PENINGKATAN KINERJA HUBUNGAN BALOK-KOLOM EKSTERIOR DENGAN MENGAPLIKASIKAN REACTIVE POWDER CONCRETE DIBAWAH BEBAN LATERAL SIKLIK Pio Ranap Tua Naibaho1, Bambang Budiono2, Awal Surono3 dan Ivindra Pane4 1
Mahasiswa Program Doktor, Program Studi Teknik Sipil, FTSL, ITB, Jl.Ganesa No.10 Bandung 40132, Staff Pengajar, Program Studi Teknik Sipil, FT, Universitas Tama Jagakarsa, Jl. TB. Simatupang No.152 Tanjung Barat, Jakarta Selatan 12530 Email:
[email protected] 2 Staft Pengajar KK-Struktur, Program Studi Teknik Sipil, FTSL, ITB, Jl. Ganesa No.10 Bandung 40132 Email:
[email protected] 3 Staft Pengajar KK-Struktur, Program Studi Teknik Sipil, FTSL, ITB, Jl. Ganesa No.10 Bandung 40132 Email :
[email protected] 4 Staft Pengajar KK-Struktur, Program Studi Teknik Sipil, FTSL, ITB, Jl. Ganesa No.10 Bandung 40132 Email : ivpane@ si.itb.ac.id
ABSTRAK Reactive Powder Concrete (RPC) adalah jenis beton baru yang memiliki kuat tekan ultra tinggi. Komponen penyusun RPC adalah powder sangat halus yang memiliki kandungan silika tinggi. Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi yang terjadi pada beton dan meningkatkan homogenitas beton. RPC terdiri dari semen, silica fume, kuarsa dengan diameter maksimum 300 µm, superplasticizer dan steel fibre untuk meningkatkan daktilitas. RPC direncanakan memiliki kuat tekan minimal 100 MPa dan daktilitas tinggi. RPC memiliki peluang yang sangat besar untuk material konstruksi di Indonesia mengingat tersedianya material yang dibutuhkan terutama kuarsa. Penelitian ini bertujuan mempelajari perilaku hubungan balok-kolom eksterior dengan mengaplikasikan Reactive Powder Concrete dibawah beban siklik. Penelitian terdiri atas penelitian analisis numerik dengan metode elemen hingga. Benda uji dengan ukuran kolom 300 mm x 300 mm dan balok 200 mm x 300 mm. Hasil yang diharapkan dari penelitian analisis numerik (software ANSYS), untuk merepresentasikan sifat-sifat distribusi tegangan. Analisis numerik dalam penelitian ini menggunakan diskrit non-linier. Kata kunci: Hubungan balok-kolom, eksterior, Reactive Powder Concrete, lateral siklik, distribusi tegangan. 1. PENDAHULUAN Sebagian besar kondisi geografis Indonesia terletak di daerah yang rawan gempa. Oleh karena besaran dan waktu terjadinya gempa tidak dapat diprediksi sebelumnya, maka struktur bangunan harus direncanakan dengan daktilitas yang memadai untuk mampu berdeformasi secara inelastis pada saat terjadi gempa kuat. Hierarki keruntuhan elemen struktur harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan disipasi energi yang maksimal. Salah satu terobosan baru dalam bidang teknologi material beton adalah Reactive Powder Concrete (RPC). Material ini pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1990-an oleh para peneliti di Laboratorium Henningston, Durham dan Richardson (HDR) pada Perusahaan Bouygues S.A di Paris, Perancis. Selanjutnya Pierre Claude Aitcin, Direktur Sains Beton Canada di Universitas Sherbrooke, mengaplikasikan RPC pada struktur Jembatan untuk pejalan kaki dan sepeda di Sherbrooke, Quebec, Canada. RPC mempunyai karakteristik berupa kuat tekan, daktilitas, dan durabilitas yang sangat tinggi. Properties yang telah dihasilkan di Laboratorium HDR Bouygues berupa kuat tekan yang mencapai 200 – 800 MPa (Richard, 1996), modulus elastisitas antara 50 dan 75 GPa, serta daktilitas dengan regangan ultimit sebesar 0,007. Energi fraktur RPC yang diperkuat dengan serat baja (steel fibers) dapat mencapai 40 kJ/m2 (Bonneau et.al, 1996). Shah 1996 mengklasifikasikan beton dengan kuat tekan diatas 200 MPa sebagai Ultra High Strength Concrete (UHSC), sehingga dengan kualifikasi yang telah dihasilkan di laboratorium HDR tersebut, RPC dapat digolongkan sebagai Ultra High Performance Concrete (UHPC). Pada struktur bangunan sambungan balok-kolom (beam-column joint) merupakan bagian yang kritis dari bangunan. Sambungan balok-kolom tersebut memiliki keterbatasan kapasitas dalam menerima beban. Ketika beban yang bekerja pada saat gempa melebihi kapasitas joint, maka bagian joint tersebut menjadi
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
S-39
Struktur rusak. Perbaikan joint yang rusak menjadi sukar untuk dilaksanakan, dan tentunya hal ini harus dicegah, sehingga sambungan balok-kolom harus didisain tahan terhadap gaya gempa. 2. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Beton Sejak jaman batu, material penyusun beton dipakai dalam bidang konstruksi, dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan manusia dan peradaban. Fakta sejarah menunjukkan banyak bangunan peninggalan sejarah yang terbuat dari batuan yang berperekat, baik yang menggunakan kapur, batu kapur merah atau bahan lain sebagai perekatnya. Perkembangan ini terus berlanjut sampai pada penemuan semen, yang merupakan material pokok dalam konstruksi beton sebagai pemikul beban. Perkembangan beton sebagai bahan struktural juga terus berkembang dengan semakin banyaknya kebutuhan konstruksi. Tahun 1950-an beton sebagai pemikul beban struktural sudah mencapai kekuatan 35 MPa. Penelitian tentang kekuatan beton ini terus berkembang. Pada tahun 1960-an di Amerika sudah diroduksi secara missal beton dengan kekuatan antara 41-52 MPa. Hal ini terus berlanjut sampai pada awal tahun 1970-an sudah dapat diproduksi beton dengan kuat tekan 62 MPa. Pada akhir tahun 1980-an kuat tekan yang dapat dibuat mencapai 138 MPa dan pada akhir abad ini kuat tekan 172-207 MPa sudah dapat diproduksi secara missal dengan sistem precast. Berdasarkan kekuatan beton, beton dikelompokkan sebagai berikut: a. Beton normal, kuat tekan yang dicapai kurang dari 45 MPa. b. Beton mutu tinggi (High Strength Concrete/ HSC) yang memiliki kuat tekan 45-90 MPa. c. Beton mutu sangat tinggi (Ultra High Strength Concrete/ UHSC) yang memiliki kuat tekan diatas 90 MPa. d. Reactive Powder Concrete (RPC), ini merupakan marga baru dalam kelompok beton yang sedikit berbeda dengan ketiga beton sebelumnya, kekuatan yang dimiliki antara 200-800 MPa.
Prinsip Pengembangan Reactive Powder Concrete Reactive Powder Concrete adalah mortar yang terbuat dari material yang memiliki kehalusan tertentu yang diharapkan akan terjadi reaksi lanjutan antara bahan penyusunnya sehingga didapatkan kuat tekan yang lebih tinggi. Agregat yang dipergunakan memiliki ukuran butiran terbesar 300 µm dengan kuat tekan yang diperoleh berkisar 200-800 MPa. Kuat tekan yang diperoleh sangat bergantung pada komposisi campuran dan curing yang dilakukan. Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar dikembangkannya RPC, yaitu: a. Memperbaiki homogenitas campuran. Pada dasarnya beton merupakan material yang heterogen yang terdiri dari beberapa unsur penyusun yang berbeda jenis dan ukuran butiran aggregat. Pada RPC homogenitas campuran diperbaiki dengan mengganti aggregate kasar dan aggregate halus dengan kuarsa yang ukuran butirannya lebih kecil dari 300 µm. b. Meningkatkan kerapatan kepadatan kering. Pengembangan kepadatan yang utama adalah pengurangan kadar air, tetapi kadar air menentukan kemudahan pengerjaan beton. Pada beton normal kepadatan dapat ditingkatkan dengan penambahan partikel pengisi seperti fly ash, silicafume dan penggunaan superplastizicer. Penggunaan partikel pengisi seperti silicafume yang optimal 25 % dari berat semen. Cara lain untuk meningkatkan kepadatan kering adalah dengan memberikan tekanan pada beton segar selama waktu setting, dengan tujuan untuk meminimalkan gelembung-gelembung udara, menghindari adanya air yang terjebak di dalam beton serta mengurangi terjadinya susut beton selama setting time. Dengan memberi tekanan ini akan meningkatkan kepadatan sebesar 5-6 %. c. Memperbaiki mikro struktur. Reaksi Pozzolonic dari silicafume, yang akan menambah terbentuknya CSH, dapat diaktifkan oleh pengaturan suhu, maka untuk mendapatkan kuat tekan yang tinggi pada RPC digunakan curing dengan suhu tinggi. Pada RPC 200, curing yang digunakan adalah curing dengan suhu lebih dari 90o C selama 2 hari, yang akan meningkatkan pozzolonic sebesar 30 %, sedang untuk RPC 800 digunakan suhu di atas 250o C. d. Meningkatkan daktilitas. Semakin tinggi kuat tekan beton, pada umumnya akan mengalami keruntuhan getas. Hal ini sangat tidak diinginkan, karena akan sangat berbahaya. Pada RPC, untuk mengimbangi kuat tekan yang ada dengan penambahan fiber steel. Penambahan fiber steel juga akan meningkatkan kuat lentur hingga 50-102 MPa dan energy fraktur antara 10.000-40.000 J/m2. Hal ini sangat tergantung pada curing yang dilakukan, sedang jumlah fiber steel yang ditambahkan pada campuran 2-6 % dari jumlah volume beton.
S-40
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Struktur Panel Join Balok dan Kolom Perencanaan join balok-kolom (beam-column joint) pada struktur beton bertulang pada daerah yang rawan gempa, menurut Park & Paulay harus didasarkan pada hal-hal sebagail berikut: a. Kekuatan panel join balok-kolom tidak boleh kurang dari gaya yang berpotensi menimbulkan sendi plastis pada balok. Hal ini dapat mengeliminasi keperluan perbaikan pada bagian yang sulit dijangkau serta dapat menjamin terjadinya disipasi energi oleh mekanisme join, yang akan mengalami degradasi (penurunan) kekakuan akibat beban siklik inelastis. b. Kapasitas kekuatan kolom tidak boleh berkurang karena adanya degradasi kekuatan dari panel join balok-kolom. Pada gempa kecil dan sedang, panel join balok-kolom diharapkan masih dapat memberikan perilaku elastis. c. Ketahanan panel join balok-kolom harus mampu untuk berdeformasi dan menyalurkan gaya geser dari rangka struktur. d. Kapasitas kekuatan kolom tidak boleh berkurang karena adanya degradasi kekuatan dari panel join balok-kolom. Pada gempa kecil dan sedang, panel join balok-kolom diharapkan masih dapat memberikan perilaku elastis. e. Penulangan join yang diperlukan tidak menimbulkan kerumitan dalam pelaksanaan pembuatannya. Dalam riset ini yang ditinjau adalah join eksterior dari bangunan gedung. Untuk memahami perilaku join pada saat bekerja gaya gempa, maka harus dipelajari mekanisme gaya-gaya yang bekerja pada join eksterior. Adapun gaya-gaya dalam dari balok dan kolom yang bertemu pada panel join balok-kolom tersebut akan menghasilkan gaya geser join dan berbagai jenis tegangan, baik dalam arah horizontal maupun vertikal yang dapat mengakibatkan retak diagonal pada panel join yang selanjutnya akan mengakibatkan keruntuhan karena dilampauinya kekuatan geser dan lekatannya. Untuk memperjelas mekanisme gaya-gaya yang bekerja pada join eksterior balok-kolom dengan satu balok dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 dengan menggunakan keseimbangan momen pada pusat join yaitu di titik C, maka akan diperoleh hasilnya, yaitu : ܸ =
ଶ.ெ್ ା .್ ସ.ೖ
(1)
Gambar 1 Gaya-gaya pada join balok-kolom eksterior Selanjutnya dari hubungan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada inti join (core joint), seperti pada Gambar 1, maka akan diperoleh gaya geser horizontal sebesar : ܸ = ܶ − ܸ
(2)
Berdasarkan kesemimbangan gaya-gaya, maka diperoleh gaya geser vertical pada join (Vjv), yaitu: ܸ௩ = ܶ " − ܥ′ + ܥ′ ௦
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
(3)
S-41
Struktur ܸ௩ = ܶ ′ − ܥ′ + ܥ′ ௦ − ܸ
(4)
Perkembangan Riset RPC Richard, P. and Cheyrezy, M. H. (1994): Memberikan definisi tentang RPC. RPC dibagi 2 jenis yakni RPC 200 dan RPC 800. RPC 200 menggunakan material semen type V dengan agregat pasir kuarsa halus dengan ukuran 150 – 300 m, micro silica, steel fiber dengan panjang 12,5 mm dan diameter 180 m dan komposisi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Pelaksanaan pencampuran dengan konvensional demikian juga untuk pemadatan digunakan vibrator, sedang curing yang dilakukan ada 2 yaitu curing biasa dan curing air panas antara suhu 80-90o C. Sifat mekanik yang dihasilkan ditabelkan pada tabel 2. RPC 200 dapat direkomendasikan untuk pemakaian beton prestress tanpa tulangan pasif. Sedang untuk pemakaian elemen struktur penerima tekan seperti kolom tidak perlu menggunakan prestressing dan sudah diuji untuk balok prestress dengan panjang 10 m tanpa tulangan. Sedang RPC 800 lebih diutamakan untuk elemen yang kecil dan sedang untuk skala prepabrikasi, yang secara material sama dengan RPC 200, hanya steel fiber diganti dengan stainless steel microfiber dengan panjang kurang dari 3 mm dan curing yang dilakukan DryCuring dengan suhu 250o C. Dengan adanya penambahan steel fiber akan meningkatkan energi fraktur hingga 40.000 J/m3 untuk beton normal. Untuk komposisi campuran dan sifat mekanik dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Komposisi campuran menurut Richard, P. and Cheyrezy, M. H. RPC 200 RPC 800 Material (kg/m3) Semen type V 955 1000 Pasir kuarsa halus (150 - 400 m) 1051 500 Silika fume (18 m2/g) 229 230 Presipitated silica (35 m2/g) 10 Ground Quartz (4 m) 390 Superplasticizer (polyacrylate) 13 18 Steel fibers 191 630 Total air 153 180 Tabel 2 Sifat mekanik dari Richard, P. and Cheyrezy, M. H. Sifat Mekanik RPC 200 RPC 800 Kuat tekan silinder 170-230 MPa 490-680 MPa Kuat lentur 25-60 MPa 45-102 MPa Energi Fraktur 15.000-40.000 J/m2 1.200-2.000 J/m2 Modulus Young’s 54-60 GPa 65-75 GPa 3. METODOLOGI Kajian Numerik Kajian numerik merupakan tahap perancangan konsep pemodelan, yang bertujuan untuk meneliti parameter-parameter yang dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku dan kinerja dari HBK. Perilaku HBK yang akan ditinjau adalah respon dalam menahan beban yang bekerja, yang dalam hal ini adalah beban siklik. Selanjutnya, kinerja dari HBK yang dimaksud adalah kemampuan HBK yang ditinjau dari besaran-besaran tertentu, seperti besarnya gaya luar (dalam hal ini beban siklik) yang mampu direduksi oleh HBK, kemampuan disipasi energi, dan besarnya perpindahan yang terjadi pada struktur. Pendekatan dengan metode elemen hingga digunakan untuk meneliti beberapa parameter yang dianggap berpengaruh terhadap kinerja HBK. Dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan software ANSYS yang mampu mengakomodasi perilaku HBK. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam studi numerik adalah sebagai berikut: Pre Processor. Dalam tahap ini akan dilakukan pemodelan geometri dari sistem beam-column joint, mendefinisikan material, mendefinisikan jenis elemen, diskritisasi, pemodelan properti material, memberikan pembebanan dan penentuan kondisi batas. Solution.Dalam tahap ini dilakukan penentuan jenis analisa yang diinginkan dan kontrolnya. Untuk selanjutnya mengeluarkan hasil-hasil eksekusi yang telah dimasukkan (input) ke dalam komputer. Post Processor. Pada tahap ini dilakukan pembacaan hasil-hasil sesuai yang diinginkan, seperti: distribusi tegangan, distribusi regangan, perpindahan, dan hasil-hasil lain yang dianggap perlu. Hasil. Pada tahap ini dilakukan pemilihan parameter yang dianggap signifikan yang mempengaruhi
S-42
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Struktur perilaku dan kinerja dari beam-column joint. Validasi secara eksperimental. Tahap pengujian dan validasi terhadap hasil studi numerik yang telah dilakukan.
Gambar 2 Bagan Alir Kajian Numerik
600
750 1720
300 220
360
750
600 220
220
220
379
300
400
600
850
300
250
500
Benda Uji
Gambar 3 Setting
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
S-43
850 365
515
300
20
1515
1000
300
20
Struktur
Gambar 4 Model Pelaksanaan Pengujian Pengujian dilakukan dengan mangasumsikan fc’=100 MPa (Reactive Powder Concret/RPC) Setelah benda uji balok-kolom siap uji, benda uji tersebut diletakkan pada loading frame lengkap dengan instrumen pembebanannya. Yang dimaksud dengan pembebanan siklik dengan sistem quasi-static reversed cyclic loading adalah pembebanan statik secara inkremental pada arah tertentu, arah ke kanan untuk kondisi pembebanan tekan dan arah ke kiri untuk kondisi pembebanan tarik. Adapun urutan pembebanan untuk masing-masing benda uji dapat dilihat seperti pada Gambar 5. Dalam penelitian ini, untuk tahap awal pembebanan, hanya dilakukan satu siklus pembebanan elastik. Besarnya pembebanan diambil 75 % dari perkiraan beban leleh yang dihitung secara teoritis, dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya keruntuhan awal dari balok yang tidak diinginkan apabila dipakai beban elastis penuh. Sistem ini yang dinamakan sistem pembebanan load control. Dari tahap pembebanan awal ini diperloleh perkiraan besar lendutan yang mengakibatkan tulangan tarik mulai leleh 1, pada tingkat daktilitas 1, yaitu 1/0,75 dari rata-rata perpindahan lateral positif dan negatif yang diukur pada puncak dua siklus pertama. Tahap berikutnya menerapkan tahap pembebanan tingkat daktilitas 2 dan daktilitas 4 (masing-masing 2 siklus) dengan menggunakan acuan perpindahan pada pembebanan awal sebagai kontrol, sistem ini juga disebut sistem displacement control. Beban diberikan sebesar 75 % Py pada kondisi tekan sampai diperoleh lendutan tkn-1, selanjutnya unloading sampai kondisi beban tarik diperoleh trk-1. Hal ini dikerjakan sampai diperoleh tkn-2 dan trk-2 pada siklus kedua pembebanan, hingga masing-masing kondisi pembebanan diperoleh rata-rata.
S-44
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Struktur
Gambar 5 Siklik Loading 4. HASIL Pengujian Lateral Siklis
G Gambar 6 Hubungan Beban Lateral-Perpindahan Dari gambar 6, terlihat bahwa pada model 2 beban lebih besar dan lendutan masih lebih besar yang dapat ditahan sebelum mencapai keruntuhan.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1--2 November 2012
S-45
Struktur
Gambar 7 Kondisi Runtuh Dari gambar 7, pada model 1 keruntuhan terjadi pada load step 17, sedangkan pada model-2 keruntuhan terjadi pada load step 19. Jadi ada peningkatan 2 load step untuk mendapatkan keruntuhan debandingkan dengan model 1. 5.
KESIMPULAN
Pemberian pelat baja pada bagian belakang hubungan balok-kolom dapat memberikan hasil kekuatan, daktilitas serta indeks efektif pengekangan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang biasa (tanpa pelat) Terjadi penambahan kekuatan dengan bertambahnya beban yang bisa ditahan sampai runtuh, perpindahan juga bertambah besar sehingga model kedua lebih daktail.
DAFTAR PUSTAKA ACI 318-08, (2008), Building Codes Requirement for Structural Concrete and Commentary, ACI Committee. Aitcin, P.C., (2008), Binder for durable and sustainable concrete, (Modern Concrete Technology Series), ISBN 0-203-94048-2, Taylor & Francis Group, London and New York. ASCE 7-05, (2005), Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, ASCE. ASTM, Concrete and Aggregates (2005), Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02, American Society for Testing and Materials. Bonneau, Oliver., Poulin, Claude., Dugat, Jerome, Richard, Pierre, Aitcin, Pierre Claude., (April 1996), Reactive Powder Concretes : From Theory to Practice. Concrete International. Bonneau, oliver, Lachemi, Mohamed, Dallaire, Eric, Dugat, Jerome, Aitcin, Pierre Claude, (July-Agustus 1997), Machanical Propertis and Durability of Two Industrial Reactive Powder Concrete, ACI Material Journal.
S-46
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Struktur Brandt, A. M., Cement-Based Composite : Material Mechanic Properties and Performance, E & FN SPON. Collepardi, S., Coppalla, L., Troli, R., Collepardi, M., Mechanical Properties of Modified Reactive Powder Concrete. Dallaire, E., Aitcin, P.C., and Lachemi, M., (1998), High-Performance Powder, Civil Engineering. Dugat, J., Roux, N., Bernier, G., (May 1996), Mechanical Properties of Reactive Powder Concrete, Material and Struktur vol29. Iskandar, (2007), Evaluasi Perilaku Sambungan Kolom Komposit Baja-Beton dan balok Beton Bertulang dengan Pembebanan Siklik Statis, Thesis, ITB. Istiqomah, (2002), Studi Eksperimental Reactive Powder Concrete (RPC), Thesis, ITB. Klieger, Paul., Lamond. Joseph F., Significance of Tests and Properties of Concrete and Concrete-Making Material, ASTM STP 169 C. Mac Gregor, James dan Wight, James, K. (2005), Reinforced Concrete Mechanic and Design Fourth Edition, Prentice Hall, New Jersey. Neville, A. M., (1996), Properties of Concrete, Pittman Publishing Ltd. London. O’neil, Edward Francis., Dauriac., Christophe evian., Gillilang, Scatt Keith., (1996), Developmen of Reactive Powder Concrete (RPC) Product in United State Contruction Market, High Strength Concrete An International of Press publication, Editor John A. Bickling ACI Park, R and Paulay, T. (1975), Reinforced concrete Structures, John Wiley, Canada. Paulay, T., dan Park, R. (1984), Joints in Reinforced Concrete Frames Design for Earthquake Resistance, Rhjh esearch Report, Departement of Civil Engineering University of Cantebury Christchurch New Zealand. Relim Report 11, Interfacial Transition Zone in Concrete, Edited By J. C. Maso. Richard, P., Cheyrezy, M. H., (1994), Reactive Powder Concrete with High Ductility and 200 – 800 MPa Compressi Strength, Concrete Technology : Past, Present, Future, Sp 144, American Concrete Institute, Detroit. Roux, N., Andrade, C., Sanjuan, M. A., (Pebruari 1996), Experimental Study of Durability of Reactive Powder Concretes, Journal of Material in Civil Engineering. Russell, H. G., High Strength Concrete, ACI Compilation. SNI 03-2847-2002. (2002), Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. SNI 03-1726-2002. (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung. Uchikawa, Hiroshi., Characterization and Material Design of High Strenght Concrete with Superior Work Ability, Cement Technology. Wahyudi, Tatang., Japril, (1996), Pasir Kuarsa, Direktorat Jenderal Pertambangan Teknologi Mineral.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
S-47
Struktur
S-48
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012