i
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI TERHADAP PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN LADA DI KABUPATEN BANGKA DAN BANGKA TENGAH
ITA SULISTIAWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ii
ABSTRAK
ITA SULISTIAWATI. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani terhadap Penyakit Kuning pada Tanaman Lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Dibimbing oleh Abdul Munif. Lada merupakan salah satu tanaman perkebunan yang cukup penting bagi Indonesia. Serangan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitas produksi lada. Penyakit kuning yang disebabkan oleh nematoda parasit Meloidogyne incognita dan Radopholus similis hingga kini masih menjadi masalah utama pada pertanaman lada di daerah Provinsi Bangka Belitung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam pengelolaan tanaman lada dan organisme penganggu tanaman khususnya penyakit kuning serta kendala-kendala yang dihadapi oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu pengamatan di lapangan dan wawancara secara langsung terhadap para petani lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah dengan menggunakan kuisioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, sistem budidaya yang digunakan, serta pengelolaan OPT khususnya penyakit kuning. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui persentase kejadian penyakit kuning di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik petani yang meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) sangat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pengelolaan tanaman lada serta pengendalian hama dan penyakit khususnya penyakit kuning. Kurangnya informasi yang dimiliki serta tidak ada penyuluhan khusus mengenai penyakit kuning menyebabkan semakin sulitnya pengendalian penyakit ini. Pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani yaitu pencabutan dan pembakaran tanaman terserang atau dengan pemberian kapur. Hama dan penyakit khususnya penyakit kuning merupakan permasalahan utama yang masih sulit diatasi oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah hingga saat ini. Permasalahan lain yang dihadapi petani diantaranya adalah biaya produksi yang cukup besar serta harga lada yang fluktuatif.
Kata kunci: Penyakit kuning, lada, nematoda parasit
iii
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI TERHADAP PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN LADA DI KABUPATEN BANGKA DAN BANGKA TENGAH
ITA SULISTIAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iv Judul penelitian
: Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani terhadap Penyakit Kuning pada Tanaman Lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
Nama mahasiswa
: Ita Sulistiawati
Nomor pokok
: A34061080
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc. NIP.19630609 198903 1 002
Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP. 19640204 199002 1 002
Tanggal lulus:
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1989 di Cilacap, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke-2 dari tiga bersaudara dari ayah bernama Jawadi dan ibu bernama Sutiyah. Pada tahun 1994, penulis memasuki pendidikan di Sekolah Dasar Negeri II Siak, Riau dan pada tahun 2000 melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri I Siak. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan ke Madrasah Aliyah Sultan Syarif Qasim Siak, Riau. Penulis selanjutnya diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dan sejak tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama di IPB penulis pernah aktif di dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) sebagai staf divisi PSDM periode 2007-2008 dan 2008-2009. Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman dari Departemen Proteksi Tanaman IPB pada tahun ajaran 2009/2010.
vi
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karuniaNya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ‖ Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani terhadap Penyakit Kuning pada Tanaman Lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah‖ ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua serta kedua saudara penulis Asminah dan Sri Mulyani yang telah memberikan segala do’a, bantuan, dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Siak yang telah memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul Munif M.Sc. atas segala bantuan selama penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir, terima kasih juga kepada Dra. Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen penguji tamu atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada para petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah atas partisipasinya sebagai responden untuk menunjang penelitian ini. Terima kasih kepada Dr. Agus (Kepala BPTP Bangka Belitung), Bapak Sudrajat, Kristiana, dan Bapak Gatut Heru Bromo atas bantuan dan dukungannya selama penelitian, terima kasih kepada Zumi, Dilah, Elis, Ina, Lara, Yayan, Yeyen, Yuni, Ratri, Elham, Wahyu J., Redi, Ishol, Candra, Ade M., serta teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman IPB terutama angkatan 43 atas kebersamaan, bantuan, dan dukungannya selama ini. Penulis berharap karya ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Kritik dan saran membangun sangat diharapkan penulis untuk perbaikan di masa mendatang.
Bogor, Februari 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN. ..........................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................
1
Tujuan Penelitian ................................................................................
2
Manfaat Penelitian...............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
Lada (Piper nigrum L.)........................................................................ Sejarah Tanaman Lada .............................................................. Botani Lada ............................................................................... Jenis Lada ................................................................................. Manfaat Lada ............................................................................ Syarat Tumbuh Lada ................................................................. Hama dan Penyakit Lada ...........................................................
3 3 3 5 6 7 7
Penyakit Kuning ................................................................................ Gejala Penyakit Kuning ............................................................. Penyebab Penyakit Kuning ........................................................ Pengendalian Penyakit Kuning ..................................................
10 10 10 12
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ................................................... 12 BAHAN DAN METODE .............................................................................. 15 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 15 Metode Penelitian .............................................................................. Wawancara dengan Petani ......................................................... Pengamatan Penyakit Kuning .................................................... Analisis Usahatani .....................................................................
15 15 15 15
Analisis Data ..................................................................................... 16 HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 17 Karateristik Petani Lada ................................................................... 17 Budidaya Tanaman Lada .................................................................. Varietas dan bibit ...................................................................... Pengolahan tanah dan pemupukan ............................................. Pengendalian gulma .................................................................. Pengendalian hama dan penyakit ............................................... Permasalahan dalam usaha tani .................................................
20 20 21 23 23 25
viii Pengelolaan Penyakit Kuning ........................................................... 27 Pengamatan Penyakit Kuning ........................................................... 31 Analisis Usahatani ............................................................................ 32 Hubungan Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian ........ 33 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 36 LAMPIRAN . ................................................................................................ 38
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Penggunaan pupuk anorganik oleh petani lada di kabupaten Bangka dan Bangka Tengah ........................................................
23
2. Rata-rata kejadian penyakit kuning pada tanaman lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah .......................................
32
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Umur petani lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah ........................................................................................
17
2. Tingkat pendidikan petani lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah ..........................................................
18
3. Luas lahan yang digarap oleh petani (per tahun) di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah ........................................................
19
4. Pola tanam yang dilakukan petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. ...........................................................................
20
5. Varietas lada yang digunakan petani di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah............................................................................
21
6. Penggunaan pupuk organik oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah .....................................................................
22
7. Cara pengendalian hama dan penyakit oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah .......................................
24
8. Sikap petani dalam mengambil keputusan pengendalian hama dan penyakit tanaman lada ...........................................................
24
9. Sikap petani terhadap penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman lada .................................................
25
10. Permasalahan yang sering dihadapi petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. .......................................................
26
11. Jenis penyakit yang sering dihadapi oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah .......................................
26
12. Penyebab penyakit kuning menurut persepsi petani .....................
28
13. Sikap petani terhadap penyakit kuning di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah…………………………………………………….
28
14. Upaya pengendalian penyakit kuning oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah .......................................
29
15. Pengalaman petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah dalam mengikuti SLPHT………………………………….
30
xi 16. Keikutsertaan petani lada dalam kelompok tani di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah ........................................................
31
17. Rasio R/C usahatani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah……………………………………………………………..
32
18. Hubungan antara umur petani dengan tindakan pengendalian ......
33
19. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan pengendalian………………………………………………………
34
20. Hubungan antara pengalaman SLPHT dengan tindakan pengendalian……………………………………………………..
34
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Kuisioner Wawancara Petani ....................................................... 38 2. Gambar Pengamatan di Lapangan dan Wawancara Petani ...........
44
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Lada merupakan salah satu tanaman budidaya yang tertua dan produk pertama yang diperdagangkan antara daerah Timur dan Eropa. Lada merupakan jenis rempah yang paling sering digunakan di Eropa dan Amerika dibandingkan dengan rempah-rempah lainnya (Purseglove et al. 1981). Sejarah mencatat bahwa lada pulalah yang mendorong bangsa Eropa seperti Belanda dan Portugis berlayar ke Indonesia. Pada tahun 1720 keuntungan dari lada merupakan sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperoleh VOC di Indonesia. Indonesia bahkan mampu memasok 80% kebutuhan lada dunia sebelum Perang Dunia II (Wahid & Soetopo 1990). Daerah utama penghasil lada di Indonesia adalah daerah Lampung yang terkenal sebagai penghasil lada hitam yang sering disebut ―Lampung black pepper‖ dan Bangka yang terkenal sebagai penghasil lada putih atau ―Muntok white pepper‖. Daerah lain yang menjadi penghasil lada adalah Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Hingga saat ini Indonesia masih menjadi salah satu produsen lada yang diperhitungkan di pasar dunia, namun produktivitas lada nasional terus menurun. Pada tahun 2000 produktivitas lada Indonesia sebesar 800,45 kg/ha, dan terus menurun hingga pada tahun 2008 produktivitasnya hanya 678 kg/ha. Produksi lada Bangka sendiri pada tahun 2000 mencapai 30.557 ton namun terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008 produksi lada Bangka hanya mencapai 15.671 ton (Deptan 2010). Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya lada adalah serangan hama dan penyakit khususnya penyakit kuning. Penyakit kuning merupakan salah satu penyakit penting pada pertanaman lada, karena dapat menyebabkan tanaman berhenti berkembang sehingga menurunkan hasil panen. Penyakit ini dilaporkan merusak pertanaman lada di Bangka sebesar 32% pada 1967. Penyebab penyakit tersebut adalah nematoda Meloidogyne incognita dan Radopholus similis (Mustika 2005). Deteksi awal penyakit ini relatif sulit, biasanya tanaman diketahui sakit setelah menampakkan gejala kuning. Tanaman yang menguning menunjukkan bahwa tanah dan perakaran tanaman tersebut telah terinfestasi nematoda, bahkan kemungkinan
2 nematoda telah menyebar ke lahan tersebut meskipun belum semua tanaman menampakkan gejala kuning. Sistem budidaya yang dilakukan petani sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan keberadaan penyakit ini, sehingga perlu diketahui tingkat pemahaman, sikap dan tindakan petani dalam pengelolaan tanaman lada.
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
memperoleh
informasi
mengenai
pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam pengelolaan tanaman lada dan organisme penganggu tanaman khususnya penyakit kuning serta kendala-kendala yang dihadapi oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah.
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengelolaan penyakit kuning di daerah Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan oleh petani dan pihak terkait
dalam pengendalian penyakit
kuning secara tepat serta upaya
mempertahankan dan meningkatkan produksi lada Bangka.
3 TINJAUAN PUSTAKA
Lada (Piper nigrum L.) Sejarah Tanaman Lada Lada ditemukan pertama kali di daerah Western Ghast, India. Lada ditemukan tumbuh liar di daerah pegunungan Assam (India) dan utara Burma. Tumbuhan ini kemudian mulai dibudidayakan dan menjadi barang berharga ketika mulai diintroduksi ke Eropa dan dikenal oleh bangsa Yunani dan Romawi kuno. Theophratus (372-278 B.C), seorang filsaat Yunani yang dikenal sebagai ―Bapak Botani‖ menyebutkan dua tipe lada yang digunakan di Yunani dan Romawi yaitu black pepper (lada hitam), Piper nigrum dan long pepper (lada panjang), Piper longum. Lada kemudian menyebar dari Malabar (India) ke daerah-daerah Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Lada kemungkinan dibawa masuk ke Indonesia oleh masyarakat Hindu ke daerah Jawa antara 100 B.C dan 600 A.D (Purseglove et al. 1981). Sentra produksi lada di Indonesia adalah di daerah Lampung, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Kedua daerah ini memproduksi kurang lebih 90% dari produksi lada di Indonesia. Daerah penghasil lada lainnya yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan (Mustika 1990).
Botani Lada Lada berasal dari bahasa sanskerta pippali, dalam bahasa Inggris disebut pepper, dalam bahasa Yunani disebut peperi, dan bahasa latin piper. Lada dikelompokkan dalam famili Piperaceae, genus Piper, spesies Piper nigrum. Tanaman lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat dan berbuku-buku. Ketinggian tanaman ini dapat mencapai 10 m, namun dalam budidaya dibatasi hingga ketinggian 4 m dan melekat pada tiang panjat (tajar) agar memudahkan dalam pemeliharaan. Tanaman lada termasuk tanaman kelompok dikotil yang memiliki akar tunggang. Akar utama terletak pada dasar batang dengan panjang 34 m, sedangkan akar-akar dari buku di atas permukaan tanah panjangnya hanya 35 cm yang berfungsi untuk menempel pada tiang panjat yang sering disebut
4 sebagai akar panjat atau akar lekat. Akar lekat hanya tumbuh di buku-buku batang utama dan cabang ortotrop, sedangkan di cabang produksi (plagiotrop) tidak muncul akar lekat (Purseglove et al. 1981). Batang atau cabang tanaman lada berupa sulur panjat yang berbuku-buku dengan panjang buku berkisar antara 5-12 cm, batang berbentuk silindris serta mempunyai akar lekat. Warna batang bervariasi antara hijau muda, hijau tua, hijau keungu-unguan atau hijau keabu-abuan. Batang yang sudah tua berwarna kehitaman dengan diameter 4-6 cm. Selain mempunyai sulur panjat, tanaman lada juga mempunyai sulur (cabang) buah, sulur gantung, dan sulur tanah. Sulur panjat atau cabang panjat dikenal juga sebagai cabang ortotrop, sedangkan cabang buah sering dikenal sebagai cabang plagiotrop. Cabang plagiotrop muncul baik dari batang primer maupun cabang ortotrop. Cabang ini berukuran relatif pendek, agak kecil, dan tidak dilengkapi dengan akar di buku-bukunya, selalu tumbuh menyamping dan dari cabang ini masih bisa muncul beberapa ranting. Sulur gantung sebenarnya adalah cabang ortotrop, tetapi akar lekatnya tidak menemukan tempat untuk melekat sehingga posisinya menggantung. Sulur tanah sama dengan sulur gantung tetapi posisinya merambat di permukaan tanah (Purseglove et al. 1981, Sutarno & Andoko 2005). Tanaman lada berdaun tunggal, tidak berpasangan, berseling dan tumbuh pada setiap buku. Daun muda berwarna hijau muda, ungu, atau coklat muda, sedangkan daun tua berwarna hijau tua mengkilat pada permukaan atas. Bentuk daun bervariasi dari bulat telur hingga bentuk jantung, ukuran daun bervariasi dengan panjang berkisar antara 8-20 cm dan lebar berkisar antara 4-12 cm, sedangkan panjang tangkai daun 1,8-2,6 cm. Bunga lada terdapat pada cabang plagiotrop (cabang buah), tersusun dalam bulir (spike) dengan panjang bulir antara 3-15 cm. Buah lada termasuk buah buni atau buah batu dengan dinding buah yang terdiri dari tiga bagian yaitu lapisan luar (exocarp), lapisan tengah (mesocarp), dan lapisan dalam (endocarp). Buah lada berbentuk bulat, pada waktu muda berwarna hijau tua dan ketika masak berwarna merah, dengan diameter ± 4-6 mm (Laba 2005, Purseglove et al. 1981).
5 Jenis Lada Lada berdasarkan sosok tanamannya dapat dibedakan menjadi lada panjat dan lada perdu. Perbedaan keduanya bukan terletak pada jenis atau varietas lada, namun pada cara perbanyakan tanaman. Tanaman lada yang diperbanyak dengan stek cabang ortotrop akan tumbuh menjadi lada panjat, sedangkan tanaman yang diperbanyak dengan stek cabang plagiotrop akan tumbuh menjadi lada perdu. Lada panjat memerlukan tajar atau tiang panjat dalam teknik budidayanya. Tiang panjat yang digunakan dapat berupa tiang panjat hidup atau tiang panjat mati. Tegakan hidup yang populer adalah tanaman gamal (Gliricidia maculata) dan dadap cangkring (Erythrina fusca). Kedua jenis tanaman ini termasuk famili Leguminoseae yang toleran terhadap hama dan penyakit yang menyerang tanaman lada. Tegakan mati yang baik diantaranya adalah kayu besi, melangir, dan mendaru (Syakir 2010, Sutarno & Andoko 2005). Lada juga dibedakan berdasarkan varietasnya. Beberapa varietas yang menjadi varietas unggul diantaranya adalah varietas Natar 1, Natar 2, Lampung Daun Lebar (LDL) atau Petaling 1, dan varietas Jambi atau Petaling 2. Selain itu, di daerah-daerah penghasil lada dikenal pula lada jenis Kerinci, Bangka, dan Bulok Belantung (Deptan 1980, Hamid & Rahayuningsih 1990, Mansjur 1980). Varietas Natar 1 memiliki daun muda berwarna kuning pucat keunguan, daun tua berwarna berwarna hijau hingga hijau tua, tulang daun bersirip ganjil, anak tulang daun empat, permukaan daun licin mengkilat. Sulur gantung dan sulur buah banyak, sifat pembungaan teratur dan agak lambat berbunga. Panjang bulir 8,71 cm, daya hasil ± 2,50 kg/pohon lada hitam kering, derajat toleransi terhadap penyakit busuk pangkal batang medium atau toleran. Varietas Natar 2 memiliki daun muda berwarna kuning pucat keunguan, daun tua berwarna hijau tua, memiliki tulang daun bersirip ganjil, jumlah anak tulang daun enam, permukaan berombak. Batang muda berwarna ungu kehijauan, berbentuk pipih agak bulat. Sulur gantung sedikit, panjang bulir ± 8,1 cm, sifat pembungaan teratur dimulai pada umur 12 bulan. Daya hasil varietas ini mencapai ± 2,20 kg/pohon lada hitam kering (Hamid & Rahayuningsih 1990). Varietas Petaling 1 atau LDL memiliki daun muda berwarna hijau pucat mosaik, daun tua berwarna hijau tua, tulang daun bersirip ganjil, anak tulang daun
6 berjumlah enam, permukaan daun licin mengkilat. Daun berukuran besar dan agak tipis terutama pada tanaman yang masih muda. Warna batang muda ungu kehijauan, berbentuk pipih, percabangan simpodial dengan kedudukan tegak, dan sulur gantung banyak. Sifat pembungaan teratur, dimulai pada umur 10 bulan. Panjang bulir 8,7 cm, daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas Natar 1 dan Natar 2, yaitu ± 2,80 kg/pohon lada putih kering. Derajat toleransi terhadap penyakit kuning medium, tetapi derajat toleransi terhadap penyakit busuk pangkal batang rendah (Hamid & Rahayuningsih 1990). Varietas petaling 2 atau Jambi memiliki daun muda berwarna kuning pucat kehijauan, daun tua berwarna hijau tua, bersirip ganjil dengan anak tulang daun berjumlah enam, dan berbentuk lebih besar ke tangkai. Batang muda berwarna ungu kehijauan hingga hijau kecoklatan, berbentuk pipih, sulur gantung sedikit. Sifat pembungan teratur, dimulai pada umur 11 bulan. Panjang bulir 7-11,5 cm, daya hasil mencapai ± 3,0 kg/pohon. Varietas ini menghasilkan buah lada paling besar dibandingkan tiga varietas diatas. Buah berbentuk telur, kulit buah tebal, dan berbiji kecil. Derajat toleransi terhadap penyakit kuning kurang tahan, sedangkan derajat toleransi terhadap penyakit busuk pangkal batang rendah sampai sedang (Deptan 1980, Hamid & Rahayuningsih 1990). Lada juga dapat dibedakan berdasarkan produk akhirnya yaitu lada hitam lada putih, dan lada hijau. Beberapa jenis lada hitam dan lada putih yang dikenal di dunia diantaranya adalah Indian black pepper, Lampong black pepper, Sarawak black pepper, Brazilian black pepper, Sri Lankan black pepper, Muntok white pepper, Sarawak white pepper, Brazilian white pepper (Purseglove et al. 1981).
Manfaat Lada Lada selain digunakan sebagai bumbu atau rempah-rempah berbagai masakan seperti sop, daging, ikan serta campuran beberapa produk seperti saus dan kecap, juga dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, serta industri kosmetik dan parfum. Pada abad XIV dan XV, di Jerman lada lada bahkan dipergunakan sebagai nilai tukar seperti halnya uang (Purseglove et al. 1981).
7 Syarat Tumbuh Lada Lada sangat cocok ditanam di daerah tropis dengan curah hujan 2000-2500 mm per tahun dan temperatur optimum 23°-30°C. Lada dapat tumbuh hingga ketinggian 1500 m di atas permukaan laut, tetapi paling baik pada ketinggian sekitar 500 m dpl. Lada dapat tumbuh dengan subur pada tanah-tanah yang subur secara fisik dan kimia serta drainase yang baik. Tanah-tanah liat berpasir, tanah lateritis-podsolik komplek dan tanah latosol dengan pH tanah berkisar antara 5,56,5 sangat baik untuk pertumbuhan tanaman lada. (Deptan 1980, Mansjur 1980, Purseglove et al. 1981).
Hama dan Penyakit Lada Hama utama yang menyerang tanaman lada diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Hama penggerek batang Hama penggerek batang Lophobaris piperis (Coleoptera: Curculionidae) tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman lada di Indonesia. Penggerek batang merupakan hama yang paling merugikan. Larvanya menggerek batang dan cabang dekat buku-buku, dan pada serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangga dewasa menyerang pucuk, bunga, dan buah sehingga dapat menurunkan produksi dan kualitas buah (Balittri 2007). Kumbang ini aktif dari pukul 17.0018.30, perkembangannya sangat cepat karena kumbang betina mampu bertelur 300-500 butir telur per betina setiap kali musim berkembang biak. Spesies lain yang menyerang tanaman lada yaitu Lophobaris seretipes yang di daerah lampung dikenal dengan sebutan gagadja (Kalshoven 1981, Sutarno dan Andoko 2005). Salah satu musuh alami hama ini yaitu Spathius piperis yang merupakan parasitoid larva Lophobaris piperis (Deptan 2002). 2. Hama pengisap bunga Hama pengisap bunga, Diconocoris hewetti (Hemiptera: Tingidae) di Bangka dikenal dengan sebutan kapal terbang. Daerah persebarannya meliputi daerah Sumatera dan Kalimantan, dan pada tahun 1930 hama ini dilaporkan menjadi masalah serius di daerah Bangka. Hama pada stadia nimfa maupun dewasa dapat merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan
8 tandan rusak, salah bentuk, dan buah sedikit. Bila tanaman terserang berat, seluruh bunga akan rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan akhirnya bunga gugur sebelum waktunya. Hama ini juga menyerang buah lada yang masih muda. Serangan hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 30% (Balittri 2007, Kalshoven 1981). Pengendalian dengan menanam varietas lada berbunga semusim, penyemprotan dengan cendawan Beauveria bassiana, Spicaria sp. sebanyak 2 kali setiap bulan pada musim bunga (Deptan 2002). 3. Hama pengisap buah Hama pengisap buah, Dasynus piperis (Hemiptera: Coreidae) dikenal dengan berbagai nama seperti kepik, kepinding, walang sangit, dan di Bangka disebut semunyung atau bilahu (Kalimantan). Hama pada stadium nimfa maupun dewasa mengisap cairan buah. Serangan pada buah muda menyebabkan tandan buah banyak yang kosong, sedangkan pada buah tua mengakibatkan buah hampa, kering, dan gugur (Balittri 2007). Pengendalian dapat dilakukan dengan memanfaatkan cendawan antagonis Beauveria bassiana dan Spicaria sp. (Deptan 2002). Penyakit yang banyak menyerang tanaman lada diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penyakit kuning Penyakit kuning merupakan penyakit tular tanah yang disebabkan oleh nematoda Radopholus similis dan Meloidogyne incognita, kesuburan tanah yang rendah dan serangan cendawan Fusarium solani dan F. oxysporum. Tanaman yang terserang penyakit kuning tidak segera mati, tetapi produktivitas menurun dengan drastis. Gejala yang nampak yaitu terjadinya penghambatan pertumbuhan tanaman, daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus dan semakin lama daun akan semakin mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap daun-daun tersebut gugur (Mustika et al. 2003). 2. Penyakit busuk pangkal batang Busuk pangkal batang atau busuk kaki (foot rot) disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici. Gejala yang paling mencolok adalah tanaman menunjukkan gejala layu. Daun menjadi kuning, layu, dan sering kali menjadi
9 hitam mulai dari ujungnya. Daun kemudian akan gugur dari mulai cabang-cabang yang paling bawah dan menjalar ke atas. Setelah tampak gejala layu, biasanya penyakit berkembang dengan lebih cepat, sehingga tanaman dapat mati dalam waktu 10 hari (Semangun 2000). 3. Penyakit kerdil Penyakit kerdil disebabkan oleh oleh dua jenis virus, yaitu Piper Yellow Mottle Virus (PYMV) yang ditularkan oleh kutu putih Planococcus minor (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Ferrisia virgata (Hemiptera: Pseudococcidae); serta Cucumber Mosaic Virus (CMV) yang pernah dilaporkan ditularkan oleh Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae) (Balfas et al. 2007). Gejala penyakit ini awalnya terjadi pada daun-daun pucuk dan tunas-tunas muda yang mengalami perubahan bentuk (malformasi), sementara daun-daun bawah masih tampak normal. Pada tanaman yang terserang lanjut daun-daun pucuk menunjukkan gejala mosaik, bentuknya berubah, kecil-kecil, sempit, tidak setangkup (simetris), ada yang berbentuk sabit, berkerut atau keriting, dan umumnya rapuh. Daun-daun yang tumbuh normal mempunyai bercak-bercak klorosis bersudut tidak teratur. Tunas-tunas baru yang terbentuk mempunyai ruas-ruas yang pendek (Semangun 2000). 4. Penyakit akar Penyakit akar yang dimaksud adalah penyakit akar yang disebabkan oleh patogen dari kelompok cendawan. Cendawan akar yang dapat menyerang tanaman lada diantaranya adalah Fomes lignosus Klotzch penyebab penyakit akar putih, Ganoderma lucidium penyebab penyakit akar merah, dan penyakit akar hitam yang disebabkan cendawan Rosellinia bunodes (Purseglove et al. 1981). 5. Mati pucuk (die back) Mati pucuk sering terjadi pada cabang-cabang tanaman yang dalam keadaan lemah. Ujung-ujung cabang mati dan kematian meluas ke pangkal (Semangun 2000). Purseglove et al. (1981) menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Cortisium salmonicolor Berk. & Br., penyebab penyakit jamur upas (pink disease) atau disebabkan oleh cendawan Marasmius scandens Massee. Penyakit-penyakit lain yang menyerang tanaman lada diantaranya adalah penyakit karat merah yang disebabkan oleh alga Cephaleuros parasiticus Karst,
10 penyakit antraknosa yang disebabkan cendawan Colletotrichum sp., hawar rambut kuda yang disebabkan Marasmius crinisequi F. Muell. Ex. Kalch., dan bercak daun yang dapat disebabkan oleh berbagai macam cendawan seperti Pestalotia, Colletotrichum, Curvularia, dan Fusarium (Purseglove et al. 1981, Semangun 2000).
Penyakit Kuning Gejala Penyakit Kuning Gejala pertama tampak dengan terhambatnya pertumbuhan tanaman, tetapi gejala menguning yang khas dan gugurnya daun-daun pada umumnya terjadi setelah tanaman berbuah pertama kali, selanjutnya diikuti dengan perubahan warna daun dan dahan menjadi kuning secara bertahap. Kadang-kadang perubahan tersebut tidak dapat dibedakan lagi, sehingga kelihatannya proses menguningnya daun dan batang tersebut terjadi secara serentak. Jika tanaman yang terserang telah menghasilkan buah maka daun-daun gugur lebih cepat, sedangkan bulir-bulir lada tidak cepat gugur seperti daun. Tanaman yang tua juga dapat terserang nematoda dan mati dalam waktu yang pendek karena lignifikasi akar-akar pohon berlangsung lambat. Kerusakan terjadi pada jari-jari empulur yang lebar karena dimasuki oleh nematoda dan menyebabkan kematian akar. Jika akar tanaman yang terserang diamati terlihat adanya luka-luka nekrosis yang disebabkan oleh nematoda Radopholus similis dan puru yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne incognita (Mustika 1990, 2005, Semangun 2000).
Penyebab Penyakit Kuning Penyakit kuning disebabkan oleh keadaan yang sangat kompleks yaitu adanya serangan nematoda Radopholus similis dan Meloidogyne incognita, cendawan Fusarium solani dan Fusarium oxysporum, serta kesuburan dan kadar air tanah mempengaruhi terjadinya penyakit kuning. Walaupun demikian, nematoda adalah faktor utama penyebab penyakit kuning, sedangkan faktor lainnya memperlemah kondisi tanaman yang telah terserang nematoda tersebut (Mustika 1990, 2005).
11 Nematoda adalah binatang yang bergerak aktif, lentur dan berbentuk seperti pipa, hidup pada permukaan yang lembab atau lingkungan yang berair (Dropkin 1992). Nematoda R. similis masuk ke dalam akar tanaman lada 24 jam setelah inokulasi. Sel-sel sekitar tempat penetrasi nematoda berubah menjadi coklat tua, dan 72 jam setelah penetrasi terbentuk luka-luka pada akar. Nematoda betina meletakkan telur diantara korteks akar. Nematoda tersebut tidak menyerang empulur akar, tetapi xylem tersumbat oleh zat seperti getah (Mustika 1990). Bagian yang disukai untuk penetrasi adalah daerah ujung akar, namun ada pula yang melakukan penetrasi 1-1,5 cm di atas daerah ujung akar. Nematoda kemudian membentuk terowongan hingga ke bagian korteks akar melalui proses lisis (Mustika 2005). Radopholus similis adalah nematoda luka akar yang semi-endoparasit, terutama hidup di dalam akar, tetapi dapat bermigrasi melalui tanah ke tanaman lain. Nematoda betina dewasa dapat hidup lama di dalam tanah yang lembab, tetapi dalam kondisi ini larva akan segera mati. Infestasi primer dilakukan oleh nematoda betina yang memasuki ujung akar rambut, kemudian membuat terowongan longitudinal melalui parenkim. Nematoda bergerak di dalam akar melalui sel-sel korteks. Sel-sel yang terserang segera mati dan tampaklah bercakbercak luka yang gelap. Jika bagian akar tersebut membusuk, maka nematoda akan berpindah-pindah mencari akar yang masih sehat dengan menyerang semua jaringan parenkim. Infestasi nematoda ini segera diikuti oleh kerusakan sekunder oleh serangan bakteri dan cendawan saprofit yang menyebabkan busuk akar. Pada suhu 20-30°C, siklus hidup R. similis berlangsung 35 hari. Temperatur optimum untuk perkembangbiakan nematoda ini adalah 27°C (Mustika 1990, Semangun 2000). Stadia larva 2 nematoda Meloidogyne incognita, menyerang tanaman lada dengan cara masuk ke dalam akar dan makan pada jaringan parenkim. Serangan nematoda ini menyebabkan sel-sel di sekitar kepala nematoda membengkak dan disebut sel raksasa (giant cells). Sel-sel raksasa tersebut kemudian menjadi sumber makanan bagi nematoda. Nematoda tidak berpindah selama di dalam akar, tetapi tetap makan pada sel-sel raksasa hingga menyelesaikan siklus hidupnya. Terjadinya sel-sel raksasa menyebabkan akar membengkak dan ukurannya
12 berbeda-beda tergantung pada kepekaan tanaman. Akar yang membengkak berisi nematoda betina beserta kelompok telur. Satu kelompok telur berisi sekitar 100150 telur. Satu siklus nematoda ini berlangsung sekitar 30-60 hari (Mustika 2005).
Pengendalian penyakit Pengendalian yang tepat adalah dengan pengendalian terpadu, mengingat kompleksnya penyebab penyakit kuning pada lada. Komponen pengendaliannya antara lain adalah penggunaan varietas tahan, teknik budidaya, pengendalian hayati, serta penggunaan pestisida. Mustika et al (1993) menyebutkan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan lada dan mengurangi populasi nematoda. Mustika et al. (2000) mengungkapkan penggunaan agens hayati Pasteuria penetrans yang dikombinasikan dengan pemberian kapur pertanian juga dapat menekan penyakit kuning. Selain itu, ekstrak biji mimba diketahui bersifat toksik terhadap nematoda lada, dan pemberian bahan organik serta kapur pertanian dapat menurunkan pH tanah dan mendukung perkembangan agens antagonis dalam tanah khususnya cendawancendawan perangkap nematoda (Mustika et al 1993, 2000, 2003, 2005).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) PHT atau IPM (Integrated Pest Management) merupakan suatu sistem pengelolaan
populasi
OPT
(Organisme
Pengganggu
Tanaman)
yang
memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai, sekompatibel mungkin untuk tujuan mengurangi populasi OPT dan mempertahankannya agar tetap berada di bawah jumlah populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi. Tujuan PHT sendiri adalah memantapkan hasil dalam taraf yang telah dicapai oleh teknologi pertanian maju, mempertahankan kelestarian lingkungan, melindungi kesehatan produsen dan konsumen, meningkatkan efisiensi masukan dalam produksi, serta meningkatkan kesejahteraan/ pendapatan petani. Penerapan PHT merupakan alternatif pengendalian OPT tanpa memakai pestisida yang berlebihan, yang dikeluarkan pemerintah melalui Inpres No.3/1986, yakni usaha menurunkan tingkat populasi hama di bawah ambang ekonomi, yang beresensi menciptakan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan, dengan cara antara
13 lain: Pengaturan pola tanam, penanaman varietas unggul tahan hama, eradikasi dan sanitasi, penggunaan pestisida secara bijaksana. Beberapa teknik dasar PHT lain yaitu pemanfaatan pengendalian hayati yang asli di tempat tersebut, pengoptimalan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik, dan penggunaan pestisida secara selektif (Oka 1995). Faktor kunci dalam penerapan PHT yang harus diperhatikan diantaranya adalah pemahaman mengenai ekosistem pertanian, perencanaan ekosistem pertanian, perhitungan rasio biaya/keuntungan dan keuntungan/resiko, kerusakan yang dapat ditoleransi, upaya meninggalkan residu OPT, waktu aplikasi pestisida yang tepat, serta pengertian dan penerimaan oleh masyarakat. Implementasi PHT di lapangan sangat dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat terhadap konsep PHT itu sendiri. Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya implementasi PHT di lapangan yaitu melalui SL-PHT (Sekolah Lapang-PHT). Azas-azas penting pelatihan PHT diterapkan dalam SL-PHT diantaranya yaitu lahan sebagai sarana belajar utama, belajar dari pengalam sendiri menyelesaikan permasalahan di lapangan, pengkajian agroekosistem untuk pengambilan keputusan pengelolaan lahan, metode dan bahan yang digunakan praktis serta tepat guna, kurikulum berdasarkan ketrampilan yang dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi setempat, pemandu lapang merupakan teman belajar dan fasilitator, petani merupakan pengambil keputusan di lahannya sendiri, dan petani mampu menerapkan 4 prinsip dasar PHT yang meliputi budidaya tanaman sehat, melestarikan dan memanfaatkan musuh alami, pengamatan secara periodik, serta petani sebagai ahli PHT (Dirjen Tanaman Pangan 1993, Elizabeth & Hendayana 2010). Sebagian besar orientasi komoditi perkebunan termasuk lada umumnya adalah terhadap pasar baik dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). Seiring dengan era globalisasi ekonomi, permintaan terhadap produk yang ramah lingkungan semakin meningkat. Untuk mempertahankan eksisitensi lada sebagai komoditi ekspor non migas yang cukup penting, dilakukan upaya antisipatif tidak hanya pada peningkatan produksi dan produktivitas, tetapi difokuskan pada perbaikan mutu dan teknologi yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dengan kualifikasi yang mengarah pada eco labeling, dimana proses produksinya diupayakan agar ramah lingkungan, sehingga lada Indonesia mampu
14 bersaing di pasar dunia. Salah satu upaya untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan yaitu dengan menerapkan PHT dalam mengatasi serangan OPT pada tanaman lada. Penerapan PHT melalui program SL-PHT tanaman lada diharapkan berperan penting dan menjadi pembuka peluang strategis sebagai upaya menuju pengembangan produksi yang ramah lingkungan serta mendorong agribisnis lada yang mampu dan berdaya saing di pasar lada dunia (Elizabeth & Hendayana 2010).
15 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bangka yaitu di Kecamatan Mendo Barat (Desa Petaling, Kemuja, dan Cengkong Abang) dan Kabupaten Bangka Tengah yaitu di Kecamatan Simpang Katis (Desa Sungkap, Celuak, dan Teru). Penelitian dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 2010.
Metode Penelitian Wawancara dengan petani Wawancara dengan petani dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang pengelolaan petani terhadap penyakit kuning.
Wawancara langsung
dilakukan terhadap 40 petani di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah dengan menggunakan kuisioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, pengetahuan, sikap dan tindakan petani selama ini dalam hal pengelolaan penyakit kuning serta kendala yang dihadapi petani dalam budidaya lada.
Pengamatan penyakit kuning Pengamatan penyakit kuning dilakukan pada lahan tanaman petani yang memungkinkan untuk diamati. Pengamatan dilakukan pada tanaman contoh yang ditentukan dengan menarik garis horizontal pada lahan tersebut. Tanaman contoh diamati dan jumlah tanaman yang terserang dicatat untuk menentukan kejadian penyakit kuning pada lahan tersebut. Kejadian penyakit dihitung dengan rumus:
n
= jumlah tanaman yang terserang penyakit kuning
N
= jumlah tanaman yang diamati
Analisis usahatani Analisis yang dilakukan yaitu analisis R/C atau Return Cost Ratio yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya. Rumus menurut Soekartawi (2002):
16 Py.Y R/C ratio = ———— FC+VC R
= penerimaan
C
= biaya
Py
= harga output
Y
= output
FC
= biaya tetap
VC
= biaya variable Apabila nilai R/C ratio > 1 berarti usahatani tersebut menguntungkan
karena penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Apabila nilai R/C ratio < 1 berarti usahatani tersebut merugikan karena biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh, sedangkan untuk kegiatan usaha yang memiliki R/C ratio = 1, berarti kegiatan usahatani tidak untung dan tidak pula rugi.
Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis dengan menghitung persentase dan rataannya, kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Berdasarkan diagram tersebut dijelaskan beberapa kriteria yang meliputi karakteristik petani, permasalahan dalam budidaya lada, serta hubungan antara karakteristik petani dengan tindakan pengendalian penyakit kuning.
17 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karateristik Petani Lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Hasil wawancara terhadap 40 petani di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah menunjukkan bahwa 50% petani lada di Kabupaten Bangka berumur lebih dari 50 tahun, sedangkan di Kabupaten Bangka Tengah 42% petani berumur lebih dari 50 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa dari kedua kabupaten tersebut hanya 50% dan 58% petani responden yang masih tergolong usia produktif (Gambar 1). Menurut data statistik Indonesia (2010), usia produktif berkisar antara 15-50 tahun. Petani yang berumur lebih dari 50 tahun tergolong dalam usia kurang produktif. Petani responden di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah pada umumnya pernah mendapatkan pendidikan formal. Meskipun demikian rata-rata pendidikan terakhir petani di kedua kabupaten tersebut hanya tamat Sekolah Dasar (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal petani masih terbilang kurang. 60% 50% 50% Jumlah petani
42% 37%
40% 30% 20% 10%
18% 14%
Bangka Bangka Tengah
18% 16%
5%
0%
21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun
>50 tahun
Umur Gambar 1
Umur petani lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah
18 70%
63%
60% Jumlah petani
50%
50% 40% 30%
Bangka
23%
20%
14%
16%
Bangka Tengah 14% 11%
11%
10% 0%
0%
0% SD
SMP
SMA
PT
Tidak tamat SD
Tingkat pendidikan Gambar 2 Tingkat pendidikan petani lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah Luas lahan yang digarap petani baik di Kabupaten Bangka maupun Kabupaten Bangka Tengah rata-rata adalah 1-2 ha per tahun (Gambar 3). Menurut beberapa petani yang diwawancarai luas ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dikarenakan adanya pergantian komoditi yang ditanam menjadi karet atau sawit. Penurunan luas areal perkebunan lada ini tidak hanya terjadi di kedua kabupaten, tetapi juga terjadi di Kepulauan Bangka Belitung secara umum. Pada tahun 2000 luas areal tanaman lada di Bangka Belitung adalah 57,388 ha, namun pada tahun 2008 luas areal yang ditanami lada hanya 33,379 ha (Deptan 2010).
19 80%
68%
70%
Jumlah petani
60%
47%
50%
37%
40%
Bangka 30% 20%
23% 16%
Bangka Tengah 9%
10% 0% <1 ha
1-2 ha
>2 ha
Luas lahan yang digarap Gambar 3 Luas lahan yang digarap oleh petani (per tahun) di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Pola tanam yang dilakukan 82% petani Bangka dan 79% petani Bangka Tengah adalah dengan cara tumpangsari (Gambar 4). Tumpangsari dilakukan dengan tujuan efisiensi lahan dan biaya serta penunjang kebutuhan sehari-hari. Tanaman yang ditanam pada umumnya adalah karet, sawit, kunyit, serai atau pisang. Tanaman karet atau sawit biasanya ditanam setelah tanaman lada berumur satu tahun atau setelah mencapai ujung tiang panjat. Tumpangsari dengan karet dan sawit dilakukan karena menurut petani hal ini dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan terutama biaya pupuk dan pembersihan lahan. Tanaman yang paling umum ditanam adalah karet karena dapat dipanen setiap hari, sehingga petani memperoleh pemasukan per hari dari karet.
20 90% 80%
82% 79%
Jumlah petani
70% 60% 50% 40%
Bangka
30%
18% 21%
20%
Bangka Tengah
10% 0% Tumpangsari
Monokultur
Pola tanam Gambar 4 Pola tanam yang dilakukan petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Budidaya Tanaman Lada Varietas dan bibit Varietas lada yang biasa digunakan petani lada di Bangka dan Bangka tengah diantaranya adalah varietas Lampung Daun Lebar (LDL), Merapin, dan Jambi. Varitas yang paling banyak digunakan adalah varietas LDL yaitu sebanyak 73% petani Bangka dan 79% petani Bangka Tengah menggunakan varietas tersebut (Gambar 5). Varietas LDL dipilih karena menurut petani varietas ini dapat menghasilkan buah yang cukup banyak, mudah perawatan, dan terbiasa digunakan sehingga bibitnya mudah diperoleh dibandingkan dengan varietas Merapin atau Jambi. Varietas LDL atau nama lainnya yaitu Petaling 1 memiliki daun muda berwarna hijau pucat mosaik, daun tua berwarna hijau tua, tulang daun bersirip ganjil dengan anak tulang sebanyak enam buah. Permukaan daun licin mengkilat. Warna batang muda ungu kehijauan, berbentuk pipih, percabangan simpodial dengan kedudukan tegak. Jumlah sulur gantung banyak, jumlah akar lekat banyak, dan daya lekatnya kuat. Sifat pembungaan teratur, dimulai pada umur 10 bulan. Varietas ini berumur genjah, mulai berproduksi saat berumur sekitar setahun setelah tanam. Panjang bulir 8,7 cm, jumlah buah jadi kurang lebih 60/ bulir atau
21 kurang lebih 64,8%. Daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas Natar 1 dan Natar 2, yaitu kurang lebih 2,8 kg/pohon lada putih kering. Toleransi terhadap penyakit kuning medium, tetapi terhadap penyakit busuk pangkal batang rendah (Hamid dan Rahayuningsih 1990, Sutarno dan Andoko 2005). Bibit yang digunakan oleh petani pada umumnya adalah dengan membibitkan sendiri, namun jika bibit yang digunakan kurang maka petani akan membeli dari petani lain sebagai tambahan. Begitu pula dengan varietas lada yang digunakan, meskipun pada umumnya petani menggunakan varietas LDL namun jika pada saat penanaman bibit yang digunakan kurang maka petani akan menambahkan dengan bibit lain walaupun bukan varietas LDL. Petani pada umumnya membuat bibit berupa stek lada dari tanaman yang ditanam sebelumnya. Stek ini biasanya langsung ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan tanpa penyemaian terlebih dahulu. Jarak tanam yang digunakan biasanya kurang lebih 150 cm – 170 cm. 90%
80%
79% 73%
Jumlah petani
70% 60% 50% 40%
Bangka Bangka Tengah
30%
21% 14%
20%
14%
10% 0% 0% LDL
Merapin
Jambi
Varietas lada Gambar 5 Varietas lada yang digunakan petani di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Pengolahan tanah dan pemupukan Petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah pada umumnya tidak melakukan pengolahan tanah sebelum tanam. Persiapan lahan yang akan
22 digunakan hanya berupa tebas, bakar, dan pembuatan lubang tanam. Lubang tanam yang digunakan juga bermacam-macam tergantung masing-masing petani. Beberapa petani membuat lubang tanam dengan cara ditugal (hanya dengan kayu), namun ada pula yang membuat lubang tanam sesuai anjuran yaitu berukuran kurang lebih 50 cm x 50 cm x 50 cm dengan menggunakan cangkul atau sekop. Penggunaan pupuk organik oleh petani di Kabupaten Bangka sangat sedikit yaitu hanya 36%, berbeda dengan petani di Kabupaten Bangka Tengah yang 58% petani lada menggunakan pupuk organik (Gambar 6). Penggunaan pupuk organik ini dipengaruhi oleh kebiasaan petani serta ketersediaan pupuk organik tersebut. Petani di Kabupaten Bangka pada umumnya tidak menggunakan pupuk organik, sehingga permintaan pupuk organik juga tidak banyak. Pupuk organik yang digunakan oleh petani biasanya adalah pupuk subsidi pemerintah yaitu petroganik atau pupuk kandang berupa kotoran sapi. Aplikasi pupuk organik biasanya dilakukan sebelum penanaman yaitu dengan cara dicampurkan pada tanah di sekitar lubang tanam. 70%
64% 58%
Jumlah petani
60% 50% 40%
42% 36% Bangka
30%
Bangka Tengah 20% 10% 0% Menggunakan pupuk Tidak menggunakan organik pupuk organik
Gambar 6 Penggunaan pupuk organik oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Pemupukan yang biasa dilakukan oleh petani di Kabupaten Bangka maupun Kabupaten Bangka Tengah adalah dengan menggunakan pupuk sintetik. Pupuk yang digunakan antara lain adalah NPK, Urea, TSP, dan KCl. Pupuk NPK
23 biasanya digunakan petani selama tanaman masih kecil hingga berumur kurang lebih 1 tahun, dengan frekuensi 3-4 bulan sekali dan dosis yang digunakan disesuaikan dengan umur tanaman. Urea, TSP, dan KCl biasanya digunakan ketika tanaman mulai menghasilkan (berumur 1 tahun keatas). Pemupukan tanaman yang telah dewasa (telah menghasilkan) biasanya dilakukan 1-2 kali setahun. Penggunaan pupuk anorganik yang biasa dilakukan oleh petani di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah terlihat pada Tabel 1. Penggunaan pupuk anorganik yang dilakukan oleh petani tersebut tergolong berlebih jika dibandingkan dosis yang dianjurkan, selain itu sebaiknya petani memberikan pupuk organik/ pupuk kandang dengan dosis 5-10 kg per lubang tanam yang dicampur dengan tanah galian lubang bagian atas sebagai pupuk pendahuluan (Deptan 1980). Tabel 1 Penggunaan pupuk anorganik oleh petani lada di kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Jenis pupuk
Frekuensi
Waktu Pemupukan
Dosis/ha
NPK
3-4 kali/tanam
umur 1-12 bulan
60 kg, 100 kg, 200 kg
Urea
1-2 kali/tahun
umur > 1 tahun
500 kg-1ton
TSP
1-2 kali/tahun
umur > 1 tahun
250-500 kg
KCl
1-2 kali/tahun
umur > 1 tahun
250-500 kg
Pengendalian gulma Pengendalian gulma biasanya dilakukan dengan penggunaan herbisida yang dikombinasi dengan pengendalian secara mekanik dengan tangan. Gulma yang berada di sekeliling tanaman lada biasanya dibersihkan dengan tangan kemudian dikumpulkan dan disemprot dengan herbisida. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit yang biasa dilakukan oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah adalah pengendalian secara kimiawi (Gambar 7), yaitu dengan menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik ini dipilih karena efektif, mudah aplikasinya, dan mudah diperoleh. Aplikasi pestisida oleh petani di Kabupaten Bangka pada umumnya dilakukan ketika hama atau penyakit telah muncul di lapangan (59%), sedangkan di
24 Kabupaten Bangka Tengah sebagian petani melakukan penyemprotan ketika serangan hama dan penyakit cukup tinggi (menimbulkan kerugian). Sebagian petani lain di Kabupaten Bangka Tengah melakukan penyemprotan terjadwal yaitu ketika tanaman mulai berbunga karena pada saat tersebut intensitas serangan hama biasanya meningkat, sedangkan beberapa petani lain melakukan penyemprotan dengan melihat ada atau tidak adanya hama dan penyakit di lapangan (Gambar 8). 120% Jumlah petani
100%
100% 95%
80% 60% Bangka
40%
Bangka Tengah
20% 0%
5%
0% Kimiawi
Non kimiawi
Cara pengendalian Gambar 7 Cara pengendalian hama dan penyakit oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah 70% 59%
Jumlah petani
60% 50% 40%
39% 33% 28%
30% 20%
27% Bangka
14%
Bangka Tengah
10% 0%
terjadwal
ada/tidak ada gejala
tingkat serangan
Sikap dalam pengendalian hama dan penyakit Gambar 8 Sikap petani dalam mengambil keputusan pengendalian hama dan penyakit tanaman lada
25 Sikap petani dalam penggunaan pestisida juga beragam, namun pada umumnya sebagian petani melakukan penyemprotan kembali dengan konsentrasi yang sama ketika hama atau penyakit masih tetap ada, dan sebagian petani lain membiarkan karena berpendapat hama dan penyakit pasti akan berkurang atau karena biaya pestisida yang cukup tinggi (Gambar 9). 60%
Jumlah petani
50%
50% 44%
45%44%
40% Bangka
30%
Bangka Tengah
20% 10%
5% 6%
6% 0%
0% dibiarkan
konsentrasi sama
meningkatkan pestisida baru konsentrasi
Sikap petani terhadap penggunaan pestisida Gambar 9 Sikap petani terhadap penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman lada Hama yang sering menyerang yaitu Diconocoris hewetti (Hemiptera: Tingidae) dan Dasynus piperis (Hemiptera: Coreidae), namun kedua hama ini tidak terlalu bermasalah karena masih dapat ditanggulangi dan biasanya tidak muncul lagi setelah petani melakukan aplikasi insektisida. Penyakit yang sering menyerang yaitu penyakit kuning, busuk pangkal batang, dan penyakit cendawanakar yang saat ini mulai banyak menyerang di kabupaten Bangka Tengah. Pengendalian ketiga penyakit ini masih sulit karena kurangnya informasi dan pengetahuan petani. Penyakit lain yang menyerang diantaranya adalah bercak daun dan hawar rambut kuda, namun menurut petani kedua penyakit ini belum merugikan. Permasalahan dalam usahatani lada Permasalahan yang paling sering dihadapi petani adalah permasalahan hama dan penyakit tanaman (Gambar 10), terutama permasalahan penyakit busuk
26 pangkal batang, penyakit kuning, dan cendawan akar (Gambar 11). Permasalahan ini belum menemui solusi yang tepat karena hingga saat ini petani belum mengetahui cara pengendalian yang tepat terutama untuk penyakit kuning dan penyakit cendawan akar. Pengetahuan petani tentang kedua penyakit tersebut hingga kini masing kurang dan informasi yang masuk ke petani juga sangat
Jumlah petani
sedikit. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
95% 86%
Bangka Bangka Tengah
14% 5% Hama dan Penyakit
Modal
Permasalahan yang sering dihadapi
Jumlah petani
Gambar 10 Permasalahan yang sering dihadapi petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
95%
56% Bangka 22% 5% Penyakit kuning
BPB Jenis penyakit
22%
Bangka tengah
0% Cendawan akar
Gambar 11 Jenis penyakit yang sering dihadapi oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
27 Permasalahan lain yang juga dihadapi petani adalah besarnya modal yang dikeluarkan dibandingkan pendapatan yang diperoleh. Hal ini dipengaruhi oleh harga lada yang fluktuatif. Oleh karena itu, banyak petani yang menyimpan hasil panennya beberapa lama hingga harga lada di pasar meningkat. Meskipun demikian, jika petani kekurangan modal untuk usahatani lada berikutnya, maka petani terpaksa menjual lada meskipun harga pada saat itu rendah. Hal inilah yang mendorong beberapa petani beralih menanam karet, sawit, atau beralih profesi sebagai penambang timah. Faktor-faktor diatas menyebabkan penurunan luas areal pertanaman lada dan produksi lada Bangka secara umum. Daras dan Pranowo (2009) mengungkapkan bahwa fluktuasi harga lada, gangguan organisme pengganggu tanaman, dampak penambangan timah ilegal, dan introduksi tanaman perkebunan lain menjadi penyebab penurunan areal lada di Bangka Belitung. Kendala lain seperti ketersediaan pupuk dan musim yang tidak menentu juga mempengaruhi usahatani lada yang dilakukan petani, namun hal tersebut menurut petani belum begitu berpengaruh dibandingkan permasalahan penyakit terutama penyakit kuning. Pengelolaan Penyakit Kuning Penyakit kuning disebabkan oleh nematoda parasit Meloidogyne incognita dan Radopholus similis. Akibat serangan nematoda tersebut, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat serta warna daun dan dahan menjadi kuning. Daundaun yang menguning tidak menjadi layu, tetapi tergantung kaku dan sangat rapuh sehingga secara bertahap akan gugur (Mustika 2003). Nematoda Radopholus similis (Cobb.) Thorne, merupakan nematoda yang menyebabkan kerusakan tanaman lada di Bangka (Purseglove et al. 1981). Menurut Manohara dan Wahyuno (2009) selain nematoda Meloidogyne incognita dan Radopholus similis, faktor lain yang mempengaruhi penyakit kuning yaitu kesuburan tanah yang rendah, dan serangan cendawan Fusarium solani dan F. oxysporum. Pengetahuan petani tentang penyakit kuning hingga saat ini masih tergolong sangat kurang. Beberapa petani menduga bahwa penyebab penyakit kuning adalah cendawan, pupuk, bibit, air, dan tanah yang tidak subur, namun sebagian besar petani menjawab tidak tau penyebab pasti penyakit ini (Gambar
28 12). Mustika (2005) menyebutkan bahwa kesuburan tanah, kadar air, dan cendawan parasit dapat memperlemah tanaman yang terserang, namun penyebab utama penyakit kuning adalah nematoda. Hal ini menunjukkan bahwa petani belum mengetahui penyebab utama penyakit kuning, meskipun dari hasil wawancara diketahui sebagian besar petani di Kabupaten Bangka Tengah melakukan upaya pengendalian (Gambar 13). Umumnya petani melakukan pengendalian dengan alasan coba-coba atau mengikuti petani lain. 80%
Jumlah petani
70%
73% 63% Bangka Bangka Tengah
60% 50% 40% 30% 16%
20%
10,5%
10%
0%
9% 0%
10,5% 9%
9%
0%
0%
0% tidak tahu
bibit
air
pupuk cendawan
tanah
Penyebab penyakit Gambar 12 Penyebab penyakit kuning menurut persepsi petani
70%
63%
Jumlah petani
60% 50%
41%
40%
30%
27% 21%
20%
32% Bangka Bangka Tengah
11%
10% 0% dibiarkan
dibuang
dikendalikan
Sikap petani terhadap penyakit kuning Gambar 13 Sikap petani terhadap penyakit kuning di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
29 Pengendalian yang dilakukan petani diantaranya dengan penambahan kapur, pencabutan dan pembakaran tanaman, pemberian tanah bakar, atau dengan pemberian pestisida (Gambar 14). Hasil wawancara menunjukkan bahwa pengendalian yang dilakukan petani di Kabupaten Bangka pada umumnya adalah dengan pemberian kapur (56%), sedangkan sisanya dengan memberikan Furadan. Petani di Kabupaten Bangka Tengah juga menggunakan kapur pertanian dalam upaya pengendalian penyakit kuning, namun pengendalian yang lebih banyak dilakukan adalah dengan dicabut dan dibakar. Tanaman yang terserang dicabut, kemudian tanaman dan lubang tanam dibakar. Jika umur tanaman masih muda maka dilakukan penyulaman, namun jika tanaman cukup tua maka lubang tanam tersebut ditanami tanaman lain seperti pisang. Petani pada umumnya mengetahui gejala penyakit kuning yaitu berupa perubahan warna tanaman menjadi kuning, namun petani belum mengetahui secara pasti tahapan perkembangan gejala penyakit ini. Terkadang petani mengira bahwa beberapa gejala pada tanaman merupakan satu jenis penyakit, walaupun penyakit tersebut berbeda. Hal tersebut dikarena beberapa tanaman di lapangan seringkali terserang oleh beberapa jenis penyakit. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya anggapan bahwa penyemprotan fungisida untuk mengendalikan cendawan (seperti bercak daun) juga dapat mengurangi serangan penyakit kuning. 56%
60%
Bangka Tengah
Jumlah petani
50% 40%
Bangka
38%
44%
31% 30%
23%
20% 8%
10% 0%
0%
0%
0%
0% dicabut dan pemberian dibakar kapur
pestisida nabati
pemberian tanah bakar
Furadan
Upaya pengendalian penyakit kuning Gambar 14 Upaya pengendalian penyakit kuning oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
30 Informasi mengenai hama dan penyakit serta cara penanggulangannya selama ini diperoleh petani dari petani lain atau dari SLPHT yang diadakan oleh Dinas Pertanian setempat. Informasi tersebut masih kurang karena petani yang pernah mengikuti SLPHT tersebut hanya 32% di Kabupaten Bangka dan 37% di Kabupaten Bangka Tengah (Gambar 15). Meskipun informasi dari SLPHT dapat disampaikan dari satu petani ke petani lain namun hal tersebut tidak maksimal, terlebih di Kabupaten Bangka yang sebagian besar petaninya tidak aktif dalam kelompok tani sehingga pertemuan antar petani jarang terjadi. Hasil wawancara terhadap petani Kabupaten Bangka menunjukkan bahwa sebagian besar (77%) petani tidak aktif dalam kelompok tani. Hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya faktor usia, waktu yang terbatas, atau karena memang tidak ada kelompok tani yang terbentuk di desa masing-masing petani. Namun sebaliknya, di Kabupaten Bangka Tengah sebagian besar (89%) petani aktif dalam kelompok tani (Gambar 16). Walaupun demikian beberapa petani mengaku pertemuan kelompok tani tersebut masih tergolong kurang karena hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Penyuluhan khusus mengenai penyakit kuning sendiri belum pernah diadakan baik di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah sehingga wajar jika petani belum mengetahui cara penanggulangan penyakit kuning secara tepat karena keterbatasan informasi dan pengetahun petani mengenai penyakit tersebut. 80% 68%
Jumlah petani
70%
63%
60% 50% 40%
32%
37%
Bangka Bangka Tengah
30% 20% 10% 0% Pernah
Tidak pernah
Pengalaman mengikuti SLPHT Gambar 15 Pengalaman petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah dalam mengikuti SLPHT
31 100%
89%
90%
77%
Jumlah petani
80%
70% 60% 50% Bangka
40% 30%
Bangka Tengah
23%
20%
11%
10% 0% Aktif
Tidak aktif
Keikutsertaan dalam kelompok tani Gambar 16 Keikutsertaan petani lada dalam kelompok tani di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Pengamatan Penyakit Kuning Rata-rata kejadian penyakit kuning di lapangan berkisar antara 33,33% dan 36% (Tabel 2). Mustika (2005) mengungkapkan bahwa pada tahun 1967 penyakit kuning dilaporkan merusak pertanaman lada di Bangka sebesar 32%. Kejadian penyakit saat pengamatan menunjukkan angka yang sedikit lebih besar dibandingkan data tersebut, namun menurut petani kejadian penyakit pada musim tanam sebelumnya masih lebih besar. Hal ini diduga dipengaruhi cuaca yang sering hujan, sehingga kadar air tanah tinggi. Mustika (1990) mengungkapkan bahwa pada tanah dengan kadar air 60% kapasitas lapang, gejala penyakit kuning terjadi lebih awal dibandingkan pada tanah dengan kadar air 100% kapasitas lapang. Selain itu, kejadian penyakit diduga akan bertambah jika petani tidak melakukan pengendalian yang tepat. Hal ini dikarenakan beberapa petani tidak melakukan pengendalian, dan petani lain melakukan pengendalian seperti penambahan kapur dan tanah bakar namun tetap mempertahankan tanaman yang terserang sehingga penyebaran nematoda dalam tanah dapat terus terjadi.
32 Tabel 2 Rata-rata kejadian penyakit kuning pada tanaman lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah Kabupaten
Bangka
Bangka Tengah
Lahan pengamatan
Persentase kejadian penyakit (%)
Kebun 1
48
Kebun 2
24
Kebun 3
28
Kebun 1
60
Kebun 2
20
Kebun 3
16
Rata-rata kejadian penyakit (%) 33,33
30,67
Analisis Usahatani Nilai rasio R/C usahatani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah menunjukkan bahwa 68% dan 79% nilai R/C lebih besar dari satu (Gambar 17). Usahatani mengalami keuntungan jika nilai R/C lebih besar dari satu, dengan demikian dapat diketahui bahwa usahatani lada di kedua kabupaten tersebut mengalami keuntungan pada tingkat harga jual lada berkisar antara Rp 57.000-Rp 60.000 (harga saat dilaksanakan penelitian). Keuntungan petani sangat dipengaruhi oleh harga lada serta kondisi cuaca. Kondisi cuaca yang sering hujan kurang menguntungkan karena akan menghambat pengisian buah sehingga hasil
Jumlah petani
panen yang diperoleh menurun. 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
79% 68%
Bangka 21% 14%
Bangka Tengah
18% 0%
<1
1
>1
R/C Gambar 17 Rasio R/C usahatani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
33 Hubungan Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian Hubungan antara umur petani dengan tindakan pengendalian menunjukkan bahwa petani yang berumur antara 21-50 tahun pada umumnya melakukan upaya pengendalian, sedangkan petani yang berumur lebih dari 50 tahun pada umumnya tidak melakukan tindakan pengendalian terhadap penyakit kuning (Gambar 18). Hal ini menunjukkan bahwa petani yang tergolong usia muda lebih antusias dalam upaya pengendalian penyakit kuning, berbeda dengan petani yang berusia lebih dari 50 tahun yang pada umumnya sulit untuk menerima masukan dan menerapkan hal-hal baru. Petani yang berumur lebih dari 50 tahun umumnya berpendapat bahwa upaya pengendalian yang dilakukan tidak akan berhasil, sehingga petani memilih tidak melakukan upaya pengendalian. 120%
melakukan pengendalian 100%
Jumlah petani
100% 82%
86%
tidak melakukan pengendalian
80%
61% 60% 39%
40% 18%
20%
14%
0% 0% 21-30
31-40 41-50 >50 Umur (tahun) Gambar 18 Hubungan antara umur petani dengan tindakan pengendalian Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani juga mempengaruhi tindakan pengendalian yang dilakukan. Petani dengan tingkat pendidikan SD dan SMP pada umumnya tidak melakukan pengendalian penyakit kuning. Petani dengan tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi pada umumnya melakukan tindakan pengendalian, bahkan semua petani dengan tingkat pendidikan SMA melakukan tindakan pengendalain penyakit kuning (Gambar 19). Hal ini menunjukkan bahwa petani dengan tingkat pendidikan cukup tinggi lebih tertarik untuk mencoba dan melakukan upaya pengendalian penyakit kuning dibandingkan petani dengan tingkat pendidikan relatif rendah.
34 melakukan pengendalian
100%
tidak melakukan pengendalian
Jumlah petani
120%
80% 60%
100% 80%
67% 56% 44% 33%
40%
20% 20%
0% 0% SD
SMP SMA Pendidikan
PT
Gambar 19 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan pengendalian Pengalaman petani dalam mengikuti SLPHT juga mempengaruhi sikap petani dalam tindakan pengendalian. Petani yang pernah mengikuti SLPHT pada umumnya memilih melakukan tindakan pengendalian, sedangkan petani yang tidak pernah mengikuti SLPHT pada umumnya tidak melakukan tindakan pengendalian (Gambar 20). Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh petani dari SLPHT masih diperlukan karena dapat membantu petani dalam upaya pengendalian. 80%
73%
Jumlah petani
70% 56%
60%
melakukan pengendalian tidak melakukan pengendalian
44%
50% 40% 30%
27%
20% 10% 0% pernah
tidak pernah
Pengalaman mengikuti SLPHT Gambar 20 Hubungan antara pengalaman SLPHT dengan tindakan pengendalian
35 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Karakteristik petani yang meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) sangat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pengelolaan tanaman lada serta pengendalian hama dan penyakit khususnya penyakit kuning. Kurangnya informasi yang dimiliki serta tidak ada penyuluhan khusus mengenai penyakit kuning menyebabkan semakin sulitnya pengendalian penyakit ini. Pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani yaitu pencabutan dan pembakaran tanaman terserang atau dengan pemberian kapur. Hama dan penyakit khususnya penyakit kuning merupakan permasalahan utama yang masih sulit diatasi oleh petani lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah hingga saat ini. Permasalahan lain yang dihadapi petani diantaranya adalah biaya produksi yang cukup besar serta harga lada yang fluktuatif.
Saran Perlu dilakukan penyuluhan penyakit kuning dan cara pengendaliannya mengingat kurangnya pemahaman petani terhadap penyakit ini serta perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai teknologi terapan yang tepat untuk pengelolaan penyakit kuning pada tanaman lada di wilayah tersebut.
36
DAFTAR PUSTAKA
Balfas et al. 2007. Penularan penyakit kerdil pada tanaman lada oleh tiga jenis serangga vektor. Jurnal Littri 13(4):136-142. [Balittri] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. 2007. Hama dan penyakit utama tanaman lada dan pengendalinnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 29(4). Daras U, Pranowo D. 2009. Kondisi kritis lada putih Bangka Belitung dan alternatif pemulihannya. Jurnal Litbang Pertanian 28(1). [Deptan] Departemen Pertanian. 1980. Pedoman Pelaksanaan Proyek Peningkatan Produksi Perkebunan. Jakarta: Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan. [Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada. Jakarta: Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. [Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Luas areal, produksi, dan produktivitas lada. http://database.deptan.go.id/bdsp/hasil_ind.asp. [6 Januari 2011]. Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan. 1993. Prinsip-Prinsip Pemahaman Pengendalian Hama Terpadu, Buku I: Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan. Dropkin V H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Wiley J & Sons. Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Nematology. Elizabeth R, Hendayana R. 2010. Peran dan peluang SL-PHT komoditi lada mempengaruhi kognitif petani perkebunan rakyat (Studi kasus: Propinsi Lampung). Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hamid A, Rahayuningsih ST. 1990. Identifikasi dan pengenalan empat varietas utama tanaman lada. Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm 586-590. Kalshoven, L G E. 1981. The pest of crop in Indonesia. Laan van der. Penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Laba I W. 2005. Kepik renda lada, Diconocoris hewetti (Dist) (Hemiptera: Tingidae) : Biologi, kelimpahan populasi, dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
37 Manohara D, Wahyuno D. 2009. Kontroversi penggunaan bungkil jarak (Ricinus communis) pada penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning tanaman lada. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 15(2): 1-3. Mansjur A. 1980. Budidaya Tanaman Lada dan Kopi. Jakarta: Unit Penataran Institut Pertanian Bogor. Mustika I. 1990. Studies on the interaction of Meloidogyne incognita, Radopholus similis and Fusarium solani on black pepper (Piper nigrum L.). [Thesis]. Netherland: Wageningen Agric.Univ. Mustika et al. 1993. The influence of organic matters on the growth of black pepper, nematode population and antagonistic microorganisms. Journal of Spice and Medicinal Crops 11 (1): 11-17. Mustika et al. 2000. Kajian teknik aplikasi Pasteuria penetrans untuk mengendalikan nematoda pada tanaman lada. Laporan Teknis Penelitian Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Mustika et al. 2003. Pemanfaatan agensia hayati, bahan organik, dan pestisida nabati untuk mengendalikan nematoda pada tanaman lada. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Mustika I. 2005. Penyakit kuning pada tanaman lada dan cara pengendaliannya. Materi Pelatihan Teknologi Imunisasi Silang untuk Pengendalian OPT Vanili, Lada dan Jambu Mete. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Purseglove et al. 1981. Spices. Vol 1. New York: Longman Inc. Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press. Sutarno, Andoko A. 2005. Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Syakir M. 2010. Ragam teknologi budidaya lada. Sukabumi: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Wahid P, Soetopo D. 1990. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman lada. Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm 515526.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1 KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA Kabupaten : Bangka/Bateng Pewawancara : …………………. Kecamatan :…………………. Tgl. Wawancara :………………….. Desa : ………………… Tempat : [ ] Di Lahan [ ] Di Rumah RT/RW : ………………… Waktu : ……………..WIB KARAKTERISTIK PETANI 1. Nama :
(L/P)
Umur : [ ] < 20 th [ ] 21-30 th 2. Pendidikan : [ ] SD
[ ] SMP
[ ] 31-40 th
[ ] 41-50 th
[ ] SMA
[ ] PT
[ ] >50
[ ] Tidak tamat SD
3. Pekerjaan : [ ] Petani [ ] Pedagang [ ] Butuh bangunan [ ] Pegawai Negeri [ ] Pegawai Swasta [ ] ……………………………. 4. Jumlah tanggungan keluarga : [ ] < 2orang [ ] 3-5 orang [ ] 6-8 orang [ ] >8 orang 5. Status kepemilikan lahan [ ] Lahan sendiri
[ ] Penggarap
[ ] Sewa
[ ] Lainya:……………………...
6. Luas lahan yang dikelola dan penghasilan per bulan :…………………………... 7. Jumlah tanaman lada yang dimiliki saat ini……………………………………... BUDI DAYA 8. Varietas lada yang digunakan…………………….. 9. Asal bibit: [ ] membibitkan sendiri [ ] membeli dari perusahaan pembibitan
39 [ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintah [ ] membeli dari petani lain [ ] membeli dari kios petani [ ] lainnya ………………………… 10. Umur tanaman lada saat ini…………………….. 11. Jarak tanam lada………………………… 12. Apakah melakukan pengolahan tanah ? [ ] tidak [ ] ya, jelaskan apa saja…………………………………………………........... 13. Apakah menggunakan pupuk kandang ? Jika ya, pupuk yang digunakan: a. kotoran sapi……………………………….…. kg (per tanaman/ per ha) b.kotoran ayam ………………………………….kg c. Pupuk kompos…………………………….…...kg d. lainnya…………………………………….….. kg 14. Apakah menggunakan pupuk kimia ? [ ] tidak [ ] ya, jenis pupuk kimia yang digunakan ....................... berapa dosis ............................... 15. Pemberian pupuk sintetik Jenis pupuk
Frekuensi/tanam
Waktu pemupukan Dosis/ha
Urea TSP KCl NPK Lainnya………….
16. Bagaimana pola tanam yang digunakan [ ] Monokultur Alasan…………………………………………….. [ ] Tumpangsari (sebutkan tanamannya) Alasan………………………………………………
40 17.Masalah yang sering dihadapi dalam usaha tani [ ] Hama dan Penyakit [ ] Modal [ ] Air / Irigasi [ ] Cuaca [ ] Lainnya: ………………………………………………………………..... 18. Apakah bapak mengetahui gejala serangan penyakit kuning, sebutkan ( ) Ya,………………..…………..
( ) tidak
19. Pada umur berapa biasanya penyakit kuning menyerang tanaman lada ? ……………………………………………………………………………………… 20. Apakah bapak tahu penyebab penyakit kuning pada lada…………………… ( ) jamur/cendawan ( ) nematoda ( ) bakteri ( ) …………………………………………………………………………………. 21. Apa yang bapak lakukan jika tanaman terserang penyakit kuning? ( ) dibiarkan ( ) tanaman dibongkar ( ) dikendalikan ( ) .………………………………………………………………………………… 22. Usaha apa yang telah dilakukan untuk menekan serangan penyakit kuning ? ……………………………………………………………………………………… 23. Menurut bapak kehilangan hasil panen akibat penyakit kuning dapat mencapai berapa ?……………% 24. Selain penyakit kuning, hama dan penyakit apa yang menyerang pertanaman lada milik bapak ? 1………………………………………..sebesar…………% 2………………………………………..sebesar…………% 3………………………………………..sebesar…………% 4………………………………………..sebesar…………% 5………………………………………..sebesar…………%
41 PENGENDALIAN OPT 25. Bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit : [ ] secara mekanik, dengan ...................... [ ] secara fisik, dengan ............................ [ ] secara hayati, dengan .......................... [ ] secara kimia a. Jenis pestisida ................................... b. dosis ................./ha c. waktu aplikasi .................................. d. frekuensi aplikasi .............................. 26. Mengapa menggunakan pestisida untuk pengendalian [ ] Efektif terhadap serangan hama dan penyakit [ ] Mudah didapatkan [ ] Praktis dalam aplikasi [ ] Harga murah [ ] Saran dari orang lain [ ] Lainnya…………………………. 27. Pestisida apa saja yang digunakan………. a.
e.
b.
f.
c.
g.
d.
h.
28. Apakah bapak mengendalikan gulma? [ ] ya
[ ] tidak
29. Bagaimana cara mengendalikan gulma [ ] Menggunakan plastik mulsa [ ] Mencabut dengan tangan [ ] Menggunakan herbisida [ ] lainya………………….. 30. Sejak kapan menggunakan mulsa plastik………………………….. SIKAP PETANI 31. Pernah mengikuti SLPHT atau Pelatihan lain
[ ] Ya
[ ] Tidak
42 (Sebutkan:…………………………………berapa lama…………………..) 32.Jika menggunakan pestisida kapan diputuskan untuk melakukan penyemprotan [ ] saat menyemprot telah tiba [ ] serangan hama/penyakit tingkat membahayakan [ ] adanya gejala pada tanaman [ ] saat cuaca kurang baik [ ] lainnya………………………………… 33. Apa yang dilakukan jika hama dan penyakit tidak dapat dikendalikan [ ] dibiarkan saja [ ] penyemprotan lagi dengan konsentrasi sama [ ] meningktkan konsentrasi [ ] mengganti dengan pestisida baru 34. Apakah pernah mendapatkan pelatihan atau penyuluhan khusus tentang penyakit kuning pada lada? ( ) Ya, dari siapa?........................................( ) Tidak 35. Apakah aktif dalam pertemuan kelompok tani? Jika tidak, mengapa…………………………………………………………….. Analisis Usaha Tani 36. Di atas telah disebutkan bahwa luas lahan lada …….. ha. Berdasarkan luas lahan tersebut itu mohon dijelaskan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan selama 1 musim tanam. Rincian Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk KCl Pupuk kandang Pupuk lainnya ……………… Insektisida Herbisida Fungisida Benih Upah Pengolahan tanah
Biaya (Rp)
43 Penanaman Pemupukan Penyiangan lahan Penyemprotan insektisida Penyemprotan herbisida Penyemprotan fungisida Panen Sewa Lahan Biaya tiang panjat Lainya………………..
37. Berapa banyak hasil panen lada (kg) ?................................................................. Dalam Rupiah…………………………………………………………………... 38. Catatan lain………………………………………………………………........... ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
44 Lampiran 2 GAMBAR PENGAMATAN DI LAPANGAN DAN WAWANCARA DENGAN PETANI
Gambar pertanaman lada yang sehat di Kabupaten Bangka
Gambar gejala awal penyakit kuning pada tanaman lada
45
Gambar wawancara dengan petani di Desa Teru, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah