A.01
POLA ASUH ORANG TUA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER QUR’ANI PADA ANAK Arini’L Haq Prof.Drs. Kumaidi, MA., Ph.D Fakultas Psikologi dan Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected],
[email protected]
Abstraksi.Keluarga adalah satu miliu penting yang menjadi tonggak awal pendidikan individu dalam fase hidupnya. Pendidikan dalam keluarga tidak lepas dari pola asuh yang diterapkan oleh orangtua di dalam keluarga tersebut. Semua orangtua menghendaki putra-putrinya tumbuh sebagai pemilik pribadi agung, tak terkecuali orangtua muslim. Pribadi agung dalam konsep Islam tercermin pada teladan utama muslim yaitu Rasulullah SAW yang menurut Aisyah. ra.dalam sebuah hadits: “akhlaq beliau adalah Al-Qur’an”. Orangtua, sebagai pendidik awal dalam keluarga memiliki tugas yang cukup kompleks untuk membentuk anak menjadi pemilik karakter yang Qur’ani. Informan dalam penelitian ini adalah sebuah keluarga dengan orangtua yang menerapkan program menghafal Al Qur’an kepada ketujuh anaknya. Program ini diasumsikan sebagai modal utama dalam penginternalisasian nilai-nilai Qur’ani ke dalam jiwa anak. Penelitian dilakukan melalui pendekatan studi kasus instrumental dengan studi narasisebagai metode pengumpulan data. Sementara, proses analisis menggunakan pendekatan analisis Miles dan Huberman yang ditinjau dari teori psikologi pendidikan, keluarga, dan teori pendidikan Islam. Hasil studi menunjukkan bahwa orangtua menerapkan tiga jenis pola asuh (otoriter, demokratis, dan permisif) secara proporsional sesuai dengan kondisi yang dialami. Pola asuh ini diterapkan bersamaan dengan nasehat-nasehat dan rasionalisasi pada masalahmasalah yang muncul sehari-hari. Nasehat yang digunakan selalu mengkaitkan Allah di dalamnya. Selain itu, orangtua sebisa mungkin mendesain keadaan lingkungan keluarga selalu berada dalam suasana dakwah. Hasil dari pola asuh ini adalah anak-anak yang memiliki karakter berjiwa relijius, jujur, rendah hati, patuh kepada kedua orang tua, dan rajin belajar. Kata kunci: karakter qur’ani, akhlaq, suasana dakwah
Pembahasan
mengenai
karakter
membidik banyak pada lingkungan formal
dewasa ini menjadi satu tema yang cukup
pendidikan sebagai sasaran pelaksanaan.
serius dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan
di
Konsentrasi
Indonesia.KEMDIKNAS
membidangi
pemerintah
pendidikan
dalam
karakter
di
(2011) menjadikan program pendidikan
lingkungan formal selama ini masih belum
karakter
sebagai
pembangunan Pendidikan (RPJPN)
salah
satu
program
terlihat
pada
Rencana
remaja, tawuran, kebiasaan mencontek dan
Panjang
Nasional
plagiarisme
nasional Jangka
tahun 2005-2015.Program
ini
hasilnya.
masih
Terbukti,
kenakalan
menjadi
kontemporer yang sangat berlawanan
21
isu-isu
22 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
dengan misi pendidikan karakter yang
Dalam khazanah Islam klasik, akhlaq
digaungkan di segenap program pendidikan
merupakan istilah yang terdekat esensinya
nasional.
oleh
dengan term karakter yang dipakai lebih
Muhammad S. (2013) dengan judul “Lima
universal saat ini (Mujib, 2012). Akhlaq
Kasus Guru Bejat yang Tega Cabuli
muslim
Siswinya”
keberanian,
Berita
yang
dilansir
adalah satu di antara banyak
yang
ideal
seperti
kesyukuran,dll
kejujuran, merupakan
fakta penting yang menunjukkan bahwa
sikap-sikap yang sama pada indikator-
dekadensi moral bisa menyerang segala
indikator karakter baik.
lapisan, tak terkecuali guru yang notabene memegang
peranan
penting
dalam
pendidikan.
Dalam
Islam,
kebagusan
akhlaq
menjadi indikasi derajat keimanan yang terbaik. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi :
“Tingkat keimanan orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya dan yang paling baik terhadap keluarganya”. Kebaikan akhlaq sebagai tolak ukur
sebagai
lingkungan
awal
pendidikan
keimanan harus didahului dengan taqwa.
sekaligus peletak dasar dalam pembentukan
Hakikat taqwa adalah mengerjakan semua
pribadi yang utuh dan terintegrasi pada diri
hal yang diperintahkan oleh Allah dan
anak-anak
meninggalkan
1992;
apa
yang
dilarang-Nya,
(Garbarino
Shochib,
dan
2010).
Abramowitz,
Keutuhan
dan
sedangkan implementasi ketaqwaan yang
kebersatuan kepribadian inilah yang akan
paling
memunculkan karakter dalam diri individu
utama
adalah
ditujukan
kepada
keluarganya (Al-Utsmani, 2011). Didalam
hadits
yang
sebagai kekuatannya. lain juga
Berdasarkan wacana di atas, orang
dijelaskan bahwa Muhammad SAW, sebagai
tua (khususnya orang tua muslim) memiliki
manusia paling sempurna di dalam Islam
andil terbanyak dalam misi pendidikan
memiliki akhlaq Al-Qur’an. Artinya, bahwa
karakter atau akhlaq. Tugas ini tidak hanya
semua perilaku yang muncul berasal dari
karena alasan idealisme hasil pendidikan,
dalam ajaran dan nilai-nilai Al-Qur’an.
namun juga
Anak-anak berkembang berdasarkan masa-masa awal dalam kehidupan mereka (Garbarino
dan
Abramowitz,
1992).
Keluarga, dalam hal ini memiliki peran
demi
pencapaian
generasi
terbaik. Seperti sabda Allah SWT dalam surat An-Nisaa ayat 9, yang artinya: “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah
Pola Asuh Orangtua sebagai Pembentuk Karakter Qur’ani pada Anak | 23 Haq, A. & Kumaidi [hal.21-33] di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
akan membentuknya. Dalam Hadits yang dikeluarkan
oleh
Abu
Hurairahjuga
menjelaskan bahwa:
terlahir
“Tidaklah anak yang dilahirkan itu melainkan lahir dengan membawa fitrah.Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
bagaikan lilin yang putih dan orangtua yang
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
John Locke dalam teori tabularasa mengatakan
bahwa
anak-anak
“Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; Sahdaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan untuk orang tuanya.”(H.R. Muslim dari Abu Hurairah). Semua penjelasan di atas kembali menjadi satu dari banyak alasan mengapa
siap berkomitmen untuk memenuhi semua adabnya.
para orangtua memiliki misi terbesar dalam
Para orang tua muslim mutlak harus
hal pendidikan anak-anak mereka. Selain
bisa memulai langkah pendidikan anak
misi utama yaitu pembangunan karakter,
sebaik mungkin dari rumah. Konsep-konsep
kesholehan menjadi misi lain karena akan
pola asuh (misalnya bentuk pola asuh
menjadi investasi dunia dan akhirat. Ciri
otoriter, demokratis, atau permisif) maupun
sholeh adalah individu yang taat terhadap
keteladanan yang konon mutlak harus ada di
perintah Allah SWT, dengan kata lain yaitu
dalam pendidikan tidak cukup memadai jika
individu yang menjalankan apapun yang
output yang ingin dicapai adalah karakter
Allah perintahkan di dalam Al-Qur’an, dan
yang
menjauhi apapun yang Allah larang. Secara
membutuhkan
tidak langsung, karakter Qur’ani menjamin
melibatkan lebih banyak modalitas, tidak
banyak hal baik di dunia maupun akhirat.
hanya keterampilan mendidik namun juga
Interaksi muslim dengan Al Qur’an
Qur’ani.
pengikutsertaan
Untuk
itu
kompleksitas
material
orangtua
usaha
ajaran
yang
agama
adalah sebuah interaksi yang istimewa dan
(dalam hal ini, Al Qur’an sebagai dasar
mengandung beberapa syarat. Pendapat Aziz
utama pendidikan yang Islami).
(2004) misalnya, menyebutkan bahwa salah
Penelitian
ini
mencoba
untuk
satu adab yang harus dimiliki oleh penghafal
mendukung konsep itu dengan mengangkat
Al Qur’an adalah selalu berhati-hati dari
sebuah keluarga sebagai model atau sampel
tergelincir
ini
dalam penelitian kasus tunggal ini.Dari sini,
menunjukkan, bahwa individu yang ingin
hasil penelitian diarahkan untuk menjawab
dekat dengan Al Qur’an berarti juga harus
pertanyaan penelitian berikut ini.
kepada
maksiat.
Hal
24 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
1. Bagaimana pola asuh orang tua yang
observasi partisipan, wawancara terstruktur
Qur’ani
dan tidak terstruktur, serta studi dokumentasi.
dapat
menghasilkankarakter
pada anak?
Metode analisis yang digunakan yaitu dengan
2. Karakter Qur’ani apa saja yang muncul
model analisis data kualitatif menurut Miles
dari dalam diri anak setelah melalui pola
dan Huberman (2009) dengan tahap-tahap:
asuh yang orang tua terapkan?
1. Reduksi
data
adalah
proses
menyederhanakan kesemestaan data pada fokus
Metode Penelitian Penelitian
ini
merupakan
jenis
tema
meliputi;
penelitian.
Proses
ini
perangkuman
data,
perumusan
tema,
penelitian yang menggunakan pendekatan
pengkodean,
kualitatif dengan metode studi kasus. Di
pengelompokan, dan penyajian cerita.
antara
tiga
yang
2. Penyajian data merupakan bangunan
diungkapkan oleh Stake (2009), penelitian
informasi yang fokus dan padat dan
ini
memudahkan
termasuk
jenis
dalam
studi
jenis
kasus
studi
kasus
dalam
instrumental dengan ciri khas, menjadikan
kesimpulan.
kasus bukan sebagai fokus utama melainkan
ringkasan terstruktur, sinopsis, deskripsi
sebagai pendukung terbentuknya sebuah
singkat, diagram-diagram, matrik dengan
perspektif baru ataupun perbaikan sebuah
teks.
teori.
3. Pengambilan
Tahap
pengambilan ini
kesimpulan
meliputi:
dan/
atau
Kasus yang diteliti merupakan kasus
verifikasi yaitu penetapan makna dari
tunggal sebuah keluarga dengan sepasang
data yang sudah tersaji. Dalam penelitian
orangtua dan tujuh orang anak. Ketujuh anak
ini
di dalam keluarga ini mendapatkan program
(Manning,
wajib menghafal Al-Qur’an, sementara kedua
menginterpretasi
orang tua tidak ada yang meghafalkan Al-
terdapat di dalam data.
dilakukan
dengan
2009)
yaitu
tanda-tanda
semiotik teknik yang
Qur’an. Anak-anak di keluarga ini juga menunjukkan perilaku yang menunjukkan
Hasil dan Pembahasan
karakter yang baik, seperti yang diajarkan
1. Pola Asuh
Islam. Orang tua menjadi informan utama
Keluarga sampel adalah sebuah
untuk melihat pola asuh yang diterapkan,
keluarga dengan anggota Ayah, Ibu, dan
sementara bentuk karakter Qur’anidilihat
tujuh orang anak. Anak pertama sampai
melalui sikap dan perilaku yang muncul dari
ketiga semua perempuan dan masuk
dalam anak-anaknya.
dalam kategori anak-anak usia remaja,
Metode digunakan
pengumpulan
dalam penelitian
data ini
yang
sementara anak keempat (perempuan),
adalah
kelima dan keenam (laki-laki), dan
Pola Asuh Orangtua sebagai Pembentuk Karakter Qur’ani pada Anak | 25 Haq, A. & Kumaidi [hal.21-33] ketujuh
(perempuan)
masuk
dalam
Al-Qur’an, shalat lima waktu, memakai
kategori anak-anak. Hasil
program-program keluarga (menghafal
penelitian
menunjukkan
pakaian yang menutup aurat baik di
bahwa ayah walaupun tidak memiliki
rumah maupun di luar rumah, mengikuti
pekerjaan seperti pada sosok ideal Ayah
kegiatan ta’lim di rumah). Pola asuh
pada umumnya, tetap memiliki kekuatan
demokratis
terbesar dalam pengambilan keputusan
nasehat dan rasionalisasi masalah dengan
apapun terkait keluarga. Ibu, sebagai
bahasa yang bisa diterima oleh anak-
tulang punggung utama keluarga selain
anak. Hal ini muncul misalnya saat anak
memiliki kepatuhan yang baik kepada
yang lebih tua usianya merasa sang ibu
suaminya juga terus berusaha mendorong
pilih kasih dengan adik mereka. Ibu
anak-anaknya
berdialog
untuk
patuh
kepada
muncul disertai nasehat-
dan
mengatakan
bahwa
ayahnya. Hal ini terlihat misalnya saat
umurnya lebih banyak dari adiknya, itu
anak
suatu
menandakan ia sudah pernah merasakan
keperluan kepada Ibu, sang Ibu meminta
kasih sayang yang lebih banyak daripada
anak untuk meminta izin kepada Ayah
adiknya, berarti ia tidak boleh iri kalau
mereka terlebih dahulu. Dengan ini,
ibunya kelihatan menyayangi adiknya.
meminta
uang
untuk
anak-anak terkondisikan untuk selalu
Otoritas orang tua pada anak usia
mematuhi keduanya. Hal ini sesuai
remaja muncul saat anak menunda untuk
dengan konsep yang terkandung dalam
melaksanakan perintah dari orang tua
makna surat An-Nisaa’ ayat 34.
untuk
melakukan
sesuatu
(misalnya
Ibu dalam keluarga ini secara sadar
mengangkat jemuran). Orang tua akan
maupun tidak sudah menyetujui konsep
mengulangi perintah dengan nada suara
ini dan menerapkannya pada dirinya
lebih
sendiri dan keluarganya. Orang tua
penundaan karena hal-hal yang sepele
dalam keluarga ini menerapkan pola asuh
misalnya karena anak sedang menjawab
otoriter, demokratis, dan permisif secara
sms dari temannya. Anak-anak akan
proporsional
segera menuruti setelah itu.Selain itu,
sesuai
dengan
konteks
tinggi,
tempat dan waktu. Porsi dari ketiga jenis
orang tua
pola asuh diterapkan dalam keadaan yang
anaknya
berbeda.
barang-barang
Pola
otoriter
diterapkan
terlebih
jika
melarang kepada untuk
alasan
semua
terbiasa
meminjam
apapun
kepada
lebih
temannya.Hal ini sebagai sebuah ajaran
banyak kepada anak-anak yang belum
Qona’ah (merasa cukup) terhadap apa-
mencapai usia remaja. Hal ini tampak
apa yang sudah mereka miliki, sekurang
pada perintah wajib untuk mengikuti
apapun itu.
26 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
Pemilihan sekolah formal juga menjadi
bagian
dari
area
laki
di
daftar
inbox
sms
mereka,
otoritas
berdiskusi tentang beberapa teman laki-
orangtua, walaupun pada beberapa saat
laki dan bahkan mengobrol dengan
anak-anak
untuk
mereka, namun demikian, anak-anak
mengutarakan kritik mereka terhadap
remaja di keluarga ini sangat memahami
sekolah yang orang tua pilihkan untuk
batas hubungan dengan lawan jenis
mereka.
terutama dari sudut pandang Islam.
dipersilakan
Saat
menghadapinya
itu
terjadi,
rasionalisasi
Saat membicarakan tentang masa
masalah berupa pengungkapan alasan-
depan, orang tua mempersilakan anak-
alasan
tua
anak mereka untuk menentukan sendiri
yang
memilihkan mereka.
dengan
orangtua
mendasari
orang
sekolah
tertentu
untuk
cita-cita mereka. Namun demikian, orang
Anak-anak
biasanya
dapat
tua tetap mewajibkan semua anaknya
setelah
untuk menyelesaikan hafalan Al Qur’an
menerima
dengan
baik
diberikannyapenjelasan itu. Pola
asuh
permisif
sebelum mereka terjun di bidang apapun yang
yang mereka minati.
diberlakukan kepada anak-anak pra-
Beberapa pola asuh demokratis
remaja misalnya dengan membebaskan
yang muncul pada anak-anak pra-remaja
mereka bermain apapun di dalam rumah.
terlihat saat mereka melanggar beberapa
Orang tua biasanya membiarkan saat
norma (misalnya: menangis dengan keras
anak menggunakan banyak perabotan
di tengah malam, bertindak pelit kepada
rumah untuk bermain, menumpahkan
saudaranya, dan sebagainya). Alih-alih
sesuatu ke atas lantai, berlarian di dalam
memarahi anaknya, orang tua akan
rumah dan membuat kegaduhan, dan lain
mengumpulkan
sebagainya. Jika salah satu anak ada yang
menasehati
menangis karena ulah anak yang lain,
permasalahan mengapa hal itu sebaiknya
orang
namun
tidak dilakukan. Pada awalnya anak
membantu menenangkan dan meminta
masih bertahan dengan sikapnya, namun
mereka bermaafan.
lama kelamaan anak akan memahami.
tua
tidak
memarahi
Bentuk pola asuh permisif pada
banyak dan
ide
untuk
merasionalisasi
Pola asuh demokratis terlihat lebih
remaja misalnya dengan membiarkan
banyak
diterapkan
anak memiliki area privasi masing-
diusia remaja. Hal-hal yang sebelumnya
masing. Hal ini terlihat pada saat
masuk pada
orangtua menanggapi hubungan anak
(misalnya: sholat, menghafal Al-Qur’an,
dengan lawan jenis. Orangtua sesekali
Ta’lim, menutup aurat) oleh anak-anak
menanyakan tentang beberapa nama laki-
usia remaja sudah dianggap sebagai
area
untuk
otoritas
anak-anak
orangtua
Pola Asuh Orangtua sebagai Pembentuk Karakter Qur’ani pada Anak | 27 Haq, A. & Kumaidi [hal.21-33] program yang memang sudah seharusnya
Program
penting
lain
yang
dilaksanakan dan menjadi kebiasaan
diterapkan oleh keluarga sampel yang
dalam keluarga. Orangtua memposisikan
diobservasi adalah menciptakan suasana
diri mereka sebagai pemberi masukan
dakwah di dalam lingkungan keluarga
dan nasehat pada keputusan-keputusan
semaksimal mungkin. Suasana dakwah
yang akan anak remaja ambil (misalnya;
yang dimaksud adalah menggunakan
ketika sang anak ingin membeli sesuatu
waktu sebaik mungkin untuk selalu
dari uang tabungannya, anak ingin keluar
dekat, mempelajari ajaran-ajaran Islam
dari pondok karena suatu masalah, atau
dan mengamalkannya.Wujud yang paling
ketika anak ingin bolos sekolah karena
sederhana
beberapa alasan.
kebiasaan
Kemungkinan tiga jenis pola asuh sebagai
hal
yang
program ini
orang
tua
adalah
memutarkan
rekaman-rekaman tilawah Qur’an di
diterapkan
sepanjang waktu di rumah.Program yang
konteksnya
lebih besar lagi, muncul dalam bentuk
sebelumnya juga pernah disinggung oleh
kegiatan Ta’lim yaitu seluruh anggota
Walgito
disertasinya.
berkumpul minimal sekali dalam sehari
Nasehat merupakan unsur penting yang
untuk membahas sebuah kitab yang
memiliki
berisi intisari ajaran Al-Qur’an.
bersamaan
bisa
dari
sesuai
(1991)
dalam
pengaruh
dalam
orangtua
mengiringi tumbuh kembang anaknya. Orangtua
memberikan
giliran
kepada anggota keluarga untuk menjadi
memanfaatkan kesempatan apapun yang
pembaca kitab tersebut. Beberapa anak
muncul untuk menanamkan nasehat,
(terutama usia balita) memang belum
terutama sekali nasehat-nasehat yang
memiliki kesadaran yang baik untuk
selalu dihubungkan dengan Allah dan
agenda ini, namun lambat laun mereka
ajaran agama Islam. Misalnya ketika
akan menjadi terbiasa seperti kakak-
keluarga membahas tentang salah satu
kakak mereka.
anak (anak keempat) yang meninggal
Program
usia
dua
dimanfaatkan
keluarga
tua
sampel
saat
dalam
Orang
bulan.
oleh
Momen
orangtua
itu
dengan
utama
lainnya
memaksimalkan
waktu
yaitu dan
untuk
kemampuan anak-anak untuk menghafal
menasehati anaknya agar tidak terlalu
Al Qur’an. Orang tua di keluarga sampel
mencintai apapun secara berlebihan,
bukanlah para penghafal Al-Qur’an.
karena Allah tidak menyukai hal-hal
Mereka
yang berlebihan dan bisa saja mengambil
mereka dengan cara mengajarkan huruf
hal itu dari hambaNya.
hijaiyyah dan program juz 30 sedini
mengkondisikan
anak-anak
28 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
Untuk juz-juz
masing-masing. Program hafalan Qur’an
selanjutnya, mereka mencarikan guru
sudah menjadi bagian yang melekat di
atau pondok untuk anak-anak mereka
dalam
menyetorkan
Beberapa
langsung, modal hafalan Qur’an dan
kesempatan, orang tua juga mendorong
dengan usaha Ayah membuat mereka
anak
menerima beasiswa (penuh dan tidak
mungkin di rumah.
hafalannya.
untuk
mengikuti
lomba-lomba
menghafal sebagai tambahan motivasi. Hal ini adalah bentuk nyata dari apa
diri
mereka.
Secara
tidak
penuh) di sekolah mereka masingmasing.
yang Abramowits dan Garbarino (1992)
Mereka
juga
memiliki
ungkapkan bahwa orientasi spiritual dan
kebijaksanaan (wisdom) yang merujuk
relijius merupakan sebuah karakteristik
pada ajaran agama. Misalnya ketika ada
penting pada banyak keluarga yang kuat.
salah seorang temannya jatuh karena
2. Karakter Qur’ani
terburu-buru,
Karakter Qur’ani yang paling jelas
spontan
anak
kedua
menasehati
bahwasanya
muncul pada seluruh anak di keluarga
terburu-buru
sampel adalah memiliki jiwa relijius
Kemudian saat ditanyai tentang keadaan
yang baik. Hal ini bisa dilihat misalnya,
sang Ayah yang tidak bekerja, anak
dari
kedua
bagaimana
mereka
menjaga
menjawab
auratnya. Anak-anak perempuan dengan
masalah
sukarela
tercukupi.
mengenakan
jilbabnya
itu
dengan
selama
tindakan
bahwa
setan.
itu
tidak
kebutuhan
tetap
sepanjang hari baik di dalam maupun di
Anak-anak usia remaja memiliki
luar rumahnya. Mereka hanya melepas
ketertarikan dengan lawan jenis seperti
ketika malam hari saat pintu rumah
pada
sudah terkunci dan yakin tidak ada lagi
lainnya.
tamu yang datang ke rumah. Anak laki-
komunikasi dengan beberapa teman
laki terbiasa mengenakan baju-baju
laki-laki, namun mereka memahami dan
taqwa dan peci saat mereka bepergian ke
menjalankan konsep haram berpacaran
luar rumah.
di dalam Islam.
umumnya Mereka
anak-anak juga
remaja menjalin
Kecintaan semua anak terhadap Al
Semua anak juga mematuhi kedua
Qur’an dan pembelajaran terhadapnya
orang tuanya dengan baik. Anak-anak
juga merupakan indikasi relijiusitas
terkadang
yang baik. Semua anak dalam keluarga
ayahnya sebagai penentu akhir beberapa
ini (kecuali anak terakhir yang berusia
keputusan besar keluarga. Mereka juga
tiga tahun) memiliki tabungan hafalan
menyayangi ibu mereka, mendengarkan
ayat Al Qur’an dengan pencapaian
dan melaksanakan nasehat apapun yang
merasa
segan
terhadap
Pola Asuh Orangtua sebagai Pembentuk Karakter Qur’ani pada Anak | 29 Haq, A. & Kumaidi [hal.21-33] diberikan,
memberikan
kado
ulang
seperti darah haid, namun bukan darah
tahun dan menempelkan kata-kata cinta
haid) ia mengalami kebingungan hebat
di dinding rumah untuk ibu mereka.
mengenai
Semua anak juga memiliki jiwa
bagaimana
meninggalkan
shalat
ia
bisa
jama’ah
di
pembelajar dan rasa ingin tahu yang
sekolahnya tanpa harus diketahui oleh
besar. Misalnya, anak ketujuh (usia tiga
gurunya. Ia tidak ingin berbohong
tahun) yang menunjuk deretan huruf
kepada gurunya jika ditanya tentang
hijaiyah yang sengaja ditempel di depan
ketidakhadirannya di sholat jama’ah, di
rumah, ia meminta orang dewasa di
sisi lain ia juga malu menyatakan bahwa
dekatnya untuk menyebutkan huruf
dirinya sedang mengalami Istihadloh.
apakah yang ia tunjuk itu. Kemudian,
Karakter yang muncul pada hampir
saat anak keempat (usia sembilan tahun)
semua anak juga jelas pada jiwa rendah
yang membaca sebuah buku cerita
hati
berbahasa arab yang ia temukan di
menjawab
sebuah rak di kamarnya. Ia tidak
cenderung enggan menjawab ketika
mengerti artinya dan membaca tulisan
ditanya mengenai pencapaian hafalan
itu dengan nada membaca Al Qur’an
Qur’an maupun prestasi mereka di
sampai beberapa lembar. Anak kedua
sekolah. Faktanya, mereka adalah murid
(usia 16 tahun), disuatu kesempatan
berprestasi
mengklarifikasi ceramah seorang ustadz
masing.Hafalan Qur’an mereka juga di
mengenai
atas rata-rata temannya kebanyakan.
rukun
tayammum
yang
berbeda dengan konsep yang ia pernah pelajari sebelumnya.
mereka.
Semua
dengan
di
anak
akan
malu-malu,
sekolah
Karakter-karakter
dan
masing-
di
atas
merupakan yang terkuat muncul dari
Seluruh anak di keluarga ini juga
anak-anak keluarga sampel. Selain itu,
menunjukkan indikasi sikap jujur sehari-
masih ada beberapa karakter lain yang
hari. Misalnya ketika anak kelima diberi
tidak penulis tuliskan. Karakter Qur’ani
uang
ia
adalah karakter yang mencerminkan
terpengaruh temannya untuk membeli
nilai-nilai dari Al-Qur’an. Dalam Islam,
petasan. Ada anggota keluarga yang
pembahasan ini disebut dengan akhlaq.
mengetahui dan melaporkannya kepada
Istilah akhlaq (Majid dan Andayani,
orang tua. Saat ia kembali ke rumah,
2011) merupakan istilah Islam yang
walaupun takut-takut ia mengakui kalau
terdekat
ia baru saja bermain petasan dengan
karakter yang dipakai lebih universal
teman-temannya. Kemudian saat anak
saat ini. Natsir (dalam Ulil Amri, 2012)
kedua
menambahkan bahwa akhlaq yang baik
jajan
oleh
ibunya
dan
mengalami Istihadloh (darah
esensinya
dengan
istilah
30 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
adalah ciri profil muslim sejati yang
(Nashruddin dalam Ulil Amri, 2012;
akhirnya bisa membangun masyarakat
Majid dan Andayani, 2011). Begitu juga
Islam.
pengutusan Muhammad SAW kepada
Akhlaq
menempati
kedudukan
umat Islam memiliki tujuan untuk
dalam ajaran
menyempurnakan akhlaq muslim, hal ini
Islam.Melalui ayat-ayatnya, Al Qur’an
digambarkan di dalam Hadits Riwayat
berupaya membimbing dan mengajak
Imam Ahmad dan Abu Hurairah:
yang paling penting
manusia
untuk
berakhlaq
karimah ”
“Sesungguhnya aku telah diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”
Al
membagi
(32) Tolong menolong dalam kebaikan
akhlaq
dan taqwa, (33) Menghormati yang lebih
Rabbani, yaitu akhlaq manusia kepada
tua, (34) Mengasihi yang lebih muda,
tuhannya dan akhlaq insani yaitu akhlaq
(35)
manusia kepada manusia yang lainnya.
Memberi makan orang miskin, (37)
Akhlaq Rabbani meliputi; (1) Ikhlas, (2)
Memberikan hak kepada si pemilik.
akhlaq
Qardhawi menjadi
(2000) dua
yaitu
Mengasihi
anak
yatim,
(36)
Taqwa, (3) Bersandar, (4) Tawakkal, (5) Harapan, (6) Takut, (7) Malu, (8) Mensyukuri, (9) Sabar, (10) Ridha, (11)
Simpulan dan Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
Mencintai kebersamaan dengan Allah,
pembahasan yang telah dilakukan mengenai
dan (12) Zuhud (mementingkan akhirat
pola asuh orang tua sebagai pembentuk
daripada dunia). Akhlaq insani meliputi:
karakter Qur’ani pada anak menunjukkan
(13) Jujur, (14) Amanah, (15) Murah
bahwa
hati, (16) Dermawan, (17) Keberanian,
menerapkan tiga jenis pola asuh; (1) otoriter,
(18)
Tawadlu’
orangtua
(keluarga
sampel)
(rendah
hati),
(19)
(2) demokratis, dan (3) permisif kepada
Malu,
(21)
anak-anak
Memenuhi
hak,
(20)
Menahan
diri
(menahan
mereka
secara
proporsional
nafsu/
tergantung pada keadaan dan situasi tertentu.
keinginan), (22) Lemah lembut, (23)
Selain ketiga pola asuh tersebut, ketaatan istri
Sabar, (24) Adil, (25) Bijak, (26)
kepada suami di dalam kondisi apapun,
Rahmat, (27) Berbakti kepada Ibu
menempatkan suami (ayah) tetap menjadi
Bapak,
pemimpin di dalam keluarga.
Hal ini
Memuliakan tetangga dan kerabat, (30)
membuat
anak-anak
otomatis
Tenggang rasa terhadap saingan, (31)
mematuhi
keduanya
Mendahulukan kepentingan orang lain,
mereka.
(28)
Silaturahim,
(29)
secara sebagai
orang tua
Pola Asuh Orangtua sebagai Pembentuk Karakter Qur’ani pada Anak | 31 Haq, A. & Kumaidi [hal.21-33] Selain
itu,
yang
secara langsung maupun tidak, ia akan terus
diberikan secara langsung pada sebuah
tergerak untuk menjalankan ajaran Islam
keadaan
untuk
sebaik mungkin. Dan pada intinya, seluruh
mengingat kekeliruan serta menginternalisasi
ajaran Islam mengarahkan para muslim untuk
nasehat itu menjadi bagian dari konsep diri
memiliki akhlaq yang baik.
akan
nasehat-nasehat
membantu
anak
mereka di dalam kehidupan. Nasehat yang
Penelitian ini mengambil sampel satu
senantiasa dimunculkan oleh orang tua di
dari
dalam keluarga ini selalu berhubungan
kekurangan yang ada dalam penelitian ini.
dengan Allah dan ajaran-ajaran Islam.Hal ini
Banyak kondisi keluarga lain yang berbeda,
juga berlaku saat orang tua menjelaskan
dan bisa jadi kurang memungkinkan jika
menganai
harus menerapkan pola asuh yang sama
banyak
rasionalisasi
masalah
banyak
keluarga.
seperti
banyak
tentang suatu tindakan orang tua yang kurang
persis
bisa diterima oleh anak-anak. Cara ini
penelitian ini. Saran untuk para peneliti
seringkali berhasil membuat anak memahami
selanjutnya adalah melakukan penelitian
dan menerima alasan-alasan mengapa orang
mengenai berbagai jenis pola asuh yang
tua mereka memutuskan untuk melakukan
diterapkan di dalam keluarga-keluarga lain
suatu tindakan.
yang
juga
yang
Masih
dipaparkan
memiliki
output
dalam
anak-anak
juga
berkarakter Qur’ani. Dari sini, diharapkan
semaksimal mungkin diterapkan di dalam
para orangtua muslim memiliki lebih banyak
keluarga.Suasana dakwah ini berbentuk;
lagi alternatif pola asuh untuk karakter
tilawah murattal Qur’an yang disetelkan
Qur’ani yang bisa diterapkan sesuai dengan
melalui kaset atau telepon seluler di setiap
keadaan masing-masing keluarga.
Suasana
waktu,
dakwah
(relijius)
program pembelajaran nilai-nilai
Untuk
para
praktisi
di
bidang
Islam untuk seluruh anggota keluarga dari
pendidikan, psikologi, maupun keluarga,
kitab Islam tertentu, dan program wajib
relijiusitas merupakan aspek penting yang
menghafal Qur’an untuk seluruh anak beserta
tidak dapat terpisahkan dari dalam diri
dukungannya dari orang tua.
individu. Aspek ini, jika terus diiringkan
Karakter Qur’ani yang muncul kuat
dengan
kehidupan
individu
niscayaakan
dari anak-anak adalah berjiwa relijius, jujur,
membawanya pada kehidupan yang lebih
rendah hati, patuh kepada kedua orang tua,
baik.
dan rajin belajar.Yang perlu digaris bawahi
Sebagai tambahan, perbedaan yang
dari jiwa relijius atau di dalam Islam lebih
terdapat
pada
pendidikan karakter
dan
akrab dengan istilah taqwa merupakan kunci
pendidikan karakter Qur’ani terutama terletak
dari semua akhlaq baik. Jika seorang muslim
pada niat dan tujuan individu.Jadi walaupun
sudah memilikitaqwa di dalam dirinya, maka
pada akhirnya hasil kedua jenis pendidikan
32 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
itu sama-sama karakter baik (jujur, berjiwa
mempedulikan banyak mengenai pandangan
belajar, relijius, dsb) itu tidak cukup sebagai
Allah terhadap tingkat taqwa di dalam diri
tujuan pencapaian karakter Qur’ani. Karakter
hambaNya.
Qur’ani tidak hanya menekankan pada
kebaikan yang disandarkan berdasarkan Al-
kebaikan ataupun kesempurnaan manusia di
Qur’an akan dicatat sebagai amal kebaikan
mata manusia saja, namun lebih jauh lagi di
yang akan menjadi penentu kehidupan
mata Allah. Dampaknya, penetapan tujuan
akhirat.
pada
pendidikan
karakter
Dengan
kata
lain,
semua
Qur’ani
DAFTARPUSTAKA
Aziz, A, R. (2004).Kiat Sukses Menjadi Hafidzh Al Qur’an Da’iyah.(Terbitan pertama). Bandung: PT.Syaamil Media. Abdul, M dan Dian, A. (2012).Pendidikan Karakter Perspektif Islam.(Terbitan kedua). Bandung: Remaja Rosdakarya. Al-Utsmani, M. (2011).Syarah Riyadush Shalihin. Jilid II.Diterjemahkan oleh: Asmuni. (Terbitan ketiga). Bekasi: Darul Falah. Al-Qardhawi, Y. (2000).Bagaimana Berinteraksi dengan Al Qur’an.Diterjemahkan oleh: Kathur Suhadi.(Terbitan pertama). Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar. Al
Qur’an dan Terjemahannya Special for Woman.(2005). Bandung.Departemen Agama Republik Indonesia.
Syaamil
Al
Qur’an
Garbarino, J., & Abramowitz, R.H.(1992).The Family as A Social System.New York: Walter de Gruyter. KEMENDIKNAS.(2012). Himpunan Peraturan Perundangan di Bidang Pendidikan Nasional. Jakarta: Eko Jaya. Manning, P, K. (2009). Analisis Naratif, Analisis Konten, dan Analisis Semiotik. Dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln,. Handbook of Qualitative Research: 613-629. Diterjemahkan oleh: Dariyatno, dkk.(Terbitan pertama). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Marheni, A. (2010). Perkembangan Psikososial dan Kepribadian Remaja.Soetjiningsih.Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.(Terbitan ketiga). Jakarta: Sagung Seto. Miles, M. B, & Huberman, A.M. (2009).Manajemen Data dan Metode Analisis.Dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln,. Handbook of Qualitative Research: 591-609. Diterjemahkan oleh: Dariyatno, dkk. (Terbitan pertama). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mujib, A. (2012).Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Psikologi Islam.Buku Panduan Seminar Nasional “Aplikasi Psikologi Islam Dalam Pendidikan Karakter”.13-25. (Tidak diterbitkan). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Muhammad, S (2013). 5 Kasus Guru Bejat yang Tega Cabuli Siswinya. [on-line]. (http://www.merdeka.com/peristiwa/5-kasus-guru-bejat-yang-tega-cabulisiswinya/wakepsek-paksa-siswi-smu-layani-nafsu-bejat.html. Diakses tanggal 18 Mei 2013.
Pola Asuh Orangtua sebagai Pembentuk Karakter Qur’ani pada Anak | 33 Haq, A. & Kumaidi [hal.21-33] Stake, R. E. (2009). Studi Kasus. Dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln,. Handbook of Qualitative Research: 299-313.Diterjemahkan oleh: Dariyatno, dkk. (Terbitan pertama). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Shochib, M.(2010). Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Mengembangkan Disiplin Diri Sebagai Pribadi yang Berkarakter.(Terbitan kedua). Jakarta: Rineka Cipta. Ulil Amri, S. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur’an.(Terbitan pertama). Jakarta: Raja Grafindo. Walgito, B. (1991). Hubungan Antara Persepsi Mengenai Sikap Orang tua dengan Harga Diri Para Siswa Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) di Propinsi Jawa Tengah.Disertasi. (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.