Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhan Batu e_mail :
[email protected] ABSTRAK Perjanjian kawin bagi masyarakat Indonesia merupakan hal yang tidak lazim meskipun telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Hal ini dikarenakan, masalah perkawinan tidak terlepas dari adat. Pemahaman berdasarkan pemikiran adat bahwa perkawinan merupakan ikatan yang sifatnya tidak dapat terpisahkan/putus kecuali maut atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga harta dalam suatu perkawinan tidak terlepas juga dari ketentuan adat mereka. Karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan serta permasalahan yang timbul dalam suatu perkawinan maka diperlukan adanya perjanjian kawin guna memberikan perlindungan terhadap masing-masing suami dan istri. Dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perjanjian kawin dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. Perjanjian kawin yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan agama, kesusilaan dan batas-batas hukum. Dalam parkateknya perjanjian kawin lebih kepada harta kekayaan sehingga harta kekayaan dalam suatu perjanjian kawin dijadikan sebagai objek dalam perjanjian. Karena harta kekayaan sebagai objek maka berdasarkan ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 bawha adanya pembedaan harta yaitu harta bawaan dam harta bersama, meskipun hal ini berbedan dalam Pasal 119 KUHPerdata menjadi persatuan secara bulat harta kekayaan dalam perkawinan. Tetapi dalam KUHPerdat mengecualikan apabila adanya perjanjian kawin. Harta kekayaan yang sering memunculkan permasalahan apabila adanya perceraian yaitu masalah harta bawaan terlebih telah terjadi perubahan terhadap harta bawaan tersebut. Sehingga dengan adanya perjanjian kawin akan memberikan perlindungan hukum terhadap harta bawaan tersebut. Perjanjian kawin yang dibuat tidaklah boleh merugikan pihak ketiga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 UU No 1 Tahun 1974. Dengan demikian pihak ketiga berkaitan dengan hak-hak pihak ketiga mendapat perlindungan secara hukum, hal ini cukup jelas diatur dalam ketentuan tersebut diatas. Sehingga apabila perjanjian kawin tidak memberikan perlindungan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2), maka demi hukum perjanjian kawin tersebut batal. Kata Kunci : Perjanjian Kawin, Perlindungan Hukum, Harta Kekayaan dalam Perkawinan.
akibat hukum yaitu antara lain mengenai
I. PENDAHULUAN Perkawinan
sebagai
perbuatan
hubungan hukum antara suami istri dan
hukum yang mana merupakan suatu
mengenai harta benda perkawinan serta
perbuatan yang mengandung hak dan
penghasilan mereka.1
kewajiban bagi individu-individu yang melakukannya. seorang
wanita
Seorang setelah
pria
dengan
1
melakukan
perkawinan akan menimbulkan akibat-
Wahyono Darmabrata, 2009, Hukum Perkawinan Perdata (Syarat Sahnya Perkawinan, Hak dan Kewajiban Suami Istri, Harta Benda Perkawinan), Rizkita, Jakarta. Hal. 128
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 69
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
Perjanjian kawin bagi masyarakat
banyak
calon
suami
istri
Indonesia merupakan hal yang tidak lazim
menginginkan
meskipun telah diatur dalam Undang-
mempunyai perjanjian perkawinan.
Undang Perkawinan. Hal ini dikarenakan,
perkawinan
Sebagian
pihak
mereka
menganggap
masalah perkawinan tidak terlepas dari
perjanjian
adat. Pemahaman berdasarkan pemikiran
digunakan di Indonesia yang memiliki
adat bahwa perkawinan merupakan ikatan
budaya ketimuran. Akan tetapi perjanjian
yang
dapat
perkawinan tidak dapat dipandang sebelah
sifatnya
terpisahkan/putus kehendak
tidak
perkawinan
yang
tidak
cocok
kecuali
maut
atas
mata dari sisi negatifnya saja. Walaupun
Yang
Maha
Esa.
tidak
Tuhan
dapat
dipungkiri
pula
bahwa
Sehingga harta dalam suatu perkawinan
kekaburan norma (vague of norm) dalam
tidak terlepas juga dari ketentuan adat
beberapa
mereka. Dengan perkembangan akan ilmu
misalnya Kekaburan peraturan (vague of
pengetahuan
lunturnya
norm) mengenai sahnya perkawinan dan
pemahaman terhadap perkawinan atas
mengenai waktu dibuatnya perjanjian
dasar adat, berdampak akan pemahaman
perrkawinan
dibidang perkawinan, maka hal ini akan
Perkawinan, membuat beberapa pihak
berpengaruh terhadap pelaksanaan dalam
yang
menjalani
menyalahi aturan-aturan dalam hukum
serta
sebuah
mulai
perkawinan
antara
suami dan istri. Berdasarkan hal tersebut
sisi
tidak
hukum
dalam
perkawinan,
Undang-Undang
beriktikad
baik
untuk
perkawinan.
telah terjadi banyaknya perkawinan yang
Demi memberikan perlindungan
tidak berlangsung lama atau antara suami
hukum terhadap pasangan suami istri
dan istri melakukan perceraian.
maka diperlukan adanya perjanjian kawin.
Seiring
dengan
perkembangan
Hal ini sebagai bentuk menjaga harta
zaman yang semakin modern saat ini,
kekayaan masing-masing pihak terhadap
manusia lebih kritis dalam persoalan harta
adanya penyelahgunaan wewenang pada
kekayaan.
sudah
harta kekayaan dari suatu perkawinan
mempunyai banyak pertimbangan dalam
tersebut. Dalam UU Nomor I Tahun 1974,
hal
terkait
perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29
keuntungan dan kerugian materi yang
ayat 4 dimana perjanjian perkawinan yang
akan diperolehnya akibat dilakukannya
telah dibuat dimungkinkan untuk diubah
perkawinan.
sepanjang tidak merugikan pihak ketiga.
Manusia
melakukan
sekarang
penghitungan
Perkembangan
gerakan
emansipasi wanita juga berperan dalam mempengaruhi
pola
pikir
Berdasarkan Pasal 29 tersebut di
manusia
atas, perjanjian kawin yang diadakan
terhadap harta kekayaan. Pada saat ini
antara suami isteri adalah perjanjian
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 70
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
tertulis kecuali ta’lik talak yang disahkan
Pasal 119 Kitab Undang-Undang
oleh Pegawai Pencatat Nikah, apapun
Hukum
yang
tidak
“mulai saat perkawinan dilangsungkan,
melanggar batas-batas hukum, agama dan
demi hukum berlakulah persatuan bulat
kesusilaan, serta jika terjadi perjanjian
antara harta kekayaan suami dan istri,
perkawinan itu disahkan bukan oleh
sekedar mengenai ini dengan perjanjian
Pegawai
perkawinan tidak diadakan ketentuan
diperjanjikan
Pencatat
asalkan
Perkawinan
maka
perjanjian itu tidak dapat dikatakan perjanjian
perkawinan
Perdata
menyatakan
bahwa
lain”.
melainkan
Perjanjian
perkawinan
menurut
perjanjian biasa yang berlaku secara
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
umum
tentang Perkawinan dalam bab V pasal 29 disebutkan bahwa:
II. HARTA
KEKAYAAN
OBYEK
1) “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isisnya berlaku juga terhadap pihak ketiga, sepanjang pihak ketiga tersangkut 2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batasbatas hukum, agama, dan kesusilaan 3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan 4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.”
SEBAGAI
PERJANJIAN
PERKAWINAN Ada mengenai
dua
hal
perjanjian
yang
penting
perkawinan
ini.
Kesatu, perjanjian ini bukan merupakan sebuah keharusan. Tanpa ada perjanjian perkawinanpun, perkawinan tetap dapat dilaksanakan. Dengan kata lain, perjanjian perkawinan hanya sebuah lembaga yang dipersiapkan apabila ada pihak-pihak yang
merasa
perjanjian
perlu untuk
untuk
membuat
menghindarkan
terjadinya perselisihan di belakang hari,
Dalam Kompilasi Hukum Islam.
misalnya mengenai pemisahan antara
Pasal
harta pribadi dan harta bersama. Kedua,
45
Kompilasi
Hukum
Islam
bahwa
“kedua
calon
menyatakan
berkaitan dengan isi perjanjian tersebut
mempelai dapat mengadakan perjanjian
kendati pada dasarnya dibebaskan tetapi
perkawinan dalam bentuk:
tidak boleh bertentangan dengan aturan-
a. Ta’lik talak
aturan syari’at.2
b. Perjanjian
lain
yang
tidak
bertentangan dengan hukum Islam” 2
Amiur Nuruddin & Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Hal. 138
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 71
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
Isi Pasal 45 Kompilasi Hukum
tergantung dari apa yang disepakati oleh
Islam ini bertentangan dengan penjelasan
para pihak. Adanya perjanjian perkawinan
pasal 29 Undang-undang Perkawinan.
ini tidak menghilangkan kewajiban suami
Penjelasan
untuk tetap memenuhi kebutuhan rumah
Pasal
29
Undang-undang
tangga.3
perkawinan menegaskan bahwa “yang dimaksud perjanjian dalam pasal ini tidak termasuk
taklik
talak”.
Pasal
Dalam
perkawinan
akan
ada
47
permasalahan mengenai harta kekayaan.
Kompilasi Hukum Islam juga mengatur
Harta kekayaan yang dimaksud yaitu
mengenai perjanjian perkawinan, yang
berupa harta bersama suami istri maupun
berbunyi:
harta
Ayat (1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan Ayat (2) Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Ayat (3) Disamping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.
pribadi
masing-masing
pihak,
termasuk juga harta bawaan. Harta benda perkawinan inilah yang merupakan akibat hukum dari perkawinan. Harta benda perkawinan diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena harta benda perkawinan
sebagai
akibat
dari
perkawinan
termasuk
dalam
ruang
lingkup hukum keluarga. Hukum harta benda perkawinan tidak termasuk dalam ruang lingkup hukum harta kekayaan, walaupun juga terkait dengan harta atau benda dan hak-hak kebendaan, oleh karena itu tidak diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Elisabeth Nurhaini
Dari bahwa
pasal
Kompilasi
tersebut
diketahui
Hukum
Butarbutar
Islam
“pengaturan
memandang perjanjian perkawinan bukan
berlangsung,
tetapi
harta
perkawinan
bahwa tidak
dimasukkan dalam ruang lingkup hukum
hanya harta bersama yang didapat selama perkawinan
mengatakan
harta
juga
kekayaan
disebabkan
karena
anggapan bahwa perkawinan bukanlah
termasuk harta bawaan masing-masing
salah satu cara untuk mendapatkan atau
suami istri. Perjanjian perkawinan juga bukan hanya untuk melakukan pemisahan
3
harta, tetapi dapat juga menyatukan harta,
A Damanhuri H. R., 2012, Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar Maju, Bandung. Hal. 12
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 72
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
memperoleh
harta
atau
kekayaan,
perkawinan mengenai harta berdasarkan
meskipun diakui bahwa perkawinan akan
Undang-Undang
berakibat
teoritis adalah menyatukan harta, karena
pada
kedudukan
seseorang
terhadap harta kekayaan”.4
harta
Undang-Undang mempunyai
Perkawinan
pandangan
yang
secara
berada
dibawah
penguasaan masing-masing pihak dapat
tersendiri
diperjanjikan
dalam
perjanjian
mengenai konsep perjanjian perkawinan.
perkawinan untuk masuk menjadi harta
Apabila dalam Kitab Undang-Undang
bersama. Berbeda dengan Kitab Undang-
Hukum Perdata persatuan harta terjadi
Undang
secara serta merta manakala perkawinan
perjanjian perkawinan sudah ditentukan,
telah
misalnya tentang persatuan untung dan
dilangsungkan,
demikian
dengan
Perkawinan,
namun
tidak
Undang-Undang
karena
dalam
rugi,
Undang-
tentang
yang
bersatu
hanyalah
selama
Hukum
tentang
Perdata
persatuan
yang
hasil
isi
dan
pendapatan (Pasal 164 KUHPerdata), atau
Undang Perkawinan pada dasarnya harta
diperoleh
hak
istri
untuk
mengambil
harta
yang
sejumlah uang dari harta kekayaan untuk
perkawinan
saja.
keperluan rumah tangga (Pasal 145
Sedangkan harta bawaan yang diperoleh
KUHPerdata).
masing-masing tetap dibawah penguasaan
Berdasarkan uraian-uraian diatas
masing-masing pihak dan tidak masuk
dapat diketahui bahwa harta kekayaan
menjadi harta bersama.
dalam suatu perkawinan merupakan hal
Konsep
perjanjian
perkawinan
paling penting dalam perkawinan. Harta
dalam Undang-Undang Perkawinan dapat
kekayaan
dipahami dari konsep harta kekayaan
membentuk keluarga menjadi bahagia
dalam perkawinan yang dijelaskan pada
tetapi juga dengan harta kekayaan dapat
pasal 35 ayat (2). Pasal 35 ayat (2) yang
menyebabkan malapetaka bagi keluarga
menyatakan bahwa “harta bawaan dari
tersebut.
masing-masing suami dan istri dan harta
kelaurga tersebut hidup rukun damai,
benda yang diperoleh masing-masing
tetapai apabila terjadi keributan bahkan
sebagai
warisan, adalah
sampai kepada terjadinya perceraian maka
masing-masing
harta tersebut dapat menjadi malapetaka
sepanjang para pihak tidak menentukan
diantara mereka (suami istri). Dengan
lain”. Dari hal ini, konsep perjanjian
demikian bahwa suatu perjanjian kawin,
dibawah
4
bawaan
Perkawinan
hadiah
dan
penguasaan
harta Elisabeth Nurhaini Butarbutar, 2012, Hukum Harta Kekayaan: Menurut Sistematika KUH Perdata dan Perkembangannya, Refika Aditama, Bandung. Hal. 22
dalam
Menjadi
kekayaan
perkawinan
bahagia
dalam
dapat
manakala
perkawinan
merupakan objek dalam perjanjian kawin yang utama.
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 73
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
hukum misalnya apabila terjadi seperti contoh tersebut.
III. BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BAIK
BAWAAN
Pada
KUHPERDATA
perkawinan
HARTA
SECARA
umumnya dibuat
perjanjian
dengan
beberapa
MAUPUN UU NO. 1 TAHUN 1974
alasan antara lain5 :
DALAM PERJANJIAN KAWIN
1) Bilamana terdapat sejumlah harta
Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang
kekayaan yang lebih beasar pada salah
Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa
satu pihak daripada pihak yang lain.
Harta bawaan dari masing-masing suami
2) Kedua belah pihak masing-masing
dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing warisan,
sebagai
adalah
hadiah
dibawah
membawa masukan yang cukup besar
atau
3) Masing-masing
mempunyai
usaha
penguasaan
sendiri-sendiri, sehingga andai kata
masing-masing sepanjang para pihak tidak
salah satu jatuh maka yang lain tidak
menentukan lain. Dan dalam Pasal 36 ayat
tersangkut
(2) menyebutkan bahwa mengenai harta
4) Atas utang-utang mereka yang mereka
bawaan masing-masing suami dan istri
buat sebelum kawin, masing-masing
mempunyai
akan
hak
sepenuhnya
untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai
bertanggung
gugat
sendiri-
sendiri.
harta bendanya.
Perjanjian
kawin
merupakan
Dalam ketentuan tersebut diatas
sarana untuk melakukan proteksi terhadap
menjelaskan tentang harta bawaan bahwa
harta para mempelai. Melalui perjanjian
harta bawaan berada pada penguasaan
ini para pihak dapat menentukan harta
masing-masing yang membawa. Dengan
bawaan masing-masing. Apakah sejak
demikikan
awal
sebenarnya
tanpa
adanya
ada
pemisahan
harta
dalam
perjanjian kawinpun sudah menentukan
perkawinan atau ada harta bersama namun
tentang penguasaan harta berada pada
diatur cara pembagiannya bila terjadi
masing-masing yang membawa harta
perceraian. Harta bawaan dari masing-
tersebut,
dalam
masing suami dan isteri dan harta benda
perjalanan atau selama berlangsungnya
yang diperoleh masing-masing sebagai
perkawinan
hadiah atau warisan, adalah dibawah
tetapi
terkadang
sering
terjadi
perubahan
terhadap harta bawaan misalnya harta
penguasaan
bawaan
para pihak tidak menentukan lain.
dijual
kemudian
dibelikan
masing-masing
sepanjang
kembali ditempat yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan adanya perjanjian
5
kawin guna memberikan perlindungan
Soetojo Prawirohamidjojo, 2002, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan Indonesia, Airlangga Pres, Surabaya. Hal. 58
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 74
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
Perjanjian biasanya dibuat untuk kepentingan
perlindungan
yang
hukum
dilahirkan
kontrak
atau
perjanjian.Serta Pasal 1320 KUHPerdata
terhadap harta bawaan masing-masing
tentang syarat sahnya suatu perikatan.
suami ataupun istri. Meskipun undang-
Perlindungan
terhadap
perkawinan
menurut
harta
perkawinan
dapat
KUHPerdata diberikan kebebasan dalam
diperjanjikan, segalanya diserahkan pada
menentukan isi perjanjian kawin untuk
kedua pihak6.
membuat penyimpangan dari peraturan
dan
apa
yang
hukum
terhadap
dalam
hukum
undang tidak mengatur tujuan perjanjian
Perlindungan
KUHPerdata
tentang
persatuan
harta
harta dalam perjanjian perkawinan adalah
kekayaan tetapi dengan pembatasan yaitu
berlaku saat perkawinan dilangsungkan.
Perjanjian kawin tidak boleh bertentangan
Harta bawaan dari masing-masing suami
dengan kesusilaan dan ketertiban umum
dan istri dan harta benda yang diperoleh
(Pasal 139 KUHPerdata).
masing-masing warisan,
adalah
sebagai
atau
Perlindungan
hukum
terhadap
harta termasuk didalamnya adalah harta
masing-masing sepanjang para pihak tidak
bawaan dalam perjanjian kawin juga
menentukan lain.
diatur dalam kompilasi hukum islam
bertujuan
dibawah
hadiah
penguasaan
Perjanjian
kawin
memberikan
yang
dibuat
yaitu:
perlindungan
1. Dalam hal suami isteri beritikad buruk
hukum, yaitu sebagai Undang-undang
dalam hal utang piutang terhadap
bagi para pihak dengan niat itikad baik.
pihak ketiga. Berdasarkan Putusan
Jika suatu saat timbul konflik para pihak,
MA Nomor 1081 K/SIP/1978 bahwa
dapat dijadikan acuan dan salah satu
adanya perjanjian perkawinan antara
landasan masing-masing pasangan dalam
suami isteri yang tidak diberitahukan
melaksanakan, dan memberikan batas-
kepada pihak si berpiutang pada saat
batas hak dan kewajiban diantara mereka.
berlangsungnya
Seperti pembahasan sebelumnya bahwa
adalah
perjanjian perkawinan terdapat dalam
tersebut beritikad buruk berlindung
perundang-undangan
yaitu
pada perjanjian perkawinan tersebut
Pasal 29 Ayat (1), (2), (3), dan (4) UU No.
untuk menghindari tuntutan hukum
1 Tahun 1974. Pasal 1313 dan 1314
dari pihak perpiutang. Hal mana
KUHPerdata tentang perikatan-perikatan
bertentangan
Indonesia,
hukum, 6
dari
jelas
transaksi-transaksi bahwa
suami
dengan
sehingga
isteri
ketertiban
perjanjian
itu
haruslah dinyatakan tidak berlaku dan
Jurnal dunia-ibu.org online, Perjanjian Pranikah, http://www.dunia ibu.org/html/ perjanjian_pra_nikah.html
tidak mempunyai kekuatan hukum
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 75
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
yang mengikat bagi si berpiutang yang
Adapun pertimbangan perjanjian kawin
beritikad
diperlukan sebagai berikut:
baik.
Dengan
demikian
suami isteri dengan harta pribadi
1. Dalam
perkawinan
dengan
harta
mereka ikut bertanggung jawab secara
persatuan secara bulat, tujuannya agar
tanggung renteng atau hutang yang
istri terlindungi dari kemungkinan-
dibuat suami atau isteri dengan segala
kemungkinan
akibat hukumnya.
beheer
oleh
suami.
Setelah
sebelum
tidak
baik,
bergerak dan surat-surat berharga
dibuatnya akta perjanjian kawin dan ternyata
yang
beschikking atas barang-barang tak
2. Apabila terjadinya perlanggaran isi perjanjian
suami
tindakan-tindakan
tertentu milik isteri.
pernikahan
2. Dalam
perkawinan
dengan
harta
dilangsungkan calon suami melanggar
terpisah tujuannya:
isi perjanjian kawin, maka calon istri
a. Agar barang-barang tertentu atau
dapat
meminta
pembatalan
semua barang yang dibawa suami
pernikahan. Hal ini dapat dijelaskan
atau istri dalam perkawinan tidak
dalam Pasal 51 KHI menyebutkan
termasuk dalam persatuan harta
“pelanggaran atas perjanjian kawin
perkawinan dan dengan demikian,
memberi hak kepada isteri untuk
tetap
meminta pembatalan nikah”.
pribadi. Adanya perjanjian yang
3. Apabila
selama
menjadi
harta
pribadi-
berlangsungnya
demikian merupakan perlindungan
melanggar
isi
bagi istri, terhadap kemungkinan
perjanjian kawin, maka isteri dapat
dipertanggung jawabkannya harta
mengajukan
tersebut, terhadap hutang-hutang
pernikahan
suami
gugatan
cerai
ke
Pengadilan Agama (Pasal 51 KHI). 4. Apabila
terjadi
sengketa
yang
perdata
dibuat
oleh
suami
dan
sebaliknya.
mengenai isi perjanjian kawin.
b. Agar
harta
pribadi
tersebut
telah
terlepas dari beheer suami, dan
diuraikan diatas dengan adanya perjanjian
istri dapat mengurus sendiri harta
kawin terhadap harta bawaan maka akan
tersebut7.
memberikan
hukum
Demikian juga misalnya apabila
terhadap adanya perbuatan atau itikad
adanya kebutuhan yang mengharuskan
tidak baik dari pasangan masing-masing.
adanya sebagian dari harta bawaan dijual
Selain
itu
sebagaimana
perlindungan
Sehingga perjanjian kawin dalam rangka memberikan terhadap
harta
perlindungan kekayaan
hukum
7
diperlukan.
Endang Sumiarti, 2004, Kedudukan Suami Isteri Dalam Hukum Perkawinan, Cet. 1, Wonderful Publishing Company, Yogyakarta. Hal. 36-37
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 76
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
maka hal ini dengan adanya perjanjian
bagi suami dan istri juga berlaku bagi
kawin maka penjualan tersebut dapat
pihak ketiga sepanjang pihak ketiga
dimintakan
apabila
tersangkut. Hal ini menunjukkan bahwa
dikemudian hari adanya pembelian harta
perlindungan hukum selalu diberikan
benda. Tetapi apabila penjualan harta
terhadap
bawaan
perjanjian kawin. Demikian juga apabila
penggantiannya
tersebut
kemudian
dibelikan
pihak
ketiga
kawin
atas
dirubah
adanya
kembali maka dengan adanya perjanjian
perjanjian
selama
kawin akan melindungi harta bawaan
perkawinan
berlangsung
tersebut dimana bahwa harta tersebut tetap
memperhatikan
daripada
menjadi harta bawaan.
pihak ketiga yaitu apabila dikehendaki
tetap
kepentingan
oleh para pihak untuk dilakukannya IV. PERLINDUNGAN TERHADAP DENGAN
PIHAK
ADANYA
HUKUM
perubahan atas perjanjian kawin tidaklah
KETIGA
boleh merugikan pihak ketiga. Dalam
PERJANJIAN
menjalankan
memberikan
KAWIN
perlindungan
dan hukum
Perlindungan hukum adalah segala
dibutuhkannya suatu tempat atau wadah
upaya pemenuhan hak dan pemberian
dalam pelaksanaannya yang sering di
bantuan untuk memberikan rasa aman
sebut dengan sarana perlindungan hukum,
kepada
sarana
saksi
dan/atau
korban,
perlindungan
hukum
dibagi
perlindungan hukum korban kejahatan
menjadi dua macam yang dapat dipahami,
sebagai
sebagai berikut :
bagian
dari
perlindungan
masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk,
pemberian
seperti
restitusi,
Sarana
Perlindungan
Hukum
melalui
Preventif, Pada perlindungan hukum
kompensasi,
preventif ini, subyek hukum diberikan
pelayanan medis, dan bantuan hukum8.
kesempatan
untuk
mengajukan
Perjanjian kawin yang dibuat oleh
keberatan atau pendapatnya sebelum
suami dan istri tidak dibolehkan untuk
suatu keputusan pemerintah mendapat
merugikan kepentingan
bentuk
pihak ketiga.
yang
definitif.
Tujuannya
Sehingga dengan adanya perjanjian kawin
adalah mencegah terjadinya sengketa.
pihak
mendapatkan
Perlindungan hukum preventif sangat
perlindungan hukum. Sebagaimana diatur
besar artinya bagi tindak pemerintahan
dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974
yang
bahwa perjanjian kawin selain berlaku
bertindak
ketiga
harus
didasarkan karena
pada
kebebasan
dengan
adanya
perlindungan hukum yang preventif 8
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press, Jakarta. Hal. 133
pemerintah terdorong untuk bersifat
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 77
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
hati-hati dalam mengambil keputusan
menghindari etikad buruk dari pasangan
yang didasarkan pada diskresi. Di
suami istri yang membuat perjanjian
indonesia
pengaturan
perkawinan. Karena dalam perkawinan
khusus mengenai perlindungan hukum
yang membuat perjanjian perkawinan
preventif.
akan
Sarana
belum
Perlindungan
memiliki
pengaruh
yang
lain
Hukum
terhadap pihak ketiga sebagai contohnya
Represif, Perlindungan hukum yang
perjanjian dengan kreditur, dalam hal ini
represif
pihak ketiga dihadapkan dengan 2 atau 3
bertujuan
untuk
menyelesaikan sengketa. Penanganan
kelompok
harta
perlindungan hukum oleh Pengadilan
perkawinan
dan
Umum dan Peradilan Administrasi di
mengerti kekayaan mana yang dapat
Indonesia
termasuk
dipertanggung jawaabkan terkait dengan
perlindungan
hukum
perlindungan
kategori ini.
hukum
kekayaan pihak
ketiga
dalam harus
piutangnya.10
Prinsip terhadap
Dengan diadakannya perjanjian
tindakan pemerintah bertumpu dan
perkawinan, mungkin terjadi bahwa suatu
bersumber
tentang
barang tertentu merupakan barang diluar
pengakuan dan perlindungan terhadap
harta persatuan. Dengan demikian, maka
hak-hak asasi manusia.
mungkin sekali dalam satu perkawinan
Dalam
9
ada
dari
konsep
pengaturan
perjanjian
dengan perjanjian perkawinan terdapat
perkawina tidak lepas dari hukum harta
dua atau tiga kelompok harta kekayaan :
perkawinan,
a) Harta persatuan
dalam
hukum
harta
perkawinan mempunyai hubungan yang
b) Harta pribadi suami/istri
erat dengan kepentingan pihak ketiga9.
c) Harta suai dan istri terpisah sendiri-
Oleh karena itu kepentingan pihak ketiga
sendiri, tanpa ada harta persatuan.
yang terkait dalam perjanjian perkawinan
Berdasarkan Pasal 29 ayar (2)
haruslah dilindungi. Karena pihak ketiga
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
khususnya sebagai kreditur adalah orang
bahwa perjanjian kawin tidak boleh
yang berkepentingan dengan keadaan
bertentangan dengan ketentuan hukum,
harta perkawinan dalam suatu keluarga.
agama dan kesusilaan. Dengan demikian
Karena
piutangpiutang
apabila perjanjian kawin mengabaikan
sedikit banyak bergantung dari keadaan
kepentingan pihak ketiga, berdasarkan
dan bentuk harta perkawinan dari debitur.
pasal tersebut batal demi hukum dan
Perlindungan ini juga bertujuan untuk
diangap tidak berlaku dan kembali kepada
jaminan
atas
J. Satrio, 1991, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya, Bandung. Hal. 22
10
Ibid, Hal. 31
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 78
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
perjanjian kawin yang semula atau awal.
terhadap harta kekayaan baik milik suami
Dengan demikian perlindungan hukum
atau istri. Sehingga dalam perjanjian
terhadap pihak ketiga apabila hak-haknya
kawin harta kekayaan merupakan objek
diabaikan dengan adanya perjanjian kawin
dalam perjanjian kawin.
maupun perubahan dari perjanjian kawin
Harta bawaan sebagai salah satu
tersebut tetap diberikan.
objek dalam perjanjian kawin, sehingga kedudukan
dari
harta
bawaan
akan
mendapatkan perlindungan hukum atas
V. KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian diatas
adanya
disimpulkan
perjanjian
dikarenakan untuk menghindari perbuatan
kawin merupakan suatu perjanjian yang
tidak baik atau itikad tidak baik, baik yang
dibuat antara calon suami dan istri
dilakukan oleh suami atau istri. Harta
sebelum atau pada saat perkawinan dan
bawaan dengan adanya perjanjian akan
muali
perkawinan
tetap terlindungi secara hukum apabila
berlangsung. Perjanjian kawin dibuat
terjadi perubahan atas harta bawaan
biasanya
tersebut.
dapat
berlaku
bahwa
setelah
perjanjian
kawin.
Hal
ini
mengenai
harta
dalam
perkawinan
karena
harta
dalam
Demikan halnya terhadap pihak
perkawinan
dapat
menimbulkan
ketiga, bahwa dengan adanya perjanjian
permasalahan manakala terjadi perceraian
kawin yang dilakukan antara calon suami
atau adanya perbuatan itikad tidak baik
dan istri dan berdasarkan kesepakatan
diantara suami atau istri. Perjanjian kawin
diantara mereka ingin merubah perjanjian
dibuat
perlindungan
kawin setelah perkawinan berlangsung
hukum terhadap harta dalam perkawinan.
maka perjanjian kawin tersebut tidaklah
Harta
perkawinan
diperbolehkan merugikan pihak ketiga.
berdasarkan Pasal 35 UU No. 1 Tahun
Sehingga kedudukan pihak ketiga secara
1974 dibedakan menjadi 2 yaitu harta
hukum dilindungi hal ini dapat dilihat
bawaan dan harta bersama, hal ini berbeda
dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974
dengan Pasal 119 KUHPerdata bahwa
tentang Perkawinan dan apabala diabaikan
sejak perkawinan berlangsung secara
berdasarkan Pasal 29 ayat (2) melanggar
hukum berlaku persatuan secara bulat
ketentuan
antara harta kekayaan suami dan istri
kepentingan pihak ketiga maka perjanjian
kecuali ditentukan lain, ketentuan tersebut
kawin tersebut menjadi batal demi hukum.
sebagai
kekayaan
bentuk
dalam
hukum
yaitu
mengabaikan
adanya perjanjian kawin. Berdasarkan hal tersebut
maka
diperlukan
adanya
DAFTAR PUSTAKA
perjanjian kawin untuk melindungi hak Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 79
Sriono
ISSN Nomor 2337-7261
A Damanhuri H. R., 2012, Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar Maju, Bandung. Amiur Nuruddin & Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Elisabeth Nurhaini Butarbutar, 2012, Hukum Harta Kekayaan: Menurut Sistematika KUH Perdata dan Perkembangannya, Refika Aditama, Bandung. Endang Sumiarti, 2004, Kedudukan Suami Isteri Dalam Hukum Perkawinan, Cet. 1, Wonderful Publishing Company, Yogyakarta. J. Satrio, 1991, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya, Bandung Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press, Jakarta Soetojo Prawirohamidjojo, 2002, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan Indonesia, Airlangga Pres, Surabaya Wahyono Darmabrata, 2009, Hukum Perkawinan Perdata (Syarat Sahnya Perkawinan, Hak dan Kewajiban Suami Istri, Harta Benda Perkawinan), Rizkita, Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perkawinan
Tahun
1974
Inpres No 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Ilsam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 02. September 2016 80