PENGARUH TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN INDEKS KOMPAS100
ANNISA PUTRI CAESARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Tata Kelola Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Indeks Kompas100 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015
Annisa Putri Caesari NIM H251130246
ii
RINGKASAN ANNISA PUTRI CAESARI. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Indeks Kompas100. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan MUHAMMAD SYAMSUN. Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama untuk memaksimalkan laba bagi para pemegang saham. Namun selain itu, perusahaan juga berkewajiban untuk memberikan kontribusi pada pembangunan masyarakat. Untuk mengakomodasi tujuan dan kewajiban perusahaan tersebut dapat diterapkan suatu sistem yang disebut tata kelola perusahaan (corporate governance/CG). Perusahaan dapat menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) sebagai langkah nyata dalam memberikan kontribusi kepada pembangunan masyarakat. Penerapan CG dan CSR saling berhubungan karena CSR merupakan konsekuensi dari penerapan CG. Penelitian dilakukan pada seratus perusahaan yang terdaftar dalam indeks Kompas100 untuk mengetahui pengaruh penerapan CG terhadap pengungkapan CSR, pengaruh penerapan CG terhadap CFP, pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP, dan pengaruh penerapan CG terhadap CFP dengan pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi. Perusahaan indeks Kompas100 dipilih karena perusahaan tersebut dinilai mempunyai kinerja yang baik yang dapat dilihat pada return sahamnya dari tahun 2010 sampai tahun 2013 selalu diatas return saham IHSG. Analisis untuk mengetahui hubungan ketiga variabel tersebut dilakukan dengan analisis structural equation modeling (SEM) dengan pendekatan partial least square path modeling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan CG berpengaruh positif terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Namun penerapan CG berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Penerapan CG berpengaruh negatif terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi. Kata kunci: CG, CSR, CFP
iii
SUMMARY ANNISA PUTRI CAESARI. Corporate Governance and Corporate Social Responsibility Influence to Corporate Financial Performance on Companies of Kompas100 Index. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and MUHAMMAD SYAMSUN. The operational activities of a company are conducted to maximize the profits of shareholders. But beside that, the company also has an obligation to give contribution to community development. To accommodate the goals and the obligations of the company, systems called corporate governance (CG) can be applied. Company also can apply corporate social responsibility (CSR) as a real action to give a contribution to community development. The implementations of CG and CSR are related because CSR is the consequence of applying CG. The research was conducted on one hundred companies listed in the Kompas100 index in order to know the relation among the implementation of CG, the exposure of CSR, and CFP. Kompas100 index is chosen because the companies have a good performance that can be seen in stock return at 2010 until 2013 always above IHSG stock return. Analysis to know the relation of the three variables was conducted using analysis of structural equation modeling (SEM). The result of the research shows that the implementation of CG positively influenced the exposure of CSR activity. Nevertheless, the implementation of CG is negatively influenced the performance of the company’s finance. Similarly, the exposure of CSR is negatively influenced the financial performance. Because CG negatively influenced CFP and CSR negatively influenced CFP, the implementation of CG is also negatively influenced CFP through exposure of CSR as the moderating variable.
Keywords: CG, CSR, CFP
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
PENGARUH TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN INDEKS KOMPAS100
ANNISA PUTRI CAESARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Purwanto, ME
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul Pengaruh Tata Kelola Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Indeks Kompas100 ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc dan Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang luar biasa kepada penulis selama menyusun karya ilmiah ini, serta kepada Dr Ir Budi Purwanto, ME dan Dr Ir Jono M Munandar yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, teman-teman Program Studi Ilmu Manajemen IPB, karyawan tata usaha Program Studi Ilmu Manajemen, dan juga pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala doa dan dukungannya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis juga memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini.
Bogor, September 2015
Annisa Putri Caesari
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
4
Teori Agensi
4
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)
5
Prinsip Corporate Governance
6
Tujuan dan Manfaat Corporate Governance
8
Partisipan Corporate Governance
9
Penerapan Corporate Governance
10
Teori Stakeholder
11
Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)
12
Manfaat Corporate Social Responsibility
13
Penerapan dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
15
Corporate Financial Performance (Kinerja Keuangan Perusahaan)
17
Indeks Kompas100
19
Penelitian Terdahulu
20
3 METODE PENELITIAN
20
Kerangka Pemikiran
20
Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
21
Populasi dan Sampel Penelitian
22
Prosedur Analisis Data
22
Variabel Penelitian
22
Structural Equation Modelling Partial Least Square (SEM PLS)
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
26
x
Gambaran Umum Objek Penelitian
26
Evaluasi Model Awal Pengaruh CG, CSR, dan CFP
31
Implikasi Manajerial
40
5 SIMPULAN DAN SARAN
42
Simpulan
42
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
49
DAFTAR TABEL 1 Variabel dan indikator penelitian 2 Distribusi populasi penelitian berdasarkan variabel CG 3 Nilai outer loading 4 Nilai internal consistency 5 Nilai cross loading 6 Korelasi variabel laten dan akar AVE 7 Nilai path coefficient bootstrapping
24 28 34 36 36 37 37
DAFTAR GAMBAR 1 Perbandingan return saham indeks Kompas100 dengan IHSG 2 Kerangka pemikiran 3 Model awal SEM 4 Distribusi populasi penelitian berdasarkan sektor 5 Distribusi populasi berdasarkan laporan pengungkapan CSR 6 Grafik pengungkapan CSR per indikator 7 Hasil analisis model awal 8 Hasil analisis model akhir
3 22 26 27 29 30 33 34
xi
DAFTAR LAMPIRAN 1 Matriks penelitian terdahulu 2 Perusahaan penelitian 3 Indikator pengungkapan CSR menurut GRI 4 Skor indikator variabel CG 5 Skor indikator variabel CSR 6 Rasio kinerja keuangan perusahaan penelitian 7 Daftar istilah
49 50 53 58 61 64 67
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya berhubungan dengan para stakeholder, baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak. Stakeholder terdiri dari para pemegang saham, manajer, karyawan, kreditur, supplier, retailer, konsumen, pemerintah, masyarakat, dan sebagainya (Chen and Wang 2011). Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama memaksimalkan laba untuk kepentingan para pemegang saham. Namun selain itu, perusahaan juga berkewajiban untuk berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Untuk mengakomodasi tujuan dan kewajiban perusahaan tersebut dapat diterapkan suatu sistem yang disebut tata kelola perusahaan (corporate governance/ CG). CG adalah suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan dengan mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan yaitu para pemegang saham, dewan pengurus, manajer, dan stakeholder lainnya (OECD 2007). Selain melalui penerapan CG, perusahaan juga dapat menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) sebagai langkah nyata dalam memberikan kontribusi kepada pembangunan masyarakat. Pengertian CSR menurut ISO 26000 (2012) adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak dari keputusan dan kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan. Kegiatan CSR diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. CSR juga merupakan suatu konsekuensi dari penerapan CG. Penerapan CG sesuai pedoman umum yang dikemukakan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) berpegang pada prinsip utama yaitu transparency, accountability, responsibility, independence, dan fairness yang juga dikenal dengan prinsip TARIF. Melalui CSR, perusahaan dapat mengintegrasikan kelima prinsip tersebut yaitu dengan melakukan pengungkapan yang transparan, akurat, wajar, dan bertanggung jawab. CG dan CSR tidak dapat berdiri sendiri maupun diterapkan salah satunya. CG tidak akan berjalan efektif tanpa diterapkannya upaya CSR dalam merespon kebutuhan setiap stakeholder (Huang 2010). Selain CG dan CSR yang saling berhubungan, CG dan CSR juga saling berhubungan dengan kinerja keuangan (corporate financial performance/CFP). Menurut Mihaela (2009), CG memainkan peran utama dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dengan cara meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memasarkan produknya, mempermudah akses perusahaan ke pasar modal, meningkatkan kepercayaan investor, dan menciptakan iklim investasi yang menarik dengan karakteristik peningkatan daya saing perusahaan dan pasar modal yang efisien. CG juga memainkan peran dalam internal perusahaan yaitu untuk mensejajarkan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham agar tidak terjadi konflik kepentingan yang dikenal dengan istilah agency theory. Penerapan prinsip
2
CG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan mengurangi aktivitas menyimpang seperti rekayasa isi laporan keuangan yang tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya (Kaihatu 2006). Manajemen perusahaan akan bertindak demi kepentingan para pemegang saham bukan hanya untuk kepentingannya sendiri. Pengungkapan informasi perusahaan yang transparan, akurat, bertanggung jawab, dan jelas akan menghasilkan pengambilan keputusan yang tepat. Sedangkan hubungan antara CSR dan CFP masih dalam perdebatan para ahli selama lebih dari tiga dekade (Chen and Wang 2011). Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya, hubungan CSR dan CFP masih belum menemukan satu titik temu apakah CSR dapat meningkatkan nilai, menurunkan nilai, atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali (Jo and Harjoto 2011). Menurut Friedman dalam Chen and Wang (2011), jika perusahaan lebih memfokuskan sumberdayanya untuk kepentingan sosial bukan untuk memaksimalkan keuntungan maka hal tersebut dapat menurunkan efisiensi mekanisme pasar dan menyebabkan perusahaan gagal mencapai alokasi sumber daya yang optimal. Sedangkan bagi pihak yang mendukung penerapan CSR, berpendapat bahwa melalui CSR perusahaan dapat meningkatkan citra perusahaan, membangun hubungan yang baik dengan masyarakat dan pemerintah, menciptakan lebih banyak peluang, dan menggali lebih dalam potensi pasar (Davis dalam Chen and Wang 2011) sehingga dapat menciptakan keuntungan jangka panjang. Jo and Harjoto (2011) yang melakukan penelitian untuk membuktikan pengaruh CSR terhadap CFP menyimpulkan bahwa kegiatan CSR dapat meningkatkan kinerja perusahaan selama perusahaan tidak melakukan over investasi dalam kegiatan CSR. Namun jika perusahaan melakukan over investasi maka kegiatan CSR tersebut dapat menurunkan kinerja perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh antara penerapan CG, pengungkapan CSR, dan CFP pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia dengan memfokuskan penelitian pada perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100. Perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 dipilih karena perusahaan-perusahaan tersebut dinilai mempunyai kinerja yang baik dibanding perusahaan-perusahaan lainnya.
Gambar 1 Perbandingan return saham indeks Kompas100 dengan IHSG
3
Seperti dapat dilihat pada Gambar 1, return saham indeks Kompas100 dari tahun 2010 sampai tahun 2013 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan return saham Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penggunaan IHSG sebagai pembanding dikarenakan IHSG merupakan gambaran keadaan pasar wajar dari seluruh perusahaan yang tercatat di bursa. Return saham indeks Kompas100 yang lebih tinggi dibandingkan return saham IHSG menandakan bahwa perusahaan dalam indeks tersebut mempunyai kinerja yang baik. Berdasarkan data tersebut, peneliti ingin melihat apakah kinerja yang baik tersebut dipengaruhi oleh penerapan CG dan pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan. Perumusan Masalah Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara penerapan tata kelola perusahaan (CG), pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan kinerja keuangan (CFP) pada perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100. Ketiga variabel penelitian merupakan variabel laten dimana masing-masing variabel direfleksikan ke dalam beberapa indikator. Selain menguji pengaruh antara ketiga variabel laten tersebut, penelitian ini juga menganalisis pola hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Pengaruh antar variabel yang diuji dalam penelitian ini bersifat multiple relationship sehingga satu variabel dapat berfungsi sebagai variabel eksogen maupun sebagai variabel endogen. Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Apakah penerapan CG berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan penelitian? 2. Apakah penerapan CG berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan penelitian? 3. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan penelitian? 4. Apakah penerapan CG berpengaruh terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Menganalisis pengaruh penerapan CG terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan penelitian. 2. Menganalisis pengaruh penerapan CG terhadap CFP pada perusahaan penelitian. 3. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP pada perusahaan penelitian. 4. Menganalisis pengaruh penerapan CG terhadap CFP dengan pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian.
4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi perusahaan Sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan CG dan pengungkapan informasi CSR guna meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. 2. Bagi pemerintah Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait CG dan CSR. 3. Bagi investor Sebagai referensi dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan yang telah menerapkan CG dan CSR. 4. Bagi masyarakat umum/akademis Memberikan informasi yang bermanfaat serta dapat menambah pengetahuan dan bukti empiris terkait CG, CSR, dan CFP. Penelitian juga dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya. 5. Bagi penulis Menambah pengetahuan penulis mengenai CG, CSR, dan CFP. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian menguji pengaruh antara CG, CSR, dan CFP pada perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai populasi penelitian dan tidak meneliti semua perusahaan yang telah menerapkan CG dan CSR sehingga hasil penelitian belum dapat merepresentasikan penerapan CG dan CSR pada perusahaan di Indonesia secara keseluruhan. Dokumentasi waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya selama satu tahun yaitu tahun 2013 sehingga hasil jangka panjang dari penerapan CG dan CSR tidak diperhatikan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Teori Agensi Perusahaan merupakan kumpulan kompleks interaksi antara beberapa pihak. Interaksi terbentuk ketika satu pihak (prinsipal) melibatkan pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa kepentingan atas namanya dan pihak tersebut juga mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu yang mewakili dirinya. Interaksi yang terbentuk tersebut dinamakan hubungan agensi (Fontrodona and Sison 2006). Konsep dasar hubungan agensi berasal dari teori agensi yang telah berkembang sejak empat dekade yang lalu. Bermula pada dekade 60 dan 70 ketika isu pembagian risiko muncul dan membuka perdebatan tanpa akhir di antara prinsipal dan agen. Muncullah pemikiran Jensen and Meckling (1976) berupa teori agensi yang membahas konflik dalam pencapaian tujuan di antara prinsipal dan agen dan juga pembagian risiko yang diterima sejalan dalam usaha pencapaian tujuan tersebut.
5
Tiga asumsi yang mendasari teori agensi yaitu pertama, konflik tujuan di antara prinsipal dan agen ketika keduanya berusaha memaksimalkan utilitasnya masingmasing. Kedua, berkaitan dengan efisiensi prinsipal dalam melakukan pengawasan terhadap agen. Terakhir, mengenai pembagian risiko yang muncul ketika prinsipal dan agen memiliki preferensi yang berbeda terhadap risiko (Jam et al. 2010). Ketiga asumsi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa individu bersifat oportunis yaitu individu secara konstan akan melakukan sesuatu yang dapat memaksimalkan kepentingannya dan menghindari sesuatu yang dapat merugikannya (Bohren 1998). Maka dari itu, hubungan agensi sering kali tidak berjalan sebagaimana mestinya. Permasalahan yang timbul di dalam hubungan agensi akan berdampak pada efektivitas kegiatan operasi dan kesuksesan perusahaan. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang dapat mengawasi dan mengontrol pihak agen agar melakukan fungsinya sesuai dengan kewajiban dan haknya. Muncullah konsep tata kelola perusahaan (corporate governance) yang juga berakar dari teori agensi. Melalui mekanisme corporate governance diklaim dapat menyelaraskan kepentingan agen dengan kepentingan prinsipal (Mustapha and Ahmad 2011). Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) Kata “governance” berasal dari bahasa Prancis yaitu “gubernance” yang memiliki arti pengendalian. Dari kata tersebut muncul suatu istilah corporate governance (CG) yang dipergunakan dalam konteks perusahaan atau organisasi. Terminologi CG memiliki pengertian dasar yaitu suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan (Sutojo dan Aldridge 2008). Dalam konteks Indonesia, CG dikenal dengan istilah tata kelola perusahaan. Muncul berbagai pengertian CG yang diungkapkan para ahli maupun organisasi yang fokus terhadap CG dari pengertian dasar tersebut. Pengertian CG yang sering dikutip para peneliti dan penulis yaitu pengertian dari Cadbury (1992) yang menyatakan CG sebagai suatu sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikendalikan oleh dewan direksi sebagai suatu tanggung jawab yang diberikan para pemegang saham dengan tujuan memuaskan kepentingan pemegang saham. Teori CG muncul sebagai jawaban atas permasalahan keagenan di antara prinsipal (pemegang saham) dan agen (perusahaan/dewan direksi/manajer) yang mempunyai kepentingan berbeda. Namun ternyata konflik yang dihadapi perusahaan semakin melebar. Konflik perusahaan tidak hanya berhenti di lingkup internal perusahaan, pihak eksternal baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung juga berpotensi menimbulkan konflik. Pihak eksternal tersebut dikenal dengan istilah pemangku kepentingan (stakeholder). Berdasarkan kondisi tersebut, perspektif CG semakin meluas yang berlandaskan pada stakeholder theory. Cadbury pun merevisi pengertian CG menjadi suatu prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
6
pertanggungjawaban kepada para pemegang saham khususnya dan stakeholder pada umumnya (Cadbury dalam Dewi dan Widagdo 2012). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), suatu lembaga yang bertujuan meningkatkan dan mensosialisasikan CG pada komunitas bisnis di Indonesia, mendefinsikan CG sebagai seperangkat aturan pengarahan dan pengendalian yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, manajer, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemangku kepentingan internal dan eksternal lainnya (FCGI 2013). Sedangkan menurut Warsono et al. (2009), CG adalah suatu sistem yang terdiri dari fungsi-fungsi yang dijalankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka memaksimalkan penciptaan nilai perusahaan sebagai entitas ekonomi maupun entitas sosial melalui penerapan prinsip-prinsip dasar yang diterima umum. Fungsifungsi dan pihak-pihak yang terkait dalam penerapan CG adalah: a. Oversight (perhatian secara bertanggung jawab) oleh dewan direksi b. Enforcement (penegakan) oleh pejabat eksekutif c. Advisory (pemberian saran) oleh dewan komisaris d. Assurance (penjamin) oleh komite audit e. Monitoring (pemantauan) oleh stakeholder Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa CG bekerja dengan cara mendefinisikan hak dan kewajiban setiap partisipan, kemudian diadakan pengendalian agar partisipan bekerja sesuai porsinya sehingga tujuan akhir dapat tercapai yang akan menguntungkan setiap partisipan yang terlibat. Prinsip Corporate Governance Prinsip CG merupakan salah satu pilar utama di dalam penerapan CG. Prinsip ini akan menuntun perusahaan dalam memilih dan menetapkan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan ketika perusahaan menerapkan CG (Warsono et al. 2009). Secara umum, prinsip CG terdiri dari lima prinsip yaitu transparency (transparansi), accountability (akuntabilitas), responsibility (pertanggungjawaban), independence (kemandirian), dan fairness (keadilan dan kewajaran). Kelima prinsip tersebut sering disingkat menjadi TARIF. Transparency yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi. Informasi yang disampaikan haruslah sesuai dengan substansi yang sesungguhnya dan perusahaan juga harus menjadikan informasi tersebut dapat diakses dan dipahami dengan mudah oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Accountability yaitu perusahaan harus dapat mempertanggung- jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar melalui kejelasan fungsi dan pelaksanaan sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif. Selain pengelolaan yang efektif, pengelolaan perusahaan juga harus dilaksanakan secara benar dengan tidak hanya memperhatikan kepentingan perusahaan saja melainkan juga kepentingan para pemegang saham dan stakeholder lainnya. Berdasarkan prinsip ini, perusahaan direkomendasikan untuk menetapkan kode etik secara jelas.
7
Responsibility yaitu tanggung jawab perusahaan dalam pembuatan keputusan dengan tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pembuatan keputusan perusahaan juga harus mempertimbangkan semua pihak yang terlibat yang didasarkan pada informasi yang memadai dan tepat. Independence yaitu pengelolaan perusahaan yang dilakukan secara profesional dengan menghindarkan berbagai kemungkinan benturan kepentingan dari semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, pengelolaan perusahaan harus dilakukan secara independen sehingga masing-masing pihak yang terlibat tidak saling mendominasi dan tidak saling mengintervensi. Fairness yaitu perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang terlibat dengan perusahaan mulai dari pemegang saham dan stakeholder lainnya melalui perlakuan yang adil dan wajar dalam memenuhi hak mereka berdasarkan perjanjian dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain kelima prinsip TARIF tersebut masih banyak prinsip CG yang berkembang, baik yang dikembangkan oleh lembaga seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), International Corporate Governance Network (ICGN), Sarbanes Oxley Act (SOA), Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), maupun yang dikembangkan oleh pemerintah dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan. Namun pada dasarnya sebagian besar prinsip yang dikembangkan tersebut memiliki pemikiran yang sama. Seperti dapat dilihat pada survei Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang menambahkan delapan aspek selain lima prinsip utama tersebut yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kualitas penerapan CG pada suatu perusahaan. Kedelapan aspek tersebut yaitu komitmen; kompetensi; visi, misi dan tata nilai; kepemimpinan; kerjasama; strategi dan kebijakan; etika bisnis; dan budaya risiko (Suprayitno et al.2012). Komitmen adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi untuk mengintegrasikan berbagai unsur yang terkait dengan visi, misi, tata nilai, moral, etika bisnis, etika kerja, etika profesional, dan prinsip-prinsip CG, yang berorientasi risiko dalam upaya mewujudkan tata kelola bisnis yang tumbuh secara berkelanjutan. Kompetensi adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi dalam berkomitmen untuk memiliki pengetahuan yang relevan dengan bidang tugasnya. Visi, misi dan tata nilai adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi untuk mengkaji kembali dan mengintegrasikan visi, misi, dan tata nilai perusahaan agar sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Kepemimpinan adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi dalam mendorong anggota perusahaan untuk bekerjasama dan meningkatkan kualitas interaksi antar anggota perusahaan. Kerjasama adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris, direksi, dan seluruh anggota perusahaan bekerjasama secara bermartabat. Strategi dan kebijakan adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi memetakan strategi perubahan dalam rangka merumuskan kebijakan perusahaan yang mengeksploitasi faktor-faktor pendorong dan mengatasi faktor-faktor penghambat.
8
Etika bisnis adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi dalam upaya menangkal terjadinya risiko akibat pengelolaan perusahaan yang menyimpang dengan mengembangkan perilaku etis. Budaya risiko adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi dalam meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan seluruh anggota perusahaan untuk selalu melakukan identifikasi, analisis, dan evaluasi potensi risiko. Tujuan dan Manfaat Corporate Governance Menurut Sutojo dan Aldridge (2008), penerapan CG mempunyai lima tujuan utama, yaitu: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan stakeholder non pemegang saham. 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham. 4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau board of directors dan manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen senior perusahaan. Berdasarkan hasil studi empiris yang dilakukan para peneliti telah ditemukan bukti-bukti bahwa CG memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Melalui kontribusi positif tersebut dapat tercapailah tujuan perusahaan di dalam menerapkan CG. Beberapa hasil studi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Brown and Caylor (2004) ditemukan bahwa perusahaan dengan good corporate governance menghasilkan laba yang lebih tinggi, memiliki risiko bisnis yang lebih rendah, dan menuai return saham yang lebih tinggi jika dibandingkan perusahaan dengan bad corporate governance. 2. Penelitian Gompers et al. (2003) dengan menggunakan governance index menyimpulkan bahwa kinerja perusahaan yang “democracies” menggungguli kinerja perusahaan yang “dictatorships” baik dalam ukuran profitabilitas maupun ukuran perusahaan. Selain itu, pertumbuhan investasi di perusahaan “democracies” lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan investasi di perusahaan “dictatorships”. Perusahaan dikategorikan “democracies”, jika kekuasaan aktual atas perusahaan berada di tangan para pemegang saham. Sebaliknya perusahaan dikategorikan “dictatorships”, jika kekuasaan aktual atas perusahaan berada di tangan manajemen. 3. Studi empiris yang dilakukan di Jerman menunjukkan bahwa perusahaan dengan good corporate governance lebih mampu meningkatkan market-to-book ratio-nya yang berarti perusahaan dapat meningkatkan kapitalisasi pasarnya (Drobetz et al. 2003). 4. Penelitian Coombes and Watson (2000) menyimpulkan bahwa investasi dipertimbangkan lebih aman dan terlindungi jika dilakukan pada perusahaan yang menerapkan CG. 5. Newell and Wilson (2002) menyatakan bahwa investor membutuhkan standar tinggi terhadap CG sehingga mereka bersedia membayar lebih tinggi untuk sahamsaham pada perusahaan yang menerapkan CG.
9
Namun terlepas dari manfaat yang telah diungkapkan diatas, manfaat optimal CG akan berbeda dari satu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Hal ini dikarenakan perbedaan faktor-faktor intern perusahaan, termasuk riwayat perusahaan, jenis usaha, jenis risiko, strukur permodalan, dan struktur manajemen. Oleh karena itu, perusahaan harus memodifikasi penerapan CG yang disesuaikan dengan kondisi perusahaannya. Partisipan Corporate Governance Partisipan CG merupakan organ perusahaan yang berperan untuk menegakkan CG di perusahaan dan melaksanakannya secara efektif. Partisipan CG terdiri dari pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, dan stakeholder lainnya. Masing-masing partisipan akan menentukan arah perkembangan dan kebijakan perusahaan dalam penerapan CG melalui tugas dan tanggung jawabnya. Dengan kata lain, kualitas penerapan CG dapat diukur berdasarkan apa yang dilaksanakan partisipan dan bagaimana partisipan berupaya untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan prinsip-prinsip CG (Warsono et al.2009). Pemegang saham sebagai bagian dari partisipan CG memiliki hak dan tanggung jawab atas perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Zarkasyi (2008), dalam melaksanakan hak dan tanggung jawab dari pemegang saham perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya harus diperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan. 2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar perusahaan. Kepemilikan saham di dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi penerapan CG tergantung dari bentuk kepemilikannya. Kepemilikan saham diantaranya dapat berbentuk kepemilikan manajerial dan kepemilikan terkonsentrasi. Kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan kepemilikan saham dimana lebih dari 50% saham perusahaan dimiliki oleh satu pihak baik perorangan maupun lembaga. Dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum maupun khusus kepada dewan direksi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar. Sedangkan dewan direksi adalah organ perusahaan yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 pasal 108 ayat 5 dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota dewan komisaris. Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris nonindependen. Komisaris independen adalah komisaris yang tidak termasuk ke dalam anggota manajemen, pemegang saham, pemasok, pelanggan, dan harus bebas dari kepentingan maupun bisnis apapun yang berhubungan dengan perusahaan. Komposisi dari komisaris independen telah diatur
10
oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) per tanggal 1 juli 2000 bagi perusahaan yang listing di bursa dengan proporsi minimal 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Komposisi dewan komisaris yang dibentuk haruslah mendukung proses pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat. Penerapan Corporate Governance Selama tahun 1990-an, isu mengenai CG hampir tidak terdengar. Ketika keuntungan dan harga saham perusahaan naik secara substansial, investor lupa mengenai pentingnya CG. Namun di akhir tahun 1990 dan di awal tahun 2000, investor kembali tersadar ketika pasar saham jatuh dan perusahaan-perusahaan besar runtuh akibat tidak menerapkan CG dengan baik (Proimos 2005). Bisa kita lihat skandal spektakuler yang mengejutkan bagaimana perusahaan kelas dunia seperti Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, dan Maxwell mengalami keruntuhan akibat praktek curang dari manajemen puncak tidak terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya penerapan CG. Tindakan tersebut tidak hanya merugikan pihak perusahaan dan pemegang saham, namun juga pihak lain yang terkait seperti kreditur, pegawai, dan masyarakat. Selain berdampak pada menurunnya harga saham perusahaan, para pekerja juga berpeluang kehilangan pekerjaan, dan yang lebih ekstrim adalah perusahaan dapat menjadi pailit (Santosa 2008). Lemahnya penerapan CG juga terjadi di Indonesia yang menyebabkan terjadinya krisis pada tahun 1997 yang telah menghancurkan berbagai sektor perekonomian. Melihat dampak yang sangat besar tersebut, penerapan CG kembali digiatkan sebagai suatu langkah preventif untuk mengawasi dan mengontrol kegiatan perusahaan. Langkah pemerintah Indonesia dalam menggiatkan CG di antaranya dengan pembentukan komite dan mengeluarkan regulasi terkait CG. Pada tahun 2004 melalui keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/11/TAHUN 2004 dibentuk Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan misi mendorong dan meningkatkan efektivitas penerapan good governance di Indonesia dalam rangka membangun kultur yang berwawasan good governance, baik di sektor publik maupun korporasi (KNKG 2013). Kemudian pada tanggal 15 Agustus 2007 pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 yang menuntut perusahaan untuk menerapkan CG sebagai bagian dari kewajiban. Dalam penerapan CG sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan tahapan yang cermat berdasarkan analisis situasi, kondisi, dan tingkat kesiapan perusahaan sehingga penerapan CG dapat berjalan lancar dan optimal serta mendapatkan dukungan dari seluruh partisipan dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaanperusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CG menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut (Kaihatu 2006): 1. Tahap Persiapan Tahap ini terdiri dari awareness building, CG assessment, dan CG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CG dan komitmen bersama dalam penerapannya.
11
CG assessment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan CG saat ini. CG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa saja yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu dan langkahlangkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. Langkah selanjutnya, CG manual building yaitu penyusunan manual atau pedoman implementasi CG yang dilakukan berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas dalam penerapannya. 2. Tahap Implementasi Tahap ini terdiri dari sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi yaitu upaya memperkenalkan kepada seluruh perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CG khususnya mengenai pedoman penerapan CG. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman CG yang telah ditetapkan. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan dan berbagai peraturan perusahaan. 3. Tahap evaluasi Tahap evaluasi adalah tahapan mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik CG yang dilakukan. Teori Stakeholder Awal mula konsep teori stakeholder (pemangku kepentingan) berasal dari literatur ilmu bisnis yang dikembangkan oleh Freeman pada tahun 1984. Teori stakeholder tersebut dikembangkan dari empat bidang ilmu utama yaitu sosiologi, ekonomi, politik, dan etika dengan memfokuskan pada literatur mengenai perencanaan perusahaan, teori sistem, tanggung jawab sosial perusahaan, dan teori organisasi (Meinardes et al. 2011). Tujuan Freeman mengembangkan teori stakeholder adalah untuk memberikan suatu alternatif bentuk manajemen strategis sebagai respon terhadap meningkatnya daya saing, globalisasi, dan kompleksitas pertumbuhan operasional perusahaan dengan menawarkan cara baru bagi perusahaan dalam mengatur tanggung jawabnya kepada semua pihak yang berkepentingan. Menurut Minoja (2012), ada tiga asumsi yang mendasari teori stakeholder. Pertama, perusahaan merupakan suatu set hubungan yang terbentuk dari sekumpulan stakeholder yang bersifat saling ketergantungan. Kedua, tujuan perusahaan tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang saham tetapi juga menciptakan dan mendistribusikan nilai kepada seluruh stakeholder. Ketiga, pencapaian tujuan perusahaan ditentukan pada kerjasama dan dukungan dari para stakeholder. Dari sana timbulah suatu permasalahan, mengelola beberapa stakeholder yang mempunyai kepentingan berbeda bukanlah suatu hal yang mudah (Sundaram and Inkpen 2004). Pihak manajemen harus pintar memilah dan merumuskan arah dan tujuan perusahaan serta dalam pengalokasian sumberdaya yang dimiliki perusahaan agar sesuai dengan tujuan dari seluruh stakeholder dengan demikian konflik kepentingan antar stakeholder dapat terhindarkan.
12
Oleh karena itu, Phillips et al. (2003) menyarankan penting untuk menciptakan suatu metode yang dapat menyelaraskan kepentingan di antara berbagai stakeholder yang terlibat khususnya di antara pihak perusahaan dengan stakeholder lainnya. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) yaitu suatu konsep yang berusaha menjembatani kepentingan perusahaan dengan stakeholder-nya melalui suatu upaya maupun pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan. Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), sebuah forum yang memfasilitasi pimpinan perusahaan untuk saling berbagi pandangan dan pengalaman dalam menganalisis aspek-aspek pembangunan berkelanjutan, mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen berkelanjutan dari pelaku bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi sekaligus juga meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya (WBCSD 2013). Untung (2009) mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk melakukan kegiatannya secara beretika dan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan melalui kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Kedua definisi tersebut mempunyai makna yang hampir sama, namun Untung menambahkan nilainilai etika bisnis sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan. Etika bisnis merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika pada umumnya, yaitu sebagai pedoman dalam menilai yang baik dan yang tidak, benar dan salah, dan mengandung unsur-unsur moral dan kemanusiaan. Beberapa prinsip dalam etika bisnis secara umum menurut Keraf (1998), diantaranya: 1. Prinsip otonomi dan tanggung jawab 2. Prinsip kejujuran 3. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik 4. Prinsip keadilan 5. Prinsip menghormati diri sendiri 6. Prinsip saling menguntungkan 7. Prinsip integritas moral Di Indonesia, konteks CSR secara etimologis diterjemahkan menjadi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 3 tentang Perseroan Terbatas diartikan sebagai suatu komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Dari ketiga pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa CSR mempunyai satu tujuan dasar yaitu pembangunan berkelanjutan melalui keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Yang mana pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
13
mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka (Commission on Environment and Development 2006). Perusahaan di dalam melaksanakan aktivitasnya tidak boleh mendasarkan keputusannya hanya pada aspek keuangan semata, yaitu lebih berorientasi jangka pendek melainkan juga harus berdasarkan pada aspek sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Hal ini dikarenakan aspek keuangan saja tidak cukup menjamin perusahaan dapat tumbuh berkelanjutan. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dikembangkan oleh John Elkington sekitar tahun 1997 sebagai kerangka kerja pengukuran “keberlanjutan” yang disebut Triple Bottom Line (TBL). Dimensi TBL juga sering disebut 3P yaitu profit, people, dan planet (Slaper and Hall 2011). Dalam melakukan aktivitasnya untuk menghasilkan keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Praktik CSR selama ini kebanyakan diukur dari sudut berapa besar uang yang dikeluarkan oleh perusahaan, namun sebenarnya ada nilai intangible lain yang lebih penting yang tidak dapat diukur dengan uang yang dikeluarkan perusahaan. Nilai intangible tersebut adalah ukuran sejauh mana perusahaan aktif dan proaktif terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Untung 2009). Jika perusahaan ingin melakukan sesuatu, perusahaan harus tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, komunikasi dua arah harus terjalin sebelum program direncanakan dan dilakukan. Manfaat Corporate Social Responsibility Beberapa perusahaan kini telah meyakini bahwa CSR merupakan suatu investasi yang memberikan manfaat berupa pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan. CSR tidak lagi dipandang sebagai sentra biaya melainkan sebagai sentra laba di masa mendatang (Wibisono 2007). Branco dan Rodrigues membahas manfaat CSR secara lebih mendalam dalam artikelnya yang berjudul Corporate Social Responsibility and Resource-Based Perception yang dikaitkan dengan keunggulan kompetitif dari sebuah perusahaan dilihat dari sisi internal maupun eksternal (Mursitama et al.2011). Manfaat CSR dari sisi internal meliputi beberapa hal yaitu: a. Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Serangkaian aktivitas pengembangan sumber daya manusia dapat dicapai dengan menciptakan karyawan yang memiliki keterampilan tinggi. Untuk menciptakan karyawan yang berketerampilan tinggi dibutuhkan praktik-praktik ketenagakerjaan yang bertanggung jawab secara sosial, misalnya pemberian upah yang sesuai, lingkungan kerja yang aman dan nyaman, tindakan demokrasi dan keadilan, dan sebagainya. Kepuasan atas terpenuhinya hak-hak karyawan ini akan menciptakan loyalitas dan memicu peningkatan produktivitas karyawan. b. Adanya pencegahan polusi dan reorganisasi proses produksi dan aliran bahan baku, serta hubungan dengan pemasok yang berjalan baik.
14
Bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan diantaranya penggunaan bahan baku yang dapat didaur ulang, pengelolaan limbah sebelum dibuang, dan sebagainya. c. Menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas sumber daya manusia, dan organisasi yang baik. Penerapan CSR diharapkan dapat memunculkan komitmen karyawan terhadap perusahaan, kemauan untuk terus belajar, dan juga integrasi antar fungsi dalam perusahaan. d. Peningkatan kinerja keuangan. Riset-riset yang telah dilakukan di berbagai belahan dunia walaupun belum memberikan pola yang seragam menunjukkan bahwa sebagian besar riset berkesimpulan telah tercipta hubungan mutualis antara CSR dan kinerja keuangan. Peningkatan kinerja keuangan terutama disebabkan karena harga saham menjadi lebih baik. Namun selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan The Millenium Poll on Corporate Social Responsibility pada 25.000 konsumen di 23 negara disimpulkan dua per tiga dari populasi sampel menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan faktor penting dalam keputusan konsumsi mereka (Untung 2009). Maka dari itu dengan menerapkan CSR, total penjualan perusahaan akan meningkat yang mana akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan dari sisi eksternal, manfaat CSR meliputi: a. Peningkatan reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan yang baik akan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan. Selain itu, juga akan meningkatkan ketertarikan investor untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan dan perbankan pun akan semakin tertarik untuk memberikan suntikan kredit. Tidak hanya itu, perusahaan juga dapat menarik pemasok yang berkualitas dan meningkatkan minat calon karyawan yang potensial untuk bergabung dengan perusahaan disamping meningkatkan moral, motivasi, dan komitmen dari karyawan yang ada. b. CSR merupakan suatu bentuk diferensiasi produk yang baik. Melalui penerapan CSR, produk yang dihasilkan perusahaan dianggap telah memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan dapat membuat harga premium untuk produk-produknya. c. Penerapan dan pengungkapan CSR merupakan suatu instrumen komunikasi yang baik. Melalui CSR, perusahaan dapat membangun hubungan dengan komunitas secara lebih kohesif dan terintegrasi. Namun terlepas dari beberapa manfaat yang diberikan CSR tersebut, masih banyak perusahaan yang kontra mengenai pentingnya CSR. Keengganan penerapan CSR disebabkan anggapan bahwa CSR dapat menjegal kemampuan bersaing dan mengurangi laba perusahaan. Banyak perusahaan yang menerapkan CSR hanya sebagai kedok untuk memenuhi peraturan pemerintah, menarik minat investor dan konsumen, dan penciptaan citra perusahaan. Sehingga CSR yang diterapkan pun tidak memberikan manfaat yang seharusnya terhadap aspek sosial dan lingkungan.
15
Penerapan dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Kesadaran tentang pentingnya penerapan CSR telah menjadi tren global seiring dengan semakin tingginya kepedulian masyarakat terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip HAM (Untung 2009). Selain itu, berbagai bencana yang terjadi terkait kerusakan lingkungan baik secara sengaja maupun tidak yang dilakukan oleh perusahaan telah meningkatkan retensi masyarakat terhadap perusahaan yang tidak menerapkan aspek CSR. Menurut Haigh and Jones (2006), terdapat enam faktor yang mempengaruhi penerapan CSR oleh perusahaan. Keenam faktor tersebut yaitu tekanan internal terhadap manajer bisnis, tekanan dari pesaing bisnis, investor, konsumen, dan tekanan regulasi yang berasal dari pemerintah dan organisasi nonpemerintah. Di Indonesia, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Sedangkan untuk perusahaan yang bergerak di bidang lain belum ada peraturan yang mewajibkan. Peraturan mengenai CSR juga terdapat dalam berbagai peraturan perundangundangan lainnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER08/MBU/2013 Tahun 2013 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Perusahaan di dalam menerapkan program CSR perlu melakukan serangkaian proses dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring, evaluasi hingga pembuatan laporan. Melalui serangkaian proses yang terstruktur tersebut diharapkan penerapan CSR dapat berjalan efektif. Program yang akan diterapkan harus memenuhi prinsip-prinsip penting dari CSR yaitu harus mampu berjalan secara berkesinambungan; merupakan aktivitas jangka panjang; mampu menciptakan dampak positif bagi masyarakat baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan; dan dana untuk menerapkan program CSR semestinya tidak diambil dari komponen biaya melainkan dana diambil dari komponen keuntungan atau dana investasi (Mursitama et al.2011). Di dalam menerapkan program CSR tersebut, selain perusahaan harus berpegang pada prinsip CSR, perusahaan juga harus berpegang pada regulasi dan peraturan yang berlaku dimana perusahaan tersebut beroperasi. Disamping itu, untuk pengembangan di dalam menerapkan CSR, perusahaan juga perlu melakukan benchmarking terhadap perusahaan lain yang dinilai relatif lebih sukses. Namun tentunya perlu dilakukan adaptasi terlebih dahulu sesuai dengan karakteristik perusahaan dan situasi yang dihadapi. Hal ini dikarenakan program yang terimplementasi dengan baik di suatu perusahaan belum tentu akan cocok bila diimplementasikan di perusahaan lainnya (Wibisono 2007). Upaya perusahaan dalam menciptakan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan tentunya tidak akan berjalan optimal tanpa sinergi dari berbagai pihak
16
lainnya yaitu dari pemerintah dan dari masyarakat. Pemerintah berperan dalam menyediakan dukungan dari sisi fasilitas dan regulasi. Sedangkan masyarakat yang terdiri dari unsur komunitas, LSM, akademisi, dan lainnya sangat menentukan kelancaran dan keamanan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengoreksi kegiatan operasi perusahaan, apakah menimbulkan efek negatif atau tidak (Untung 2009). Kewajiban perusahaan di dalam menerapkan CSR tidak berhenti setelah CSR selesai dilaksanakan. Namun perusahaan juga perlu melakukan pengungkapan penerapan CSR. Di Indonesia, pengungkapan CSR merupakan suatu kewajiban seperti yang termuat dalam pasal 66 ayat 2 (c) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Pereroan Terbatas (PT). Namun terlepas dari kewajiban tersebut, sangatlah penting bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan CSR dikarenakan pengungkapan CSR juga memberikan manfaat berupa peningkatan citra perusahaan yang akan berpengaruh pada harga saham dan tingkat penjualan perusahaan tersebut. Selain itu, pengungkapan CSR yang dibuat dalam bentuk laporan juga bisa digunakan sebagai alat komunikasi dengan para pemegang saham dan stakeholder lainnya serta sebagai bahan evaluasi untuk penerapan program CSR yang lebih baik ke depannya. Pelaporan pengungkapan CSR mempunyai berbagai nama, ada yang menyebut social report, citizenship report, environmental report, environmental and social report, sustainability report, corporate social responsibility report, dan istilah-istilah lainnya. Apapun namanya, penggunaan nama, dan bentuk laporan disesuaikan dengan tujuan perusahaan dalam pembuatan laporan itu sendiri. Bentuk laporan pengungkapan CSR di Indonesia merujuk pada standar yang dikembangkan oleh Global Reporting Intiatives (GRI). GRI merupakan suatu LSM berpusat di Amerika Serikat yang berdiri pada tahun 1997. Tahun 2000, GRI mempublikasikan sustainability reporting guidelines yang memberikan petunjuk dalam pembuatan laporan dengan memperhatikan aspek ekonomi-sosial-lingkungan. GRI pun telah melakukan beberapa kali pembaharuan mengenai guidelines tersebut yang kini sudah sampai pada seri keempat yang juga disebut G4. Guidelines GRI dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Penggunaan guidelines Berisi informasi mengenai pedoman, termasuk deskripsi siapa yang harus memanfaatkan dan bagaimana mempersiapkan laporan. 2. Prinsip pelaporan Berisi tentang prinsip pelaporan dan bagaimana pengorganisasiannya. 3. Isi laporan Terdiri atas visi, strategi, profil, struktur, sistem manajemen, dan indikator kinerja (ekonomi-sosial-lingkungan). 4. Glossary dan lampiran Selain standar pelaporan yang dikeluarkan GRI, ada beberapa standar pelaporan lain yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga lainnya. Beberapa diantaranya yaitu Global Compact, The Equator Principles based on The International Finance Corporation’s Environmental and Social Screening Process, dan lainnya. Perusahaan dalam melakukan pelaporan pengungkapan CSR memiliki tujuantujuan yang berbeda (Wibisono 2007). Tujuan-tujuan tersebut diantaranya yaitu:
17
1. Values driven approach yaitu keinginan perusahaan untuk menunjukkan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. 2. Regulation driven yaitu keinginan perusahaan untuk memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku. 3. Reputation driven yaitu sebagai media untuk membangun reputasi perusahaan. 4. Trust driven yaitu sebagai media untuk membangun kepercayaan dengan para stakeholder. 5. Competition driven yaitu keinginan perusahaan untuk tampil melebihi pesaing. Corporate Financial Performance (Kinerja Keuangan Perusahaan) Kinerja perusahaan adalah sesuatu yang dihasilkan organisasi dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan (Zarkasyi 2008). Untuk mengetahui tingkat kinerja perusahaan dilakukan evaluasi melalui pengukuran atas apa yang dihasilkan perusahaan melalui ukuran-ukuran yang telah disepakati. Hasil evaluasi tersebut akan menghasilkan suatu informasi mengenai kualitas perusahaan yang berguna baik bagi perusahaan, investor, pemerintah, dan pihak berkepentingan lainnya. Bagi perusahaan, informasi tersebut diantaranya dapat digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan telah menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien, apakah tujuan perusahaan telah tercapai, dan apa saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan oleh perusahaan. Bagi investor, informasi tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan investasi. Sedangkan bagi pemerintah, informasi tersebut dapat digunakan untuk melihat apakah perusahaan masih layak atau tidak untuk diberi izin usaha. Pengukuran kinerja perusahaan terbagi menjadi dua yaitu pengukuran kinerja non-keuangan dan pengukuran kinerja keuangan. Pengukuran kinerja non-keuangan terkait dengan aspek operasional dan administrasi perusahaan. Sedangkan pengukuran kinerja keuangan yaitu analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja dimasa yang lalu (Lesmana dan Surjanto 2003). Melalui hasil evaluasi tersebut juga dapat dilakukan peramalan kinerja keuangan untuk mengetahui prospek perusahaan di masa mendatang. Pengukuran kinerja keuangan dilakukan dengan melihat laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir 1995). Ada empat laporan keuangan dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan selama periode tertentu yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan ekuitas, dan laporan arus kas. Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah melalui analisis rasio keuangan. Menurut Munawir (1995), rasio keuangan menggambarkan mathematical relationship (hubungan atau perimbangan) antara jumlah tertentu dengan jumlah lainnya pada laporan keuangan. Setiap bentuk dari
18
analisis rasio mempunyai tujuan tertentu yang digunakan untuk menentukan perbedaan penekanan hubungan (Brigham dan Houston 2001). Dalam penelitian ini, analisis rasio dilakukan dalam empat ukuran rasio yang mewakili setiap kategori pengelompokan rasio. Rasio-rasio tersebut yaitu: 1. Rasio likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio yang bertujuan untuk menguji kecukupan dana dan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban yang harus segera dipenuhi (Hampton dalam Sugiono 2009). Rasio likuiditas bisa diukur dengan rasio lancar (current ratio/CR) dan rasio tunai (cash ratio). Rasio lancar (CR) adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh aktiva lancar perusahaan mampu melunasi utang (kewajiban lancar) yang akan jatuh tempo. Semakin tinggi nilai CR menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan dalam membayar utangnya, sebaliknya semakin rendah nilai CR menunjukkan semakin buruk tingkat likuiditas sebuah perusahaan. Rasio tunai (cash ratio) adalah rasio yang membandingkan kas yang ada di perusahaan dan kas yang ada di bank termasuk surat berharga dengan total utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan kas perusahaan dalam melunasi utang lancarnya tanpa harus mengubah aktiva lancar bukan kas (piutang dan persediaan) menjadi kas. Masalah likuiditas muncul apabila suatu perusahaan melakukan transaksi secara besar-besaran tanpa memikirkan kemampuan yang dimiliki sekarang dikarenakan terlalu tergiur dengan prospek jangka panjang yang ditawarkan. 2. Rasio solvabilitas Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya maupun kewajiban ketika perusahaan dilikuidasi. Salah satu rasio solvabilitas yaitu Total Debt to Total Asset Ratio (TDTA). TDTA atau disebut juga rasio utang adalah rasio yang membandingkan total utang dengan total aktiva. Rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan memakai utang untuk kegiatan operasionalnya dan juga mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. 3. Rasio profitabilitas atau rentabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang ada di dalam proses operasional untuk menghasilkan keuntungan. Melalui keuntungan tersebut, perusahaan dapat menambah modal yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan operasional. Keuntungan yang rendah merupakan hambatan bagi pertumbuhan perusahaan, selain karena perusahaan tidak dapat meningkatkan efektivitas operasionalnya, hal tersebut juga dapat menurunkan minat dan kepercayaan investor dalam berinvestasi. Rasio profitabilitas diukur dengan beberapa pengukuran rasio yaitu return on asset (ROA), net profit margin (NPM), dan return on equity (ROE). ROA yaitu rasio yang mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam seluruh aset untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi ROA mengindikasikan bahwa perusahaan semakin baik dalam mengelola aset yang ada untuk menjalankan operasionalnya. ROA digunakan untuk mengevaluasi keseluruhan aktivitas perusahaan. NPM adalah rasio yang mengukur seberapa besar keuntungan bersih
19
yang diperoleh perusahaan. ROE mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada. ROE berhubungan langsung dengan kekayaan pemegang saham. Semakin tinggi ROE, maka semakin baik perusahaan dalam mengelola manajemennya. 4. Rasio penilaian (valuation) Rasio penilaian mengaitkan kondisi internal dan kondisi eksternal perusahaan sehingga dapat dikatakan rasio ini mencerminkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Rasio penilaian mengandung unsur nilai saham sehingga rasio ini lazim digunakan di pasar modal yang dapat menjadi bahan pertimbangan para investor dalam membuat keputusan investasi. Salah satu rasio ini diantaranya price earning ratio (PER). PER adalah rasio yang membandingkan harga pasar saham dengan laba per saham. Laba per saham (earning per share/EPS) di dapat dari laba bersih perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Nilai PER yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, namun jika nilai PER terlalu tinggi juga mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan perusahaan terlalu tinggi. Ada dua cara dalam melakukan analisis perbandingan rasio yaitu analisis horizontal dan analisis vertikal (Sugiono 2009). Analisis horizontal adalah analisis yang dilakukan dengan membandingkan rasio-rasio keuangan suatu perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Sedangkan analisis vertikal adalah analisis yang dilakukan dengan membandingkan rasio keuangan suatu perusahaan dengan rasio keuangan perusahaan lainnya dalam satu periode yang sama. Indeks Kompas100 Indeks Kompas100 secara resmi mulai diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2002 yang merupakan hasil kerjasama antara Bursa Efek Indonesia dengan Koran Harian Kompas. Indeks Kompas100 memilih 100 perusahaan dengan mempertimbangkan faktor likuiditas, kapitalisasi pasar, dan kinerja fundamental dari sahamsaham tersebut. Saham-saham yang terpilih tersebut akan dievaluasi setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu pada bulan Februari dan Agustus, yaitu apakah saham terpilih tersebut akan dapat bertahan atau harus dikeluarkan dari indeks karena tidak memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan dari penerbitan indeks ini yaitu untuk memberikan suatu acuan baru bagi para investor dalam menginvestasikan dananya dengan melihat ke arah mana pasar bergerak dan kinerja portofolio investasinya. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam memilih saham untuk masuk ke dalam Indeks Kompas100 yaitu (IDX 2013): 1. Telah terdaftar di BEI minimal 3 bulan. 2. Aktivitas transaksi di pasar regular mencakup nilai, volume, dan frekuensi transaksi. 3. Jumlah hari transaksi di pasar regular. 4. Kapitalisasi pasar pada periode tertentu.
20
5. Evaluasi dan pertimbangan dari BEI mengenai faktor fundamental dan pola transaksi dari perusahaan tersebut yang merupakan kriteria penyeleksian terakhir. 6. BEI bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan proses penyeleksian sahamsaham yang masuk ke dalam indeks, dimana keputusan yang diambil mempertimbangkan kepentingan investor dan stakeholder lainnya. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan mengacu pada penelitian yang dilakukan Etty Murwaningsari (2009), Chi-Jui Huang (2010), dan Retno Kusuma Dewi dan Bambang Widagdo (2012). Indikator untuk merefleksikan penerapan CG menggabungkan indikator-indikator dari ketiga penelitian terdahulu yang menjadi acuan. Perbedaannya, pada penelitian ini tidak menggunakan variabel kontrol seperti pada penelitian Etty Murwaningsari. Untuk variabel CSR, penelitian ini menggunakan pendekatan dikotomi GRI sama dengan penelitian Retno Kusuma Dewi dan Bambang Widagdo. Sedangkan penelitian Etty Murwaningsari menggunakan kerangka Hakstom dan Milne dan penelitian Chi-Jui Huang menggunakan skor corporate social performance (CSP). Variabel CFP pada penelitian ini menggunakan beberapa ukuran rasio sedangkan variabel CFP pada penelitian terdahulu hanya menggunakan satu ukuran rasio saja yaitu rasio Tobin’s Q pada penelitian Etty Murwaningsari, ROA pada penelitian Chi-Jui Huang, dan ROE pada penelitian Retno Kusuma Dewi dan Bambang Widagdo. Secara lebih lanjut, gambaran mengenai penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 1.
3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis pengaruh dari penerapan CG, pengungkapan CSR, dan CFP secara kontinu dengan pendekatan menggunakan empat hipotesis. Hipotesis tersebut yaitu H1: penerapan CG berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan penelitian. H2: penerapan CG berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan penelitian. H3: pengungkapan CSR berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan penelitian. H4: penerapan CG berpengaruh terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksplanatif asosiatif. Penelitian eksplanatif asosiatif berguna untuk menguji pengaruh antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Pengaruh antar variabel kemudian akan diuji kebenarannya dengan menggunakan hipotesis penelitian yang telah dirumuskan. Untuk mempermudah pemahaman mengenai alur pemikiran penelitian dapat dilihat pada kerangka pemikiran.
21
Perusahaan Emiten Indeks Kompas100
(+) Pengungkapan CSR
Penerapan CG
Mihaela (2009) Kaihatu (2006) Gompers et al. (2003)
Huang (2010) Murwaningsari (2009) Davis dalam Chen and Wang (2011) Branco dan Rodrigues dalam Mursitama et al. (2011) Dewi dan Widagdo (2012)
(+)
Friedman dalam Chen and Wang (2011)
(-)
(+)
CFP
Implikasi manajerial
Gambar 2 Kerangka pemikiran Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melainkan melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan terdiri dari: Data kuantitatif yaitu data yang diukur berdasarkan skala numerik (McClave et al. 2011). Data kuantitatif yang digunakan diantaranya data laporan keuangan perusahaan penelitian tahun 2013 dan bahan-bahan penunjang lainnya. Data kualitatif yaitu data yang tidak dapat diukur dengan skala numerik, hanya dapat diklasifikasikan ke dalam satu dari sekelompok kategori (McClave et al. 2011). Data kualitatif yang digunakan diantaranya laporan tahunan perusahaan, laporan keberlanjutan perusahaan, studi literatur yang mendukung, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan penunjang lainnya. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data tersebut adalah metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan mengambil data dari sumber yang telah terpublikasi seperti buku, jurnal, situs web, laporan keuangan, laporan tahunan, dan sumber-sumber penunjang lainnya.
22
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini, digunakan populasi sebagai unit yang akan diteliti. Populasi yang dipilih yaitu perusahaan yang dinilai mempunyai kinerja yang baik. Pemilihan unit yang akan diteliti menggunakan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan yaitu perusahaan yang terdaftar pada Indeks Kompas100 periode Februari sampai Juli 2014 dan mempublikasikan laporan keuangan dan laporan tahunan secara lengkap untuk tahun 2013. Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh 100 perusahaan untuk dijadikan unit penelitian. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 2. Prosedur Analisis Data Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif yang dilakukan guna memberikan gambaran mengenai variabel penelitian. Kemudian dilakukan pengujian pengaruh antar variabel penelitian dengan model analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan partial least square menggunakan software SmartPLS. Variabel Penelitian Pada penelitian ini, variabel CG diukur dengan indikator partisipan CG. Partisipan CG merupakan organ perusahaan yang berperan untuk menegakkan CG di perusahaan dan melaksanakannya secara efektif. Dengan kata lain, kualitas penerapan CG dapat diukur berdasarkan apa yang dilaksanakan partisipan dan bagaimana partisipan berupaya untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan prinsip CG. Sedangkan untuk variabel CSR diukur dengan menggunakan indikator berupa standar Global Reporting Intiatives (GRI), sesuai dengan standar yang dirujuk oleh pemerintah. Selanjutnya variabel CFP, diukur dengan beberapa rasio yang dijadikan indikator. Pemilihan rasio tersebut berdasarkan ukuran suatu perusahaan dikatakan mempunyai kinerja keuangan yang baik atau tidak dengan menggunakan beberapa indikator yaitu (Sugiono, 2009): a. kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban (utang), diukur dengan current ratio dan cash ratio. b.kemampuan perusahaan untuk menyusun struktur pendanaan antara utang dan modal, diukur dengan rasio Total Debt to Total Asset (TDTA). c. kemampuan perusahaan menghasilkan laba, diukur dengan Net Profit Margin (NPM). d.kemampuan perusahaan untuk tumbuh berkelanjutan, diukur dengan Return on Equity (ROE). e. kemampuan perusahaan untuk mengelola aset secara optimal, diukur dengan Return on Asset (ROA).
23
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan secara menyeluruh digunakan Price Earning Ratio (PER), yaitu rasio yang mengukur kinerja perusahaan dari sisi internal dan eksternal. Tabel 1 Variabel dan indikator penelitian Variabel laten
Indikator
Ukuran dewan komisaris
Corporate Governance (CG)
Proporsi dewan komisaris independen
Kepemilikan manajerial
Kepemilikan terkonsentrasi
Ekonomi Lingkungan Sosial HAM Masyarakat
Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab produk
Definisi operasional indikator Jumlah anggota yang bertindak sebagai dewan komisaris yang bertugas mengawasi dan mengarahkan pihak pengelola perusahaan. Variabel ini diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan komisaris yang dilihat dari laporan tahunan perusahaan. Dewan komisaris independen merupakan dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham maupun pihak perusahaan. Proporsi dewan komisaris independen = jumlah dewan komisaris independen x 100% (1) jumlah seluruh anggota dewan komisaris Jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial = jumlah saham yang dimiliki manajemen x 100% (2) jumlah saham beredar Kepemilikan saham perusahaan lebih dari 50% terkonsentrasi pada satu pihak baik oleh lembaga maupun individu.Variabel ini diukur dengan variabel dikotomi yaitu pemberian skor “1” jika perusahaan memiliki kepemilikan terkonsentrasi dan skor “0” jika perusahaan tidak memiliki kepemilikan terkonsentrasi. Variabel pengungkapan CSR diukur menggunakan standar kriteria yang ditetapkan oleh Global Reporting Initiatives (GRI) versi 4 yang merupakan versi terbaru. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis isi yang diukur dengan variabel dikotomi. Peneliti mengamati laporan tahunan perusahaan dan laporan keberlanjutan jika ada, jika item indikator GRI diungkapkan maka diberi skor "1", sedangkan jika tidak maka diberi skor "0". Penelitian dilakukan secara non repeated yaitu hanya menghitung satu kali untuk tiap item tanpa mempertimbangkan item tersebut diungkapkan kembali dalam halaman atau bagian lain dengan bahasa yang berbeda. Rumus perhitungan skor CSR yaitu: ∑ 𝑋𝑖𝑗 𝐶𝑆𝑅𝐼𝑗 = 𝑛𝑗 𝐶𝑆𝑅𝐼𝑗 = CSR Index perusahaan j ∑ 𝑋𝑖𝑗 = jumlah item tiap indikator yang diungkapkan 𝑛𝑗
= jumlah item tiap indikator
24
Variabel laten
Indikator
Definisi operasional indikator Current Ratio =
Current Ratio Cash Ratio Total Debt to Total Asset Ratio (TDTA) Corporate Financial Performance (CFP)
Return on Asset (ROA) Net Profit Margin (NPM) Return on Equity (ROE) Price Earning Ratio (PER)
Cash ratio =
TDTA =
ROA= NPM =
aktiva lancar utang lancar
kas utang lancar
total utang total aktiva laba bersih total aktiva laba bersih penjualan bersih
(3)
(4)
(5)
(6) (7)
ROE =
laba bersih modal
(8)
PER =
harga saham laba per saham
(9)
Structural Equation Modelling Partial Least Square (SEM PLS) Penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan pendekatan varians (partial least square path modeling-PLS PM) dengan software smartPLS. Pendekatan ini dipilih dikarenakan landasan teori model adalah tentatif, pengukuran variabel laten masih baru, tidak mengasumsikan data harus mengikuti suatu distribusi tertentu, ukuran sampel yang fleksibel, dan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memprediksi pengaruh antar variabel (Yamin dan Kurniawan 2009). Berikut ini langkah-langkah dalam analisis dengan PLS-PM: 1. Merancang model struktural (inner model) Pada tahap ini peneliti memformulasikan model pengaruh antara variabel laten. Konsep variabel laten harus jelas dan mudah didefinisikan. 2. Mendefinisikan model pengukuran (outer model) Peneliti mendefinisikan dan menspesifikasikan hubungan antara variabel laten dengan indikatornya apakah bersifat reflektif atau formatif. Pada penelitian ini, hubungan bersifat reflektif. Indikator yang dibuat merupakan manifestasi dari variabel laten. Arah hubungan mengalir dari variabel laten ke indikatornya. Model reflektif mempunyai sifat interchangeability (dapat dipertukarkan), sedangkan model formatif tidak. Menghilangkan salah satu indikator dalam model reflektif tidak akan mengurangi makna dari variabel laten. 3. Membuat diagram jalur
25
Fungsi utama dari membuat diagram jalur adalah untuk memvisualisasikan hubungan antara indikator dengan variabel laten serta pengaruh antar variabel laten yang akan mempermudah peneliti untuk melihat model secara keseluruhan.
Gambar 3 Model awal SEM 4. Mengonversi diagram jalur ke dalam sistem persamaan Persamaan model pengukuran reflektif Y1 = λ111 + ε1 Persamaan model struktural 1 = γ1 ξ1 + γ2 ξ2 + ξ3 5. Estimasi model Ada tiga pemilihan weighting dalam proses estimasi model yaitu factor weighting scheme, centroid weighting scheme, dan path weighting scheme. 6. Evaluasi model Evaluasi model meliputi evaluasi model pengukuran dan evaluasi model struktural. 7. Interpretasi model Interpretasi model berdasarkan kepada hasil model yang dibangun oleh peneliti. 8. Pengujian Hipotesis Pengujian Hipotesis (β, ү, dan λ) dilakukan dengan metode resampling Bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser dan Stone. Statistik uji yang digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free) tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar. Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana diperoleh p-value ≤ 0.05 (alpha 5 %) berarti signifikan. Hipotesis penelitian:
26
H0: Penerapan CG tidak berpengaruh terhadap pengungkapan aktivitas CSR perusahaan penelitian. H1: Penerapan CG berpengaruh terhadap pengungkapan aktivitas CSR perusahaan penelitian. H0: Penerapan CG tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. H2: Penerapan CG berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. H0: Pengungkapan aktivitas CSR tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. H3: Pengungkapan aktivitas CSR berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. H0: Penerapan CG tidak berpengaruh terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian. H4: Penerapan CG berpengaruh terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan penelitian terdiri dari seratus perusahaan yang berasal dari beragam sektor usaha. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa sektor berdasarkan pengelompokkan yang ditetapkan oleh BEI.
Gambar 4 Distribusi populasi penelitian berdasarkan sektor Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa mayoritas perusahaan yang terdaftar dalam indeks Kompas100 berasal dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan, disusul sektor perdagangan, jasa, dan investasi dengan selisih dua perusahaan. Sektor pertanian dan aneka industri menjadi perusahaan minoritas yang masuk ke dalam indeks.
27
Variabel laten CG pada penelitian ini direfleksikan ke dalam empat indikator yaitu ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan terkonsentrasi. Distribusi populasi penelitian berdasarkan variabel CG dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Distribusi populasi penelitian berdasarkan variabel CG Ukuran dewan komisaris 1 2-3 4-6 7-9 >9
0
Proporsi dewan komisaris independen (%) < 30
22 57 19 2
30 – 45 46 – 60 61 – 75 > 75
Jumlah
Jumlah
Kepemilikan manajerial (%)
Jumlah
1
0–5
65
66 26 5 2
6 – 25 26 – 50 51 – 75 76 – 100
3 4 22 6
Kepemilikan terkonsentrasi
0 (tidak) 1 (terkonsentrasi)
Jumlah
38 62
Sumber: Hasil analisis data Berdasarkan data ukuran dewan komisaris diketahui bahwa keseluruhan perusahaan telah mematuhi Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 pasal 108 ayat 5 yang menyebutkan bahwa perusahaan harus memiliki minimal dua dewan komisaris. Mayoritas perusahaan penelitian mempunyai dewan komisaris sebanyak empat sampai enam. Sesuai fungsinya, dewan komisaris merupakan pihak pengendali intern tertinggi dalam perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka aktivitas monitoring dapat dilakukan dengan lebih baik. Aktivitas monitoring yang dilakukan dengan baik dapat menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. Perusahaan dalam menjalankan setiap kegiatan operasionalnya akan lebih patuh terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Namun dalam menjalankan kegiatan operasional, perusahaan juga harus cepat dan tanggap dalam merespon segala kondisi yang ada sehingga jangan sampai aktivitas monitoring yang berlaku menghambat proses pengambilan keputusan yang efektif. Pada indikator proporsi dewan komisaris independen ada satu perusahaan yang tidak memenuhi peraturan BEI per tanggal 1 juli 2000 mengenai komposisi komisaris independen. Peraturan tersebut menetapkan bahwa bagi perusahaan yang listing di bursa minimal harus mempunyai 30% proporsi komisaris independen dari jumlah seluruh anggota komisaris. Perusahaan tersebut adalah PT BW Plantation Tbk dengan proporsi dewan komisaris sebesar 25%. PT BW Plantation Tbk hanya mempunyai satu dewan komisaris independen dari jumlah keseluruhan empat dewan komisaris. Komisaris independen diperlukan untuk meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap kepentingan manajerial perusahaan maupun kepentingan pemegang saham mayoritas. Dewan komisaris independen harus menempatkan posisinya untuk kepentingan perusahaan dengan memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder secara berimbang dan tidak memihak. Semakin besar proporsi dewan
28
komisaris independen maka kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan akan semakin objektif dan transparan. Mayoritas perusahaan penelitian hanya memiliki kepemilikan saham manajerial yang sangat kecil yaitu dibawah lima persen. Semakin kecil saham yang dimiliki oleh manajerial perusahaan akan semakin meningkatkan risiko bagi stakeholder lainnya. Kemungkinan pihak manajerial bertindak oportunis demi kepentingan pribadinya bukan demi kepentingan perusahaan semakin besar. Namun risiko tersebut dapat diperkecil jika perusahaan memiliki kepemilikan terkonsentrasi. Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Semakin besar kepemilihan saham suatu pihak pada perusahaan akan meningkatkan pengawasan pihak tersebut kepada perusahaan, sehingga dapat dikatakan bahwa kepemilikan terkonsentrasi merupakan cara efektif untuk menurunkan biaya agensi. Pada perusahaan penelitian, walaupun mayoritas kepemilikan manajerial rendah namun ditopang dengan adanya kepemilikan terkonsentrasi. Variabel laten lainnya dalam penelitian ini yaitu variabel pengungkapan CSR. Pengungkapan CSR pada penelitian ini diukur dengan indikator GRI versi G4 dengan mengidentifikasi item-item indikator pada laporan tahunan dan laporan keberlanjutan. Dari total seratus perusahaan hanya sembilan perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan (sustainability report/SR). Namun hanya enam perusahaan yang telah menerapkan GRI G4 dalam mengungkapkan kegiatan CSR yang telah dilakukannya. Perusahaan tersebut yaitu PT Astra International Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Holcim Indonesia Tbk, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Sedangkan tiga perusahaan lainnya masih menerapkan GRI G3 yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk, PT XL Axiata Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. Ada juga dua perusahaan lainnya yang menerapkan GRI G3 namun pengungkapan kegiatan CSR nya disatukan dalam laporan tahunan (annual report/AR) yaitu PT Indosat Tbk dan PT Timah (Pesero) Tbk. Padahal GRI G4 yang merupakan versi terbaru dari GRI guidelines telah diterbitkan sejak Mei 2013.
Gambar 5 Distribusi populasi berdasarkan laporan pengungkapan CSR
29
Pengungkapan CSR yang direfleksikan ke dalam enam indikator mempunyai nilai yang bervariasi antar sektor perusahaan. Setiap sektor perusahaan mempunyai fokus masing-masing dalam melakukan kegiatan CSR nya. Pada penelitian ini, peneliti mencoba melihat fokus masing-masing sektor dalam melakukan kegiatan CSR nya, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Grafik pengungkapan CSR per indikator Dari kesembilan sektor perusahaan, mayoritas berfokus pada kinerja ekonomi. Sedangkan aspek yang kurang mendapatkan perhatian dari mayoritas perusahaan adalah aspek hak asasi manusia. Namun sangat tidak diduga pada sektor keuangan, sektor ini lebih memfokuskan kegiatan CSR nya pada aspek masyarakat bukan pada aspek ekonomi. Pada sektor yang berkaitan langsung dengan sumber daya alam seperti sektor pertanian dan pertambangan ada baiknya jika memberikan perhatian lebih pada aspek lingkungan dengan tetap memperhatikan aspek lainnya juga. Variabel laten yang terakhir yaitu variabel kinerja keuangan (CFP). Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dilakukan dengan pendekatan analisis rasio keuangan dengan menggunakan beberapa rasio. Hasil pengukuran kinerja keuangan dengan mengunakan analisis rasio dapat dilihat pada Lampiran 6. Indikator pertama yaitu current ratio (CR), rasio yang menganalisis modal kerja perusahaan. Standar CR yang baik berbeda antara perusahaan industri dengan perusahaan jasa. Untuk perusahaan industri CR 200% dipertimbangkan sebagai CR yang baik, sedangkan bagi perusahaan jasa CR 100% sudah dinilai baik. Dari total seratus perusahaan, enam belas perusahaan merupakan perusahaan jasa dan sisanya merupakan perusahaan dari berbagai sektor. Dari enam belas perusahaan jasa tersebut, tiga belas perusahaan telah mempunyai CR yang baik yaitu di atas 100%. Sedangkan untuk perusahaan industri, dari delapan puluh empat perusahaan hanya dua puluh tujuh perusahaan yang mempunyai CR yang baik yaitu di atas 200%. Perusahaan yang mempunyai CR terendah adalah PT Saranacentral Bajatama dengan nilai CR sebesar 0.82% yang merupakan perusahaan industri, sedangkan perusahaan yang mempunyai CR tertinggi adalah PT Pacific Strategic Financial Tbk dengan nilai CR sebesar 1360.49% yang bergerak dalam bidang investasi. Nilai CR
30
yang semakin rendah mengindikasikan semakin buruk tingkat likuiditas perusahaan, sebaliknya semakin tinggi nilai CR berarti menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya semakin baik. Namun jika nilai CR terlalu tinggi juga dianggap tidak baik karena mengindikasikan penimbunan kas, banyak piutang yang tidak tertagih, dan penumpukan persediaan. Indikator kedua yaitu cash ratio, rasio untuk mengetahui kemampuan likuidasi perusahaan secara lebih akurat dengan memfokuskan pengukuran aktiva pada kas sehingga perusahaan tidak perlu mencairkan piutang, persediaan, dan aktiva lancar lainnya untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Cash ratio dikatakan memuaskan jika nilainya lebih dari 100% (Fahmi 2012). Berdasarkan ukuran tersebut hanya dua belas perusahaan yang mempunyai cash ratio lebih dari 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas dari keseluruhan perusahaan masih rendah. Perusahaan lebih memilih menginvestasikan aktiva lancarnya dalam bentuk persediaan, piutang, dan aktiva lancar lainnya. Hal ini bisa disebabkan perusahaan tidak mengkehendaki adanya idle money. Perusahaan yang mempunyai cash ratio tertinggi yaitu PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk dengan rasio sebesar 459.66%, sedangkan perusahaan yang mempunyai cash ratio terendah yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk dengan rasio sebesar 0.03%. Indikator ketiga yaitu Total Debt to Total Asset Ratio (TDTA) yang menunjukkan besarnya aktiva yang dibiayai oleh utang. Standar yang baik untuk rasio ini adalah 50% dengan kriteria semakin kecil akan semakin baik (Munawir 1995). Hal ini dikarenakan akan semakin menurunkan risiko perusahaan atas kewajiban gagal bayar selain itu perusahaan juga dapat memperbesar peluang untuk mendapatkan pembiayaan dari kreditur. Ada empat puluh delapan perusahaan yang mempunyai rasio TDTA tidak lebih dari 50%, dengan PT Lippo Cikarang Tbk mempunyai nilai TDTA terendah yaitu 0.53% dan PT Matahari Department Store Tbk mempunyai nilai TDTA tertinggi yaitu 130%. Indikator yang keempat yaitu Return on Asset (ROA). Rasio ini menunjukkan seberapa besar efektivitas dan efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007), nilai ROA dikatakan baik apabila lebih dari 2%. Tujuh puluh tujuh dari seratus perusahaan diketahui mempunyai nilai ROA yang baik dengan nilai ROA tertinggi diraih oleh PT Unilever Indonesia Tbk dengan nilai 40.1%. Sisanya mempunyai ROA tidak lebih dari 2%, bahkan delapan perusahaan mempunyai ROA bernilai negatif dengan nilai terendah sebesar -9.1% pada PT Saranacentral Bajatama. Hal ini berarti dari kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan, perusahaan tidak menghasilkan keuntungan melainkan mengalami kerugian. Indikator selanjutnya yaitu Net Profit Margin (NPM), rasio yang menunjukkan persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar NPM berarti kinerja perusahaan semakin produktif. NPM yang tinggi juga mengindikasikan bahwa perusahaan berada di posisi yang lebih kuat di mata konsumen dibanding perusahaan pesaingnya. Namun hal ini akan berbeda jika perusahaan bersifat monopolistik dimana konsumen tidak mempunyai pilihan lainnya. Perusahaan akan berpeluang lebih besar untuk mendapatkan laba, sehingga wajar jika nilai NPM nya
31
akan lebih tinggi. Rata-rata perusahaan menginginkan nilai NPM lebih dari 20% (Fahmi 2012). Atas dasar kriteria tersebut dari seratus perusahaan, hanya dua puluh tiga perusahaan yang mempunyai NPM lebih dari 20%. PT Modernland Realty Tbk dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan mempunyai nilai NPM tertinggi dengan nilai 132.96%. Nilai tersebut di dapatkan dari peningkatan laba yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 1060% yang merupakan hasil dari ekspansi dan pengembangan usaha. Nilai NPM terendah dipegang oleh PT Bumi Resources Minerals Tbk dari sektor perdagangan, jasa dan investasi sebesar -745.2%. Hal ini disebabkan penurunan harga emas, nikel dan beberapa logam utama yang mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian. Indikator keenam yaitu Return on Equity (ROE), rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham (Mardiyanto 2009). Oleh karena itu, ROE merupakan salah satu alat utama investor dalam menilai kelayakan suatu saham. ROE yang tinggi mengindikasikan para pemegang saham akan memperoleh dividen yang tinggi pula. ROE dikatakan baik jika bernilai lebih dari 12% (Lestari dan Sugiharto 2007). Ada enam puluh satu perusahaan yang mempunyai ROE lebih dari 12% dengan ROE tertinggi sebesar 296.34% pada PT Matahari Department Store Tbk dan terendah sebesar -203% pada PT Berau Coal Energy Tbk. Indikator yang terakhir yaitu Price Earning Ratio (PER), rasio fundamental dalam analisis saham untuk melihat bagaimana pasar mengapresiasi kinerja suatu perusahaan. PER juga dapat dipakai untuk membandingkan kinerja antar saham atau antar sektor bahkan antar pasar dalam skala regional ataupun global. Nilai PER yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, namun jika nilai PER terlalu tinggi juga mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan perusahaan terlalu tinggi atau tidak wajar. Nilai PER yang rendah juga tidak otomatis mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan tersebut buruk. Faktor-faktor lainnya harus dilihat secara menyeluruh. Oleh karena itu, PER kerap kali dianggap sebagai rasio psikologis. Tidak ada standar baku dalam menetapkan nilai PER yang baik. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hampir sebagian besar perusahaan mempunyai PER yang positif yaitu sebanyak 95 perusahaan.
Evaluasi Model Awal Pengaruh CG, CSR, dan CFP Pengaruh antar variabel laten maupun antara variabel laten dengan indikatornya pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan software SmartPLS 3.0. Evaluasi dalam PLS meliputi dua tahap yaitu evaluasi outer model atau model pengukuran dan evaluasi inner model atau model struktural.
32
Evaluasi Outer Model Outer model menggambarkan hubungan antara indikator dengan variabel latennya. Evaluasi terhadap outer model dilakukan terhadap model reflektif sesuai dengan model pada penelitian ini. Model reflektif mengukur sejauh mana variabel laten dimanifestasikan ke dalam indikator-indikatornya. Evaluasi terhadap model reflektif indikator meliputi convergent validity dan discriminant validity. Convergent validity terdiri dari pemeriksaan item reliability, internal consistency atau construct reliability, dan average variance extracted. Convergent validity berfungsi untuk mengukur besarnya korelasi antara indikator dengan variabel laten. Pemeriksaan pertama yaitu item reliability dengan melihat nilai standardized loading factor. Nilai loading factor yang ideal adalah sebesar 0.7 (Yamin dan Kurniawan 2009). Indikator yang memiliki nilai loading factor kurang dari 0.7 harus dihapus (didrop) karena mengindikasikan indikator tersebut tidak cukup baik untuk menggambarkan korelasi dengan variabel latennya secara tepat. Perbaikan model dengan cara penghapusan dilakukan secara bertahap dengan memilih indikator dengan nilai terendah terlebih dahulu.
Gambar 7 Hasil analisis model awal
33
Hasil analisis model awal menunjukkan ada sebelas indikator yang mempunyai nilai loading factor di bawah 0.7 dengan indikator TDTA (-0.522) dari variabel CFP mempunyai loading factor yang terendah. Oleh karena itu, indikator TDTA menjadi indikator pertama yang dihapus. Proses penghapusan dilakukan secara bertahap satu per satu sampai ditemukan model akhir, yaitu model dimana semua indikator yang ada mempunyai nilai loading factor diatas 0.7. Model akhir tersebut merupakan model yang telah valid dan stabil dimana indikator telah dapat merefleksikan variabel latennya secara tepat.
Gambar 8 Hasil analisis model akhir Model akhir tersebut juga dapat dilihat dalam bentuk tabel yaitu pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai outer loading CG Ekonomi HAM Masyarakat Sosial Tanggung jawab produk PER Ukuran dewan komisaris
CSR 0.758 0.799 0.828 0.88 0.797
CFP
1.000 1.000
Sumber : Hasil olahan SmartPLS Model akhir didapatkan setelah melakukan sembilan kali iterasi (tahapan penghapusan). Hasil analisis model akhir menunjukkan ada sepuluh indikator yang harus dihapus. Pada variabel CG hanya menyisakan satu indikator yaitu ukuran
34
dewan komisaris, sedangkan tiga indikator lainnya harus dihapuskan. Indikator yang dihapuskan tersebut yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan terkonsentrasi, dan proporsi dewan komisaris independen. Penghapusan indikator kepemilikan manajerial bertentangan dengan teori yang ada. Berdasarkan teori, dengan adanya kepemilikan manajerial dapat mengurangi konflik kepentingan antara pihak manajerial dengan perusahaan (Said et al. 2009). Oleh karena itu, kepemilikan manajerial sudah tepat untuk dijadikan indikator yang merefleksikan variabel penerapan CG, karena tujuan dari CG adalah menyelaraskan kepentingan antara pihak manajerial dengan perusahaan. Kepemilikan terkonsentrasi dan dewan komisaris mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengawasi manajerial perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Bedanya adalah jika dewan komisaris merupakan pihak dari internal perusahaan, pengawasan kepemilikan terkonsentrasi berasal dari eksternal perusahaan. Jika kepemilikan saham suatu pihak baik itu lembaga maupun individu semakin besar, maka pengawasan dan pengendalian dari pihak tersebut juga akan semakin intens. Berdasarkan fungsinya tersebut seharusnya kepemilikan terkonsentrasi sudah sesuai dalam merefleksikan penerapan CG perusahaan. Proporsi dewan komisaris independen menjadi salah satu indikator CG yang dihapus dapat disebabkan sudah ada peraturan yang mengatur mengenai proporsi minimal dewan komisaris independen sehingga perusahaan harus memenuhi ketentuan tersebut. Dari seratus perusahaan, sembilan puluh sembilan perusahaan memenuhi ketentuan tersebut. Namun kebanyakan perusahaan hanya memenuhi ketentuan proporsi minimal. Perusahaan belum mengoptimalkan peran komisaris independen dalam mengefektifkan penerapan CG. Pada variabel CSR, indikator yang dihapus hanya satu indikator yaitu indikator lingkungan. Indikator lingkungan merupakan indikator yang terakhir kali dihapuskan yaitu pada iterasi ke sembilan. Nilainya pun hampir menyentuh angka 0.7 dengan nilai 0.697. Variabel terakhir yaitu CFP, sama dengan variabel CG hanya tersisa satu indikator dari variabel CFP. Indikator yang tersisa yaitu indikator PER. Hal ini dikarenakan PER mempunyai sifat pengukuran yang berbeda dengan keenam rasio lainnya. Jika rasio lainnya hanya mengukur kondisi internal perusahaan, rasio PER mengukur kondisi internal dan eksternal perusahaan. Rasio PER juga bersifat jangka pendek dan volatile, yaitu setiap tindakan perusahaan akan langsung direspon pasar yang dapat dilihat dari harga sahamnya. Sedangkan indikator CFP lainnya lebih bersifat jangka panjang. Maka dari itu rasio PER lah yang dianggap paling tepat dalam merefleksikan variabel CFP sesuai dengan hasil analisis. Hal ini juga sesuai dengan periode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam periode jangka pendek hanya selama satu tahun. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan internal consistency atau construct reliability dengan melihat nilai composite reliability dan cronbach’s alpha. Perbedaan nilai composite reliability dan cronbach’s alpha yaitu composite reliability tidak mengasumsikan kesamaan boot dari setiap indikator sehingga composite reliability akan mengukur reliabilitas dengan lebih baik dibandingkan cronbach’s alpha. Cronbach’s alpha cenderung menaksir reliabilitas konstruk lebih rendah
35
(Yamin dan Kurniawan 2009). Namun interpretasi composite reliability sama dengan cronbach’s alpha yaitu dengan nilai batas 0.7. Bila variabel mempunyai nilai kurang dari 0.7 mengindikasikan bahwa tidak ada konsistensi antara indikator dengan variabelnya . Tabel 4 Nilai internal consistency Composite Reliability CG 1.000 CSR 0.907 CFP 1.000 Sumber : Hasil olahan SmartPLS
Cronbach’s alpha 1.000 0.874 1.000
Hasil pengolahan data menunjukkan nilai composite reliability dan cronbach’s alpha telah memenuhi nilai batas yang telah ditetapkan. Menurut Nunnally dan Bernstein dalam Yamin dan Kurniawan (2009), jika composite reliability dan cronbach’s alpha bernilai di atas 0.8 berarti indikator tersebut sangat memuaskan dalam merefleksikan variabel latennya. Pemeriksaan ketiga mengenai convergent validity yaitu average variance extracted (AVE) yang menggambarkan besarnya varian atau keragaman indikator yang dapat dikandung oleh variabel laten. Minimal nilai AVE sebesar 0.5 yaitu variabel laten harus dapat menjelaskan rata-rata lebih dari setengah varian dari indikator-indikatornya. Pada penelitian ini, nilai AVE telah memenuhi kriteria minimalnya yaitu dengan nilai AVE CG dan CFP sebesar 1.000, serta nilai AVE CSR sebesar 0.661. Semakin besar varian indikator yang dapat dikandung oleh variabel laten maka semakin besar representasi indikator terhadap variabel latennya. Nilai AVE sempurna didapatkan oleh CG dan CFP karena variabel tersebut hanya mempunyai satu indikator sebagai variabel manifesnya sehingga tidak akan ada keragaman antar indikator seperti pada variabel CSR. Pemeriksaan terakhir yaitu discriminant validity yang berfungsi untuk membandingkan korelasi indikator dengan variabel latennya dan variabel laten blok lainnya. Pada model reflektif, pemeriksaan discriminant validity dilakukan dengan mengecek nilai cross loading dan nilai kuadrat korelasi variabel dengan nilai AVE. Tabel 5 Nilai cross loading Ekonomi HAM Masyarakat Sosial Tanggung jawab produk PER Ukuran dewan komisaris Sumber : Hasil olahanSmartPLS
CG 0.153 0.179 0.24 0.293 0.195 -0.325 1.000
CSR 0.758 0.799 0.828 0.88 0.797 -0.273 0.273
CFP -0.077 -0.188 -0.289 -0.245 -0.229 1.000 -0.325
36
Kriteria dalam cross loading yaitu indikator yang mengukur variabel laten harus berkorelasi lebih tinggi dengan variabel latennya dibandingkan dengan variabel laten lainnya. Setiap nilai cross loading indikator untuk masing-masing variabel dipilih nilai yang paling tinggi. Berdasarkan Tabel 5, setiap indikator berkorelasi lebih tinggi dengan variabel latennya masing-masing dibandingkan dengan variabel laten lainnya. Pemeriksaan selanjutnya membandingkan korelasi antara variabel dengan akar AVE. Tabel 6 Korelasi variabel laten dan akar AVE CG CSR CFP CG 1.000 CSR 0.273 1.000 CFP -0.325 -0.273 1.000 Sumber : Hasil olahan SmartPLS
Akar AVE 1.000 0.813 1.000
Korelasi maksimal untuk variabel CG dengan variabel lainnya adalah 0.273, sedangkan nilai akar AVE adalah 1.000. Korelasi maksimal untuk variabel CSR dengan variabel lainnya adalah -0.273, sedangkan nilai akar AVE adalah 0.813. Untuk variabel CFP, variabel tersebut tidak mempunyai korelasi dengan variabel lainnya. Berdasarkan hasil tersebut diketahui korelasi antara variabel lebih kecil dibandingkan dengan akar AVE. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa indikator valid dalam mengukur variabel latennya. Evaluasi Inner Model Inner model menggambarkan pengaruh antar variabel laten dengan variabel laten lainnya. Pada penelitian ini analisis dilakukan terhadap empat pengaruh yaitu pengaruh antara CG terhadap CSR, CG terhadap CFP, CSR terhadap CFP, dan CG terhadap CFP melalui CSR. Evaluasi inner model dilakukan dengan melihat path coefficient dan nilai R2. Tabel 7 Nilai path coefficient bootstrapping Original Sample (O)
CG → CSR CG → CFP CSR → CFP
0.273 -0.271 -0.199 =0.273*-0.199 CG → CSR → CFP = -0.054 Sumber : Hasil olahan SmartPLS
Sample Mean (M)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
0.284 -0.264 -0.203
0.091 0.090 0.062
2.993 2.993 3.198
Pemeriksaan path coefficient berguna untuk menggambarkan pengaruh antar variabel laten. Pada penelitian ini digunakan nilai signifikansi sebesar 0.05 sehingga didapatkan nilai t tabel sebesar 1.96. Hipotesis diterima jika |t-hitung| > |t-tabel|
37
(1.96). Sedangkan untuk melihat bentuk pengaruh antar variabel dapat melihat nilai koefisien jalur (original sample) apakah bertanda positif atau negatif. Jika bertanda positif berarti peningkatan atau penurunan nilai variabel eksogen akan meningkatkan atau menurunkan nilai variabel endogen. Namun jika bertanda negatif maka akan berpengaruh sebaliknya yaitu peningkatan nilai variabel eksogen akan menurunkan nilai variabel endogen. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa: H1: Penerapan CG berpengaruh terhadap pengungkapan aktivitas CSR perusahaan penelitian. |t-hitung| (2.993) > |t-tabel| (1.96) maka H1 diterima. Nilai koefisien jalur 0.273 bertanda positif sehingga penerapan CG berpengaruh positif terhadap pengungkapan aktivitas CSR perusahaan penelitian. Penerapan CG direfleksikan dengan ukuran dewan komisaris, sedangkan pengungkapan CSR direfleksikan dengan pengungkapan indikator ekonomi, HAM, masyarakat, sosial, dan tanggung jawab produk. Maka dapat dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris, pengungkapan CSR dalam hal ekonomi, HAM, masyarakat, sosial, dan tanggung jawab produk akan semakin baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu jika suatu perusahaan dapat menerapkan tata kelola yang baik maka penerapan dan pengungkapan CSR pada perusahaan tersebut juga akan semakin baik. Nilai-nilai pada CSR juga tercermin dalam prinsip TARIF CG. CSR sebagai suatu konsep yang berusaha menjembatani kepentingan perusahaan dengan stakeholder-nya dengan fokus stakeholder non pemegang saham sesuai dengan tujuan penerapan CG yaitu melindungi hak dan kepentingan stakeholder non pemegang saham. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Etty Murwaningsari (2009) yang menyimpulkan CG yang diamati melalui kepemilikan manajerial dan institusional mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan CSR, serta penelitian yang dilakukan Chi-Jui Huang (2010) dengan kesimpulan yaitu eksistensi komisaris independen, kepemilikan pemerintah, dan kepemilikan institusional berhasil meningkatkan dimensi kinerja sosial (pekerja, konsumen, supplier, komunitas, dan masyarakat). H2: Penerapan CG berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. |t-hitung| (2.993) > |t-tabel| (1.96) maka H2 diterima. Nilai koefisien jalur 0.271 bertanda negatif sehingga penerapan CG berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. Penerapan CG direfleksikan dengan ukuran dewan komisaris, sedangkan CFP direfleksikan dengan PER. Maka dapat dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris, PER akan semakin menurun. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang ada, yang menyatakan bahwa penerapan CG dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Seperti dikutip dari Mihaela (2009), elemen kunci untuk meningkatkan efisiensi kinerja ekonomi adalah CG dimana CG dapat menciptakan pengawasan optimal dalam penggunaan sumber daya secara lebih efektif. CG juga mempunyai peranan internal dalam manajemen perusahaan. Melalui CG mewajibkan perusahaan untuk menginformasikan kepada pemegang saham mengenai kegiatan dan kondisi
38
perusahaan secara real sehingga pemegang saham dapat mengambil keputusan investasi secara akurat. Secara lebih lanjut, Mihaela menekankan bahwa perusahaan yang menerapkan budaya transparansi dan model efektif dari CG akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Terlepas dari teori yang ada, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kemalasari (2009). CG berpengaruh negatif dengan kinerja keuangan dapat disebabkan pada penelitian ini indikator CG hanya memperhitungkan dewan komisaris dari segi kuantitatif saja. Padahal seharusnya penilaian dewan komisaris juga mempertimbangkan aspek kualitatif dari individu tersebut, seperti kemampuan, pengalaman, profesionalisme, integritas, latar belakang, dan indikator kualitatif lainnya. Namun selain itu dapat juga disebabkan penerapan CG pada perusahaan belum dilakukan secara optimal sehingga bukannya menciptakan keuntungan bagi perusahaan, adanya CG hanya menjadi beban biaya bagi perusahaan. H3: Pengungkapan aktivitas CSR berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. |t-hitung| (3.198) > |t-tabel| (1.96) maka H3 diterima. Nilai koefisien jalur 0.199 bertanda negatif sehingga pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan penelitian. Pengungkapan CSR direfleksikan dengan pengungkapan indikator ekonomi, HAM, masyarakat, sosial, dan tanggung jawab produk, sedangkan CFP direfleksikan dengan PER. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin baik pengungkapan CSR, PER akan semakin menurun. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengaruh antara CSR dan CFP masih dalam perdebatan, apakah CSR dapat meningkatkan nilai, menurunkan nilai, atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan dan pengungkapan aktivitas CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan atau dapat dikatakan dengan adanya CSR justru menurunkan nilai perusahaan. Hal ini dapat disebabkan perusahaan tidak mengalokasikan dana CSR secara efektif dan efisien atau dapat pula disebabkan perusahaan mengalokasikan dana CSR dalam jumlah yang terlalu besar (over investasi), seperti yang dikemukakan Jo and Harjoto (2011). Pengelolaan dana CSR yang tidak optimal atau adanya over investasi berdampak pada penurunan efisiensi mekanisme pasar dan menyebabkan perusahaan gagal mencapai alokasi sumber daya yang optimal yang pada akhirnya berujung pada penurunan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Zai (2011) yang menyimpulkan bahwa penerapan CSR tidak berhasil menarik simpati masyarakat atas nama perusahaan dan produk yang ditawarkan sehingga tidak berdampak signifikan terhadap tingkat penjualan perusahaan dan laba yang dihasilkan dari penjualan tersebut. Penerapan CSR justru menambah pengeluaran perusahaan sehingga berdampak pada berkurangnya laba. H4: Penerapan CG berpengaruh terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian. Dikarenakan CG berpengaruh terhadap CFP dan CSR berpengaruh terhadap CFP maka dapat disimpulkan bahwa penerapan CG juga berpengaruh terhadap CFP
39
melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian. Nilai koefisien jalur didapatkan dari nilai koefisien CG-CSR dan CSR-CFP yang menghasilkan nilai 0.054 bertanda negatif sehingga dapat disimpulkan penerapan CG berpengaruh negatif terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian. Pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan nilai R2. Nilai R2 mengukur besarnya keragaman variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen. Variabel endogen dalam penelitian ini yaitu CSR dan CFP. Chin dalam Yamin dan Kurniawan (2009) menjelaskan kriteria batasan nilai R2 dalam tiga klasifikasi yaitu R2 0.67 dianggap substansial, R2 0.33 dianggap moderat, dan R2 0.19 dianggap lemah. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai R2 untuk variabel CSR sebesar 0.065, artinya variabel CG secara simultan mampu menjelaskan keragaman variabel CSR sebesar 6.5% dan sisanya sebesar 93.5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Variabel CG hanya mampu menjelaskan sebagian kecil variabel CSR. Hal ini berarti masih banyak variabel lainnya yang mempengaruhi pengungkapan CSR, seperti ukuran perusahaan, profitabilitas, industri, lokasi (negara asal perusahaan), aturan pelaporan dari pemerintah, intensitas modal, perilaku eksekutif senior, umur perusahaan, dan keberadaan komite CSR dalam perusahaan (Hackston dan Milne 1996). Sedangkan nilai R2 untuk variabel CFP adalah 0.125, artinya variabel CG dan CSR secara simultan mampu menjelaskan keragaman variabel CFP sebesar 12.5% dan sisanya sebesar 87.5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Variabel lainnya yang dapat menjelaskan variabel CFP diantaranya risiko, ukuran perusahaan, strategi, peraturan, pengorganisasian perusahaan, karyawan yang dimiliki, inovasi produk, dan pengembangan teknologi informasi. Nilai R2 CFP sebesar 0.125 dikategorikan lemah yaitu di bawah nilai batas 0.19 yang ditetapkan Chin. Namun nilai R2 CSR jauh lebih rendah dibandingkan nilai R2 CFP, maka dari itu nilai R2 CSR dianggap sangatlah lemah. Hipotesis penelitian yang tidak sesuai dengan teori yang ada dikarenakan faktor keterbatasan dari penelitian. Keterbatasan dari penelitian ini yaitu pertama, unit penelitian yang hanya meneliti perusahaan yang dinilai mempunyai kinerja yang baik, tidak meneliti perusahaan yang mempunyai kinerja yang tidak baik. Selain itu, unit penelitian diperlakukan dengan metode yang sama walaupun mempunyai karakteristik berbeda, yaitu berasal dari berbagai sektor perusahaan. Kedua, dokumentasi waktu hanya selama satu tahun, tidak mempertimbangkan dimensi waktu jangka panjang. Ketiga, landasan teori yang masih tentatif, seperti pada pengaruh CSR terhadap CFP yang masih menjadi perdebatan. Keempat, tidak adanya ukuran pasti dalam pendefinisian variabel penelitian. Variabel CG dan CSR belum dapat diukur secara pasti dengan suatu ukuran, tidak seperti variabel CFP yang dapat diukur dengan rasio keuangan. Kelima, alat analisis SEM yang digunakan berfungsi untuk mengonfirmasi suatu bentuk model berdasarkan data empiris yang ada. Hal tersebut yang menyebabkan hasil menjadi kontradiktif antara satu hipotesis dengan hipotesis yang lain.
40
Implikasi Manajerial Tujuan utama perusahaan menjalankan kegiatan operasionalnya adalah untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut terangkum dalam kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan bekerja keras untuk meningkatkan kinerja keuangannya dengan berbagai cara. Tentunya dengan cara yang baik dan mematuhi aturan. Berdasarkan teori yang ada, kinerja keuangan dapat ditingkatkan dengan penerapan CG dan CSR. Melalui penerapan CG dan CSR, tidak hanya kinerja keuangan memuaskan yang dihasilkan tapi juga distribusi keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat baik terlibat secara langsung maupun tidak. Penerapan CG juga berkaitan dengan CSR dan pengungkapannya. Berdasarkan hasil analisis, penerapan CG yang direfleksikan dengan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR yang direfleksikan dengan pengungkapan indikator ekonomi, HAM, masyarakat, sosial, dan tanggung jawab produk. Maka dapat dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris, pengungkapan CSR dalam hal ekonomi, HAM, masyarakat, sosial, dan tanggung jawab produk akan semakin baik. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang ada. Semakin baik penerapan CG maka pengungkapan CSR juga akan semakin terbuka. Namun penerapan CG hanya memberikan pengaruh sebesar 6.5% terhadap pengungkapan CSR dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Pengaruh yang lemah tersebut dapat ditingkatkan dengan cara perusahaan menambah dewan komisaris agar kegiatan pengawasan dan pengendalian semakin optimal. Perusahaan juga dapat menciptakan suatu sistem atau aturan seperti code of conduct dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Code of conduct tersebut menjadi komitmen perusahaan sehingga penerapan CSR bukan hanya untuk memenuhi aturan pemerintah tetapi menjadi suatu misi perusahaan untuk memberikan kontribusi optimal kepada stakeholder secara luas. Penerapan CG yang telah dilakukan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris, PER akan semakin menurun. Hal ini bertentangan dengan teori yang ada. Namun pada penelitian ini, variabel CG hanya direfleksikan pada ukuran dewan komisaris, tidak memperhitungkan aspek kualitas dari human capital susunan dewan komisaris yang ada. Hasil hipotesis ini juga bertentangan dengan hipotesis yang sebelumnya. Jika perusahaan ingin semakin terbuka dalam pengungkapan CSR, perusahaan harus menambah dewan komisaris. Sedangkan jika perusahaan menambah dewan komisaris, hal tersebut dapat menurunkan PER perusahaan. Hasil tersebut menjadi kontradiktif bagi perusahaan dalam menerapkan strategi. Namun dapat dilihat hubungan ketiga variabel secara keseluruhan, yaitu melalui hipotesis H4 yang menyatakan bahwa penerapan CG berpengaruh negatif terhadap CFP melalui pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR bisa dikarenakan semakin banyak dewan komisaris maka pengawasan dan pengendalian
41
juga akan semakin intensif. Perusahaan akan semakin memperhatikan kebutuhan setiap stakeholder. Maka dari itu, pengungkapan kegiatan CSR pun akan semakin jelas, lengkap, dan transparan. Sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap PER bisa dikarenakan semakin banyak ukuran dewan komisaris dapat menghambat proses pengambilan keputusan. Sementara kondisi bisnis sering kali berubah cepat. Apalagi rasio PER terkait dengan harga saham yang mempunyai karakteristik volatile. Perubahan sedikit saja walaupun masih berupa isu bisa mempengaruhi harga saham perusahaan. Dewan komisaris yang semakin banyak juga semakin menambah beban biaya perusahaan. Oleh karena itu terkait dengan ukuran dewan komisaris, perusahaan harus mengidentifikasi ukuran dewan komisaris optimal sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan. Ukuran dewan komisaris juga harus menyesuaikan dengan kompleksitas dan ukuran perusahaan. Hal penting lainnya yaitu perusahaan harus menyeleksi dewan komisaris secara ketat dengan fit and proper test yang sesuai sehingga akan terpilih dewan komisaris dengan kualitas individu terbaik. Selain penerapan CG yang berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan, pada penelitian ini pengungkapan CSR juga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini bisa disebabkan karena perusahaan tidak tepat mengalokasikan dana CSR atau perusahaan melakukan over investasi dalam melakukan kegiatan CSR. Alokasi dana yang besar memang akan menghasilkan kegiatan CSR yang semakin banyak dan beragam. Namun dana yang besar juga tidak menjamin kegiatan dan pengungkapan CSR akan berkualitas. Dana menjadi tidak teralokasikan optimal dan juga tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi perusahaan dan masyarakat. Seharusnya dengan melakukan CSR perusahaan dapat meningkatkan kinerja keuangan melalui peningkatan reputasi yang akan meningkatkan penjualan dan menarik investor untuk melakukan investasi. Perlu diingat juga bahwa ada nilai intangible dari kegiatan CSR yang lebih penting yang tidak dapat diukur dengan uang yang dikeluarkan perusahaan. Nilai intangible tersebut adalah ukuran sejauh mana perusahaan aktif dan proaktif terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Untung 2009). Jika perusahaan ingin melakukan sesuatu, perusahaan harus tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu dalam melakukan kegiatan CSR perusahaan harus merencanakannya secara matang dari mulai pengalokasian dana, kegiatan yang akan dilakukan, dan bagaimana melakukannya. Kegiatan CSR pun harus dilakukan secara fokus bukan sebagai pelengkap atau hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban. Bila perlu perusahaan membuat tim atau komite khusus yang menangani kegiatan CSR sehingga kegiatan CSR akan optimal dan tepat sasaran. Penerapan CSR secara optimal dan tepat sasaran tidak akan berdampak luas jika tidak dilaporkan ke publik. Perusahaan harus melaporkan kegiatan CSR yang dilakukannya bukan hanya untuk memenuhi aturan pemerintah tetapi juga untuk menciptakan citra perusahaan. Namun pada kenyataannya, masih sedikit sekali perusahaan yang memanfaatkan media pelaporan CSR tersebut sabagai sarana menciptakan citra yang baik di mata masyarakat dan investor. Dapat dilihat dari
42
seratus perusahaan penelitian hanya enam perusahaan yang khusus melaporkan kegiatan CSR yang dilakukannya dalam sustainability report dengan format sesuai aturan (GRI 4). Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memperbaiki metode pelaporan kegiatan CSR yang telah dilakukannya.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penerapan tata kelola perusahaan yang direfleksikan pada indikator ukuran dewan komisaris sudah baik pada perusahaan penelitian. Perusahaan telah mematuhi peraturan yang mengatur mengenai ukuran dewan komisaris minimal. Di dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, mayoritas perusahaan tidak mengikuti standar pelaporan yang ada. Namun dari segi isi, pengungkapan CSR sudah cukup baik dengan kinerja ekonomi menjadi fokus perusahaan dalam mengungkapkan kegiatan CSR nya. Kinerja keuangan yang dicapai perusahaan masih belum menunjukkan kinerja yang sangat baik. Namun sudah bisa dikatakan baik. Berdasarkan standar-standar rasio yang digunakan pada penelitian ini, beberapa perusahaan sudah memenuhi standar yang ada. Seperti pada rasio PER hampir semua perusahaan mempunyai rasio yang positif. Pengaruh penerapan CG terhadap pengungkapan CSR mempunyai pengaruh positif. Semakin baik penerapan CG maka pengungkapan CSR akan semakin terbuka. Hal ini dikarenakan penerapan CG dan CSR berjalan secara beriringan. CSR sebagai salah satu media perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip CG. Jika CG dan CSR berpengaruh positif, CG dan CFP mempunyai pengaruh negatif. Hal ini berarti penerapan CG mengakibatkan penurunan kinerja keuangan perusahaan. Namun dalam penelitian ini ukuran penerapan CG hanya diukur dari segi jumlah dewan komisaris tidak mengukur dari segi kualitas. Ukuran dewan komisaris yang besar pun tidak mengindikasikan penerapan CG semakin baik. Hal ini dikarenakan ukuran dewan komisaris menyesuaikan ukuran dan kompleksitas perusahaan. CSR berpengaruh negatif terhadap CFP sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Friedman. Pengungkapan CSR menurunkan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini bisa dikarenakan perusahaan melakukan over investasi, dana CSR tidak dialokasikan dengan tepat ataupun salah dalam memilih media dan metode pelaporan.
Saran Penerapan CG pada suatu perusahaan harus menyesuaikan dengan kondisi perusahaan tersebut. Model penerapan CG yang sesuai diterapkan di suatu perusahaan belum tentu sesuai jika diterapkan di perusahaan lainnya. Seperti dalam hal ukuran dewan komisaris. Perusahaan harus mengevaluasi kembali dalam menetapkan susunan dewan komisaris. Jangan sampai ukuran dewan komisaris yang ada dapat menurunkan kinerja perusahaan. Perusahaan tidak perlu memperbesar
43
ukuran dewan komisaris jika ingin meningkatkan penerapan CG, namun harus mengoptimalkan kinerja dewan komisaris dengan ukuran yang sesuai. Di dalam pengungkapan CSR, diindikasikan perusahaan melakukan over investasi atau tidak tepat sasaran sehingga kegiatan CSR justru menurunkan kinerja keuangan perusahaan. Namun jika penyaluran dana CSR dilakukan secara optimal dan tepat sasaran maka tidak akan menghambat perusahaan dalam mengalokasikan dananya untuk kepentingan operasional. Untuk itu perusahaan harus membuat perencanaan yang matang di dalam pelaksanaan CSR. Selain itu, kegiatan CSR yang dilakukan juga harus dilaporkan dengan media dan metode yang tepat. Variabel kinerja keuangan perusahaan tidak dapat dilihat karena pengaruh CG dan CSR saja. Masih banyak faktor-faktor lainnya yang harus diperhatikan. Hasil penelitian menunjukkan CG dan CSR hanya berpengaruh 12.5% terhadap kinerja keuangan perusahaan. Untuk itu, jika perusahaan ingin meningkatkan kinerja keuangannya, perusahaan harus menerapkan strategi-strategi lainnya seperti inovasi dan continuous improvement.
44
DAFTAR PUSTAKA Bohren O. 1998. The Agent’s Ethics in the Principal-Agent Model. Journal of Business Ethics [Intenet]. [diunduh 2013 Des 28]. Tersedia pada:http://finance.bi.no/~bohren/intref/13The_agents_ethics_in_the_principalagent_model.pdf Brigham EF, Houston JF. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Brown LD, Caylor ML. 2004. Corporate Governance and Firm Performance. Social Science Research Network [Intenet]. [diunduh 2013 Des 18]. Tersedia pada: http://www.sovereignglobal.com/media/CG_And_Firm_Performance.pdf Cadbury A.1992. The Financial Aspects Of Corporate Governance. The Committee on the Financial Aspects of Corporate Governance and Gee and Co. Ltd [Intenet]. [diunduh 2013 Okt 24]. Tersedia pada: http://www.ecgi.org/codes/documents/cadbury.pdf Chen H, Wang X. 2011. Corporate Social Responsibility and Corporate Financial Performance In China: An Empirical Research From Chinese Firms. Journal Corporate Governance [Internet]. [diunduh 2013 Nov 11]; Volume 11 No 4. Tersedia pada:http://search.proquest.com/docview/883237356/fulltextPDF/141 62F3753F19C456E0/1?accountid=32819 Coombes P, Watson M. 2000. Three Survey on Corporate Governance. The Mckinsey Quarterly [Intenet]. [diunduh 2013 Des 18]. Tersedia pada: http://www.qualifiedauditpartners.be/user_files/ITforBoards/GVCR_McKinsey Coombes_Paul__Watson_Mark_Three_surveys_on_corporate_governance_200 0.pdf Dewi RK, Widagdo B. 2012. Hubungan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Bisnis [Internet]. [diunduh 2013 Ags 19]; Volume 2 No 1. Tersedia pada: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jp2m/article/viewfile/1486/1591_umm_sci entific_journal.pdf Drobetz W, Schillhofer A, Zimmermann H. 2003. Corporate Governance and Expected Stock Returns: Evidence from Germany. WWZ / Department of Finance Working Paper No. 2/03 [Intenet]. [diunduh 2013 Des 18]. Tersedia pada: http://www.econbiz. de/archiv1/2008/59472_expected_stock_returns.pdf Fahmi I. 2012.Analisis Kinerja Keuangan. Bandung (ID): Alfabeta. FCGI. 2013. What is Corporate Governance. FCGI [Intenet]. [diunduh 2013 Okt 28]. Tersedia pada: http://www.fcgi.or.id/corporate-governance/about-goodcorporate-governance.html Fontrodona J, Sison AJG. 2006. The Nature of the Firm, Agency Theory and Shareholder Theory: A Critique from Philosophical Anthropology. Journal of Business Ethics.[Intenet]. [diunduh 2013 Des 17]. Tersedia pada:http://search.proquest.com/docview/198207188/142644DCD541575A8C C/29?accountid=32819
45
Gompers PA, Ishii JL, Metrick A. 2003. Corporate Governance and Equity Prices. Quarterly Journal of Economics The Wharton Financial Institution Center [Internet]. [diunduh 2013 Des 18]. Tersedia pada: http://fic.wharton.upenn.edu/fic/papers/02/0232.pdf Global Reporting Initiative. 2013. Prinsip-prinsip Pelaporan dan Pengungkapan Standar [Internet]. [diunduh 2014 Ags 12]. Tersedia pada: https://www.globalreporting.org/resourcelibrary/Bahasa-Indonesian-G4-PartOne.pdf Hackston D, Milne MJ. 1996. Some Determinant of Social and Environmental Disclosures in New Zealand Companies. Accounting Auditing and Accountability Journal; Volume 9 No 1: 77-108. Haigh M, Jones MT. 2006. The Drivers of Corporate Social Responsibility: A Critical Review [Intenet]. [diunduh 2013 Des 18]. Tersedia pada: http://www.ashridge.org.uk. Hamdani M. 2013. Analisis Pengaruh Pengungkapan Coporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham Pada Perusahaan LQ45. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Huang CJ. 2010. Corporate Governance, Corporate Social Responsibility and Corporate Performance. Journal of Management and Organization [Internet]. [diunduh 2013 Sept 9]; Volume 16 No 5. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/853888474/fulltextPDF/14162F1369F6781 11A6/1?accountid=32819 IDX. 2014. Indeks [Intenet]. [diunduh2013 Okt 22]. Tersedia pada:http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/index.aspx ISO 26000. 2012. ISO 26000: Guidance on Social Responsibility. TÜV Rheinland [Intenet]. [diunduh 2013 Okt 24]. Tersedia pada: http:www.tuv.com/media/ india/informationcenter_1/systems/Corporate_Social_Responsibility.pdf Jam FA, Hijazi ST, Qureshi TM, Hussain F. Agency Theory in Islamic Perspective. 2010. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. [Internet]. [diunduh 2013 Des 17]; Volume 2 No 4. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/758439560/fulltextPDF/142644DCD54157 5A8CC/3?accountid=32819 Jensen MC, Meckling WH. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics [Internet]. [diunduh 2013 Des 29]; Volume 3 No 4. Tersedia pada: http://www.sfu.ca/~wainwrig/Econ400/jensen-meckling.pdf Jo H, Harjoto MA. 2012. The Causal Effect of Corporate Governance on Corporate Social Responsibility. Journal Business and Ethics [Internet]. [diunduh 2013 Sept 9]. Tersedia pada:http://search.proquest.com/docview/920114334/14162F 1EAB39189E6A/3?accountid=32819 Kaihatu TS. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Ekonomi Manajemen [Internet]. [diunduh 2013 Okt 28]; Volume 8 No 1. Tersedia pada: http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/view/ 16505/16497 Keraf SA. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta (ID): Kanisius.
46
Kemalasari E. 2009. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. [Tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. KNKG. 2013. Visi dan Misi. KNKG.[Intenet]. [diunduh 2013 Maret 7]. Tersedia pada: http://www.knkgindonesia.com/KNKG/index.asp?ID=AB.MV Lesmana R, Surjanto. 2003. Financial Performance Analyzing Pedoman Menilai Kinerja Keuangan untuk Perusahaan Tbk, Yayasan, BUMN/BUMD dan Organisasi Lainnya. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Lestari MI, Sugiharto T. 2007. Kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya.Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil). 21-22 Agustus; Volume 2. Depok (ID): Universitas Gunadarma. Mardiyanto H. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta (ID): PT Grasindo. McClave JT, Bendon PG, Sincich T. 2011. Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi. Bob Sabran, penerjemah; Tim Editor Divisi Perguruan Tinggi, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Statistics for Business and Economics.Ed ke-11. Meinardes EW, Alves H, Raposo M. 2011. Stakeholder Theory: Issues to Resolves. Emerald Group Publishing Limited [Internet]. [diunduh 2013 Des 29]; Volume 49 No 2. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/855066999/ fulltextPDF/1426458AE8DA2F5C4C/2?accountid=32819 Mihaela HS. 2009. Corporate Governance - An Effective Method For Improving The Company Management [Internet]. [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Cluj-Napoca: Babes Bolyai University. hlm 116-118; [diunduh 11 Okt 2013]. Tersedia pada:http://search.proquest.com/docview/1211090909/141 62F5B40A183795A9/1?accountid=32819 Minoja M. 2012. Stakeholder Management Theory, Firm Strategy, and Ambidexterity.Journal Business Ethics [Internet]. [diunduh 2013 Des 17. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/1030717514/1426458AE 8DA2F5C4C/10?accountid=32819 Munawir S. 1995. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID): Liberty. Mursitama TN, Hasan MF, Fakhrudin IY. 2011. Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia: Teori dan Implementasi. Jakarta (ID): Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Murwaningsari E. 2009. Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibilities, dan Corporate Financial Performance dalam Satu Continuum. Jurnal Akuntansi dan Keuangan [Internet]. [diunduh 2013 Des 26]; Volume 11 No 1: 30-41. Tersedia pada:http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ aku/article/view/17864/17782 Mustapha M, Ahmad AC. 2011. Agency Theory and Managerial Ownership: Evidence from Malaysia. Managerial Auditing Journal [Internet]. [diunduh 2013 Des 17]; Volume 26 No 5. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/870471343/fulltextPDF/142644DCD54157 5A8CC/22?accountid=32819 Newell R, Wilson G. 2002. Corporate Governance: A Premium for Good Governance. The Mckinsey Quarterly [Intenet]. [diunduh 2013 Des 18]. Tersedia pada: http://www.supervalores.gob.pa/attachments/articles/2729/525
47
_01.pdf OECD. 2007. Methodology for Assessing the Implementation of The OECD Principles on Corporate Governance. OECD Intenet]. [diunduh 2013 Okt 28]. Tersedia pada: http:www.oecd.org/daf/ca/corporategovernanceprinciples /37776417.pdf. Phillips R, Freeman RE, Wicks AC. 2003. What Stakeholder Theory Is Not. Business Ethics Quarterly [Internet]. [diunduh 2013 Des 29]; Volume 13 Issue 4. Tersedia pada: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source =web&cd=1&cad=rja&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.researc hgate.net%2Fpublication%2F228238062_What_Stakeholder_Theory_is_Not% 2Ffile%2F9c96051a3bbdad0c7c.pdf&ei=VRHAUqPrO8HRrQe4roCwCg&usg =AFQjCNEPwOoGoHDHIS-YOufQeiP0mSb-sQ Proimos A. 2005. Strengthening Corporate Governance Regulations. Journal of Investment Compliance [Intenet]. [diunduh 2013 Des 19]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/235882950/142A2F012BC5A220B88/1?ac countid=32819 Said, Roshima, Zainuddin Y, Haron H. 2009. The Relationship Between Corporate Social Responsibility dan Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public Listed Companies. Social Responsibility Journal. Volume 5 Hal. 2. Santosa D. 2008. Kegagalan Penerapan Good Corporate Governance Pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Hukum [Intenet]. [diunduh 2013 Des 29]; Volume 15 No. 2. Tersedia pada: http://journal.uii.ac.id /index.php/jurnalfakultashukum/article/viewFile/64/1844 Slaper TF, Hall TJ. 2011. The Triple Bottom Line: What Is It and How Does It Work?. Indiana Business Review [Intenet]. [diunduh 2013 Okt 26]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/861497991/14162DAB2C62CD5B00 9/1?accountid=32819 Sugiono A. 2009. Manajemen Keuangan untuk Praktisi Keuangan. Anita L, editor. Jakarta (ID): PT Grasindo. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta. Sundaram AK, Inkpen AC. 2004. The Corporate Objective Revisited. Organization Science [Intenet]. [diunduh 2013 Des 29]; Volume 15 No. 3. Tersedia pada: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad =rja&ved=0CDgQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.researchgate.net%2Fpub lication%2F228237864_The_Corporate_Objective_Revisited%2Ffile%2F9fcfd 5127a4fdb7839.pdf&ei=AxDAUsT8HajiAfO84DwDA&usg=AFQjCNGAl3zl Y3QfdevTvIr5VxxBsEvFSA Suprayitno G, Yasni S, Susanty A, Kusumah LH, Abidin Z, Susandy M, Tito SO, Riyadi A, Kusnawijaya E, Poerwanto R et al. 2012. Laporan Hasil Riset dan Pemeringkatan CGPI 2011 GCG dalam Perspektif Risiko. Jakarta (ID): IICG. Sutojo S, Aldridge EJ. 2008. Good Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan yang Sehat. Jakarta (ID): PT Damar Mulia Pustaka. Untung HB. 2009. Corporate Social Responsibility. Jakarta (ID): Sinar Grafika Offset.
48
Warsono S, Amalia F, Rahajeng DK. 2009. Corporate Governance Concept and Model. Yogyakarta (ID): Center for Good Corporate Governance Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. WBCSD. 2013. Corporate Social Responsibility. WBCSD [Intenet]. [diunduh 2013 Okt 26]. Tersedia pada: http://www.wbcsd.org/work-program/businessrole/previous-work/corporate=social-responsibility.aspx. Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik (ID): Fascho Publishing. Yamin S, Kurniawan H. 2009. Structural Equation Modelling. Jakarta (ID): Salemba Infotek. Zai NAJ. 2011. Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Zarkasyi MW. 2008. Good Corporate Govenance. Bandung (ID): Alfabeta.
49
LAMPIRAN Lampiran 1 Matriks penelitian terdahulu Tahun
Peneliti
Judul
Etty Murwaningsari
Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibilities dan Corporate Financial Performance dalam Satu Continuum
2010
Chi-Jui Huang
Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, and Corporate Performance
2012
Retno Kusuma Dewi dan Bambang Widagdo
Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan
2009
Metode Analisis
Hasil
AMOS (Analysis of Moment Structures)
CG berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dan pengungkapan CSR. Pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Variabel kontrol CEO tenure berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR, jenis industri tidak berpengaruh terhadap CSR, corporate secretary dan komite nominasi dan remunerasi tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Regresi berganda
CG yang terdiri dari komisaris independen dan kepemilikan spesifik berpengaruh positif secara signifikan terhadap Financial Performance (FP) dan Corporate Social Performance (CSP). Sedangkan FP secara parsial tidak berpengaruh terhadap CSP.
Analisis jalur
CSR berpengaruh positif signifikan terhadap GCG. GCG berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. CSR berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan melalui GCG sebagai variabel intervening.
50 Lampiran 2 Perusahaan penelitian No Perusahan
Kode
1
PT Astra Agro Lestari Tbk
AALI
2
PT Ace Hardware Indonesia Tbk
ACES
3
PT Adhi Karya (Persero) Tbk
ADHI
4
PT Polychem Indonesia Tbk
ADMG
5
PT Adaro Energy Tbk
ADRO
6
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA
7
PT AKR Corporindo Tbk
AKRA
8
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
ANTM
9
PT Pacific Strategic Financial Tbk
APIC
10
PT Agung Podomoro Land Tbk
APLN
11
PT Astra International Tbk
ASII
12
PT Alam Sutera Realty Tbk
ASRI
13
PT Saranacentral Bajatama
BAJA
14
PT Bank Central Asia
BBCA
15
PT Bank Bukopin
BBKP
16
PT Bank Negara Indonesia
BBNI
17
PT Bank Rakyat Indonesia
BBRI
18
PT Bank Tabungan Negara
BBTN
19
PT Bank Danamon Tbk
BDMN
20
PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk
BEST
21
PT MNC Investama Tbk
BHIT
22
PT Benakat Integra Tbk
BIPI
23
PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk
BJBR
24
PT BPD Jawa Timur Tbk
BJTM
25
PT Sentul City Tbk
BKSL
26
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
BMRI
27
PT Global Mediacom Tbk
BMTR
28
PT Berau Coal Energy Tbk
BRAU
29
PT Bumi Resources Minerals Tbk
BRMS
30
PT Bumi Serpong Damai Tbk
BSDE
31
PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk
BTPN
32
PT BW Plantation Tbk
BWPT
33
PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk
CNKO
34
PT Charoen Pokphand Indonesia
CPIN
35
PT Ciputra Development Tbk
CTRA
36
PT Ciputra Property Tbk
CTRP
37
PT Ciputra Surya Tbk
CTRS
38
PT Intiland Development Tbk
DILD
39
PT Energi Mega Persada Tbk
ENRG
40
PT Erajaya Swasembada Tbk
ERAA
51 No
Perusahan
Kode
41
PT XL Axiata Tbk
EXCL
42
PT Gudang Garam Tbk
GGRM
43
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
GIAA
44
PT Gajah Tunggal Tbk
GJTL
45
PT Harum Energy Tbk
HRUM
46
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
ICBP
47
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk
IMAS
48
PT Vale Indonesia Tbk
INCO
49
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF
50
PT Indika Energy Tbk
INDY
51
PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk
INTP
52
PT Indosat Tbk
ISAT
53
PT Indo Tambangraya Megah Tbk
ITMG
54
PT Japfa Comfeed Indonesia
JPFA
55
PT Jasa Marga (Persero) Tbk
JSMR
56
PT Kawasan Industri Jababeka Tbk
KIJA
57
PT Kalbe Farma Tbk
KLBF
58
PT Eureka Prima Jakarta Tbk
LCGP
59
PT Lippo Cikarang Tbk
LPCK
60
PT Lippo Karawaci Tbk
LPKR
61
PT Matahari Department Store Tbk
LPPF
62
PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk
LSIP
63
PT Malindo Feedmill Tbk
MAIN
64
PT Mitra Adiperkasa Tbk
MAPI
65
PT Modernland Realty Tbk
MDLN
66
PT Medco Energi International Tbk
MEDC
67
PT Nusantara Infrastructure Tbk
META
68
PT Multipolar Tbk
MLPL
69
PT Media Nusantara Citra Tbk
MNCN
70
PT Matahari Putra Prima Tbk
MPPA
71
PT Hanson International Tbk
MYRX
72
PT Nirvana Development Tbk
NIRO
73
PT Perusahaan Gas Negara Tbk
PGAS
74
PT Bank Pan Indonesia Tbk
PNBN
75
PT Panin Financial Tbk
PNLF
76
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
PTBA
77
PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk
PTPP
78
PT Petrosea Tbk
PTRO
79
PT Pakuwon Jati Tbk
PWON
80
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk
RALS
81
PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk
SAME
52 No
Perusahan
Kode
82
PT Surya Citra Media Tbk
SCMA
83
PT Salim Ivomas Pratama Tbk
SIMP
84
PT Holcim Indonesia Tbk
SMCB
85
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
SMGR
86
PT Summarecon Agung Tbk
SMRA
87
PT Surya Semesta Internusa Tbk
SSIA
88
PT Sugih Energy Tbk
SUGI
89
PT Express Transindo Utama Tbk
TAXI
90
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk
TBIG
91
PT Timah (Pesero) Tbk
TINS
92
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
TLKM
93
PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk
TMPI
94
PT Total Bangun Persada Tbk
TOTL
95
PT Trada Maritime Tbk
TRAM
96
PT United Tractors Tbk
UNTR
97
PT Unilever Indonesia Tbk
UNVR
98
PT Visi Media Asia Tbk
VIVA
99
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
WIKA
100
PT Waskita Karya (Persero) Tbk
WSKT
53 Lampiran 3 Indikator pengungkapan CSR menurut GRI (G4 Guidelines) Kategori: Ekonomi (economic) Aspek: Kinerja ekonomi EC1 Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan, biaya operasi, imbal jasa karyawan, donasi, dan investasi komunitas lainnya, laba ditahan, dan pembayaran kepada penyandang dana serta pemerintah. EC2 EC3
Implikasi finansial dan risiko lainnya akibat perubahan iklim serta peluangnya bagi aktivitas organisasi. Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti.
EC4
Bantuan finansial yang diterima dari pemerintah.
Aspek: Kehadiran pasar EC5 Rasio upah standar pegawai pemula (entry level) menurut gender dibandingkan dengan upah minimum regional di lokasi-lokasi operasional yang signifikan. EC6
Proporsi manajemen senior yang dipekerjakan yang berasal dari masyarakat lokal di lokasi operasi yang signifikan.
Aspek: Dampak ekonomi tidak langsung EC7 Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan. EC8
Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk seberapa jauh dampak tersebut.
Aspek: Praktek pengadaan barang EC9 Proporsi pembelian pada pemasok lokal di lokasi operasi yang signifikan. Kategori: Lingkungan (environmental) Aspek: Material EN1 Penggunaan bahan yang diperinci berdasarkan berat atau volume. EN2
Persentase penggunaan bahan daur ulang.
Aspek: Energi EN3
Konsumsi energi di dalam organisasi.
EN4
Konsumsi energi di luar organisasi.
EN5
Intensitas energi yang dikonsumsi.
EN6 EN7
Pengurangan konsumsi energi. Pengurangan konsumsi energi untuk kebutuhan produk dan jasa.
Aspek: Air EN8 EN9 EN10
Total pengambilan air berdasarkan sumber. Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi oleh pengambilan air. Persentase dan total volume air yang digunakan kembali dan didaur ulang.
Aspek: Biodiversitas (keanekaragaman hayati) EN11 Lokasi dan ukuran tanah yang dimiliki, disewa, dikelola oleh perusahaan yang berlokasi di dalam, atau yang berdekatan dengan daerah yang diproteksi (dilindungi) atau daerahdaerah yang memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di luar daerah yang diproteksi (dilindungi). EN12 Uraian atas berbagai dampak signifikan yang diakibatkan oleh aktivitas, produk, dan jasa organisasi terhadap keanekaragaman hayati di daerah yang diproteksi (dilindungi) dan di daerah yang memiliki keanekaragaman hayati bernilai tinggi di luar daerah yang diproteksi (dilindungi). EN13
Perlindungan dan pemulihan habitat.
54 EN14
Jumlah spesies berdasarkan tingkat risiko kepunahan yang masuk dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List Species) dan yang masuk dalam daftar konservasi nasional dengan habitat di daerah-daerah yang terkena dampak operasi.
Aspek: Emisi EN15 Jumlah emisi gas rumah kaca yang sifatnya langsung. EN16 Jumlah emisi gas rumah kaca yang sifatnya tidak langsung. EN17
Jumlah emisi gas rumah kaca tidak langsung lainnya.
EN18
Intensitas emisi gas rumah kaca.
EN19
Pengurangan emisi gas rumah kaca.
EN20
Emisi bahan kimia yang merusak lapisan ozon.
EN21
NOx, SOx dan emisi udara signifikan lainnya.
Aspek: Limbah dan sampah EN22 EN23 EN24 EN25
EN26
Jumlah buangan air menurut kualitas dan tujuan. Jumlah berat limbah menurut jenis dan metode pembuangan. Jumlah dan volume tumpahan yang signifikan. Berat limbah yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah yang dianggap berbahaya menurut Lampiran Konvensi Basel I, II, III dan VIII, dan persentase limbah yang diangkut untuk pengiriman internasional. Identitas, ukuran, status lindung, dan nilai keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat terkait yang secara signifikan terkena dampak dari air buangan dan limpasan dari organisasi.
Aspek: Produk dan jasa EN27 Inisiatif untuk mengurangi dampak lingkungan produk dan jasa. EN28
Persentase produk terjual dan bahan kemasannya yang direklamasi menurut kategori.
Aspek: Kepatuhan EN29 Nilai moneter denda signifikan dan jumlah sanksi nonmoneter atas pelanggaran terhadap hukum dan regulasi lingkungan. Aspek: Transportasi EN30 Dampak lingkungan signifikan akibat pengangkutan produk dan barang-barang lain serta material yang digunakan untuk operasi perusahaan dan pengangkutan tenaga kerja. Aspek: Lain-lain EN31 Total pengeluaran dan investasi perlindungan lingkungan berdasarkan jenis. Aspek: Penilaian lingkungan dari pemasok EN32 Persentase pemasok baru yang disaring menggunakan kriteria lingkungan. EN33 Dampak negatif lingkungan yang potensial dan signifikan pada rantai pasok dan tindakan yang diambil. Aspek: Mekanisme keluhan lingkungan EN34 Jumlah keluhan tentang dampak lingkungan yang diajukan, ditangani, dan diputuskan melalui mekanisme pengaduan formal. Kategori: Sosial Sub-kategori: Praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang layak Aspek: Pekerjaan LA1 Jumlah dan tingkat perputaran karyawan menurut kelompok usia, jenis kelamin, dan wilayah. LA2 Tunjangan yang diberikan bagi karyawan purna waktu yang tidak diberikan bagi karyawan sementara atau paruh waktu, berdasarkan lokasi operasi yang signifikan. LA3 Tingkat retensi dan kembali bekerja setelah cuti melahirkan berdasarkan gender. Aspek: Tenaga kerja/hubungan manajemen LA4 Masa pemberitahuan minimal tentang perubahan kegiatan operasional, termasuk apakah hal itu dijelaskan dalam perjanjian bersama.
55 Aspek: Kesehatan dan keselamatan kerja LA5 Persentase total tenaga kerja yang diwakili dalam komite bersama formal manajemenpekerja yang membantu mengawasi dan memberikan saran program kesehatan dan keselamatan kerja. LA6 Tipe dan tingkat kecelakaan, penyakit karena pekerjaan, hari-hari yang hilang, dan ketidakhadiran, dan jumlah kematian karena pekerjaan menurut wilayah dan jenis kelamin. LA7 Pekerja dengan penyakit beresiko tinggi yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. LA8
Masalah kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam perjanjian resmi dengan serikat pekerja.
Aspek: Pelatihan dan Pendidikan LA9 Rata-rata jam pelatihan tiap tahun tiap karyawan menurut jenis kelamin dan kategori/kelompok karyawan. LA10 Program untuk manajemen keterampilan dan pembelajaran seumur hidup yang mendukung keberlanjutan kerja karyawan dan membantu mereka mengelola masa purna bakti. LA11 Persentase karyawan yang menerima review kinerja dan pengembangan karier secara reguler menurut jenis kelamin dan kategori/kelompok karyawan. Aspek: Keberagaman dan kesempatan yang setara LA12 Komposisi badan pengelola dan pembagian karyawan per kategori menurut jenis kelamin, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan indikator keanekaragaman lainnya. Aspek: Remunerasi yang setara untuk Perempuan dan Laki-laki LA13 Perbandingan/rasio gaji pokok pria terhadap wanita menurut kelompok/kategori karyawan. Aspek: Penilaian pemasok untuk praktek kerja LA14 Persentase pemasok baru yang disaring menggunakan kriteria lingkungan. LA15 Dampak negatif lingkungan yang potensial dan signifikan untuk praktek tenaga kerja pada rantai pasok dan tindakan yang diambil. Aspek: Mekanisme keluhan lingkungan LA16 Jumlah keluhan tentang praktek tenaga kerja yang diajukan, ditangani, dan diputuskan melalui mekanisme pengaduan formal. Kategori: Hak Asasi Manusia Aspek : Investasi HR1 Jumlah total dan persentase perjanjian dan kontrak investasi yang signifikan yang menyertakan klausul terkait hak asasi manusia. HR2 Jumlah waktu pelatihan bagi karyawan mengenai kebijakan dan prosedur terkait aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi, termasuk persentase karyawan yang telah menjalani pelatihan. Aspek: Nondiskriminasi HR3 Jumlah kasus diskriminasi yang terjadi dan tindakan yang diambil. Aspek: Kebebasan berserikat dan berunding bersama HR4 Operasi dan pemasok teridentifikasi yang mungkin melanggar atau berisiko tinggi melanggar hak untuk melaksanakan kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama, dan tindakan yang diambil untuk mendukung hak-hak tersebut. Aspek: Pekerja anak HR5 Kegiatan yang identifikasi mengandung risiko yang signifikan dapat menimbulkan terjadinya kasus pekerja anak, dan langkah-langkah yang diambil untuk mendukung upaya penghapusan pekerja anak.
56 Aspek: Pekerja paksa HR6
Kegiatan yang teridentifikasi mengandung risiko yang signifikan dapat menimbulkan kasus kerja paksa, dan langkah-langkah yang telah diambil untuk mendukung upaya penghapusan kerja paksa.
Aspek: Praktek/tindakan pengamanan HR7 Persentase personel penjaga keamanan yang terlatih dalam hal kebijakan dan prosedur organisasi terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi Aspek: Hak Penduduk Asli HR8 Jumlah kasus pelanggaran yang terkait dengan hak penduduk asli dan langkah-langkah yang diambil. Aspek: Penilaian HR9 Jumlah total dan persentase operasi yang telah melakukan reviu atau asesmen dampak hak asasi manusia. Aspek: Penilaian hak asasi manusia pemasok HR10 Persentase pemasok baru yang disaring menggunakan kriteria hak asasi manusia. HR11 Dampak negatif hak asasi manusia yang potensial dan signifikan pada rantai pasok dan tindakan yang diambil. Aspek: Mekanisme pengaduan hak asasi manusia HR12 Jumlah keluhan tentang dampak hak asasi manusia yang diajukan, ditangani, dan diputuskan melalui mekanisme pengaduan formal. Kategori: Masyarakat Aspek: Komunitas lokal SO1 Persentase kegiatan yang dilakukan yang melibatkan komunitas lokal, penilaian dampak, dan program pengembangan. SO2 Kegiatan dengan dampak negatif yang potensial dan aktual pada komunitas lokal. Aspek: Anti korupsi SO3 Jumlah total dan persentase kegiatan yang dinilai berdasarkan risiko yang berhubungan dengan korupsi dan identifikasi risiko yang signifikan. SO4 Persentase pegawai yang dilatih dalam kebijakan dan prosedur antikorupsi. SO5 Tindakan yang diambil dalam menanggapi kejadian korupsi. Aspek: Kebijakan publik SO6 Kedudukan kebijakan publik dan partisipasi dalam proses melobi dan pembuatan kebijakan publik. Aspek: Kelakuan tidak bersaing SO7 Jumlah tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan antipersaingan, anti-trust, dan praktek monopoli serta sanksinya. Aspek: Kepatuhan S08 Nilai uang dari denda signifikan dan jumlah sanksi nonmoneter untuk pelanggaran hukum dan peraturan yang dilakukan. Aspek: Penilaian pemasok berdasarkan dampak pada masyarakat SO9 Persentase pemasok baru yang disaring dengan menggunakan kriteria dampak pada masyarakat. SO10 Dampak negatif pada masyarakat yang signifikan dan potensial pada rantai pasok dan tindakan yang diambil. Aspek: Mekanisme pengaduan dampak pada masyarakat SO11 Jumlah keluhan mengenai dampak pada masyarakat yang diajukan, ditangani, dan diputuskan melalui mekanisme pengaduan formal Kategori: Tanggung jawab produk Aspek: Kesehatan dan keamanan pelanggan
57 PR1
Persentase kategori produk dan jasa signifikan yang dinilai berdasarkan dampak kesehatan dan keselamatan untuk ditingkatkan.
PR2
Jumlah pelanggaran terhadap peraturan dan etika mengenai dampak kesehatan dan keselamatan suatu produk dan jasa selama daur hidup, per produk.
Aspek: Pemasangan label bagi produk dan jasa PR3 Jenis informasi produk dan jasa yang dipersyaratkan oleh prosedur dan persentase produk dan jasa yang signifikan yang terkait dengan informasi yang dipersyaratkan tersebut. PR4 Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes mengenai penyediaan informasi produk dan jasa serta pemberian label, per produk. PR5
Hasil survei pengukuran kepuasan pelanggan.
Aspek: Komunikasi pemasaran PR6 PR7
Penjualan produk yang dilarang maupun diperdebatkan. Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes mengenai komunikasi pemasaran termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship, menurut produknya.
Aspek: Privasi Pelanggan PR8 Jumlah keseluruhan dari pengaduan yang berdasar mengenai pelanggaran privacy pelanggan dan hilangnya data pelanggan. Aspek: Kepatuhan PR9 Nilai moneter dari denda pelanggaran hukum dan peraturan mengenai pengadaan dan penggunaan produk dan jasa.
58 Lampiran 4 Skor indikator variabel CG No
Kode
Ukuran dewan komisaris
Proporsi dewan komisaris independen (%)
1
AALI
3
33.33
79.68
1
2
ACES
4
50.00
0.00
0
3
ADHI
6
33.33
51.00
1
4
ADMG
5
40.00
43.91
0
5
ADRO
5
40.00
15.16
0
6
AISA
6
33.33
14.38
0
7
AKRA
3
33.33
59.18
1
8
ANTM
6
33.33
65.00
1
9
APIC
2
50.00
0.00
0
10
APLN
3
33.33
0.00
1
11
ASII
10
30.00
0.02
0
12
ASRI
5
40.00
0.00
0
13
BAJA
3
33.33
73.93
0
14
BBCA
5
60.00
26.00
0
15
BBKP
5
60.00
12.22
0
16
BBNI
7
57.14
60.00
1
17
BBRI
8
50.00
56.75
1
18
BBTN
6
33.33
60.14
1
19
BDMN
8
50.00
0.00
1
20
BEST
3
33.33
99.50
1
21
BHIT
5
40.00
0.00
0
22
BIPI
4
50.00
0.00
0
23
BJBR
5
80.00
75.00
1
24
BJTM
4
50.00
80.00
1
25
BKSL
7
42.86
0.00
0
26
BMRI
7
57.14
60.00
1
27
BMTR
6
33.33
0.74
1
28
BRAU
8
37.50
0.00
1
29
BRMS
3
33.33
87.09
1
30
BSDE
8
37.50
0.00
0
31
BTPN
6
50.00
0.00
0
32
BWPT
4
25.00
35.11
0
33
CNKO
6
33.33
0.00
1
34
CPIN
6
33.33
0.00
1
35
CTRA
4
50.00
41.00
0
36
CTRP
5
40.00
0.00
1
37
CTRS
4
50.00
0.00
1
38
DILD
6
33.33
0.00
0
39
ENRG
4
50.09
0.00
0
Kepemilikan manajerial (%)
Kepemilikan terkonsentrasi
59
ERAA
Ukuran dewan komisaris 3
Proporsi dewan komisaris independen (%) 33.33
41
EXCL
6
42
GGRM
43
No
Kode
40
Kepemilikan manajerial (%)
Kepemilikan terkonsentrasi
0.00
1
33.33
0.00
1
3
33.33
0.00
0
GIAA
5
60.00
69.14
1
44
GJTL
7
42.86
0.00
0
45
HRUM
5
40.00
0.00
0
46
ICBP
7
42.86
80.53
1
47
IMAS
7
42.86
0.00
1
48
INCO
10
30.00
0.00
1
49
INDF
8
37.50
0.00
1
50
INDY
6
33.33
63.47
1
51
INTP
7
42.86
0.00
1
52
ISAT
4
50.00
0.00
1
53
ITMG
6
33.33
0.00
1
54
JPFA
3
33.33
57.51
1
55
JSMR
6
33.33
70.00
1
56
KIJA
4
50.00
0.00
0
57
KLBF
6
33.33
0.00
0
58
LCGP
3
33.34
0.00
0
59
LPCK
7
42.86
0.00
0
60
LPKR
8
75.00
0.00
0
61
LPPF
6
33.33
0.00
0
62
LSIP
8
37.50
0.00
1
63
MAIN
3
33.33
0.00
1
64
MAPI
5
40.00
0.00
1
65
MDLN
5
40.00
0.00
0
66
MEDC
6
33.33
0.00
1
67
META
3
66.67
0.00
0
68
MLPL
5
40.00
0.00
0
69
MNCN
5
40.00
0.20
1
70
MPPA
7
42.86
0.00
1
71
MYRX
2
50.00
0.00
0
72
NIRO
2
50.00
0.00
1
73
PGAS
6
33.33
56.94
1
74
PNBN
4
75.00
0.00
0
75
PNLF
3
66.67
0.00
1
76
PTBA
6
33.33
65.02
1
77
PTPP
5
40.00
51.00
1
78
PTRO
7
42.86
0.00
1
79
PWON
3
66.67
0.00
0
60
RALS
Ukuran dewan komisaris 4
Proporsi dewan komisaris independen (%) 50.00
81
SAME
3
82
SCMA
83
No
Kode
80
Kepemilikan manajerial (%)
Kepemilikan terkonsentrasi
55.88
1
33.33
0.00
1
3
33.33
0.00
1
SIMP
6
33.33
0.00
1
84
SMCB
6
50.00
0.00
1
85
SMGR
6
33.33
51.01
1
86
SMRA
4
50.00
0.28
1
87
SSIA
5
40.00
0.00
0
88
SUGI
3
33.33
0.00
1
89
TAXI
5
40.00
0.00
1
90
TBIG
5
60.00
1.06
0
91
TINS
6
50.00
65.00
1
92
TLKM
6
33.33
53.14
1
93
TMPI
3
33.33
0.00
1
94
TOTL
6
33.33
56.50
1
95
TRAM
2
50.00
0.00
0
96
UNTR
7
42.86
0.00
1
97
UNVR
5
80.00
85.00
1
98
VIVA
6
50.00
0.00
1
99
WIKA
6
33.33
66.75
1
100 WSKT 6 33.33 Sumber: Laporan keuangan perusahaan (diolah)
0.00
0
61 Lampiran 5 Skor indikator variabel CSR No
Kode
Ekonomi
1
AALI
2
Tanggung Jawab Produk 0.333
Sosial
HAM
Masyarakat
0.667
Lingkungan 0.294
0.188
0.000
ACES
0.222
0.059
0.063
0.000
0.182 0.091
3
ADHI
0.444
0.118
0.563
0.000
0.182
0.333
4
ADMG
0.556
0.118
0.375
0.000
0.364
0.333
5
ADRO
0.667
0.618
0.688
0.167
0.455
0.556
6
AISA
0.889
0.176
0.625
0.167
0.545
0.444
7
AKRA
0.556
0.441
0.688
0.167
0.455
0.222
8
ANTM
0.778
0.794
0.500
0.000
0.455
0.222
9
APIC
0.333
0.029
0.375
0.000
0.182
0.333
10
APLN
0.556
0.235
0.500
0.250
0.545
0.444
11
ASII
0.444
0.500
0.375
0.000
0.182
0.333
12
ASRI
0.333
0.235
0.375
0.167
0.455
0.222
13
BAJA
0.333
0.176
0.188
0.083
0.182
0.333
14
BBCA
0.444
0.265
0.438
0.000
0.545
0.222
15
BBKP
0.556
0.118
0.563
0.083
0.818
0.444
16
BBNI
0.333
0.088
0.375
0.167
0.545
0.333
17
BBRI
0.556
0.147
0.500
0.333
0.727
0.556
18
BBTN
0.444
0.029
0.313
0.167
0.636
0.333
19
BDMN
0.444
0.147
0.375
0.083
0.636
0.333
20
BEST
0.222
0.029
0.063
0.000
0.455
0.222
21
BHIT
0.333
0.029
0.375
0.167
0.455
0.111
22
BIPI
0.444
0.412
0.563
0.250
0.545
0.333
23
BJBR
0.667
0.118
0.438
0.000
0.455
0.444
24
BJTM
0.444
0.029
0.250
0.000
0.455
0.222
25
BKSL
0.222
0.206
0.313
0.000
0.091
0.000
26
BMRI
0.556
0.118
0.625
0.250
0.545
0.333
27
BMTR
0.222
0.059
0.188
0.000
0.545
0.444
28
BRAU
0.444
0.647
0.563
0.333
0.818
0.000
29
BRMS
0.667
0.147
0.375
0.167
0.545
0.222
30
BSDE
0.556
0.176
0.250
0.083
0.364
0.000
31
BTPN
0.333
0.059
0.250
0.167
0.364
0.222
32
BWPT
0.667
0.147
0.188
0.000
0.364
0.000
33
CNKO
0.333
0.059
0.063
0.000
0.091
0.000
34
CPIN
0.556
0.176
0.167
0.545
0.778
35
CTRA
0.000
0.206
0.188 0.063
0.083
0.182
0.222
36
CTRP
0.444
0.265
0.125
0.083
0.182
0.111
37
CTRS
0.111
0.029
0.000
0.000
0.091
0.000
38
DILD
0.111
0.206
0.000
0.083
0.273
0.000
39
ENRG
0.556
0.118
0.438
0.083
0.364
0.000
40
ERAA
0.222
0.000
0.250
0.000
0.364
0.333
0.000
62
HAM
Masyarakat
Tanggung Jawab Produk
0.471
Sosial 0.625
0.750
0.636
0.667
0.444
0.059
0.188
0.000
0.455
0.222
GIAA
0.556
0.206
0.250
0.167
0.455
0.111
44
GJTL
0.222
0.176
0.375
0.000
0.364
0.222
45
HRUM
0.556
0.235
0.250
0.091
0.455
0.333
46
ICBP
0.444
0.147
0.500
0.091
0.455
0.333
47
IMAS
0.111
0.088
0.250
0.182
0.455
0.333
48
INCO
0.222
0.059
0.188
0.000
0.182
0.333
49
INDF
0.444
0.206
0.438
0.091
0.273
0.222
50
INDY
0.333
0.059
0.125
0.182
0.273
0.111
51
INTP
1.000
0.824
0.750
0.750
0.909
1.000
52
ISAT
0.889
0.706
0.813
0.833
0.727
0.889
53
ITMG
0.556
0.265
0.375
0.167
0.273
0.111
54
JPFA
0.333
0.059
0.438
0.250
0.545
0.444
55
JSMR
0.556
0.294
0.625
0.250
0.545
0.222
56
KIJA
0.333
0.059
0.313
0.000
0.182
0.000
57
KLBF
0.333
0.206
0.375
0.167
0.364
0.333
58
LCGP
0.222
0.000
0.063
0.000
0.182
0.000
59
LPCK
0.000
0.147
0.063
0.083
0.182
0.222
60
LPKR
0.000
0.088
0.125
0.000
0.182
0.000
61 62
LPPF LSIP
0.222 0.667
0.029 0.029
0.438 0.375
0.250 0.000
0.364 0.364
0.444 0.444
63
MAIN
0.333
0.059
0.313
0.167
0.545
0.667
64
MAPI
0.222
0.000
0.313
0.167
0.182
0.111
65
MDLN
0.222
0.059
0.063
0.167
0.182
0.111
66
MEDC
0.667
0.176
0.438
0.083
0.273
0.000
67
META
0.222
0.088
0.188
0.000
0.091
0.000
68
MLPL
0.222
0.059
0.188
0.000
0.364
0.000
69
MNCN
0.333
0.000
0.250
0.167
0.364
0.222
70
MPPA
0.222
0.059
0.438
0.000
0.455
0.444
71
MYRX
0.444
0.029
0.125
0.000
0.182
0.000
72
NIRO
0.333
0.000
0.125
0.000
0.182
0.000
73
PGAS
0.556
0.265
0.500
0.417
0.364
0.222
74
PNBN
0.222
0.000
0.250
0.000
0.364
0.333
75 76
PNLF PTBA
0.222 0.556
0.000 0.588
0.125 0.688
0.000 0.583
0.182 0.545
0.333 0.667
77
PTPP
0.556
0.294
0.313
0.083
0.455
0.444
78
PTRO
0.444
0.000
0.250
0.000
0.273
0.000
79
PWON
0.111
0.029
0.063
0.000
0.091
0.000
80
RALS
0.222
0.000
0.063
0.000
0.182
0.000
81
SAME
0.222
0.000
0.063
0.083
0.182
0.000
No
Kode
Ekonomi
Lingkungan
41
EXCL
0.889
42
GGRM
43
63
No
Kode
Ekonomi
Lingkungan
Sosial
HAM
Masyarakat
Tanggung Jawab Produk
82
SCMA
0.444
0.000
0.125
0.000
0.182
0.000
83
SIMP
0.556
0.265
0.250
0.167
0.364
0.222
84
SMCB
0.889
0.912
0.813
0.750
0.636
0.000
85
SMGR
0.667
0.765
0.625
0.000
0.182
0.556
86
SMRA
0.111
0.000
0.000
0.000
0.273
0.000
87
SSIA
0.444
0.029
0.188
0.000
0.273
0.000
88
SUGI
0.222
0.294
0.250
0.083
0.091
0.000
89
TAXI
0.222
0.000
0.375
0.083
0.182
0.111
90
TBIG
0.222
0.765
0.313
0.000
0.091
0.000
91
TINS
1.000
0.000
0.750
0.833
0.455
1.000
92
TLKM
0.667
0.176
0.325
0.199
0.394
0.333
93
TMPI
0.444
0.000
0.063
0.008
0.091
0.000
94
TOTL
0.556
0.412
0.496
0.939
0.273
1.000
95
TRAM
0.222
0.000
0.125
0.000
0.000
0.000
96
UNTR
0.556
0.118
0.256
0.099
0.192
0.111
97
UNVR
0.556
0.265
0.263
0.205
0.465
0.111
98
VIVA
0.222
0.000
0.063
0.015
0.182
0.000
99
WIKA
0.667
0.059
0.564
0.023
0.273
0.000
0.324
0.184
0.212
0.333
100 WSKT 0.444 0.059 Sumber: Laporan keuangan perusahaan (diolah)
64 Lampiran 6 Rasio kinerja keuangan perusahaan penelitian Kode Perusahaan
CR (%)
Cash Ratio (%)
TDTA (%)
ROA (%)
NPM (%)
ROE (%)
PER (x)
AALI
45
18.86
31.38
12.72
15
18.53
21.94
ACES
400
0.93
20
20.3
12.91
26.3
19.87
ADHI
139.1
29.66
84.07
7.3
4.14
34.6
6.71
ADMG
260
26.25
40
-0.1
-0.1
-0.20
165.48
ADRO
180
87.98
52.55
3.4
16.3
7.4
12.39
AISA
175
22.66
53
6.91
7.65
14.71
13.48
AKRA
120
12.44
63.35
4.4
2.9
13.6
26.14
ANTM
183.64
72.47
41.49
1.97
3.63
3.2
23.60
APIC
1360.49
69.22
6.35
2
48
3
122.89
APLN
167.93
61.00
63.3
5.3
19
13.7
5.18
ASII
120
26.09
50
10
12
21
14.17
ASRI
75
23.94
63
6
24.15
17
9.64
BAJA
0.82
0.73
0.82
-9.1
-7.3
-44.3
-25.90
BBCA
113.45
3.78
86.82
3.8
6.2
28.2
16.58
BBKP
98.89
1.61
91.05
1.75
3.82
19.09
5.32
BBNI
112.44
2.98
87.67
3.4
6.1
22.5
8.13
BBRI
103.97
3.51
87.33
3.73
8.55
35.22
8.38
BBTN
94.86
0.77
91.19
1.79
5.44
16.05
9.73
BDMN
139.40
2.24
82.87
2.5
9.6
14.52
8.95
BEST
253.35
115.41
26.3
22.2
56.3
30.1
5.75
BHIT
288
43.08
89
1.24
3.43
2.35
-34.66
BIPI
49.3
16.11
65
4.1
29
11.6
6.00
BJBR
116.76
9.34
85.64
3.24
17
28.09
8.44
BJTM
126.77
8.49
82.70
3.82
7.14
19.04
6.79
BKSL
457.16
33.86
35.5
5.67
62.91
8.8
7.82
BMRI
121.57
3.19
87.89
3.66
5.68
27.31
10.06
BMTR
265
41.55
37
2.94
6.19
4.65
42.22
BRAU
110
43.40
100
-8.1
-11.4
-203
3.25
BRMS
2.45
1.23
30.69
-7.75
-745.2
1.04
-41.98
BSDE
266.71
97.64
18.1
11.9
46.9
26.3
11.38
BTPN
115.32
1.85
85.78
4.5
12.7
26.2
11.78
BWPT
44.62
9.54
64.77
2.93
15.89
8.32
30.01
CNKO
230
10.40
40.9
1.5
5.2
2.6
33.05
CPIN
379
49.28
37
16
10
25
21.92
CTRA
135.40
48.59
13.60
4.9
19.2
15.3
11.65
CTRP
135.80
73.13
40
6
29
9
9.00
CTRS
115.94
43.11
56.7
6.9
31.7
18
9.16
DILD
79.00
31.11
50.38
4.75
21.43
8.04
10.16
ENRG
88.40
23.74
61.70
7.48
21.48
34.81
1.61
65 Kode Perusahaan ERAA
172
Cash Ratio (%) 3.66
EXCL
73.7
16.62
40
2.7
4.8
6.7
42.98
GGRM
172.21
6.99
42.06
8.63
7.91
14.9
16.70
GIAA
83.25
48.30
62.18
0.38
0.003
1
83.89
GJTL
230
67.42
60
0.8
1
2.1
48.00
HRUM
350
219.99
20
10.32
5
206.32
14.60
ICBP
241
117.66
38
11.4
9.11
17.7
26.70
IMAS
109
10.46
70
2.39
3.09
9.1
25.39
INCO
330
118.43
25
2
4
2
56.00
INDF
167
70.19
51
5
4.3
9.4
23.16
INDY
219
94.00
59
-0.03
4.71
-0.07
4.04
INTP
615
459.66
0.6
21.1
27.9
24.6
14.70
ISAT
53.13
16.55
69.7
-5.1
-11.66
-17.48
-8.11
ITMG
199
77.06
31
17
11
24
11.71
JPFA
210
40.03
70
4
2.8
12.5
21.80
JSMR
76.15
71.43
61.69
4.71
12.98
12.3
23.98
CR (%)
TDTA (%) 45
ROA (%) 7
NPM (%) 3
ROE (%) 12
PER (x) 8.32
KIJA
843.93
33.98
49
1.2
4
2.4
38.52
KLBF
283.93
54.02
5.21
16.96
12
22.58
30.49
LCGP
6
4.72
1.63
-0.35
-56.37
-0.39
-0.26
LPCK
161.66
15.78
0.53
15.32
44.48
32.47
5.74
LPKR
495.98
38.32
20
4
18
10
16.85
LPPF
90
40.85
130
39.2
13.23
296.34
27.90
LSIP
249
174.21
17
9.9
18.6
11.9
7.75
MAIN
101.07
8.40
61.05
10.91
5.76
28.02
22.36
MAPI
112
9.22
68.9
4.2
3.4
13.5
27.92
MDLN
83.41
20.96
51.54
25.41
132.96
52.43
1.99
MEDC
200.33
64.38
64.58
-0.93
-2.65
35.11
42.08
META
7.46
426.66
28.5
3.13
18.94
4.59
55.26
MLPL
154
54.78
56
6.99
9.65
15.76
2.43
MNCN
424
35.78
19
17.59
25.93
21.84
21.74
MPPA
140
42.89
50
6.8
3.7
13.5
23.37
MYRX
30.27
16.81
8.52
0.0045
0.14
0.0049
343.37
NIRO
179.05
10.53
37.38
0.25
2.82
0.4
854.84
PGAS
201.1
148.92
23.51
28.81
28.67
46.1
10.48
PNBN
112.16
1.08
87.83
1.85
4.09
14.56
7.03
PNLF
247.13
108.48
21.14
7.25
36.12
10.56
4.68
PTBA
286.6
0.03
35.3
15.6
16.5
24.5
12.41
PTPP
135.61
28.32
84.01
3.43
3.61
29.56
13.33
PTRO
155
47.09
61.2
3.4
5.65
8.76
5.49
PWON
580
74.61
60
12.2
37.4
29.2
11.48
RALS
250
132.16
30
8.9
14.23
12.1
21.29
66 Kode Perusahaan SAME
36
Cash Ratio (%) 12.83
SCMA
364.2
147.84
30.44
32.07
34.8
46.1
29.99
SIMP
83
32.70
43
2.3
4.78
3.9
23.64
SMCB
63.92
11.51
41.10
6.76
8.1
11.47
17.14
SMGR
188.2
76.84
13.3
17.4
64.5
25.7
15.64
SMRA
146
50.47
66
8
27
24
10.26
SSIA
200.5
91.30
55.1
11.9
15.1
29.8
3.81
SUGI
40
0.14
44
0.06
27.7
0.11
18.01
TAXI
100
54.87
60
6.2
19.3
16.6
23.66
TBIG
66.11
16.46
78.02
7.22
50.23
14.37
22.29
TINS
220
27.48
38
7
9
13
15.69
TLKM
116.3
51.68
39.5
11.1
33.6
23.5
14.59
TMPI
228
1.76
13.79
0.29
1.89
0.33
887.10
TOTL
157.97
44.75
63.21
9.57
9.32
102.74
10.71
TRAM
45.02
10.83
56.47
1.21
2.58
2.78
768.49
UNTR
191
54.50
7
9
9.5
14.2
14.66
UNVR
69.6
3.10
68.1
40.1
17.4
125.8
37.09
VIVA
751
219.00
61
1.99
6.32
5.07
0.04
WIKA
109.53
19.00
74
4.53
4.8
19.33
17.00
WSKT 143 21.00 73 Sumber: Laporan keuangan perusahaan (diolah)
4.19
3.80
21.26
10.60
CR (%)
TDTA (%) 65
ROA (%) 12.35
NPM (%) 13.86
ROE (%) 35.07
PER (x) 62.97
67 Lampiran 7 Daftar istilah No 1 2 3 4 5
Istilah Corporate Financial Performance Corporate Governance Corporate Social Responsibility Global Reporting Intiatives (GRI) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
6
Indeks Kompas100
7
Over investasi
8
Partial Least Square (PLS)
9
Pembangunan berkelanjutan
Pengertian Kinerja keuangan perusahaan Tata kelola perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan Standar dalam pembuatan laporan keberlanjutan Indeks dari seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Indeks yang berisi 100 perusahaan yang dipilih berdasarkan faktor likuiditas, kapitalisasi pasar, dan kinerja fundamental dari saham perusahaan tersebut. Pengalokasian dana dalam jumlah yang terlalu besar Salah satu metode alternatif SEM dengan pendekatan berbasis varians Proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan Pengungkapan kegiatan CSR yang telah dilakukan perusahaan dalam bentuk suatu laporan Selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden
10
Pengungkapan CSR
11
Return saham
12
Structural Equation Modelling (SEM)
Suatu teknik statistik untuk menganalisis pola hubungan antar variabel laten dan antara variabel laten dengan indikatornya
13
Stakeholder
Pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung
68
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Annisa Putri Caesari yang dilahirkan pada tanggal 24 Agustus 1991 di Jakarta, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Imu Rahman,SAp dan Ibu Hartini. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Lenteng Agung 06 Pagi (1997-2003), pendidikan menengah pertama di SMPN 98 Jakarta (2003-2006), dan pendidikan menengah atas di SMAN 109 Jakarta (2006-2009). Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan S2 pada program studi Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan program akselerasi S1-S2. Semasa perkuliahan, penulis aktif berpartisipasi di beberapa kegiatan kepanitiaan dan seminar-seminar baik nasional maupun internasional. Selain itu dalam mengisi kegiatan di luar perkuliahan, penulis pernah mengajar sebagai guru private untuk tingkat SMP, SMA, dan perkuliahan. Penulis juga pernah mengikuti program internship di PT. Asuransi MSIG. Kini terhitung mulai bulan Januari 2014, penulis bekerja di Bank Rakyat Indonesia. Penulis juga mendapatkan beasiswa selama masa kuliahnya diantaranya Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik-PPA (2009-2011) dan Beasiswa Dikti Program Fast Track (2013-2015).