biji dan seberapa besar produktivitas lahan pada dua bentuk kombinasi tanaman yaitu; kemiri dikombinasikan dengan kubis, cengkeh dikombinasikan dengan kubis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan tanaman sayuran dalam memanfaatkan faktor-faktor tumbuh menjadi hasil tanaman, menghitung dan menganalisis kemampuan pohon dalam memanfaatkan faktor-faktor tumbuh menjadi hasil tanaman berupa volume kayu, buah/biji dan menganalisis tingkat produktivitas lahan pada dua bentuk kombinasi pohon yaitu pohon kemiri dikombinasikan dengan tanaman kubis, pohon cengkeh dikombinasikan dengan tanaman kubis. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai produktivitas agroforestri berbasis tanaman sayuran, alternatif pertimbangan dalam pemilihan kombinasi jenis tanaman sehingga produktivitas lahan bisa lebih tinggi dan produktivitas lahan pada dua bentuk kombinasi tanaman
Haeruddin dan Ruchaemi (2011). Produktivitas Tanaman Sayuran
128
yaitu pohon kemiri dikombinasikan dengan sayuran kubis, pohon cengkeh dikombinasikan dengan sayuran kubis. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di lahan usaha tani menetap yang menerapkan sistem agroforestri, dari segi zona agro-ekologinya tergolong dalam agroforestri zona pegunungan yang ditandai oleh kelembapan udara tinggi (udara dingin dan basah), umumnya dikembangkan tanaman pohon berkayu penghasil buah dan biji, tanaman penghasil pangan dan sayuran di Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Objek yang diteliti adalah pohon cengkeh umur 20 tahun, pohon kemiri 8 tahun dan tanaman kubis umur 2 bulan dalam sistem agroforestri meliputi sejumlah aspek antara lain komposisi jenis dan produksi masing-masing jenis. Pada orientasi lapangan dilakukan dengan melihat secara keseluruhan daerah berdasarkan batas wilayah administrasi pemerintahan masing-masing desa lokasi penelitian dengan maksud untuk mendapatkan gambaran secara umum kondisi sistem agroforestri yang ada di setiap desa yang dijadikan lokasi penelitian. Hasil orientasi lapangan dijadikan dasar dalam menentukan letak plot dengan memperhatikan sebaran jenis pohon atau tanaman berkayu, juga sekaligus menentukan letak ubinan. Pengambilan contoh tanaman pada metode plot ganda dilakukan dengan menggunakan banyak plot contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yang diamati dan peletakkan plot contoh secara sistematik. Ukuran tiap plot contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan jenis tumbuhannya. Ukuran plot contoh untuk pohon/tanaman berkayu adalah 20x20 m, sebanyak 5 petak serta untuk jenis tanaman sayuran menggunakan metode ubinan. Pembuatan ubinan adalah untuk mengetahui produksi per hektar dari tanaman sayuran. Luas ubinan 5x5 m, sebanyak 5 ubin dengan sebaran 5 pada masing-masing sudut dan satu di tengah petak lahan. Pengumpulan data primer berdasarkan parameter pada objek penelitian adalah sebagai berikut: a. Diameter pohon. Untuk mengetahui diameter maka keliling batang diukur setinggi dada dengan menggunakan pita ukur. b. Tinggi pohon diukur dari permukaan tanah sampai ujung pohon dengan menggunakan Suunto clinometer. c. Biji dan bunga (kemiri dan cengkeh) ditimbang dalam satuan berat basah/kering panen. Produksi kubis (krop) segar ditimbang dalam satuan berat untuk golongan sayuran. d. Geofisik, yaitu mengukur kelerengan, altitude dan intensitas sinar matahari. Kelerengan diukur dengan menggunakan altimeter/GPS. Untuk mengukur ketinggian tempat (altitude) dari permukaan laut digunakan GPS, sedangkan untuk mengukur intensitas sinar matahari menggunakan Hobo yang diukur secara otomatis dengan antar waktu 30 menit mulai jam 06.00 sampai 18.00 selama 2 hari, pada setiap plot digunakan 2 buah alat masing-masing 1 buah alat di bawah tegakan dan 1 buah alat di tempat terbuka, sehingga pada setiap plot digunakan 2 buah alat ukur.
129
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
Data sekunder yang diambil adalah karakteristik desa tempat penelitian, yaitu: data monografi desa, data instansi terkait (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sigi, Dinas Pertanian, Peternakan Kabupaten Sigi, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sigi dan instansi lainnya), serta laporan-laporan hasil penelitian yang pernah dilakukan di lokasi yang sama. Dalam menganalisis data, produksi tanaman sayuran dalam memanfaatkan unsur hara dan iklim menjadi hasil dihitung dengan rumus menurut Handoko (1993), yaitu: 10.000 m2 H ubinan (kg) H (ton/ha) = ------------------ x ---------------------Luas ubinan 1.000 (kg) Rumus untuk menghitung volume pohon dalam memanfaatkan unsur hara dan iklim menjadi volume pohon adalah sebagai berikut: V = ¼ πd2 x h x f. V = volume pohon. d = diameter batang pohon. h = tinggi pohon. f = faktor bentuk (0,7) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini produksi kubis yang dikombinasikan dengan pohon cengkeh dan pohon kemiri terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Kubis pada Sistem Agroforestri Umur Kombinasi (bulan) tanaman 3 Kubis + cengkeh 3 Kubis + kemiri
Produksi total (kg/ha/tahun) Segar 1.218.400 Segar 996.600
Produksi rata-rata (kg/ha/tahun) 243.680 199.320
Pada Tabel 1 terlihat, bahwa produksi kubis dikombinasikan dengan pohon cengkeh adalah sebesar 1.218.400 kg/ha/tahun atau rata-rata 243.680 kg/ha/tahun lebih besar dibanding produksi kubis dikombinasikan dengan pohon kemiri sebesar 996.600 kg/ha/tahun atau rata-rata 199.320 kg/ha/tahun. Perbedaan produksi kubis pada kombinasi pohon kombinasi pohon cengkeh dan kemiri karena perbedaan bidang olah yang tersedia di antara baris pohon cengkeh dan kemiri sehingga terdapat perbedaan luas tutupan tajuk, di mana ruang tumbuh tanaman kubis yang dimanfaatkan oleh pohon cengkeh hanya 27%, sedangkan yang dimanfaatkan oleh pohon kemiri sebesar 35%. Hal ini menimbulkan perbedaan ruang tumbuh tanaman kubis untuk mendapat sinar matahari yang sangat penting dalam proses fotosintesis. Telah diketahui bahwa produksi bahan kering tanaman dalam bentuk daun, buah dan biji terbentuk dari hasil proses fotosintesis yang disebut fotosintat. Akumulasi fotosintat atau assimilat pada fase tertentu akan dikonversi menjadi bahan mentah (hasil panen berupa serat, daun, buah dan biji). Selain faktor sinar, juga terjadi
Haeruddin dan Ruchaemi (2011). Produktivitas Tanaman Sayuran
130
pemanfaatan mineral tanah yang diperoleh melalui perakaran tanaman, baik mineral alami maupun dari pemupukan. Pada penelitian ini mineral tanah alami dianggap tidak menjadi faktor pembatas pencapaian produksi dari masing-masing komoditi, sebab keadaannya relatif sama. Pengaruh kesuburan tanah yang terhitung yaitu melalui perlakuan pemupukan berupa pemberian pupuk anorganik (NPK). Faktor lainnya seperti kemiringan tempat dipandang tidak berpengaruh dalam capaian produksi kubis, sebab bentang lahan (bidang olah) yang dijadikan sebagai objek penelitian (tempat penelitian) tergolong dalam kategori landai seluas 1.395 ha (60%), sedangkan faktor ketinggian tempat dari permukaan laut (altitude) (720 m dpl) sangat mendukung kesesuaian tempat tumbuh untuk budidaya sayuran kubis (syarat tumbuh berkisar 600–900 m dpl). Pada daerah dengan ketinggian seperti itu kelembapan udara tinggi, sebab uap air jenuh yang terkonsentrasi di atmosfer setiap naik 100 m dpl suhu turun 0,6°C. Faktor suhu yang dapat menunjang pertumbuhan optimum tanaman kubis berkisar antara 19–27°C (Jumin, 2002). Hasil pengukuran suhu udara di lapangan diperoleh suhu rata-rata harian ±30°C. Suhu udara bagi tanaman sangat diperlukan dalam proses transpirasi, dalam hal ini berhubungan erat dengan peristiwa pembukaan stomata (mulut daun). Naik turunnya suhu pada siang hari akan mempengaruhi total produksi asimilat, dengan demikian juga secara langsung berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, yaitu cengkeh, kemiri dan kubis. Suhu udara juga menentukan jumlah serapan unsur hara ke dalam tubuh tanaman (Jumin, 2002). Tinggi rendahnya jumlah hara yang terserap oleh tanaman melalui mekanisme transpirasi akibat dari fluktuasi suhu harian juga tergantung pada ketersediaan air, sehingga faktor suhu dan ketersediaan air memiliki peran penting dalam hubungannya dengan proses fisiologis tanaman. Gerak menutup dan membukanya stomata pada siang hari tergantung pada keseimbangan titik konpensasi sinar tertentu pada masing-masing tanaman dan ketersediaan air dalam tubuh tanaman. Jika jumlah air tidak mencukupi, maka ditandai dengan kejadian fisik tanaman terlihat layu pada tingkat suhu tertentu pada siang hari. Jika terjadi perubahan suhu harian yang tidak dapat menimbulkan proses respirasi tinggi, maka perlahan-lahan tanaman akan terlihat segar kembali. Pada kondisi demikian jumlah air dalam tanah berada dalam titik kapasitas lapang. Berbeda jika terjadi layu pada tanaman di siang hari dan tidak terjadi perubahan, memberi tanda bahwa jumlah air dalam tanah berada dalam kapasitas titik layu permanen, jika tidak mendapat suplai air yang cukup maka akan diikuti dengan kematian tanaman. Dengan demikian secara otomatis dapat menurunkan produktivitas lahan. Untuk itu maka ketersediaan air bagi tanaman sangat penting. Ketersediaan air bagi tanaman dapat dipenuhi melaui dua cara yaitu sistem tadah hujan atau melalui sistem irigasi. Pada lokasi penelitian sumber air berasal dari tadah hujan (sistem budidaya lahan kering). Jumlah curah hujan pada daerah penelitian sebesar 2.060,93 mm/tahun atau 171,74 mm/bulan, tergolong dalam klasifikasi sangat basah yang terjadi merata sepanjang tahun. Curah hujan demikian sangat mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman, sebab air tersedia sepanjang tahun. Air bagi tanaman merupakan zat esensial dalam tubuh tanaman karena 85–90% tubuh tanaman terdiri dari air yaitu tersimpan dalam jaringan yang sedang tumbuh
131
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
pada protoplasma. Selain berfungsi sebagai penunjang, juga memiliki peran yang sangat penting dalam reaksi fotosintesis, sebab reaksi kimiawi pada peristiwa fotosintesis memerlukan air. Tanpa air maka proses pembuatan zat tepung atau pati (glukosa) tak dapat berlangsung. Di samping itu pula tidak terjadi serapan hara dari dalam tanah jika air tidak tersedia atau kurang. Air dalam translokasi unsur hara berfungsi sebagai media pengantar bahan terlarut atau fungsi air sebagai pelarut mineral dalam tanah. Melalui peristiwa transpirasi pada tanaman atau tumbuhan unsur hara ikut terangkut ke jaringan daun tanaman. Daun merupakan tempat pelepasan air melalui mulut daun, sehingga mineral tanah atau unsur hara juga akan tersalur hingga ke daun. Selain itu daun merupakan tempat terjadinya peristiwa fotosintesis yang dapat diibaratkan dapur bagi tanaman (Jumin, 2002). Produksi tanaman kubis yang dikombinasikan dengan pohon cengkeh produksinya cenderung lebih besar dibandingkan produksi kubis yang dikombinasikan dengan pohon kemiri, hal ini diindikasikan bahwa pemanfaatan ruang tumbuh pohon cengkeh lebih luas dibanding dengan pemanfaatan ruang tumbuh pohon kemiri. Sebagai pembanding produksi kubis monokultur per hektar per tahun sebesar 164,376 kg/ha/tahun. Total produksi per hektar per tahun diperoleh dari populasi kubis sebanyak 40.000 krop dengan berat rata-rata timbang segar pada saat panen sebesar 2 kg. Intensitas sinar yang diterima tanaman kubis di bawah pohon cengkeh sebesar 73.579,44 lux, di bawah pohon kemiri 67.095,26 lux, karena tajuk pohon kemiri lebih lebar dibanding dengan tajuk pohon cengkeh. Hal ini tampak pula dari suhu harian rataan yang menunjukkan suhu di bawah tegakan pohon cengkeh yaitu 32,2°C, sedangkan di bawah pohon kemiri lebih rendah yaitu 30,9°C. Sementara itu pengukuran intensitas sinar dan suhu udara pada daerah terbuka yaitu di lapangan sepak bola di Desa Bobo sebesar 109,2185 lux dengan suhu rataan harian 36,4°C. Perlakuan oleh petani Desa Bobo dalam usaha tani tanaman kubis dilakukan 2 kali per tahun. Dari semua faktor tumbuh yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman kubis keseluruhannya sangat mendukung untuk mencapai produksi maksimum, hal ini ditunjukkan oleh produksi tanaman kubis per hektar per tahun di lokasi penelitian yaitu sebesar 2,5 kg per krop. Jika dikonversikan ke dalam total produksi per hektar per tahun adalah sebesar 100.000 kg (100 ton), terdapat selisih 20 ton jika dibandingkan dengan total produksi per hektar per tahun atau lebih tinggi sebesar 20%. Sementara hasil penelitian sebelumnya/terdahulu yang dilaksanakan di Desa Nupabomba, Dusun Kebun Kopi, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah dengan ketinggian tempat dan curah hujan rataan per tahun kurang lebih sama (Sutarmana, 2011) diperoleh hasil produksi per krop sebesar 2 kg dengan jarak tanam 40x50 cm. Meskipun terjadi perbedaan berat per krop sebesar 0,5 kg hal ini dimungkinkan oleh adanya perlakuan perbedaan jarak tanam yang diterapkan pada lokasi penelitian (50x50 cm). Pada Tabel 2 ditampilkan perbandingan volume pohon cengkeh dan kemiri berikut produksi bunga cengkeh dan biji kemiri. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa volume pohon cengkeh dikombinasikan dengan kubis adalah sebesar 72,62 m3/ha dengan MAI sebesar 3,60 m3/ha/thn pada umur 20 tahun dengan jarak tanam 12,5x15 m (93 pohon) dan produksi berat bunga cengkeh adalah sebesar 1.639 kg/ha/thn. Volume pohon cengkeh monokultur adalah sebesar 215,04 m3/ha dengan
Haeruddin dan Ruchaemi (2011). Produktivitas Tanaman Sayuran
132
MAI sebesar 10,75 m3/ha/thn pada umur 20 tahun dengan jarak tanam 7x7 m (204 pohon) dan produksi bunga cengkeh adalah sebesar 1.384 kg/ha/tahun. Hal ini terlihat, bahwa ada perbedaan hasil produksi pohon cengkeh monokultur dengan pohon cengkeh yang dikombinasikan dengan kubis. Tabel 2. Perbandingan Volume dan Bunga/Biji, Pohon Cengkeh dan Pohon Kemiri Dikombinasikan dengan Tanaman Kubis Umur pohon (tahun) 20 20 8 8
Jenis tanaman Cengkeh Cengkeh + kubis Kemiri Kemiri + kubis
MAI (m3/ha/thn) 215,04 3,60 20,39 34,16
Volume (m3/ha) 10,75 72,62 163,11 273,25
Bunga/biji (kg/ha/th) 1.384 1.639 19.513 21.736
Keterangan Monokultur Agroforestri Monokultur Agroforestri
Volume pohon kemiri dalam sistem agroforestri adalah sebesar 273,25 m3/ha, sedangkan volume pohon kemiri monokultur adalah sebesar 163,11 m3/ha. Hal ini menunjukkan, bahwa pertambahan volume rataan (MAI) pohon kemiri kombinasi kubis lebih besar yakni sebesar 2,94 m3/phn/thn dengan jarak tanam 18x6 m (93 pohon) jika dibandingkan dengan pertambahan volume rataan pohon kemiri monokultur sebesar 1,63 m3/phn/ha dengan jarak tanam 10x10 m (100 pohon). Demikian pula volume rataan pohon cengkeh kombinasi sayuran kubis yaitu 1,40 m3/phn/ha jika dibandingkan dengan volume rataan pohon cengkeh monokultur 1,05 m3/phn/thn. Perbedaan pertambahan volume rataan ini dimungkinkan karena dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh dan pemberian pupuk anorganik pada kubis dan pemeliharaan intensif, karena pada sistem budidaya agroforestri pohon kemiri dan pohon cengkeh yang masing-masing dikombinasikan dengan kubis, kedua jenis tanaman/pohon mendapat perlakuan budidaya secara intensif terutama sanitasi atau pengendalian tumbuhan pengganggu (gulma) dan pemberian pupuk anorganik (NPK). Pada sistem monokultur umumnya petani pohon kemiri dan pohon cengkeh tidak melakukan pemupukan dan sanitasi rutin seperti pada sistem agroforestri. Pohon cengkeh dan kemiri yang dikombinasikan dengan tanaman kubis mendapat perlakuan budidaya berupa sanitasi rutin dan pemupukan bersamaan dengan pemberian pupuk pada tanaman kubis. Pemberian pupuk tidak dilakukan terhadap tanaman cengkeh maupun kemiri monokultur. Pemupukan berpeluang terjadinya serapan hara dari pupuk pada kompleks perakaran tanaman cengkeh dan kemiri yang berada pada lahan tanaman kubis. Hasil pengamatan lapangan terhadap produktivitas lahan pada sistem agroforestri tanaman kubis dikombinasikan dengan pohon cengkeh dan pohon kemiri sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa produktivitas lahan dengan sistem agroforestri berbasis sayuran di Desa Bobo yang digambarkan dengan produksi masing-masing tanaman kombinasi jenis pohon dengan sayuran kubis adalah cengkeh umur 20 tahun mempunyai volume pohon sebesar 72,62 m3/ha, bunga 1.639 kg/ha/thn (berat siap jual/kering) dan krop sayuran kubis dari 2 kali panen 243.680 kg/ha/thn, berat segar saat panen. Volume pohon kemiri umur 20 tahun sebesar 273,25 m3/ha, biji 21.736 kg/ha/tahun (berat kering
133
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
simpan/kadar air 10–12%) dan krop kubis 199.320 kg/ha/thn berat timbang segar saat panen. Tabel 3. Produktivitas Lahan dengan Sistem Agroforestri Berbasis Sayuran Umur pohon (tahun) 20 8
Produksi Kombinasi tanaman Cengkeh + kubis Kemiri + kubis Jumlah
Cengkeh Volume Bunga (m3/ha) (kg/ha/th) 72,62 1.639 72,62 1.639
Kemiri Kubis Kubis Volume Biji (kg/ha/th) (kg/ha/th) 3 (m )/ha (kg/ha/th) 243.680 273,25 21.736 199.320 243.680 273,25 21.736 199.320
Dari data tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kemampuan tanaman pada sistem agroforestri berbasis sayuran di Desa Bobo dengan melihat berbagai faktor lingkungan (intensitas sinar, ketinggian tempat dari permukaan laut, suhu udara, curah hujan, kemiringan tempat tumbuh/lahan dan perlakuan pemupukan) yang mengkombinasikan pohon kemiri-sayuran kubis dan pohon cengkeh-sayuran kubis terdapat perbedaan produksi bahan kering (serat, bunga/biji dan daun). Hal ini menggambarkan tingkat produktivitas tanaman dengan bentuk (pola tanam) kombinasi pohon kemiri-sayuran kubis pada sistem agroforestri lebih efisien terhadap berbagai faktor penghambat pertumbuhan dalam mencapai produksi potensial, jika dibandingkan dengan kombinasi pohon cengkeh-sayuran kubis. Hal ini menandakan terdapat perbedaan karakteristik tanaman antara pohon kemiri dan pohon cengkeh, perbedaan dimaksud yaitu kecepatan pertumbuhan, lebih cepat kemiri dibanding cengkeh. Dilihat dari perbedaan tingkat pertumbuhan batang dan tinggi tanaman, pohon kemiri lebih cepat dibanding dengan pohon cengkeh meskipun umur berbeda. Dengan adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut berarti tanaman kemiri memiliki sifat laju serapan hara dan akumulasi hasil fotosintesis untuk menunjang pembentukan organ tanaman. Dari segi kemampuan adaptasinya terhadap tempat tumbuh, kemiri dapat tumbuh optimum pada ketinggian 700 m dpl, sedangkan cengkeh telah mengalami keterbatasan, gambaran ini memperlihatkan adanya perbedaan hambatan daerah tumbuh. Untuk itu dalam melakukan desain agroforestri hendaknya mempertimbangkan kesesuaian tumbuh dari setiap tanaman yang hendak dibudidayakan agar diperoleh produksi optimum atau produksi aktual dapat mendekati produksi potensial. Kesesuaian tumbuh yang dimaksud merupakan pertimbangan budidaya tanaman dengan melihat faktor agroekosistem. Hasil penelitian menunjukkan hubungan interaksi antara jenis tanaman kombinasi sistem agroforestri. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti curah hujan, suhu, sinar, nutrisi dan jenis tanaman. Kombinasi tanaman kubis dengan pohon cengkeh dan kemiri dalam hal pemupukan, pohon dan tanaman kubis mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan terutama bunga/buah, dan pertumbuhan diameter batang. Jarak tanam yang renggang menyebabkan sinar matahari banyak diterima oleh tajuk pohon sehingga proses fotosintesis menjadi maksimum. Pohon cengkeh dan kemiri termasuk tanaman toleran, sehingga
Haeruddin dan Ruchaemi (2011). Produktivitas Tanaman Sayuran
134
memerlukan intensitas sinar yang cukup agar pertumbuhannya mencapai maksimum. Pada sistem monokultur tidak dilakukan pemupukan dan sanitasi, sehingga pertumbuhan dan perkembangan pohon, baik pohon cengkeh maupun pohon kemiri sangat lambat, dengan demikian riap diameter dan produksi bunga menurun atau rendah, hal ini akibat unsur hara yang terserap oleh pohon tergolong sedikit. Perlakuan jarak tanam pada sistem ini berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon sebagaimana jarak tanam pohon cengkeh 7x7 m dan kemiri 10x10 m yang berarti termasuk jarak tanam yang ideal. Hasil perhitungan volume pohon dan sayuran dalam bentuk rupiah terlihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Hasil Perhitungan Volume Kayu, Bunga/Biji dan Krop dalam Rupiah Jenis tanaman Cengkeh Cengkeh + kubis Kemiri Kemiri + kubis Kubis Kubis + cengkeh Kubis + Kemiri
Volume Harga/m3 (m3/ha) (Rp) Monokultur 215,04 Sistem
Agroforestri
72,62
-
Total (Rp) -
Bunga/biji/krop Harga/kg Total (Rp) (kg/ha/thn) (Rp) 1.380 75.000 103.800.000 1.640
75.000
122.925.000
Monokultur
163,11 1.000.000 163.110.000
19.510
5.000
97.550.000
Agroforestri
273,25 1.000.000 273.250.000
21.740
5.000
108.700.000
Monokultur
-
-
-
164.740
1.500
247.110.000
Agroforestri
-
-
-
243.680
1.500
365.520.000
Agroforestri
-
-
-
199.320
1.500
298.980.000
Tabel 4 menunjukkan, bahwa hasil perhitungan pohon cengkeh sistem monokultur dalam rupiah dengan produksi bunga 1.380 kg/ha/thn sebesar Rp103.800.000,-, pohon cengkeh kombinasi dengan tanaman kubis produksi bunga 1.640 kg/ha/thn sebesar Rp122.925.000,-, pohon kemiri dengan sistem monokultur volume 163,11 m3/ha sebesar Rp163.110.000,-, produksi buah 19.510 kg/ha/thn sebesar Rp97.550.000,-, volume pohon kemiri kombinasi dengan kubis 273,25 m3/ha sebesar Rp273.250.000,-, produksi buah 21.740 kg/ha/thn sebesar Rp108.700.000, kubis sistem monokultur dengan produksi krop 164.740 kg/ha/thn sebesar Rp247.110.000,-, produksi krop kombinasi dengan pohon cengkeh 243.680 kg/ha/thn sebesar Rp365.520.000,-, tanaman kubis kombinasi dengan pohon kemiri 199.320 kg/ha/thn sebesar Rp298.980.000,-. Dari segi usaha tani hubungannya dengan keuntungan yang diterima oleh petani dari dua bentuk kombinasi tersebut, maka kombinasi pohon kemiri dengan kubis memberikan pendapatan sebesar Rp381.950.000/ha/thn, sedangkan kombinasi pohon cengkeh dengan kubis memberikan pendapatan sebesar Rp122.925.000,/ha/thn. Perbedaan pendapatan ini disebabkan oleh penanganan budidaya, pascapanen dan harga jual masing-masing komoditi per kg.
135
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kubis dikombinasikan dengan pohon cengkeh sistem agroforestri mempunyai total produksi sebesar 1.639 kg/ha/tahun, pohon kemiri mampu dalam memanfaatkan unsur hara menjadi volume pohon pada sistem agroforestri dengan total produksi 273,25 m3/ha atau rata-rata MAI 2,94 m3/ha/thn dengan jumlah pohon 93 pohon dari umur 8 tahun, produktivitas lahan pada sistem agroforestri berbasis sayuran yakni kombinasi kubis dengan pohon kemiri total sebesar 21.736 kg/ha/tahun atau ratarata sebesar 10.868 kg/ha/panen dan kombinasi kubis dengan pohon cengkeh total sebesar 199.320 kg/ha/thn. Saran Dalam pengusahaan lahan sebaiknya menggunakan sistem agroforestri sebagai alternatif pertimbangan mengoptimalkan lahan, sebaiknya memilih tegakan pohon kemiri daripada pohon cengkeh karena mempunyai nilai produktivitas yang lebih tinggi dan sebaiknya diusahakan kombinasi pohon kemiri dengan kubis, sebab selain meningkatkan pendapatan juga efektif dalam produktivitas lahan. DAFTAR PUSTAKA Andayani, W. 2005. Ekonomi Agroforestri. Pustaka Hutan Rakyat, Yogyakarta. 116 h. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya, Jakarta. Jumin, H.B. 2002. Dasar-dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 48 h. Sutarmana, G.O. 2011. Produktivitas Agroforestri Berbasis Sayuran di Desa Nupabomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Palu. 50 h.