PENGARUH PEMBERIAN BAHAN ORGANIK CAMPURAN PADA SISTEM RESAPAN BIOPORI MODIFIKASI TERHADAP PERUBAHAN FISIK-KIMIA TANAH SEBAGAI TEKNIK KONSERVASI TANAH (THE EFFECT OF ORGANIC MATTER MIXED IN MODIFIED OF BIOPORI ABSORPTION HOLES SYSTEM TO THE CHANGES OF SOIL PHYSICAL-CHEMICAL CHARACTERISTIC AS SOIL CONSERVATION TECHNIQUES) Fitriani Mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM JL. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia E-mail:
[email protected] 1
ABSTRAK Penggunaan lahan untuk perkebunan salah satunya perkebunan karet dapat menurunkan sifat fisikkimia tanah. Sehingga perlu dilakukan konservasi tanah untuk meningkatkan kualitas tanah di bawah vegetasi karet. Salah satu upayanya yaitu dengan membuat lubang resapan biopori yang diisi bahan organik. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian bahan organik campuran pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap perubahan beberapa sifat fisik-kimia tanah sebagai teknik konservasi tanah di perkebunan karet. Bahan organik yang digunakan berupa pupuk kompos dan daun kering. Penelitian ini dilakukan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 pemberian bahan organik variasi komposisi campuran dari bahan organiknya dan masing-masing 4 kali ulangan B0(kontrol), B1(0:1), B2(1:0), B3(1:3), B4(1:1), dan B5(3:1), dan variasi lama inkubasi bahan organik terdiri atas 20 hari dan 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan pengaruh nyata namun tidak signifikan pada peningkatan atau penurunan variabel tanah meliputi distribusi partikel tanah, kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan KTK. Kemudian, tidak terdapat perbedaan nilai yang nyata antara lama inkubasi 20 hari dan 30 hari pada variabel distribusi partikel tanah, dan terdapat perbedaan nilai yang nyata antara lama inkubasi 20 hari dan 30 hari pada peningkatan atau penurunan variabel kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan KTK. Kata Kunci : konservasi tanah, biopori, bahan organik, sifat fisik-kimia tanah. ABSTRACT The use of land for plantations, one of which is rubber plantation can reduce the physical-chemical characteristic of the soil. So, we need to conserve the soil to improve the quality of soil under rubber vegetation. One of the efforts is to make biopori absorption holes and filled with organic material. The purpose of this research was to determine the effect of organic matter mixed in modified of biopori absorption holes to the changes of some physical-chemical characteristic in the soil as soil conservation techniques in the rubber plantations. The organic materials used in the form of compost and dry leaves. This research was conducted in the field using a Randomized Block Design (RBD) with 6 treatments composition varieties of the mixture of the organic materials and each of 4 replications of B0(control), B1(0:1), B2(1:0), B3(1:3), B4(1:1), and B5(3:1), and the variations of organic materials long incubation is 20 days and 30 days. The results showed a no real effect and real effect but not significant on the increase or decrease in variable soil is the
distribution of soil particles, soil water content, stability of soil aggregates, C-organic and Cation Exchange Capacity (CEC). Then, no differences significant value between the long incubation of 20 days and 30 days in the variable of the distribution of soil particles, and there are differences of significant value between the long incubation of 20 days and 30 days on the increase or a decrease in variable soil water content, stability of soil aggregates, C-organic and CEC. Keywords: soil conservation, biopori, organic materials, physical-chemical characteristic of soil.
I. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat menyebabkan peningkatkan kebutuhan hidup baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh sebab itu, upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang banyak sekali ditemukan yaitu pemanfaatan lahan sebagai lahan produksi. Salah satunya pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian. Berdasarkan data statistik tahun 2014, luas lahan pertanian di Indonesia sebanyak 47.587.797,00 Ha yang terdiri dari sawah irigasi, sawah non irigasi, kebun atau tegal, hutan atau ladang, dan lahan yang sementara tidak diusahakan (BPS, 2014). Penggunaan lahan untuk perkebunan seperti tanaman karet, salah satu perkebunan monokultur dapat menyebabkan timbulnya berbagai dampak negatif, salah satunya terganggunya ekosistem tanah dengan hilangnya biodiversitas di lahan tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan hilangnya spesies lain di lahan tersebut. Penggunaan lahan untuk perkebunan ini juga menyebabkan berubahnya sifat fisik tanah seperti rusaknya struktur tanah, penurunan porositas tanah, kemudian diikuti penurunan laju infiltrasi dan peningkatan limpasan permukaan yang menyebabkan terjadinya erosi (Junedi, 2010). Selanjutnya, terjadinya erosi dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah dengan menipisnya lapisan tanah atasan yang subur, berkurangnya kadar bahan organik tanah dan minimnya kandungan hara-hara makro dan mikro (Tolohula, 2014). Salah satu upaya konservasi tanah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah adalah sistem lubang resapan biopori. Brata (2008) pada penelitian Victorianto (2014) mengungkapkan bahwa pembuatan lubang resapan biopori memiliki manfaat yaitu meresapkan air dari aliran permukaan sehingga dapat mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan dengan menyimpan air di bawah tanah, mempermudah penanganan sampah organik sehingga menjadi alternatif pemanfaatan limbah untuk menjaga kebersihan, mengatasi masalah karena genangan dan memperbaiki ekosistem tanah. Lubang resapan biopori juga berperan sebagai media yang dapat mempercepat proses penyebaran bahan organik ke dalam tanah dengan bantuan organisme. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menjaga dan meningkatkan unsur hara pada tanah. Berdasarkan hasil penelitian Bappeda Kabupaten Jombang (2011), lahan menggunakan lubang resapan biopori memiliki kadar air sebesar 0.44%. Adapun tanah tanpa menggunaan lubang resapan biopori memiliki kadar air yang lebih kecil yaitu 0,28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa lubang resapan biopori meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air lebih besar jika dibandingkan dengan tidak menggunakan lubang biopori. Hasil penelitian Muchron (2010) menunjukkan nilai agregat tanah pada tanah di sekitar lubang resapan biopori lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa lubang resapan biopori. Nilai rata-rata
agregat tanah disekitar lubang resapan biopori yaitu 80,4 mm. Adapun nilai rata-rata tanah tanpa lubang resapan biopori yatu 77,3 mm. Hasil penelitian Maharany (2011) juga menunjukkan adanya pengaruh biopori berisi bahan organik serasah terhadap peningkatan kapasitas tukar kation (KTK) dan C-organik tanah. Nilai KTK tanah disekitar biopori dan tanpa biopori menunjukkan angka yang nyata, yaitu di sekitar biopori sebesar 6,08 me/ 100 gr dan tanpa biopori sebesar 4,11 me/ 100 g. Begitu pula pada C-organik, nilai C-organik tanah dengan biopori sebesar 3,49% dan tanpa biopori sebesar 0,65 %. Penelitian ini dilakukan pembuatan lubang resapan biopori yang dimodifikasi sistem keranjang dan diisi bahan organik campuran untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan organik dan lama inkubasinya terhadap perubahan kualitas fisik-kimia tanah yang meliputi variabel distribusi partikel tanah, kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah di bawah vegetasi karet. Keranjang pada lubang resapan biopori ini berfungsi untuk meningkatkan tangkapan air, sehingga memperbesar daya resap air. Selain itu, sistem ini dimaksudkan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dengan pembentukan ruang pori hayati (biopori) untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Razie, 2015 (A)). Bahan organik yang digunakan adalah pupuk kompos dan daun kering yang dikombinasikan dengan berbagai perbandingan jumlah. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan informasi tentang teknik konservasi tanah yang mudah, ekonomis dan ramah lingkungan menggunakan teknik biopori dengan pemberian bahan organik sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas fisik-kimia tanah. Sistematika penulisan jurnal ilmiah ini sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, teori dan penemuan-penemuan ilmiah yang telah dipublikasikan yang berkaitan dengan penelitian ini serta sistematika penulisan. II. METODE PENELITIAN Berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, alat dan bahan penelitian, dan rancangan penelitian yang akan diimplementasikan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berisi hasil analisis penelitian yang didukung dengan teori dan penemuan yang telah dipublikasikan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil analisis penelitian berdasarkan yang telah diuraikan di bab-bab sebelumnya. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
II. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun UNLAM Puspitek Agripeka, terletak di Sungai Riam, Pelaihari, Kalimantan Selatan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Agustus 2016. Analisis sifat fisik-kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Uiversitas Lambung Mangkurat. Adapun variabel pengamatan sifat fisika tanah terdiri atas distribusi partikel tanah, kadar air dan keantapan agregat tanah, sedangkan sifat kimia tanah terdiri atas C-organik dan KTK.
2.2 Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan antara lain bor tanah, sekop, cangkul, meteran, timbangan, gunting, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tanah di kebun UNLAM Puspitek Agripeka, serasah daun kering, pupuk kompos kertas label dan plastik klip. 2.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental, dilakukan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 6 perlakuan dan 4 kali pengulangan. Lubang resapan biopori modifikasi sistem keranjang organik dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm dengan keranjang organik berukuran (125 x 75 x 75) cm. Sistem keranjang organik dibuat berdasarkan penelitian Razie (2015). Adapun total berat bahan organik yang dimasukkan ke lubang resapan biopori modifikasi yaitu 10 kg. Sampel tanah di ambil setelah lama inkubasi bahan organik 20 hari dan 30 hari. Adapun titik pengambilan sampel yaitu pada kedalaman 150-175 cm dari permukaan lubang resapan biopori modifikasi dan jarak 10 cm dari dinding lubang resapan biopori modifikasi. Variasi komposisi bahan organik daun kering dan pupuk kompos yaitu : 1) Tanpa pemberian bahan organik sebagai kontrol (disingkat B0) 2) Penambahan daun kering saja(disingkat B1) 3) Penambahan pupuk kompos saja (disingkat B2) 4) Penambahan pupuk kompos dan daun kering, perbandingan berat 1:3 (disingkat B3) 5) Penambahan pupuk kompos dan daun kering, perbandingan berat 1:1 (disingkat B4) 6) Penambahan pupuk kompos dan daun kering, perbandingan berat 3:1 (disingkat B5) Variasi lama inkubasi ditentukan berdasarkan penelitian oleh Widyastuti (2013) yang menyatakan bahwa lubang resapan biopori modifikasi yang diisi sampah daun akan membutuhkan waktu 1 bulan (30 hari) untuk terdekomposisi. Oleh sebab itu, penelitian kali ini dilakukan dengan pengisian bahan organik daun kering yang ditambah pupuk kompos. Variasi lama inkubasinya adalah : 1) 20 hari (dilakukan pengamatan setelah lama inkubasi 20 hari) 2) 30 hari (dilakukan pengamatan setelah lama inkubasi 30 hari) Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan sistem resapan biopori modifikasi, pemberian bahan organik ke lubang resapan biopori modifikasi, inkubasi dan pemeliharaan lubang resapan biopori modifikasi, pengambilan sampel tanah serta analisis laboratorium. Metode prosedur analisis laboratorium untuk sampel tanah seperti pada tabel 2.1. Analisis data dilakukan secara statistik dengan analisis ragam (analysis of variance = anova) dan Uji T. Bila terjadi pengaruh yang nyata pada analisis ragam dengan taraf kepercayaan 95%, maka analisis dilanjutkan dengan Uji LSD (Least Significant Different) pada taraf kesalahan 5%. Uji T digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh antara lama inkubasi 20 hari dan 30 hari.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Keterkaitan Antara Beberapa Sifat Fisik-Kimia Tanah Bahan organik merupakan kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, salah satunya yaitu senyawa karbon (C). Sehingga, dengan pemberian bahan organik ke dalam tanah dan adanya aktifitas organisme tanah dalam proses dekomposisi bahan organik menghasilkan senyawa karbon yang dapat tersebar ke dalam tanah. Hal itu dapat menyebabkan peningkatan C-organik tanah. Di samping itu, proses
dekomposisi bahan organik oleh organisme tanah juga menghasilkan asam organik yang dapat meningkatkan muatan negatif pada koloid tanah, sehingga kapasitas tukar kation (KTK) tanah meningkat (Mustoyo, 2013). Dengan peningkatan KTK dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan unsur hara dan air yang diberikan ke dalam tanah. Sehingga, dengan meningkatnya kemampuan tanah menahan unsur hara dan air, dapat pula meningkatkan kemantapan agregat tanah, sebab unsur hara dan air berperan sebagai perekat dalam proses agregasi tanah (Zulkarnain, 2013). Air yang tertahan di dalam tanah mempengaruhi tekstur tanahnya. Tekstur tanah yang halus menunjukkan partikel tanah ≤ 2 mm tinggi. Adapun substansi dari partikel tanah ≤ 2 mm yaitu pasir, debu dan liat. Distribusi partikel tanah ≤ 2 mm mempengaruhi keberadaan ruang pori makro dan mikro. Distribusi partikel tanah ≤ mm yang meningkat menyebabkan lapisan bawah permukaan tanah semakin padat dan ruang pori makro semakin banyak (Razie, 2015 (B)). Keberadaan ruang pori makro tersebut sangat efektif dalam menyalurkan air ke dalam tanah, sehingga dapat mempengaruhi kadar air tanah. Peningkatan kadar air tanah menghasilkan tekstur liat tanah meningkat, sehingga luas permukaan tanah juga meningkat. Peningkatan luas permukaan tanah menyebabkan C-organik dan KTK tanah juga meningkat, sehingga berpengaruh meningkatkan kemantapan agregat tanahnya juga, dan seterusnya mempengaruhi variabel sifat fisik-kimia tanah. 3.2 Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah di Sekitar Lubang resapan biopori modifikasi Modifikasi 3.2.1 C-Organik Hasil uji LSD seperti yang disajikan pada tabel 3.1, menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5% pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap C-organik dapat dikatakan bahwa variasi pemberian bahan organik menunjukkan nilai C-organik tidak berbeda nyata. Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, pemberian bahan organik menunjukkan nilai C-organik tidak berbeda nyata. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata C-organik lama inkubasi 20 hari dan 30 hari menunjukkan berbeda nyata antara hasil C-organik lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari. C-organik pada lama inkubasi 20 hari cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada lama inkubasi 30 hari. Tabel 3.1 Hasil Uji LSD 5% Untuk C-Organik No. 1 2 3 4 5 6
Perlakuan 20 Hari 30 Hari Control 0.80 a 0.50 a daun kering 0.54 a 0.36 a a pupuk kompos 0.70 0.47 a a pupuk kompos dan daun kering 1:3 0.59 0.43 a pupuk kompos dan daun kering 1:1 0.90 a 0.47 a a pupuk kompos dan daun kering 3:1 1.13 0.29 a 0.74 0.42 Rata-Rata Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji LSD 5 % Seperti pada tabel 3.1, pada lama inkubasi 20 hari, nilai C-organik di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada pemberian bahan organik dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Pada lama inkubasi 20 hari ini, pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 3:1 dapat dengan baik meningkatkan nilai C-organik jika dibandingkan
dengan tanpa pemberian bahan organik. Kemudian, pada lama inkubasi 30 hari, nilai C-organik pada pemberian bahan organik menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu dapat disebabkan karena bahan organik yang didekomposisi dan disebarkan telah berkurang pada lama inkubasi 30 hari. Dahlan (2008) juga mengungkapkan bahwa penurunan C-organik akibat lama inkubasi disebabkan oleh aktivitas organisme tanah yang menggunakan senyawa karbon untuk pembentukan sel-sel tubuhnya dan sebagian lagi dibebaskan dalam bentuk CO2 selama proses dekomposisi sehingga kadar C-organik menjadi berkurang. Selain itu, Yeni (2014) menyatakan bahwa semakin lamanya waktu inkubasi, kandungan C-organik semakin rendah. 3.2.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Hasil uji LSD seperti yang disajikan pada tabel 3.2, menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5% pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap KTK tanah dapat dikatakan bahwa variasi pemberian bahan organik menunjukkan nilai KTK tidak berbeda nyata. Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, variasi pemberian bahan organik menunjukkan nilai KTK tidak berbeda nyata. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata KTK lama inkubasi 20 hari dan 30 hari menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara hasil KTK lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari. KTK pada lama inkubasi 20 hari cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada lama inkubasi 30 hari. Tabel 3.2 Hasil Uji LSD 5% Untuk KTK No. 1 2 3 4 5 6
Perlakuan 20 Hari 30 Hari a Control 55.86 32.22 a daun kering 66.09 a 33.14 a a pupuk kompos 56.39 31.31 a a pupuk kompos dan daun kering 1:3 56.87 29.61 a pupuk kompos dan daun kering 1:1 65.38 a 33.41 a a pupuk kompos dan daun kering 3:1 56.87 34.10 a 59.58 32.30 Rata-Rata Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji LSD 5 % Pada lama inkubasi 20 hari, nilai KTK di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada pemberian bahan organik dapat lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu diduga terjadi karena pada lama inkubasi 20 hari ini, penguraian bahan organik dapat dengan baik dalam mempengaruhi nilai KTK tanah, sehingga menunjukkan bahwa pemberian bahan organik mampu meningkatkan nilai KTK tanah. Pada lama inkubasi 30 hari, nilai KTK disekitar lubang resapan biopori yang ditambahkan bahan organik dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan tanpa penambahan bahan organik. Meskipun demikiaan, seperti pada lama inkubasi 20 hari, pada lama inkubasi 30 hari ini, pemberian bahan organik daun kering saja dan pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 1:1 relatif dapat dengan baik meningkatkan nilai KTK tanah jika dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu diduga terjadi akibat pengaruh dekomposisi bahan organik serta aktivitas makrofauna yang dapat menyebarkan bahan organik sehingga dapat menghasilkan nilai KTK yang berbeda-beda akibat sebaran bahan organik. Mustoyo (2013) menyebutkan bahwa peningkatan nilai KTK akibat pemberian bahan organik terjadi karena bahan organik yang terdekomposisi dapat menghasilkan asam organik yang
meningkatkan gugus karboksil –COOH dan fenolik sehingga muatan negatif ikut meningat pula. Peningkatan muatan negatif pada koloid tanah dapat menyebabkan peningkatan KTK tanah. Rahardjo (2010) mengungkapkan bahwa peningkatan atau perbedaan pola kenaikan KTK dipengaruhi oleh kecepatan dekomposisi masing-masing bahan organik, dimana bahan organik yang mudah melapuk akan cepat menghasilkan humus. Karena bermuatan negatif, humus dapat meningkatkan kation-kation serta mengadakan pertukaran ion-ion di dalam tanah. 3.3 Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah di Sekitar Lubang resapan biopori modifikasi Modifikasi 3.3.1 Kemantapan Agregat Tanah Hasil uji LSD menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5 % pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap kemantapan agregat tanah di sekitar lubang resapan biopori modifikasi menunjukkan nilai kemantapan agregat tanah tidak berbeda nyata. Sedangkan pada lama inkubasi 30 hari, tanpa pemberian bahan organik, pemberian bahan organik daun kering saja, penambahan bahana organik pupuk kompos saja dan penambahan campuran bahan organik pupuk kompos dan daun kering 1:3 menunjukkan nilai kemantapan agregat berbeda nyata namun tidak signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan lain dimana nilai kemantapan agregat tanahnya cenderung lebih tinggi. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata kemantapan agregat tanah lama inkubasi 20 hari dan 30 hari menunjukkan bahwa berbeda nyata antara hasil kemantapan agregat tanah lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari yaitu kemantapan agregat tanah pada lama inkubasi 20 hari cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada lama inkubasi 30 hari. Tabel 3.3 Hasil Uji LSD 5% Untuk Kemantapan Agregat Tanah No. 1 2 3 4 5 6
Perlakuan 20 Hari 30 Hari Control 16.31 a 15.13 b a daun kering 19.12 16.18 b pupuk kompos 19.84 a 14.91b a pupuk kompos dan daun kering 1:3 18.21 13.58 b pupuk kompos dan daun kering 1:1 17.70 a 1.78 a a pupuk kompos dan daun kering 3:1 15.21 8.31 a 17.73 11.65 Rata-Rata Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji LSD 5 % Seperti pada tabel 3.3, lama inkubasi 20 hari, nilai kemantapan agregat tanah di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada pemberian bahan organik sebagian besar meningkat dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hanya pada pemberian pupuk kompos dan daun kering 3:1 yang menurun. Kemudian, pada lama inkubasi 30 hari, nilai kemantapan agregat tanah juga dapat meningkat maupun menurun pada pemberian bahan organik. Meskipun demikian, pemberian bahan organik pupuk daun kering saja dapat dengan baik meningkatkan kemantapan agregat tanah jika dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu terjadi karena proses cementing agent, dimana bahan organik tersebar ke dalam tanah dan berfungsi merekatkan partikel-pertikel tanah, sehingga kemantapan agregat tanah semakin mantap. Zulkarnain (2013) mengungkapkan bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengalami proses dekomposisi dan menghasilkan substansi organik yang berperan sebagai perekat dalam proses agregasi tanah. Humus mempunyai gugus fungsional yang bermuatan negatif dan dapat berikatan dengan partikel tanah yang bermuatan positif membentuk agregat tanah dan menjadikan agregat tanah menjadi semakin
mantap. Adi (2014) mengungkapkan bahwa kurang berpengaruhnya pemberian bahan organik terhadap kemantapan agregat tanah diduga terjadi akibat pengolahan tanah yang dilakukan untuk perbaikan tanah tersebut menyebabkan stabilitas agregat yang telah terbentuk menjadi hancur. Mustoyo (2013) mengungkapkan bahwa kemantapan agregat tanah dipengaruhi oleh kandungan Corganik, KTK, kandungan liat dalam tanah, ruang pori total dan air tersedia. Dengan menurunnya nilai C-organik, KTK dan kandungan liat dalam tanah pada lama inkubasi 20 hari ke 30 hari, maka stabilitas agregat tanah juga akan menurun kemantapannya. Stabilitas agregat merupakan indikator kestabilan atau ketahanan suatu tanah terhadap pengaruh dari luar. 3.3.2 Kadar Air Hasil uji LSD seperti yang disajikan pada tabel 3.4, menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5 % pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap kadar air tanah di sekitar lubang resapan biopori modifikasi menunjukkan nilai kadar air tidak berbeda nyata. Pada lama inkubasi 30 hari juga menunjukkan nilai kadar air tidak berbeda nyata. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata kadar air lama inkubasi 20 hari dan 30 hari menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara hasil kadar air lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari yaitu kadar air pada lama inkubasi 30 hari cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada lama inkubasi 20 hari. Tabel 3.4 Hasil uji LSD 5% Untuk Kadar Air No. 1 2 3 4 5 6
Perlakuan 20 Hari 30 Hari Control 14.57 a 16.74 a a daun kering 12.21 15.31 a pupuk kompos 12.11 a 17.21 a a pupuk kompos dan daun kering 1:3 14.10 16.13 a a pupuk kompos dan daun kering 1:1 15.27 17.35 a pupuk kompos dan daun kering 3:1 9.39 a 18.44 a 12.94 16.86 Rata-Rata Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji LSD 5 % Pada lama inkubasi 20 hari, nilai kadar air di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada pemberian bahan organik sebagian besar dapat menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik.. Kemudian, pada lama inkubasi 30 hari, nilai kadar air pada pemberian bahan organik juga dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Namun, pada pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 1:1 dapat dengan baik meningkatkan kadar air. Hal itu dapat terjadi akibat proses dekomposisi bahan organik dan aktivitas makrofauna tanah dalam membentuk lubang-lubang biopori. Dengan keberadaan bahan organik di dalam tanah akan membantu daya pegang tanah terhadap air, sehingga akan mengurangi laju evaporasi yang terjadi di dalam tanah. Putra (2013) mengungkapkan bahwa pembentukan poripori tanah sangat dipengaruhi oleh aktifitas akar tanaman dan makrofauna tanah. Pori-pori mikro biasanya cenderung diisi oleh air, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kadar air tanah tersebut. 3.3.3 Distribusi Partikel Tanah Distribusi partikel tanah mencakup tanah yang lolos saringan 2 mm, tanah yang tertahan saringan 2 mm dan kandungan bahan organik. Adapun substansi dari ukuran partikel ≤ 2 mm yaitu pasir, debu
20 10 0 100 partikel 90 tanah 80 dapat 70 dilihat 60 > 2 mmdistribusi dan liat yang dapat dilihat pada lampiran B. Hasil sebaran pada gambar 3.1. C-Organik 0
Keterangan :
100
10
B-0 (20 Hari) B-1 (20 Hari) B-2 (20 Hari) B-3 (20 Hari) B-4 (20 Hari) B-5 (20 Hari)
90
20
80
30
70
40
60
50
50
60
40
70
30
80
20
90
10
100
< 2 mm
0
B-0 (30 Hari) B-1 (30 Hari) B-2 (30 Hari) B-3 (30 Hari) B-4 (30 Hari) B-5 (30 Hari)
0 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
> 2 mm
> 2 mm
Gambar 3.1 Sebaran Distribusi Partikel Tanah Pada gambar 3.1 dapat dilihat perubahan partikel berukuran ≤ 2 mm dan partikel berukuran > 2 mm. Secara garis besar, persen distribusi partikel tanah ≤ 2 mm mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya proses translokasi partikel akibat pergerakan air dan makrofauna di dalam tanah. Keadaan ini dapat menghasilkan lapisan bawah permukaan tanah semakin padat (Razie, 2015 (B)). a. Distribusi Partikel Tanah ≤ 2 mm Hasil uji LSD seperti yang disajikan pada tabel 3.5, menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5% pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap distribusi partikel tanah ≤ 2 mm di sekitar lubang resapan biopori modifikasi dapat dikatakan bahwa variasi pemberian bahan organik menunjukkan nilai distribusi partikel tanah ≤ 2 mm tidak berbeda nyata. Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, variasi pemberian bahan organik menunjukkan nilai distribusi partikel tanah ≤ 2 mm tidak berbeda nyata. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata distribusi partikel tanah ≤ 2 mm lama inkubasi 20 hari dan 30 hari menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil distribusi partikel tanah ≤ 2 mm lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari. Tabel 3.5 Hasil uji LSD 5% Untuk Distribusi Partikel Tanah ≤ 2 mm No. 1 2 3 4 5 6
Perlakuan 20 Hari 30 Hari a Control 61.40 66.05 a daun kering 69.05 a 68.63 a a pupuk kompos 66.82 56.86 a pupuk kompos dan daun kering 1:3 68.80 a 69.89 a a pupuk kompos dan daun kering 1:1 68.29 72.31 a pupuk kompos dan daun kering 3:1 60.11 a 66.75 a 65.74 66.74 Rata-Rata Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji LSD 5 %
50
4
Seperti pada tabel 3.5, pada lama inkubasi 20 hari, nilai distribusi partikel tanah ≤ 2 mm di sekitar lubang resapan biopori modifikasi dengan pemberian bahan organik sebagian besar dapat meningkat, hanya pada pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 3:1 yang menyebabkan nilai distribusi partikel tanah ≤ 2 mm menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, nilai distribusi partikel tanah ≤ 2 mm dengan pemberian bahan organik dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu diduga dipengaruhi oleh aktifitas makrofauna tanah akibat pemberian bahan organik pada lubang resapan biopori modifikasi serta faktor lingkungan yang mendukungnya. Menurut Jaco (2015), pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas makrofauna tanah karena bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi makrofauna yang hidup di dalam tanah. Kemudian, Putra (2013) mengungkapkan bahwa pembentukan pori-pori tanah sangat dipengaruhi oleh aktifitas akar tanaman dan makrofauna tanah. Selain itu, menurut Brata (2008), bentuk biopori menyerupai terowongan kecil di dalam tanah, bercabang-cabang dan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Sehingga, hal itu dapat mempengaruhi pergerakan partikel-partikel tanah. b. Distribusi Partikel Tanah > 2 mm Hasil uji LSD seperti yang disajikan pada tabel 3.6, menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5 % pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap distribusi partikel tanah > 2 mm di sekitar lubang resapan biopori modifikasi dapat dikatakan bahwa variasi pemberian bahan organik menunjukkan nilai distribusi partikel tanah > 2 mm tidak berbeda nyata. Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, pemberian bahan organik menunjukkan nilai distribusi partikel tanah > 2 mm tidak berbeda nyata. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata distribusi partikel tanah > 2 mm lama inkubasi 20 hari dan 30 hari menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil distribusi partikel tanah > 2 mm lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari. Tabel 3.6 Hasil uji LSD 5% Untuk Distribusi Partikel Tanah > 2 mm No. 1 2 3 4 5 6
Perlakuan 20 Hari 30 Hari a Control 37.83 33.45 a daun kering 30.44 a 31.02 a a pupuk kompos 32.51 42.67 a pupuk kompos dan daun kering 1:3 30.62 a 29.69 a a pupuk kompos dan daun kering 1:1 30.84 27.22 a pupuk kompos dan daun kering 3:1 38.84 a 32.89 a 33.51 32.82 Rata-Rata Keterangan : Nilai yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji LSD 5 % Pada dasarnya, nilai distribusi partikel tanah > 2 mm merupakan kebalikan dari nilai distribusi partikel tanah ≤ 2 mm, sebab partikel tanah > 2 mm dan partikel tanah ≤ 2 mm merupakan satu kesatuan sampel tanah yang terbagi ke dalam persentase partikel tanah. Seperti pada tabel 3.2, lama inkubasi 20 hari, nilai distribusi partikel tanah > 2 mm di sekitar lubang resapan pada pemberian bahan organik dapat meningkat dan menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, nilai distribusi partikel tanah > 2 mm dapat meningkat dan menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Pada lama inkubasi 30 hari ini, penambahan pupuk kompos saja mengakibatkan nilai distribusi partikel tanah > 2 mm menjadi
70 40
60
50
50
60
40
lebih besar. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh pemberian bahan organik yang dapat memicu pergerakan makrofauna di dalam tanah sehingga mempengaruhi distribusi tanah. 30
c. Tekstur Tanah (Ukuran Tanah ≤ 2 mm) 20 Sebaran tekstur menunjukkan bahwa pemberian bahan organik daun kering dan pupuk kompos ke lubang resapan biopori modifikasi tidak mengakibatkan perubahan yang nyata pada tekstur tanah di 10 sekitar lubang resapan biopori modifikasi. Adapun sebaran tekstur tanah yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 3.2 dimana ada pergeseran tekstur tanah antara lama inkubasi 20 hari dan 30 0 pembentukan tanah. Adapun pembentukan hari. Pergeseran tekstur tersebut dapat dikatakan sebagai 100 90 80 70 60 50 40 > 2bahan mm induk, tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti iklim, topografi, organisme dan waktu, sehingga akan menghasilkan karakteristik tanah baik fisik, kimia maupun biologi (Rahmi, 2014).
30
% Liat 0 10
100
B-0 (20 Hari) B-1 (20 Hari) B-2 (20 Hari) B-3 (20 Hari) B-4 (20 Hari) B-5 (20 Hari)
90
20
80
30
70
1
40
60
50
50
2 60
3 4
70
40
5
30
6 80
20
7
9
90
10
10
8
11
100
% Debu
0
10
20
30
40
50
60
70
80
12 90
B-0 (30 Hari) B-1 (30 Hari) B-2 (30 Hari) B-3 (30 Hari) B-4 (30 Hari) B-5 (30 Hari)
Keterangan : 1. Liat 2. Liat berdebu 3. Liat berpasir 4. Lempung liat berdebu 5. Lempung liat 6. Lempung liat berpasir 7. Lempung 8. Debu 9. Lempung berdebu 10. Lempung berpasir 11. Pasir berlempung 12. Pasir
0 100
% Pasir
Persen Pasir
Gambar 3.2 Sebaran Tekstur Tanah Lama Inkubasi 20 Hari dan 30 Hari Tekstur di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada lama inkubasi 20 hari ke 30 hari mengalami pergeseran dari liat menuju kearah debu, namun masih dalam kelas lempung berliat, hanya pada pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 3:1 lama inkubasi 30 hari memiliki pergeseran tekstur dari lempung berliat menjadi lempung berdebu. Hal itu dapat terjadi akibat translokasi partikel karena aktivitas makrofauna tanah maupun aliran air. Kemudian, perubahan ini diduga dapat terjadi karena pemberian bahan organik pada lubang resapan biopori modifikasi dapat mempengaruhi aktivitas makrofauna tanah, sehingga aktivitas makrofauna tanah menghasilkan pori makro dan mikro, kemudian membentuk biopori yang dapat mempengaruhi pergeseran tekstur tanah. Jaco (2015) mengungkapkan bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas makrofauna tanah karena bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi makrofauna yang hidup di dalam tanah. Jenis tanah di Kebun UNLAM Puspitek Agripeka tergolong kedalam jenis tanah Ultisol. Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya (Prasetyo, 2006). Junedi (2010) menyatakan bahwa kelas tekstur pada suatu lahan yang tidak berbeda disebabkan oleh lahan tersebut mempunyai bahan induk yang sama, dalam hal ini lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan di satu tempat dibawah vegetasi karet. Zurhalena (2010) juga mengungkapkan bahwa tekstur tanah merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tetap dan tidak mudah diubah oleh tangan manusia jika tidak ditambah datri tempat lain.
20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Variasi komposisi bahan organik pada lubang resapan biopori modifikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada variabel tanah meliputi distribusi partikel tanah, kadar air, C-organik dan KTK, dan memberikan pengaruh yang nyata namun tidak signifikan pada variabel kemantapan agregat tanah. 2. Variasi lama inkubasi yaitu 20 hari dan 30 hari bahan organik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada variabel distribusi partikel tanah, dan terdapat perbedaan yang nyata pada variabel kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan KTK. 4.2 Saran Saran yang dapat diberikan yaitu perlu ditingkatkan dosis atau berat bahan organik hingga memenuhi lubang resapan biopori modifikasi agar penyebaran bahan organik semakin banyak sehingga pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah dapat terlihat nyata. Kemudian, perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan bahan organik lain untuk dapat meningkatkan kualitas tanah secara nyata. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan membandingkan pengaruh lubang resapan biopori modifikasi biasa dan lubang resapan biopori modifikasi terhadap kualitas tanah. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada dosen pembimbing yaitu Ibu Rd. Indah Nirtha NNPS, S.T, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Fakhrur Razie, M.Si, kepada pengelola Kebun UNLAM Puspitek Agripeka, Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adi, Prasetyo, dkk. 2014. Hubungan Sifat Fisik Tanah, Perakaran dan Hasil Ubi Kayu Tahun Kedua Pada Alfisol Jatikerto Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Anorganik (NPK). Jurnal Tanah dan Sumberdaya Vol. 1 No.1. Bappeda Jombang dan Fakultas Pertanian Universitas Darul’ulum. 2011. Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam. Laporan Akhir. BPS. 2014. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2009-20013 (Statistik Lahan Pertanian 2014). Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Brata, R. Kamir. 2008. Lubang resapan biopori modifikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Dahlan, M., dkk. 2008. Studi Aplikasi Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Perubahan Beberapa Sifat Tanah Entisol. Agroteksos Vol. i8. No. 1-3. Jaco, Santus Hendra,dkk. 2015. Makrofauna Tanah Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Lahan Gambut Dengan Pemberian Bahan Organik Pada Tinggi Muka Air Tanah Berbeda. JOM Faperta Vol. 2 No.2. Junedi, Heri. 2010. Perubahan Sifat Fisika Ultisols Akibat Konversi Hujan Menjadi Lahan Pertanian. Jurnal Hidrolitan 1:2: 10-14 Maharany, Rina, dkk. 2011. Perubahan Sifat Fisika Ultisols Akibat Konversi Hujan Menjadi Lahan Pertanian. Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR Vol. 5 No. 2. Muchron, Aditya. 2010. Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Bioporidengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok). Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Mustoyo, dkk. 2013. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Terhadap Stabilitas Agregat Tanah Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal AGRIG Vol. 25 No.1.
Prasetyo, B.H dan D.A Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 25 No.2. Putra, Muhammad, dkk. 2013. Makrofauna Tanah Pada Ultisols Di Bawah Tegakan Berbagai Umur Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). http://repository.unri.ac.id:80/handle/ 123456789/4429 diakses tanggal 14 September 2016 Rahardjo. 2000. Pengaruh Macam Sumber Bahan Organik dan Pupuk Urea Tablet Terhadap Karakteristik Kimiawi Tanah. Jurnal Mapeta Vol. 2 No. 5. Rahmi, Abdul dan Maya Preva Biantary. 2014. Karakteristik Sifat Kimia Tanah dan Status Kesuburan Tanah Lahan Pekarangan dan Lahan Usaha Tani Beberapa Kampung DiKabupeten Kutai Barat. Jiraa’ah Vol. 39 No.1. Razie, Fakhrur, dkk. 2015 (A). Sistem Resapan Biopori Modifikasi (Agroekoteknologi di Lahan Kering Sub Optimal). Bahan Ajar, Fakultas Pertanian,Universitas Lambung Mangkurat. ________________. 2015 (B). Pola Penyediaan Air dan Hara pada Sistem Resapan Biopori Modifikasi di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Proceeding Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Universitas Brawijaya. Toluhula, Nurain, dkk. 2014. Pengaruh Kadar Hara Fosfor dari Berbagai Jenis Bahan Organik Pada Lubang resapan biopori modifikasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Thebroma Cacao L. ) Di Kabupaten Boalemo. Jurnal. Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG. Victorianto, Edho. 2014. Pengaruh Lubang resapan biopori modifikasi Terhadap Limpasan Permukaan. E-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL Hal. 423-430. Widyastuti, Sri. 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang resapan biopori modifikasi. Jurnal Teknik WAKTU Vol. 11 No. 01. Yeni, Yulia. 2014. Dinamika Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Limbah Padat Sawit Pada Sistem Resapan Biopori Modifikasi di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Zurhalena dan Yulfitra Farni. 2010. Distribusi Ukuran Pori dan Permeabilitas Ultisol pada Beberapa Umur Pertanaman. Jurnal Hidrolitan Vol. 1 No. 1. Zulkarnain, Maulana, dkk. 2013. Pengaruh Kompos, Pupuk Kandang dan Costom-Bio Terhadap Sifat Tanah. Indonesian Green Technology Journal Vol. 2 No. 1.
LAMPIRAN a. UJI T C-Organik Perlakuan B-0 B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 Rata-rata
Lama Inkubasi 20 Hari 30 Hari 0.78 0.50 0.52 0.36 0.68 0.47 0.58 0.43 0.88 0.47 1.05 0.29 0.74 0.42
t-Test: Paired Two Sample for Means Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail
Variable 1 Variable 2 0.744583 0.418333333 0.038866 0.006506667 6 6 -0.24907 0 5 3.461668 0.009005
t Critical one-tail 2.015048 P(T<=t) two-tail 0.01801 t Critical two-tail 2.570582 Diketahui t hitung = 3.4617, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| > t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara hasil C-organik lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
b. UJI T Kapasitas Tukar Kation Lama Inkubasi Perlakuan 20 Hari 30 Hari 55.86 32.22 B-0 66.09 33.14 B-1 56.39 31.31 B-2 56.87 29.61 B-3 65.38 33.41 B-4 56.87 34.10 B-5 59.58 32.30 Rata-rata t-Test: Paired Two Sample for Means Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail
Variable 1 Variable 2 59.57666667 32.29583333 22.93409667 2.682626667 6 6 0.452176891 0 5 15.52654162 1.00644E-05
t Critical one-tail 2.015048373 P(T<=t) two-tail 2.01289E-05 t Critical two-tail 2.570581836 Diketahui t hitung = 15.5265, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| > t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara hasil kapasitas tukar kation lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
c. UJI T Kemantapan Agregat Tanah Lama Inkubasi Perlakuan 20 Hari 30 Hari 16.31 15.13 B-0 19.12 16.18 B-1 19.84 14.91 B-2 18.20 13.58 B-3 17.70 1.78 B-4 15.21 8.31 B-5 17.73 11.65 Rata-rata t-Test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 Mean 17.72708 11.6475 Variance 2.995314 31.1203175 Observations 6 6 Pearson Correlation 0.370223 Hypothesized Mean Difference 0 Df 5 t Stat 2.867708 P(T<=t) one-tail 0.017544 t Critical one-tail 2.015048 P(T<=t) two-tail 0.035089 t Critical two-tail 2.570582 Diketahui t hitung = 2.8677, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| > t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara hasil kemantapan agregat tanah lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
d. UJI T Kadar Air Perlakuan B-0 B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 Rata-rata
Lama Inkubasi 20 Hari 30 Hari 14.57 16.74 12.21 15.31 12.11 17.21 14.10 16.13 15.27 17.35 9.39 18.44 12.94 16.86
t-Test: Paired Two Sample for Means Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail
Variable 1 Variable 2 12.9425 16.86125 4.657347 1.159251875 6 6 -0.40039 0 5 -3.46434 0.008979
t Critical one-tail 2.015048 P(T<=t) two-tail 0.017958 t Critical two-tail 2.570582 Diketahui t hitung = -3.4643, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| > t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara hasil kadar air lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
e. UJI T Distribusi Partikel Tanah 1) Distribusi Ukuran Partikel ≤ 2 mm Lama Inkubasi Perlakuan 20 Hari 30 Hari 61.40 66.05 B-0 69.05 68.63 B-1 66.82 56.86 B-2 68.80 69.89 B-3 68.29 72.31 B-4 60.11 66.82 B-5 65.74 66.76 Rata-rata
2) Distribusi Ukuran Partikel > 2 mm Lama Inkubasi Perlakuan 20 Hari 30 Hari 37.83 33.45 B-0 30.44 31.02 B-1 32.51 42.67 B-2 30.62 29.69 B-3 30.84 27.22 B-4 38.84 32.89 B-5 33.51 32.82 Rata-rata
t-Test: Paired Two Sample for Means Variable 1 65.74375 15.70064438 6 0.207638915
Variable 2 66.76041667 28.52835104 6
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference 0 df 5 t Stat -0.418318363 P(T<=t) one-tail 0.346537055 t Critical one-tail 2.015048373 P(T<=t) two-tail 0.69307411 t Critical two-tail 2.570581836 Diketahui t hitung = -0.4183, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| < t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil distribusi partikel tanah ≤ 2 mm lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
t-Test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 33.51167 32.82125 14.60279 28.37970937 6 6 0.223837
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference 0 Df 5 t Stat 0.290593 P(T<=t) one-tail 0.391515 t Critical one-tail 2.015048 P(T<=t) two-tail 0.78303 t Critical two-tail 2.570582 Diketahui t hitung = 0.2906, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| < t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil distribusi partikel tanah > 2 mm lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.