PENGARUH PERBEDAAN LABA AKUNTANSI DAN LABA FISKAL, DISCRETIONARY ACCRUAL, DAN ALIRAN KAS TERHADAP PERSISTENSI LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)
Oleh ANIK SETIANINGSIH NIM: 107082002978
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguji pengaruh perbcdaan laba akuntansi dan laba fiskal, discretionary accrual dan aliran kas terhadap persistensi laba ke pasar modal Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini bcrasal dari laporan keuangan yang telah diaudit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. Penentuan sampel dilakukan dcngan menggunakan mctode plllposive sampling. Ada 27 perusahaan yang dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa aliran kas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba sedangkan, perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dan discretiollGly acerual berpengaruh negatif. Kata kunci: Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, discretionary aecrual aliran kas terhadap persistensi laba.
IX
Semoga kita dapat menjadi anak yang menjalani harapan setiap kedua orang tua yang ada di dunia ini. Aamiin. 3. Terima kasih kepada keluarga Bapak Rebu Setiawan sejak saya kecil sampai akhimya masa kuliah ini berakhir. 4. Terima kasih
kepada
Bapak Dr.
Amilin.,SE.,Ak.,M.Si sclaku
Dosen
Pembimbing satu. Terima kasih atas bimbingannya, atas dukungannya, atas bantuannya sehingga saya bersemangat menyelesaikan skripsi ini. 5. Terima kasih kepada Ibu Fitri Damayanti.,SE.,M.Si selaku Dosen Pembimbing dua. Terima kasih atas bimbingannya, atas dukungannya, atas semangatnya, atas bantuannya, sehingga saya bersemangat menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta. 7. Ibu Dr. Rini, SE., M.Si, Ak dan Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM selaku Ketua dan Sekretaris JUlusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta 8. Ibu Yessi,SE,.M.Si selaku Dosen Penguji Komprehensif dan Penguji Ahli saat siding skripsi penulis. 9. Ibu Reskino,SE.,M.si. selaku Dosen Penguji Komprehensifpenulis. 10. Bapak Indo Yama Nasarudin,.SE.,MAB selaku Dosen Penguji Komprehensif penulis. I I. Terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syarif Hidayatullah tanpa terkeeuali.
Xl
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini dunia usaha sedang menghadapi krisis keuangan yang cukup hebat. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan besar
yang gulung tikar alias bangkrut. Keadaan ini akhirnya memaksa
perusahaan yang masih bertahan untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Untuk dapat melakukan aktivitasnya dan dapat bersaing dengan perusahaan lain maka membutuhkan dana atau modal baik yang diperoleh dari investor maupun kreditur. Dana tersebut tentunya akan diperoleh perusahaan jika mendapatkan kepercayaan dari kreditur maupun investor. Kepercayaan itu dapat diperoleh jika perusahaan mampu menunjukkan kinerja yang baik, yang dapat diukur dari laba yang diperoleh perusahaan. Pelaporan keuangan merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan selama periode tertentu.Menurut standar akuntansi keuangan di Indonesia (IAI, 2009) tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna lapaoran dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta 1
menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas pengguna sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.Fokus utama pelaporan keuangan adalah informasi mengenai laba dan komponennya.Selain laba, investor dan kreditur juga menggunakan informasi aliran kas sebagai ukuran kinerja perusahaan. Tujuan utama dari laporan arus kas adalah memberikan informasi tentang penerimaan kas perusahaan dan pembayaran kas selama suatu periode. Tujuan kedua adalah untuk menyediakan informasi kas dasar tentang operasi perusahaan, investasi, dan pendanaan (Kieso, et al, 2010:1244) Informasi tentang laba (earnings) mempunyai peran sangat penting bagi pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan.Pihak internal dan eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan keputusan seperti pemberian kompensasi dan pembagian bonus kepada manajer, pengukuran prestasi atau kinerja manajemen, dasar penentuan besarnya pengenaan pajak, dan pembagian dividen.Oleh karena itu, kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan arus kasnya (Djamaluddin, 2008). Laba merupakan salah satu tujuan perusahaan selain untuk dapat bertahan hidup (going concern). Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba di masa depan (Djamaludin, 2008:55). Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna untuk 2
pengambilan
keputusan.Untuk
memfasilitasi
tujuan
tersebut,
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) menetapkan suatu kriteria yang harus dimiliki informasi
akuntansi
keputusan.Kriteria
agar
utama
dapat adalah
digunakan relevan
dan
dalam realibel
pengambilan (Kusuma,
2006:5).Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan dengan menguatkan atau mengubah pengharapan para pengambil keputusan, dan informasi tersebut dikatakan realibel apabila dapat dipercaya dan menyebabkan pemakaian informasi bergantung pada informasi tersebut. Laba yang dilaporkan juga menjadi dasar dalam penetapan pajak. Sering kali terjadi perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan ini disebabkan perbedaan tujuan masing-masing dalam pelaporan laba. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dapat memberikan informasi tentang management discretion akrual (Djamaluddin, 2008: 56). Persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (Djamaluddin, 2008: 55). Besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Persistensi laba merupakan salah satu komponen nilai prediktif laba, oleh karena persistensi laba merupakan unsur relevansi, maka beberapa informasi dalam book-tax differences yang dapat mempengaruhi persistensi laba, dapat membantu investor dalam menentukan 3
kualitas laba dan nilai perusahaan. Namun masih banyak pendapat yang mendukung dan menentang pernyataan mengenai apakah book-tax differences dapat mencerminkan informasi tentang persistensi laba. Menurut Penman (2001) bahwa laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kelanjutan (suitanable earnings) di masa depan yang disebut dengan persistensi laba. Menurut Meythi (2006) persistensi laba merupakan revisi laba yang diharapkan di masa mendatang yang tercermin dalam laba periode berjalan. Persistensi laba seringkali digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba karena persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik kualitatif relevansi yaitu predictive value. Laba yang bermanfaat bagi investor adalah laba yang berkualitas. Oleh karena salah satu ukuran laba adalah persistensi laba, maka laba yang persisten lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan daripada laba yang tidak persisten. Persistensi laba ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas yang terkandung dalam laba saat ini yang memiliki sifat transitori dan permanen laba (Hanlon, 2005). Berbeda dengan Meythi (2006) yang menemukan bahwa aliran kas tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Peneliti lain yang meneliti pengaruh aliran kas operasi terhadap harga saham dan persistensi laba sebagai variabel interverning yaitu Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah (2008), mereka menemukan bahwa aliran kas operasi berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Sri Wineh (2008) menyatakan bahwa aliran kas operasi berpengaruh terhadap persistensi laba.
4
Selain aliran kas faktor lain yang mempengaruhi persistensi laba adalah perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal secara negatif berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar selisih laba akuntansi dengan laba fiskal, maka persistensi laba perusahaan itu juga akan semakin rendah (Wijayanti, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanlon (2005). Beberapa peneliti kualitas laba telah memusatkan perhatiannya pada selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal (Lev dan Nissim, 2004).Mereka berpendapat bahwa laba fiskal (taxable income) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal sehingga perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (boox tax differences) dalam memberikan
informasi
tentang
keleluasaan
manajemen
(management
discretion) dalam proses akrual. Hanlon (2005) juga menyatakan bahwa laba fiskal dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi laba akuntansi. Apabila laba diduga oleh publik sebagai rekayasa manajemen, maka angka laba tersebut dinilai mempunyai kualitas rendah, dan konsekuensinya adalah publik akan merespon negatif angka laba yang dilaporkan tersebut. Boox tax differences dapat mewakili keleluasaan manajemen dalam proses akrual, maka banyak peneliti menggunakannya sebagai indikator manajemen laba dalam menilai kualitas laba (Yuliati, 2004). Joss (2000) membuktikan hubungan negatif antara laba dengan retrun saham pada perusahaan yang 5
mempunyai perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal sebagai bukti adanya manajemen laba.Mills dan Numberry (2001) membuktikan bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berhubungan positif dengan intensif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus.Philips (2003) membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan biaya pajak tangguhan sebagai proksi discretionary accrual. Lev dan Nissim (2004) menemukan rasio laba akuntansi terhadap laba fiskal dapat memprediksi pertumbuhan laba lima tahun ke depan, dan berhubungan kuat (lemah) dengan retrun saham masa depan. Penelitian-penelitian di atas telah memberikan bukti peranan boox tax differences untuk menilai kualitas laba melalui praktik manajemen laba, namun belum ada bukti secara langsung bahwa boox tax differences dapat mempengaruhi persistensi laba, karena menurut Jonas dan Blanchet (2000), persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dari laba sekarang. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti termotivasi untuk meneliti dalam penelitian berjudul “Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal, Discretionary Accrualdan Aliran Kas terhadap Persistensi Laba” Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Tuti Nur Asma (2012). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut:
6
1. Variabel independen: peneliti ini menambahkan variabel akrual sebagai variabel independen karena penulis merasa akrual yang muncul akibat diskresi manajemen atau berada di bawah manajemen. Hal ini biasanya digunakan sebagai pengukur dalam manajemen laba dan besarnya merupakan hasil modifikasi angka-angka pada laporan keuangan untuk memenuhi tujuan manajemen sehingga keberadaan discretionary accrual menandakan rendahnya kualitas laba. 2. Sampel penelitian: pada penelitian mengunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan periode 2006-2010. Karena tahun yang dipakai menggamarkan kondisi saat ini. 3. Teknik Penelitian: penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan regresi sederhana. Untuk keandalan daya analisis pengaruh variabel bebas dengan variabel independennya, maka pengujian dilakukan dengan dengan menggunakan regresi berganda, karena variabel independen lebih dari dua. Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu program komputer statistik terbaru SPSS versi 2.0.
7
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh negatif terhadap persistensi laba satu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia? 2. Bagaimanadiscretionary accrual berpengaruh negatif terhadap persistensi laba satu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia? 3. Bagaimana aliran kas berpengaruh positif terhadap persistensi laba satu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin memperoleh bukti empiris tentang: a. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh negatif terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. b. Discretionary accrual berpengaruh negatif terhadap persistensi laba satu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
8
c. Aliran kas berpengaruh positif terhadap persistensi laba akuntansisatu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu: a. Bagi Manajemen Memberikan
petunjuk
manajemen
mengelola
bagi
manajemen
perbedaan
perlunya
temporer
(dalam
kemampuan pengakuan
pendapatan dan biaya) sedemikian rupa sehingga laba akuntansi tetap dipersepsikan berkualitas atau direspon oleh investor.
b. Bagi Akademis Penelitian ini dapat dijadikan tambahan pemahaman bagi dunia akademik bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (boox tax differences) dapat digunakan untuk menilai laba kualitas akuntansi.
c. Bagi Pemakai Laporan Keuangan Pengguna laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan laporan keuangan yang berkualitas, handal, dan dapat dipercaya sehingga informasi yang didapat tidak menyesatkan.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Terkait 1. Manajemen Laba Manajemen sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kinerja perusahaan akan berupaya untuk menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari laba yang dihasilkan perusahaan melalui laporan
keuangan.
Dalam
membuat
laporan
keuangan,
terkadang
manajemen memanfaatkan keleluasaan GAAP untuk memilih metode yang sesuai dengan perusahaan, sehingga sering timbul praktik manajemen laba dalam pelaksanaannya. Definsi mengenai manajemen laba belum ada yang pasti. Banyak pendapat yang menyatakan pengertian manajemen laba berdasarkan sudut pandang masing-masing. Menurut Healey dan Walen dalam Kusuma (2006: 6) ditinjau dari sudut pandang badan penetapan standar menyatakan: Manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan kebijakan dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi dan mengubah laporan keuangan serta menyesatkam stakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan atau mempengaruhi contractual outcomes yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan.
Pada dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba (earning management) menurut Belkaoui (2007:201) adalah: 10
Perilaku yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri‖. Manajemen
laba
adalah
perilaku
yang
dilakukan
manajer
menggunakan kebijakan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan stakeholdersmengenai
kinerja
ekonomi
perusahaan,
atau
untuk
mempengaruhi contractual outcomes yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan (Djamaludin, 2008:56). Earning management dalam arti sempit didefinisikan perilaku manajer ―bermain‖ dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Sedangkan dalam arti luas earnings management didefinisikan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) probilitas ekonomis jangka panjang (Yulianti, 2005:108). Manajemen sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kinerja perusahaan akan berupaya untuk menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari laba yang dihasilkan perusahaan melalui laporan
keuangan.
Dalam
membuat
laporan
keuangan,
terkadang
manajemen memanfaatkan keleluasaan GAAP untuk memilih metode yang sesuai dengan perusahaan, sehingga sering timbul praktik manajemen laba dalam pelaksanaannya. 11
Berdasarkan definisi di atas, pengertian manajemen laba adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka akuntansi yang dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk keuntungan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah atau mengabaikan standar akuntansi yang telah ditetapkan, sehingga menyajikan informasi yang tidak sebenarnya. Laporan keuangan digunakan sebagai indikator penilaian kinerja, maka perilaku manajemen laba dimungkinkan dapat terjadi karena manajemen mempunyai informasi lebih banyak dan lebih akurat daripada principal. Beberapa tujuan manajemen dilakukan manajemen laba adalah menghindari kerugian, menghindari pelaporan penurunan laba, Avoiding failing meet or beat analyst forecast, dan Invoke dan earnings big bath (Suranggane, 2007:80). Scoot (2000) membagi praktek manajemen laba yang biasa dilakukan manajemen dibagi menjadi empat jenis: a.Taking big bath, yaitu manajemen mencoba mengalihkan excepted future cost ke periode kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa datang. Biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan restruksi atau reorganisasi. b.Income minimization, yaitu manajemen mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa mendatang.
12
c.Income maximization, manajemen mencoba meningkatkan laba masa kini dengan memindahkan beban masa mendatang. Biasanya dilakukan manajer dalam rangka memperoleh bonus tahunan. d.Income smooting, yaitu tindakan manajemen di mana manajemen memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah. Teknik merakayasa laba menurut Damayanti (2008:65) adalah sebagai berikut: a. Perubahan metode akuntansi Mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Misalnya: merubah metode depresiasi aktiva tetap dengan metode jumlah angka tahun ke metode depresiasi garis lurus, dan merubah metode penilaian persediaan dengan LIFO ke FIFO atau sebaliknya. b. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Misalnya: kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tak tertagih dan kebijakan mengenai perkiraan umur aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud. c. Menggeser periode biaya atau pendapatan Menggeser periode biaya atau pendapatan sering juga disebut sebagai manipulasi keputusan operasional. Misalnya: mempercepat atau 13
menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan. Praktik-praktik
manajemen
laba
dilakukan
pihak
manajemen
disesuaikan dengan motivasi melakukan manajemen laba. Manajemen laba cenderung merekayasa labanya untuk menekan besarnya pajak yang dikeluarkan. Manajemen laba yang dilakukan baik yang bersifat konservatif sampai dengan yang ekstrim (froud) dapat menyesatkan para pengguna laporan
keuangan
menunjukkan
(users)
kinerja
yang
karena
informasi
sesungguhnya.
yang
disajikan
Manajemen
laba
tidak bisa
dikategorikan sebagai suatu penipuan yang bisa merugikan pihak-pihak yang berkepentingan seperti user, investor, dan pemerintah. Dengan demikian informasi yang diberikan tidak mencerminkan kondisi ekonomi perusahaan yang sebenarnya.
2. Laba Akuntansi Salah satu alat ukur untuk mengukur keberhasilan dan prestasi perusahaan ialah laba.Pengukuran laba ini bukan saja penting untuk menilai kinerja perusahaan, tetapi juga penting sebagai informasi bagi investor dalam pemberian deviden, bonus untuk manajer, pembayaran pajak, serta untuk penentuan kebijakan investasi perusahaan di masa mendatang. Laba akuntansi diartikan sebagai perubahan dalam ekuitas (net asset) dari suatu entity selama satu periode tertentu yang diakibatkan oleh transaksi dan kejadian atau peristiwa yang berasal dari pemilik (Harahap, 2007). 14
Income merupakan kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (IAI). Harahap (2007), mengartikan laba akuntansi sebagai perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan
dengan
biaya-biaya
yang
dihadapkan
pada
periode
tersebut.Lima sifat yang terkandung di dalam definisi di atas adalah sebagai berikut. a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi, yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut. b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat ―periodic‖ laba itu, artinya merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu. c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil. d. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil tertentu. e. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip maching artinya hasil dikurangi biaya yang diterima atau dikeluarkan dalam periode yang sama. Dari pengertian di atas, laba akuntansi dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
15
a. Laba kotor Laba kotor (gross profit) adalah selisih antara pendapatan dari penjualan bersih dengan harga pokok penjualan. b. Laba operasi Laba operasi (operating profit) adalah selisih antara laba kotor dengan beban operasi.Secara umum beban operasi adalah seluruh beban operasi kecuali beban bunga dan beban pajak penghasilan.Sehingga laba operasi dapat juga disebut laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and taxes / EBIT). c. Laba sebelum pajak penghasilan Laba sebelum pajak penghasilan (earning before
taxes/ EBT)
merupakan hasil dari laba operasi yang ditambah atau dikurangi dengan pendapatan atau beban lain-lain. d. Laba bersih Laba bersih (net income) merupakan hasil pengurangan antara laba sebelum pajak penghasilan dengan beban pajak penghasilan dan disesuaikan dengan pos-pos luar biasa.Pos-pos luar biasa adalah penghasilan atau beban yang timbul dari kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas normal perusahaan dan karenanya tidak diharapkan untuk sering kali terjadi atau terjadi secara teratur. e. Laba per saham
16
Laba per saham (earnings per share) adalah keuntungan yang diberikan kepada
pemegang
saham
untuk
setiap
lembar
saham
yang
dipegangnya.Laba per saham didapat dengan membagi laba bersih dengan jumlah saham yang beredar. Sedangkan menurut PSAK 46 paragraf ketujuh laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak. Jadi, laba akuntansi adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi sebelum dikurangi beban pajak.
3. Laba Fiskal Salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar adalah dari sektor pajak. Baik orang pribadi maupun badan sebagai objek pajak wajib membayar pajak guna turut serta membangun pembangunan di negara ini. Kontribusi pajak dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia dapat dikatakan cukup besar. Untuk menghitung berapa besar pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan kepada negara, terlebih dahulu harus diketahui berapa laba fiskalnya. Laba fiskal adalah laba selama satu periode yang dihitung didasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan (IAI, PSAK No.46). Undang-undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya membedakan penghasilan menjadi dua yaitu penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. 17
Penghasilan yang merupakan objek pajak pun dibedakan menjadi dua, yaitu penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang tidak bersifat final. Selain itu peraturan perpajakan membagi beban menjadi dua, yaitu beban yang boleh dikurangkan (deductible expenses) dan beban yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses).
4. Perbedaan antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum (PABU) dan pelaporan pajak berdasarkan peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiskal. Peraturan pajak di Indonesia mengharuskan laba fiskal dihitung berdasarka metode akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi, yaitu metode akrual, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut, karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian-penyesuaian laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak (Djamaludin, 2008:57). Rekonsiliasi fiskal di akhir periode pembukuan menyebabkan terjadi perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara 18
PABU dan peraturan pajak. Penyebab perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: a. Perbedaan Permanen (permanent differences) Perbedaan permanen merupakan item-item yang dimasukkan di salah satu ukuran laba, tetapi tidak pernah dimasukkan dalam ukuran laba yang lain. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal dan sebaliknya. Perbedaan permanen ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu: 1) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan pajak penghasilan bukan penghasilan. Contoh: dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. 2) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan pajak penghasilan dikenakan PPh bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (pajak final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung penghasilan lainnya. Contoh: penghasilan atas bunga deposito atau gabungan lainnya yang telah dipotong PPh final oleh bank sebesar 20%.
19
3) Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. Contoh:
biaya-biaya
yang
digunakan
untuk
memperoleh
penghasilan yang bukan objek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final, penggantian/ imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan, dan biayabiaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat memenuhi syaratsyarat tertentu (misalnya: daftar normative, biaya intertainment, daftar normative atas penghapusan piutang). b. Perbedaan Temporer Perbedaan temporer merupakan perbedaan dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban, yang menyebabkan laba fiskal bertambah atau berkurang pada periode yang akan datang (Harnanto, 2003). Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan persyaratan waktu pengakuan item pendapatan dan biaya. Untuk tujuan laporan keuangan, pendapatan diakui ketika diperoleh dan biaya diakui pada saat terjadinya, atau accrual basic. PABU memberikan kebebasan kepada para manajemen untuk memilih prosedur akuntansinya (Djamaludin, 2008). Contoh: Manajer dapat memilih salah satu diantara beberapa metode akuntansi yang berbeda, misalnya dalam penentuan depresiasi dan 20
pengestimasian periode depresiasi dan amortisasi, serta manajer bebas menggunakan pertimbangannya untuk menentukan besarnya cadangan dana yang dapat mengurangi laba, misalnya penentuan cadangan piutang tidak tertagih, cadangan kompensasi, cadangan garansi, dan lain-lain (Mills dan Newberry, 2001). Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misal: 1) Metode penyusutan Dalam fiskal yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun. 2) Metode penilaian persediaan Dalam fiskal yang diperbolehkan hanya metode FIFO dan average. 3) Penyisihan piutang tak tertagih Dalam fiskal yang diperbolehkan adanya penyisihan piutang tak tertagih yaitu perusahaan yang bergerak di bidang asuransi, leasing, perbankan, dan pertambangan. 4) Rugi laba selisih kurs.
5. Konsep Akuntansi Akrual Dalam akuntansi dikenal dengan istilah basis akrual dan basis kas.Pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan akrual.Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi berbasis kas.Akrual adalah
21
suatu metode perhitungan penghasilan dan biaya diakui pada waktu terhutang (Muljono, 2009:28). Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan relevan untuk pengambilan keputusan ekuitas (Elingga, 2008:52).Akrual tidak
tergantung
kapan
penghasilan
diterima
dan
kapan
biaya
dilunasi.Dengan pendekatan ini, mengakui pendapatan ketika dihasilkan dan mengakui beban pada periode terjadinya, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas. Menurut PSAK (2009), Laporan keuangan disusun berdasarkan akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Model akrual melibatkan perhitungan total akrual. Model-model akrual menurut Belkaoui (2007:202) adalah sebagai berikut: a. Model Heally (1985) menyatakan kelemahan model akrual adalah menganggap keseluruhan akrual ditimbulkan oleh manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen. Padahal kenyataannya, sebagian akrual perusahaan juga disebabkan oleh kegiatan operasional dan tidak menggambarkan manajemen laba. Total akrual dalam manajemen laba dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1)Discretionary Accrual 22
Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.Akrual yang muncul akibat diskresi manajemen atau berada di bawah kebijakan manajemen.Hal ini biasanya digunakan sebagai pengukur dalam manajemen laba dan besarnya merupakan hasil modifikasi angkaangka pada laporan keuangan untuk memenuhi tujuan manajemen sehingga keberadaan discretionary accrual menandakan rendahnya kualitas laba. Efek dari kualitas laba yang rendah adalah tidak adanya prediktif value dari laba, yang berarti informasi mengenai laba perusahaan ini tidaklah menggambarkan keadaan sesungguhnya dari perusahaan sehingga informasi laba menjadi bias bagi penggunanya. 2) Non Discretionary Accrual Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.Total Akrual terdiri atas dua komponen yaitu Discretionary Accrual (DA) dan Non Discretionary Accrual (DNA). Model yang digunakan untuk menghitung total akrual adalah sebagai berikut: TACCit = IBEIit – (CFOit - EIDOit) Keterangan: TACCit= Total akrual perusahaan i untuk tahun t. IBEIit=Income before extraordinary item perusahaan tahun t CFOit= Cash flow operating activities perusahaan i untuk tahun t. 23
EIDOit= Extraordinary item & discontinued operations dari laporan arus kas perusahaan i untuk tahun t. Perekayasaan menaikan atau menurunkan akrual antara lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Perekayasaan laba tersebut termasuk salah satu praktek manajemen laba atau earnings management melalui perekayasaan akrual.Discretionary accrual dapat dilakukan melalui kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual namun bersifat subjektif dan kontekstual, salah satu contoh cara memperbesar atau memperkecil
pencadangan
aktiva
pajak
tangguhan
dengan
pertimbangan laba yang akan datang dapat menutup atau tidak menutup terpulihkannya aktiva pajak tangguhan yang bersangkutan. b. ModelDe Angelo Porsi pilihan dalam model De Angelo adalah perbedaan antara akrual total di tahun peristiwa t disimbolkan dalam aktiva total (At-1) dan akrual bukan pilihan (NDAt). Perhitungan akrual bukan pilihan (NDAt) bergantung pada akrual total di periode sebelumnya (Tat-t) disimbolkan dengan aktiva total keseluruhan (At-2) dengan kata lain: NDAt= TAt– 1 / At-2 c. ModelJones Tujuan utama dari model Jones adalah untuk mengendalikan pengaruh perubahan dalam kondisi perusahaan pada akrual bukan pilihan. Akrual bukan pilihan di tahun peristiwa disajikan sebagai berikut: 24
NDAt= α1(1 / At-1) + α2(ΔREVt/ At-1) + α3(PPEt / At-1) Keterangan: NDAt= akrual bukan pilihan di tahun t disimbolkan dengan aktiva total keseluruhan. ΔREVt= pendapatan di tahun t dikurangi pendapatan di tahun t – 1. PPEt= aktiva tetap kotor di tahun t. At-1= aktiva total diakhir tahun t – 1. α1, α2, α3= parameter spesifikasi perusahaan. Perbedaan utama antara model De Angelo dengan model Heallyadalah bahwa model NDA mengikuti proses acak dalam model De Angelodan suatu proses rata-rata kebalikan dalam model Heally. Berdasarkan penelitian terdahulu model Heally paling baik mencerminkan manajemen laba (discretionary accrual).
6. Aliran Kas Aliran kas yang dimaksud merupakan aliran kas masuk dan aliran kas keluar serta sumber dan pemakai kas perusahaan pada periode tertentu. Menurut IAI dalam PSAK No.2 tahun 2009 aliran kas adalah aliran kas masuk dan aliran kas atau setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan dapat dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan pada nilai yang signifikan. Informasi aliran kas sering digunakan sebagai indikator dari jumlah waktu dan kepastian aliran kas masa depan. 25
a. Tujuan dan manfaat aliran kas Kieso (2007:212) tujuan aliran kas adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama periode tertentu.Oleh karena itu manfaat aliran kas menurut Harnanto (2002:129-130). 1) Memberikan informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas dalam satu periode akuntansi. 2) Membantu para pemodal dan kreditur untuk menilai kemampuan perusahaan. 3) Membantu para pemakai laporan untuk mengetahui alasan-alasan tentang perbedaan antara laba bersih atau laba akuntansi dengan laba tunainya. 4) Membantu para pemakai laporan keuangan untuk menentukan efek dari transaksi-transaksi cash dan non cash investing, serta pendanaannya terhadap posisi keuangan perusahaan. b. Kategori Aliran Kas 1) Aliran kas dari aktivitas operasi Merupakan aliran kas yang diperoleh dari kegiatan usaha perusahaan.Kegiatan utama perusahaan adalah menghasilkan barang atau
jasa
dan
menjualnya.Kegiatan
ini
mencakupi
kegiatan
penerimaan kas, misalnya penjualan barang atau jasa tunai dan penerimaan piutang.Disamping itu, kegiatan perusahaan juga
26
mencakupi pengeluaran kas, misalnya pembelian bahan secara tunai dan pembayaran utang usaha.
2)Aliran kas dari aktivitas investasi Soemarso (2005:330) aliran kas dari aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas, contoh aliran kas dari aktivitas investasi adalah perolehan atau penjualan aktiva tetap dan investasi. 3) Aliran kas dari aktivitas pendanaan Aliran kas dari aktivitas
pendanaan adalah aktivitas yang
mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.
7. Persistensi Laba Sampai saat ini belum banyak peneliti yang memfokuskan penelitian mengenai persistensi laba akuntansi.Persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings)
yang
diimplikasi
oleh
laba
tahun
berjalan
(current
earnings).Besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Inovasi tehadap laba sekarang adalah informatif terhadap laba masa depan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham (Wijayanti, 2006). 27
Chandarin (2003) mengungkapkan bahwa laba yang persisten adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan (noise),
dan
dapat
mencerminkan
kinerja
keuangan
perusahaan
sesungguhnya.Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Hayn (1995), gangguan laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory event) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Penman dan Zhang (2002) mendefinisikan persistensi laba sebagai revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future earning) yang disebabkan oleh inovasi laba tahun berjalan (expected future earnings). Persistensi laba adalah property laba yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai mendatang. Persistensi laba merupakan salah satu alat ukur kualitas laba dimana laba yang berkualitas dapat menunjukkan kesinambungan laba, sehingga laba yang persistensi cenderung tidak terlalu berfluktuasi di setiap periode. Persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai salah satu pengukuran kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur predictive value sehingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang, dan masa depan (Leonardo, 2007).Predictive value adalah salah satu komponen relevansi selain feedback value dan timeliness.Relevansi adalah salah satu karakter kualitatif laporan keuangan.
28
Laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Selain itu laba akuntansi yang berkualitas adalah laba yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Djamaluddin, 2008).Salah satu penyebab rendahnya kualitas laba adalah dikarenakan adanya manajemen laba (earnings management).
B. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai perbedaan laba akuntansi dan fiskal, discretionary accrual dan aliran kas telah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan kontribusi tambahan bagi akuntan dan pihak perpajakan. Tabel 2.1 menunjukkan hasil penelitian terdahulu mengenai kemampuan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, akrual, dan aliran dalam menentukan persistensi laba.
29
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun) Handayani Tri Wijayanti (2006)
Judul Penelitian Analisis pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba, akrual, dan arus kas
Erna Sonya Ginting (2006)
Pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba
Djamaluddin (2008)
Analisis perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba dan aliran kas pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BursaEfek Jakarta
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Variabel: Variabel: Perbedaan laba variabel akuntansi dan laba modernisasi fiskal (X1) akrual dan Teknik penelitian: aliran kas Analisis regresi Variabel: Tahun Perbedaan Laba Penelitian Akuntansi dan Laba Fiskal (XI) Teknik Penelitian: Analisis Regesi Variabel: Variabel: Persistensi laba Laba sebelum (Y), perbedaan pajak masa antara laba depan (Y) akuntansi dan laba Objek fiskal (X1), aliran penelitian: kas (X2), akrual perusahaan (X3). perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakata
Hasil Penelitian Boox tax differences berpengaruh secara negatif signifikan terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan
Boox tax differences berpengaruh secara negatif signifikan terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan
Semakin besar perbedaan laba akunansi dan laba fiskal, maka persistensi laba semakin kecil.
30
Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah (2008)
Analisis pengaruh arus kas terhadap harga saham melalui peristensi laba sebagai variable intervening.
Dwi Martani dan Aulia Eka Persada (2008)
Pengaruh boox tax gap terhadap persistensi laba
Hanlon (2009)
The persistence and pricing of earnings, accrual, and cash flow when firm have large boox tax differences
Zaenal Fanani (2010)
Analisis faktor-faktor penentu persistensi laba
Aliran kas operasi mempunyai pengaruh postif terhadap pesistensi laba mengisyaratkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan akan meningkatkan persistensi laba yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Boox tax differences berpengaruh secara negatif signifikan terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan
Variabel penelitian: Objek (XI) perbedaan penelitian: laba akuntansi dan periode 2001laba fiskal. (Y) 2006 persistensi laba Teknik Objek penelitian: penelitian: perusahaan metode panel manufaktur yang data (pooled terdaftar di BEI regression) Varibel penelitian: Objek Large positive boox tax differences Accrual (X2), Cash penelitian: dan large negative box tax Flows (X3) dilakukan di differencesmempunyai laba yang Amerika kurang persisten dibandingkan yang Serikat mempunyai boox tax differences dalam jumlah kecil (small boox tax differences) Variabel: aliran kas (X2), akrual (X3), persistensi laba (Y)
Variabel: Volatilitas penjualan
(1) semakin besar aliran kas perusahaan, maka semakin rendah persistensi laba
31
Tuti Nur Asma (2012)
Pengaruh aliran kas dan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal terhadap prsistensi laba
Objek penelitian: Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel: persistensi laba (Y) Objek penelitin: perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
(X1 Objek penelitian: tahun 20012006 Objek penelitian: tahun 20062010
(2) semakin besar akrual suatu perusahaan semakin rendah persistensi laba
Aliran kasoperasi (AKO) berpengaruh signifikan positif terhadap persistensi laba, perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
32
C. Perumusan Hipotesis dan Kerangka Berpikir 1. Perumusan Hipotesis a. Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal dengan Persistensi Laba Perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal karena adanya perbedaan pencatatan laba berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan peraturan perpajakan yang berlaku.Logika yang mendasarinya adalah karena tidak semua peraturan akuntansi dalam Standar Akuntansi Keuangan diperbolehkan dalam peraturan perpajakan.Berdasarkan perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal (laba kena pajak) dianggap sebagai sinyal kualitas laba.Semakin besar perbedaan yang terjadi semakin
rendah
kualitas
laba
yang
artinya
semakin
rendah
persistensinya. Wijayanti mengartikan perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal secara negatif berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, hal ini mengindikasi bahwa semakin besar selisih laba akuntansi dengan dengan laba fiskal maka persistensi laba perusahaan juga akan semakin rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh negatif terhadap persistensi laba. b. Discretionary Accrual dengan Persistensi Laba Laba dalam laporan keuangan akuntansi sering digunakan oleh investor maupun calon investor untuk pengambilan keputusan. Keputusan tersebut akan menentukan di perusahaan mana mereka akan 33
berinvestasi. Sehingga oleh manajemen, ada kemungkinan untuk merekayasa laba agar dapat menarik minat para investor dan calon investor untuk menanamkan investasinya lebih banyak lagi. Jika begitu maka tidaklah mustahil jika terjadi asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal perusahaan. Persistensi laba menjadi perhitungan lain di dalam pengambilan keputusan. Laba akuntansi yang persisten adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung akrual, dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin, 2003). Hayn (1995) menjelaskan bahwa gangguan dalam laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitory (transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Semakin akrual, maka semakin rendah persistensi laba. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2= Pendekatanakrual berpengaruh negatif terhadap persistensi
laba
c. Aliran Kas dengan Persistensi Laba Aliran kas operasi merupakan aliran kas yang berasal dari kegiatan operasi yang melibatkan pengaruh kas dari transaksi yang dilibatkan dalam penentuan laba bersih, seperti penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa serta pembayaran kas kepada pemasok dan karyawan untuk memperoleh persediaan serta untuk membayar beban. Dengan adanya jumlah aliran kas dari aktivitas operasi yang cukup, perusahaan tidak perlu mengandalkan pembiayaan dari luar (penerbitan saham atau utang pada 34
pihak eksternal), dengan demikian struktur modal perusahaan tetap. Dengan demikian berarti dana yang diinvestasikan oleh investor dikelola secara efektif dan efisien oleh perusahaan. Laporan aliran kas membantu para pemakai untuk mengetahui alasan-alasan perbedaan antara laba bersih atau laba akuntansi dengan laba tunainya. Pada dasarnya, ada tiga tipe penyesuaian pokok yang harus dilakukan, yaitu: penyesuaian elemen laporan laba rugi non kas, penyesuaian atas laba atau rugi dari penjualan aktiva tidak lancar, dan penyesuaian atas perubahan aktiva dan kewajiban lancar. Contoh penyesuaian elemen laba rugi non kas adalah beban penyusutan.Beban penyusutan adalah biaya, namun tidak memerlukan pengeluaran kas pada tahun berjalan, karena itu harus ditambahkan pada laba bersih untuk menentukan jumlah aliran kas dari aktivitas operasi.Aliran kas operasi mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap persistensi laba. Aliran kas operasi mempunyai pengaruh positif terhadap persistensi laba mengisyaratkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan akan meningkatkan persistensi laba yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3= Aliran kas berpengaruh positif terhadap persistensi laba
35
2. Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka penelitian dapat digambarkan pada bagan berikut:Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Judul: Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal, Discretionary Accrual, dan Aliran Kas terhadap Persistensi Laba
Masalah Kualitas Laba
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Variabel Independen
Variabel Dependen
Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (X1) Persistensi Laba (Y)
Discretionary Accrual (X2) Aliran Kas (X3)
Model Regresi Linear Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Jenis penelitian ini adalah rancangan penelitian kausalitas yaitu tipe penelitianyang bertujuan untuk melihat sejauhmana variabel dependen mempengaruhi
variabel
independen
(Indriantoro
dan
Supomo,
2002:27).Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh antara variabel independen, yaitu perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal ,discretionary accrual dan aliran kas terhadap variabel dependen, yaitu persistensi laba. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terhitung dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. B. Metode Penentuan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2012. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Dengan kata lainpenentuan sampel yang diambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh penelitianterhadap sampel penelitian (Santosa dan Wedari, 2007:98).
37
Adapun kriteria perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian (2008-2012).
2.
Perusahaan tersebut sudah terdaftar di BEI sejak 2008.
3.
Perusahaan tidak delisting atau keluar dari BEI selama periode pengamatan.
4.
Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen per 31 Desember dari tahun 2008-2012.
5.
Laporan keuangan tersebut terdapat informasi yang lengkap terkait dengan semua variabel yang diteliti.
C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data sekunder.Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan manufakturyang go public dan terdaftar di BEI pada tahun 2008-2012 yang telah dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari www.idx.co.iddan Pusat 38
Referensi Pasar Modal BEI.Pemilihan BEI sebagai sumber pengambilan data dengan alasan BEI merupakan bursa efek terbesar dan representatif di Indonesia, dimana dalam tahun 2008 hingga 2012 dianggap cukup mewakili kondisi BEI yang relatif normal.
D. Metode Analisis Data Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data dan menguji hipotesis yaitu dengan menggunakan statistik deskriptif dan regresi berganda dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel2007 dan SPSS versi 20.0. 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Peneliti menggunakan statistik deskriptif yang dilihat dari rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi (Ghozali, 2011:19) 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
39
Pengujian yang digunakan adalah kolmogorov semirnov, yaitu subjek dengan taraf signifikan (α) 0,05 apabila nilai p > α maka terdistribusi normal atau sebaliknya (Ghozali, 2011:160) b. Uji Multikolinieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: 1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. 3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini 40
menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan dari variabel
independen lainnya. Jadi tolerance
yang rendah sama dengan VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cutoff yang umumnya dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance< 0.10 atau sama dengan nilai VIF >10 (Ghozali, 2011:105). c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi
bertujuan menguji apakah dalam sebuah
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi digunakan pada model regresi yang datanya time series. Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Kriteria pengujian DurbinWatsonadalah sebagai berikut: 1) Bila DW < -2 berarti ada autokolerasi yang positif. 2) Bila DW -2 samapai dengan +2 berarti tidak ada autokolerasi. 3) Bila DW > +2 berarti ada autokolerasi yang negatif (Ghozali, 2011:110). d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu
pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut 41
homoskedastisitas
dan
heteroskedatisitas.
Model
jika
berbeda
regresi
yang
maka baik
disebut adalah
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dimana sumbu Y adalah Y yang telah di prediksi dan sumbu X adalah residual
(Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di
studentized. Dasar analisis, jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedasitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Dalam pengamatan ini uji heterokedasitas yang digunakan adalah Gletifer-Test (Ghozali, 2011:139). 3. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi berganda. Analisis linier berganda berfungsi untuk menguji pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat yang berskala rasio. Analisis regresi berganda membantu dan memahami seberapa banyak varians dalam variabel terikat yang dijelaskan dalam sekelompok
predictor
(Singgih
Santoso,
2010:163).
Variabel
independen terdiri dari perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, 42
akrual, dan aliran kas sedangkan variabel dependennya adalah persistensi laba. Untuk menguji hipotesis tersebut, maka persamaan rumus regresi berganda yang digunakan adalah: PTBIt+1 = α +β1TAccit + β2AKOit+ β3DTE Keterangan: PTBI(t+1)
= Laba akuntansi sebelum pajak periode mendatang (persistensi laba)
α
= Interceptatau konstanta
β
=Koefisien regresi
β1TAccit
=Totalakrual
β2AKOit
= Aliran kas operasi
β3DTE
= Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan
ε
=Error
Dalam melakukan pengujian hipotesis analisis dilakukan melalui analisis data: a)
Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, nilai koefisien determinasi adalah antara nol atau satu. Nilai R2 yang kecil
berarti
kemampuan
variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas (Ghozali, 2011:97). 43
Nilai
yang
mendekati
satu
berarti
variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. b)
Uji Statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masingmasing variabel dependen digunakan tingkat signifikansi 5 % (α) = 0,05. Jika probability t lebih besar dari 0,05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka terdapat pengaruh variabel dependen (koefisien signifikan) (Ghozali, 2011:98).
c)
Uji Statistik F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen maka digunakan tingkat signifikansi sebesar 0.05, jika nilai probability F lebih besar dari 0.05, maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen dengan kata lain variabel
44
independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011:98).
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian 1. Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (X1) Adanya dua jenis laba menyebabkan terjadi perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal.Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara SAK dan peraturan pajak. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal ditandai dengan adanya koreksi fiskal atas laba akuntansi.Beberapa penghitungan laba akuntansi mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak karena tidak semua ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan digunakan
dalam
perarturan
perpajakan.Beban
pajak
tangguhan
merupakan salah satu proksi untuk mengukur perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal akan diproksikan kepada akun kewajiban pajak tangguhan yang akan menjadi beban pajak tangguhan pada periode mendatang. Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal menggunakan proksi beban pajak tangguhan (Wiryandari:2009), dengan formula sebagai berikut: DTE it =
Beban PajakTangguhan t Total Asset (t - 1)
45
2. Discretionary Accrual (X2) Dalam akuntansi dikenal istilah basis akrual dan basis kas. Istilah akrual digunakan untuk menentukan penghasilan pada saat diperoleh dan untuk mengakui beban yang sepadan dengan revenue pada periode yang sama, tanpa memperhatikan waktu penerimaan kas dari penghasilan yang bersangkutan. Komponen akrual merupakan pengakuan kejadian non kas dalam laporan laba rugi namun diharapkan akan diterima atau dibayarkan biasanya dalam kas dimasa yang akan datang (Belkaoui, 2007:14).Dalam penelitian ini variabel akrual diproksi dengan discretionary accrual dari Modified Jones Model yang merupakan model terbaik untuk mendeteksi manajemen laba (Suranggane, 2008:85). Langkah-langkah untuk memperoleh akrual: TAccit = EBEIit – (CFOit - EIDOit) Yang mana: TAccit = Total accrual perusahaan i pada periode t EBEIit = Income before extraordionary items pada tahun t CFOit
= Cash flows from operation pada tahun t
EIDOit = Extraordionary items and discontinued operation tahun t
46
3. Aliran Kas (X3) Aliran kas adalah komponen aliran kas yang digunakan dalam penelitian ini adalah arus kas operasi dengan metode langsung dari laporan aliran kas. Aliran kas operasi adalah aliran kas yang aktivitas penghasilan utama perusahaan dan bukan aktivitas lain yang merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan pada akhir tahun. Seperti penelitian sebelumnya Tuti Nur Asma (2012) menggunakan total aliras kas operasi pada tahun berjalan. AKOt = total aliran kas operasi pada tahun berjalan
Berikut ini merupakan operasionalisasi variabel yang dijelaskan melalui Tabel 3.1: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel X1 = Perbedaan laba Akuntansi dan laba fiskal (DTE) X 2 = Discretionary Accrual (TAcc) X3 = Aliran Kas (AKOt)
Indikator
DTE it=
beban pajak tangguhan t total asset (t-1)
TAccit = AKOit=
Skala Ukur Data
EBEIit + (CFOit - EIDOit) Aliran kas operasi pada tahun berjalan
Rasio
Rasio Rasio
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian Dalam bab ini penulis menganalisis data yang telah terkumpul. Data yang telah dikumpulkan tersebut berupa data laporan keuangan yang telah diaudit dari perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas elektronik dengan menggunakan SPSS versi 20,0 untuk memudahkan pengolahan data sehingga dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Langkah
pertama
dalam
penelitian
ini
adalah
melakukan
penentuansampel dengan purposive sampling atau penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu pada perusahaan manufaktur periode 2008-2013 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling didapatkan hasil sampel berjumlah 27 perusahaan. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tampak dalam Tabel 4.1 berikut:
48
Tabel 4.1 Proses Seleksi Sampel No
Kriteria
Jumah
1
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar selama periode
345
penelitian 2008-2013 2
Terdaftar sebelum 1 Januari 2008
317
3
Perusahaan tidak delisting selama periode pengamatan
276
4
Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang diaudit
251
oleh editor independen 5
Perusahaan memiliki informasi terkait variabel penelitian
108
27 * 4 = 108 perusahaan Sumber: Data diolah sekunder Berdasarkan Tabel 4.1 pengambilan sampel secara purposive sampling diatas, sampel perusahaan yang memenuhi kriteria pertama yaitu perusahaan yang terdaftar selama periode penelitian berjumlah 345 perusahaan. Perusahaan yang memenuhi kriteria kedua yaitu perusahaan terdaftar sebelum 1 Januari 2008 berjumlah 317 perusahaan, untuk kriteria ketiga yang memenuhi kriteria tidak delisting selama periode penelitian berjumlah 276 perusahaan.
Perusahaan
yang
memenuhi
kriteria
keempat
yaitu
mempublikasikan laporan keuangan berjumlah 251 perusahaan, sedangkan untuk kriteria kelima yaitu memiliki informasi terkait variabel penelitian berjumlah 27 perusahaan. Dari hasil pembatasan sampel maka dapat diperoleh
49
sampel penelitian yaitu 27 perusahaan yang dijelaskan dalam Tabel 4.2 dengan nama perusahaan sebagai berikut Tabel 4.2 Sampel Data Penelitian No.
Kode
Perusahaan
1
SMCB
PT Holcim Indonesia Tbk
2
INTP
PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk
3
SMGR
PT Semen Gresik (Persero) Tbk
4
ARNA
PT Arwana Citra Mulia Tbk
5
AMFG
PT Asahimas Flat Glass Tbk
6
IKAI
PT Intikeramik Alamasri Tbk
7
TOTO
PT Surya Toto Indonesia Tbk
8
BTON
PT Beton Jaya Manunggal Tbk
9
CTBN
PT Citra Tubindo Tbk
10
INAI
PT Indal Alumunium Industry Tbk
11
JPRS
PT Jaya Pari Steel Tbk
12
LION
PT Lion Metal Works Tbk
13
LMSH
PT Lion Mesh Prima Tbk
14
PICO
PT Pelangi Indah Canindo Tbk
15
BUDI
PT Budi Acid Jaya Tbk
16
ETWA
PT Eterindo Wahanatama Tbk
17
UNIC
PT Unggul Indah Cahaya Tbk
18
AKPI
PT Arga Karya Prima Ind Tbk
19
BRNA
PT Berlina Tbk
20
CYNA
PT Dynaplast Tbk
21
IGAR
PT Kageo Igar Jaya Tbk
22
TRST
PT Trias Sentosa Tbk
23
JPFA
PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk
24
MAIN
PT Malindo Feedmill Tbk
25
SIPD
PT Sierad Produce Tbk
26
FASW
PT Fajar Surya Wisesa Tbk
50
27
SPMA
PT Suparma Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia
B. Hasil Pengujian 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif Sebelum melakukan pengujian secara kemaknaan pengaruh variabel perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan poksi beban pajak tangguan, discretionary accrual, dan aliran kas terhadap persistensi laba, terlebih dahulu akan ditinjau mengenai deskripsi variabel penelitian dengan analisis deskriptif. Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data yang dapat dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Berikut ini adalah gambaran statistik deskriptif perusahaan sampel secara keseluruhan: Tabel 4.3 Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
TAcc
108
-702857000000
2520254000000
AKO
108
1110101000
2623472828000
BPT
108
84322000
4701616714000
PTBI t
108
330000000,0
3326000000000,0
Valid N (listwise)
Mean 436865370 37,03 137436369 935,18 177968410 629,6 211361388 888,889
Std. Deviation 343204377670,036
337486312050,871
621803596160,42
546732074296,3669
108
51
Sumber : Data sekunder diolah
Dari tabel 4.3 di atas merupakan hasil statistik deskritif dari data-data yang dikumpulkan yang menunjukkan bahwa variabel independen perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan (BPT) memiliki nilai minimum sebesar 84.322 yang diperoleh dari PT Sierad Produce Tbk pada tahun 2012, sedangkan untuk nilai maksimumnya sebesar 4.701.616.714 diperoleh dari PT Indal Alumunium Industry Tbk pada tahun 2009. Nilai rata-rata BPT 177.968.410, 63 dan standar deviasinya sebesar 621.803.596, 160. Variabel independen arus kas operasi (AKO) memiliki nilai minimum sebesar 1.110 yang diperoleh dari PT Dynaplast Tbk pada tahun 2010, sedangkan untuk nilai maksimumnya sebesar 2.623.473 yang diperoleh dari PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk pada tahun 2012. Nilai rata-rata AKO sebesar 137.436, 42dan standar deviasi sebesar 337.486, 306. Variabel independen akrual (TAcc) memiliki nilai minimum sebesar 702.857 yang diperoleh dari PT Fajar Surya Wisesa Tbk pada tahun 2012, sedangkan untuk nilai maksimum sebesar 2.520.254 diperoleh dari PT Unggul Indah Cahaya Tbk pada tahun 2011. Nilai rata-rata TAcc sebesar 43.686, 54 dan untuk nilai standar deviasi sebesar 343.204, 378. Variabel laba tahun berjalan (PTBIt) memiliki nilai minimum sebesar 330 yang diperoleh dari PT Indal Aumunium Tbk pada tahun 2010, sedangkan untuk nilai maksimum diperoleh dari PT Semen Gresik (Persero) 52
Tbk sebesar 3.326.000 pada tahun 2012. Nilai rata-rata PTBItsebesar 211.361, 39 dan standar deviasi sebesar 546.732, 39. 2. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan dengan menggunakan metode histogram grafik dan normal probability-plot (P-Plot).Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal.Pengujian normalitas yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
Sumber: Data diolah
Pada gambar 4.1 di atas bahwa residual terdistribus secara normal dan berbentuk simetris tidak melenceng ke kanan atau ke kiri. Selanjutnya 53
pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar dan berhimpit di sekitar garis diagonal dan hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal.
Gambar 4.2 Grafik Normality Probability Plot
Sumber: Data diolah
b. Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas (independent variabel).Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi antar variabel independen.
54
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model
(Constant)
1
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
356140890
3558901
t
Sig.
Collinearity Statistics
Beta
Tolerance
35,441 6771,889
1,001
,319
VIF
TAcc
-1,060
,094
-,665
-11,322
,000
,970 1,031
AKO
,952
,095
,588
9,990
,000
,967 1,034
BPT
-,008
,051
-,009
-,156
,004
,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah Melihat hasil besaran korelasi antara variabel pada tabel 4.4 menujukkan untuk VIF dan tolerance mengindikasi tidak terdapat multikolinearitas yang serius. Nilai VIF tidak ada yang melebihi 10 dan nilai tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Maka, dapat dikatakan dalam model regresi penelitian (Ghozali, 2011: 10).
c. Hasil Uji Autokolerasi Autokolerasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linear ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode sebelumnya t-1 (periode sebelumnya).Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
55
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary
Model
1
R
R Square
,807a
Adjusted R
Std. Error of the
Durbin-
Square
Estimate
Watson
,652
,642
327204820213,8 830
2,002
a. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO b. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah Berdasarkan tabel 4.5 terlihat angka Durbin-Waston sebesar 2,002, angka ini terletak diatas du 1,7671 dan dl 1,185 pada tabel DurbinWaston. Nilai DW 2,002 lebih besar dari batas atas (du) 1,7671 dan kurang dari 4-1,7671 (4-du), maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif atau negatif.
d. Hasil Uji Heteroskedasdisitas Uji Heteroskedasdisitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Gambar 4.3 merupakan hasil uji heterokedasdisitas untuk variabel independen yaitu: perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tanguhan, aliran kas, dan akrual terhadap variabel dependen yaitu: persistensi laba.
56
Gambar 4.3 Hasil Uji Heterokedasdisitas
Sumber: Data diolah Pada gambar 4.3 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik diatas maupun dibawah angka pada sumbu Yhal ini tidak berarti tidak terjadi heteroskedasdisitas pada model regresi.Dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian ini memenuhi asumsi heteroskedasdisitas. 3. Hasil Uji Hipotesis a. Hasil Uji Adj R2 Koefisien determinasi (R2) pada intinya untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan
model
dalam
menerangkan
variasi
variabel
57
independen.Hasil uji R2 penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut. Tabel 4.6 Hasil Uji Adj R2 b
Model Summary
Model 1
R ,807
R Square a
Adjusted R Square
,652
Std. Error of the Estimate
,642
327204820213,8830
a. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO b. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah Dari tabel 4.6 diatas diketahui bahwa nilai R Square adalah sebesar 0,652. Hal ini berarti bahwa sebesar 65,2% variabel dependen atau persistensi laba dipengaruhi oleh variabel independen yaitu perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan, aliran kas, dan akrual. Sedangkan sisanya 34,8% dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. b. Hasil Uji t Hasil uji t dapat dilihat dari nilai signifikan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan (BPT), aliran kas (AKO), akual (TAcc) dalam menerangkan variabel dependen yaitu persistensi laba, pada tabel dibawah ini.
58
Tabel 4.8 Hasil Uji t Coefficients Model
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
t
Sig.
Collinearity Statistics
Beta
Toleranc
VIF
e 356140890
355890167
35,441
71,889
TAcc
-1,060
,094
AKO
,952
BPT
-,008
(Constant) 1
1,001
,319
-,665
-11,322
,000
,970 1,031
,095
,588
9,990
,000
,967 1,034
,051
-,009
-,156
,004
,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t Sumber: Data diolah
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Hasil uji statistik t hipotesis 1, jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai probability t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha. Hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai koefisien konstanta adalah sebesar 35614089035,441. Koefisien nilai perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan adalah sebesar -0,008 dengan tingkat signifikansi 0,004. Koefisien aliran kas operasi sebesar 0,952 dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien nilai akrual sebesar -1,060 dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien laba tahun berjalan sebesar 1,663 dengan tingkat 59
signifikan 0,000.Berdasarkan table 4.8 maka dapat diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut: PTBIt+1 =(35614089) +(-1,060)TAccit + (0,952)AKOit+ (-0,008)DTE Keterangan: PTBI(t+1)
= Laba akuntansi sebelum pajak periode mendatang (persistensi laba)
α
= Interceptatau konstanta
β
=Koefisien regresi
β1TAccit
=Totalakrual
β2AKOit
= Aliran kas operasi
β3DTE
= Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan
ε
=Error
c. Hasil Uji F Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.Signifikan model regresi (sig) yang ada pada tabel 4.7.
60
Tabel 4.7 Hasil Uji F Model Regression
1
Residual
Total
Sum of Squares 208494564192869400 00000000,000 111345514146047460 00000000,000 319840078338916860 00000000,000
df 3
104
Mean Square 6949818806428979 000000000,000
F
Sig.
64,913 ,000b
1070629943711994 80000000,000
107
a. Dependent Variable: PTBI t b. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO
Sumber: Data diolah Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 64,913 dengan nilai sig. sebesar 0,000. Hal ini menandakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan karena nilai sig.
61
Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskaldengan Proksi Beban Pajak Tangguhan terhadap Persistensi Laba. Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba, dengan nilai signifikan sebesar 0,004 (sig < 0,005) maka perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (BPT) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba.Dan jika dilihat dari β yang negatif maka BPT mempunyai hubungan yang negatif terhadap persistensi laba.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal (BPT) mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap persistensi laba.Dengan demikian hipotesis 1 diterima. Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Handayani Tri Wijayanti (2006), Ginting (2006), Martanti dan Aulia (2008), dan Tuti Nur Asma (2012) yang menyimpulkan bahwa boox tax differences berpengaruh secara negative terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan. Namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin(2008). Hasil Uji Hipotesis 2: Discretionary Accrual terhadap Persistensi Laba. Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa discretionary accrualdengan persistensi laba berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba, dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (sig < 0,005) 62
maka discretionary accrual (TAcc) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba.Dan jika dilihat dari β yang negatif maka BPT mempunyai hubungan yang negatif terhadap persistensi laba.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa discretionary accrual (TAcc) mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap persistensi laba.Dengan demikian hipotesis 2 diterima. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dechow dan Dichev (2002) yang menyatakan bahwa besaran akrual mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Besar kecilnya komponen akrual yang terjadi di perusahaan akan menyebabkan gangguan (noise) yang dapat menyebabkan persistensi laba. Komponen akrual dan current earning cenderung terulang lagi atau persisten untuk menentukan laba masa depan karena didasarkan pada akrual.
Hasil Uji Hipotesis 3: Aliran Kasterhadap Persistensi Laba. Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa aliran kas operasi berpengarun positif terhadap peristensi laba dengan sig sebesar 0,000 (sig < 0,005) dengan β yang positif maka aliran kas operasi (AKO) mempunyai hubungan yang positif terhadap persistensi laba.Jadi hipotesis yang telah dirumuskan sesuai dengan hasil penelitian bahwa hipotesis 3 diterima.
63
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan maka akan meningkatkan persistensi laba perusahaan tersebut. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Meythi (2006) yang menyatakan bahwa aliran kas operasi tidak memepngaruhi persistensi laba. Tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah (2008) dan Sloan (1996) yang menyatakan aliran kas operasi berpengaruh positif terhadap persistensi laba mengisyaratkan semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan maka akan meningkatkan persistensi laba perusahaan tersebut.
64
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan, aliran kas dan akrual terhadap persistensi laba pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012.Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap 27 sampel, maka diperoleh kesimpulans ebagai berikut: 1. Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba. Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Handayani Tri Wijayanti (2006), Ginting (2006), Martanti dan Aulia (2008), dan Tuti Nur Asma (2012) yang menyimpulkan bahwa boox tax differences berpengaruh secara negative terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan. Namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin(2008). 2. Discretionry Accrualberpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba.Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dechow dan Dichev (2002) yang menyatakan bahwa besaran akrual mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Besar kecilnya komponen akrual yang terjadi di perusahaan akan 65
menyebabkan gangguan (noise) yang dapat menyebabkan persistensi laba. Komponen akrual dan current earning cenderung terulang lagi atau persisten untuk menentukan laba masa depan karena didasarkan pada akrual. 3. Aliran kas operasi berpengaruh signifikan positif terhadap persistensi laba. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan maka akan meningkatkan persistensi laba perusahaan tersebut. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Meythi (2006) yang menyatakan bahwa aliran kas operasi tidak memepngaruhi persistensi laba. Tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah (2008) dan Sloan (1996) yang menyatakan aliran kas operasi berpengaruh positif terhadap persistensi laba mengisyaratkan semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan maka akan meningkatkan persistensi laba perusahaan tersebut.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan diatas, maka implikasi pada penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Investor Investor sebagai salah satu pemilik modal dapat mengetahui kelangsungan perusahaan tersebut, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat atas resiko investasinya dan menentukan pilihan 66
atas investasi pada perusahaan manufaktur untuk masa yang akan datang. 2. Bagi Akademis, peneliti serta pembaca diharapkan untuk dapat melanjutkan penelitian yang berkaitan mengenai perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, aliran kas, dan akrual sehingga bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Ahmed R. 2007. Accounting Theory. Edisi Lima. Jakarta:Salemba Empat. Bambang Sutopo. 2005. Persistensi Laba dan Pengumuman Perubahan Deviden sebagai Suatu Sinyal. Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol. 5 No 2. Surakarta. Chandrarin, G. 2001. Laba (Rugi) Selisih Kurs sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Akuntansi: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia.Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Damayanti, Theresia. 2008. Perbandingan Akrual dan Pajak Tangguhan dalam Pengujian Aliran Kas Masa Datang dan Return Saham.Jurnal Akuntansi/Tahun XII, No. 03. pp:250-259. Djamaluddin, Subekti. 2008. Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual dan Aliran Kas pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 11, No. 1, Januari 2008, Hal. 52-74. Dwi Martanti dan Aulia Eka Persada. 2008. Pengaruh Box Tax Gap terhadap Persistensi Laba. Jurnal Auntansi Keuangan. Jakarta. Elingga, Muna. 2008. Pengaruh Komponen Akuntansi Akrual Sebagai Prediktor Arus Kas Koperasi pada Saat Krisis dan Setelah Krisis. Jurnal Akuntansi/Tahun XII, No. 02 (132:14). Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:Universitas Diponegoro. Hanlon, M. 2005. The Persistence and Pricing of Earnings, Accrual, and Cash Flow When Firm Have Large Boox-tax Differences.The Accounting Review 80 (March).Pp 137-167. Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Harnanto. 2003. Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta. Hayn, C. 1995. The Information Content of Losses.Journal of Accounting and Economics, 20, 125-153. 68
http://www.idx.co.id. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:Salemba Empat. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.“Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 2002. Kieso, Donal.E. Jerry J. Weygant dan Terry D. Warfield. 2007. Accounting Intermediate. Edisi 12. Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Lev, B dan D. Nissim. 2004. Taxable Income, Future Earnings, and Equity Value. The Accounting Review (Oktober). Pp 1039-1074. Meythi.2006. Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham dengan Persistensi Laba sebagai Variabel Invertening.Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang. Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah.2008. Analisis Pengaruh Arus Kas terhadap Harga Saham melalui Persistensi Laba sebagai Variabel Intervening. Jurnal Maksi. Vol. 8. Muljono, Djoko. 2009. ‖Akuntansi Pajak‖. Yogyakarta:Andi. Penman, S.H. and X.J. Zhang. 2002. Accounting Conservatism, the Quality of Earning and Stock Return. Working Paper, www.ssrn.com Philips, Pincus dan S.O. Rego. 2003. ―Earnings Mangement :New Evidence Based on Deferred Tax Expense‖. The Accounting Review. 78 pp 491-521 Santi Aryn Wiryandari. 2009. Hubungan Laba Akuntansi dan Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba.Jurnal. Santoso, Arga Fajar dan Linda Kusumaning Wedari.2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit.JAAI vol. 11 no.2 Des 2007, 141—158. Scott, William R. 2000.Financial Accounting Theory 3rd Edition.Prentice Hall Canada Inc. Sri Wineh. 2008. Analisis Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham dengan Persistensi Laba sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI). Jurnal Akuntansi.
69
Suranggane, Zulaikha. 2007. Analisis Aktiva Pajak Tangguhan dan Akrual Sebagai Prediktor Manajemen Laba.Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia.Vol. 4, No. 1, hal.77-49. Tuti Nur Asma. 2012. Pengaruh Aliran Kas dan Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba. Jurnal Akuntansi. Padang. Uyanto, Stanislaus S. 2006. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Pedoman
Analisis
Data
dengan
SPSS.
Wijayanti, H.T. 2006.Analisis Pengaruh Perbedaan antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas.Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang. Yulianti. 2005. ―Kemampuan Beban Pajak Tanggguhan dalam Memprediksi Manajemen Laba‖. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 2, No. 1. Juli, pp:107-129.
70
Lampiran 1 Beban Pajak Tangguhan Periode 2009-2012 (dalam ribuan rupiah) No Kode 2009 1 SMCB 433.437.000 2 INTP 646.660.000 3 SMGR 63.946.332 4 ARNA 451.394.966 5 AMFG 4.830.518 6 IKAI 3.690.290 7 TOTO 4.184.601.111 8 BTON 110.445 9 CTBN 9.573.216 10 INAI 4.701.616.714 11 JPRS 1.226.444 12 LION 10.923.156 13 LMSH 1.789.406 14 PICO 6.503.111 15 BUDI 68.094.000 16 ETWA 254.450 17 UNIC 8.779.158 18 AKPI 121.508.202 19 BRNA 8.456.309 20 CYNA 30.051.773 21 IGAR 3.744.623 22 TRST 240.513.216 23 JPFA 4.010.000 24 MAIN 12.218.932 25 SIPD 13.514.729 26 FASW 401.000.123 27 SPMA 5.176.638 Sumber: Bursa Efek Indonesia
2010 260.944.000 569.061.887 56.230.225 403.564.427 9.878.617 31.224.178 8.798.789 294.789 8.373.470 1.458.775.348 39.923.641 12.281.193 3.122.842 6.603.111 58.896.000 338.903 7.512.901 112.385.608 10.141.587 27.273.302 4.601.722 210.306.386 35.159.000 12.516.398 15.718.293 371.115.885 5.920.477
2011 288.785.000 300.496.984 18.399.614 156.219.669 8.650.000 26.235.457 5.804.475 324.768 7.492.480 3.485.814 49.351.780 13.326.393 3.567.172 23.074.360 65.346.000 1.958.842 3.197.446 107.137.425 8.303.894 13.878.227 3.636.047 174.854.924 305.000.000 3.718.711 285.509 356.863.518 42.638.748
2012 365.902.000 658.307.236 7.063.455 144.823.672 6.451.000 23.820.327 5.264.671 529.666 143.154 1.343.701 19.352.024 13.811.729 4.277.502 39.000.101 70.806.000 2.709.695 4.255.007 103.720.562 3.209.630 25.089.584 4.601.722 167.483.906 15.726.000 4.067.282 84.322 352.993.930 5.129.372
71
Lampiran 2 Total Aset Periode 2008-2012 (dalam milyar rupiah) No Kode 2008 1 SMCB 7.324 2 INTP 10.536 3 SMGR 7.297 4 ARNA 365 5 AMFG 1.566 6 IKAI 704 7 TOTO 848 8 BTON 28 9 CTBN 1.064 10 INAI 477 11 JPRS 205 12 LION 165 13 LMSH 42 14 PICO 251 15 BUDI 979 16 ETWA 470 17 UNIC 2.698 18 AKPI 1.463 19 BRNA 398 20 CYNA 1.074 21 IGAR 275 22 TRST 2.104 23 JPFA 3.339 24 MAIN 314 25 SIPD 1.158 26 FASW 2.882 27 SPMA 1.320 Sumber: Bursa Efek Indonesia
2009 7.066 9.598 7.496 479 30 682 908 34 1.581 534 189 188 44 271 932 516 2.747 1.460 408 329 290 2.020 3.622 343 1.114 3.422 1.381
2010 7.208 10.016 8.515 631 1.760 773 914 46 1.601 483 269 216 63 453 1.486 440 2.623 1.545 387 1.123 330 2.139 4.043 505 1.295 3.770 1.502
2011 7.675 11.287 10.603 736 1.993 784 1.031 71 2.089 622 399 253 62 589 1.699 418 3.107 1.644 433 1.235 306 2.159 5.385 860 1.385 3.719 1.565
2012 7.265 13.276 12.951 823 1.972 765 1.011 70 1.871 470 354 271 73 543 1.599 536 2.251 1.588 507 1.291 318 1.923 6.070 885 1.641 3.671 1.433
72
Lampiran 3 Laba Akuntansi Sebelum Pajak (Periode 2009- 2013) (Dalam Milyard Rupiah) No Kode 2009 2010 1 SMCB 176 169 2 INTP 593 984 3 SMGR 1296 1775 4 ARNA 28 43 5 AMFG 17 153 6 IKAI 3 12 7 TOTO 80 56 8 BTON 1 9 9 CTBN 211 220 10 INAI 13 0,33 11 JPRS 27 42 12 LION 21 25 13 LMSH 3 6 14 PICO 2 9 15 BUDI 21 46 16 ETWA 10 7 17 UNIC 11 33 18 AKPI 15 23 19 BRNA 5 10 20 CYNA 7 1 21 IGAR 10 15 22 TRST 26 18 23 JPFA 238 181 24 MAIN 47 28 25 SIPD 41 21 26 FASW 102 122 27 SPMA 23 27 Sumber: Bursa Efek Indonesia
2011 282 1746 2522 54 228 3 63 21 215 1 49 38 9 13 33 617 40 68 21 0,7 7 58 253 4 27 37 14
2012 896 2747 3326 64 67 36 183 9 133 13 2 34 2 13 146 10 39 95 20 66 65 144 814 76 37 277 27
2013 950 4120 5654 122 114 38 186 15 175 25 7 45 8 15 150 15 42 100 24 68 70 172 850 80 55 295 35
73
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Proksi Beban Pajak Tangguhan)
No Kode 2009 1 SMCB 0,0591 2 INTP 0,0613 3 SMGR 0,0087 4 ARNA 0,0034 5 AMFG 0,003 6 IKAI 0,005 7 TOTO 0,004 8 BTON 0,003 9 CTBN 0,008 10 INAI 0,009 11 JPRS 0,005 12 LION 0,066 13 LMSH 0,042 14 PICO 0,025 15 BUDI 0,069 16 ETWA 0,0005 17 UNIC 0,003 18 AKPI 0,083 19 BRNA 0,021 20 CYNA 0,03 21 IGAR 0,013 22 TRST 0,114 23 JPFA 0,007 24 MAIN 0,038 25 SIPD 0,011 26 FASW 0,139 27 SPMA 0,03 Sumber: Bursa Efek Indonesia
2010 0,036 0,059 0,007 0,842 0,006 0,045 0,009 0,008 0,005 0,002 0,211 0,065 0,07 0,024 0,063 0,0006 0,002 0,076 0,024 0,082 0,015 0,104 0,001 0,036 0,014 0,108 0,004
2011 0,04 0,041 0,042 0,043 0,044 0,045 0,047 0,048 0,049 0,05 0,052 0,053 0,054 0,055 0,056 0,058 0,059 0,061 0,063 0,064 0,065 0,067 0,068 0,069 0,07 0,073 0,075
2012 0,077 0,078 0,079 0,08 0,081 0,082 0,084 0,085 0,086 0,087 0,089 0,09 0,091 0,092 0,093 0,095 0,096 0,098 0,1 0,101 0,102 0,104 0,105 0,106 0,107 0,11 0,112
74
Lampiran 5 Hasil Perhitungan Total Akrual (Periode 2009-2012) (dalam Jutaan Rupiah) No 1 2
Kode SMCB INTP
2009 2010 2011 (111,284) (512,794) (447,334) 549,614 676,242 95,586
2012 515,752 123,528
3 SMGR (447,589) 1,772,178 2,520,254 332,259 4 ARNA 3,062 386 43,914 61,622 5 AMFG 20,817 (7,122) (92,732) 63,688 6 IKAI (225,188) (248,097) (193,284) (702,857) 7 TOTO (5,483) (2,555) (6,819) (7,026) 8 BTON (14,637) 5,959 (732) (4,514) 9 CTBN 192,755 199,867 179,622 90,176 10 INAI 9,045 (519) (10,401) (7,341) 11 JPRS 245 37,399 (67,224) 0,571 12 LION (33,132) (38,152) (42,467) (93,049) 13 LMSH 327 2,681 6,052 0,785 14 PICO 344 7,638 (223,797) 2,181 15 BUDI 7 (108) (110) (9,138) 16 ETWA 6,692 753 612,954 6,121 17 UNIC 10,136 29,988 7,332 (29,662) 18 AKPI (109,656) (117,286) (160,478) (158,907) 19 BRNA (37,951) (27,093) (23) (2,839) 20 CYNA (5,174) (10,101) (21,847) 57,889 21 IGAR 10,022 (17,742) 5,598 9,258 22 TRST (42,742) (7,713) (448) 80,633 23 JPFA 223,996 167,768 226,127 (67,064) 24 MAIN 39,675 14,265 (15,919) 50,141 25 SIPD 24,321 11,949 (19,041) 16,937 26 FASW (83,732) (48,037) (13,165) 108,175 27 SPMA 19,529 2,145 (6,317) 19,608 Sumber: Bursa Efek Indonesia
75
Lampiran 6 Aliran Kas Operasi Periode 2009-2012 (dalam Ribuan Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kode SMCB INTP SMGR ARNA AMFG IKAI TOTO BTON CTBN INAI JPRS LION LMSH PICO BUDI ETWA UNIC AKPI
2009 287.284.000.000 4.338.626.481.000 1.743.589.294.000 4.380.012.000 4.830.518.000 232.188.389.000 85.483.143.000 15.673.210.000 18.245.320.000 3.955.518.000 2.500.580.000 54.132.120.000 2.673.143.000 1.656.819.000 13.998.000.000 3.308.645.000 864.371.000.000 124.565.430.000
2010 681.794.000.000 307.758.755.000 2.822.280.000 4.400.550.000 9.878.617.000 251.097.687.000 58.555.480.000 14.959.590.000 20.133.650.000 5.520.208.000 4.601.227.000 63.152.323.000 3.319.174.000 1.362.147.000 153.947.000.000 6.247.958.000 3.012.506.000 140.256.383.000
2011 852.862.000.000 790.140.947.000 3.746.684.000 10.086.655.000 320.732.000.000 205.284.544.000 131.190.541.000 21.732.250.000 35.378.871.000 5.659.006.000 116.224.303.000 80.467.053.000 2.948.837.000 23.679.703.000 143.395.000.000 4.046.728.000 32.668.962.000 228.478.702.000
2012 380.248.000 2.623.472.828.000 3.410.263.000 2.378.093.000 312.726.000.000 738.857.824.000 190.026.740.000 13.514.188.000 42.824.323.000 11.401.656.000 1.429.771.000 127.049.613.000 1.215.176.000 10.819.797.000 155.138.000.000 3.879.767.000 68.662.771.000 253.907.815.000
BRNA CYNA IGAR TRST JPFA MAIN SIPD FASW SPMA
42.951.180.000 12.174.771.000 20.022.752.000 68.742.789.000 13.004.000.000 7.325.110.000 16.679.001.000 185.732.199.000 3.471.601.000
37.893.457.000 1.110.101.000 32.742.911.000 95.130.120.000 13.232.000.000 13.735.267.000 9.051.640.000 170.037.898.000 5.550.451.000
44.263.006.000 22.547.815.000 1.402.850.000 102.800.661.000 26.873.000.000 19.919.924.000 46.041.313.000 168.650.812.000 7.683.216.000
48.390.794.000 8.111.189.000 55.742.716.000 63.367.841.000 67.878.000.000 25.859.314.000 20.063.628.000 168.825.519.000 7.392.756.000
Sumber: Bursa Efek Indonesia
76
Lampiran 7 Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
TAcc
108
-702857000000
2520254000000
AKO
108
1110101000
2623472828000
BPT
108
84322000
4701616714000
PTBI t
108
330000000,0
3326000000000,0
Valid N (listwise)
Mean 436865370 37,03 137436369 935,18
Std. Deviation 343204377670,036
337486312050,871
177968410
621803596160,42
629,6 211361388 888,889
546732074296,3669
108
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
77
GrafikNormality Probability Plot
Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
t
Sig.
Collinearity Statistics
Beta
Toleranc
VIF
e (Constant) 1
356140890 355890167
1,001
,319
-,665 -11,322
,000
,970 1,031
9,990
,000
,967 1,034
-,156
,004
,997 1,003
35,441
71,889
TAcc
-1,060
,094
AKO
,952
,095
,588
BPT
-,008
,051
-,009
a. Dependent Variable: PTBI t
78
Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary
Model
1
R
R Square
,807a
Adjusted R
Std. Error of the
Durbin-
Square
Estimate
Watson
,652
,642 327204820213,8830
2,002
a. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO b. Dependent Variable: PTBI t
Hasil Uji Heterokedasdisitas
79
Hasil Uji Adj R2 b
Model Summary Model
R
1
,807
R Square a
Adjusted R Square
,652
Std. Error of the Estimate
,642
327204820213,8830
Hasil Uji t
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
t
Sig.
Collinearity Statistics
Beta
Toleranc
VIF
e 356140890
355890167
35,441
71,889
TAcc
-1,060
,094
AKO
,952
BPT
-,008
(Constant) 1
1,001
,319
-,665
-11,322
,000
,970 1,031
,095
,588
9,990
,000
,967 1,034
,051
-,009
-,156
,004
,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t
Hasil Uji F
Model Regression
1
Residual
Total
Sum of Squares 20849456419286940000 000000,000 11134551414604746000 000000,000 31984007833891686000 000000,000
df
Mean Square 3
104
6949818806428979000 000000,000
F
Sig.
64,913 ,000b
1070629943711994800 00000,000
107
a. Dependent Variable: PTBI t b. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO
80