Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
PRODUKSI β KAROTEN PADA LIMBAH PADAT TEMPE : KAJIAN JENIS KAPANG DAN KONSENTRASI EKSTRAK KECAMBAH KEDELAI Niken Larasati1 , Wignyanto2, Irnia Nurika2, dan Nur Hidayat2 1. Alumnus Jur. Tek. Industri Pertanian. Fak. Tek. Pertanian Univ. Brawijaya Malang. 2.
Staf Pengajar Jur. Tek. Industri Pertanian. Fak. Tek. Pertanian Univ. Brawijaya Malang.
Abstrak Penelitian ini bertujuan mendapatkan kombinasi perlakuan antara jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kedelai terhadap produksi karoten β karoten yang maksimal. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak kelompok yang terdiri dari dua factor yaitu jenis kapang (Neurospora sp dan isolat kapang Mj 403) dan konsentrasi ekstrak kecambah kedelai (20%, 30%, 40%, 50% dan 60% ), masing-masing perlakuan dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kedelai berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah β karoten maksimum sebesar 44,05 ppm pada konsentrasi ekstrak kecambah kedelai 7,69%. Isolat kapang Mj 403 menghasilkan β karoten maksimum sebesar 23,81 ppm pada konsentrasi ekstrak kecambah kedelai di dalam medium, semakin meningkat nilai pH terjadi penurunan jumlah spora kedua jenis kapang.
PENDAHULUAN Ketersediaan β-karoten sebagai sumber vitamin A, terutama dari tanaman sering bersifat musiman. Selain itu, vitamin A yang berasal tanaman maupun hewan juga mudah mengalami kerusakan akibat pengolahan (Booth, John, dan Kuhnlein, 1992). Alternatif lain dalam mencari sumber vitamin A adalah dengan menggunakan mikroorganisme, yang mempunyai beberapa keuntungan antara lain tidak tergantung iklim, dan dapat memanfaatkan limbah hasil pertanian sebagai substrat (Nuraida, Sihombing dan Fardiaz, 1996). Berbagai mikroorganisme termasuk kapang telah diketahui menghasilkan β-karoten, yang merupakan metabolit sekunder. Menurut Ninet dan Renaut (1979), kapang Phycomyces blakesleeanus, Penicilium sclerotiorum dan khamir Rhodotorula glutinis dapat digunakan dalam produksi β-karoten. Kebanyakan dari mikroorganisme tersebut sulit didapatkan, oleh karenanya dalam penelitian ini digunakan kapang Neurospora sp dan isolat Mj 403 yang diisolasi dari tanah. Kapang Neurospora sp sebagai
108
spesies yang umum ditemui pada makanan mempunyai pertumbuhan hifa sangat cepat dan telah terbukti mampu menghasilkan βkaroten (Fardiaz, Khusun dan Nuraida, 1995). Kemampuan mikroorganisme dalam menghasilkan senyawa karotenoid sebagai metabolit sekunder dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah komposisi medium. Medium sintetik yang digunakan dalam fermentasi padat secara umum mahal harganya, sehingga sejumlah penelitian mulai banyak menggunakan medium alami sebagai substrat. Hingga kini belum pernah dilaporkan penggunaan limbah padat tempe sebagai medium pertumbuhan kapang, terutama dalam produksi β-karoten. Padahal limbah tersebut tersedia cukup banyak di Indonesia dan harganya relatif murah. Menurut Harris dan Karmas (1989), di dalam kulit biji kacang kedelai masih terkandung karbohidrat, protein dan lemak yang cukup, sehingga dapat digunakan sebagai medium fermentasi. Penambahan nutrisi lain ke dalam medium seperti sumber nitrogen tetap diperlukan untuk mendukung pertumbuhan
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
sel dan produksi metabolit sekunder (Timotius dan Hartani, 1998). Sumber nitrogen yang ditambahkan dapat berupa ekstrak kecambah kacang kedelai yang potensi penyediannya cukup besar, tetapi pemanfaatannya masih terbatas. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai jenis kapang, penambahan ekstrak kecambah kacang kedelai dan limbah padat tempe dalam memproduksi β-karoten. Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dua jenis kapang pada berbagai konsentrasi nutrisi terhadap produksi β-karoten. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2003 di Laboratorium Bioindustri dan Pengelolaan Limbah, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi autoklaf, Cawan Petri, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, pipet volume, pengaduk, jarum ose, karet penghisap, bunsen, timbangan, mortar, stirer, sentrifuse, pH-meter dan spektrofotometer. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi sampel tanah (berasal dari daerah Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Tuban, Batu, Bali dan Mojokerto), biakan kapang Neurospora sp, limbah padat tempe dari daerah Sanan Kotamadya Malang, medium Potato Dextrose Agar (PDA), medium Czapek, ekstrak kecambah kacang kedelai, aquades, kapas, kertas perkamen, etanol 96%, dan spiritus. Rancangan Penelitian Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari dua faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor I adalah jenis kapang yang terdiri dari dua jenis, yaitu Neurospora sp dan isolat Mj 403. Faktor II adalah
penambahan nutrisi berupa ekstrak kecambah kacang kedelai, yang terdiri dari lima level (20% v/b, 30% v/b, 40% v/b, 50% v/b, 60% v/b). Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian meliputi pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA) dan Czapek, isolasi kapang, pemurnian isolat kapang, seleksi isolat kapang, pembuatan starter, inokulasi pada medium limbah padat tempe dan analisis kimia. Isolasi Kapang dari Tanah Sebagai bahan penelitian ini diambil contoh tanah kebun dari daerah Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Tuban, Batu, Mojokerto, dan Bali. Sampel tanah tersebut diencerkan sampai pengenceran seri ke-7. Hasil dari tiap pengenceran diinokulasikan pada medium Potato Dextrose Agar (PDA). Inkubasi dilakukan selama 7 hari pada suhu 30°C (Judoamidjojo, Darwis dan Said, 1992). Pemurnian Isolat Kapang Koloni yang menunjukkan warna kuning, oranye atau merah dari cawan Petri diambil untuk digunakan sebagai isolat yang akan dimurnikan. Hasil isolasi tersebut berasal dari daerah Mojokerto, Bali, Batu, Yogyakarta, Tuban dan Jakarta. Isolat-isolat yang diperoleh dimurnikan menggunakan teknik goresan pada medium Czapek. Selanjutnya diambil koloni tunggal untuk disimpan pada medium agar miring. Pengkodean isolat dilakukan dengan menggunakan huruf pertama dari nama daerah, yaitu Jk (Jakarta), Yg (Yogyakarta), Tb (Tuban), Bt (Batu), Bl (Bali), Mj (Mojokerto) yang diikuti oleh seri pengenceran (1-7) dengan dua digit nomor isolat (misalnya Mj 401, Bl 706, Yg 607). Seleksi Kapang Seleksi kapang dilakukan dengan cara inokulasi isolat pada medium beras steril. Beras sebanyak 10 g ditambah 10 ml aquades dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Beras yang sudah steril, diaduk secara aseptik dan dibiarkan hingga agak dingin.
109
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
Sebanyak satu tabung reaksi berisi biakan murni dari isolat, ditambah dengan 5 ml aquades steril, diratakan sampai spora/hifa kapang lepas dari media agar. Suspensi spora sebanyak 2 ml diinokulasikan ke dalam medium steril dengan cara aseptik, kemudian diaduk hingga merata. Inkubasi dilakukan selama 5 hari pada suhu 30°C (Fardiaz, Khusun dan Nuraida, 1995). Langkah selanjutnya adalah pengukuran kadar β-karoten dari masingmasing isolat menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa isolat yang memberikan kadar βkaroten paling tinggi berasal dari daerah Mojokerto (pada seri pengenceran ke-4), sehingga diberi kode Mj 403. Sebagai kultur cadangan, isolat Mj 403 diperbanyak pada medium Czapek dan disimpan dalam lemari es (suhu 4°C - 5°). Pembuatan Starter Medium starter dibuat dari 10 g beras dengan penambahan mineral sebanyak 0,5% KH2PO4, 0,2% MgSO4.7H2O dan 0,2% CaCl2.2H2O berdasarkan berat kering medium. Mineral tersebut dilarutkan dalam 10 ml aquades, yang kemudian ditambahkan pada medium beras (erlenmeyer 125 ml). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Inokulum atau suspensi spora untuk pembuatan starter diperoleh dengan menambahkan 5 ml aquades steril ke dalam tabung reaksi masing-masing berisi Neurospora sp dan isolat Mj 403. Sebanyak 2 ml suspensi spora diinokulasikan ke dalam medium starter dengan cara aseptik, kemudian diaduk hingga merata. Inkubasi dilakukan selama 5 hari pada suhu 30°C (Fardiaz, Khusun dan Nuraida, 1995). Inokulasi pada Limbah Padat Tempe Limbah padat tempe (yang telah dikeringkan) sebanyak 5 g dalam Cawan Petri, selanjutnya dibasahi dengan 5 ml larutan yang merupakan campuran ekstrak kecambah kacang kedelai dan aquades dengan berbagai macam konsentrasi (seperti pada rancangan percobaan) hingga mencapai
110
kadar air medium yang sesuai (45-60%). Ekstrak kecambah kacang kedelai tersebut dibuat dari 100 g kecambah dalam 200 ml air, dipanaskan selama 30 menit, kemudian disaring untuk memisahkan ampasnya (Nisa dkk, 2001). Medium yang digunakan untuk pertumbuhan kapang, selanjutnya diatur pH 6, disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Sebanyak 100 ml aquades steril ditambahkan ke dalam erlenmeyer berisi medium starter, kemudian dikocok untuk memperoleh suspensi spora. Suspensi spora sebanyak 1 ml (20% berdasarkan berat kering medium) diinokulasikan ke dalam medium steril dengan cara aseptik, kemudian diaduk hingga merata. Inkubasi dilakukan selama 5 hari pada suhu 30°C. Analisis Kimia Analisis yang dilakukan adalah pengukuran β-karoten, pengukuran pH dan uji stabilitas β-karoten pada berbagai suhu. Permodelan (menggunakan Regresi) Model regresi sering digunakan untuk mengetahui atau meramalkan sejauh mana perlakuan yang dicobakan berpengaruh terhadap respon yang diamati (Gaspersz, 1992). Dalam penelitian ini akan dijelaskan permodelan regresi untuk percobaan dua faktor bertaraf kualitatif dan kuantitatif. Faktor kualitatif berupa jenis kapang (J) yang terdiri dari dua taraf, yaitu kapang Neurospora sp dan isolat Mj 403. Faktor kuantitatif berupa penambahan nutrisi (P) yang terdiri dari lima taraf, yaitu 20%, 30%, 40%, 50% dan 60%. Model regresi baru akan dibangun apabila hasil analisis ragam dari percobaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh jenis, penambahan nutrisi dan interaksi antara keduanya terhadap produksi βkaroten. Melalui model regresi dapat diramalkan jumlah produksi β-karoten dari jenis kapang dan penambahan nutrisi tertentu. Proses permodelan regresi dapat dilakukan bertahap dengan cara sebagai berikut : 1. Menentukan model sederhana untuk mengkaji pengaruh utama dari faktor
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
kuantitatif P, sehingga model yang dapat dirumuskan sampai ordo dua adalah : Y = βo + β1P + β2P² 2. Menentukan model sederhana untuk mengkaji pengaruh utama dari faktor kualitatif J. Berdasarkan model regresi untuk percobaan dari faktor bertaraf kualitatif 2 buah, dapat dibangun (2-1) = 1 variabel dummy (D) sebagai variabel penjelas dengan memperlakukan salah satu taraf sebagai kontrol, yaitu jenis kapang J1. Model regresi yang dapat dirumuskan adalah : Y = βo + β1D 3. Merumuskan bentuk pengaruh interaksi antara faktor kuantitatif dan kualitatif. Dalam kasus ini faktor kuantitatif diwakili oleh bentuk P dan faktor kualitatif diwakili bentuk dummy D, sehingga interaksinya adalah PD. Model regresi secara lengkap untuk percobaan tersebut adalah : Y = βo + β1P + β2P² + β3D + β1PD + ∈ di mana : Y = respon produk (β-karoten) β = koefisien regresi P = pengaruh linear dari penambahan nutrisi terhadap produksi β-karoten P² = pengaruh kuadratik dari penambahan nutrisi terhadap produksi β-karoten D = 1, jika berasal dari isolat Mj 403 D = 0, jika berasal dari kapang Neurospora sp PD = pengaruh interaksi dari penambahan nutrisi dan jenis kapang terhadap produksi β-karoten ∈ = pengaruh galat atau error (Gasperz, 1992). Percobaan yang melibatkan faktor lebih dari satu dapat diselesaikan dengan bantuan komputer, supaya kesalahankesalahan dalam proses komputasi dapat diminimalkan. Membangun model regresi yang sesuai dengan percobaan ini dapat dilakukan menggunakan bantuan Software SPSS V.10.0.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Permodelan Menggunakan Regresi
Model regresi sering digunakan untuk mengetahui atau meramalkan sejauh mana perlakuan yang dicobakan berpengaruh terhadap peubah respon yang diamati. Menurut Gazpers (1992), model regresi akan tepat untuk dibangun apabila hasil analisis ragam percobaan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati. Berdasarkan hasil analisis ragam Rancangan Aacak Kelompok, terdapat perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan (Fhitung > Ftabel). Artinya ada pengaruh dari perlakuan terhadap respon yang diamati. Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai berpengaruh terhadap jumlah beta karoten. Informasi yang diperoleh dari analisis ragam tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam membangun model regresi. Model Regresi untuk Kapang Neurospora sp
Berdasarkan analisis ragam regresi, pengaruh konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai terhadap kadar beta karoten bersifat sangat nyata sampai ordo kedua polinomial ortogonal, sedangkan pada ordo ketiga dan keempat bersifat tidak nyata. Dengan demikian telah ditemukan model yang cocok untuk percobaan ini, yaitu model regresi kuadratik (polinomial berordo kedua). Untuk menguji ketepatan model regresi kuadratik, maka jumlah kuadrat galat (JKG) perlu dipecah ke dalam jumlah kuadrat simpangan dari model (JKSDM) dan jumlah kuadrat galat murni (JKGM). Hasil uji ketepatan model regresi kuadratik menunjukkan bahwa simpangan dari model (SDM) bersifat tidak nyata pada taraf α = 0,05 dan α = 0,01. Hal ini membuktikan model regresi yang dibangun telah cocok untuk menerangkan hubungan kausal antara perlakuan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai terhadap respon beta karoten. Bentuk permodelan yang tepat dari permasalahan tersebut adalah model regresi kuadratik dengan koefisien 2 determinasi R = 0,9693. Artinya model regresi kuadratik mampu menjelaskan
111
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
keragaman jumlah β karoten sebesar 96,93%, sedangkan sisanya 3,07% disebabkan oleh pengaruh galat percobaan. Pendugaan model tersebut dilakukan dengan bantuan program Minitab versi 11, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut : y = 17,484 + 1,47307x − 0,022x2 ……(1) Persamaan (1) dapat digunakan untuk keperluan peramalan respon beta karoten berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dan sekaligus menentukan kondisi operasi yang optimum dengan konsep diferensial. Kondisi operasi untuk menghasilkan respon yang maksimum akan tercapai apabila memenuhi syarat dx/dy = 0. Hasil diferensiasi model regresi ordo kedua merupakan suatu persamaan linier, yaitu : −0,044x + 1,47307 = 0……………(2) Penyelesaian dari persamaan (2) menghasilkan titik optimum x = 33,48, yang berarti konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sebesar 33,48%. Jumlah beta karoten maksimum dapat diketahui dengan cara mensubstitusikan nilai x = 33,48 ke dalam persamaan (4.1), sehingga diperoleh nilai y = 42,14. Dengan demikian, jumlah beta karoten yang maksimum sebesar 42,14 ppm dicapai pada konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sebesar 33,48%. Model Regresi untuk Isolat Kapang Mj 403 Berdasarkan analisis ragam regresi pengaruh konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai terhadap jumlah β karoten bersifat nyata sampai ordo ketiga polinomial ortogonal, sedangkan pada ordo keempat bersifat tidak nyata. Dengan demikian telah ditemukan model yang cocok untuk percobaan ini, yaitu model regresi kubik (polinomial berordo ketiga). Untuk menguji ketepatan model regresi kuadratik, maka jumlah kuadrat galat (JKG) perlu dipecah ke dalam jumlah kuadrat simpangan dari model (JKSDM) dan jumlah kuadrat galat murni (JKGM). Hasil uji ketepatan model regresi kubik menunjukkan bahwa simpangan dari model (SDM) bersifat tidak nyata pada taraf α =
112
0,05 dan α = 0,01. Hal ini membuktikan model regresi yang dibangun telah cocok untuk menerangkan hubungan kausal antara perlakuan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai terhadap respon β karoten. Bentuk permodelan yang tepat dari permasalahan tersebut adalah model regresi kubik dengan koefisien determinasi R2 = 0,9874. Artinya model regresi kuadratik mampu menjelaskan keragaman jumlah beta karoten sebesar 98,74%, sedangkan sisanya 1,26% disebabkan oleh pengaruh galat percobaan. Pendugaan model tersebut dilakukan dengan bantuan komputer program Minitab versi 11, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut : y = 4,0534 + 0,260264x + 0,00773x2 − 0,00017x3……………………………...(3) Persamaan (3) dapat digunakan untuk keperluan peramalan respon beta karoten berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dan sekaligus menentukan kondisi operasi yang optimum dengan konsep diferensial. Kondisi operasi untuk menghasilkan respon yang maksimum akan tercapai apabila memenuhi syarat perlu dy/dx = 0 dan syarat cukup d2y/dx2 < 0. Hasil diferensiasi model regresi ordo ketiga merupakan suatu persamaan kuadrat, yaitu : −0,00051x2 + 0,01546x + 0,260264 = 0..4.4) Penyelesaian dari persamaan (4.4) menghasilkan dua buah titik kritis, yaitu x1 = −12,05 dan x2 = 42,36. Kedua titik tersebut perlu diperiksa, supaya diperoleh satu titik kritis yang memenuhi syarat cukup (d2y/dx2 < 0). Hasil diferensiasi dari persamaan (4.4) diperoleh suatu persamaan linier, yaitu : −0,00102x + 0,01546………………(4.5) Kedua titik kritis x1 = −12,047 dan x2 = 42,36 selanjutnya disubstitusi ke dalam persamaan (4.5) dan sekaligus diperiksa dengan cara sebagai berikut : a. Jika x1 = −12,047, maka d2y/dx2 = 0,028 (karena nilainya tidak lebih kecil dari nol, berarti tidak memenuhi syarat cukup untuk tercapainya kondisi maksimum). b. Jika x2 = 42,36, maka d2y/dx2 = −0,028 (karena nilainya lebih kecil dari nol,
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
berarti memenuhi syarat cukup untuk tercapainya kondisi maksimum). Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa titik optimumnya adalah 42,36, yang berarti dengan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sebesar 42,36% akan diperoleh respon yang maksimum. Jumlah beta karoten yang maksimum dapat diketahui dengan cara mensubstitusikan nilai x = 42,36 ke dalam persamaan (3), sehingga diperoleh nilai y = 16,03. Dengan demikian jumlah beta karoten maksimum sebesar 16,03 ppm dicapai pada konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai 42,36%. Produksi Beta Karoten dari Kapang Neurospora sp. Jumlah rata-rata beta karoten yang dihasilkan kapang Neurospora sp berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai (10% - 50%) berturut-turut adalah 30,153 ppm, 37,609 ppm, 42,555
ppm, 40,718 ppm dan 36,138 ppm. Terlihat bahwa konsentrasi sampai 30% terus meningkatkan jumlah beta karoten, kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi lebih dari 30%. Secara jelas kurva respon beta karoten berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dapat dilihat pada Gambar 1
Beta karoten (ppm)
45
40
35
y = 17,484 + 1,47307x - 0,022x R = 0.969
30 10
20
30
40
50
Konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai (%)
Gambar 1.Kurva Respon Beta Karoten dari Kapang Neurospora sp
Gambar 1 menunjukkan bentuk hubungan antara jumlah beta karoten dengan Dengan demikian konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai yang merupakan sumber nitrogen sangat berperan
dalam produksi beta karoten. Menurut Carels dan Shepherd (1977), komposisi medium terutama sumber karbon dan nitrogen sangat mempengaruhi pembentukan pigmen karotenoid. Oleh
113
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
karena itu dalam percobaan ini digunakan limbah padat tempe (kulit kedelai) sebagai sumber karbon dan ekstrak kecambah kacang kedelai sebagai sumber nitrogen. Hasil perhitungan secara matematis dari model regresi kuadratik (persamaan 1), telah diperoleh jumlah beta karoten maksimum sebesar 42,14 ppm yang dicapai pada konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai 33,48%. Hal ini berarti bahwa konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sebesar 33,48% telah mampu mencukupi kebutuhan kapang, terutama dalam proses metabolismenya. Kadar beta karoten tersebut dihasilkan pada lama fermentasi 5 hari, dimana tingkat sporulasi kapang Neurospora sp terjadi dalam jumlah yang besar. Perlu diketahui bahwa spora kapang Neurospora sp berwarna merah muda sampai jingga, karena mengandung pigmen beta karoten. Menurut Nuraida, Sihombing dan Fardiaz (1996), pembentukan spora kapang dalam jumlah besar terjadi pada masa pertumbuhan statis antara 5 dan 7 hari fermentasi. Lebih lanjut Goodwin (1976) menyatakan metabolit sekunder (termasuk pigmen beta karoten) dibentuk pada akhir fase pertumbuhan eksponensial dan selama fase pertumbuhan statis. Produksi metabolit sekunder termasuk pigmen, dipengaruhi oleh berbagai komponen medium pertumbuhan, salah satunya adalah jenis dan jumlah sumber
114
nitrogen. Penggunaan ekstrak kecambah kacang kedelai sebagai sumber nitrogen, dikarenakan masih mengandung protein terutama asam amino (lisin, treonin, alanin dan fenilalanin), mineral (kalsium, besi), dan beberapa vitamin (vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C). Timotius dan Lestari (1998) mengungkapkan penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan kapang, tetapi juga mempengaruhi proses produksi dan pengaturan metabolit sekunder yang dihasilkan. Jenie, Helianti dan Fardiaz (1994) menambahkan bahwa konsentrasi nitrogen yang terlalu tinggi di dalam medium dapat menghambat pertumbuhan kapang dan pembentukan pigmennya. Produksi Beta Karoten dari Isolat Kapang Mj 403 Jumlah rata-rata beta karoten yang dihasilkan isolat kapang Mj 403 berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai (10% - 50%) berturut-turut adalah 7,292 ppm ,10,862 ppm, 14,471 ppm, 15,849 ppm dan 15,232 ppm. Terlihat bahwa konsentrasi sampai 40% terus meningkatkan jumlah beta karoten, kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi lebih dari 40%. Secara jelas kurva respon beta karoten berdasarkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
16
Beta karoten (ppm)
15 14 13 12 11 10 9 Y = 4.0534 + 0.260264X + 0.00773X - 0.00017X R = 0.988
8 7 10
20
30
40
50
Konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai (%)
Gambar 2. Kurva Respon Beta Karoten dari isolat Kapang Mj 403 Gambar 2 menunjukkan bentuk hubungan antara jumlah beta karoten dengan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai yang mengikuti model regresi kubik. Hubungan tersebut menerangkan bahwa produksi beta karoten terus meningkat seiring konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sampai mencapai titik tertentu dan setelah melewati titik puncak akan mengalami penurunan. Menurut Jenie, Helianti, dan Fardiaz (1994) konsentrasi nitrogen yang terlalu tinggi di dalam medium dapat menghambat pertumbuhan kapang dan pembentukan pigmennya, sehingga dapat menurunkan produksi beta karotennya. Sama halnya dengan Neurospora sp, produksi beta karoten dari isolat kapang Mj 403 juga dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sebagai sumber nitrogen, yang diketahui memegang peranan penting dalam pembentukan spora kapang. Berkaitan dengan produksinya, pada lama fermentasi yang sama (5 hari) isolat kapang Mj 403 menghasilkan beta karoten dalam jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan Neurospora sp. Selain itu juga membutuhkan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai yang lebih besar untuk mencapai hasil yang maksimum. Kadar beta karoten maksimum yang dihasilkan isolat kapang Mj 403 adalah 16,03 ppm pada konsentrasi 42,36%, sedangkan dari kapang Neurospora sp sebesar 42,14 ppm pada konsentrasi 33,48%. Terdapat selisih yang cukup besar antara keduanya, yaitu sebanyak 26,11 ppm. Terjadinya perbedaan hasil dari kedua kapang tersebut disebabkan oleh karakteristik yang berbeda antara Neurospora sp dengan isolat kapang Mj 403. Karakteristik tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain ukuran sel, bentuk dan struktur koloni, media pertumbuhannya, cara melakukan proses metabolismenya, komposisi kimia maupun genetiknya yang berbeda antara satu dengan yang lain (Judoamidjojo, Darwis dan Said, 1992). Neurospora sp merupakan jenis kapang yang umum dijumpai pada makanan dan terbukti menghasilkan beta karoten. Kapang tersebut membentuk konidia (spora)
115
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
yang mengandung pigmen karotenoid dengan warna merah muda hingga jingga. Lain halnya dengan isolat kapang Mj 403 yang masih belum diketahui sifat-sifatnya secara khusus, hanya berdasarkan bentuk dan warna koloni yang diamati.
spora tersebut sama-sama mengalami peningkatan hingga 5 hari fermentasi yaitu mencapai 1010/ml. Berdasarkan analisis ragam jumlah spora terdapat perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan (Fhitung > Ftabel). Artinya ada pengaruh dari perlakuan terhadap repon yang diamati. Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai berpengaruh terhadap jumlah spora. Secara jelas grafik hubungan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelaio dengan jumlah spora dari kedua kapang (Neurospora sp dan isolat kapang Mj 403) dapat dilihat pada Gambar 3.
Jumlah Spora Kultur stok kapang Neurospora sp dan isolat kapang mj 403 yang berumur 5 hari, digunakan sebagai inokulum pada medium kulit kedelai (limbah padat tempe). Spora awal yang dihitung dengan hemasitometer berjumlah 1,33 × 107/ml untuk kapang Neurospora sp dan 1,7 × 107/ml untuk Isolat kapang Mj 403. Jumlah
Kedelai (%) Konsentrasi Ekstrak Kecambah Kacang 0
10
20
30
40
50
60
lm/ )
01
01 x ( aropS halmuJ
0 0,5 1 1,5
Isolat Kapang Mj 403 Neurospora sp
2 2,5
Gambar 3. Pengaruh Ekstrak Kecambah Kacang Kedelai Terhadap Jumlah Spora. Gambar 3 menunjukkan bentuk hubungan antara konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dengan jumlah kapang, baik dari Neurospora sp maupun isolat kapang Mj 403. Hubungan tersebut menerangkan bahwa konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai sampai 30% terus meningkatkan jumlah spora kapang Neurospora sp dan setelah melewati 30% mengalami penurunan. Demikian halnya dengan isolat kapang Mj 403, jumlah spora terbanyak di capai pada konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai 40%. Penurunan jumlah spora tersebut disebabkan konsentrasi nitrogen dalam
116
ekstrak kecambah kacang kedelai yang terlalu tinggi, sehingga menghambat pertumbuhan kapang. Menurut Alexopoulus, Mims dan Blackwell (1996), Neurospora sp mudah tumbuh dan berkembang biak secara cepat dengan membentuk konidia (spora). Kecepatan pertumbuhannya akan naik seiring naiknya kadar substrat sampai mencapai titik maksimum, apabila kadar substrat terus dinaikkan kecepatannya juga akan turun (Wibowo, 1990). Bentuk hubungan antara jumlah spora dengan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai, juga berkaitan dengan produksi beta karotennya. Telah diketahui
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
bahwa spora Neurospora sp yang berwarna merah muda sampai jingga mengandung pigmen beta karoten. Pernyataan tersebut dapat menjelaskan adanya pengaruh jumlah spora terhadap kadar beta karoten, di mana peningkatan jumlah spora juga meningkatkan kadar beta karoten sampai batas konsentasi tertentu. Mengingat pigmen tersebut terkandung di dalam spora kapang. Jumlah spora maksimum yang dihasilkan kapang Neurospora sp adalah 2,173 × 1010/ml yang dicapai pada konsentrasi 30%, sedangkan dari isolat kapang Mj 403 sebesar 1,213 × 1010 spora/ml yang dicapai pada konsentrasi 40%. Meskipun jumlah spora yang
dihasilkan isolat kapang Mj 403 cukup besar, tetapi kemampuannya untuk menghasilkan beta karoten lebih sedikit. Hal ini dikarenakan karakteristik yang berbeda antara kedua jenis kapang, terutama dalam memproduksi beta karoten. Secara jelas grafik hubungan jumlah spora dengan beta karoten dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Beta Karoten (ppm)
50 40 30 Linear (r = 0,895) 20 10 0 0
0,5
1
1,5
Jumlah Spora ( x 10
2 10
2,5
) /ml
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Jumlah Spora Kapang Neurospora sp dengan Beta Karoten
Beta karoten (ppm)
20 15 Lin ea r (r = 0,9 17 )
10 5 0 0
0,5
1
1,5
Ju m lah S pora ( x 10 10 ) /m l
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Jumlah Spora Isolat Kapang Mj 403 dengan Beta Karoten Berdasarkan grafik pada Gambar 4 dan 5, ada korelasi bertambahnya jumlah
spora dengan beta karoten. Besar nilai koefisien korelasi pada kedua gambar adalah
117
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
muncul karena pengamatan yang keliru.
r = 0,895 untuk kapang Neurospora sp dan r = 0,917 untuk isolat kapang Mj 403. Nilai r menunjukkan besar keeratan hubungan antara jumlah spora dengan beta karoten. Terlihat bahwa jumlah spora kapang dan beta karoten mempunyai hubungan yang kuat satu sama lain secara linier. Tanda koefisien korelasi dari keduanya bernilai positif, yang berarti hubungan antara jumlah spora dengan beta karoten bersifat searah. Dengan kata lain peningkatan jumlah spora juga akan meningkatkan jumlah beta karoten. Perbedaan nilai koefisien korelasi dari kedua jenis kapang tersebut dipengaruhi oleh data percobaan. Nilai r untuk kapang Neurospora sp lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai r untuk isolat kapang Mj 403. Hal ini dikarenakan adanya pencilan data pada isolat kapang Mj 403, sehingga mengurangi nilai koefisien korelasinya. Menurut Sembiring (1995), korelasi lebih dipengaruhi data yang dipinggir dari data yang ditengah, begitu juga dengan data yang berbentuk pencilan. Data yang dipinggir atau yang merupakan pencilan sering
Derajat keasaman (pH) Pengukuran pH merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Nilai awal pH medium pada percobaan ini adalah 6,3. Nilai tersebut sama dengan nilai pH yang digunakan untuk memproduksi beta karoten dari kapang Blakeslea trispora. Menurut Judoamidjojo dkk (1992), kapang biasanya tumbuh baik pada pH antara 3-7. Berdasarkan analisis ragam nilai pH (Lampiran 7c) terdapat perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan (Fhitung > Ftabel). Artinya ada pengaruh dari perlakuan terhadap repon yang diamati. Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai berpengaruh terhadap nilai pH. Secara jelas grafik hubungan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dengan nilai pH dari kedua kapang (Neurospora sp dan isolat kapang Mj 403) dapat dilihat pada Gambar 6.
9
Nilai pH
7,5 6 Neurospora sp
4,5
Isolat Kapang Mj 403
3 1,5 0 0
10
20
30
40
50
60
Konsentrasi Ekstrak Kecambah Kacang Kedelai (%)
Gambar 6. Grafik Hubungan Nilai pH dengan Konsentrasi Ekstrak kecambah Kacang Kedelai dari Kedua Jenis kapang Gambar 6 menunjukkan bentuk hubungan antara konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai dengan nilai pH dari kapang Neurospora sp maupun isolat kapang Mj 403. Hubungan tersebut
118
menerangkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai terus meningkatkan nilai pH. Hal ini disebabkan oleh aktifitas enzim proteolitik yang dihasilkan kapang selama fermentasi.
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
Protein yang terdapat dalam medium dipecah oleh kapang untuk proses metabolisme . Protein tersebut berasal dari kulit kedelai (limbah padat tempe) dan ekstrak kecambah kacang kedelai, di mana keduanya masih mengandung protein terutama asam amino yang merupakan sumber nitrogen. Menurut Stramer (1976) dan Andarwulan (1986), nilai pH medium fermentasi akan menjadi alkali atau basa akibat dekomposisi asam amino yang menghasilkan amonia. Judoamidjojo, Darwis dan Said (1992), menambahkan bahwa selama berlangsungnya fermentasi keadaan pH cenderung berubah oleh berbagai sebab. Salah satunya adalah apabila bahan-bahan organik digunakan untuk pertumbuhan maka pH cenderung meningkat, karena bahan-bahan tersebut akan terdeaminasi. Peningkatan nilai pH untuk kapang Neurospora sp berkisar antara 6,81 − 7,82, sedangkan isolat kapang Mj 403 berkisar antara 6,45 − 6,66. Nilai pH tersebut apabila dihubungkan dengan produksi beta karoten, terlihat adanya penghambatan. Menurut
Fardiaz (1992), pertumbuhan kapang lebih baik pada kondisi asam. Lebih lanjut Nuraida, Sihombing dan Fardiaz (1996) menyebutkan bahwa Neurospora sp tumbuh baik pada selang pH 4 − 7,5. Penurunan beta karoten dari kapang Neurospora sp terjadi pada pH di atas 7,32. Kapang tersebut diduga tidak dapat tumbuh dengan baik pada kondisi basa sehingga pembentukan sporanya menjadi terhambat. Berbeda dengan Neurospora sp, isolat kapang Mj 403 tidak dapat tumbuh dengan baik pada pH di atas 6,59. Hal tersebut terbukti dari menurunnya jumlah spora kapang. Secara jelas grafik hubungan nilai pH dengan jumlah beta karoten dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
Beta karoten (ppm)
50 40 30 Poly. (r = 0,984) 20 10 0 6,5
7
7,5
8
Nilai pH Gambar 7. Grafik Hubungan Nilai pH dengan Jumlah Beta Karoten dari Kapang Neurospora sp
119
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
Beta Karoten (ppm)
18 15 12 Poly. (r = 0,964)
9 6 3 0 6,4
6,45
6,5
6,55
6,6
6,65
6,7
Nilai pH
Gambar 8. Grafik Hubungan Nilai pH dengan Jumlah Beta Karoten dari Isolat Kapang Mj 403 Berdasarkan grafik pada Gambar 7 dan 8, terlihat ada hubungan antara nilai pH dengan jumlah beta karoten yang bersifat tidak linier (kuadratik). Artinya jumlah beta karoten akan meningkat seiring peningkatan nilai pH, dan setelah mencapai titik tertentu akan mengalami penurunan. Besar keeratan hubungan antara nilai pH dengan beta karoten adalah 0,984 untuk kapang Neurospora sp dan 0,964 untuk isolat kapang Mj 403. Nilai koefisien korelasi .
120
yang hampir mendekati satu tersebut menunjukkan hubungan yang kuat antara nilai pH dengan jumlah beta karoten dari kedua jenis kapang. Peningkatan nilai pH dari kapang Neurospora sp cenderung lebih besar bila dibandingkan isolat kapang Mj 403. Hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan derajat kebasaan yang semakin tajam karena peningkatan jumlah beta karoten
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hal-hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini, antara lain : - Jenis kapang dan konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai berpengaruh terhadap produksi beta karoten. - Model regresi yang sesuai untuk kapang Neurospora sp adalah kuadratik, dengan persamaan y = 17,484 + 1,47307x − 0,022x2. - Model regresi yang sesuai untuk isolat kapang Mj 403 adalah kubik, dengan persamaan y = 4,0534 + 0,260264x + 0,00773x2 − 0,00017x3. - Kapang Neurospora sp menghasilkan beta karoten maksimum sebesar 42,14 ppm pada konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai 33,48%. - Isolat kapang Mj 403 menghasilkan beta karoten maksimum sebesar 16,03 ppm pada konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai 42,36%. - Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kecambah kacang kedelai di dalam medium, semakin meningkatkan nilai pH, tetapi dapat menurunkan jumlah spora dan beta karoten dari kedua jenis kapang. Saran -
Saran yang dapat diberikan adalah : Perlunya dilakukan identifikasi isolat kapang Mj 403 untuk mengetahui karakteristiknya, sehingga dapat digunakan sebagai informasi yang berkaitan dengan produksi beta karotennya.
DAFTAR PUSTAKA Alexopoulus, C.J ; C.W. Mims and M. Blackwell. Introductory Mycology. Fourth Edition. John Wiley and Sons Incorporation. New York. Andarwulan, N. 1986. Aktivitas Enzim αgalaktosidase dari Kapang Oncom pada Medium Limbah Padat
Pertanian. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Booth, S.L. ; T. Johns and H.V. Kuhnlein. 1992. Natural Food Sources of Vitamin A and Provitamin A. Food Nutr. Bull. 14:6-19. Carels, M. and Sherpherd, D. 1977. The Effect of Different Nitrogen Sources on Pigment Production and Sporulation or Monascus spesies in Submerged Shaken Culture. J. Microbiol. 23:13601372. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fardiaz, S ; H. Khusun dan L. Nuraida. 1995. Pengaruh Faktor Fisik dan Kimia terhadap Stabilitas Pigmen Karotenoid dari Kapang Oncom Merah. Buletin Teknologi dan Industri Pangan Volume VI (2) : 713. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Goodwin, R.W. 1980. The Biochemistry of The Carotenoids. Volume I : Plant. Chapman and Hall. London. .Harris, R.S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB. Bandung. Jenie, B.S.L. ; Helianti dan S. Fardiaz. 1994. Pemanfaatan Ampas Tahu, Onggok dan dedak untuk Produksi Pigmen Merah oleh Monascus purpureus. Buletin Teknologi dan Industri Pangan Volume V (2) : 22-29. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
121
Produksi beta karoten – Larasati dkk Jurnal. Tek. Pert. Vol 4(2): 108 – 122
Judoamidjojo, M. ; A.A. Darwis dan E.G. Said. 1992. Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor. Ninet, L. and J. Renaut. 1979. Carotenoids ed in H.J. Peppler and D. Perlman. Mirobial Technology. Academic Press. New York and London. Nuraida, L. ; S.H. Sihombing dan S. Fardiaz. 1996. Produksi Karotenoid pada Limbah Cair Tahu, Air Kelapa dan Onggok oleh Kapang Neurospora sp. Buletin Teknologi dan Industri Pangan Volume VII (1) : 67-74. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
122
Timotius, K.H. dan R.S. Hartani. 1998. Pertumbuhan dan Produksi Pigmen oleh Monascus purpureus UKSW 40 dalam Medium Air Rendaman Kedelai : Pengaruh pH dan Cara Pemanasan Medium. Buletin Teknologi dan Industri Pangan Volume IX (1) : 1620. Laboratorium Biokimia Terapan dan Bioteknologi. Fakultas Sains dan Matematika. Universitas Satya Wacana. Salatiga. Wibowo, D. 1990. Dasar-dasar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.