Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
PENYELESAIAN KREDIT MACET BANK MELALUI PARATE EKSEKUSI THE SETTLEMENT OF NON-PERFORMING LOANS THROUGH PARATE EXECUTION Chadijah Rizki Lestari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh, 23111 E-mail:
[email protected] Diterima: 07/03/2017; Revisi: 29/03/2017; Disetujui: 07/04/2017 ABSTRAK Salah satu jenis agunan yang dapat diberikan debitur kepada bank adalah tanah. Hal tersebut penting dilakukan agar penyaluran dan pengembalian kredit dapat berjalan lancar sesuai harapan. Namun kredit macet selalu tidak dapat dihindari. Salah satu langkah yang dapat ditempuh bank adalah dengan mengeksekusi obyek agunan yaitu tanah melalui hak tanggungan. Salah satu cara eksekusi hak tanggungan tersebut adalah berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). Tulisan ini akan menelaah tentang bagaimanakah proses pelaksanaan eksekusi hak tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT. Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris, dan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksekusi hak tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT haruslah diperjanjikan terlebih dahulu antara bank dengan debitur. Janji tersebut dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tangungan Atas Hak atas Tanah (APHT). Apabila telah diperjanjikan, maka bank dapat mengajukan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan kepada KPKNL. Kata Kunci: Kredit Macet, Eksekusi, Hak Tanggungan, Parate Eksekusi. ABSTRACT One type of collateral that can be given to the bank's borrowers is ground. This is important so that the distribution and loan repayments can run smoothly as expected. However, bad credit cannot always be avoided. One of the steps that can be taken by the executing bank is the object of the collateral is land through mortgage. One way of execution of the mortgage is based on the provisions of Article 6 of Law Number 4, 1996 on Mortgage of Land Along Objects Relating to Land (UUHT). This paper will examine how the process of the execution of the mortgage under the provisions of Article 6 UUHT. This is normative juridical approach that is both explanatory and will be analyzed by qualitative approach. The results showed that the execution Encumbrance pursuant to Article 6 UUHT must be agreed in advance between the bank and the debtor. Appointments are set forth in the Deed Granting Bond Over Land Rights (APHT). It has been agreed then the bank may apply for execution to KPKNL Mortgage. Keywords: Non-performing Loans, Execution, Mortgage, Parate Execution.
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
PENDAHULUAN Bank merupakan salah satu badan usaha yang memiliki posisi strategis guna mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam menjalankan usahanya, bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit.1 Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank (kreditur) didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan bahwa penerima kredit (debitur) mampu mengembalikan kredit sesuai dengan perjanjian. Hal tersebut menjadi suatu hal yang mutlak diperhatikan karena sumber dana kredit yang dikucurkan bank adalah milik masyarakat, sehingga bank tidak diperbolehkan menyalurkan kredit secara sembarangan. Pemberian kredit selalu didasarkan atas perjanjian kredit. Biasanya bentuk perjanjian kredit tersebut sudah dibakukan oleh bank dalam bentuk formulir atau blanko perjanjian kredit. Akibatnya selalu terjadi ketidakseimbangan posisi tawar antara debitur dan kreditur, dimana debitur selalu dihadapkan pada 2 (dua) pilihan, yaitu apakah menerima seluruh isi perjanjian tersebut dan meneruskan proses permohonan kredit atau malah sebaliknya. Salah satu klausul penting dalam perjanjian kredit adalah terkait jaminan kredit. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) diketahui bahwa bank wajib mempunyai keyakinan bahwa debitur akan mengembalikan hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Keyakinan tersebut didasarkan atas hasil analisa kreditur terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. Terkait dengan jaminan kredit, agunan merupakan salah satu bentuk dari jaminan kebendaan.
1
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
82
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Salah satu agunan kredit yang dapat diberikan debitur kepada kreditur adalah tanah. Tanah merupakan salah satu jenis agunan yang paling disukai kreditur karena nilai tanah tidak pernah turun bahkan semakin tinggi nilainya. 2 Selain itu, sebagai objek jaminan kredit tanah lebih memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi kreditur. Nantinya tanah tersebut akan diikat dengan lembaga hak tanggungan yang memberi kedudukan yang diutamakan bagi krediturnya. Meskipun kreditur selalu berharap bahwa pengembalian kredit dapat berjalan sesuai perjanjian, namun kredit macet selalu tidak dapar dihindari. Apabila debitur tetap tidak dapat mengembalikan kredit sesuai perjanjian maka debitur tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi. Semakin tinggi jumlah dan persentase kredit macet maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan bank. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan bank untuk menyelamatkan kredit macet tersebut adalah dengan mengekseskusi objek jaminan, dalam hal ini adalah tanah. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), diketahui bahwa apabila debitur cedera janji maka bank selaku pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk menelaah bagaimanakah pelaksanaan eksekusi hak tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT?
2
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI, Jakarta, 2005, hlm. 329.
83
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris, yaitu menelaah dan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan hak tanggungan dan kredit macet. Sumber data diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang mencakup ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang diperoleh dari penelusuran buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan penelitian. Nantinya bahan tersebut akan menjelaskan secara mendalam mengenai bahan hukum primer. Hasil penelitian dianalisis dengan pendekatan kualitatif, yakni dengan meneliti peraturanperaturan dan literatur (doktrin) yang ada serta fakta-fakta yang terjadi dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan sebagai konsekuensi jaminan kredit. Melalui pendekatan kualitatif tersebut diharapkan dapat menghasilkan data-data yang bersifat deskriptif analitis terhadap fenomena atau fakta-fakta sosial tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “credere” yang berarti percaya.
3
Sementara itu, Thomas Suyatno berpendapat bahwa kredit berarti pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak lain, sedangkan kontraprestasi akan diterima kemudian (dalam jangka waktu tertentu). 4
3
H.M.A. Savelberg dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 23. 4 Ibid., hlm. 13.
84
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Secara khusus definisi kredit telah dibatasi menurut ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) yaitu: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.5 Berdasarkan pengertian diatas menurut hemat penulis termasuk unsur-unsur kredit adalah: 1) Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dapat dipersamakan dengan itu; 2) Didasarkan atas persetujuan pinjam meminjam; 3) Antara pihak bank dengan peminjam; 4) Menimbulkan kewajiban bagi para pihak; 5) Adanya jangka waktu; 6) Pemberian bunga oleh peminjam kepada bank. Sebagai lembaga keuangan, bank merupakan salah satu mitra pemerintah dalam mendukung pembangunan berkesinambungan demi mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 6 Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan definisi bank yang diberikan oleh ketentuan Pasal 1 Angka (2) UU Perbankan, yaitu “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” 7 Namun, pemberian kredit yang dilakukan oleh bank harus dilakukan dengan hati -hati. Setiap bank diwajibkan memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan 5
Pasal 1 Butir 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Jo.UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Lihat Penjelasan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Jo.UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 7 Ibid, Pasal 1 Butir 2. 6
85
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. 8 Sebelum memberikan kredit, bank wajib menilai secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. 9 Penilaian tersebut menyimpulkan unsur kehati-hatian, keamanan sekaligus unsur keuntungan dari suatu kredit. 10 Setelah
bank
merasa
yakin
akan kelayakan
dan
kemampuan
debitur
dalam
mengembalikan hutangnya maka bank dapat mengadakan perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian merupakan salah satu dasar dalam melakukan aktivitas bisnis. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman yang berpendapat bahwa: Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini bersifat konsensual, yaitu hasil permufakatan antara kreditur dan debitur mengenai hubungan hukum antara keduanya. Penyerahan uangnya sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit kedua pihak.11 Lebih lanjut, perjanjian kredit berlandaskan atas: 12 1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 2) KUH Perdata sepanjang mengatur tentang perjanjian; 3) Undang-undang yang mengatur tentang perbankan; 4) Peraturan pelaksanaan sebagai dasar hukum. Dalam praktik perbankan, bentuk perjanjian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Nantinya perjanjian tersebut menjadi pedoman bagi para pihak untuk mengetahui hak dan kewajibannya. 13 Begitu pentingnya keberadaan perjanjian tertulis ini mengakibatkan 8
Ibid, Pasal 8 ayat (2). Ibid, Lihat Penjelasan Pasal 8 ayat (1). 10 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Cet. 3, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 9
299. 11
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hlm. 32. Ibid., hlm. 99. 13 Sri Walny Rahayu, Asas Hukum Kontrak dan Kontrak, Bahan Ajar Pengantar Hukum Bisnis, FH Unsyiah, Banda Aceh, tt, hlm. 9. 12
86
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
perjanjian secara lisan tidaklah dianjurkan. Disamping rentan dengan masalah, dikhawatirkan akan menyulitkan dalam proses pembuktian. 14 Biasanya perjanjian secara tertulis tersebut sudah dibakukan dalam bentuk formulir/ blanko perjanjian kredit, dimana isi perjanjiannya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh bank. Terhadap prosedur ini, berlaku prinsip take it or leave it, sehingga calon debitur mau tidak mau harus menyetujui perjanjian tersebut karena jika tidak maka permohonan kredit yang diajukan dipastikan gagal. Salah satu klausul penting yang biasa dicantumkan dalam perjanjian kredit bank adalah terkait dengan agunan. Agunan merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan yang berfungsi menjamin kepentingan bank terhadap pemenuhan kewajiban debitur apabila yang bersangkutan cedera janji (wanprestasi). 15 Tanah merupakan salah satu objek agunan yang paling disukai bank. Selain memberikan kedudukan dan perlindungan hukum yang kuat bagi para pihak, tanah memiliki nilai ekonomis yang selalu meningkat dari masa ke masa. Setelah mencapai kata sepakat, nantinya tanah tersebut akan diikat melalui lembaga hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT), yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
14
Yohanes Benny Apriyanto dan F.X.Suhardana, “Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Bank DKI Jakarta Cabang Solo Melalui Jalur Non Litigasi”, e-journal.uajy.ac.id79811JURNAL.pdf, diakses tanggal 2 Februari 2017. 15 Herowati Poesoko, Parate Executie Objek hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma, dan kesesatan Penalaran dalam UUHT), Cet. 2, LaksBang PRESsindo, Yogyakarta, 2008, hlm. 270.
87
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Dengan konsep di atas, bukan berarti semua hak atas tanah dapat dibebani hak tanggungan. Ada beberapa persyaratan khusus yang harus dipenuhi agar hak atas tanah tersebut dapat dibebani hak tanggungan, yaitu dapat dinilai dengan uang; mempunyai sifat dapat dipindahtangankan; termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang pendaftaran tanah yang berlaku; dan memerlukan penunjukan khusus oleh suatu undang-undang.16 Secara spesifik, hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan, yaitu:17 a) Hak milik; b) Hak Guna Usaha; c) Hak Guna Bangunan; d) Hak Pakai Atas Tanah Negara; e) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, hasil karya yang sekarang dan di kemudian hari akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut yang berada dalam kepemilikan yang sama. f) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, hasil karya yang sekarang dan di kemudian hari aka nada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut yang berada dalam kepemilikan yang berbeda. g) Satuan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun. Pemberian hak tanggungan oleh debitur tidak dapat dilakukan secara langsung dan serta merta. Pada awalnya debitur menuangkan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu didalam perjanjian hutang piutang. 18 Setelah itu dilakukan
16
Boedi harsono, ibid., hlm. 422. Imma Indra Dewi Windajani, Hambatan Eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaann Negara dan Lelang Yogyakarta, Mimbar Hukum Edisi Khusus, November 2011, hlm. 124. Lihat juga ketentuan Pasal 4 dan Pasal 27 UUHT. 18 Lihat Pasal 10 ayat (1) UUHT. 17
88
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan mencantumkan: 19 a) Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan; b) Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a; c) Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1); d) Nilai tanggungan; e) Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan. Setelah APHT tersebut selesai dan telah ditandatangani oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan maka selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja PPAT wajib mengirimkan APHT dan warkah lain kepada kantor pertanahan untuk didaftarkan. Hal ini bertujuan agar dapat dibuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Nantinya hak tanggungan ini akan lahir pada hari ketujuh setelah suratsurat yang diperlukan telah diterima secara lengkap oleh Kantor Pertanahan. 20 Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang di dalamnya memuat irah-irah dengan kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, 21 yang nantinya akan menjadi dasar bagi pihak bank dalam mengeksekusi objek hak tanggungan apabila ternyata debitur wanprestasi. Setelah debitur mendapatkan kredit, maka ia berhak untuk mempergunakannya sesuai dengan tujuan yang telah disepakati. Namun, disamping hak yang ia miliki, Levy dan M. Jakil
19
Lihat Pasal 11 ayat (1) UUHT. Lihat Pasal 13 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UUHT. 21 Lihat Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UUHT 20
89
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
berpendapat bahwa debitur berkewajiban juga untuk mengembalikan pinjaman tersebut dalam jumlah dan waktu yang telah disepakati. 22 Namun, apabila debitur tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan perjanjian maka ia dianggap telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi merupakan tidak terpenuhi atau lalainya dalam melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian antara para pihak. 23 Wanprestasi dapat terjadi karena kesalahan debitur (sengaja maupun karena lalai); dan keadaan memaksa (overmacht). 24 Termasuk wanprestasi adalah: 25 a) Tidak memenuhi prestasi; b) Terlambat berprestasi c) Berprestasi tapi tidak sebagaimana mestinya. Jika dikaitkan dengan perkreditan, wanprestasi seorang debitur diidentikkan dengan kredit macet. Meskipun telah melalui proses analisa yang cermat dan mendalam, kredit macet tetap tidak dapat dihindari. Secara khusus pada Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (PBI No.7/2/2005) menentukan bahwa kualitas kredit terbagi atas: a) Lancar; b) Dalam perhatian khusus; c) Kurang lancar; d) Diragukan; atau 22
Mariam Darus Badrulzaman dalam Gentur Cahyo Setiono, Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Perbankan, Jurnal Ilmu Hukum Yuris, Vol. 2, No. 1, April 2013, hlm. 274. 23 Salim HS dalam A.A.Pradnyaswari, Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan (Rent a Car”, Jurnal advokasi FH UNMAS, Vol. 3, No. 2, 2013, hlm. 126. 24 Abdul kadir dalam Pipit Puspita, “Upaya Upaya Penyelesaian Kredit Macet oleh Lembaga Perbankan terhadap Debitur Wanprestasi (Studi di Bank Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Pasar Legi Jakarta)”, hlm.3, diakses melalui jurnal.hukum.uns.ac.idindex.phpprivatlawarticledownload446419, tanggal 2 Februari 2017. 25 Agus Yudha Hernoko dalam Evalina Yessica, Karakteristik dan Kaitan Antara Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi, Jurnal Repertorium, Vol. 1, No. 2, November 2014, hlm. 52.
90
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
e) Macet. Dalam hal terjadi kredit macet maka bank menempuh: Memberikan 1 (satu) surat peringatan setiap bulannya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.26 Apabila dalam periode tersebut debitur tidak dapat melaksanakan prestasinya juga, bank melakukan upaya represif berupa negoisasi dengan pihak debitur. Negoisasi merupakan salah satu penyelamatan kredit yang berbentuk: 27 a) Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktunya. b) Persyaratan kembali (reconditioning) yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. c) Penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian bunga menjadi pokok bunga baru, konversi seluruh atau sebagian kredit menjadi penyertaan. Upaya penyelamatan kredit tersebut hanya dapat dilakukan jika berdasarkan hasil analisa yang mendalam dan penuh kehati-hatian diperoleh kesimpulan bahwa kredit debitur masih dapat diselamatkan. Sebaliknya, apabila diperoleh kesimpulan yang berbeda, maka langkah terakhir bank melakukan penyelamatan kredit adalah dengan mengeksekusi objek jaminan kredit, dalam hal ini adalah tanah yang diikat dengan lembaga hak tanggungan. Eksekusi hak tanggungan merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan undang-undang kepada bank apabila debitur wanprestasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT, disebutkan bahwa “apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui 26
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pipit Puspita pada Bank BTPN Cabang Pasar Legi Jakarta, Pipit Puspita, Op.Cit., hlm. 9. 27 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan dalam Diyani Indrawati, Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan Pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Jateng (PT. BPR Jateng), Tesis, Universitas Dipenogoro, Semarang, 2009, hlm. lvi
91
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.” Penjualan atas kekuasaan sendiri tersebut diistilahkan dengan parate eksekusi. Namun demikian, wewenang untuk menjual objek hak tanggungan harus tetap menghormati hak penguasaan tanah yang dimiliki oleh debitur. Secara hukum, bentuk penghormatan tersebut diwujudkan dengan mencantumkan salah satu janji pada Akta Pemberian Hak Tanggungan klausul bahwa debitur berjanji untuk memberikan hak kepada bank sebagai pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur wanprestasi. 28 Dengan janji tersebut, apabila dikemudian hari debitur melakukan wanprestasi maka bank dapat menjual objek hak tanggungan tersebut melalui pelelangan umum dengan atau tanpa izin debitur.29 Begitu pula sebaliknya, apabila tidak diperjanjikan terlebih dahulu, bank tidak berhak untuk melakukan eksekusi hak tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT melainkan berdasarkan titel eksekutorial sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 20 Ayat (1) huruf UUHT.30 Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK 27/PMK.06/2016) yang dimaksud dengan lelang adalah: “Penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertuli s dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang”.
28
Lihat Ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan, (Suatu Kajian mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung, 1999, hlm. 164. 30 Arkisman, Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan dalam Praktek Perbankan, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gresik, 2012, hlm. 42. 29
92
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Pelaksanaan lelang yang didasarkan atas ketentuan Pasal 6 UUHT merupakan salah satu jenis lelang yang termasuk dalam lelang eksekusi. 31 Nantinya pelaksanaan lelang ini akan dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kakayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Sebelum lelang dilakukan, kreditur harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis dengan disertai dokumen persyaratan lelang kepada KPKNL. 32 Apabila dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang maka Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya. 33 Pelaksanaan lelang dilakukan setelah bank melakukan pengumuman lelang pada surat kabar harian yang terbit dan/atau beredar di kota atau kabupaten tempat barang berada. 34 Jika ternyata tidak ada surat kabar seperti dimaksud di atas, pengumuman lelang dapat dilakukan melalui surat kabar harian yang terbit di kota atau kabupaten terdekat atau di ibukota provinsi atau ibukota negara dan beredar di wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang akan dilelang. 35 Apabila terdapat peserta lelang yang menawarkan harga tertinggi dan telah mencapai atau melampaui nilai limit, pejabat lelang akan mengesahkan penawar tertinggi tersebut sebagai pembeli. Kemudian pembeli harus sudah melunasi pembelian objek lelang paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang dilakukan, baik secara tunai atau cek atau giro. Nantinya kreditur berhak untuk mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan objek lelang milik debitur tersebut, dan apabila hasil penjualan lebih besar dari piutang maka debitur berhak atas sisanya. Namun apabila pelaksanaan lelang tidak berjalan mulus, seperti
31
Pasal 6 Huruf e Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang 32 Ibid., Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1). 33 Ibid., Pasal 13. 34 Ibid., Pasal 53 ayat (1). 35 Ibid., Pasal 52 ayat (2).
93
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
lelang tidak ada peminat, lelang yang ditahan atau lelang yang pembelinya wanprestasi maka bank dapat mengajukan permohonan lelang ulang untuk memperoleh pembeli lelang. 36
KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulan bahwa dalam dunia perbankan, Kredit macet merupakan salah satu kondisi yang tidak dapat dihindari. Apabila ternyata kredit tersebut sudah tidak dapat diselamatkan lagi maka bank dapat melakukan eksekusi ob jek hak tanggungan. Parate eksekusi merupakan salah satu eksekusi hak tanggungan yang dikenal berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT. Selain itu, melalui parate eksekusi, maka bank dapat mengambil pelunasan piutang atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum. Pelaksanaan lelang akan dilaksanakan oleh KPKNL sebagai instansi pemerintah yang ditunjuk untuk melaksanakan lelang berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT. Melalui penelitian ini disarankan, bahwa mengingat pentingnya pembayaran piutang dalam praktek perbankan maka perlu kiranya diatur secara jelas terkait jumlah pelaksanaan lelang ulang parate eksekusi yang diselenggarakan oleh KPKNL. Selain untuk memperoleh kepastian hukum, hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap regulasi perkreditan.
DAFTAR PUSTAKA A.A. Pradnyaswari, 2013, Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan (Rent a Car), Jurnal advokasi FH UNMAS, Vol. 3, No. 2. Arie S. Hutagalung, 2005, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI, Jakarta.
36
94
Ibid., Pasal 1 angka 25.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Budi Harsono, 2000, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanannya, Djambatan, Jakarta. Diyani Indrawati, 2009, Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Jateng (PT. BPR Jateng) Semarang, Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas Dipenogoro. Evalina Yessica, 2014, Karakteristik dan Kaitan antara Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi, Jurnal Repertorium, Vol. 1, No. 2, November. Gentur Cahyo Setiono, 2013, Penyelesaian Kredit Bermasalah dalam Perbankan, Jurnal Ilmu Hukum Yuris, Vol. 2, No. 1, April. Herowati Poesoko, 2008, Parate Executie Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma, dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), Cet. 2, LaksBang PRESsindo, Yogyakarta. Imma Indra Dewi Windajani, 2011, Hambatan Eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaann Negara dan Lelang Yogyakarta, Jurnal Mimbar Hukum Edisi Khusus, November. Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan Di Indonesia, Cet. 3, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Pipit Puspita, 2017 “Upaya Upaya Penyelesaian Kredit Macet Oleh Lembaga Perbankan terhadap Debitur Wanprestasi (Studi di Bank Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Pasar Legi Jakarta)”, dalam jurnal.hukum.uns.ac.idindex.phpprivatlawarticledownload446419, diakses 2 Februari. Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan Pokok dan Masalah Yang dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung. Sri Walny Rahayu, tt, Asas Hukum Kontrak dan Kontrak, Bahan Ajar Pengantar Hukum Bisnis, FH Unsyiah, Banda Aceh. 95
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 19, No. 1, (April, 2017), pp. 81-96.
Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi Chadijah Rizki Lestari
Yohanes Benny Apriyanto dan F.X.Suhardana, 2017, “Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Bank DKI Jakarta Cabang Solo Melalui Jalur Non Litigasi”, diunduh dari e-journal.uajy.ac.id79811JURNAL.pdf, diakses 2 Februari. Yuyuk Herlina, 2015, Review Of Law Againts Debt Absorption Banking Credit Agreement, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Ed. 5, Vol.3.
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Jo.UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
96