1
TESIS
PERAN LOCUS OF CONTROL DALAM HUBUNGAN JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA Studi Kasus : Karyawan PLN Denpasar
NI MADE NOVIARINI
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
2
PERAN LOCUS OF CONTROL DALAM HUBUNGAN JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA Studi Kasus : Karyawan PLN Denpasar
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen Pada Program Magister, Program Studi Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI MADE NOVIARINI NIM : 0790662006
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
3
ABSTRAK
PERAN LOCUS OF CONTROL DALAM HUBUNGAN JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA Studi Kasus : Karyawan PLN Denpasar Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran locus of control dalam hubungan job insecurity dengan komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Sampel dalam penelitian ini adalah 101 orang karyawan PLN terdiri dari karyawan tetap dan karyawan outsourcing dengan menggunakan spesifikasi metode non probability sampling yaitu purposive sampling. Teknik analisi data yang digunakan adalah analisis berdasarkan General Linier Model (GLM) dengan Analisis Varian Univariat (ANAVA) Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh antara job insecurity terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Namun bila memasukan peran locus of control dalam hubungan job insecurity dengan komitmen organisasi dan kepuasan karyawan maka kelompok karyawan dengan locus of control eksternal dalam lingkungan job insecurity tinggi memiliki komitmen dengan kepuasan kerja yang paling rendah dibandingkan pada karyawan yang memiliki locus of control internal Implikasi terhadap temuan dalam penelitian ini adalah agar perusahaan terus mengadakan tindakan penanganan mengenai pentingnya job insecurity dalam pekerjaan bagi karyawan. Perlu lebih sering diadakan pelatihan untuk meningkatkan rasa percaya diri karyawan sehingga masing-masing karyawan yakin akan kemampuannya dalam bekerja. Melibatkan karyawan dalam membuat keputusan-keputusan akan membuat karyawan lebih merasa dirinya adalah bagian dari perusahaan. Selalu membuka kesempatan bagi karyawan untuk menunjukkan potensi yang dimiliki, menjaga hubungan yang baik dengan sesama karyawan dan atasan untuk menciptakan suasana organisasi pembelajaran yang baik.
Kata kunci : locus of control, job insecurity, komitmen organisasi, kepuasan kerja
viii
4
ABSTRACT
THE ROLE OF THE LOCUS OF CONTROL IN THE CONNECTION OF THE JOB INSECURITY WITH THE ORGANIZATIONAL COMMITMENT AND JOB SATISFACTION A Case Study on : The Employees of PLN Denpasar This study aims to determine the role of locus of control in relation to job insecurity and organizational commitment and job satisfaction. The samples in this study were 101 employees of PLN (State-owned Power Company) consists of permanent employees and outsourced employees using non-probability sampling method specifications, namely purposive sampling. Data analysis technique used is based on analysis of General Linear Model (GLM) with a Univariate Varian Analysis (ANAVA) Results of this study indicate that there is no influence of job insecurity on organizational commitment and job satisfaction of employees. However, when entering the role of locus of control in relation job insecurity with organizational commitment and employee satisfaction then the group of employees with an external locus of control in an environment of high job insecurity has a commitment with the lowest job satisfaction, compared to employees who have an internal locus of control Implications of the findings in this study are that the company continues to conduct response actions on the importance of job insecurity in employment of employees. It is necessary to carry out trainings more frequently to improve selfesteem of employees so that each employee is confident of his/her ability to work. Involving employees in making decisions will make employees feel as a part of the company. Always give an opportunity for employees to show their potential, maintaining good relationships with fellow employees and superiors, in order to create a good organizational atmosphere.
Keywords: locus of control, job insecurity, organizational commitment, job satisfaction
ix
5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengurusi semua aspek kelistrikan yang ada di Indonesia. PLN memegang kuasa pemerintah sebagai penyedia dan penyaluran tenaga listrik secara kontinyu kepada masyarakat. Dalam perjalananya selaku perusahaan listrik terbesar di bisnis kelistrikan di Indonesia, PLN dihadapkan oleh tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, membaiknya perekonomian nasional yang memberikan dampak membaiknya pertumbuhan ketenagalistrikan di Indonesia. kedua, diberlakukannya UU. No 20 tahun 2002 yang merubah lingkungan bisnis menjadi sarat dengan kompetisi. Membaiknya perekonomian nasional merupakan tantangan bagi PLN untuk terus memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggannya. Sedangkan lingkungan bisnis yang sarat dengan kompetisi akan merupakan tantangan bagi PLN sebagai perusahaan monopoli untuk menjadi salah satu pemain dalam bisnis kelistrikan. Kedua tantangan tersebut harus dapat dijawab PLN agar visi perusahaan untuk menjadi perusahaan Layanan Kelas Dunia - WCS (World Class Services) dapat terwujud . Untuk membantu kelancaran penanganan pelanggan, PLN Distribusi Bali membentuk organisasi yang lebih fokus kepada pelaksanaan pekerjaan di lapangan untuk meningkatkan Citra Perusahaan yaitu, 7 unit Area Pelayanan (AP), 3 unit Area Jaringan (AJ), 1 unit Area Pengatur Distribusi (APD), dan 1 unit
1
6
Area Pelayanan Tegangan Menengah (APTM). PLN Area Pelayanan (AP) Denpasar adalah salah satu kantor cabang yang didirikan untuk melayani pelanggan di daerah bagian denpasar. Sebagai area pelayanan yang memiliki jumlah pelanggan terbanyak di Bali PLN (Persero) AP Denpasar harus memberikan kualitas pelayanan yang baik bagi masyarakat melalui kinerja karyawan yang baik. Data jumlah pelanggan didaerah Bali dapat dilihat pada table1.1 Tabel 1.1 Jumlah Pelanggan listrik prabayar PLN Bali Th.2009 Bulan
Denpasar
Kuta
Tabanan
Gianyar
Klungkung
Negara
Singaraja
Unit
Januari
257
127
46
158
248
103
202
Februari
266
53
39
111
44
60
77
Maret
323
125
50
8
20
5
10
April
60
27
12
2
2
-
1
Mei
702
211
238
142
196
91
41
Juni
992
229
147
149
296
101
158
Juli
608
114
196
67
69
60
128
Agustus
519
87
57
163
129
65
212
September
292
66
49
182
199
56
57
Oktober
711
294
167
139
231
169
113
November
825
125
232
143
160
132
292
Desember
408
193
299
157
472
99
256
1.597
1.508
1.421
2.066
941
1.545
JUMLAH
5.963
Sumber : Data Statistik PLN Distribusi Bali 2009
7
NEGARA 941 6.85 %
SINGARAJA 1.545 10.28 %
KLUNGKUNG 2.066 13.72 %
DENPASAR 5.963 39.61%
GIANYAR 1.421 9.44%
TABANAN 1.508 10%
KUTA 1.597 10.61 %
Gambar 1.1 Grafik delta pelanggan per area pelayanan Sumber Data Statistik PLN Distribusi Bali 2009
Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang (front desk, admin, survey, satpam, pencatat rekening, cleaning servise, tukang kebun) diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing”. Dewasa ini banyak perusahaan yang memutuskan untuk melakukan outsourcing, karena dengan melakukan outsourcing, perusahaan akan mampu mengembangkan suatu strategi persaingan yang kompetitif. Berdasarkan survey
8
internasional (divisi PPM Manajemen, 2008) keuntungan outsourcing yang berada 3 urutan atas adalah : 1) Sebanyak 75 persen pelanggan mengatakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan outsourcing mereka yaitu : fokus pada core business mereka. (35 persen telah mampu fokus pada core business mereka sebagai tujuan utama). 2) Sebanyak 75 persen dari pelanggan mengatakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan outsourcing mereka yaitu : mengurangi pengeluaran (67 persen telah mampu mengurangi pengeluaran mereka sebagai tujuan utama). 3) Sebanyak 65 persen dari pelanggan mengatakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan outsourcing mereka yaitu : meningkatkan proses (48 persen telah mampu meningkatkan proses sebagai tujuan utama). Saat ini, banyak industri jasa yang menetapkan kebijakan perekrutan karyawan secara kontrak. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa 73 persen perusahaan menggunakan tenaga outsourcing dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan sisanya yaitu 27 persen tidak menggunakan tenaga outsourcing. (divisi PPM Manajemen, 2008) Sebagian besar alasan diberlakukan kebijakan tersebut adalah pemangkasan biaya karyawan dimana karyawan kontrak mendapatkan imbalan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan karyawan tetap (Gambar1.2)
9
Gambar 1.2 Perusahaan yang menggunakan tenaga outsourcing Sumber Divisi PPM Manajemen Th. 2009 Jika dilihat dari status kepemilikan, diketahui bahwa BUMN, Joint Venture dan Nirlaba menggunakan 100 persen tenaga outsource dalam kegiatan operasionalnya. Sedangkan untuk swasta nasional menggunakan tenaga outsource sebanyak 57.69 persen dan swasta asing menggunakan sebanyak 85.71 persen seperti pada gambar 1.3 Nirlaba
100,00%
Joint Venture
100%
BUMN
100%
IYA TIDAK
Swasta Asing Swasta Nasional
14,2914,29% %
42,31 % 42,31%
85,71%
YA TIDAK
57,69%
Gambar 1.3 Perusahaan Yang Menggunakan Outsource Sumber Divisi PPM Manajemen dasarkan Status Kepemilikan Th.2009
Seperti yang diketahui bahwa manusia memegang peranan yang paling penting dalam sebuah perusahaan, karena lewat hasil kerja manusialah akan dihasilkan produk-produk yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam bisnis yang dijalankan. Dengan sumber daya manusia yang baik setiap organisasi
10
bisnis akan memiliki kekuatan kompetitif (Handoko, 2001). PLN adalah salah satu perusahaan yang juga menggunakan tenaga outsourcing dalam pengelolaan tenaga kerjanya. Jumlah karyawan PT PLN (Persero) AP Denpasar adalah 236 orang dengan rincian seperti pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Daftar Pegawai PLN (Persero) AP Denpasar per November Th.2009 NO 1 2 3 4 5 6 7 8
JABATAN Manager Supervisor Assitant Manager Assitant Officer Assitant Analyst Junior Officer Tenaga Outsourcing Bidang Pekerjaan Utama Tenaga kerja Outsourcing Bidang Pekerjaan penunjang TOTAL
JUMLAH (orang) 2 7 5 34 4 14 35 135 236
Sumber : Bagian SDM PT PLN (Persero) AP Denpasar Th.2009 Berdasarkan Tabel 1.2 keseluruhan karyawan yang dimiliki yaitu sebanyak 236 orang yang terbagi menjadi 7 bagian, pegawai tetap berjumlah 66 orang dan ditambah dengan tenaga outsourcing sebanyak 170 orang yang dibagi menjadi dua bagian yaitu tenaga outsourcing bidang pekerjaan utama berjumlah 35 orang dan tenaga kejra outsourcing bidang pekerjaan penunjang sebanyak 135 orang. Karyawan outsourcing ini adalah karyawan yang diperbantukan untuk bekerja di PLN. Tenaga kerja outsourcing bidang pekerjaan utama diantaranya adalah bagian adminstrasi, survey, satpam, sopir dan front desk, sedangkan untuk tenaga kerja outsourcing bidang pekerjaan penunjang diantaranya adalah bagian cater, cleaning service, tukang kebun. Karyawan ini bisa ditempatkan di posisi mana saja yang perusahaan butuhkan namun dalam pelaksanaanya selalu didampingi
11
oleh karyawan senior dan selalu mendapatkan pelatihan terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugas di posisi masing-masing. Karyawan outsourcing ini adalah karyawan dengan sistem kontrak yang masa kerjanya adalah satu tahun dan akan terus diperpanjang setiap tahunnya apabila masih dibutuhkan oleh perusahaan. Rekapitulasi tenaga kerja outsourcing Tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 1.3 Tabel 1.3 Rekapitulasi tenaga kerja outsourcing Th.2009
NO
UNIT
PEG/ orang
BIDANG PEKERJAAN UTAMA/ orang ADM
TEKNIK
SURVEY
SATPAM
SOPIR
FRONT
JMLH
DEST
OS
1
AP DEN
66
8
-
-
15
2
10
35
2
AP KUT
35
3
AP TAB
24
4
AP GIA
28
3
-
-
7
1
10
21
5
47
7
AP KLU
-
-
26
1
-
39
8
AP NEG
12
10
6 9
10
11 12 13
AP SIN
33
APTM
AJ BATAN
177
AJ BATUR
92
AJ BARA
80
APD
73
KTR DIS
200
JUMLAH
886
18
16 9
15 14 5
-
-
7
-
12
-
8
-
12 2
24
140
120
10
6
-
-
8
2
10 37
161
40 34 4
218
-
120
28 18 35
188
1 1 1 1 2 2 1 2 1
19
35
-
24 22 28 23 9
-
296
-
15
-
20
71 64 95
742
Sumber : Sumber : Data Statistik PLN Distribusi Bali 2009
Walaupun banyak penelitian yang menyebutkan bahwa sistem outsourcing menguntungkan tapi banyak pula pro dan kontra akan penggunaan outsourcing di perusahaan, diantaranya adalah outsourcing menyebabkan ketidakamanan dalam pekerjaan (job insecurity). Dalam hal ini job insecurity diartikan sebagai tingkat dimana pekerja merasa pekerjaanaanya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut (Ashford dkk, 1989).
12
Job Insecurity merupakan pandangan subjektif individu terhadap situasi atau peristiwa di tempatnya bekerja. Pandangan ini memungkinkan individu berpikir dan menilai situasi secara berbeda (Sverke & Hellgren, 2002). Dengan demikian, ada orang yang menganggap situasi atau lingkungannya sebagai hal yang tidak mengancam dirinya. Orang yang bekerja sebagai tenaga kerja outsourcing bekerja berdasarkan pada kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya. Keadaan ini memungkinkan adanya ketidakpastian akan kelanjutan kontrak kerja. Karyawan di negara maju juga mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan. Akibat berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Kurangnya rasa percaya pada organisasi akan berpengaruh terhadap moral dan motivasi karyawan. Hasil studi menunjukkan bahwa dalam job insecurity terdapat elemenelemen multidimensi. Sebagai contoh, banyak karyawan tidak mencemaskan tentang hilangnya pekerjaan semata, tetapi yang mereka cemaskan adalah hilangnya kekuatan (power) yang dimiliki atas pekerjaan yang dilakukan ataupun kesempatan-kesempatan yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut seperti status atau promosi. Hasil dari wawancara dengan karyawan outsourcing PLN mengatakan bahwa ada beberapa keluhan yang disampaikan diantaranya mulai dari pembagian
13
beban kerja karyawan outsourcing yang lebih berat ketimbang pegawai tetap, namun dengan bayaran lebih kecil. Hal ini dinilai menimbulkan rasa ketidakadilan. Keluhan lain, mengenai jenjang karir yang tidak jelas, karena nasib perpanjangan kontrak perusahaan outsourcing tersebut terbilang singkat sehingga banyak karyawan outsoucing yang tidak memiliki kepastian pada masa depannya, Pasewark dan Strawser (1996) menerangkan mengenai empat variabel pendahulu (anteseden), yang oleh Suwandi dan Indriantoro (1999) disebut prediktor, dari job insecurity berdasarkan hasil studi sebelumnya, yaitu : konflik peran (Katz dan Kahn 1978), ketidakjelasan peran (Greenhalg dan Rosenblat 1984), locus of control (Anderson, 1977), dan perubahan organisasi (Schweiger dan Ivancevich, 1985). Sedangkan menurut Ashford (1989) diketahui dampak dari job insecurity tersebut adalah komitmen organisasi, kepuasan kerja, trust organisasi yang rendah. Menurut Forbes (Asford, dkk, 1989) job insecurity memiliki hubungan yang positif dengan komitmen dan rasa percaya karyawan terhadap perusahaan. Hal ini disebabkan karena karyawan merasa kehilangan kepercayaan akan nasib mereka pada perusahaan dan lama-kelamaan ikatan antara karyawan dan organisasi menghilang. Rosenblatt dan Ruvio (1996) menyatakan bahwa pada akhirnya kondisi job insecurity memiliki efek negatif terhadap komitmen organisasi serta prestasi kerja karyawan. Hasil penelitian Pasewark dan Strawser (1996) menunjukkan bahwa job insecurity merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang memilih bertahan dengan pekerjaannya atau tidak.
14
Ashford, dkk (1989) mengatakan juga bahwa job insecurity memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja. Karyawan yang merasa dirinya tidak aman (insecure) tentang kelangsungan pekerjaan mereka, cenderung merasa tidak puas dibandingkan mereka yang merasakan kepastian masa depan pekerjaan mereka. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan pernyataan emosional yang positif atau menyenangkan sebagai akibat dari apresiasi pekerja terhadap pekerjaan tertentu. Penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja umumnya menguji kaitan antara kepuasan kerja dengan implikasi atau konsekuensinya dan faktor-faktor penyebabnya. Implikasi kepuasan kerja sering dikaitkan dengan peningkatan kerja individual, kemangkiran, tingkat perputaran kerja (Luthans, 1998). Pasewark dan Strawser
(1996) sendiri menemukan bukti empiris bahwa job insecurity
mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan kepercayaan organisasional yang akhirnya mempunyai hubungan dengan keinginan berpindah karyawan. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan
serangkaian
pandangan
individu
mengenai
kemungkinan
terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional utama pada pekerjaan . Diketahui bahwa karakteristik personal berpengaruh terhadap job insecurity. Diantaranya adalah locus of control, self esteem, optimisme vs pessimisme, sense of coherence, karakteristik personal lainnya adalah trust. Menurut Greenhalgh dan
15
Rosenblatt (1984) locus of control didefinisikan sebagai keyakinan masingmasing individu karyawan tentang kemampuannya untuk bisa mempengaruhi semua kejadian yang berkaitan dengan dirinya dan pekerjaannya. Locus of control menurut Kreitner dan Kinicki (2003) terdiri dari dua konstruk yaitu internal dan eksternal, dimana apabila seseorang yang meyakini bahwa apa yang terjadi selalu berada dalam kontrolnya dan selalu mengambil peran serta bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan termasuk dalam internal locus of control, sedangkan seseorang yang meyakini bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya termasuk dalam external locus of control. Spector (Falikhatun, 2003) menyatakan bahwa berdasarkan teori locus of control, seseorang yang merasa tidak nyaman dalam satu lingkungan budaya tertentu akan mengalami ketidakberdayaan dan kekhawatiran. Penelitian ini mengangkat empat variabel untuk diteliti yaitu, variabel job insecurity, komitmen organisasi, kepuasan kerja dan locus of control. PT PLN Denpasar adalah perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing yang dimana karyawan outsourcing pada perusahaan ini ditempatkan pada posisi yang berhubungan langsung dengan konsumen. Oleh karena itu menarik untuk diteliti kembali, berdasarkan temuan-temuan peneliti terdahulu seperti tersebut di atas permasalahan mengenai ketidakamanan kerja (job insecurity) yang terjadi antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing sebagai pelaku garis depan yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi dan kepuasan kerja dan dapat berdampak langsung kepada kualitas pelayanan kepada konsumen.
16
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)
Apakah job insecurity mempengaruhi komitmen organisasi karyawan di PLN Denpasar ?
2)
Apakah job insecurity mempengaruhi kepuasan kerja karyawan di PLN Denpasar ?
3)
Apakah pada kelompok karyawan dengan locus of control internal, efek job insecurity terhadap komitmen organisasi karyawan, lebih tinggi dibandingkan dengan pada kelompok karyawan dengan locus of control eksternal ?
4)
Apakah pada kelompok karyawan dengan locus of control internal, efek job insecurity terhadap kepuasan kerja karyawan, lebih tinggi dibandingkan dengan pada kelompok karyawan dengan locus of control internal rendah ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui apakah Job Insecurity berpengaruh nyata terhadap komitmen organisasi karyawan di PLN Denpasar. 2) Untuk mengetahui apakah job insecurity berpengaruh nyata terhadap kepuasan kerja karyawan di PLN Denpasar. 3)
Untuk mengetahui perbedaan efek job insecurity terhadap komitmen organisasi karyawan di PT. PLNDenpasar pada kelompok karyawan dengan locus of control internal dibandingkan kelompok karyawan dengan locus of control eksternal.
17
4)
Untuk mengetahui efek job insecurity terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. PLN (persero) pada kelompok karyawan dengan locus of control internal dibandingkan kelompok karyawan dengan locus of control eksternal.
1.4 Manfaat Penelitian 1) Untuk menguji efek job insecurity terhadap komitmen organisasi
dan
kepuasan kerja dalam hubungannya dengan locus of control karyawan di PT PLN area pelayanan Denpasar 2) Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran dalam merumuskan kebijakan yang berhubungan outsourcing karyawan dan dalam pengembangan SDM untuk mencapai komitmen organisasi dan kepuasan kerja karyawan yang baik. 3) Bagi pimpinan perusahaan, penelitian ini dapat memberikan informasi sejauh mana kepuasan kerja karyawan dan komitmen organisasi ditinjau dari perbedaan locus of control dan job insecurity sehingga diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan praktis bagi pimpinan perusahaan dalam mengambil kebijakan atau keputusan bagi pengembangan perusahaan atau organisasi. 4) Bagi karyawan hasil penelitian dapat memberikan masukan informasi dan pemahaman mengenai komitmen organisasi melalui perbedaan locus of control, sehigga karyawan setidaknya mampu mengaplikasikan semua potensi kreativitasnya dalam pekerjaan dan mampu memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi tempat bekerja.
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Outsourcing Dalam pelaksanaan outsourcing, terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu perusahaan outsourcing, perusahaan pengguna jasa outsourcing dan tenaga kerja outsourcing (Jehani, 2008). Menurut Haines (Greaver, 1999), outsourcing adalah menggunakan perusahaan penyedia jasa eksternal untuk menjalankan beberapa aktivitas perusahaan dengan baik. Sedangkan Damanik (2006), mengatakan bahwa outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen keseharian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Menururt Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Tambusai (2004), outsourcing atau padanan katanya alih daya, adalah memborongkan satu bagian atau beberapa bagian dari kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan. Dalam hubungan ini terdapat dua perusahaan yang terlibat. Perusahaan pertama yang terlibat adalah perusahaan outsourcing,
yaitu
perusahaan
yang
khusus
menyeleksi,
melatih
dan
mempekerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu produk/jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya yang dikenal sebagai perusahaan outsourcing (perusahaan penyedia jasa tenaga kerja). Sedangkan perusahaan yang kedua merupakan perusahaan pengguna jasa outsourcing. 14
19
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa pengertain outsourcing yang digunakan oleh peneliti adalah memborongkan atau mendelegasikan satu bagian atau beberapa bagian dari kegiatan perusahaan kepada perusahaan penyedia jasa eksternal. 2.1.1 Perusahaan outsourcing Berdasarkan pasal 1 pada Kep.220/MEN/X/2004 (dalam suhardi 2006) tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain bahwa perusahaan outsourcing (perusahaan penerima pekerjaan) adalah perusahaan yang menerima penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. Menurut Suhardi (2006), dalam praktiknya, diketahui ada dua macam outsourcing yang dikenal, yaitu : 1) Outsourcing pekerjaan (bussines process) Pada outsourcing jenis ini yang ditetapkan adalah perjanjian pemborongan pekerjaan. Perusahaan pengguna jasa outsourcing memberikan sebagian pekerjaan yang bukan pekerjaan pokok kepada perusahaan lain (perusahaan pemborongan pekerjaan), sehingga dapat dikatakan ada sebuah perusahaan pemberi kerja dan perusahaan penerima kerja. 2) Outsourcing pekerja (personel) Pada outsourcing pekerja tidak dapat diterapkan perjanjian pemborongan kerja karena yang dialihkan adalah tugas dan tenaga kerjanya. Maksudnya, bagian fungsi-fungsi tertentu dari perusahaan dikerjakan oleh pekerja dari luar perusahaan, dimana pekerja tersebut terikat hubungan kerja dengan perusahaan outsourcing yang kegiatan usahanya adalah penyedia jasa
20
pekerja. Pada outsourcing jenis ini, biasanya yang dialihkan adalah tugas pekerja pada satuan tertentu, seperti pengamanan, cleaning service, dll. Dengan demikian, untuk bagian fungsi satuan/sektor tertentu dikerjakan oleh pekerja yang berasal dari perusahaan penyedia jasa, dimana pekerja tersebut terikat oleh hubungan kerja dengan perusahan penyedia jasa pekerja tersebut. Dalam perusahaan outsourcing yang berbentuk penyedia jasa pekerja, terdapat dua perjanjian kerja yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan outsourcing, yaitu : 1) Perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa outsourcing dengan perusahaan outsourcing. 2) Perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja perusahaan penyedia jasa pekerja atau yang dikenal dengan tenaga kerja outsourcing. 2.1.2 Tenaga kerja outsourcing Tenaga kerja outsourcing adalah tenaga kerja yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan pada perusahaan tersebut, yang diperoleh melalui perusahaan penyedia tenaga kerja (Damanik, 2006). Menurut UU. No 13 tahun 2003 pasal 66 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja outsourcing tidak diperbolehkan untuk melaksanakan kegiatan pokok (inti) atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, melainkan hanya untuk kegiatan yang bersifat penunjang kegiatan inti. Pekerjaan yang
21
berfungsi sebagai kegiatan penunjang tersebut adalah cleaning service, catering, tenaga pengamanan (security), usaha penunjang di pertambangan atau perminyakan, serta usaha penyedia angkutan. Hubungan kerja yang terjadi antara tenaga kerja outsourcing dengan perusahaan outsourcing dituangkan dalam perjanjian kerja tertulis. Bentuk perjanjian kerja yang biasanya digunakan adalah PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Mengacu pada pasal 59 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, PKWT adalah perjanjian kerja antara tenaga kerja dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Menurut Khakim dalam Irene (2008), jangka waktu PKWT dapat diperpanjang atau diperbaharui dengan jangka waktu 3 tahun, dengan perincian : 1) Jangka waktu perjanjian kerja tertentu dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (pasal 59 ayat 4) 2) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun (pasal 59 ayat 6)
2.2 Job Insecurity Pada akhir tahun 1970-an, perekonomian dunia mengalami penurunan drastis yang menyebabkan munculnya perubahan-perubahan dalam organisasi, seperti restrukturisasi, merger, dan akuisisi. Perubahan organisasi tersebut mengakibatkan banyaknya pemutusan hubungan kerja pada tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal
22
tersebut tentunya menimbulkan perasaan tidak aman bagi tenaga kerja karena berkaitan dengan kelanjutan dan masa depan pekerjaan, yang dikenal dengan job insecurity (Sverke & Hellgreen, 2002). Sejak saat itu, job insecurity menjadi suatu konstruk yang penting untuk diteliti berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan job insecurity terhadap perilaku tenaga kerja dalam organisasi. Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai Job insecurity. Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (1984), Job insecurity adalah ketidak berdayaan untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena ancaman situasi dari suatu pekerjaan. Sementara itu, Hartley, Jacobson, dkk (Sverke, Hellgren & Naswall, 2002) mengatakan bahwa job insecurity adalah ketidakamanan yang dirasakan seseorang akan kelanjutan pekerjaan dan aspek-aspek penting yang berkatian dengan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan Sverke dan Hellgren (2002) mengungkapkan bahwa job insecurity adalah pandangan subjektif seseorang mengenai situasi atau peristiwa ditempatnya bekerja. Perlu diketahui bahwa job loss dan job insecurity adalah dua hal yang berbeda. Job loss adalah suatu peristiwa dimana seseorang kehilangan pekerjaan. Sedangkan pada job insecurity, individu belum mengalami kehilangan pekerjaan melainkan berada pada situasi yang dapat menyebabkan munculnya perasaan tidak aman akan kelanjutan pekerjaannya saat ini (Sverke, dkk.2002) Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa job insecurity adalah pandangan individu terhadap situasi yang ada dalam organisasi tempatnya bekerja yang menimbulkan
23
ketidakamanan akan kelanjutan pekerjaannya, dan hal ini menyebabkan individu merasa tidak berdaya. 2.2.1
Komponen job insecurity Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengungkapkan bahwa job insecurity
terdiri dari dua aspek, yaitu aspek ancaman akan kehilangan pekerjaan itu sendiri dan aspek ancaman kehilangan faset-faset penting dalam pekerjaan, seperti gaji, kesempatan untuk promosi dan lain sebagainya. Berdasarkan pada kedua aspek job insecurity di atas, Asford (1989) mengembangkan komponen-komponen job insecurity menjadi : 1) Keparahancaman (severity of threat) Keparah ancaman meliputi seberapa besar individu mempersepsikan adanya ancaman terhadap aspek-aspek dalam pekerjaan dan ancaman terhadap pekerjaan secara keseluruhan. (1) Ancaman terhadap aspek-aspek dalam pekerjaan Aspek-aspek yang berkatian dengan pekerjaan, meliputi kesempatan untuk promosi, kebebasan menentukan jadwal pekerjaan, dll. Persepsi seseorang mengenai besarnya ancaman aspek-aspek pekerjaan dapat diketahui melalui seberapa besar aspek-aspek itu dirasakan penting dan seberapa besar kemungkinan individu akan kehilangan aspek-aspek tersebut. Semakin penting dan semakin tinggi aspek-aspek tersebut dipersepsikan mungkin hilang, maka semakin tinggi tingkat ancaman terhadap aspekaspke dalam pekerjaan yag dirasakan individu tersebut. (2) Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan
24
Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan merupakan persepsi seseorang mengenai adalanya kejadian-kejadian negatif yang dapat mempengaruhi pekerjaannya, seperti diberhentikan untuk sementara waktu. Ancaman tersebut dapat diketahui melalui seberapa penting dan seberapa mungkin kejadian-kejadian negatif tersebut dipersepsikan akan mempengaruhi pekerjaannya secara keseluruhan. 2) Ketidakberdayaan (powerlessness) Ketidakberdayaan menujukkan ketidakmampuan seseorang untuk mencegah munculnya ancaman yang berpengaruh terhadap aspek-aspek pekerjaan dan pekerjaan secara keseluruhan. Semakin individu merasa tidak berdaya, semakin tinggi tingkat Job insecurity.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi job insecurity Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi munculnya job isecurity dalam diri tenaga kerja adalah Irene (2008): 1) Karakterisrik demografis Karakteristik demografis yang dapat mempengaruhi job insecurity meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja, status pernikahan dan tingkat pendidikan. (Kinnunen, Dkk, 2000). Pria memilki tingkat job insecurity yang lebih tinggi dibandingkan wanita karena berkaitan dengan peran pria
25
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga pria akan lebih tegang ketika kehilangan pekerjaan. Usia memiliki hubungan positif dengan job insecurity. Sebaliknya, pendidikan dan masa kerja berhubugan negatif dengan job insecurity, yaitu semakin rendah pendidikan semakin pendek masa kerja, maka semakin tinggi job insecurity seseorang. 2) Karakteristik pekerjaan Menurut Jacobson dan Hartley (Hasselink & Van Vuuren, 1999) karakteristik pekerjaan itu sendiri dapat mempengaruhi job insecurity pada tenaga kerjanya.
Job insecurity biasanya rentan terjadi pada tenaga kerja yang masa depan pekerjaannya tidak pasti, yang bisa dialami pada : 1) Karyawan tetap yang terancam kehilangan pekerjaan 2) Freelancer (pekerja jasa yang tidak terikat pada suatu organisasi) dan karyawan kontrak. 3) Karyawan baru yang berada dalam masa percobaan. 4) Karyawan dari secondary labour market, seperti kelompok suku bangsa minoritas, pekerja yang cacat, pekerja musiman, dan karyawan yang berasal dari agen penyedia karyawan kontrak. 5) Kondisi lingkungan
26
Lingkungan merupakan sumber ancaman yang berada diluar kontrol individu. Ancaman yang berasal dari lingkungan ini meliputi merger, akuisisi, pengurangan jumlah karyawan, reorganisasi dan penggunaan tekhnologi baru. 6) Ketidakjelasan peran Ketidakjelasan peran berkaitan dengan seberapa banyak informasi yang dimilki oleh tenaga kerja mengenai tuntutan pekerjaan dan prosedur kerja. Apabila tenaga kerja tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tanggung jawabnya, prosedur kerja dan kurang adanya umpan balik menyebabkan tenaga kerja tidak dapat melaksanakan tugasnya. Pada akhirnya, tenaga kerja tidak mampu memenuhi kontrak psikologisnya sebagai tenaga kerja dan dapat memperbesar job insecurity dalam dirinya (Ashford, dkk. 1989)
7) Locus of control Locus of control merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena berhubungan dengan bagaimana individu menginterprestaikan ancaman yang berasal dari lingkungan. Tenaga kerja dengan
Locus Of control internal
cenderung menganggap lingkungan memberikan pengaruh yang rendah dan lebih percaya kepada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi ancaman apapun yang berasal dari lingkungan (Asford, 1989). Sebaliknya tenaga kerja dengan locus of control ekseternal menganggap lingkungan memberikan peran yang lebih besar terhadap nasibnya dibandingkan dengan kemampuannya sendiri. 8) Nilai pekerjaan
27
Nilai dari suatu pekerjaan tentunya dimaknai berbeda oleh setiap orang. Bagi kebanyakan individu, pekerjaan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial. 2.2.3 Dampak job insecurity Greenhalgh dan Rosenblatt (Ashford, 1989) mengkonseptualisasikan job insecurity sebagai suatu sumber stress yang melibatkan ketakutan, kehilangan potensi dan keccemasan. Salah satu akibat dari stress tersebut adalah bentuk permasalahan somatic, seperti tidak bissa tidur dan kehilangan selera makan. Wish dan coke (Ashford dkk, 1989) menyatakan bahwa persaan job insecurity dapat meningkatkan masalah somatic dan hipertensi. Berdasarkan penulisan Ashford (1998), diketahui bahwa job insecurity yang tinggi yang dirasakan karyawan akan berhubungan dengan : 1) Keinginan untuk mencari pekerjaan baru Ketegangan yang dipengaruhi oleh job insecurity juga penting disebabkan karena efeknya terhadap turnover. Seperti stressor yang lainnya, job insecurity mungkin berhubungan dengan respon penarikan diri – sebuah usaha untuk menghindari stress. Oleh karena itu, Job Insecurity seharusnya mempunyai hubungan yang positif dengan keinginan untuk bekerja. Orang yang mengalami job insecurity mungkin juga meninggalkan pekerjaan demi alasan yang masuk akal. Hal ini akan masuk akal bagi karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaan mereka, kemudian mencari
28
kesempatan karir yang lebih aman menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (Ashford dkk. 1989) 2) Komitmen organisasi yang rendah Penulisan telah mengindikasikan bahwa orang-orang mengembangkan pendekatan efektif dalam sikap terhadap perusahaan sepanjang waktu oleh Mowday (Ashford dkk, 1989) yang ditunjukkan sebagai level komitmen, kepuasan dan kepercayaan yang tinggi. Perasaan job insecurity dapat mengancam pendekatan tersebut terhadap perusahaan. Karyawan mengharapkan perusahaan dapat diandalkan untuk menegakkan akhir dari kontrak psikologis diantara mereka menurut Buchanan
(Ashford
dkk,
1989).
Penerimaan
job
insecurity
mungkin
merefleksikan persepsi individu bahwa perusahaan telah membatalkan kontrak psikologis, dalam hal ini tampilan penting terancam, pekerjaan berada dalam bahaya (bahkan keduanya) dan kesetiaan dipengaruhi secara negatif menurut Romzek (Ashford dkk.1989) 3) Trust organisasi yang rendah Individu yang merasa bahwa perusahaan tidak dapat diandalkan untuk menghasilkan komitmen terhadap karyawannya, dapat mengurangi komitmen keryawan terhadap organisasi. Job Insecurity akan berhubungan secara negatif dengan komitmen karyawan dan kepercayaan mereka terhadap perusahaan, Forbes(Ashford dkk.1989). Hubungan ini akan terjadi karena karyawan yang insecure akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan bahwa perusahaan dapat diandalkan dan pendekatan mereka terhadap perusahaan mereka akan berkurang. 4) Kepuasan kerja yang rendah
29
Persepsi terhadap job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan pengukuran kepuasan kerja. Dari penulis sebelumnya Oldham, dkk (Ashford dkk. 1989) dapat diketahui bahwa karyawan dengan tingkat persepsi terhadap job insecurity yang rendah akan kurang puas dengan pekerjaan mereka. Para peneliti telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu respon afektif terhadap pekerjaan dan tugas-tugas, Locke (Ashford dkk.1989). Orang berespon secara afektif terhadap pekerjaan dalam kondisi dimana mereka secara kognitif merepresentasikan atau menerima pekerjaan tersebut menurut Hackman & Oldham (Ashford, 1989)
2.3 Komitmen Organisasi Menurut Armstrong (1999), ada dua aliran pemikiran tentang komitmen. Aliran yang pertama aliran yang mengedepankan dari kontrol menuju komitmen (from control to commitment) yang dipelopori oleh Walton (Armstrong 1999). Menurutnya, kinerja akan meningkat jika organisasi berpindah dari pendekatan tradisional yang menekankan kontrol ke pendekatan yang lebih menitikberatkan pada manajemen pendorong kerja (workforce management). Hal ini dicapai dengan cara memantapkan perintah, mengolah kontrol dan mencapai efesiensi dalam dorongan kerja. Menurut Walton (Armstrong 1999) , pendekatan ini sebaiknya diganti dengan strategi komitmen. Pekerja akan menampilkan respon terbaik dan terkreatif mereka tidak pada saat mereka dikontrol secara ketat oleh managemen, diletakkan
30
pada pekerjaan yang telah ditentukan secara ketat dan diperlakukan secara kaku, namun kondisi ini akan dijumpai pada saat mereka diberi tanggung jawab yang lebih luas, ditantang untuk memberi kontribusi dan dibantu untuk mencapai kepuasan ditempat kerja (Armstrong,1999). Menurut Walton (Armstrong), new commitment based approach memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pekerjaan didesain lebih luas dari sebelumnya (dikombinasikan dengan perencanaan dan implementasi serta mencakupkan pula usaha-usaha untuk meningkatkan tindakan-tindakan, tidak hanya sekedar mempertahankan (maintain) semata 2) Tanggung jawab individu diharapkan berubah seiring dengan perubahan kondisi-kondisi dan team, tidak hanya individu-individu semata. Dengan hirarki manajemen yang relatif datar (flat) serta perbedaan status diminimalkan, kontrol dan koordinasi lateral tergantung pada tujuan-tujuan yang bersama dan menonjolkan keahlian, bukan posisi formal yang mempengaruhi. Aliran kedua adalah aliran Japannese / excellence yang ditampilkan oleh Pascale dan Athos (1981) yang melihat pola komitmen yang menghubungkan pencapaian prestasi terbaik (excellence) untuk mendapatkan komitmen utuh sebagai pendorong kerja pada suatu organisasi sebagaimana yang banyak dijumpai di negara Jepang. (Armstrong, 1999). Usaha untuk menjelaskan rahasia kesuksesan bisnis bangsa Jepang sampai pada terbentuknya teori yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi orang-orang untuk mencapai komitmen penuh pada nilai-nilai organisasi adalah
31
melalui kepemimpinan (leadership) dan keterlibatan. Pendekatan ini seringkali disebut pendekatan Heart and Minds (dalam Armstrong,1999). Pendekatan Heart and Minds ini menggunakan cara memperlakukan orang seperti orang dewasa, mengeluarkan
antusiasme
mereka
dengan
kepemimpinan
yang
hidup/membangkitkan semangat serta imajinatif. Selain itu juga mengembangkan dan mendemonstrasikan obsesi pada kualitas,membuat mereka merasa memiliki bisnis sendiri . Dorongan
semacam ini akan mengeluarkan
respon berupa komitmen total (dalam Armstrong,1999).
2.3.1
Pendekatan komitmen organisasi
Pendekatan untuk menjelaskan mengenai komitmen organisasi oleh Shepperd dan Mathew (2000) dikelompokkan menjadi empat pendekatan , yakni : 1)
Pendekatan berdasarkan sikap (Attitudinal approach) Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan
keterlibatan dan loyalitas. Menurut Mowday dan Potter (Armstrong, 1999) komitmen adalah identifikasi yang relatif kuat serta keterlibatan dari individu terhadap organisasi tertentu. Ada 3 faktor yang tercakup didalamnya, yakni : (1) Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. (2) Keyakinan kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan serta tujuan dari organisasi. (3) Penerimaan untuk melakukan usaha-usaha sesuai dengan organisasi.
32
Sementara menurut Steers komitmen organisasi adalah kekuatan relative dari identifikasi individu untuk terlibat dalam organisasi tertentu (Muchinsky,1993). Komitmen organisasi ditandai oleh : (1) Adanya keyakinan kuat dan penerimaan terhadap tujuan serta nilai-nilai dari organisasi. (2) Adannya keinginan untuk mengerahkan usaha bagi organisasi. (3) Adanya keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di organisasi tersebut. Pendekatan Porter dan Steers ini adalah pendekatan attitudinal atau afektif, yang menekankan pentingnya kongruensi antara nilai-nilai dan tujuan pribadi karyawan dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Oleh karena itu, semakin organisasi mampu menimbulkan keyakinan dalam diri karyawan, bahwa apa yang menjadi nilai dan tujuan pribadinya adalah sama dengan nilai dan tujuan organisasi, maka akan semakin tinggi komitmen karyawan tersebut pada organisasi tempat ia bekerja. Menurut Armstrong (1999) , ada 3 faktor yang berkaitan dengan keberadaan komitmen organisasi, yakni : (1) Karakteristik
personal,
mencakup
didalamya
umur
serta
tingkat
pendidikan. (2) Karaketeristik pekerjaan, mencakup didalamnya adalah tantangan, kesempatan untuk berinteraksi sosial dan jumlah umpan balik yang diterima oleh individu tersebut.
33
(3) Pengalaman kerja, mencakup didalamnya sikap terhadap organisasi, kebebasan atau independensi organisasi serta realisasi terhadap harapanharapan didalam organisasi. 2) Pendekatan komitmen organisasi multi dimensi (The Multidimensional Approach) Menurut Allen dan Meyer (1990), ada tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi, sehingga karyawan memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasar norma yang dimilikinya. Tiga komponen tersebut adalah : (1) Affective commitment, yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to (2) Continuance commitment, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to) (3) Normative Commitment, adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to) Meyer dan Allen (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung
34
dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya (Shepperd dan Mathew, 2000). Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. 3) Pendekatan komitmen organisasi normativ (The Normative Approach) Weiner (1982) menyatakan bahwa perasaan akan komitmen terhadap organisasi
diawali
oleh
keyakinan
akan
identifikasi
organisasi
dan
digeneralisasikan terhadap nilai-nilai loyalitas dan tanggung jawab. Menurut Weiner, komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh predisposisi personal dan intervensi organisasi. Ini mengandung arti bahwa perusahaan atau organisasi
35
dapat memilih individu yang memiliki komitmen tinggi, dan bahwa organisasi dapat melakukan apa saja agar karyawan atau anggotanya menjadi lebih berkomitmen (Shepperd dan Mathew, 2000). 4) Pendekatan komitmen organisasi berdasarkan perilaku Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi karyawan (berupa waktu, pertemanan , pensiun) pada organisasi membuat ia terikat untuk loyal terhadap organisasi tersebut. Kanter mendefinisikan pandangan komitmen organisasi sebagai profit associated with continued participation and a `cost' associated with leaving . Dari hasil penelitian ditemukan kenyataan bahwa individu yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi memiliki kondisi : (1) Individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi (2) Jumlah karyawan yang keluar-masuk (turnover) lebih sedikit. (3) Kelambatan dalam bekerja lebih sedikit dijumpai. (4) Kepuasan kerja lebih tinggi (Muchinsky,1993) dikataka bahwa seseorang yang terlalu berkomitmen pada organisasi akan cenderung mengalami stagnasi dalam kariernya serta cenderung berkurang pengembangan dirinya (self development) (Muchinsky,1993). Bila komitmen mencerminkan identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, maka organisasi / perusahaan akan mendapat keuntungan dengan berkurangnya turnover, adanya prestasi yang lebih baik. (Muchinsky,1993). 2.3.2
Faktor yang mempengaruhi komitmen
36
Komitmen terhadap organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari hasil studi menunjukkan bahwa salah satu prediktor terhadap komitmen adalah masa kerja (tenure) seseorang pada organisasi tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Makin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi. 2) Adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga dan waktu untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut. 3) Adanya keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individuindividu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi. 4) Akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang. Beberapa karakteristik pribadi dianggap memiliki hubungan dengan komitmen, diantaranya adalah : (1) Usia dan masa kerja . Usia dan masa kerja berkorelasi positif dengan komitmen (Mowday, dkk 1982). (2) Tingkat pendidikan. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi, sehingga komitmennya semakin rendah.
37
(3) Jenis kelamin. Wanita pada umumnya menghadapi tantangan yang lebih besar dalam pencapaian kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi. (4) Peran individu tersebut di organisasi. Hasil studi menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara peran yang tidak jelas dan komitmen terhadap organisasi. Peran yang tidak jelas muncul akibat adanya tujuan yang tidak jelas pula atas suatu pekerjaan Ciri-cirinya antara lain ketidakjelasan evaluasi terhadap pekerjaan, cara untuk mencapai unjuk kerja yang baik dan batas wewenang serta tanggung jawab individu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya ketidakjelasan peran, yakni : (1) faktor organisasi- keberadaan individu tidak jelas fungsinya sehingga peranannyapun tidak jelas; (2) faktor pemberi peran – ketidakjelasan muncul karena atasan tidak mengkomunikasikan dengan jelas harapannya terhadap bawahan ; (3) faktor penerima peran – ketidakjelasan peran karena bawahan tidak mengerti peran yang harus ia lakukan sesuai\harapan (5) Faktor lingkungan pekerjaan akan berpengaruh terhadap sikap individu pada organisasi. Menurut Mowday, dkk (1982) (6) lingkungan dan pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi utama yang mempengaruhi komitmen terhadap organisasi. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan komitmen adalah: (1) keterandalan organisasi yakni sejauh mana individu merasa bahwa organisasi tempat ia bekerja memperhatikan anggotannya, dalam hal
38
minat maupun kesejahteraan(2) perasaan dianggap penting oleh organisasi yakni sejauh mana individu merasa diperlukan dalam mencapai misi organisasi. Tempat kerja yang baik adalah tempat yang membuat karyawan dihargai keberadaannya dan merasa bangga menjadi anggota organisasi tersebut. Ketidakberartian akan membuat komitmen organisasi menjadi rendah(3) realisasi terhadap harapan individu yakni sejauh mana harapan individu dapat direalisasikan melalui organisasi dimana ia bekerja (4)persepsi tentang sikap terhadap rekan kerja-sejauh mana individu merasa bahwa rekan kerjanya dapat mempertahankan sikap kerja yang positif terhadap organisasi. (5)persepsi terhadap gaji-sejauh mana individu tersebut merasa gaji yang diterimanya seimbang dengan gaji individu lain. (6)persepsi terhadap perilaku atasan-sejauh mana individu merasa dihargai dan dipercayai oleh atasan. Jika persepsi sikap atasan negatif, maka cenderung mengakibatkan sikap negatif pula yang diaktualkan dalam bentuk perilaku negatif seperti mangkir dan keinginan berpindah kerja Jika dalam organisasi , komitmen dari karyawannya cenderung rendah. Menurut Schermerhorn (1996) akan terjadi kondisi sebagai berikut : 1) Tingkat absensi karyawan yang tinggi dan meningkatnya turnover (High levels of abseentism and voluntary turnover). Pada banyak penelitian, individu yang berkomitmen terhadap organisasinya cenderung kurang melakukan usaha mencari pekerjaan baru.
39
2) Ketidakinginan untuk berbagi dan berkorban untuk kepentingan organisasi. (Unwillingness to share and make sacrifice). Individu – individu yang memiliki komitmen rendah cenderung memiliki motivasi kerja yang rendah, dan sebisa mungkin bekerja dengan kondisi minimal yang diharapkan organisasi 2.4 Locus Of Control (LoC) Konsep
tentang locus of
control
dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang
(pusat kendali)
pertama kali
ahli teori pembelajaran
Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian
sosial.
(personility),
yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Rotter, 1966). Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event- event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai control terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control. Kreitner & Kinichi (2001) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Dinyatakan bahwa dimensi internal-external locus of control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa memperhatikan asal tujuan tersebut. Bagi seseorang yang
mempunyai internal locus
of control akan
40
memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam
mencapai
tujuan sehingga perilaku
individu tidak
akan mempunyai peran didalamnya. Individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan individu
yang
mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih
banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan lebih
Sementara itu
menyenangi
keahlian-keahlian
diidentifikasikan juga
dibanding
hanya situasi yang
menguntungkan. Konsep tentang memiliki empat
locus of control yang
konsep
dasar,
yaitu a)
digunakan
Potensi
perilaku
Rotter yaitu
(1966) setiap
kemungkinan yang secara relatif muncul pada situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam kehidupan seseorang. b). Harapan
, merupakan
suatu kemungkinan dari berbagai kejadian yang akan muncul dan dialami oleh
seseorang. c) Nilai unsur penguat
adalah pilihan terhadap berbagai
kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil yang dapat
lainnya
muncul pada situasi serupa. d) Suasana psikologis, adalah
bentuk rangsangan
baik secara internal maupun eksternal yang diterima
seseorang pada suatu saat
tertentu, yang meningkatkan atau menurunkan
harapan terhadap munculnya hasil yang sangat diharapkan.
41
2.4.1 Karakteristik locus of control Perbedaan
karateristik antara internal
locus control dengan external
locus of control sebagai berikut : 1)
Internal locus of control (1) Suka bekerja keras. (2) Memiliki inisiatif yang tinggi. (3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah. (4) Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin. (5) Selalu mempunyai
persepsi bahwa
usaha harus
dilakukan
jika ingin berhasil. 2)
External locus of control (1) Kurang memiliki inisiatif. (2) Mempunyai
harapan
bahwa ada sedikit korelasi antara usaha
dan kesuksesan. (3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. (4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah. Pada orang-orang yang memiliki internal locus of control faktor kemampuan dan usaha terlihat dominan, oleh karena itu apabila individu dengan internal locus of control mengalami kagagalan mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan
membawa pengaruh untuk
42
tindakan selanjutnya dimasa akan datang bahwa
mereka akan mencapai
keberhasilan apabila berusaha keras dengan segala kemampuannya. Sebaliknya
pada orang
yang memiliki
external locus of control
melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib, oleh karena itu apabila mengalami kegagalan mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi
penyebabnya. Hal itu tentunya berpengaruh terhadap
tindakan dimasa datang, karena merasa tidak mampu
dan kurang usahanya
maka mereka tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinium dari internal menuju eksternal, oleh karenanya tidak satupun individu yang benarbenar internal atau yang benar-benar eksternal. Kedua tipe locus of control terdapat pada setiap individu, hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Disamping itu locus of control tidak bersifat stastis tapi juga dapat berubah. Individu yang berorientasi internal locus of control dapat berubah menjadi individu yang berorientasi external locus of control dan begitu
sebaliknya, hal tersebut disebabkan karena situasi dan
kondisi yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan sering melakukan aktifitasnya.
2.5
Kepuasan Kerja
43
Untuk dapat memahami pengertian dari kepuasan kerja yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini, maka dapat dipahami atas beberapa pendapat para ahli manajemen mengenai pengertian kepuasan kerja, kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Handoko (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Dijelasakan pula bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa karyawan ini, baik berupa “finansial” maupun yang “non finansial”. ditegaskan bahwa kepuasan kerja adalah kepuasan yang berhubungan dengan sikap karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, hubungan antara atasan dengan bawahan dan hubungan sesama karyawan. Kepuasan
kerja
merupakan
seperangkat
perasaan
pegawai
tentang
menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka yang berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku. Luthans (1998) menyatakan bahwa kepuasan timbul dari evaluasi terhadap suatu pengalaman, atau pernyataan secara psikologis akibat suatu harapan dihubungkan dengan apa yang mereka peroleh. memberikan batasan-batasan mengenai kepuasan kerja tersebut sebenarnya batasan yang sederhana dan operasional adalah cara pandang seorang pekerja merasakan pekerjaannya.
44
Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya yang bermacam-macam atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa: 1) Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan seseorang yang timbul bila yang dirasakan dari pekerjaan yang dilakukan dianggap cukup memadai bila dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan atau pekerjaan yang dibebankan. 2) Tingkat kepuasan kerja yang dialami oleh tiap-tiap orang akan berbedabeda sesuai persepsi masing-masing individu. Singkatnya dinyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan seseorang yang timbul bila keuntungan yang diperoleh dianggap sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya 2.5.1
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Dijelaskan bahwa kepuasan kerja yang berhubungan dengan variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut : 1) Turnover Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnover-nya lebih tinggi.
2) Tingkat ketidakhadiran kerja Pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya tinggi. Mereka sering tidak hadir dengan alasan yang tidak logis dan subyektif.
45
3) Umur Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dibandingkan daripada pegawai yang berumur relatif muda karena pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas. 4) Tingkat pekerjaan Pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai tingkat rendah. Pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja. 5) Ukuran organisasi perusahaan Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai, karena besar kecilnya suatu perusahaan berhubungan dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai.
46
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual PLN Denpasar adalah salah satu organisasi yang didirikan oleh PLN Distribusi Bali untuk mempermudah pelayanan dan pelaksanaan pekerjaan dilapangan di area Denpasar dan berlokasi di Jl. Jendral Sudirman no.2 Denpasar. PLN sendiri adalah merupakan perusahaan milik negara yang dalam kinerjanya menggunakan jasa pihak lain atau yang biasa disebut outsourcing. Outsourcing atau alih daya sendiri merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Namun seiring perjalanannya outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi tenaga kerja. Permasalahan itu diantaranya adalah adanya ketidakamanan kerja (job insecurity) bagi pekerja. Dengan adanya fenomena diatas kerangka berpikir dan konsep penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini disusun berdasarkan pemikiran mengenai efek dari Job Insecurity terhadap komitmen dan kepuasan kerja dalam hubungannya dengan locus of control. Dalam bentuk model konseptual dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.
43
47
LOCUS OF CONTROL
H4
H3 KOMITMEN ORGANISASI
H1 JOB INSECURITY
H2
KEPUASAN KERJA
Gambar 3.1 peran locus of control dalam hubungan job insecurity dengan komitmen organisasi dan kepasan kerja
Menurut penelitian yang dilakukan Marini (2001) bahwa hasil temuan menunjukkan variabel job insecurity berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Forbes (dalam Asford, 1989) bahwa job insecurity memiliki hubungan yang positif dengan komitmen dan rasa percaya karyawan terhadap perusahaan. Dalam arti bahwa apabila karyawan merasa tidak aman dengan pekerjaan yang sedang dijalaninya maka komitmen terhadap organisasi akan berkurang. Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau hasil sisi emosional positif dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja menurut locke (1976) berpendapat bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh perbedaan antara segala sesuatu yang dirasakan akan ditrima seseorang dari pekerjaannya dan segala sesuatu yang diterima secara aktual. Dalam beberapa
48
penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara job insecurity dan kepuasan kerja, dimana karyawan dengan job insecurity rendah lebih merasa kurang puas dengan pekerjaannya. Srianik (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara locus of control internal dengan komitmen organisasi. Hal ini berarti apabila nilai variabel locus of control internal mengalami kenaikan atau penurunan akan diikuti juga naik turunnya nilai pada variabel komitmen organisasi. 3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka konsep maka dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut: Pada
riset yang dilakukan oleh Rosenblatt dan Ruvio (1996)
menggunakan 326 guru sekolah dasar di Israel sebagai objek penelitiannya, mendapatkan hasil bahwa kondisi kerja dalam sekolah dianggap sebagai kondisi kerja yang tidak terancam. Dalam kondisi ini, ternyata job insecurity mempengaruhi komitmen organisasi, persepsi tentang kinerja, persepsi dukungan organisasi, rencana berpindah, dan bertahan terhadap perubahan. Sedangkan pada penelitian Ashford (1989) yang berjudul content, causes and consequences of job insecurity : a theory-based measure and substantive test mengungkapkan penyebab dan konsekuensi dari ketidakamanan pekerjaan yang dinilai dengan menggunakan ukuran teori berbasis memasukkan argumen konseptual baru. Hasil menunjukkan bahwa pribadi, pekerjaan, dan realitas organisasi terkait dengan kurangnya kontrol yang dirasakan berhubungan dengan
49
ketidakamanan pekerjaan diukur. job insecurity, pada gilirannya, menyebabkan reaksi sikap, seperti niat untuk berhenti, komitmen organisasi berkurang, dan kepuasan berkurang. Selain itu, hasil menunjukkan kemungkinan pentingnya informasi dalam mengurangi rasa tidak aman kerja. Penelitian Rauter, dkk (2004) dengan judul organizational citizenship behaviours in relation to job status,job insecurity, organizational commitment and identification, job satisfaction and work values. Studi ini meneliti perilaku warga organisasi (OCBs) dalam sampel dari 154 guru dari Victoria, Australia, di antaranya 101 sibuk dengan pekerjaan tetap dan 53 pada kontrak tetap panjang. Peserta menyelesaikan pengukuran OCBs, ketidakamanan kerja, komitmen organisasi, identifikasi organisasi, kepuasan kerja dan nilai kerja yang berkaitan dengan pengaruh, variasi dan pemanfaatan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kontrak lebih merasakan ketidakamanan kerja dan OCBs dibandingkan dengan guru tetap. Dengan adanya ketidakamanan kerja yang tinggi maka akan dapat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi.
Hipotesis pertama
:
Dalam tesis ini diduga Job insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan.
50
Penelitian Marini (2001) berjudul “pengaruh role conflict, role ambiguity dan job insecurity terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik”. Penelitian ini membahas lebih lanjut variabel-variabel yang diduga pada kepuasan kerja yaitu, variabel role conflict, role ambiguity dan job insecurity. Hasil temuan ini menunjukkan variabel independen yaitu role conflict, role ambiguity, job insecurity mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik sebagai variabel dependen. Selain itu hasil temuan dapat disimpulkan bahwa dalam lingkungan kerja akuntan pendidik role conflict, role ambiguity yang dirasakan rendah hal tersebut ditunjukkan oleh skor jawaban responden jauh dibawah kisaran teoritis, hanya saja job insecurity yang dirasakan cukup tinggi tetapi hal tersebut tidak menyebabkan penurunan pada kepuasan kerja. Dari beberapa hasil studi yang dilakukan (dalam Greenglass dkk, 2002) ditemukan adanya pengaruh job insecurity terhadap karyawan, diantaranya : 1) Meningkatnya ketidakpuasan dalam bekerja (Ashford, Lee & Bobko, 1989) 2) Meningkatnya gangguan psikologis (Ashford, Lee & Bobko, 1989). 3) Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungan kerjanya (Ashford et al, 1989) 4) Makin berkurangnya komitmen organisasi (Ashford, 1989). Job insecurity juga mempengaruhi komitmen kerja dan perilaku kerja. Studi yang dilakukan oleh Greenglass dan King (2000) menunjukkan bahwa individu yang bisa melalui tahapan kritis dari rasa tidak aman akan makin berkurang komitmennya.
51
5) Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employer turnover) (Ashford, 1989) Hipotesis kedua : Berdasarkan beberapa temuan hipotesis yaitu
penelitian sebelumnya diambil sebuah
job insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan Hasil dari penelitian Christina (2009) yang berjudul Hubungan locus of control dengan komitmen organisasi dosen universitas widyatama adalah menyatakan bahwa orang yang memiliki locus of control internal, komitmen organisasi karyawan lebih tinggi dibandingkan orang yang memiliki locus of control eksternal. Penelitian ini juga menemukan bahwa locus of control internal secara positif dan signifikan mempengaruhi komitmen organisasi secara total, maupun secara parsial untuk setiap dimensi komitmen organisasi. Seseorang yang memiliki orientasi kontrol internal dalam diri meyakini bahwa kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya dipengaruhi oleh tindakan dan kemampuan mereka (personal factors) sedangkan seseorang yang memiliki orientasi letak kontrol diluar dirinya (eksternal) meyakini bahwa kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya dikontrol oleh faktor-faktor eksternal
Seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja, apabila mereka dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil pengaruh dalam dirinya (internal) maupun lingkungan diluar dirinya (eksternal). Melalui locus of control yang dimiliki, perilaku pekerja
52
dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang mereka lakukan merupakan hasil kontrol internal atau eksternal. Seorang karyawan dengan internal locus of control akan merasa lebih puas dalam bekerja dibandingkan dengan seorang karyawan yang memiliki external locus of control karena apa yang dia lakukan dia percayai sebagai hasil dari apa yang dia lakukan sendiri. Dari hasil penemuan peneliti-peneliti tersebut maka diambil pula kesimpulan berupa hipotesis dibawah ini: Hipotesis ketiga : Komitmen organisasi karyawan dengan locus of control internal tinggi dan job insecurity yang rendah, lebih tinggi dibandingkan dengan komtimen organisasi karyawan yang memiliki locus of control eksternal dan job insecurity yang tinggi Hipotesis keempat : Kepuasan kerja karyawan dengan locus of control internal dan job insecurity yang rendah, lebih tinggi dibandingkan dengan kepuasan karyawan yang memiliki locus of control eksternal dan job insecurity yang tinggi
53
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian Rancangan penelitian merupakan rencana menyeluruh dari penelitian yang meliputi hal-hal yang dilakukan dalam penelitian, mulai dari penyusunan hipotesis sampai pada analisis data yang hasilnya kemudian disimpulkan dan diberikan saran. Rancangan penelitian yang baik akan membantu dalam menjaga pelaksanaan penelitian ini tetap pada jalur sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hipotesis yang telah disusun, variable-variabel dalam penelitian ini akan dapat ditentukan. Terdapat empat variable yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu : job insecurity, locus of control, komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Variabel-variabel tersebut akan digunakan sebagai dasar penyusunan instrument penelitian. Apabila sampel responden telah ditetapkan, maka akan dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui metode observasi, wawancara, kuisioner dengan menggunakan instrumen yang telah disusun dan sudah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Tekhnik analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis ANOVA factorial univart. Hasil analisisi data selanjutnya disajikan serta diinterpretasikan, setelah itu barulah diberi simpulan dan saran.
50 4.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
54
Penelitian dilakukan di PLN Denpasar Bali Jl. Jendral Sudirman no.2 Denpasar. Adapun yang melatar belakangi pemilihan lokasi adalah : 1) PLN Denpasar adalah salah satu perusahaan yang dalam pengelolaan SDMnya menggunakan tenaga outsourcing. 2) PLN Denpasar adalah salah satu cabang PLN area Bali yang memiliki pelanggan paling banyak di area Bali. 3) Belum pernah dilakukan penelitian mengenai Job Insecurity di tempat tersebut. Waktu penelitian adalah bulan mei sampai dengan juli. Waktu tersebut tidak termasuk keperluan pengamatan lapangan, penyusunan usulan penelitian, perbaikan usulan penelitian, pengolahan data, seminar hasil, dan penyempurnaan tesis. 4.2 Variabel Penelitian 4.2.1 Identifikasi variabel Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka variabelvariabel diidentifikasikan sebagai berikut : 1) Variabel terikat atau dependent variable adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah : (1) Komitmen organisasi (Y1) Komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi dan keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan
55
tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Penelitian ini mengacu pada teori Allen dan Meyer (1990) yang mengemukakan indikator komitmen organisasi adalah terdiri dari : 1) Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment to identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin melakukan hal tersebut. 2) Komitmen kontinuans adalah persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinyu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut. 3) Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi.
56
2) Kepuasan kerja (Y2) Penelitian ini mengunakan 9 (sembilan) indikator dari kepuasan kerja yang diadaptasi dari The Job Satisfaction Survey (JSS) dari Spector (1997) yang dalam penelitian ini terdiri dari 9 (sembilan) item pertanyaan. Kepuasan kerja dalam penelitian ini menggunakan sembilan indikator yang diambil dari The Job Satisfaction (JSS) spector (1977) kesembilan indikator tersebut adalah : (1) Kemanfaatan adalah faedah yang didapat dari perihal hasil kerja (2) Kesempatan
promosi
adalah
kesempatan
bagi
karyawan
untuk
mendapatkan kenaikan jabatan dalam perusahaan. (3) Supervisi (atasan) adalah perlakuan atasan dan penilaian karyawan terhadap atasannya (4) Tunjangan (fringe benefits) adalah tunjangan-tunjangan yang didapat keryawan diluar gaji (5) Reward (contingent reward) adalah reward yang diberikan jika karyawan berperforma baik, bentuknya tidak selalu berupa uang. (6) Kondisi perusahaan adalah kondisi peraturan dan prosedur perusahaan (7) Rekan sejawat adalah kecocokan/kenyamanan bekerjasama dengan rekan sejawat (8) Tipe pekerjaan (nature of work) adalah kecocokan/kenyamanan dengan pekerjaan (9) Komunikasi adalah komunikasi antara teman sejawat.
57
Variabel bebas atau independent variable adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah : (1) Job Insecurity (X1) Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (1984), Job insecurity adalah ketidak berdayaan untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena ancaman situasi dari suatu pekerjaan. Konstruk job insecurity yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari dimensi besarnya ancaman (Severity of Threat) Atau biasa disebut derajat ancaman yang dirasakan mengenai kelanjutan situasi kerja tertentu. Ancaman ini dapat terjadi pada berbagai aspek pekejaan atau pada keseluruhan pekerjaan. (2) Locus of control (X2) Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian yang
(personility),
didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya
mengontrol nasib
(destiny) sendiri (Rotter, 1966). Indikator yang digunakan
untuk varibel Locus Of Control : 1)
Lokus of control internals adalah orang yang percaya bahwa apa yang
terjadi terhadap hidup dan kehidupan mereka tergantung pada usaha dan keahlian mereka sendiri. Sedangkan 2)
Locus of control externals adalah orang yang percaya bahwa apa yang terjadi tehadap hidup dan kehidupan mereka disebabkan oleh nasib, keberuntungan atau kekuatan lain di luar dirinya
58
4.2.2 Definisi operasional variable 1) Komitmen organisasi (Y1) Komitmen organisasi yaitu keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan
keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan
organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan 2) Kepuasan kerja (Y2) kepuasan kerja merupakan perasaan yang menyenangkan, yang berasal dari persepsi seorang pekerja bahwa pekerjaannya menyediakan sarana untuk memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting. Kepuasan kerja juga merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya
3) Job insecurity (X1) job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan. 4) Locus of control (X2) Locus of control (LOC) merupakan karakteristik personal yang menjelaskan tingkat kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sumber
59
penentu hidup dan kehidupan mereka juga sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri 4.3
Prosedur Pengumpulan Data
4.3.1 Jenis data menurut sifatnya 1) Data Kualitatif Data kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka-angka dan tidak dapat diukur dengan satuan hitung yang berupa keterangan-keterangan dan informasi yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Misalnya sejarah singkat organisasi, struktur organisasi. 2) Data Kuantitatif Data Kuantitatif yaitu data yang dapat dihitung dan disajikan dalam bentuk angka-angka. Data kuantitatif pada penelitian ini antara lain : Jumlah karyawan, data karyawan yang lainnya.
4.3.2 Jenis data menurut sumbernya Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Data Primer Data primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar,2005) Data Primer dalam penelitian ini
60
adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner. 2) Data sekunder Data sekunder
yaitu data yang diperoleh dengan terlebih dahulu telah
dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang lain diluar penelitian, data ini diperoleh dengan pendekatan observasi, seperti sejarah singkat, struktur organisasi, uraian tugas dan jumlah karyawan. 4.3.3 Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,2003). Populasi penelitian ini adalah karyawan PLN berjumlah 101 orang. Untuk melakukan penelitian seorang peneliti dapat meneliti sebagian (sampel) atau seluruhnya (sensus) (Nur Indriantoro,1999). Jumlah sampel sangat menentukan validitas dan reliabilitas penelitian. Semakin banyak sampel yang digunakan untuk menguji model penelitian makan semakin baik kualitas penelitian yang dilakukan. Tapi tidak jarang penelitian membatasi jumlah sampel yang digunakan karena berbagai faktor penyebab antara lain keterbatasan waktu, termasuk keterbatasan dana pendukung dan anggota populasi yang kecil sehingga sampel penelitian adalah sama dengan populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian. Dalam melakukan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan metode non probability sampling dimana dalam teknik ini jumlah atau
61
ukuran sampel disesuaikan dengan masalah dan tujuan dari penelitian. Spesifikasi metode non probability sampling yang digunakan peneliti adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang telah ditentukan kriterianya dengan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria subyek yang diapakai adalah : 1) Pegawai PLN Denpasar yang berstatus karyawan tetap sebanyak 66 orang 2) Pegawai PLN Denpasar yang berstatus karyawan outsourcing bidang pekerjaan utama sebanyak 35 orang (karyawan outsourcing yang berhubungan langsung dengan pelanggan) Jadi dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 101 orang responden. 4.4
Instrumen Penelitian
4.4.1 Alat penelitian 1) Variabel komitmen organisasi Komitmen
organisasi diukur
dengan
menggunakan
kuesioner
yang
dikemukakan oleh Allen dan Meyer yang terdiri dari 3 (tiga) indikator dengan 18 (delapan belas) item pertanyaan, dengan skala likert lima tingkat yaitu: 1=Sangat kecil , 2=Kecil, 3= Sedang, 4=Besar, 5=Sangat Besar
Tabel 4.1 Contoh pertanyaan kuesioner Komitmen Organisasi No
Indikator
Pertanyaan
Item
62
1
2
3
Komitmen Afektif
Komitmen Continue /Berlanjut
Komitmen Normatif
Bagaimana perasaan anda sebagai karyawan PLN ?
Item no 1 bagian 3
Bagaimana sikap perusahaan terhadap pendapat karyawan ?
Item no 3 bagian 3
Saya tidak punya kesempatan bekerja ditempat lain
Item no 14 bagian 3
Saya tidak mungkin mengorbankan masa kerja pada organisasi ini
Item no 15 bagian 3
Tidak patut meninggalkan organisasi yang satu, hanya untuk mengejar kenaikan gaji dan berganti pekerjaan hanya karena mengejar kenaikan gaji dan jabatan yang lebih tinggi Saya tetap bekerja pada perusahaan ini karena yakin bahwa loyalitas dihargai diperusahaan ini
Item no 12 bagian 3
Item no 11 bagian 3
2) Kepuasan kerja Sumber : Lampiran 1
Untuk pengukuran kepuasan kerja, peneliti menggunakan skala kepuasan kerja yang merupakan adaptasi dari The Job Satisfaciton Survey (JSS) dari Spector (1977) yang terdiri dari 9 Indikator dan 34 (tiga puluh empat) item pertanyaan. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan 9 (sembilan) item pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi tempat bekerja. Skala kepuasan kerja ini menggunakan skala likert yang mempunyai lima alternatif jawaban 1=Sangat kecil , 2=Kecil, 3= Sedang, 4=Besar, 5=Sangat Besar
Tabel 4.2 Contoh pertanyaan kuesioner Kepuasan Kerja No 1
2
Indikator
Pertanyaan
Kemanfaatan pekerjaan
Bagaimana kemanfaatan pekerjaan anda
Kesempatan promosi
Seberapa besar peluang pengembangan diri salam perusahaan
Item Item no 26 bagian 3
Item no 19 bagian 3
63
3
Tipe pekerjaan
Seberapa besar kesesuaian tugas dan fungsi yang saya laksanakan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki
Item no 20 bagian 3
4
Supervisi (atasan)
Bagaimana kompetensi atasan
5
Fringe benefits
Bagaimana kepuasan anda terhadap fasilitas kerja yang diberikan perusahaan
6
Contingen rewards
Bagaimana penghargaan yang diberikan perusahaan ini
Item no 24 bagian 3
7
Kondisi perusahaan
Bagaimana peraturan dan prosedur perusahaan untuk melakukan tugas dan pekerjaan dengan baik
Item no 23 bagian 3
8
Rekan sejawat
Bagaimana kerjasama anda dengan karyawan lain diperusahaan ini
Item no 25 bagian 3
9
Komunikasi
Bagaimana kualitas komunikasi di perusahaan ini
Item no 21 bagian 3
Item no 22 bagian 3
Item no 27 bagian 3
Sumber : Lampiran 1 3) Job Insecurity Alat ukur job insecurity yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari Job insecurity Scale (JIS) yang dikembangkan oleh Ashford (1989). Job insecurity scale merupakan alat ukur yang multidimensional. Alat ukur ini terdiri dari 1(satu) indikator job insecurity yaitu besarnya ancaman (Severity of Threat) terdiri dari 9 (sembilan) item pertanyaan dan sudah disesuaikan dengan kondisi yang ada diperusahaan. Pengukuran
dengan
menggunakan skala likert dengan rating 5 (lima). 1=Sangat kecil , 2=Kecil, 3= Sedang, 4=Besar, 5=Sangat Besar Tabel 4.3 Contoh pertanyaan kuesioner Job Insecurity No
Indikator
Pertanyaan
Item
64
1
Besarnya ancaman (Severity of Threat)
Seberapa besar peluang anda dipindahtugaskan ke wilayah kerja lain dalam 12 bulan kedepan ?
Item no 1 bagian 1
Seberapa besar kemungkinan anda untuk diberhentikan untuk sementara waktu ?
Item no 7 bagian 1
Seberapa besar kemungkinan anda untuk diminta mengundurkan diri ?
Item no 8 bagian 1
Seberapa besar kemungkinan anda diharuskan menerima pensiun dini ?
Item no 9 bagian 1
Sumber : Lampiran 1 4) Locus Of Control Dalam penelitian ini, untuk mengukur Locus Of Control, peneliti menggunakan skala Work Locus OF Control yang merupakan adaptasi dari Work Locus Of Control Scale (WLCS) tersebut dikembangkan oleh Spector, yang terdiri dari 17 (tujuh belas) item (Spector, 1977) dan digunakan semua dalam penelitian ini. Skala Work Locus Of Control ini menggunakan skala likert yang mempunyai 5 (lima) alternative jawaban, dengan rentang skor : 1=Sangat kecil , 2=Kecil, 3= Sedang, 4=Besar, 5=Sangat Besar
Tabel 4.4 Contoh pertanyaan kuesioner Locus Of Control No
Indikator
Pertanyaan
Item
65
1
Locus Of Control Ekseternal
Seberapa besar peran keberuntungan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan ?
Item no 1 bagian 2
Seberapa besar peran koneksi dengan orang penting menentukan perolehan penghasilan besar?
2
Locus Of Control Internal
Item no 6 bagian 2
Seberapa besar peran kebijakan organisasi menentukan pencapaian individu ?
Item no 11 bagian 2
Seberapa besar peran kemampuan yang dimiliki mempengaruhi apa yang anda capai saat ini ?
Item no 12 bagian 2
Sumber : Lampiran 1 4.4.2 Pengujian validitas dan reliabilitas 1) Validitas Pengujian
validitas
instrumen
penelitian
dilakukan
dengan
menggunakan analisis faktor. Metode ekstraksi variabel yang digunakan adalah metode principle axis factoring untuk membentuk satu faktor. Validitas instrumen dinilai berdasarkan kriteria nilai faktor loading item minimal 0,5 nilai Keisser Olkin Meyer minimal 0,50 dan Commulative explained variance minimal 0,50, serta nilai Eigen faktor minimal1 1,0. 2) Reliabilitas Reliabilitas (reliability) adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten. Besarnya tingkat reliabilitas ditunjukkan oleh nilai koefisiennya, yaitu koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas mengukur tingginya reliabilitas suatu alat ukur (Jogiyanto, 2008). Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama
66
Menurut Riduwan (2004) uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach ALPHA (α) Cronbach 1970 (Jogiyanto, 2008) karena data yang dikumpulkan adalah berbentuk skala, dengan rumus berikut ini: rα =
k.r 1 + ( k-1 ) r
Keterangan: α = keandalan alpha Cronbach r = rata-rata korelasi diantara butir pertanyaan k = jumlah butir pertanyaan dalam skala Nilai Alpha Cronbach dinyatakan reliabel jika nilainya lebih besar atau sama dengan 0,60 4.4.3 Prosedur penelitian Prosedur penelitian dilaksanakan, yang diawali dengan menentukan sampel penelitian sebanyak 101 karyawan di PLN Denpasar. 101 karyawan itu dibagi dua yaitu 35 karyawan outsourcing dan 66 karyawan tetap. Prosedur penelitian dilaksanakan untuk menguji efek job insecurity terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja dalam hubungannya dengan locus of control karyawan. Penelitian diawali dengan pengisian data diri yang dilakukan oleh karyawan kemudian dilanjutkan dengan mengukur level (tinggi-rendah) komitmen organisasi dan level (tinggi-rendah) kepuasan kerja karyawan dengan mengisi kuesioner yang telah disediakan. Hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok. Dilanjutkan dengan mengukur job insecurity dan locus of control. Diakhiri dengan ucapan terima kasih atas partisipasi responden.
67
Prosedur penelitian dapat diuraikan sebagai berikut pada gambar 4.1
Tahap 1: Pengisian data diri (N = 101) •
Sampel terpilih mengisi kuesioner. Tahap 2: Pengukuran Pengukuran Job Insecurity (JI) Pengukuran Locus Of Control (LOC)
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
LOC Internal dan JI rendah
LOC Internal dan JI tinggi
LOC eksternal dan JI tinggi
LOC eksternal dan JI rendah
Tahap 3: Pengukuran komitmen organisasi dan pengukuran kepuasan kerja •
Karyawan mengisi kuesioner
Tahap 4: Ucapan terima kasih atas partisipasi responden dengan membagikan souvenir
Gambar 4.1 Prosedur Penelitian 4.5 Metode Analisis Data Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan metode Model Linier Umum (General Linier Model/GLM). Model ini merupakan salah satu metode yang diterapkan menguji hipotesis nol bahwa beberapa kelompok sampel data mempunyai nilai/skor rata-rata yang sama menyatakan penerapan prosedur
68
General Linier Model (GLM) Univariat, SPSS Versi 13.0. mempunyai tujuan untuk melakukan pengujian hipotesis tentang: 1) sifat homogenitas 2) perbedaan atau kesamaan semua parameter rerata-sel yang ditinjau 3) perbedaan beberapa pasangan parameter rerata-sel tertentu 4) pengaruh faktor-utama dan faktorinteraksi terhadap variabel respon, terutama yang tidak dapat diuji dengan menerapkan prosedur One-Way ANOVA. Prosedur General Linier Model (GLM) untuk melakukan pengujian hipotesis, terutama hipotesis tentang pengaruh faktor, baik pengaruh faktor utama maupun pengaruh faktor interaksi variabel bebas kategorik, terhadap sebuah variabel respon, yang disebut analisis varian multi-faktor (Multi-factorAnalysis of Variance) (Agung,2001). Analisis General Linier Model (GLM) univariat digunakan untuk mengukur pengaruh level job insecurity dengan locus of control dengan komitmen organisasi dan kepuasan kerja dan dilengkapi dengan analisis uji beda proporsi untuk menguji siginifikansi perbedaan proporsi. Untuk mengetahui efek job insecurity terhadap komitmen dan kepuasan kerja dalam hubungannya dengan locus of control karyawan (ANOVA). Adapun langkah-langkahnya di jabarkan sebagai berikut: 1) Menguji hubungan efek job insecurity dengan komitmen organisasi karyawan 2) Menguji efek job insecurity dan locus of control terhadap komitmen organisasi karyawan 3) Menguji hubungan efek job insecurity dengan kepuasan kerja karyawan 4) Menguji efek job insecurty dan lcous of control terhadap kepuasan kerja karyawan
69
Jogiyanto (2008) menyatakan model adalah bentuk simbol dari suatu teori. Bentuk simbol pada model ini menunjukkan hubungan kausal antara variabel Job insecurity, locus of control, komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Model kausal (causal model), yaitu model menunjukkan hubungan kausal antara variabel-variabel.
Kausaliti merupakan hal yang perlu dalam riset penjelas
(explanatory research) untuk membuat inferensi yang menunjukkan pengaruh variabel independen (locus of control) terhadap perubahan pada nilai variabel dependen (komitmen organisasi dan kepuasan kerja). Suatu variabel moderasi (moderating variable) adalah suatu variabel independen lainnya (job insecurity) yang dimasukkan ke dalam model karena mempunyai efek kontingensi dari hubungan variabel independent dan variabel dependen sebelumnya. Model empiris dapat disajikan berikut ini. KO
= α + β1 Tl + β2 TlEi + e
KK
= α + β1 Tl + β2 TlEi + e
Notasi: KO
= komitmen organisasi
KK
= kepuasan kerja
JI
= Job Insecurity
70
LOC
= Locus Of Control
e
= kesalahan residu Pengujian statistik dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi
13.0. Secara rinci tahapan analisis data yang dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian dan pengujian penjelasan alternatif adalah sebagai berikut ini. 1) Analisis deskriptif. Analisis deskriptif menjelaskan nilai rerata skor masing-masing variabel dependen yakni komitmen organisasi dan kepuasan kerja pada kelompok atau masing-masing faktor sel. Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan hasil pengukuran masing-masing variabel penelitian dalam besaran statistik seperti skor rerata (mean), nilai tengah (median), frekuensi terbanyak (modus) dan simpangan baku (standar deviasi). Nilai skor tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi . Model analisis varian univariat (ANAVA) pada dasarnya ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata (Mean) variabel dependen pada group tertentu Tabel 4.5 menunjukkan masing-masing kelompok atau faktor sel dapat dituliskan hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian. Pengujian H1 dapat ditulis dengan hipotesis statistik sebagai berikut: Ho : μ1≤ μ3 H1 : μ1 > μ3 Sedangkan pengujian H2 dapat ditulis dengan hipotesis statistik sebagai berikut:
71
Ho : μ2 = μ4 H2 : μ2 > μ4 Tabel 4.5 Metode Analisis Data Penelitian Job Insecurity (JI)
Locus Of Control (LOC)
Rendah (1)
Tinggi (2)
Rendah (1)
Tinggi (2)
FS 1
FS 2
µ KO 1.1
µ KO 1.2
µ KK 1.1
µ KK 1.2
FS 3
FS 4
µ KO 2.1
µ KO 2.2
µ KK 2.1
µ KK 2.2
Notasi: KO
= Komitmen Organisasi
KK
= Kepuasan Kerja
FS
= faktor sel
2) Analisis varian univariat (ANAVA). Analisis ini menggunakan 2 faktor untuk mengukur efek job insecurity dan locus of control terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Sebelum melakukan pengujian hipotesis tentang perbedaan rerata sel, maka perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang kesamaan error matriks varians yang dapat ditulis sebagai berikut: Ho: ∑ (A1 B1) = ∑ (A2 B1) = ∑ (A1 B2) =∑ ( A2 B2) Hi: Bukan H
72
Pengujian kesamaan error varians data univariat (Y) menggunakan ujiLevene test of error variances. Apabila angka signifikansi (sig) > 0,05 maka Ho diterima dimana error variance antar kelompok homogen dan analisis dapat dilanjutkan. Sebaliknya bila angka signifikansi (sig) < 0,05 maka Ho ditolak karena error variances tidak homogen dan perlu dilakukan transformasi Pengujian hipotesis univariat secara inferensial menggunakan analisis varians univariat dua faktor (Two Way ANOVA). Teknik analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh interaksi variabel bebas erhadap variabel respon univariat Y Model umum analisis varian univariat (ANOVA) dua faktor diekspresikan sebagai berikut: Yijk = μ + (A * B ) ij + ε ijk dengan I =1,2 , j = 1,2. k= 1,2,….n Dimana : Yijk = Nilai observasi multivariate ke-k dalam sel ke (i,j) μ
= Vektor parameter rerata keseluruhan.
Ai
= Vektor parameter pengaruh tingkat ke-I dari factor A
Bj
= Vektor parameter pengaruh A*B dalam sel-(i-j); dengan syarat : ∑ iAi = ∑ jBj
= ∑ j(AB)ij = ∑ j(AB)ij = 0
Berdasarkan pada model analisis tersebut maka hipotesis yang diuji adalah: 1) Ho: A1 = A2 = 0 Hi: Bukan Ho 2) Ho: (AB) ij = 0 untuk i=1, 2 dan j = 1,2 Hi: Bukan Ho
73
4.6
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
4.6.1 Hasil Uji Validitas Konstrak Job Insecurity dengan Analisis Faktor Penilaian variable Job Insecurity diukur berdasarkan 2komponen yaitu komponen keparah ancaman (severity of threat) dan ketidakberdayaan (powerlessness) dengan mengemukakan 9 item pertanyaan yaitu : 1) Peluang karyawan untuk dipindah tugaskan 2) peluang karyawan untuk dipindah kejabatan lain 3) peluang karyawan menerima kenaikan jabatan 4) peluang karyawan menerima kenaikan gaji 5) Peluang karyawan menerima penurunan gaji 6) Peluang terjadinya perubahan waktu kerja 7)kemungkinan karywana diberhentikan sementara 8) kemungkinan karyawan diminta untuk mengundurkan diri 9) kemungkinan karyawan untuk dipensiunkan dini.
Tabel 4.6 Rotated Component Matrix Job Insecurity Component
Keterangan
1
2
Job Insecurity_Peluang mutasi wilayah
.817
.463
Job Insecurity_Peluang mutasi jabatan
.556
.777
Job Insecurity_Peluang promosi jabatan
.788
.530
Job Insecurity_Peluang kenaikan gaji
.783
.538
Job Insecurity_Peluang penurunan gaji
.773
.523
Job Insecurity_Peluang terjadinya perubahan waktu kerja
.809
.500
Job Insecurity_Kemungkinan diberhentikan sementara
.476
.840
Job Insecurity_Kemungkinan mengundurkan diri
.751
.582
Job Insecurity_Kemungkinan pensiun Dini
.682
.658
Sumber : Lampiran 3
74
Pada Tabel Rotated Component Matrix, Nilai Rotated Component Matrix pada Component pertama dan kedua menerangkan nilai loading faktor dari setiap item untuk membentuk dua konstruk. Nilai loading faktor merupakan besarnya korelasi antara nilai score dan nilai setiap item. Suatu item/indikator dinyatakan valid, jika nilai loading faktor > 0,5 . Dari hasil output, nilai loading faktor pada komponen pertama dan kedua sebagai berikut. Tabel 4.7 Hasil Uji Rotated Component Matrix Job Insecurity
Item
JI1
Keterangan
Loading
Hasil
Loading
Hasil
faktor
konstruk
faktor
konstruk
pertama
pertama
kedua
kedua
Job Insecurity Peluang mutasi wilayah
JI2 Job Tabel Insecurity4.7 Peluang mutasi jabatan Lanjutan
.817
Valid
.463
Tidak Valid
.556
Valid
.777
Valid
JI3
Job Insecurity Peluang promosi jabatan
.788
Valid
.530
Valid
JI4
Job Insecurity Peluang kenaikan gaji
.783
Valid
.538
Valid
Job Insecurity Peluang terjadinya perubahan
.773
JI6
JI7
waktu kerja Job
Insecurity
Kemungkinan
diberhentikan
.809
sementara
Valid
Valid
.523 .500
Valid
Valid
JI8
Job Insecurity Kemungkinan mengundurkan diri
.476 Tidak Valid
.840
Valid
JI9
Job Insecurity Kemungkinan pensiun Dini
.751
.582
Valid
Valid
Sumber : Lampiran 3 sehingga dapat dilihat bahwa item yang Valid untuk komponen/konstruk pertama adalah JI1, JI2, JI3, JI4, JI5, JI6, JI7 dan item yang valid untuk komponen/konstruk kedua adalah JI2, JI3, JI4, JI5, JI6, JI7 ; sedangkan item yang sama-sama tidak valid untuk komponen/konstruk pertama dan kedua tidak ada, sehingga semua item adalah dikatakan sudah valid
75
4.6.2
Uji Reliabilitas Konstrak Job Insecurity dengan Alpha Cronbach: Tabel 4.8 Reliability Statistics Job Insecurity Cronbach's Alpha .982
N of Items 8
Sumber : Lampiran 3 Koefisien reliabilitas dapat dilihat dari Cronbach's Alpha pada Tabel Reliability Statistics. Item-item yang valid dikatakan reliable, jika Nilai Cronbach's Alpha ≥ 0,6 . Dari hasil output, diperoleh nilai C ronbach's Alpha sebesar 0,982 sehingga item-item untuk konstrak job insecurity sudah reliabel. 4.6.3 Hasil Uji Validitas Konstrak Locus Of Control dengan Analisis Faktor Penilaian variable locus of control berdasarkan 2 komponen yaitu komponen locus of control internal dan locus of control external dengan mengemukakan 17 item pertanyaan yaitu: 1) Peran keberuntungan 2) Peran nasib baik berhubungan dengan penghasilan besar 3) peran koneksi untuk mendapat pekerjaan baik 4)
nasib baik
menyebabkan naik jabatan 5) Kemampuan individu dalam memperoleh jabatan 6) Peran koneksi menentukan penghasilan besar 7) Peran keberuntungan dalam memperoleh award karyawan teladan 8) Keberuntungan menentukan perbedaan penghasilan 9) Dukungan lingkungan dalam pencaaian prestasi 10) Peran kemampuan dalam mencapai tujuan pribadi 11) Kebijakan menentukan pencapaian individu 12) Peran kemampuan dalam pencapaia pribadi 13) Keharusan melaksanakan perintas atasan 14) Hubungan baik mempengaruhi
76
kemajuan individu 15) Hubungan pribadi dalam memperoleh promosi 16) Penghargaan dari perusahaan 17) pengaruh orang lain terhadap keputusan atasan Tabel 4.9 Component Matrixa Locus Of Control Component
Keterangan 1
2
Locus Of Control_Peran keberuntungan
.765
.576
Locus Of Control_Peran nasib baik untuk penghasilan besar
.751
.575
Locus Of Control_Peran Keluarga/teman
.771
.489
Locus Of Control_Peran nasib baik menyebabkan naik jabatan
.717
.581
Lanjutan Tabel 4.9 Kemampuan menyebabkan naik jabatan Locus Of Control_Peran
.756
.598
Locus Of Control_Peran koneksi menentukan penghasilan besar
.831
.429
Locus Of Control_Peran keberuntungan sebagai karyawan teladan
.792
.499
Locus Of Control_Peran keberuntungan menentukan perbedaan penghasilan
.736
.587
Locus Of Control_Peran Dukungan dalam pencapaian prestasi
.511
.837
Locus Of Control_Peran kemampuan mencapai tujuan pribadi
.839
.455
Locus Of Control_Peran kebijakan menentukan pencapaian individu
.734
.626
Locus Of Control_Peran kemampuan pada pencapaian
.460
.863
Locus Of Control_Keharusan melaksanakan perintah atasan
.757
.461
Locus Of Control_Peran hubungan baik mempengeruhi kemajuan individu
.789
.527
Locus Of Control_Peran hubungan pribadi untuk memperoleh promosi
.784
.547
Locus Of Control_Besar hubungan penghargaan dari perusahaan
.753
.600
Locus Of Control_Pengaruh orang lain terhadap keputusan atasan
.814
.400
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel Rotated Component Matrix locus of control , Nilai Rotated Component Matrix pada Component pertama dan kedua menerangkan nilai loading faktor dari setiap item untuk membentuk dua konstruk. Nilai loading faktor merupakan besarnya korelasi antara nilai score dan nilai setiap item. Suatu item/indikator dinyatakan valid, jika nilai loading faktor > 0,5 . Dari hasil output, nilai loading faktor pada komponen pertama dan kedua sebagai berikut
77
Tabel 4.10 Hasil Loading Faktor Variable Locus Of Control
Item
Keterangan
Loading
Hasil
Loading
Hasil
faktor
konstruk
faktor
konstruk
pertama
pertama
kedua
kedua
Valid
.576
Valid
LOC1
Locus Of Control Peran keberuntungan
.765
LOC2
Locus Of Control Peran nasib baik untuk penghasilan besar
.751
LOC3
Locus Of Control Peran Keluarga/teman
.771
LOC4
Locus Of Control Peran nasib baik menyebabkan naik jabatan
.717
LOC5
Locus Of Control Peran menyebabkan naik jabatan
Kemampuan
.756
LOC6
Locus Of Control Peran koneksi menentukan penghasilan besar
.831
LOC7
Locus Of Control Peran keberuntungan sebagai karyawan teladan
.792
LOC8
Locus Of Control Peran keberuntungan menentukan perbedaan penghasilan
.736
LOC9
Locus Of Control pencapaian prestasi
dalam
.511
LOC10
Locus Of Control Peran kemampuan mencapai tujuan pribadi
.839
LOC11
Locus Of Control Peran kebijakan menentukan pencapaian individu
.734
LOC12
Locus Of Control Peran kemampuan pada pencapaian
.460
LOC13
Locus Of Control Keharusan perintah atasan
.757
LOC14
Locus Of Control Peran hubungan mempengeruhi kemajuan individu
baik
.789
LOC15
Locus Of Control Peran hubungan pribadi untuk memperoleh promosi
.784
LOC16
Locus Of Control Besar hubungan penghargaan dari perusahaan
.753
LOC17
Locus Of Control Pengaruh orang lain terhadap keputusan atasan
.814
Lanjutan Tabel 4.10
Peran
Dukungan
melaksanakan
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid
.575 .489 .581 .598 .429 .499 .587 .837 .455 .626
.863 .461 .527 .547 .600 .400
Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Tidak Valid
Sumber : Lampiran 3 Dapat dilihat bahwa item yang valid untuk komponen/konstruk pertama adalah LOC1, LOC2, LOC3, LOC4, LOC5, LOC6, LOC7, LOC8, LOC9, LOC10, LOC11, LOC12, LOC13, LOC14, LOC15, LOC16, LOC17 dan item
78
yang valid untuk komponen/konstruk kedua adalah LOC1, LOC2, LOC4, LOC5, LOC8, LOC9, LOC11, LOC12, LOC14, LOC15, LOC16 sedangkan item yang sama-sama tidak valid untuk komponen/konstruk pertama dan kedua tidak ada sehingga semua item adalah dikatakan sudah valid 4.6.4
Uji Reliabilitas Konstrak Locus Of Control dengan Alpha Cronbach: Tabel 4.11 Reliability Statistics Locus Of Control Cronbach's Alpha
N of Items
.991
17
Sumber : Lampiran 3 Koefisien reliabilitas dapat dilihat dari Cronbach's Alpha pada Tabel Reliability Statistics. Item-item yang valid dikatakan reliable, jika Nilai Cronbach's Alpha ≥ 0,6 . Dari hasil output, diperoleh nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,991 , sehingga item-item untuk konstrak locus of control sudah reliabel. 4.6.5 Hasil Uji Validitas Konstrak Komitmen Organisasi dengan Analisis Faktor Penilaian variable Komitmen Organisasi berdasarkan 2 Indikator yaitu Komitmen afektif, Komitmen kalkulatif dan komitmen normative, dengan mengemukakan 18 item pertanyaan yaitu: 1) Perasaan sebagai karyawan PLN 2) Perasaan karyawan pada perusahaan saat ini 3) Sikap perusahaan terhadap pendapatan karyawan 4) Pengaruh perusahaan terhadap hidup karyawan 5) kelangsuga hdiup perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan 6)keterikatan perusahaan dan karyawan 7)Makna perusahaan bagi karyawan
8)Karyawan bertahan bekerja pada perusahaan karena status 9)
79
perilaku berganti-ganti pekerjaan adalah perilaku yang wajar 10) perilaku berganti-ganti pekerjaan adalah perilaku yang patut, 11) Bertahan bekerja pada perusahaan karena loyalitas dihargai 12) Kepatutan karyawan meninggalkan organisasi karena kenaikan gaji 13) Masih bekerja pada perusahaan karena kontrak kerja belum berakhir 14) Tidak ada kesempatan bekerja ditempat lain 15) Tidak mungkin mengorbankan masa kerja pada organisasi 16) Tidak siap bekerja ditempat lain sebagai karyawan baru 17) Imbalan yang diberikan mencukupi kebutuhan 18) Sikap perusahaan terhadap karyawan Tabel 4.12 Rotated Component Matrix Variable Komitmen Organisasi
Component Keterangan
1
2
Komitmen Organisasi_Perasaan bangga sebagai karyawan PLN
.794
.426
Komitmen Organisasi_Perasaan senang bekerja diperusahaan saat ini
.635
.644
Komitmen Organisasi_Sikap perusahaan terhadap pendapat karyawan
.474
.816
Komitmen Organisasi_Pengaruh perusahaan terhadap hidup karyawan
.428
.846
Komitmen Organisasi_Kelangsungan hidup perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan
.660
.630
Komitmen Organisasi_Keterikatan pada perusahaan saat ini
.548
.729
Komitmen Organisasi_Makna perusahaan
.515
.799
Komitmen Organisasi_Bekerja karena status
.499
.792
Komitmen Organisasi_Ganti pekerjaan bukan perilaku wajar
.592
.718
Komitmen Organisasi_Ganti pekerjaan bukan perilaku yang patut
.782
.487
Komitmen Organisasi_Bekerja karena loyalitas di hargai
.770
.538
Komitmen Organisasi_Kepatutan pindah instansi karna gaji
.753
.556
Komitmen Organisasi_ Bekerja karna kontrak kerja belum berakhir
.639
.617
80
Komitmen Organisasi_Peluang Lanjutan Tabel 4.12 kesempatan bekerja ditempat lain
.725
.559
Komtimen Organisasi_Peluang kemungkinan mengorbankan masa kerja
.723
581
Komitmen Organisasi_Kesiapan bekerja ditempat lain
.826
.447
Komitmen Organisasi_Imbalan dari perusahaan
.801
.484
Komitmen Organisasi_Sikap perusahaan terhadap karyawan
.811
.469
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel Rotated Component Matrix komitmen organisasi, Nilai Rotated Component Matrix pada Component pertama dan kedua menerangkan nilai loading faktor dari setiap item untuk membentuk dua konstruk. Nilai loading faktor merupakan besarnya korelasi antara nilai score dan nilai setiap item. Suatu item/indikator dinyatakan valid, jika nilai loading faktor > 0,5 . Dari hasil output, nilai loading faktor pada komponen pertama dan kedua sebagai berikut Tabel 4.13 Hasil Loading Faktor Variable Komitmen Organisasi
Item
KO1
KO2
KO3
KO4
Keterangan
Komitmen Organisasi Perasaan bangga sebagai
Loading
Hasil
Loading
Hasil
faktor
konstruk
faktor
konstruk
pertama
pertama
pertama
pertama
.794
karyawan PLN Komitmen Organisasi Perasaan senang bekerja
.635
diperusahaan saat ini Komitmen Organisasi Sikap perusahaan terhadap
.474
pendapat karyawan Komitmen Organisasi Pengaruh perusahaan terhadap
Komitmen
Organisasi
Valid
Tidak Valid
.428
.426
.644
.816
.846
TidakValid
Valid
Valid Tidak
Tidak Valid
Lanjutanhidup Tabel karyawan 4.13
KO5
TidakValid
Valid Kelangsungan
perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan
hidup
.660
Tidak Valid
.630
Valid
81
KO6
Komitmen Organisasi Keterikatan pada perusahaan
.548
saat ini
Valid
.729
Valid
KO7
Komitmen Organisasi Makna perusahaan
.515
Valid
.799
Valid
KO8
Komitmen Organisasi Bekerja karena status
.499
Tidak Valid
.792
Valid
KO9
KO10
KO11
KO12
KO13
KO14
KO15
KO16
KO17
KO18
Komitmen
Organisasi
Ganti
pekerjaan
bukan
.592
Ganti
pekerjaan
bukan
.782
perilaku wajar Komitmen
Organisasi
perilaku yang patut Komitmen Organisasi Bekerja karena loyalitas di
.770
hargai Komitmen Organisasi Kepatutan pindah instansi
.753
karna gaji Komitmen Organisasi Bekerja karna kontrak kerja
.639
belum berakhir Komitmen Organisasi Peluang kesempatan bekerja
.725
ditempat lain Komtimen
Organisasi
Peluang
kemungkinan
.723
Komitmen Organisasi Kesiapan bekerja ditempat
.826
mengorbankan masa kerja
lain Komitmen Organisasi Imbalan dari perusahaan Komitmen Organisasi Sikap perusahaan terhadap
.801
.811
karyawan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
.718
.487
Valid Tidak Valid
.538
.556
.617
.559
581
.447
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid Tidak Valid
.484
Tidak Valid
.469
TidakValid
Sumber : Lampiran 3 Dapat dilihat bahwa item yang valid untuk komponen/konstruk pertama adalah KO1, KO2, KO5, KO6, KO7, KO9, KO10, KO11, KO12, KO13, KO14, KO15,
KO16,
KO17,
komponen/konstruk kedua
KO18
sedangakan
item
yang
valid
untuk
KO2, KO3, KO4, KO5, KO6, KO7, KO8, KO9,
KO11, KO12, KO13, KO14, KO15, sedangkan item yang sama-sama tidak valid
82
untuk komponen/konstruk pertama dan kedua tidak ada sehingga semua item adalah dikatakan sudah valid. 4.6.6
Uji Reliabilitas Konstrak Komitmen Organisasi dengan Alpha
Cronbach: Tabel 4.14 Reliability Statistics Komitmen Organisasi Cronbach's Alpha
N of Items
.988
18
Sumber : Lampiran 3 Koefisien reliabilitas dapat dilihat dari Cronbach's Alpha pada Tabel reliability statistics. Item-item yang valid dikatakan reliable, jika Nilai Cronbach's Alpha ≥ 0,6 . Dari hasil output, diperoleh nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,988, sehingga item-item untuk konstrak komitmen organisasi sudah reliabel. 4.6.7
Hasil Uji Validitas Konstrak Kepuasan Kerja dengan Analisis Faktor Penilaian variable kepuasan kerja berdasarkan 9 Indikator yaitu gaji,
kesempatan promosi bagi karyawan, supervisi atasan, tunjangan, reward, kondisi perusahaan, kenyamanan bekerja dengan rekan sejawat, tipe kecocokan dengan pekerjaan, komunikasi. Penilaian ini diukur dengan mengemukakan 9 pertanyaan : 1) Peluang pengembangan diri diperusahaan 2) Kesesuaian tugas dan fungsi diperushaan 3) Kompetensi atasan 4) Kepuasan terhadap fasilitas kerja 5) Prosedur perusahaan untuk melakukan tugas 6) Penghargaan dari perusahaan 7) Kerjasama antar karyawan 8) Kemanfaatan pekerjaan 9) Kualitas komunikasi sesame karyawan.
83
Tabel 4.15 Rotated Component Matrix Kepuasan Kerja Keterangan
Component 1
2
Kepuasan Kerja_Peluang pengembangan diri
.429
.846
Kepuasan Kerja_Kesesuain Tugas dan Fungsi
.608
.720
Kepuasan Kerja_Kompetensi
.701
.582
Kepuasan Kerja_Kepuasan terhadap fasilitas kerja
.754
.532
Kepuasan Kerja_Peraturan Prosedur Perusahaan
.788
.510
Kepuasan Kerja_Pengahargaan dari Perusahaan
.740
.562
Kepuasan Kerja_Kerja sama antar karyawan
.750
.554
Kepuasan Kerja_Kemanfaatan Pekerjaan
.491
.792
Kepuasan Kerja_Kualitas Komunikasi
.853
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel Rotated Component Matrix kepuasan kerja, Nilai Rotated Component Matrix pada component pertama dan kedua menerangkan nilai loading faktor dari setiap item untuk membentuk dua konstruk. Nilai loading faktor merupakan besarnya korelasi antara nilai score dan nilai setiap item. Suatu item/indikator dinyatakan valid, jika nilai loading faktor > 0,5 . Dari hasil output, nilai loading faktor pada komponen pertama dan kedua sebagai
Tabel 4.16 Hasil Loading Faktor Varibel Kepuasan Kerja
84
Item
Keterangan
Loading
Hasil
Loading
Hasil
faktor
konstruk
faktor
konstruk
pertama
pertama
pertama
pertama
KK1
Kepuasan Kerja Peluang pengembangan diri
.429
Tidak Valid
.846
Tidak Valid
KK2
Kepuasan Kerja Kesesuain Tugas dan Fungsi
.608
Tidak Valid
.720
Tidak Valid
KK3
Kepuasan Kerja Kompetensi
.701
Tidak Valid
.582
Valid
KK4
Kepuasan Kerja Kepuasan terhadap fasilitas kerja
.754
Valid
.532
Tidak Valid
KK5
Kepuasan Kerja Peraturan Prosedur Perusahaan
.788
Valid
.510
Tidak Valid
KK6
Kepuasan Kerja Pengahargaan dari Perusahaan
.740
Valid
.562
Tidak Valid
KK7
Kepuasan Kerja Kerja sama antar karyawan
.750
Tidak Valid
.554
Valid
KK8
Kepuasan Kerja Kemanfaatan Pekerjaan
.491
Tidak Valid
.792
Tidak Valid
KK9
Kepuasan Kerja Kualitas Komunikasi
.853
Tidak Valid
Valid
Sumber : Lampiran 3
dapat dilihat bahwa item yang valid untuk komponen/konstruk pertama adalah KK4, KK5, dan KK6 ; item yang valid untuk komponen/konstruk kedua adalah KK3, KK7, dan KK9 ; sedangkan item yang tidak valid untuk komponen/konstruk pertama dan kedua adalah KK1, KK2, dan KK8 sehingga item ini akan dihapus.
4.6.8 Uji Reliabilitas Konstrak Kepuasan Kerja dengan Alpha Cronbach: Tabel 4.17 Reliability Statistic Kepuasan Kerja Cronbach's Alpha
N of Items
85
Cronbach's Alpha .974
N of Items 9
Sumber : Lampiran 3 Koefisien reliabilitas dapat dilihat dari Cronbach's Alpha pada Tabel reliability statistics. Item-item yang valid dikatakan reliable, jika Nilai Cronbach's Alpha ≥ 0,6 . Dari hasil output, diperoleh nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,621 , sehingga item-item untuk konstrak kepuasan kerja sudah reliabel.
86
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum PLN
Sejarah PLN Indonesia Perusahaan listrik di Denpasar yang dibangun pada tahun 1927 dan dioperasikan pada tahun 1928. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang warga Belanda bernama L de Yong dan berlokasi di lingkungan Banjar Gemeh (saat ini lokasi Kantor PLN Distribusi Bali Area Pengatur Distribusi Jl. Diponegoro No. 17 Denpasar). Jika sebelumnya di Denpasar hanya terdapat PLN Cabang Denpasar yang berlokasi di Jln. Diponegoro (Banjar Gemeh) Denpasar, maka pada tanggal 4 Mei 1965 di Denpasar diresmikan berdirinya Kantor PLN Exploitasi VIII – Nusra yang membawahi semua unit-unit atau cabang PLN yang ada diseluruh Nusa Tenggara termasuk yang ada di Bali. Kantor PLN Exploitasi VIII – Nusra berlokasi di Sanglah (Jln Diponegoro – Denpasar) dengan menyewa sebuah ruangan di Gedung BALIAGE dan sebuah bangunan di seberang jalan yang juga berlokasi di Jalan Diponegoro – Denpasar. Sejak saat berdirinya itu, Kantor PLN Exploitasi VIII – Nusra dipimpin oleh Soetrisno Oerip selaku Pemimpin. Dengan telah berdirinya Kantor PLN Exploitasi VIII – Nusra di Denpasar, maka PLN Cabang Denpasar terlepas dari 84
87
Kantor Exploitasi Surabaya, dan selanjutnya menjadi PLN Exploitasi VIII Cabang Denpasar. Sekitar tahun 1970 Kantor PLN Exploitasi VIII – Nusra pindah dan menempati gedung baru yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman Denpasar. Setelah menempati gedung baru tersebut pada tahun 1974 sebutan PLN Exploitasi VIII berubah menjadi PLN Exploitasi XI dan pada tahun 1976 sebutan PLN Exploitasi XI berubah menjadi PLN Wilayah XI. Selanjutnya pada tahun 1992, lokasi Kantor PLN dipindahkan ke Jl. Letda Tantular No. 1 Renon (hingga sekarang). Pada tahun 1994 Perusahaan Umum Listrik Negara berubah status menjadi PT PLN (Persero) dengan Akte Notaris: 169 tanggal 30 Juli 1994. Dalam tahap restrukturisasi PLN selanjutnya melalui Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 32.K/010/DIR/2001, PT PLN (Persero) Wilayah XI diganti menjadi PT PLN (Persero) Unit Bisnis Bali, NTB, dan NTT. Perkembangan selanjutnya adalah bahwa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor: 119.K/010/DIR/2002 tentang perubahan keputusan Direksi PLN (Persero) Nomor : 089.K/010/DIR/2002 maka PT PLN (Persero) Unit Bisnis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ditetapkan menjadi PT PLN (Persero) Distribusi Bali. PT PLN (Persero) Wilayah Bali berubah menjadi PT PLN ( Persero ) Distribusi
Bali
dengan
Keputusan
Direksi
Nomor:120.K/010/DIR/2002 tanggal 27 Agustus 2002.
PT
PLN
(Persero)
88
World Class Services (WCS) Setelah melewati perjalanan yang panjang akhirnya pada tanggal 12 Desember 2008 yang lalu PLN Distribusi Bali mendeklarasikan Pelayanan Kelas Dunia (World Class Services) sebagai komitmen PLN dalam meberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan di Pulau Dewata. Usaha-usaha dalam mencapai Layanan Kelas Dunia atau World Class Services (WCS) telah dirintis sejak tahun 2004 dengan terbitnya Keputusan Direksi PLN No: 119.K/010/DIS/2004 mengenai “PLN Distribusi Bali sebagai Percontohan layanan kelas dunia”. Dari keputusan tersebut PLN Distribusi Bali menyusun sembilan sasaran strategis yang hendak dicapai dan dijabarkan di dalam 40 Inisiatif Strategis. Selama empat tahun tersebut segenap komponen PLN Distribusi Bali telah mencurahkan segala daya dan usaha untuk mencapai targettarget yang telah ditetapkan tersebut. Deklarasi tersebut sebagai momentum penghargaan terhadap segala usaha yang telah dilakukan dan sekaligus untuk menciptakan daya dorong dalam menggerakkan seluruh pegawai dalam mencapai tujuan-tujuan baru. Dengan Deklarasi WCS diharapkan pula agar pelanggan PLN Distribusi Bali menjadi semakin aktif berpartisipasi untuk
memberikan masukan-masukan yang
konstruktif agar PLN Distribusi Bali dapat mewujudkan layanan yang lebih baik lagi. Tujuh indikator WCS yang dideklarasikan saat itu adalah SAIDI 61,43 menit/pelanggan/tahun; SAIFI 1,65 kali/pelanggan/tahun); Susut (Losses) 5,86
89
persen; Koreksi Rekening 0,22 hari; Koreksi Catat Meter 0,03 persen; Kecepatan Layanan Teknis 28,78 menit; dan Tegangan di Bawah Standar 0,93 persen. Sesuai dengan road map PLN Distribusi Bali yang telah dibangun sejak tahun 2000, maka dalam perkembangan selanjutnya, PLN Distribusi Bali terus mengembangkan sayapnya demi peningkatan pelayanan. Di tahun 2012, PLN Distribusi Bali mencanangkan BALI EKSELEN 2012 “Beyond Expectation” sebagai sebuah semangat baru dalam menampilkan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan. Kunci budaya organisasi PLN Bali : Melayani dengan kualitas Tujuan PLN Bali : Mendistribusikan tenaga listrik dengan mutu dan kehandalan sesuai standar kelas dunia, dengan rasio elektrifikasi dusun 100 persen. Visi PLN Bali Menjadi Perusahaan Distribusi Tenaga Listrik Kelas Dunia MISI 1.
Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.
2.
Menyediakan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
3.
Mengupayakan agar tenaga listrik dapat menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4.
Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
90
5.2
Karasteristik Responden Data hasil penelitian diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner yang
disebarkan kepada 66 karyawan pernamen dan 35 karyawan outsourcing PLN Denpasar. Kuesioner disebarkan ke 101 responden dan data yang tidak kembali 1 responden, sehingga data yang diolah adalah sebanyak 100 kuesioner Sebelum data hasil penelitian setiap variabel yang dikaji dalam penelitian ini disajikan, terlebih dahulu secara ringkas akan dideskripsikan karakteristik responden. Karasteritik tersebut meliputi jenis kelamin dan jenjang pendidikan 5.2.1
Karasteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Dilihat dari jenis kelamin 56 responden berjenis kelamin pria dan 44
responden berjenis kelamin wanita. Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Item
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Presentase
1
Pria
56
56 %
2
Wanita
44
44 %
Sumber : Lampiran 2
44% 56%
Pria
Wanita
91
Gambar 5.1 Komposisi Responden Menurut Jenis Kelamin 5.2.2
Karasteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Dilihat
dari karakteristik responden berdasarkan pendidikan 33
responden Pendidikan S1, 13 resoponden D3, 5 responden D1, 48 responden SMA, 1 responden SD. Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Item
Jenjang Pendidikan
Jumlah Responden
Presentase
1
S1
33
33 %
2
D3
13
13 %
3
D1
5
5%
4
SMA
48
48 %
1
SD
1
1%
Sumber : Lampiran 2 1% 33%
48% 13%
5%
S1
D3
D1
SMA
SD
92
Gambar 5.2 Komposisi Responden Menurut Jenjang Pendidikan Gambar 5.2 menunjukkan komposisi prosentase responden menurut jenjang pendidikan yaitu: 33 persen responden yang memiliki pendidikan akhir S1, 13 persen responden yang memiliki pendidikan akhir D3, 5 persen yang memilik pendidikan akhir D1, 48 persen yang memiliki pendidikan akhir SMA dan 1 persen yang memiliki pendidikan akhir SD. 5.3
Analisis Faktor Persyaratan dasar analisis faktor dalam melakukan penggabungan ialah
besarnya korelasi antarvariabel independen setidak – tidaknya 0,5 yang ditunjukkan oleh KMO dan Bartlett’s Test, karena prinsip analisis faktor ialah adanya korelasi antarvariabel. Semakin besar nilai dari KMO menunjukkan Tabel 5.3 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Job Insecurity
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.958 1347.418 36 .000
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel KMO and Bartlett's Test, Nilai KMO and Bartlett's Test menunjukkan uji kelayakan dari analisis faktor. Analisis faktor memenuhi uji kelayakan, jika nilai KMO > 0,5 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) < 5%. Dari hasil output, nilai
93
KMO = 0,958 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) = 0,000 sehingga dapat dinyatakan bahwa analisis faktor memenuhi uji kelayakan dan dapat dilanjutkan. Tabel 5.4 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Locus Of Control
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of
Approx. Chi-Square
.875 3804.724
Sphericity df
136
Sig.
.000
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel KMO and Bartlett's Test, Nilai KMO and Bartlett's Test menunjukkan uji kelayakan dari analisis faktor. Analisis faktor memenuhi uji kelayakan, jika nilai KMO > 0,5 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) < 5%.Dari hasil output, nilai KMO = 0,875 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) = 0,000 sehingga dapat dinyatakan bahwa Analisis faktor memenuhi uji kelayakan Tabel 5.5 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy Komitmen Organisasi Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of
Approx. Chi-Square
.965
2748.514
Sphericity df
153
94
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Bartlett's Test of
.965
Approx. Chi-Square
2748.514
Sphericity df
153
Sig.
.000
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel KMO and Bartlett's Test, Nilai KMO and Bartlett's Test menunjukkan uji kelayakan dari analisis faktor. Analisis faktor memenuhi uji kelayakan, jika nilai KMO > 0,5 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) < 5%. Dari hasil output, nilai KMO = 0,965 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) = 0,000 sehingga dapat dinyatakan bahwa Analisis faktor memenuhi uji kelayakan. Tabel 5.6 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Kepuasan Kerja .945
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square Df Sig.
1157.401 36 .000
Sumber : Lampiran 3 Pada Tabel KMO and Bartlett's Test, Nilai KMO and Bartlett's Test menunjukkan uji kelayakan dari analisis faktor. Analisis faktor memenuhi uji kelayakan, jika nilai KMO > 0,5 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) < 5%. Dari hasil output, nilai KMO = 0,945 dan p-value Bartlett's Test (Sig.) = 0,000 sehingga dapat dinyatakan bahwa analisis faktor memenuhi uji kelayakan.
95
5.4
General Linier Model (GLM)
Menurut Agung (2006) dengan menerapkan GLM Univariate berdasarkan desain 2x2 kita akan memperoleh hasil analisis sebagai berikut : 5.4.1 Hasil Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Kepuasan Kerja Tabel 5.7 menunjukkan hasil analisis deskriptif untuk variable job insecurity dan locus of control terhadap kepuasan kerja yang masing-masing mempunyai dua tingkat perlakuan yakni level tinggi dan rendah
Tabel 5.7 Descriptive Statistics Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Kepuasan Kerja
Level Job in Security 1.00
1.00
Level Locus
Mean
Std. Deviation
N
1.00
37.8500
3.44592
40
2.00
15.5741
2.65197
14
Total
32.0741
10.37204
54
1.00 2.00
15.7273
2.76011
11
14.4000
1.98820
35
14.7174
2.23769
46
1.00
33.0784
9.75878
51
2.00
14.7347
2.23398
49
Total
24.0900
11.63858
100
Of Control
Total
Total
96
Sumber : Lampiran 4 Keterangan : Level Job Insecurity 1
: rendah (aman)
Level Job Insecurity 2
: tinggi (tidak aman)
Level Locus Of Control 1
: Internal
Level Locus Of Control 2
: Eksternal
Tabel 5.8 Interpretasi Descriptive Statistics Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Kepuasan Kerja
Dependent Variable : Total KK Locus Of Control Kepuasan Kerja (LOC) (KK)
Rendah (1) Job Insecurity (JI)
Tinggi (2)
Total
Rendah (1)
Tinggi (2)
Total
Kelompok 1.1
Kelompok 1.2
A
μ = 37.850
μ = 15.571
μ = 32.074
N = 40
N = 14
N = 54
Kelompok 2.1
Kelompok 2.2
B
μ = 15.727
μ = 14.400
μ = 14.714
N = 11
N = 35
N = 46
C
D
E
97
μ = 33.078
μ = 14.734
μ = 11.638
N = 51
N = 49
N = 100
Sumber : Lampiran 4 Interpretasi : 1) Pada job insecurity rendah dan locus of control rendah (Kelompok 1.1), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 37,850 dengan jumlah pengamatannya ada 40. 2)
Pada job insecurity rendah dan locus of control tinggi (Kelompok 1.2), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 15,571 dengan jumlah pengamatannya ada 14.
3)
Pada job insecurity rendah dan locus of control total (A), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 32,074 dengan jumlah pengamatannya ada 54.
4)
Pada job insecurity tinggi dan locus of control rendah (Kelompok 2.1), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 15,727 dengan jumlah pengamatannya ada 11.
5)
Pada job insecurity tinggi dan locus of control tinggi (Kelompok 2.2), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 14,400 jumlah pengamatan 35
6)
Pada job insecurity tinggi dan locus of control total (B), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 14.714 dengan jumlah pengamatannya ada 46.
7)
Pada job insecurity total dan locus of control rendah (C), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 33.078 dengan jumlah pengamatannya 51.
98
8)
Pada job insecurity total dan locus of control tinggi (D), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 14.734 dengan jumlah pengamatannya ada 49.
9)
Pada job insecurity total dan locus of control total (E), kepuasan kerja memiliki nilai mean sebesar 11,638 dengan jumlah pengamatannya ada 100.
Gambar 5.3 Estimated Marginal Means Level Job Insecurity Gambar 5.3 menggambarkan bahwa karyawan yang memiliki job insecurity tinggi kepuasan kerjanya lebih rendah dibanding dengan karyawan yang memiliki level job insecurity rendah.
99
Gambar 5.4 Estimated Marginal Means Level Locus Of Control
Gambar 5.4 menggambarkan bahwa karyawan yang memiliki locus of control tinggi (Eksternal) komitmen organisasinya lebih rendah dibanding dengan karyawan yang memiliki locus of control rendah (Internal)
100
Gambar 5.5 E i
dM
i
lM
fK
K j
Gambar 5.5 menggambarkan bahwa karyawan yang memiliki job insecurity tinggi dan level locus of control rendah (internal) kepuasan kerjanya lebih rendah dibanding dengan karyawan yang memiliki level job insecurity rendah dan locus of control tinggi (eksternal)
5.4.2 Hasil Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Komitmen Organisasi
101
Tabel 5.9 menunjukkan hasil analisis deskriptif untuk variable job insecurity dan locus of control terhadap kepuasan kerja yang masing-masing mempunyai dua tingkat perlakuan yakni level tinggi dan rendah Tabel 5.9 Descriptive Statistics Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Komitmen Organisasi
Dependent Variable : Total KO Level Job in
Level Locus
Mean
Std. Deviation
N
1.00
75.0250
11.06273
40
2.00
29.7857
5.27955
14
Total
63.2963
22.30122
54
1.00
29.9091
5.62947
11
2.00
29.4571
4.10411
35
Total
29.5652
4.45048
46
1.00
65.2941
21.28407
51
2.00
29.5510
4.41617
49
Total
47.7800
23.67993
100
Of Control 1.00
2.00
Total
Sumber : Lampiran 4 Keterangan : Level Job Insecurity 1
: rendah (aman)
Level Job Insecurity 2
: tinggi (tidak aman)
102
Level Locus Of Control 1 : Internal Level Locus Of Control 2 : Eksternal
Tabel 5.10 Interpretasi Descriptive Statistics Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Komitmen Organisasi
Dependent Variable : Total KO Locus Of Control Komitmen Oganisasi (LOC) (KO) Rendah (1)
Tinggi (2)
Total
A Rendah (1)
Kelompok 1.1
Kelompok 1.2
μ = 75.025
μ = 29.785
N = 40
N = 14
Kelompok 2.1
Kelompok 2.2
B
μ = 29.909
μ = 29.457
μ = 29.565
N = 11
N = 35
N = 46
C
D
E
μ = 65.294
μ = 29.551
μ = 47.780
N = 51
N = 49
N = 100
μ = 63.296 N = 54
Job Insecurity Tinggi (2) (JI)
Total
Sumber : Lampiran 4
103
Interpretasi : 1)
Pada job insecurity rendah dan locus of control rendah (Kelompok 1.1), komitmen organisasi memiliki nilai mean sebesar 75.025 dengan jumlah pengamatannya ada 40.
2)
Pada job insecurity rendah dan locus of control tinggi (Kelompok 1.2), komitmen organisasi memiliki nilai mean sebesar 29.785 dengan jumlah pengamatannya ada 14.
3) Pada job insecurity rendah dan locus of control total (A), komitmen organisasi
memiliki
nilai
mean
sebesar
63.296
dengan
jumlah
pengamatannya ada 54. 4)
Pada job insecurity tinggi dan locus of control rendah (Kelompok 2.1), komitment organisasi memiliki nilai mean sebesar 29.909 dengan jumlah pengamatannya ada 11.
5)
Pada job insecurity tinggi dan locus of control tinggi (Kelompok 2.2), komitmen organisasi memiliki nilai mean sebesar 29.457 dengan jumlah pengamatannya ada 35
6)
Pada job insecurity tinggi dan locus of control total (B), komitmen organisasi
memiliki
nilai
mean
sebesar
29.565
dengan
jumlah
pengamatannya ada 46. 7)
Pada job insecurity total dan locus of control rendah (C), komitmen organisasi
memiliki
pengamatannya ada 51.
nilai
mean
sebesar
65.294
dengan
jumlah
104
8)
Pada job insecurity total dan locus of control tinggi (D), komitmen organisasi
memiliki
nilai
mean
sebesar
29.551
dengan
jumlah
pengamatannya ada 49. 9)
Pada job insecurity total dan locus of control total (E), komitmen organisasi memiliki nilai mean sebesar 47.780 dengan jumlah pengamatannya ada 100.
Gambar 5.6 menggambarkan bahwa karyawan yang memiliki job Insecurity tinggi komitmen organisasinya lebih rendah dibanding dengan karyawan yang memiliki level Job insecurity rendah dan locus of control rendah
.
Gambar 5.6 Estimated Marginal Means Level Job Insecurity
105
Gambar 5.7 Gambar 5.7 menggambarkan bahwa karyawan yang memiliki locus of Estimated Marginal Means Level Locus Of Control control tinggi (Eksternal) komitmen organisasinya lebih rendah dibanding dengan karyawan yang memiliki locus of control rendah (Internal)
106
Gambar 5.8
Gambar 5.8 menggambarkan bahwa karyawan yang memiliki job Insecurity tinggi dan level locus of control rendah (internal) komitmen organisasinya lebih rendah dibanding dengan karyawan yang memiliki level job insecurity rendah dan locus of control tinggi (eksternal) Pengujian Homogenitas Kelompok Levene’s Test Of Eror Variances Komitmen Organisasi
107
Asumsi kesamaan varian suku kesalahan random dari model linier univariat dapat diuji memakai statistik Uji-Levene yang mempunyai pendekatan distribusi-F, seperti disajikan dalam Tabel 5.11 Tabel 5.11 Levene’s test of Equality Error Variancesa Komitmen Organisasi
F 4.222
df1
df2
Sig
3
96
.008
Sumber : Lampiran 4 Hasil nilai statistic Uji-F, yaitu F0 = 4.222 dengan db = 3/96 dan nilai-p = 0.008, maka H0 ditolak pada taraf keyakinan α = 0.05, Hasil tersebut menyimpulkan bahwa data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi suku kesalahan random mempunyai varian berbeda untuk keempat kelompok data. Levene’s Test Of Eror Variances Kepuasan Kerja Tabel 5.12 Levene’s test of Equality Error Variancesa Kepuasan Kerja F 1.058
df1
df2
Sig
3
96
.371
Sumber : Lampiran 4 Hasil nilai statistic Uji-F, yaitu F0 = 1.058 dengan db = 3/96 dan nilai-p = 0.371, maka H0 ditolak pada taraf keyakinan α = 0.05. Dari hasil nilai statistik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi suku kesalahan random mempunya varian yang sama untuk keempat kelompok data.
108
Hasil Tabel 5.11 dan Tabel 5.12 diatas dapat disimpulkan bahwa data mendukung kebenaran asumsi suku kesalahan random mempunyai varian sama untuk respon univariat kepuasan kerja dan varian berbeda untuk respon univariat komitmen organisasi. 5.5
Analisis Berdasarkan Model Analisis Varian Univariat (ANAVA) Tabel 5.13 dibawah ini menunjukkan hasil analisis dengan menerapkan
ANAVA. Agung (2006) menyatakan koefisien determinasi ini tidak untuk menetukan apakah model yang dipakai itu benar atau salah. Dengan kata lain, nilai besarnya koefisien determinasi tidaklah patut dipakai untuk menyalahkan atau membenarkan sebuah model (fungsi regresi). Lebih lanjut Agung(2006) berpendapat model rerata-sel merupakan model yang sederhana dan mempunayi kebenaran mutlak, karena kita dapat meyatakan dengan penuh keyakinan bahwa setiap sub-populasi yang ditinjau atau didefinisikan dengan sendirinya mempunyai parameter rerata dan parameter varian, walalupun, seorang peneliti pada umumnya tidak mengetahui dengan pasti ukurannya atau besarnya. Berdasarkan hasil dalam tabel ini dapat dikemukakan catatan dan kesimpulan hasil pengujian sebagai berikut :
5.5.1 Koefisien Determinasi Model Komitmen Organisasi Hasil analisis (Tabel 5.13) menunjukkan koefisien determinasi (R Square) atau R2 = 0.928 yang mempunyai pengertian bahwa model faktorial dapat menjelaskan 92.8% dari varian (atau variasi) variable respon yang ditinjau.
109
Hipotesis ANOVA berdasarkan penelitian yang dilakukan Tabel 5.13 Hasil Analisis Dengan Menerapkan Model ANAVA dengan Dependent Variable Komitmen Organisasi Source
Type III Sum
df
Mean Squares
F
sig
Partial Eta Squared
of Squares
Intercept
Hypothesis
Level_JI
Level_LOC
Level_JI*Level_LOC
124839.904
1
124839.904
Error
9669.296
1
9669.296b
Hypothesis
9565.141
1
9565.141
Error
9290.510
1
9290.510c
Hypothesis
9669.296
1
9669.296
Error
9290.510
1
9290.510c
Hypothesis
9290.510
1
9290.510
Error
6024.927
96
62.760d
12.911
.173
.928
1.030
.495
.507
1.041
.494
.510
148.033
.000
.607
Sumber : Lampiran 4
a. Computed using alpha = .05 b. MS (Level_LOC) c. MS (Level_JI*Level_LOC) d. MS (Error)
H0 : αi = 0 (tidak ada pengaruh level job insecurity terhadap komitmen organisasi). H1 : Ada pengaruh Level job insecurity terhadap komitmen organisasi.
110
H0
: βj = 0 (tidak ada pengaruh level locus of control terhadap komitmen
organisasi). H1 : Ada pengaruh level locus of control terhadap komitmen organisasi. Dengan daerah kritis, H0 ditolak jika p-value < α dengan α = 5%. H0 diterima jika p-value > α dengan α = 5%. Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 5.25 untuk variable job insecurity terhadap komitmen organisasi adalah: nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.030 dengan db=1/96 dan nilai-p = 4.95, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level job insecurity tidak berpengaruh terhadap variable komitmen organisasi Sedangkan untuk variable locus of control terhadap komitmen organisasi adalah : nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.041 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 4.94, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05.
Dari nilai statistik yang
ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level locus of control tidak berpengaruh terhadap variable komitmen organisasi Untuk pengaruh level job insecurity dan level locus of control (Level_JI*Level LOC) terhadap kepuasan kerja adalah : nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 148.033 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 0.000, maka H0 ditolak pada taraf keyakinan α = 0,05.
111
Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh level job insecurity dan level locus of control (Level_JI*Level LOC) terhadap variabel komitmen organisasi. 5.5.2 Koefisien Determinasi Model Kepuasan Kerja Hasil analisis (Tabel 5.14) menunjukkan koefisien determinasi (R Square) atau R2 = 0.926 yang mempunyai pengertian bahwa model faktorial dapat menjelaskan 92.6% dari varian (atau variasi) variable respon yang ditinjau. Tabel 5.14 Hasil Analisis Dengan Menerapkan Model ANAVA dengan Dependent Variable Kepuasan Kerja Source
Type III Sum
df
Mean Squares
F
sig
Partial Eta Squared
of Squares
Intercept
Hypothesis
Level_JI
Level_LOC
Level_JI*Level_LOC
32330.206
1
32330.206
Error
2580.882
1
2580.882b
Hypothesis
2513.177
1
2513.177
Error
2033.064
1
2033.064c
Hypothesis
2580.882
1
2580.882
Error
2033.064
1
2033.064c
Hypothesis
2033.064
1
2033.064
765.110
96
7.970d
Error
Sumber : Lampiran 4
a. Computed using alpha = .05 b. MS (Level_LOC)
12.527
.175
.926
1.236
.466
.553
1.269
.462
.559
255.093
.000
.727
112
c. MS (Level_JI*Level_LOC) d. MS (Error)
Hipotesis ANOVA berdasarkan penelitian yang dilakukan 1) H0 : αi = 0 (tidak ada pengaruh level job insecurity terhadap kepuasan kerja). H1 : Ada pengaruh Level job insecurity terhadap kepuasan kerja. 2) H0 : βj = 0 (tidak ada pengaruh level locus of control terhadap kepuasan kerja). H1 : Ada pengaruh Level locus of control terhadap kepuasan kerja. Dengan daerah kritis, H0 ditolak jika p-value < α dengan α = 5%. H0 diterima jika p-value > α dengan α = 5%. Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 5.26 untuk variable job insecurity terhadap kepuasan kerja adalah: nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.236 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 4.66, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level job insecurity tidak berpengaruh terhadap variable kepuasan kerja
113
Sedangkan untuk variable locus of control terhadap kepuasan kerja adalah: nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.269 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 4.62, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level locus of control tidak berpengaruh terhadap variabel kepuasan kerja Untuk pengaruh level job insecurity dan level locus of control (Level_JI*Level LOC) terhadap kepuasan kerja adalah : nilai statistik uji-F, yaitu F0 = 255.093 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 0.000, maka H0 ditolak pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh level job insecurity dan level locus of control (Level_JI*Level LOC) terhadap variabel kepuasan kerja. 5.6 Uji Post Hoc Dalam uji Post Hoc ini masing-masing group diartikan sebagai berikut : 1) Group 1 adalah kelompok yang memilih JI rendah dan LOC rendah 2) Group 2 adalah kelompok yang memilih JI rendah dan LOC tinggi 3) Group 3 adalah kelompok yang memilij JI tinggi dan LOC rendah 4) Group 4 adalah kelompok yang memilih JI tinggi dan LOC tinggi
5.6.1 Uji Post Hoc Komitmen Organisasi Tabel 5.15 Multiple Comparisons Komitmen Organisasi Total_KO Bonferroni
114
95% Confidence Interval (I)
(J)
Group Group 1.00
2.00
3.00
Mean Difference (I-J)
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
2.00
45.23929*
2.46005
.000
38.6119
51.8667
3.00
45.11591*
2.69711
.000
37.8498
52.3820
4.00
45.56786*
1.83361
.000
40.6281
50.5077
1.00
-45.23929*
2.46005
.000
-51.8667
-38.6119
3.00
-.12338
3.19190
1.000
-8.7225
8.4757
4.00
.32857
2.50519
1.000
-6.4205
7.0776
1.00
-45.11591*
2.69711
.000
-52.3820
-37.8498
2.00
.12338
3.19190
1.000
-8.4757
8.7225
4.00
.45195
2.73835
1.000
-6.9252
7.8291
1.00
-45.56786*
1.83361
.000
-50.5077
-40.6281
2.00
-.32857
2.50519
1.000
-7.0776
6.4205
3.00
-.45195
2.73835
1.000
-7.8291
6.9252
Lanjutan Tabel 5.15 4.00
Std. Error
Sumber : Lampiran 4 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Pada tabel 5.15 diatas semua nilai signifikansi antara group 1 dengan group 2,3 dan 4 adalah sebesar 0,000 artinya berarti bahwa nilai p < 0.05. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan komitmen organisasi hanya antara group 1 dengan kelompok 2,3,4
115
Sedangkan nilai signifikansi antar group : 1)
Group 2 dengan 3, nilai signifikansi (sig) = 1.000
2)
Group 2 dengan 4, nilai signifikansi (sig) = 1.000
3)
Group 3 dengan 4, nilai signifikansi (sig) = 1.000
Artinya bahwa semua nilai signifikansi antar group perlakuan p >0,05. Hal ini memiliki arti bahwa nilai group 2,3,4 tidak berbeda makna Berdasarkan output pada kolom perbedaan rata-rata antar kelompok (mean difference), jika ada tanda * maka perbedaannya signifikan 1) Mean Difference antara group 1 dan group 2 adalah 45,23929* dan -45,23929* dengan tanda *, hal ini berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara group 1 dan group 2. 2) Mean Difference antara group 1 dan group 3 adalah 45,11591* dan -45,23929* dengan tanda *, hal ini berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara group 1 dan group 3. 3) Mean Difference antara group 1 dan group 4 adalah 45,56786* dan -45,56786* dengan tanda *, hal ini berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara group 1 dan group 3. 4) Mean Difference antara group 2 dan group 3 adalah 0,12338 dan -0,12338 tanpa tanda *, hal ini berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara group 2 dan group 3. 5) Mean Difference antara group 2 dan group 4 adalah 0,32857 dan
116
-0,32857 tanpa tanda *, hal ini berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara group 2 dan group 4. 6) Mean Difference antara group 3 dan group 4 adalah 0,45195 dan -0,45195 tanpa tanda *, hal ini berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara group 3 dan group 4.
5.6.2 Uji Post Hoc Kepuasan Kerja Tabel 5.16 Multiple Comparisons Kepuasan Kerja Total_KK Bonferroni
95% Confidence Interval (J) (I) Group Group 1.00
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
2.00
22.27857*
.87666
.000
19.9168
24.6403
3.00
22.12273*
.96114
.000
19.5334
24.7121
117
2.00
3.00
4.00
4.00
23.45000*
.65342
.000
21.6897
25.2103
1.00
-22.27857*
.87666
.000
-24.6403
-19.9168
3.00
-.15584
1.13746
1.000
-3.2202
2.9085
4.00
1.17143
.89274
1.000
-1.2336
3.5765
1.00
-22.12273*
.96114
.000
-24.7121
-19.5334
2.00
.15584
1.13746
1.000
-2.9085
3.2202
4.00
1.32727
.97583
1.000
-1.3016
3.9562
1.00
-23.45000*
.65342
.000
-25.2103
-21.6897
2.00
-1.17143
.89274
1.000
-3.5765
1.2336
3.00
-1.32727
.97583
1.000
-3.9562
1.3016
Sumber : Lampiran 4 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Pada tabel diatas semua nilai signifikansi antara group 1 dengan group 2,3 dan 4 adalah sebesar 0,000 artinya berarti bahwa nilai p < 0.05. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan komitmen organisasi hanya antara group 1 dengan kelompok 2,3,4 Sedangkan nilai signifikansi antar group : 1) Group 2 dengan 3, nilai signifikansi (sig) = 1.000 2) Group 2 dengan 4, nilai signifikansi (sig) = 1.000 3) Group 3 dengan 4, nilai signifikansi (sig) = 1.000 Artinya bahwa semua nilai signifikansi antar group perlakuan p >0,05. Hal ini memiliki arti bahwa nilai group 2,3,4 tidak berbeda makn
118
Berdasarkan output pada kolom perbedaan rata-rata antar kelompok (mean difference), jika ada tanda * maka perbedaannya signifikan 1) Mean Difference antara group 1 dan group 2 adalah 22.27857* dan -22.27857* dengan tanda *, hal ini berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara group 1 dan group 2. 2) Mean Difference antara group 1 dan group 3 adalah 22.12273* dan -22.12273* dengan tanda *, hal ini berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara group 1 dan group 3. 3) Mean Difference antara group 1 dan group 4 adalah 23.45000* dan -23.45000* dengan tanda *, hal ini berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara group 1 dan group 3. 4) Mean Difference antara group 2 dan group 3 adalah 0.15584 dan -0.15584 tanpa tanda *, hal ini berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara group 2 dan group 3. 5) Mean Difference antara group 2 dan group 4 adalah 1.17143 dan -1.17143 tanpa tanda *, hal ini berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara group 2 dan group 4.
6) Mean Difference antara group 3 dan group 4 adalah 1.32727 dan -1.32727 tan,pa tanda *, hal ini berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara group 3 dan group 4.
119
5.7 Hipotesis 5.7.1 Hipotesis Pertama Pada penemuan sebelumnya (Ashford 1989;) menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasi, artinya semakin tinggi insecurity yang dirasakan oleh seseorang maka semakin kecil komitmen pada organisasinya. Namun dalam penelitian ini ditemukan, pada variable job insecurity terhadap Kepuasan kerja adalah: nilai statistic uji-F, yaitu F0
=
1.030 dengan
db=1/96 dan nilai-p = 4.95, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level job insecurity tidak berpengaruh terhadap variable komitmen organisasi. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa walaupun karyawan itu memiliki status sebagai karyawan permanen tidak menjamin komitmen kepada perusahaan tinggi, hal ini bisa saja disebabkan oleh karna karyawan sudah merasa aman dan memliki status yang jelas. Perusahaan tidak dapat sewaktu-waktu memberhentikan karyawan permanen dari pekerjaannya. Hasil penelitian ini diduga, juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan persepsi mengenai job insecurity pada karyawan PLN baik itu yang outsourcing ataupun karyawan permanen. Temuan dalam penelitian ini didukung oleh penemuan Suwandi dan Indriantoro (1999) Kinnunen (2000) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara job insecurity dengan komitmen organisasi.
120
Berdasarkan statistik deskriptif variabel job insecurity, diketahui bahwa masing-masing indikator yaitu tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan, seberapa pentingnya aspek kerja bagi karyawan, tingkat ancaman yang dirasakan karyawan pada kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang negatif seperti pemutusan hubungan kerja secara mendadak atau pensiun dipercepat, atau peluang dipindah tugaskan tidak mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi/perusahaan. Baik itu karyawan non permanen (outsourcing) ataupun karyawan permanen Sedangkan untuk variable locus of control terhadap komitmen organisasi hasilnya adalah : nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.041 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 4.94, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level locus of control tidak berpengaruh terhadap variable komitmen organisasi Dengan arti kata bahwa baik karyawan yang memiliki locus of control internal atau eksternal sama-sama tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Khandelwal dan Dhar Brown (2003) yang meneliti pengaruh locus of control terhadap komitmen organisasi dikalangan manajer dan klerk industri perbankan. Komitmen organisasi dan locus of control bukanlah konstruk yang berdimensi tunggal. Komitmen organisasi terdiri dari beberapa bentuk (afektif, normatif, continuance). Locus of control juga terdiri dari internal dan eksternal oleh karena itu tingkatan pekerjaan yang berbeda dan lingkungan sosial yang berbeda menyebabkan dorongan terhadap komitmen organisasi yang berbeda. Penelitian ini tidak membedakan
121
dimensi konstruk locus of control dan komitmen organisasi sehingga hasil pengujian statistik tidak menunjukan hubungan yang signifikan. Penelitian Brown dan Gaylor (2002) juga memberikan bukti empiris bahwa locus of control berpengaruh negatif terhadap komitmen afektif dan normatif. Penjelasannya, pekerja yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan tinggi untuk mengendalikan lingkungan kerjanya (internal locus of control tinggi) maka keterikatan emosinya terhadap tempatnya bekerja lebih rendah. Ia merasa memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk memilih beragam pekerjaan diluar tempatnya bekerja. 5.7.2 Hipotesis Kedua Hasil yang ditunjukkan pada tabel 5.14 untuk variable job insecurity terhadap kepuasan kerja adalah: nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.236 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 4.66, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0 ,0 5 . Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level job insecurity tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variable kepuasan kerja Temuan dalam penelitian ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh wening (2005) bahwa job insecurity secara signifikan dan positif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja (ß=0,047; t= 0,601; p>0,05). Temuan ini didukung pula oleh hasil temuan Kinnunen (2000) yang menunjukkan bahwa job insecurity secara signifikan dan positif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
122
Artinya bahwa pada karyawan PLN baik itu yang non permanen (outsourcing) atau karyawan yang permanen, variabel job insecurity yang terdiri dari beberapa indikator yang dapat mengancam keamanan karyawan sekalipun tidak mempengaruhi kepuasan karyawan dalam bekerja. Sedangkan untuk variable locus of control terhadap kepuasan kerja adalah: nilai statistic uji-F, yaitu F0 = 1.269 dengan db = 1/96 dan nilai-p = 4.62, maka H0 diterima pada taraf keyakinan α = 0,05. Dari nilai statistik yang ditunjukkan dapat diambil kesimpulan bahwa level locus of control juga tidak berpengaruh terhadap variable kepuasan kerja. Hasil
diatas
didukung
pula
oleh
penelitian
yang
dilakukan
oleh
primoradia(2013) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa locus of control tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan. 5.7.3 Hipotesis Ketiga Pada penelitian ini, seperti pada tabel 5.17 dapat dilihat bahwa nilai mean pada kelompok karyawan yang memiliki locus of control internal (rendah) efek job insecurity terhadap komitmen organisasi karyawan, lebih tinggi dibanding pada kelompok karyawan dengan locus of control eksternal (tinggi). Yaitu sebesar µ=75.025 dan μ = 29.909
Tabel 5.17 Hipotesis Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Komitmen Organisasi
123
Dependent Variable : Total KO Locus Of Control Job Insecurity
(LOC) Rendah (1)
Tinggi (2)
Kelompok 1.1
Kelompok 1.2
μ = 75.025
μ = 29.785
Total A μ = 63.296
Rendah (1)
N = 54 N = 40
N = 14
Tinggi
Kelompok 2.1
Kelompok 2.2
B
(2)
μ = 29.909
μ = 29.457
μ = 29.565
N = 11
N = 35
N = 46
Sumber : Lampiran 4
Artinya bahwa pada perusahaan ini karyawan yang memiliki locus of control internal, yaitu karyawan yang memiliki keyakinan bahwa prestasi kerja dan imbalan kerja yang dicapai ditentukan oleh upaya individu, bukan oleh faktor lain. Karyawan yang memiliki locus control eksternal yaitu karyawan yang memiliki keyakinan tentang hasil pencapaian suatu tujuan,
tidak ada
hubungannya dengan keterlibatan atau perilaku seseorang, tetapi karena adanya kekuatan luar seperti keberuntungan, kesempatan, atau kontrol dari orang lain yang berkuasa atau bahkan nasib dan takdir. Menurut Rotter (1996), orang yang memiliki locus of control internal merasa yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengendalikan penguat
124
(reinforcement) yang diterimanya, sedangkan orang yang memiliki locus of control eksternal memandang peristiwa-peristiwa yang terjadi baik maupun buruk disebabkan oleh faktor-faktor kesempatan, keberuntungan, nasib, dan orang-orang lain yang berkuasa serta kondisi-kondisi yang tidak mereka kuasai. Temuan penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Wafiah (2008) kepada karyawan event organizer yang hasilnya adalah ada perbedaan komitmen organisasi yang sangat signifikan antara karyawan yang memiliki locus of control internal dan eksternal, nilai rerata komitmen organisasi pada karyawan yang memiliki locus of control internal (A1) = 92,258 dan nilai rerata komitmen organisasi pada karyawan yang memiliki locus of control eksternal (A2) = 83,579, dengan demikian karyawan yang memiliki locus of control internal memiliki komitmen organisasi lebih tinggi dibandingkan karyawan locus of control eksternal. 5.7.4 Hipotesis Keempat Pada penelitian ini seperti pada tabel 5.18 dapat dilihat bahwa nilai mean pada kelompok karyawan yang memiliki locus of control internal (rendah) efek job insecurity terhadap kepuasan kerja karyawan, lebih tinggi dibanding pada kelompok karyawan dengan locus of control eksternal (tinggi). Yaitu sebesar µ=37.850 dan μ = 15.727
125
Tabel 5.18 Hipotesis Pengaruh Job Insecurity dan Locus Of Control terhadap Kepuasan Kerja Dependent Variable : Total KK Locus Of Control Job Insecurity
(LOC)
Rendah (1)
Tinggi (2)
Total
Kelompok 1.1
Kelompok 1.2
A
Rendah
μ = 37.850
μ = 15.571
μ = 32.074
(1)
N = 40
N = 14
N = 54
Tinggi
Kelompok 2.1
Kelompok 2.2
B
(2)
μ = 15.727
μ = 14.400
μ = 14.714
N = 11
N = 35
N = 46
Seseorang dengan internal locus of control cenderung melihat tantangan sebagai kesempatan untuk belajar. Sebaliknya, seseorang dengan external locus of control akan mengabaikan tantangan karena mereka merasa bahwa belajar tidak akan berdampak pada diri mereka. Jika seseorang memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuan dirinya maka hal ini akan menyebabkan seseorang tersebut berusaha keras sampai tujuannya tercapai yang pada akhirnya akan membentuk
126
perilaku positif yang nantinya membuat individu merasakan kepuasan terhadap apa yang telah dilakukannya. Namun apabila keyakinan yang dimiliki oleh seseorang cenderung tidak kuat maka akan mengurangi usahanya bila menemui masalah, kemungkinan akan mudah putus selanjutnya menyerah terhadap pekerjaan. Karyawan seperti ini tidak akan mengalami kepuasan karena dia tidak yakin atas apa yang dikerjakannya. 5.8
Implikasi Penelitian
Berdasarkan temuan tersebut maka implikasi hasil penelitian difokuskan pada Job Insecurity dan Locus of control implikasi penelitian dijabarkan sebagai berikut : Dalam penelitian ini ditemukan bahwa karyawan permanen maupun outsourcing sama-sama tidak berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja, namun bagi karyawan outsourcing, pekerjaan merupakan hal yang penting. Karena itu hendaknya pimpinan harus bisa menghindari ancaman terhadap aspek-aspek pekerjaan karyawan kontrak, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kinerja secara keseluruhan dengan memberikan rasa aman kepada karyawan permanen dan outsourcing, Oleh karena itu pimpinan harus mampu membuat kebijakan agar karyawan kontrak merasa nyaman dalam bekerja tanpa perlu ada kekhawatiran.Penting bagi manajemen PLN untuk mengkaji ulang kebijakan kontrak kerja outsouring karena kepuasan kerja yang rendah dan komitmen yang rendah terbukti menunjukkan adanya kinerja yang rendah yaitu terbukti dengan keluhan yang lebih banyak dari karyawan.
127
Kondisi insecure juga bisa dipicu oleh perbedaan gaji antara permanen dan tidak permanen, sehingga ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan persepsi securitas karyawan non permanen. Perusahaan juga harus memiliki manajemen kinerja dengan terukur, perpanjangan kontrak harus jelas, persyaratan perpanjangan
kontrak
harus
jelas
sehingga
karyawan
non
permanen
mempersiapkan diri apakah ia diperpanjang atau tidak. Locus of control atau pusat kendali sebagai salah satu atribut atau tipe kepribadian, sangat penting dipertimbangkan menjadi fokus kajian ke depan, untuk melihat keterkaitan atau
implikasinya terhadap berbagai aspek
keperilakuan karyawan dalam sebuah organisasi, dengan alasan bahwa kepribadian mampu memprediksikan apa yang akan (will) dilakukan individu, bukan apa yang dapat (can) individu lakukan, dan memprediksikan contextual job performance. Pada paparan sebelumnya telah diuraikan bagaimana masing-masing tipe locus of control baik internal maupun eksternal mempengaruhi kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan, maka penelitian yang mencoba mengkaji konsep tersebut pada berbagai organisasi dan berbagai bidang pekerjaan perlu terus dilaksanakan dengan harapan hasilnya bisa bermanfaat bagi pengambilan keputusan Manajemen Sumber Daya Manusia yang lebih efektif, misalnya keputusan tentang perekrutan, seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan dan lain-lain.
128
Kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja tenaga kerja baik itu karyawan permanen ataupun karyawan outsourcing, maka manajemen PLN perlu memperhatikan aspek yang membentuk rasa bangga terhadap karyawan sehingga dengan hal tersebut diharapkan ada sikap loyalitas dan komitmen dari karyawan sehingga tidak ingin pindah kerja ke perusahaan lain, dan rasa suka tenaga kerja outsourcing terhadap pekerjaan yang dilakukan saat ini.
129
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut : 4) Tidak ada pengaruh job insecurity terhadap komitmen organisasi artinya bahwa ketidakamanan pekerjaan tidak mempengaruhi komitmen karyawan bekerja pada organisasi. 5) Tidak ada pengaruh job insecurity terhadap kepuasan kerja artinya bahwa ketidakamanan pekerjaan tidak mempengaruhi kepuasan karyawan dalam bekerja pada organisasi. 6) Hasil menyimpulkan bahwa kelompok karyawan dengan locus of control internal dan efek job insecurity rendah memiliki komitmen organisasi karyawan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok karyawan dengan locus of control eksternal. 7) Hasil menyimpulkan bahwa kelompok karyawan dengan locus of control internal efek job insecurity rendah memiliki kepuasan kerja karyawan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok karyawan dengan locus of control eksternal.
130
123 6.2
Saran 1. Hendaknya perusahaan terus mengadakan tindakan penanganan mengenai pentingnya job insecurity dalam pekerjaan bagi karyawan. penanganan dampak job insecurity dapat memberikan informasi yang diharapkan dapat menggugah organisasi agar lebih proaktif dalam memperbaharui dan mencari alternatif terbaik untuk menjaga keharmonisan hubungan ketenagakerjaan yang ada dalam jangka panjang. Bagi karyawan, kesadaran akan pentingnya sikap kerja dalam hubungan ketenanagakerjaan juga didasari oleh kenyataan bahwa mereka memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masa depan pekerjaannya. Jadi, perlu adanya usaha sinergi positif antara karyawan insecurity
sehingga
dan organisasi untuk mengantisipasi job
menghindari
dampak
negatif
yang
mungkin
ditimbulkannya serta meminimalisir potensi timbulnya kondisi tersebut. 2. Perlu sering diadakan pelatihan dan seminar guna lebih meningkatkan rasa percaya diri karyawan (berhubungan dengan locus of control internal meningkat). Karyawan yang memiliki locus of control Internal tinggi biasanya memiliki kecenderungan suka bekerja keras, memiliki inisiatif yang
tinggi,
loyal
kepada
perusahaan
dan
berkomitmen
tinggi
(Crider,1983). Upaya ini perlu dilakukan juga untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dari masing-masing individu dengan indikator prestasi yang jelas dan kontrak kerja yang jelas.
131
3. Penerapan sistem pemberian imbalan yang seimbang antara gaji
dan
insentif peningkatan prestasi kerja, sesuai undang-undang gaji pokok yang harus diterima 75% dari standard gaji. 4. Perusahaan diharapkan memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk menunjukkan potensi yang dimiliki, menjalin hubungan yang baik diantara sesama karyawan ataupun antara karyawan dengan pimpinannya, serta kebijakan promosi yang jelas berdasarkan pencapaian dan disiplin kerja yang terukur. 5. melibatkan karyawan dalam membuat keputusan-keputusan. Dengan melibatkan karyawan dalam pembuatan keputusan maka karyawan akan lebih merasa dirinya adalah bagian dari organisasi.
6.3
Keterbatasan dan Saran Penelitian selanjutnya
Keterbatasan peneliti dalam penelitian ini adalah 1. Keterbatasan peneliti dalam penyebaran kuisioner. Peneliti tidak dapat langsung bertatap muka dengan responden karena peraturan perusahaan, namun dalam penyebaran kuisioner peneliti dibantu oleh karyawan pada bagian Human Resources Departement.
Hal ini mungkin akan
mempengaruhi keakuratan data yang diperoleh, responden tidak diawasi langsung oleh peneliti saat mengisi kuisioner. 2. Peneliti kesulitan untuk memperoleh data yang akurat mengenai identitas karyawan dikarenakan keterbatasan akses yang diberikan perusahaan.
132
3. job insecurity adalah kondisi yang dirasakan oleh karyawan pada kondisi yang sedang atau telah terjadi. Oleh sebab itu perlu diberlakukan pengukuran langsung untuk mendapatkan data yang lebih akurat. item-item harus disusun sedemikian rupa agar terbebas dari bias sehingga individu dapat mengekspresikan apa yang dirasakannya secara lebih jujur. 4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi job insecurity seperti faktor dari organisasi maupun karakteristik individual lainnya yang tidak ikut diteliti dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut lagi untuk menyempurnakan dan memperkuat penelitian. 5. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan mengambil sampel karyawan dari perusahaan-perusahaan lain yang sedang berada dalam suatu perusahaan yang lebih besar, misalnya merger ataupun pengurangan tenaga kerja dalam jumlah yang lebih besar.
133