PENGENALAN EKSPRESI WAJAH MENGGUNAKAN METODE FAKTORISASI MATRIKS NON-NEGATIF DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK
Andy Putra1; Monica2; Vinson Yogama3; Diaz D. Santika4 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Bina Nusantara Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 1
[email protected],
[email protected], 3
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT
This research is conducted to compare and find the best method for facial expression recognition. The methods used are Non-Negative Matrix Factorization (NMF), BackPropagation Artificial Neural Network and the combination of both methods, where NMF is used as the feature extractor and Back-Propagation as the classifier. This research use JAFFE facial expression database as the data source for training and testing purpose. The result proved that the combination method of NMF and Back-Propagation could increase the recognition accuracy by 7%. This research is done to find the fittest value of variable r which affects the quality of the method in order to get the highest accuracy. The highest accuracy is achieved with the optimum value r = 60. Therefore, it is proved that the combined method gives an improvement in recognizing facial expression.
Keyword : Facial Expression Recognition, Non-Negative Matrix Factorization, BackPropagation
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menemukan metode terbaik dalam pengenalan ekspresi wajah. Metode yang dijadikan obyek studi adalah metode Faktorisasi Matriks Non-Negatif (NMF), metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi-Balik (BP) dan kombinasi dari kedua metode tersebut, yaitu dengan menggunakan metode NMF sebagai pengekstraksian fitur dan metode Jaringan Syaraf Tiruan BP sebagai pengklasifikasi. Dengan eksperimen berulang-ulang, berhasil dibuktikan bahwa metode
gabungan NMF dan BP dapat mencapai tingkat akurasi lebih tinggi daripada kedua metode lainnya tanpa digabungkan, yaitu sekitar 7% lebih tinggi. Penelitian ini juga mencari nilai variabel r yang berpengaruh pada tingkat akurasi NMF. Akurasi tertinggi dicapai ketika r bernilai 60. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa gabungan metode Faktorisasi Matriks NonNegatif dengan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi-Balik memberikan tingkat akurasi pengenalan ekspresi wajah yang lebih baik.
Kata kunci: Pengenalan ekspresi wajah, Faktorisasi Matriks Non-Negatif, Propagasi-Balik
PENDAHULUAN Pengenalan ekspresi wajah merupakan salah satu bidang penelitian dalam bidang kecerdasan buatan. Berbagai metode dikembangkan untuk mencapai tingkat akurasi tinggi dalam mengenali ekspresi wajah. Dalam pengenalan ekspresi wajah, terdapat dua fase penting, yaitu fase pengekstraksian fitur dan fase klasifikasi. Metode yang umum digunakan untuk mengekstraksi fitur wajah, khususnya dalam pengklasifikasian ekspresi, adalah Principal Component Analysis (PCA) yang mana dimensi citra yang tinggi dikompresi menjadi data dengan dimensi yang lebih kecil. Metode ini ternyata masih dapat terus dikembangkan. Pada tahun 1999, Daniel D. Lee dan H. Sebastian Seung mengusulkan suatu metode baru yang disebut Non-negative Matrix Factorization (NMF) yang digunakan sebagai feature extractor dan classifier. Metode ini memfaktorisasi sebuah matriks menjadi 2 matriks lain yang tidak mengandung nilai negatif didalamnya. Sifat ketidak-negatif-an ini mendukung dalam pemrosesan gambar yang mana tidak memiliki nilai negatif didalamnya. NMF sendiri terus dikembangkan. Pada tahun 2001, Li et al. mengembangkan Local NMF yang dapat memunculkan sifat lokal dari pola yang dikenali. Pada tahun 2005, Zhang mengembangkan 2D-NMF yang dapat menghasilkan akurasi yang lebih baik daripada NMF dengan perbandingan kompresi yang sama serta waktu eksekusi yang lebih singkat. Pada tahun 2007, Cao mengembangkan Online NMF yang mengoptimalisasi perhitungan multiplicative update pada NMF. Fase lain dalam pengenalan ekspresi wajah adalah fase klasifikasi. Metode klasifikasi yang umum digunakan adalah dengan membentuk jaringan syaraf tiruan. Dalam metode ini, terbagi menjadi fase pembelajaran (training) dan fase pengujian (testing). Dalam fase pembelajaran, dihasilkan suatu jaringan (net) yang mengandung informasi untuk mengklasifikasi yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas-kelas pada fase pengujian. David R. Rumelhart pada tahun 1986 menemukan metode Back-Propagation yang kemudian menjadi arsitektur jaringan syaraf tiruan yang paling sering digunakan. Metode NMF tidak menggunakan classifier tertentu, tetapi hanya membandingkan nilai feature untuk proses klasifikasi penentuan emosi wajah. Untuk meningkatkan akurasi dalam pendeteksian emosi wajah ini, penulis memberikan usul untuk menggabungkan kemampuan feature extractor dari Non-negative Matrix Factorization dan kemampuan classifier dari metode Back-Propagation sehingga dapat menghasilkan suatu metode gabungan.
Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengembangkan metode Faktorisasi Matriks Non-Negatif yang digunakan untuk proses pengenalan ekspresi wajah sebagai pengekstraksian fitur digabungkan dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi-Balik sebagai algoritma pendeteksian. Metode gabungan ini diharapkan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam mengenali ekspresi wajah. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk (1) menghasilkan metode untuk pengembangan aplikasi pengenalan ekspresi wajah yang cepat dan akurat. (2) Membantu penelitian dalam bidang psikologi dalam mengenali emosi melalui ekspresi wajah manusia. (3) Mengembangkan prototype aplikasi pengenalan ekspresi wajah berbasis komputer pribadi (PC) yang cepat dan akurat Kajian Pustaka Facial Expression Recognition Pengenalan ekspresi wajah telah menjadi topik penelitian psikologi yang telah dilakukan oleh Charles Darwin sejak abad ke-19 dalam penelitiannya yang berjudul The
Expression of the Emotions in Man and Animals. Pada tahun 1990, Kenji Mase melakukan penelitian pengenalan wajah dengan teknik optical flow. Teknologi pengenalan wajah dapat diaplikasikan dalam berbagai keperluan seperti mencocokan identitas pada dokumen-dokumen penting, foto, pengenalan orang, pencocokan identitas dan pengawasan keamanan. (Rama, 1994) Pengenalan wajah tersebut dilakukan baik pada gambar statis maupun pada video. Paul Ekman dan Wallace V. Friesen (1987) membentuk suatu sistem pengenalan ekspresi wajah yang dikenal dengan FACS (Facial Action Coding System). FACS mengukur tingkah laku- tingkah laku yang muncul dengan mengukur 46 unit aksi yang menggambarkan gerakan dasar pada wajah. Gerakan pada wajah yang merupakan ekspresi dari emosi adalah bentuk komunikasi non-verbal. Pengenalan emosi melalui ekspresi wajah tetap bergantung pada kemampuan wajah untuk menunjukkan ekspresi seperti takut, marah, kesal, senang, dsb. dan ditentukan juga oleh tingkat emosi tersebut pada setiap orang. Ekspresi umum yang digunakan dalam penelitian pengenalan ekspresi wajah adalah keenam ekspresi universal atau ekspresi dasar manusia, yaitu terkejut (surprise), sedih (sadness), marah (anger), senang (happiness), jijik (disgust) dan takut (fear).
Non-Negative Matrix Factorization Faktorisasi matrik telah banyak digunakan dalam berbagai perhitungan aljabar untuk memecahkan permasalahan kompleks. Faktorisasi matriks mendekomposisi suatu matriks menjadi beberapa matriks lain. Pada tahun 1999, Daniel D. Lee dan H. Sebastian Seung mengembangkan algoritma pembelajaran faktorisasi matriks non-negatif / Non-Negative Matrix Factorization (NMF). Algoritma pembelajaran ini memfaktorisasi matriks V yang berdimensi n x m menjadi 2 matriks lain yang tidak mengandung nilai negatif, yaitu W yang berdimensi n x r dan H yang berdimensi r x m, dimana nilai r < min(n,m).
V ≈ W.H
(1)
Matriks V terdiri atas m data vektor yang berdimensi n. Sifat ketidak-negatif-an digunakan karena dalam neurofisiologi nilai awal neuron tidak pernah bersifat negatif dan tidak akan berubah tanda. Selain itu dalam kasus penelitian ini, yaitu pemrosesan gambar, intensitas dari gambar tidaklah bernilai negatif. Nilai dari matriks W dipelajari secara unsupervised dengan mengaplikasikan NMF kepada data pelatihan V, yang mana data-data pelatihan yang berbeda terletak pada kolom yang berbeda pula. Dapat dikatakan juga bahwa setiap data vektor v disesuaikan dengan kombinasi linear dari kolom pada matriks W dengan data h (kolom pada matriks H). Algoritma pembelajaran NMF ini melakukan perubahan nilai pada matriks W dan H secara iteratif. Dalam setiap iterasi nilai baru pada matriks W dan H diperoleh dengan mengalikan nilai saat ini dengan suatu faktor yang bergantung pada kualitas perkiraan dari persamaan (1). Untuk mencari nilai faktorisasi V ~ WH yang mendekati, harus ditentukan suatu cost function yang menentukan kualitas pendekatan nilai tersebut. Cost function dibentuk dengan mengukur perbedaan nilai antara 2 matriks non-negatif A dan B. Pengukuran yang digunakan oleh D.D. Lee dan H. S. Seung adalah mengukur jarak Euclidean dari matriks V dan WH serta mengukur divergensi Kullback-Leibler.
Gambar 1. Basis gambar LNMF (kiri) dan NMF (kanan) Representasi part-based dan penekanan sifat lokal oleh LNMF sementara NMF partbased tetapi bersifat holistik. Pengembangan lain dari NMF dilakukan oleh Li pada tahun 2001. Metode baru yang diajukannya adalah Local Non-Negative Matrix Factorization yang mempelajari bagianbagian secara lokal. Metode ini menambahkan proses penguatan sifat lokal pada basis gambar untuk membantu proses pengenalan pola dalam NMF. Penguatan sifat lokal pada LNMF dilakukan dengan memberikan batasan-batasan dalam komputasinya. Jaringan Syaraf Tiruan : Propagasi-Balik Jaringan syaraf tiruan adalah suatu model pemecahan masalah yang mengadaptasi sistem jaringan syaraf biologis, baik secara struktur maupun secara kinerja. Jaringan syaraf tiruan diimplementasikan dalam suatu bentuk model matematika yang mana terdapat beberapa neuron yang saling terhubung satu sama lain. Metode jaringan syaraf tiruan umumnya digunakan untuk membangun perangkat yang dapat melakukan proses asosiasi dan pengenalan terhadap pola masukan berdasarkan data training yang telah perangkat tersebut pelajari. Walaupun secara umum, performa yang dapat dihasilkan oleh jaringan syaraf tiruan ini masih tidak sebaik jaringan syaraf biologis, namun artificial neural network dianggap sebagai model yang cukup memadai dalam upaya pengenalan dan pembelajaran pola. Jaringan syaraf tiruan menjadi populer dan banyak digunakan karena sifat jaringan syaraf tiruan yang fleksibel. Jaringan syaraf tiruan tidak memiliki kelemahan seperti beberapa teknik lain yang mana umumnya proses pelatihan (training) dan pengenalan (recognition) memerlukan ruang lingkup yang ketat untuk masalah yang spesifik. Artinya, jaringan syaraf tiruan mampu melakukan proses pengenalan pada masalah yang lebih beragam tanpa perlu memberikan banyak batasan-batasan baru dalam modelnya.
Metode yang diusulkan: Penggabungan NMF dengan Back-Propagation Dalam metodologi gabungan ini, non-negative matrix factorization digunakan untuk mengekstrak fitur dari gambar dan jaringan syaraf tiruan back-propagation digunakan untuk pembelajaran dan klasifikasi ekspresi gambar atau sebagai classifier. Fase pelatihan dimulai dengan mengecilkan ukuran 170 gambar ekspresi wajah yang ingin dikenali menjadi 30x30 piksel. Masing-masing dari 170 gambar tersebut dibentuk menjadi 1 kolom membentuk matriks V berdimensi 900x170 piksel. Matriks V ini menjadi masukan untuk proses faktorisasi matriks yang menghasilkan matriks W sebagai basis gambar (image base) dan H sebagai matriks koefisien (coefficient matrix). Matriks W berdimensi 900 x r piksel dan matriks H berdimensi r x 170 piksel, dimana r < min (n,m). Matriks H digunakan sebagai nilai masukkan dalam jaringan syaraf tiruan. Sedangkan kelas ekspresi dari 170 gambar tersebut menjadi nilai pada lapisan keluarannya. Hasil dari pembelajaran pada jaringan syaraf tiruan ini adalah sebuah jaringan yang akan digunakan selanjutnya untuk mengenali ekspresi wajah. Fase pengenalan dimulai dengan mengecilkan ukuran gambar ekspresi wajah dengan metode yang sama seperti fase pelatihan. Masing-masing dari 43 gambar yang akan diuji tersebut dibentuk menjadi 1 kolom membentuk matriks V berdimensi 900x 43. Dengan
perhitungan pseudoinverse terhadap matriks W, diperolehlah matriks H yang akan digunakan sebagai masukan bagi jaringan syaraf tiruan back-propagation. Jaringan syaraf tiruan back-propagation yang digunakan memiliki unit pada lapisan keluaran sebesar nilai r hasil reduksi dari NMF. Lapisan tersembunyi yang sejumlah 1 lapisan dengan jumlah unit didalamnya sebanyak 2/3 dari unit pada lapisan masukkan ditambah dengan jumlah unit pada lapisan keluaran. Lapisan keluaran memiliki 7 node yang bernilai 0 atau 1, bernilai 1 pada urutan ekspresi sebenarnya dari gambar dan bernilai 0 apabila bukan ekspresinya. Pengenalan gambar menggunakan jaringan yang telah terbentuk sebelumnya. Hasil dari pengenalan tersebut berupa nilai-nilai pada lapisan keluaran dari jaringan syaraf tiruan ini. Kelas ekspresi masing-masing gambar ditentukan oleh nilai tertinggi dari antara unit-unit pada lapisan keluaran.
HASIL PENELITIAN Dataset Penelitian ini menggunakan database ekspresi wajah dari database JAFFE (Japanese Female Facial Expression). Database ini berisi 213 gambar ekspresi wajah dari 10 wanita Jepang. Terdapat 7 ekspresi yaitu netral, marah, senang, sedih, takut, jijik dan terkejut. Database ekspresi wajah dapat diperoleh di http://www.kasrl.org/jaffe.html.
Gambar 2. Contoh Ekspresi Wajah dari Database JAFFE Gambar-gambar yang ada dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan prosesnya, yaitu untuk proses pelatihan (training) dan untuk proses pengujian (testing). Eksperimen akan menggunakan 80% dari data keseluruhan yaitu 170 gambar sebagai data pelatihan sementara 20% sisanya yang berjumlah 43 gambar akan digunakan sebagai data pengujian. Semua gambar ini diubah ukurannya menjadi lebih kecil agar mempersingkat waktu dalam pemrosesan. Experiment Penelitian ini membandingkan 3 metodologi, yaitu NMF, Back -Propagation dan gabungan dari kedua metode tersebut. Dengan menggunakan data gambar pelatihan dan pengujian yang sama, masing-masing metode dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan akurasi optimum. Dalam metode NMF, gambar wajah asli yang berukuran 256 x256 diubah ukurannya menjadi ukuran 30 x 30. Matriks gambar 2 dimensi diubah menjadi 1 kolom pada suatu matriks. Semua gambar pelatihan disusun sehingga membentuk matriks berukuran 900 x 170. Matriks tersebut adalah matriks V yang akan difaktorisasi menjadi matriks W dan H. Matriks W adalah basis gambar (image base) yang berukuran 900 x r, sedangkan matriks H adalah matriks koefisien (coefficient matrix) yang berukuran r x 170. Matriks W akan digunakan dalam proses pengenalan atau pengujian (testing) selanjutnya. Proses pengenalan (testing) dimulai dengan mengecilkan ukuran gambar ekspresi wajah dengan prosedur yang sama dengan proses pelatihan. Matriks V yang terbentuk akan berdimensi 900 x 43 piksel. Dengan perhitungan pseudoinverse terhadap matriks W yang telah diperoleh sebelumnya dari proses pelatihan, akan diperoleh matris H yang adalah hasil pengenalan.Matriks H dari proses pelatihan akan dibandingkan dengan matriks H dari proses pengenalan dengan mencari jarak Eucledian diantara kedua matriks tersebut, sehingga diperoleh hasil klasifikasi berupa kelas ekspresi dari gambar yang diuji.
Dalam metode Back-Propagation ukuran awal gambar sebesar 256x256 piksel dikecilkan menjadi 30x30 piksel. Setelah mengubah ukuran gambar, dilakukan proses pelatihan pada jaringan syaraf tiruan. Lapisan masukan diisi dengan 900 piksel dari gambar yang ingin dilatih. Penelitian ini menggunakan 1 lapisan tersembunyi untuk jaringan syaraf tiruan yang dibangun dengan variasi jumlah unit pada lapisan ini sebagai nilai yang diteliti untuk menemukan akurasi optimal, yaitu sekitar 400-800 unit. Lapisan keluaran pada jaringan ini memiliki 7 node yang bernilai 0 atau 1, bernilai 1 pada urutan ekspresi sebenarnya dari gambar dan bernilai 0 apabila bukan ekspresinya. Tahap pelatihan menghasilkan sebuah jaringan yang akan digunakan selanjutnya untuk proses pengenalan. Proses pengenalan dimulai dengan mengecilkan ukuran gambar yang ingin dikenali. Ukuran gambar awal sebesar 256x256 piksel diubah menjadi 30x30 piksel. Gambar menjadi nilai masukan bagi lapisan masukan dalam jaringan syaraf tiruan yang akan menghasilkan nilai-nilai pada lapisan keluaran. Nilai tersebutlah yang diambil untuk menentukan kelas ekspresi dari gambar tersebut. Nilai tertinggi dari ketujuh node pada lapisan keluaran menentukan kelas ekspresi gambar. Dalam metode gabungan, matriks H yang dihasilkan pada fase pelatihan digunakan sebagai input untuk jaringan syaraf tiruan. Jika dimensi matriks H adalah 10 x 170, artinya jaringan syaraf tiruan tersebut memiliki 10 node pada lapisan masukan. Jumlah node pada lapsan tersembunyi sejumlah 2/3 x jumlah node pada lapisan masukan + jumlah node pada lapisan keluaran. Jumlah node pada lapisan keluaran sejumlah 7 node, sebanyak jumlah kelas ekspresi. Dengan menggunakan data gambar input yang sama, proses pembelajaran dilakukanb berulang-ulang hingga mendapatkan net optimum. Fase pengujian dilakukan dengan menggunakan dataset gambar khusus pengujian. Gambar 2 dimensi dikonversi menjadi matriks 1 kolom sehingga semua 43 gambar tersebut membentuk matriks berukuran 900 x 43 piksel. Matriks ini dikomputasi dengan perkalian dengan pseudoinverse dari matriks basis gambar W yang dihasilkan pada fase pelatihan sebelumnya. Komputasi ini akan menghasilkan matriks H yang akan menjadi masukan untuk pengujian kelas dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.
Evaluation Kami membandingkan metode NMF, NMF-BP serta BP dengan variasi pada R untuk NMF dan NMF-BP, serta variasi hidden layer pada BP. 100
Accuracy (%)
90 80 70 60 50 40 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 Image Base (r) NMF
NMF Back-Propagation
Accuracy (%)
90 88 86 84 82 80 400
500
600
700
800
Hidden Layer Node Back-Propagation
Gambar 3: Perbandingan antara NMF, Back-Propagation dan metode kombinasi antara NMF dengan Back-Propagation Gambar 3 (a) menunjukan akurasi NMF dan perbandinganya dengan akurasi NMFBP pada variasi jumlah basis. Basis divariasikan pada nilai dengan kelipatan 10 mulai dari r = 10 hingga r = 160. Dari hasil data pada gambar, dapat dilihat bahwa metode NMF-BP memiliki akurasi yang lebih rendah pada nilai r kurang dari 40. Akan tetapi pada nilai r yang lebih tinggi atau sama dengan 40, akurasi yang dihasilkan dari metode NMF-BP selalu lebih baik daripada metode NMF. Nilai r optimal dari metode NMF-BP adalah 100 dan 140 dengan hasil akurasi 93.023256%. Sementara itu, metode NMF mencapai nilai akurasi
maksimal pada jumlah basis 90 dan 100 dengan nilai akurasi sebesar 86.04651%. Gambar 3 (b) memperlihatkan akurasi dari eksperimen metode Backpropagation. Terlihat bahwa akurasi yang dihasilkan oleh metode BP secara umum tidak lebih baik daripada metode NMF maupun NMF-BP. Hasil terbaik yang dapat dicapai oleh metode backpropagation adalah 88.372093% pada nilai hidden value sebanyak 500 dan 600. Hasil ini merupakan hasil maksimal yang paling kecil apabila dibandingan dengan 2 metode yang digunakan sebelumnya. Hasil dari eksperimen menunjukan bahwa metode kombinasi NMF-BP memberikan pencapaian akurasi yang lebih tinggi dalam mendeteksi ekspresi wajah apabila dibandingkan dengan dua metode lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN Dalam penelitian ini, penulis mengusulkan metode kombinasi dari NMF dan BackPropagation untuk mengenali ekspresi wajah. Kombinasi dari 2 metode ini memberikan hasil yang lebih baik daripada pengenalan dengan masing-masing metode. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa nilai dari variabel r yang terbaik dalam metode NMF BackProgagation adalah dengan r=100 dan r=140 sedangkan nilai r terbaik untuk metode NMF saja sebesar r=90 dan r=100. Jumlah node pada lapisan tersembunyi yang terbaik untuk metode Back-Propagation adalah 600, dengan 900 node pada lapisan masukan dan 7 node pada lapisan keluaran. Dengan menggunakan jumlah database gambar yang bervariasi, penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah data gambar yang dilatih mempengaruhi akurasi ketiga metodologi ini. Khususnya pada metode NMF, semakin banyak jumlah gambar yang digunakan dalam proses pelatihan, semakin tinggi tingkat akurasi yang diperoleh.
Masih terdapat banyak cara mengembangkan metode penelitian dalam topik ini. Cara mengembangkan yang mungkin dilakukan adalah dengan menguji dengan gambar yang memiliki noise. Dapat pula dilakukan dengan menggunakan database gambar ekspresi wajah yang lain.
REFERENSI Arora S. ,Ge R.,Kannan R. and Moitra A. (2012) Computing a nonnegative matrix factorization - provably. STOC, pp. 145-162. Ballard, D.H., Brown C.M. (1982). Computer Vision. New Jersey: Prentice-Hall. Blum, A. (1992). Neural networks in C++ : an object-oriented framework for building connectionist systems. New York: John Wiley & Sons, Inc Cao, B., et al. (2007). Detect and Track Latent Factors with Online Nonnegative Matrix Factorization. Proceeding IJCAI'07 Proceedings of the 20th international joint conference on Artifical intelligence Pages 2689-2694 Calder, A. J., Burton, A. M., Miller, P., Young, A. W., & Akamatsu, S. (2001). A Principal Component Analysis of Facial Expressions. Vision Research, 41, 1179–1208. Dewdney, A.K., (1997). Yes, We Have No Neutrons. New York: John Wiley & Sons. Ekman, P., & Friesen, W.V. (1978). Facial Action Unit System: Investigator’s Guide. Consulting Psychologists Press. Feitosa, R. Q., Vellasco, M. M. B., Maffra, D., Andrade, S., & Oliveira, D. T. (2000). Facial Expression Classification Using RBF and Back Propagation Neural Networks. In 4th World Multicon-ference onSystemics, Cybernetics and Informatics (SCI'2000) and the 6th International Conference on Information Systems Analysis and Synthesis (ISAS'2000) (pp. 73-77). Forsyth, D.A. & Ponce, J. (2003). Computer Vision. A Modern Approach. New Jersey: Prentice-Hall. Ganatra, A.,Kosta, Y.P., Panchal, G.,Gajjar C. (2011). Initial Classification Through Back Propagation In a Neural Network Following Optimization Through GA to Evaluate the Fitness of an Algorithm. International Journal of Computer Science & Information Technology (IJCSIT), Vol 3, No 1, Feb 2011. Langville, A. N., Meyer, C.D., Albright R.(2006). Initializations for the Nonnegative Matrix Factorization. In Proc. of the Twelfth ACM SIGKDD International Conference on Knowledge Discovery and Data Mining. Lee, D.D. & Seung, H.S. (1999). Learning the Parts of Objects by Non-Negative Matrix Factorization. Nature 401, 788–791.
Lee, D.D. & Seung, H.S. (2001). Algorithms for Non-negative Matrix. In Advances in Neural Information Processing 13 (Proc. NIPS*2000). Li, S.Z., Hou, X.W., & Zhang, H.J. (2001). Learning Spatially Localized, PartsBased Representation. Int. Conf. Computer Vision and Pattern Recognition, 207– 212. Liu C., Yang H.C., Fan J., He L.W, Wang Y.M., Distributed nonnegative matrix factorization for web-scale dyadic data analysis on mapreduce, Proceedings of the 19th international conference on World wide web, April 26-30, 2010, Raleigh, North Carolina, USA Mase, K. (1991). Recognition of Facial Expression from Optical Flow. IEICE Trans, 74, 10, 3474-3483. Rama, C., Wilson, C. L., & Sirohey, S. (1995). Human and Machine Recognition of Faces : A Survey. Proceedings of the IEEE Volume 83, 705-741 . Reda, A., Aoued, B., (2004). Artificial Neural Network-Based Face Recognition. Proc. of First International Symposium on Control, Communications and Signal Processing, pp. 439-442 Salim, W. & Santika D.D. (2012). Human Facial Expression Recognition Using Two-dimensional Non-negative Matrix Factorization. Procedia Engineering Volume 50, 758-767. Sembiring, P. (2008). Faktorisasi Matrik Non Negatif. Jurnal Penelitian MIPA Volume 2, Nomor 1 Juni 2008. Sonka, M., Hlavac, V., Boyle, R. (2008). Image Processing, Analysis and Machine Vision. Toronto: Nelson Education Limited Vavasis, S.A., (2009) On the complexity of nonnegative matrix factorization. SIAM Journal on Optimization, pp. 1364-1377. Zhang, D., Chen, S., & Zhou Z.H. (2005) Two-Dimensional Non-negative Matrix Factorization for Face Representation and Recognition. Proceedings of the 2nd International Workshop on Analysis and Modeling of Faces and Gestures (AMFG 05), in conjunction with ICCV'05, Beijing, China, LNCS 3723, 2005, 350-363