JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
PERANCANGAN SISTEM HIBRID PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-JALA LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo* Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Abstract Solar cell is one of renewable energy. Solar cell can convert directly sunlight dissociation energy of diatomic to become electric energy. Electric energy yielded by solar cell hardly influenced by the sun intensity of light received, so that solar cell can only yield electric energy if there are sunlight. Supply of electric energy should be able to be applied every time. Hybrid of solar energy alternator (PLTS) with electrical grid of PLN will yield continuous supply of electric energy. At this hybrid system, electrical supply from PLTS is designed to be around 30% from overall load of electrical equipment in household, the rest load around 70% is fulfilled by PLN.Hybrid process of PLTS with the electrical grid is controlled by a switch controller which its working principal based on one way direction; when PLTS works (on), hence electric supply from PLN is disconnected and so vice versa. Keywords: solar cell, hybrid system, switch controller
1. Pendahuluan Energi baru dan yang terbarukan mempunyai peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan energi. Hal ini disebabkan penggunaan bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit listrik konvensional dalam jangka waktu yang panjang akan menguras sumber minyak bumi, gas dan batu bara yang makin menipis dan juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Salah satunya upaya yang telah dikembangkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya (sel fotovoltaik) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang relevan dan di berbagai tempat seperti perkantoran, pabrik, perumahan, dan lainnya. Di Indonesia yang merupakan daerah tropis mempunyai potensi energi matahari sangat besar dengan insolasi harian rata-rata 4,5 - 4,8 KWh/m² / hari. Akan tetapi energi listrik yang dihasilkan sel surya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sistem. Untuk kekontinuan ketersediaan listrik dan pemanfaatan energi listrik sel surya secara maksimal sangat diperlukan hibridasi dengan jala-jala listrik PLN.
* Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
2. Perancangan Sistem Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau sumber pembangkit listrik yang lain dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tanpa baterai dan yang menggunakan baterai (Strong, Steven J and William G. Scheller, 1993: 72). Pada penelitian ini akan dibahas mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang menggunakan baterai sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta menganalisis faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang dihasilkan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik rumah tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN. Hibridasi antara PLTS dengan listrik PLN bertujuan untuk mendapatkan kekontinuan pasokan (supply) listrik ke beban. Pada sistem hibrid PLTS dengan PLN yang akan dirancang, terdiri dari array fotovoltaik, regulator (charge controller), baterai, dan inverter. Listrik arus searah (DC) dari modul fotovoltaik, akan diubah menjadi arus bolak-balik (AC) melalui inverter. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya dipasok oleh salah satu pembangkit; ketika PLTS bekerja mensuplai listrik ke beban maka sambungan ke PLN dilepaskan dari beban (sebagai contoh keadaan pada pagi hari sampai sore hari). Begitu pun sebaliknya apabila listrik PLN sedang memberikan suplai listrik ke beban, maka PLTS dilepaskan dari beban (sebagai contoh keadaan pada malam hari). Ketika pembangkit yang sedang mensuplai listrik ke beban tiba-tiba mengalami trip, maka pembangkit yang lain akan segera menggantikannya secara otomatis melalui switch pengatur. Gambar 1 menjelaskan sistem hibrid PLTS dan PLN yang akan dirancang. PLN
Array PV
BCR
Inverte r
Baterai Gambar 1. Sistem hibrid PLTS dan PLN
38
Switch Controller
Beban
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
2.1. Switch Controller Proses kendali sistem hibrid antara PLTS dan PLN dilakukan oleh unit kontroler. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya disuplai oleh salah satu pembangkit, oleh karena itu switch controller akan bertindak mengatur sumber pembangkit yang akan mensuplai beban. Pada switch controller yang akan dirancang, unit kontroler dapat digunakan secara manual maupun otomatis. Secara manual yaitu pengguna dapat memilih sumber pembangkit yang akan mensuplai beban dengan menentukan salah satu sumber pembangkit yang akan bekerja terlebih dahulu. Secara otomatis yaitu unit kontroler akan bekerja secara otomatis mendeteksi kesiapan sumber pembangkit yang akan mensuplai beban. Jika salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka secara otomatis sumber pembangkit yang lain yang akan menggantikannya. Pada saat sistem hibrid mulai bekerja (start), unit kontroler akan memilih mode yang akan digunakan. Jika yang digunakan mode manual, maka pengguna harus memilih sumber pembangkit yang akan digunakan dengan menentukan pilihan mode PLN atau mode PLTS. Pada saat salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka pengguna harus mengaktifkan mode untuk pembangkit yang lain secara manual. Jika yang digunakan mode otomatis, maka unit kontroler akan memeriksa tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan tidak lebih besar dari 22,2V, maka PLTS akan melakukan pengisian (charging). Pada saat PLTS melakukan pengisian (charging), perintah diteruskan ke PLN untuk mensuplai beban. Apabila PLTS sudah melakukan proses charging sampai pada tegangan lebih besar dari 23,3V, maka PLN akan off dan unit kontroler akan mendeteksi lagi tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan lebih besar dari 22,2V, maka PLTS akan bekerja mensuplai beban. Pada saat bekerja mensuplai beban, PLTS juga melakukan pengisian (charging). 2.2. Beban Listrik (load) Beban listrik yang terdapat di rumah yang akan dipasang sistem PV yang terdiri dari 2 lantai adalah lampu penerangan, televisi, DVD, AC, kulkas, magic jar, fan, pompa air, mesin cuci. Sambungan listrik ke PLN sebesar 2200 VA. Pada saat beban listrik tersebut digunakan maka sumbangan dari sistem PV sebesar 30% dari total energi listrik yang dibutuhkan.
39
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 3.1. Kontinuitas Sistem Hibrid PLTS dan PLN 3.1.1. Kapasitas PLTS Berdasarkan Perhitungan a. Beban Total Rumah Tangga Langkah awal dalam perancangan sistem hibrid PLTS dan PLN untuk rumah tangga di perkotaan adalah penentuan beban total harian rumah tangga (Lubis, 2006: 54). Dari penentuan beban total harian tersebut akan didapatkan kurva beban listrik harian rumah tangga. Beban total harian merupakan jumlah energi yang dibutuhkan oleh beban listrik rumah tangga setiap harinya. Beban terpasang, daya terpasang, lama penggunaan beban, serta kebutuhan energi setiap hari pada rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 1. berikut. Tabel 1. Data Beban Rumah Tangga Untuk Suatu Rumah* No.
Beban
1. a) b) c) d) 2. a) b) 3. 4. a) b) 5. 6. a) b) 7. 8. 9.
Lampu : Neon Neon Pijar Halogen Televisi : @ 140W @ 80 W DVD ( 30Wx2 ) AC : a. @ b. @ Kulkas Magic Jar : Rice Cooker Jam Warmer Fan Pompa Air Mesin Cuci
Daya Jumlah Total Lama penggunaan Energi (W) Daya setiap hari (WH) (W) (Jam (H)) 14 20 25 50
35 2 16 2
490 40 400 100
6 3 2 2
2940 120 800 200
140 80 60 470
2 1 1 3
280 80 60
4 4 2
1120 320 120
3290 940 110
7 2 24
5170 2640
110
2 700 3 129 1 1 52 1 5 1250 1 1 365 Total Energi = 15926WH *keterangan: rumah tinggal komplek Larangan Indah JL.Jawa no.8, Ciledug, Tangerang
40
350 43 52 250 365
1 1
350 43 52 250 365
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
Setelah menentukan kebutuhan beban total harian, didapatkan kurva beban harian. Kurva beban listrik harian rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Beban Harian Rumah Tangga b. Beban Sistem yang Disuplai Penentuan kebutuhan total beban rumah tangga merupakan langkah awal dalam merancang sistem hibrid PLTS dan PLN. Penentuan kebutuhan total beban harian rumah tangga telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada sistem hibrid yang dirancang, PLTS mensuplai sebesar 30% dari energi keseluruhan. Besar energi beban yang akan disuplai oleh PLTS adalah sebesar: EA
= 30% x EB = 30% x 15926 WH = 4777,8 WH
Asumsi rugi-rugi (losses) pada sistem dianggap sebesar 15%, karena keseluruhan komponen sistem yang digunakan masih baru (Mark Hankins, 1991: 68). Total energi sistem yang disyaratkan adalah sebesar:
41
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
ET
= EA + rugi-rugi system = EA + (15% x EA) = 4777,8 WH + (15% x 4777,8 WH) ≈ 5495 WH (Pembulatan)
Jadi total energi sistem yang disyaratkan sebesar 5495 WH. c. Perhitungan Kapasitas Daya Modul Surya Kapasitas daya modul sel surya dapat diperhitungkan dengan memperhatikan beberapa faktor, yaitu kebutuhan energi sistem yang disyaratkan, insolasi matahari, dan faktor penyesuaian (adjustment factor). Kebutuhan energi sistem yang disyaratkan telah dihitung dalam bahasan sebelumnya, yaitu sebesar 5495 WH. Insolasi matahari bulanan yang terendah adalah pada bulan Januari yaitu 3,91 (sumber BMG, BPPT). Diambil data insolasi matahari yang terendah dikarenakan agar PLTS dapat memenuhi kebutuhan beban setiap saat. Gambar 3 berikut merupakan kurva insolasi matahari untuk daerah Jakarta dalam kurun waktu satu tahun.
Gambar 3. Kurva Insolasi Matahari Bulanan Untuk Daerah Jakarta
42
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS adalah 1,1 (Mark Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa page 68). Kapasitas daya modul surya yang dihasilkan adalah: Kapasitas Daya Modul Surya =
=
ET x faktor penyesuaian (1) insolasi matahari
5495 WH x 1,1 3,91 H
= 1545,91 W Besarnya kapasitas daya modul surya 1545,91 watt peak. d. Perhitungan Kapasitas Baterai Satuan energi (dalam WH) dikonversikan menjadi Ah yang sesuai dengan satuan kapasitas baterai sebagai berikut: AH
=
ET Vs
=
5495 WH 24 V
(2)
= 228,96 AH Hari otonomi yang ditentukan adalah satu hari, jadi baterai hanya menyimpan energi dan menyalurkannya pada hari itu juga. Besarnya deep of discharge (DOD) pada baterai adalah 80% (Mark Hankins, 1991: 68). Kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah: Cb
=
=
AH x d DOD
(3)
228,96 AH x 1 0,8
= 286,2 AH
43
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
e. Perhitungan Kapasitas Battery Charge Regulator (BCR) Beban pada sistem PLTS mengambil energi dari BCR. Kapasitas arus yang mengalir pada BCR dapat ditentukan dengan mengetahui beban maksimal yang terpasang. Beban maksimal yang terjadi pada sore hari adalah 1083 watt pukul 18.00 (Gambar 2.). Dengan beban maksimal tegangan sistem adalah 24 volt maka kapasitas arus yang mengalir di BCR: Imaks
=
Pmaks Vs
=
1083 watt 24 volt
(4)
= 45,125 Ampere Jadi kapasitas BCR yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 A. f. Inverter Spesifikasi inverter harus sesuai dengan Battery Charge Regulator (BCR) yang digunakan. Berdasarkan tegangan sistem dan perhitungan BCR, maka tegangan masuk (input) dari inverter 24 V DC. Tegangan keluaran (output) dari inverter yang tersambung ke beban adalah 220 V AC. Arus yang mengalir melewati inverter juga harus sesuai dengan arus yang melalui BCR. Berdasarkan perhitungan kapasitas BCR, arus maksimal yang dapat melewati BCR sebesar 45,125 ampere. Berarti kapasitas arus inverter yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 ampere. 3.1.2. Kapasitas PLTS Terpasang a. Modul Surya Modul surya terdiri dari 16 modul PV yang dihubungkan secara seri dan paralel, 2 modul dipasang secara seri, kemudian delapan kelompok seri dipasang secara paralel. Kapasitas daya listrik setiap modul pada kondisi standar adalah 100Wp (watt-peak) dengan arus maksimum (Im) 6 ampere dan tegangan maksimum (Vm) 16,5 volt. Array PV mempunyai Im = 48A dan Vm = 33V yang setara dengan daya keluaran (Pm) 1600 watt. b. Baterai Kapasitas baterai yang digunakan adalah 290 AH dengan tegangan 2V. Karena tegangan sistem yang digunakan adalah 24V, maka baterai sebanyak 12 buah dipasang secara seri.
44
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
c. Battery Charge Regulator Battery Charge Regulator (BCR) mempunyai dua fungsi utama. Fungsi utama sebagai titik pusat sambungan ke beban, modul sel surya dan beterai. Fungsi yang kedua adalah sebagai pengatur sistem agar penggunaan listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen-komponen sistem aman dari bahaya perubahan level tegangan. BCR yang digunakan adalah BCR dengan kapasitas arus 60A, dan tegangan 24V. d. Inverter Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating current). Inverter yang digunakan adalah inverter dengan kapasitas 60A, tegangan masukkan DC 24V, dan tegangan keluaran AC 220V. 3.1.3. Kontinuitas Sistem Hibrid PLTS dan PLN Kapasitas masing-masing komponen sistem PLTS telah diperhitungkan pada pembahasan sebelumnya. Apabila setiap komponen yang terpasang telah memenuhi spesifikasi dalam perhitungan, maka kontinuitas sistem PLTS untuk rumah tangga dapat terpenuhi. Pada Tabel 2. perbandingan antara kapasitas masing-masing komponen dalam perhitungan dan kapasitas yang terpasang pada sistem PLTS untuk rumah tangga. Tabel 2. Perbandingan Kapasitas Terpasang dan Terhitung Peralatan PLTS
Kapasitas yang ditentukan
Kapasitas yang terpasang
Modul sel surya
1545,91 Wp
1600 Wp (16 x 100 Wp)
Baterai
286,2 Ah
290 Ah
BCR
45,125 Ampere
60 Ampere
Inverter
45,125 Ampere
60 Ampere
Dari Tabel 2. masing-masing peralatan sistem PLTS untuk rumah perkotaan telah memenuhi persyaratan, sehingga kontinuitas sistem PLTS untuk rumah perkotaan dapat terjamin.
45
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
3.2. Analisis Kapasitas PLTS Berdasarkan Tingkat Insolasi Matahari a. Beban yang Mampu Disuplai Perancangan sistem hibrid PLTS dan PLN yang direncanakan, sistem PLTS mampu mensuplai listrik sekitar 30% dari beban total selama satu hari, yang disesuaikan kapasitas modul PLTS, dan dari pengambilan data insolasi terendah yaitu 3,91 (Gambar 3.), maka kapasitas modul surya dapat mensuplai beban sebesar 1545,91 Watt (hasil perhitungan kapasitas modul surya dengan menggunakan data insolasi matahari terendah). Kapasitas modul surya yang didapat tersebut berkaitan dengan pengambilan data insolasi matahari merupakan data insolasi yang terendah. Apabila yang diambil data insolasi matahari yang tertinggi dan kapasitas modul tetap sebesar 1545,91 W, maka besar beban yang dapat disuplai akan berbeda. Berikut akan dianalisa apabila data insolasi matahari yang diambil adalah yang tertinggi, yaitu 5,05 (Gambar 3.), berdasarkan persamaan (1) maka besar beban yang dapat disuplai dapat diketahui yaitu sebesar: ET =
=
Kapasitas Daya Modul Surya insolasi matahari (5) faktor penyesuaian
1545,91 5,05 1,1
= 7097,14 Wh ET = EA + rugi-rugi system = EA + (15% EA ) maka EA = ET / 1,15 = 7097,14 Wh / 1,15 = 6171,43 Wh EA = % EB % = EA / EB
46
(6)
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
=
6171,43 Wh 100% 15926 Wh
= 38,75% Energi beban yang dapat disuplai sistem PLTS dengan data insolasi matahari yang tertinggi adalah sebesar 38,75% dari energi keseluruhan. b. Energi yang Dihasilkan Modul Salah satu faktor yang dapat menentukan daya keluaran modul surya adalah tingkat insolasi matahari yang diterima oleh modul. Hasil keluaran (output) maksimum dari modul surya dapat ditentukan. Rating modul surya berdasarkan kapasitas modul yang terpasang adalah 1600 watt. Berikut ini akan dianalisa energi yang dihasilkan oleh modul surya berkaitan dengan data insolasi matahari yang terendah dan yang tertinggi. Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang terendah, yaitu 3,91 maka energi yang dihasilkan modul dapat dihitung sebagai berikut: Eout
= Ei x insolasi matahari
(7)
= 1600 W x 3,91 H = 6256 WH Energi yang dihasilkan modul adalah 6256 WH. Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang tertinggi, yaitu 5,05. Berdasarkan persamaan (7) maka energi yang dihasilkan modul dapat dihitung sebagai berikut: Eout = 1600 W x 5,05 H = 8080 WH Energi yang dihasilkan modul adalah 8080 WH.
47
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
c. Perbandingan Berdasarkan Tingkat Insolasi Matahari Pada Tabel 3. dapat dilihat perbandingan antara besar beban yang mampu disuplai oleh PLTS dan energi yang dihasilkan oleh modul berdasarkan tingkat insolasi matahari yang terendah dan tingkat insolasi matahari yang tertinggi. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka beban yang mampu disuplai PLTS dan energi yang dihasilkan modul surya akan lebih besar. Tabel 3. Perbandingan Tingkat Insolasi Matahari Terendah dan Tertinggi Tingkat Insolasi Terendah 3,91
Tingkat Insolasi Tertinggi 5,05
Beban yang mampu disuplai PLTS
30%
38,75%
Energi yang dihasilkan modul surya
6256 WH
8080 WH
3.3. Analisis Kinerja Sistem Hibrid PLTS dan PLN Sistem PLTS dirancang penyimpanan energi (storage system) oleh baterai (accu). Pada baterai yang digunakan terdapat batas tegangan kerja sistem yang diatur oleh Baterry Charge Regulator (BCR), yaitu indikator waktu sistem kerja PLTS dalam mensuplai listrik ke beban. Batas tegangan kerja yang terdapat pada baterai yaitu, tegangan batas bawah, tegangan batas bawah rekoneksi, dan tegangan batas atas. Sistem PLTS mulai bekerja pada saat tegangan baterai melebihi tegangan batas bawah rekoneksi. Apabila sistem PLTS tidak digunakan untuk memasok beban, maka tegangan akan mencapai pada tegangan batas atas. Pada saat sistem PLTS bekerja, terjadi penurunan tegangan. Bila penurunan tegangan mencapai batas bawah, maka sistem PLTS akan off, pada saat itu pula PLN mulai bekerja (on) memasok beban. Dengan cara kerja seperti itu, maka sistem PLTS memiliki kesempatan untuk melakukan pengisian ulang (recharging) mulai dari tegangan batas bawah sampai pada batas bawah rekoneksi. Batas tegangan kerja pada baterai berguna agar sistem PLTS tidak on atau off dalam waktu yang singkat, yang dapat menyebabkan komponen sistem mudah cepat rusak.
48
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
Baterai dalam menyimpan energi dari modul membutuhkan waktu yang tidak relatif singkat. Pada sistem PLTS yang dirancang, baterai yang digunakan memiliki tegangan 2V sebanyak 12 buah dipasang seri. Baterai 2V yang digunakan memiliki batas atas +0,2V dan batas bawah -0,15V. Berarti pada sistem PLTS, tegangan batas atas adalah 26,4V, tegangan batas bawah adalah 22,2V, dan tegangan batas bawah rekoneksi 23,3V. Sistem PLTS akan bekerja (on) apabila tegangan baterai mencapai batas bawah rekoneksi dan tidak bekerja (off) apabila tegangan baterai mencapai batas bawah. Baterai akan terisi penuh sampai pada tegangan batas atas. a. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem PLTS Dalam analisis kinerja sistem PLTS ini, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sistem yaitu: - Pengaruh faktor beban (jika beban yang digunakan rumah tangga tinggi maka PLTS tidak dapat bekerja lama, jika beban yang digunakan rumah tangga rendah maka PLTS dapat bekerja relatif lebih lama). - Pengaruh faktor intensitas sinar matahari (intensitas sinar matahari yang diterima oleh sistem PLTS akan tinggi pada saat langit cerah, dan intensitas tersebut akan berkurang bila dalam keadaan langit berawan). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi lamanya waktu PLTS bekerja. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang mempengaruhi lamanya waktu PLTS bekerja, mengacu pada asumsi perhitungan sebagaimana dipaparkan pada Tabel 4. Kondisi yang mempengaruhi lama waktu PLTS bekerja dari kondisi pertama sampai dengan kondisi ketujuh diuraikan sebagai berikut. 1. Kondisi Pertama: Kondisi → PLTS start, hanya melakukan pengisian. Sistem PLTS pada kondisi pertama belum digunakan untuk mensuplai beban listrik. Sistem hanya menerima energi dari matahari ke modul dan mengisi (charging) baterai sampai pada keadaan penuh. Sistem mulai bekerja mengisi energi ke baterai pada pukul 06.00 yaitu mulai pada tegangan 0V. Pada pukul 11.00 baterai terisi sampai pada tegangan batas bawah 22,2V. pada pukul 12.00 baterai terisi sampai pada tegangan batas bawah rekoneksi 23,3V. Baterai terisi penuh pada tegangan batas atas 26,4V pada pukul 16.00. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
49
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
Tabel 4. Profil Tegangan Baterai Charge Regulator yang Mempengaruhi Kerja PLTS* Waktu Kondisi Kondisi Kondisi Kondisi Kondisi Kondisi Kondisi ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 06.00 0 V 26,4 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 07.00 5,2 V 26,2 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 08.00 10,2 V 26,1 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 09.00 15,2 V 26 V 23,8 V 23,8 V 23,7 V 23,6 V 23,5 V 10.00 19,2 V 25,9 V 24,3 V 24,3 V 24,1 V 23,9 V 23,8 V 11.00 22,2 V 25,8 V 24,8 V 24,8 V 24,5 V 24,2 V 23,5 V 12.00 23,3 V 25,6 V 25,3 V 25,3 V 24,9 V 24,8 V 23V 13.00 24,2 V 25,4 V 25,8 V 26 V 25,4 V 24,4 V 22,2 V 14.00 24,6 V 25,2 V 25,3 V 25,3 V 24,8 V 23,8 V 22,2 V 15.00 25,4 V 25 V 24,8 V 24,8 V 24,2 V 23 V 22,2 V 16.00 26,4 V 24,8 V 24,3 V 24,3 V 23,6 V 22,2 V 22,2 V 17.00 24,4 V 23,8 V 23,8 V 23 V 22,2 V 22,2 V 18.00 23,8 V 23,3 V 23,3 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 19.00 23,3 V 22,7 V 22,7 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 20.00 22,8 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 21.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 23.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 24.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 01.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 02.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 03.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 04.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 05.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 06.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V *Keterangan: Ilustrasi profil tegangan dibuat dalam daerah kerja batas bawah 22,2V sampai dengan batas atas 26,4V berdasarkan variasi kondisi intensitas sinar matahari dan kondisi beban.
50
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
Waktu (jam)
Gambar 3. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-1, Kondisi ke-2, dan Kondisi ke-3 2. Kondisi Kedua: Kondisi → beban kecil ; cuaca cerah Pada kondisi kedua PLTS mulai bekerja mensuplai beban. Energi yang disuplai ke beban diambil dari energi yang telah disimpan oleh baterai pada kondisi pertama. Sistem PLTS mulai bekerja pada pukul 06.00 pada tegangan 26,4V. Sewaktu baterai menyalurkan energi ke beban, baterai juga melakukan pengisian energi dari modul. Pada kondisi kedua ini, beban yang digunakan kecil (dapat dilihat pada Gambar 4.) dan intensitas penyinaran matahari pada daerah tersebut dalam keadaan cukup baik (cuaca cerah). Pada saat baterai sudah mencapai tegangan batas bawah 22,2V, maka sistem PLTS tidak bekerja mensuplai beban (off), dan secara otomatis pasokan listrik digantikan oleh PLN, yaitu sekitar pukul 21.00. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. 3. Kondisi Ketiga: Kondisi → beban kecil ; cuaca mendung Pada kondisi ketiga baterai yang berada pada tegangan batas bawah 22,2V harus mengisi energi (charging) terlebih dahulu sampai pada tegangan batas bawah rekoneksi 23,3V. Keadaan tersebut terjadi pada pukul 06.00 sampai pukul 08.00. Selama baterai melakukan pengisian energi sampai pada batas bawah rekoneksi, maka PLTS belum dapat bekerja (off) dan suplai listrik masih dilakukan oleh PLN. Mulai pukul 08.00, saat baterai telah terisi sampai pada batas bawah rekoneksi, maka sistem PLTS mulai bekerja (on) mensuplai beban dan PLN tidak bekerja (off). Karna pada kondisi ketiga ini keadaan beban listrik kecil (dapat dilihat pada Gambar 4), dan keadaan cuaca mendung (intensitas penyinaran matahari kurang), maka sistem PLTS
51
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
dapat bekerja sampai pada pukul 20.00, yaitu pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah. Setelah PLTS tidak bekerja (off), kemudian PLN bekerja (on) mensuplai beban menggantikan PLTS. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Kurva Beban Kondisi ke-2 dan Kondisi ke-3 4. Hari Keempat: Kondisi → beban normal ; cuaca cerah Pada kondisi keempat tegangan baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, mulai mengisi energi pada pukul 06.00. Pada saat pengisian energi sampai pada batas bawah rekoneksi, yang bertindak sebagai pensuplai beban adalah PLN. Kemudian PLTS mulai bekerja pada pukul 08.00, pada saat baterai telah terisi sampai batas bawah rekoneksi 23,3V. Pada kondisi keempat ini, keadaan beban listrik normal (dapat dilihat pada Gambar 6.), dan keadaan cuaca cukup baik (cerah). Sistem PLTS tidak bekerja (off) pada pukul 20.00 pada saat tegangan baterai mencapai batas bawah 22,2V, dan kemudian pasokan beban digantikan oleh PLN. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. 5. Kondisi Kelima: Kondisi → beban normal ; cuaca mendung Pada kondisi kelima baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, harus diisi ulang (recharging) sampai pada batas bawah rekoneksi. Baterai mulai mengisi energi (charging) pada pukul 06.00. Pada pukul 08.00, baterai telah
52
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja (on) menggantikan PLN. Pada kondisi kelima, keadaan beban listrik normal (dapat dilihat pada Gambar 6.), dan keadaan cuaca mendung (intensitas penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja sampai pukul 18.00, yaitu pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah. Kemudian PLN bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Waktu (jam)
Gambar 5. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7
Gambar 6. Kurva Beban Kondisi ke-4 dan Kondisi ke-5
53
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
6. Kondisi Keenam: Kondisi → beban besar ; cuaca cerah Pada kondisi keenam tegangan baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, mulai mengisi energi pada pukul 06.00. Pada saat pengisian energi sampai pada batas bawah rekoneksi, yang bertindak sebagai pensuplai beban adalah PLN. Kemudian PLTS mulai bekerja pada pukul 08.00, pada saat baterai telah terisi sampai batas bawah rekoneksi 23,3V. Pada kondisi keenam ini, keadaan beban listrik cukup besar daripada hari-hari sebelumnya, dikarenakan penggunaan beban meningkat (dapat dilihat pada Gambar 7.), dan keadaan cuaca cukup baik (cerah). Sistem PLTS hanya mampu bekerja sampai pada pukul 16.00 pada saat tegangan baterai mencapai batas bawah 22,2V, dan kemudian pasokan beban digantikan oleh PLN. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 7. Kurva Beban Kondisi ke-6 dan Kondisi ke-7 7. Kondisi Ketujuh: Kondisi → beban besar ; cuaca mendung Pada kondisi ketujuh baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, harus diisi ulang (recharging) sampai pada batas bawah rekoneksi. Baterai mulai mengisi energi (charging) pada pukul 06.00. Pada pukul 08.00, baterai telah terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja (on) menggantikan PLN. Pada kondisi ketujuh, keadaan beban listrik cukup besar daripada hari-hari sebelumnya, dikarenakan penggunaan beban
54
Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik
meningkat (dapat dilihat pada Gambar 7.), dan keadaan cuaca mendung (intensitas penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja hanya sampai pukul 13.00, pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah. Kemudian PLN bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik. Waktu kerja PLTS relatif sangat singkat karena faktor beban yang begitu besar dan keadaan cuaca buruk. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 3. dan Gambar 5. dengan berbagai macam kondisi dari kondisi pertama sampai dengan kondisi ketujuh, dapat diketahui bahwa lama waktu kerja sistem PLTS dipengaruhi oleh faktor beban dan faktor cuaca. PLTS dapat bekerja relatif lebih lama apabila beban yang dipasok kecil dan kondisi cuaca cukup baik (cerah). PLTS dapat bekerja relatif lebih pendek apabila beban yang dipasok besar dan kondisi cuaca buruk (mendung). Semakin kecil beban yang digunakan rumah tangga dan semakin baik kondisi cuaca pada hari tersebut, maka akan semakin lama waktu kerja sistem PLTS. Semakin besar beban yang digunakan rumah tangga dan semakin buruk kondisi cuaca, maka akan semakin singkat waktu kerja sistem PLTS. Apabila sistem PLTS sudah tidak mampu untuk memasok beban, maka secara otomatis listrik PLN akan bekerja memasok beban.
5. Kesimpulan 1. Perancangan desain sistem hibrid antara PLTS dengan jala-jala listrik PLN telah berhasil dilakukan. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS bekerja (on) maka PLN tidak bekerja (off) dan begitu pula sebaliknya. Sistem PLTS dirancang untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga sekitar 30% dari beban keseluruhan, selebihnya sekitar 70% dipenuhi dari PLN. 2. Dalam perancangan sistem PLTS untuk daerah Jakarta, digunakan data insolasi matahari yang terendah dalam satu tahun sebagai dasar perhitungan agar sistem PLTS secara kontinu dapat tetap memasok energi listrik ke beban rumah tangga minimal 30% dari beban total. 3. Kinerja sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca dan faktor kondisi beban. 4. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka semakin besar energi listrik yang dihasilkan modul surya, sehingga semakin besar pula beban listrik yang mampu dipasok sistem PLTS.
55
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372
5. Pada sistem hibrid PLTS dan PLN untuk rumah perkotaan diperlukan switch controller yang berfungsi sebagai pengatur sumber pembangkit yang akan memasok listrik ke beban. 6. Semua peralatan yang digunakan pada sistem PLTS untuk rumah perkotaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sesuai dengan kapasitas berdasarkan perhitungan dan kapasitas terpasang, sehingga diharapkan sistem PLTS tersebut mampu memasok energi listrik ke beban secara kontinu dan handal.
Daftar Pustaka 1. Hankins, Mark. 1991. Small Solar Electric Systems for Africa. Motif Creative Arts, Ltd. Kenya. 2. Lubis, Abubakar dan Adjat Sudrajat. 2006. Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik. BPPT Press, Jakarta. 3. Strong, Steven J and William G. Scheller. 1993. The Solar Electric House. Chelsea Green ISBN 0-9637383-2-1
56