P a g e |1
BAHAN AJAR:
PENELITIAN ILMU TANAMAN Bagian I : Penelitian dalam Bidang Ilmu Tanaman: Suatu Refleksi Epistemologisi ABSTRAK Ilmu Tanaman adalah Ilmu Percobaan (Eksperimental-wissenschaft), yang keberhasilannya bergantung kepada akurasi pengetahuan tentang realitas obyek yang ditelitinya. Oleh karena itu telaah realitas obyek melalui telaah deskriptif dan eksplanatif merupakan syarat mutlak dan langkah awal dari suatu eksperimen yang berhasil. Bentuk experimentnya dapat berupa eksperimen hipotetik atau aksiomatik. Eksperimen hipotetik tidak langsung melacak "sistem". Pemahaman sistem diperoleh melalui logika deduksi hipotesis yang teruji. Eksperimen aksiomatik langsung menguji “sistem” melalui model-model aksioma. Per definisi aksioma adalah postulat atau asumsi yang sudah tidak perlu lagi diuji kebenarannya. Dalam konteks uraian ini aksioma adalah model mekanik yang self evident truth. Pemodelan pada dasarnya adalah model matematik yang mempersentasikan sistem secara utuh, yang dikembangkan pada kerangka model aksiomatik. Keberhasilan suatu model teruji melalui perbandingan data terobservasi dengan data yang diprediksi melalui simulasi model .
PENDAHULUAN. Diantara pakar Ilmu Tanaman sering timbul perbincangan tentang perlu tidaknya penelitian dimulai dengan hipotesis. Dengan perkataan lain apakah hanya kegiatan telaah yang melaksanakan pengujian hipotesis yang dapat dianggap sebagai penelitian, sedangkan yang lainnya dianggap bukan penelitian. Setelah direnung ulang kembali, nampaknya perbincangan ini muncul karena adanya beberapa pengertian dasar yang "terlupakan". Nampaknya kita perlu melacaknya secara lebih mendasar, secara epistemologik. Epistemologi keilmuan adalah term filsafat yang memperbincangkan bagaimana atau dengan cara apa ilmu itu diperoleh. Jadi tulisan ini akan mencoba melacak secara
P a g e |2
epistemologik bagaimana bentuk dan arah penelitian dalam bidang Ilmu Tanaman. Bentuk dan arah penelitian pertama-tama tergantung kepada filsafat yang dianut oleh penelitinya. Oleh karena itu tulisan ini akan dimulai dengan menyoroti alur filsafat yang mewarnai petualangan manusia mencari jawab tentang apa, mengapa dan bagaimana obyek telaah (mackhluk hidup, tanaman) itu. Pada wujudnya yang sekarang, Ilmu Tanaman adalah Ilmu Percobaan (Eksperimental-wissenschaft), yang untuk keberhasilannya mensyaratkan akurasi realitas obyek. Karenanya juga telaah realitas obyek (dengan bentuk penelitian deskriptif dan/atau eksplanatif), akan dan harus selalu menyertai penelitian eksperimental. Hal hal tersebut akan menjadi topik pembicaraan pada sub-judul Alur Filsafati. Sub-judul berikutnya. mendiskusikan hubungan hierarkhis obyek telaah yang mempunyai implikasi penting pada semua aspek kegiatan penelitian. Eksperimen, bukan saja berbentuk pelaksanaan pengujian hipotesis, akan tetapi juga dipakai sebagai alat bantu uji aksiomatik. Sub-judul Hubungan Hierarkhis Obyek Telaah akan membicarakan hal ini, yang juga merupakan dasar dari pemodelan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ALUR FILSAFATI Bentuk dan arah penelitian dalam bidang apapun termasuk ke dalamnya dalam bidang Ilmu Tanaman, tidak akan lepas dari wawasan terdalam atau filsafat yang dianut para pakarnya. Alur filsafati ini dalam fisiologi tanaman, yang merupakan akar dari Ilmu Tanaman, diuraikan cukup rinci dalam introduksi buku Lehrbuch der Pflanzenphysiologie (Libbert, 1975), yang sarinya dapat diikuti pada uraian berikut. Fisiologi merupakan telaah jalannya reaksi dalam benda hidup. Ilmu ini mencakup fungsi dari benda hidup, organ, jaringan, sel dan bagian bagian dari sel, demikian pula penyebab wujud hidup dan hasil dari benda hidup itu. Penggunaan istilah benda "hidup" (lebende materie, living materials, makhluk hidup) menyiratkan adanya pengertian filsafat tentang obyek telaah. Hal ini mencakup pertanyaan klassik tentang
P a g e |3
hubungan antara jasmani dan rohani, zat dan bentuk, keberadaan dan kesadaran, material dan ideal atau bagaimana agar dualitas tersebut dapat selalu digambarkan bersama. Menjadi pertanyaan apakah obyek dari telaah benda hidup (biologi) itu materi atau abstraksi dari semua yang materi, sehingga bersifat immateri (non-materie, immaterial, immaterieller rest). Zaman antik dan zaman sebelum abad ke 20 didominasi oleh pengertian terakhir dengan menempatkannya secara absolut pada pengertian jiwa (Aristoteles; bentuk awal dari vitalismus dalam biologi). Baik pakar Ilmu Alam atau awam abad pertengahan cukup puas dengan penjelasan ini. Didorong oleh kemajuan dalam Ilmu Alam, maka muncul pengertian atau faham yang bertentangan dengannya, yaitu bahwa proses dalam benda hidup harus difahami semata-mata sebagai proses fisika dan kimia (mekanisme atau materialisme-mekanis dari Descartes, Lammetrie). Faham ini mulamula menggeser faham mistis idealistis dari faham abad pertengahan tersebut, namun tidak bertahan lama. Hal ini disebabkan karena fisiolog menemukan adanya sesuatu yang khas benda hidup, yang tidak dapat diterangkan secara mekanis atau materialis mekanis (tidak dapat ditelusuri sampai ke proses kimia dan fisika). Oleh karena itu Vitalisme dari Aristoteles dan faham lain yang senada seperti idealisme-objective dari Smuts, Driesch dan Meyer Abich, kembali mendapat tempat. Sesuatu yang khas biologi, yang memegang fungsi kendali dalam makhluk hidup, yang sampai saat itu tidak bisa diterangkan, diterima sebagai immaterial, sebagai sesuatu yang transenden. Pada masa berikutnya muncul faham materialisme-dialektis. Faham ini mengatakan sesuatu yang khas biologis adalah suatu "sintesis". Dalam hal ini sesuatu yang khas biologis tersebut tidak perlu ditolak seperti dalam materialisme-mekanis, juga tidak dianggap sebagai transenden seperti dalam idealisme-obyektif, akan tetapi harus tetap dianggap sebagai materi. Dengan demikian dalam lingkup fisiologi semua hukum-hukum kimia dan fisika tetap berlaku, demikian pula halnya struktur dan proses yang khas biologis, yang tidak terdapat pada benda mati, akan atau harus tetap dapat dilacak melalui hukum-hukum kimia dan fisika.
P a g e |4
ILMU TANAMAN ADALAH ILMU PERCOBAAN Ilmu Tanaman merupakan kumpulan pemahaman (understandings) dari rangkaian proses fisiologik yang mendasari pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Charles Edward et al., 1986), yang menyimak alur filsafati tadi bentuk dan arah penelitiannya pada akhirnya bertumpu pada filsafat materialisme dialektis. Faham ini menganggap sesuatu yang khas biologis (artinya tidak terdapat pada benda mati), yang memegang fungsi kendali, tidak harus ditolak (seperti halnya pada materialismemekanis) atau dianggap transenden (seperti dalam idealisme obyektif) , akan tetapi suatu "sintesis". "Sintesis" ini tetap materi, karena tetap dapat dilacak (walaupun belum seluruhnya) melalui hukum-hukum kimia dan fisika. Karena itu pengertian "materi" berbeda dengan pengertian "benda" (substance). Dalam artian operasional, filsafat ini memberlakukan obyek telaah - dalam hal ini tanaman - mutlak pasif. Memang tidak pernah muncul evidensi yang mengukuhkan bahwa tanaman adalah makhluk yang berfikir, yang mampu merencanakan sesuatu. Tanaman menanggapi perubahan lingkungan secara pasif, tidak mampu mengatur strategi dan taktik menghadapi periode periode yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan, reproduksi atau kelangsungan hidupnya. Karenanya deskripsi atau pernyataan teleologis mengandung bahaya. Untuk jelasnya perhatikan kedua pasang proposisi atau pernyataan berikut ini. * Pada musim kemarau yang panjang, tanaman akan berusaha mencari air ke bagian tanah yang lebih dalam. * Pada musim kemarau yang panjang, tanaman mempunyai akar yang lebih panjang dan rapat, menembus lebih jauh masuk ke dalam tanah. * Dalam keadaan kurang cahaya, tanaman akan mengembangkan kanopinya, sehingga mampu menangkap cahaya yang lebih banyak. * Tanaman yang kekurangan cahaya, mempunyai kanopi yang lebih lebar, katimbang tanaman yang mendapat cahaya cukup.
P a g e |5
Lebih jauh anutan terhadap filsafat ini tercermin pada ketatnya prinsip kausalitas dipegang teguh. Prinsip kausalitas, yaitu keteraturan hubungan antara "sebab" (causa, reason, ursache) dengan "akibat" (consequent, wirkung), menjadi suatu prinsip yang dipegang kukuh oleh peneliti bidang fisiologi dan biologi pada umumnya, seperti dapat disimak pada kredo penelitian yang menyatakan bahwa dalam benda hidup : (1) Tidak ada satu faktorpun yang bersifat non-benda atau lebih tepat non-materi. (2) Semua proses dapat dan harus dapat dilacak dengan prinsip kausalitas. (3) Suatu realitas obyektif nyata ada. (4) Semuanya recognizable. Hubungan antara sebab dan akibat tidak harus selalu linier, akan tetapi akibatnya dapat berupa perubahan karakter suatu proses reaksi, artinya akibat yang sesungguhnya baru nampak jelas pada hasil reaksi atau beberapa reaksi berikutnya (konsep biologi molekuler). Karena hubungan kausal baru dapat dijelasterangkan melalui variasi penyebab, maka fisiologi dan turunannya - Ilmu Tanaman - sama seperti halnya kimia dan fisika, adalah suatu Ilmu Percobaan (Eksperimental-wissenschaft). Telaah obyek melalui eksperimen mensyaratkan si peneliti mengetahui dengan benar realitas obyek yang ditelitinya. Menduduk soalkan obyek telaah (dalam arti materi dan bukan immateri) - melalui telaah deskriptif dan eksplanatif - merupakan langkah awal dalam eksperimen yang sebenarnya. Setelah "state of affair" (sachverhalt) dari obyek penelitian jelas macamnya, eksperimen dimulai dengan pembentukan satu atau beberapa hipotesis yang diperkirakan dapat menjelaskan obyek tersebut. Kiranya jelas bahwa kualitas "realitas obyektif" sangat menentukan hasil akhir dari suatu eksperimen. Penelitian aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT) misalnya, sampai dewasa ini hasilnya sering kontroversial, karena sachverhalt atau realitas obyektif "kerja" atau mungkin lebih tepat "kerjasama", baik antara ZPT dengan hormon endogen, maupun antar hormon endogen sendiri masih belum jelas.
P a g e |6
HUBUNGAN HIERARKHIS OBYEK TELAAH Kegiatan penelitian "dapat" kita bagi menjadi : (1) Mengumpulkan pengetahuan (knowledge) tentang obyek telaah. (2) Menata pengetahuan yang telah kita kumpulkan dan mengembangkan pemahamannya (understandings). (3) Memanfaatkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk memecahkan masalah. Kegiatan (1) dan (2) dapat kita sebut penelitian "dasar" sedangkan kegiatan (3) dapat kita sebut penelitian "terapan". Selanjutnya masih perlu dibedakan antara kegiatan (1) dengan (2). Kata "pengetahuan" dan "pemahaman" tidak sinonim. Pengetahuan hanya mengacu kepada "tahu" tentang keberadaan atau adanya fakta-fakta, sedangkan pemahaman mengacu kepada wujud eksplanasi tuntas tentang suatu fenomena berdasarkan abstraksi dari pengetahuan-pengetahuan yang terobservasi. Arti "terobservasi" disini menyiratkan perlunya kita selalu sadar tentang dasar dari penelitian kita, tentang pendekatan yang kita gunakan untuk mengumpulkan pengetahuan tersebut. Pada umumnya dalam suatu penelitian consernnya bukan salah - benar, akan tetapi apakah cara atau pendekatan yang kita gunakan dalam kondisi saat itu "memadai" (appropriate) atau tidak. Dewasa ini pada umumnya para pakar sepakat bahwa proses kimia dan fisika yang nampak khas dalam makhluk hidup, terjadi hanya karena makhluk hidup itu tersusun dalam bagian-bagian yang hierarkhis dan spatial teratur rapi, sejalan dengan macam, jumlah dan urutan reaksi yang berjalan tepat waktu dan tepat ruang (fungsi kendali), singkron dengan lingkungan. Thornley (1980) menata wujud hirearkhis obyek telaah (tanaman) ini dengan urutan ke bawah sebagai berikut : Pertanaman (komunitas tanaman) Tanaman Organ (daun, batang, akar) Jaringan (misal epidermis, mesofil) Sel Organel (misal khloroplast, mitokhondria) Molekul (misal protein, asam nukleat)
P a g e |7
Tiap level merupakan kumpulan terorganisasi dari level di bawahnya. Makin ke bawah dalam urutan hirearkhis ini, makin menurun tingkat kompleksitas materi-materi penyusunnya. Charles Edward (1982) dengan mengutip persepsi yang dikembangkan oleh Thornley (1980) menyimpulkan dua kaidah penting dalam hubungan hirearkhis ini. Pertama bentuk hubungan antara dua level yang berurutan tidak simetris. Proses-proses dalam level atas dari dua level yang berurutan hanya dapat berjalan sempurna bila proses-proses dalam level di bawahnya berjalan efektif, akan tetapi tidak dengan sendirinya kesempurnaan proses pada level bawah akan menjamin efektifnya proses-proses di level atasnya. Terdeskripsikannya daun, batang dan akar dengan tuntas misalnya tidak dengan sendirinya menjamin terdeskripsikannya sistem tanaman utuh, walaupun akar, batang dan daun itu bagian dari tanaman. Kedua evidensi-evidensi yang terjadi pada suatu level hirearkhi berhubungan atau dapat dihubungkan dengan evidensievidensi pada level hirearkhi bagian atasnya secara mekanistis atau menurut alur eksplanasi yang logis. Wujud hirearkhis ini mengandung implikasi penting dalam penelitian di bidang Ilmu Tanaman. Menentukan obyek, tujuan dan arah penelitian dan kemudian cara menginterpretasikannya nampak menjadi sangat penting dan menentukan. Suatu fenomena biologis - jadi suatu "sistem", dipecah menjadi bagianbagian hirearkhis yang lebih rendah, dan bagian-bagian ini dipecah lebih lanjut menjadi komponen-komponen pada lavel yang lebih rendah lagi. Dengan mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan pada level bawah ini, dan kemudian mengabstraksinya, para peneliti berharap dapat memperoleh dasar kuantitatif untuk menerangkan fenomena biologis atau sistem itu secara utuh. Tugas utama peneliti adalah menemukan sekuensi proses, dari wujud proses awal (initial state) ke wujud akhir (goal state) : kemampuan untuk memecahkan proses utuh suatu sistem menjadi rangkaian wujud proses baik vertikal maupun horisontal, memungkinkan kita melacak laju proses dan mendeskripsi permasalahan yang dihadapi (Simon, 1962). Selain pendekatan reduksionis, ada cara pendekatan lain, yaitu pendekatan holistis. Kita dapat berupaya mencapai
P a g e |8
pemahaman wujud proses suatu sistem melalui deduksi atau inferensi yang didasarkan kepada observasi obyek dalam fungsi utuhnya. Bila pendekatan reduksionis berfokus kepada sintetis pemahaman dari pengetahuan-pengetahuan bagian-bagian atau komponen-komponennya, maka pendekatan holistis berfokus kepada pengembangan pemahaman melalui analisis sistem secara utuh. Baik para reduksionis, maupun holistis, keduanya bertujuan sama, yaitu memahami kelakuan "sistem" yang menjadi obyek telaahnya. Dalam keduanya, cara terbaik untuk menguji apakah pemahaman yang kita kembangkan itu baik dan tangguh adalah melalui perbandingan kuantitatif antara produk "kelakuan" yang terobservasi di alam dengan produk "kelakuan” yang kita ramalkan berdasarkan pemahaman sistem yang kita kembangkan. Peranan matematik dalam hal ini sangat mutlak. Matematik ini mampu memberi petunjuk lebih jauh : seandainya hubungan matematik yang kita gunakan ternyata tidak/kurang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, kita patut menduga bahwa dasar-dasar pendekatan yang digunakan untuk merumuskan hubungan matematik itu kurang tepat. Kita akan coba telusuri secara lebih detail masalah ini pada uraian bab berikut.
HIPOTESIS, TELAAH AKSIOMATIK DAN PEMODELAN Bab ini akan menduduk soalkan pengertian hipotesis, dan kemudian kaitannya dengan telaah aksiomatik dan pemodelan. Hipotesis menurut Danto dalam Encyclopedia Americana (1980) adalah (1) "a proposition assumed to be true merely for purposes of argument atau (2) a proposition or theory put forward to account for and order a body of facts", sedangkan Phillips (1976) mendefinisikan-nya sebagai (3) "a proposition that has been put forward tentatively for the purpose of developing evidence for or against the proposition in question. Dari ketiga definisi itu terungkap bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai kesimpulan sementara tentang "bentuk hubungan" yang akan atau perlu diuji kebenarannya. Jadi dalam hal ini eksperimen dimulai oleh suatu
P a g e |9
interpretasi induktif (yaitu membuat hipotesis) Timbul pertanyaan apakah setiap eksperimen harus dimulai dari hipotesis. Eksperimen juga dapat dilaksanakan dalam rangka menguji hubungan aksiomatik (Thornley, 1976; Charles-Edward et al., 1984; Charles-Edward, 1982). Bentuk penelitian ini tidak dimulai dengan inferensi induktif, tetapi langsung melakukan inferensi deduktif dari bentuk hubungan yang sudah pasti, yaitu aksioma. Per definisi aksioma adalah postulat atau assumsi yang diterima kebenarannya tanpa harus diuji. Sebagai contoh bentuk hubungan berikut adalah aksiomatik sifatnya, karena "self evident truth". W/T = Ej-v ( W/T= laju perubahan berat bersih; j = energi radiasi yang diintersepsi; E = koefisien konversi dari energi radiasi ke berat kering), dan v = laju kehilangan berat kering, baik sebab fisiologis maupun sebab lain). Bentuk hubungan matematik tersebut semata-mata berupa definisi logis tentang pertumbuhan, jadi kebenaran "hubungannya" sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi, sudah tidak perlu diuji. Artinya kebenaran hubungan tersebut, atau konsekuensi yang terramalkan dari hubungan tersebut hanyalah tergantung kepada apakah logika dan hubungan matematik yang digunakan benar. Nilai bentuk hubungan matematik demikian hanyalah terletak pada manfaat atau kegunaannya. Jadi eksperimen yang dilaksanakan bertujuan menilai manfaat atau apakah aksioma itu berguna/dapat digunakan. Bila kita memperoleh atau mengumpulkan pengetahuan baru tentang obyek telaah (tanaman), maka kita perlu menatanya. Misal kita punya data tentang hasil panen 5 kultivar tomat, yang ditanam pada 4 lokasi yang kandungan P-tersedianya berbeda (katakanlah misalnya variasi berbagai dosis pupuk P). Yang ingin kita ketahui adalah apakah perbedaan di antara hasil panen tersebut karena kultivar atau karena perbedaan lokasi/dosis pupuk atau karena keduanya. Peranan analisis statistik untuk menata dan menterjemahkan data semacam ini tidak ternilai besarnya. Dari
P a g e | 10
analisis ini dapat muncul pengetahuan baru, hipotesis, proposisi atau teori baru. Dalam hubungan ini kita biasanya mulai dengan hipotesis nol (null hypothesis). Pertama-tama data hasil panen yang terkumpul diassumsikan sebagai sama dan kemudian dilacak sampai sejauh mana kemungkinan kebenaran assumsi ini. Melalui analisis ragam kita uji tingkat kemungkinannya apakah pasanganpasangan data itu sama, atau lebih tepat apakah berasal dari populasi yang sama; demikian pula halnya bila kita melakukan analisis regresi, kita uji tingkat kemungkinan benarnya persamaan regresi yang menghubungkan pasangan data tersebut. Namun perlu diingat bahwa kedua contoh analisis statistik tersebut tidak membuktikan apa-apa. Yang dibuktikan atau yang diuji benar atau salah adalah asumsi kita. Jadi analisis statistik hanya menjawab apa yang kita tanyakan, dan pertanyaannya sendiri belum tentu benar. Hal ini tidak berarti mengabaikan peranan analisis statistik. Yang ingin ditonjolkan adalah bahwa statistik ansich tidak memberikan kepada kita pemahaman yang definitif tentang "sistem" (tanaman) yang menjadi obyek telaah. Karenanya diperlukan pendekatan lain untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik. Thornley (1976) menyebut pendekatan langsung terhadap data hasil eksperimen melalui analisis statistik tersebut sebagai pendekatan empirik, untuk membedakannya dengan apa yang dia sebut pendekatan mekanik. Bila seseorang ingin memperoleh pemahaman tentang mekanisme respons suatu sistem biologis, maka sesungguhnya model mekaniklah yang harus digunakan. Model ini direkayasa melalui telaah struktur sistem tersebut, membagi sistem tersebut ke dalam komponen-komponennya, dan kemudian mengembangkan pemahaman kelakuan sistem itu secara utuh melalui kelakuan masing-masing komponennya berikut interaksi antar komponen-komponen tersebut. Pekerjaan berikutnya adalah memformulasikannya secara matematis, sehingga kelakuan-kelakuan tiap komponen dan hubunganhubungan interaktif di antaranya dalam konteks sistem secara utuh tergambarkan. Persamaan matematik tersebut kemudian "diselesaikan", dan seperangkat angka atau data hasil penyelesaian rumus matematik tersebut merupakan hasil peramalan model mekanik yang dikembangkan.
P a g e | 11
Telaah aksiomatik yang teladan model matematiknya telah ditampilkan di muka adalah model mekanik. Telaah aksiomatik ini diintroduksi oleh Charles-Edward (1982) dalam rangka menuju pemodelan untuk menelaah pertumbuhan dan produktivitas tanaman/pertanaman. Pemodelan ini berangkat dari apa yang dia sebut sebagai lima determinan fisiologik (physiological determinant), yaitu : (i) Jumlah energi cahaya yang diintersepsi oleh daun/kanopi. (ii) Efisiensi tanaman mengkonversi cahaya yang diintersepsi menjadi bahan kering baru. (iii)Proporsi berat kering baru yang dipartisikan ke berbagai bagian tanaman. (iv) Kehilangan berat kering oleh sebab apapun. (v) Lamanya tumbuh dan berproduksi dari tanaman atau bagian tanaman yang menjadi tujuan panen. Nampak bahwa dasar pemodelan (determinan fisiologik) tersebut sangat disederhanakan karena misalnya tidak mengikutkan pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, perubahan temperatur, perbedaan arsitektur tajuk dan sebagainya. Bila kita mempunyai pemahaman quantitatif tentang hubungan atau pengaruh suatu faktor terhadap satu atau beberapa determinan fisiologis tersebut, kita dapat langsung mensintesisnya dengan model matematik yang telah kita kembangkan. Dengan demikian wujud model matematik pertumbuhan dan produktivitas tanaman atau pertanaman itu pada akhirnya akan merupakan suatu rangkaian panjang persamaan-persamaan matematik. Karena itu juga tidak mungkin diselesaikan secara manual atau menggunakan kalkulator biasa. Itulah sebabnya pemodelan makin mendapat perhatian para pakar, sejalan dengan makin luas dan mudahnya penggunaan komputer. Suatu model, apakah model fisik atau model matematik yang abstrak, adalah penyederhanaan tampilan dari tampilan yang sebenarnya dari obyek telaah. Matematik membantu memformalkan bentuk-bentuk proses dan interrelasi antar komponen penyusun model dalam wujud abstrak sedemikian rupa, sehingga bila hubungan-hubungan matematik itu dioperasikan
P a g e | 12
mampu menggambarkan kelakuan sistem yang sebenarnya. Pengoperasian model disebut simulasi. Dalam konteks tanaman, model matematik ini dapat disimulasi untuk memprediksi perubahan sistem sejalan waktu, dan disebut sebagai model simulasi dinamis. Bila pengetahuan kita tentang bagian-bagiannya baik dan pemahaman inter-relasinya juga baik, maka prediksi kuantitatif tentang respon kelakuan sistem secara utuh terhadap berbagai kondisi yang berbeda dapat dicapai dengan tingkat akurasi yang tinggi. Inilah memang yang ingin dicapai oleh pemodelan. Memang hasil yang diharapkan sering masih jauh dari memuaskan, namun hal ini membuka mata, bahwa tingkat pengetahuan kita masih jauh dari memadai; hal ini adalah manfaat lain dari upaya pemodelan.
PENUTUP
Menduduk soalkan realitas obyektif melalui telaah deskriptif dan/atau eksplanatif, eksperimen hipotetik, telaah aksiomatik dan pemodelan, kesemuanya merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan. Apakah hanya eksperimen hipotetik yang dapat dipakai sebagai penelitian “akademik” (penelitian yang dilakukan mahasiswa dalam rangka penyelesaian studinya terutama untuk penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi) hanyalah soal kesepakatanpara penyelenggara dan pelaksana pendidikan di Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Namun demikian, ada beberapa hal yang kiranya patut mendapat perhatian bersama. Tidak dapat dipungkiri bahwa penelitian di Perguruan Tinggi karena berbagai sebab, terutama anggaran yang sangat terbatas, hampir seluruhnya bertumpu kepada penelitian “tugas akhir”; kalaupun ada penelitian yang bukan penelitian “tudas akhir”, wujudnya kebanyakan hanya telaah evaluatif sesuai pemberi "order". Dengan perkataan lain warna keilmuan universitas kita mau tidak mau adalah warna penelitian “tugas akhir”. Konsekuensi dari kondisi tersebut, maka eksperimen yang kita kerjakan hanya mendasarkan diri kepada realitas obyek
P a g e | 13
dari tempat lain, yang kebanyakan berasal dari kondisi tempat tumbuh beriklim temperate atau subtropis. Pada gilirannya, selain realitas obyektif tersebut mungkin berbeda dengan negara kita yang tropis, kitapun akan selalu ketinggalan, karena kita tidak mempunyai sumber sendiri untuk ditelaah secara eksperimental. Dalam pada itu sudah saatnya kitapun mengembangkan telaah aksiomatis dan pemodelan, yang per definisi tidak bertolak dari hipotesis, atau tidak menguji hipotesis.
BAHAN BACAAN Charles-Edward, D.A. 1982. Physiological determinants of crop growth. Academic Press. Sidney. Charles-Edward, D.A., D. Doley and G.M. Rimmington. 1984. Modelling plant growth and development. Academic Press. Sidney. Libbert, E. 1975. Lehrbuch der pflanzenphysiologie. Gustav Eisher Verlag. Stuttgart. Phillips, B.S. 1976. Social Research , Strategy and tactics. MacMillan Publishing Co. New York. Pearson, C.J. 1984. Control of crop productivity. Academic Press. Sidney. Simon, H.A. 1962. The Architecture of complexity. Proc. Amer. Philosophical Soc. 106 : 467-482. Thornley, J.H.M. 1976. Mathematical models in plant physiogy. Academic Press. London.
P a g e | 14
Bagian II : Metode Ilmiah dan Metode Penelitian ii Penelitian pada dasarnya adalah pengembangan lebih lanjut dari kemampuan menggunakan nalar (reasoning ability) dalam kehidupan keseharian kita. Pengetahuan adalah segala apa yang kita ketahui. Salah satu pengetahan itu adalah ilmu atau pengetahuan ilmiah, yang diperoleh dengan cara tertentu yaitu diperoleh melalui metoda ilmiah. Puncak dari pengetahuan ilmiah adalah kausalitas atau pengetahuan tentang sebab akibat. Inilah pada dasarnya yang disebut teori. Teori atau kausalitas merupakan produk dari pengukuhan proposisi1 yang diperoleh dari hasil membanding-bandingkan atau apa yang disebut tahapan komparasi. Apa yang kita banding-bandingkan? Yang kita bandingkan adalah obek yang riil, obyek yang nyata, karena itu kita sebut realitas obyek. Obyek yang riil artinya obyek yang dapat ditangkap oleh indera, yang dapat dipersepsi oleh sensasi kita (sens2 perception3). Obyek-obyek yang dipersepsi itu oleh akal, oleh kemampuan nalar kita dideskripsi, dan kemudian dipilah-pilah berdasarkan kesamaan dan atau ketidak-samaannya. Proses itu kita sebut taxonomical, yang merupakan tahapan menuju terbentuknya konsep. Proses mengonsep realitas ini kita sebut tahapan konseptualisasi. Konsep-konsep itulah yang diperbandingkan dalam tahapan komparasi tersebut di muka, bukan realitas obyek tunggal. Urutan proses-proses itu dapat digambarkan dalam bagan berikut;
1
Suatu statement yang siap untuk dinyatakan benar atau salah; a true or false statement sense = indera, (sight, hearing, smell, taste and touch) that your body uses to get information about the world around you 3 perception = the way you notice things, especially with the senses: the ability to understand the true nature of sth SYN INSIGHT 2
P a g e | 15
Sumber:Akyas (1993) Proses-proses itu dipandu oleh apa yang disebut kriteria kebenaran atau teori ilmu4. Keseluruhan proses situ disebut metoda ilmiah5. Oleh karena itu setiap macam ilmu bila dibedah (anatomi ilmu) di dalamnya akan terdapat realitas obyek terdeskripsi, konsep, proposisi, dan teori. Porsi mana yang paling besar mencerminkan tingkat kemajuan dari ilmu itu. Ilmu yang sudah berkembang porsi teorinya lebih besar katimbang ilmu yang belum berkembang6. Lalu apa yang disebut penelitian? Semua upaya sadar untuk meningkatkan pemahaman kita dalam tiap tahapan menuju terbentuknya hubungan kausal atau teori tersebut disebut penelitian. Dengan perkataan lain masalah penelitian atau masalah yang akan diteliti itu bisa terdapat pada tiap tahapan “ketahuan”. Jadi ada penelitian yang dilakukan karena:
4
Criteria kebenaran atau teori ilmu terdiri dari coherence (konsisten, sejalan/tidak bertetangan dengan pengetahuan sebelumnya), corepondence (apa yang dinyatakan sesuai dengan kenyataannya) dan pragmatis (paling dapat diandalkan); lihat uraian sebelumnya (Bag.I) 5 Lihat definisi yang sudah kita elaborasi. 6 Dari sudut pandang ini, ilmu-ilmu alamiah dinilai lebih maju katimbang ilmu-ilmu sosial. Apakah Sejarah termasuk ilmu? (Sebagian besar isinya “realitas obyek terdeskripsi”). Itulah pula sebabnya komunitas ilmu alamiah lebih suka menterjemahkan sciense = sain, sedangkan komunitas ilmu-ilmun sosial merasa lebih pas menterjemahkan sciense = ilmu pengetahguan.
P a g e | 16
obyek belum diketahui atau obyek belum terdeskripsi atau deskripsinya perlu diperbaiki (obyek belum diketahui atau perlu dimantapkan), atau obyek sudah diketahui namun belum dipilah atau belum dikonsep (pembentukan konsep atau proposisi), atau hubungan itu perlu dikukuhkan, atau perlu belum atau perlu dimantapkan)
lebih dikukuhkan (Teori
Oleh karena masalah yang diteliti beda tahapannya, maka kerja penelitian dan bentuk penitiannyapun berbeda. Dalam hubungan ini dapat dipilah menjadi: Kerja penelitian dalam lingkup pendeskripsian / pemantapan realitas obyek dan pembentukan konsep / proposisi disebut taksonomikal, dan hasil yang dicapainya disebut deskripsi; kerja penelitian pembentukan / pemantapan teori disebut teoritikal dan hasil yang dicapainya berupa eksplanasi. Bentuk penelitiannya dapat berupa: penelitian eksploratif, penelitian eksplanatif dan penelitian verifikatif. Tabel berikut kiranya dapat lebih memperjelas:
Sumber: Rusidi (1980).
P a g e | 17
Akyas et. Al.,(2004) dalam upaya mengembangkan teknologi hidroponik di Laboratorium Kultur Terkendali, Fakultas Pertanian, Unpad, mengoperasionalkan 3 (tiga) macam penelitian, yaitu; penelitian deskriptif (survey), penelitian experimental hipotetik, dan penelitian rekayasa (engineering, atau penelitian eksperimental aksiomatik). Telah disebutkan bahwa puncak tahapan keilmuan adalah hubungan kausal atau teori. Bila faktor-faktor yang menjadi sebab dipenuhi, maka akibatnya dapat diperkirakan. Artinya teori menghasilkan ramalan. Kegiatan nalar dari teori (dari yang umum) ke ramalan (yang khusus) disebut deduksi (menggunakan logika dan matematika). Proses untuk membuktikan kebenaran dari lamaran itu disebut pengukuhan atau verifikasi, yang ditempuh melalui percobaan/ eksperimental. Hasil verifikasi disebut fakta. Fakta-fakta yang terkumpul dapat diklassifikasikan kembali, dicoba dicari hubungan-hubungannya melalui pengamatan yang intensif dan terkadang juga menggunakan percobaan dan statistika, menghasilkan teori. Jadi dari yang khusus (partikular7; fakta-fakta yang banyak sekali) ke generalisasi, yang umum; proses nalar ini disebut induksi. Lingkaran itulah yang disebut azas hipotetiko-deduktif-verifikatif, seperti dapat disimak pada bagan berikut:
7
particular = used to emphasize that you are referring to one individual person, thing or type of thing and not others
P a g e | 18
deduksi dengan logika dan matematika
RAMALAN
si
TEORI
k du in
ve ri fik a
Dengan pengamatan Terkadang ditambah Percobaan dan statistika
si
ORDE OBSERVASI
ORDE KONSEPTUALISASII
AZAS HIPOTHETICO-DEDUKTIVE-VERIFIKATIVE
dengan pengamatan yang selalu dikukuhkan dengan percobaan
FAKTA pengamatan realitas obyek / konseptualisasi
Sumber: Suria Sumantri (1981) Langkah Penelitian Telah dikatakan penelitian adalah instrumen untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, atau secara lebih terinci sejalan dengan paparan di atas, penelitian adalah upaya untuk memperoleh atau meningkatkan pemahaman atas suatu obyek, baik obyek dalam artian realitas tunggal (obyek, konsep), maupun obyek yang merefleksikan hubungan antar konsep atau phenomena. Upaya untuk meningkatkan pemahaman ini ditempuh melalui langkah
8
mendefinisikan masalah dan memposisikannya pada pengetahuan dewasa ini (biasa disebut kajian reflektif)
menjaring semua informasi yang berkaitan dengan masalah ini, dengan metoda yang sesuai8,
menganalisis dan menginterpretasikan data dengan mengacu pada aturan-aturan baku,
Penentuan variable dan pemilihan metoda percobaan pada penelitian experimental. Pada peneltitian deskriptif, mungkin menggunakan teknik dan instrumen yang khusus; keterandalannya sering sangat tergantung kepada akurasi teknik dan instrumen yang digunakan.
ilmu
P a g e | 19
mengkomunikasikan hasil ini ke pada yang lain9.
Dalam mendefinisikan masalah, sipeneliti merenung-dalam apa sesungguhnya yang ingin dia ketahui, apa yang telah diketahui tentang obyek/masalah itu saat ini10, dan bagaimana kemungkinannya agar ia dapat bergerak kearah pemahaman yang lebih baik. Langkah berikutnya adalah menggali semua data yang relevan yang berkaitan dengan masalah ini, dengan menggunakan tehnik investigasi yang cocok dengan batasan masalah yang kita buat11.Wujud hasil penelitian / sumbangan ilmiah yang dihasilkannya dapat berupa: (a)teori baru, (b)perbaikan / penyempurnaan / pengukuhan teori existing, (3) teknologi baru, (c) penyempurnaan / adaptasi teknologi existing, (d) deskripsi dan/atau eksplanasi realitas obyek (fenomen/evidensi/fakta) baru.
9
Jadi mengkomunikaikan hasil penelitian ilmu merupakan bagian tidak terpisahkan dari penelitian itu sendiri, karena ilmu pada dasarnya adalah upaya komunal (lihat Bagian III dari tulisan ini) 10 Mencari reference{(tertulis (lietatur, dokumen), tidak tertulis (keterangan akhli)} 11 Teknik penelitian
P a g e | 20
Bagian III: Ilmu dan Teknologiiii Bagaimana hubungan antara ilmu dan teknologi? Sering disebutkan bahwa teknologi adalah turunan atau penjabaran dari ilmu. Namun dalam awal perjalanan sejarahnya nampak bahwa teknologi muncul lebih dahulu katimbang ilmu. Dalam upayanya untuk eksis, manusia mencoba membuat sesuatu agar dapat bertahan hidup lebih mudah dan lebih nyaman. Secara trial and error akhirnya mereka memperoleh sesuatu cara yang dapat lebih mempermudah bekerjasama dan atau memanipulasi alam sekitarnya untuk keuntungan mereka. Itulah yang disebut teknologi. Dalam perkembangan berikutnya, didorong oleh rasa ingin tahu yang besar (curiocity), manusia mulai mencoba memahami bagaimana evidensi alamiah (fenomena) yang terjadi disekitarnya berproses/ bekerja. Mereka berangsur-ansgsur makin banyak tahu bagaimana alam itu bekerja. Inilah pada dasarnya yang disebut ilmu. Dengan ilmu itu manusia mulai belajar secara lebih terprogram bagaimana memanfaatkan alam untuk kepentingan dirinya. Inilah yang disebut teknologi berbasis ilmu. Pada wujudnya yang sekarang hubungan ilmu dan teknologi memang tidak sesedarhana itu; makin kompleks dan kait mengkait. Uraian berikut mencoba berrefleksi12 tentang hubungan ilmu dan teknogi. Secara traditional aktivitas intelegensia 13 manusia ada dua, yaitu practikal dan teoritikal • Intelegensia praktikal berkaitan dengan kemampuan bertahan hidup (survival) dan kesejahteraan dengan adaptasi dan/atau mengontrol lingkungan dan interst pada outcome atau hasil akhir • Intetegensia teoretikal lebih concern pada mencari tahu dan memahami dan - seperti seni - sering sekali tidak tertarik pada praktek, dan hasil akhir yang spesifik Dengan dasar pembedaan tersebut hubungan antara sain dan teknologi dapat digambarkan dalam bagan berikut 12 13
Lihat footnote no. 7. Intelligent = good at learning, understanding and thinking in a logical way about things; showing this ability
P a g e | 21
BAGAN HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN TEKNOLOGI Teknologi
Ilmu
macam pengetahuan
bagimana mengerjakan ini
apa masalahnya? mengapa?
manusia sebagai
pembuat dan pelaku aktif dalam aktivitas kehidupan
sipencari tahu yang sangat ingin tahu dan penemu apa yang ada disana (diluar dirinya/ external world)
metoda
invensi14, trial & error dengan tujuan/hasil ahir sebagai pedoman
membangun hipotesis, menguji, konfirmasi dan diskonfirmasi dengan komunitas ilmu
tujuan
menemukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menghasilkan, mencegah atau mengubah evidensi dan realitas
menemukan realitas eksternal dan apa yang telah terjadi atau tidak terjadi dan mengapa
Sumber: Kegley (1989) Bagan tersebut dapat dielaborasi lebih jauh sebagai berikut: Konsern ilmu terutama adalah menemukan realitas eksternal yang ada dan mengembangkan eksplanasi teoritis agar dapat menjelaskan apa yang telah atau akan terjadi dan mengapa. Sain berusaha menemukan hukum umum (seperti; Hukum Gravitasi Fisika Newton,dan Teori Relativitas Einstein) yang menjadikan berbagai fenomena alamiah dapat dimengerti oleh manusia. Metodanya menggunakan modus testing hipotesis dengan eksperimentasi 15 yang open ended16. Hasilnya ditest 14
Invent = to produce or design sth that has not existed before Perhatikan! Hipotesis diangkat dari proposisi hasil membanding-bandingkan (komparasi) konsep; experiment adalah pe3ngukuhan. Lihat paparan di Bagian II! 15
P a g e | 22
dan ditest kembali dalam komunitas ilmiah. Jadi ilmu pada hakekatnya adalah upaya komunal. Sejatinya adalah milik publik, suatu aktivitas yang terbuka. Dalam pada itu teknologi, mencari hasil spesifik dan, walaupun ada proses problem-solving, trial & error, dan eksperimen, itu adalah suatu sirkuit tertutup yang berakhir bila masalah terpecahkan atau hasil yang dituju tercapai. Teknologi konsern denga hasil akhir dan bagaimana mengerjakan / mencapainya. Eksperimen berhenti ketika hasil tercapai atau problem terpecahkan, kecuali bila muncul masalah lain atau penyempurnaan lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi Teknologi konsern dengan pengendalian alam dan berharap dapat merahasiakan penemuan dan keberhasilan teknik pemecahan masalah tsb. Dalam hal ini teknologi seperti kekuatan misterius atau magis yang dapat mengubah benda. Upaya semacam ini menekankan kerahasiaan dan merupakan kontrol alam oleh manusia Sisi lain hubungan ilmu dan teknologi adalah bahwa teknologi sebagai aktivitas manusia yang universal dan historis muncul sebelum sain, sedang evidensi riil tentang pengetahuan teoritis (ilmu) baru muncul kemudian (pada peradaban Yunani?17). Dalam bentuk kontemporernya, ilmu sebagai pengetahuan teoritis experimental pada dasarnya bergantung pada dan dimplementasikan melalui instrumen18 teknologi. (telescope pada astronomi modern, mikroskop pada biologi, dsb.) Selanjutnya, sejarah dan prioritas ontologis19 ilmu dan teknologi, menunjukkan bahwa ilmu dan teknologi berinteraksi dalam berbagai cara dan sangat kompleks • Perkembangan teknologi dan praktik-praktiknya (tekniknya) menstimulasi masalah ilmu dan teori. Contoh: perkembangan mesin uap yang menginisiasi penelitian panas dan enerji 16
Ujung atau akhir yang selalu terbuka untuk diteruskan/ dibuka kembali. Ini masih dipertanyakan, mungkin China atau India lebih dahulu. 18 Instrument = something that is used by sb in order to achieve sth 19 Prioritas ontologis = priorotas obyek telaah atau priorotas yang menjadi konsern. 17
P a g e | 23
mendorong terbentuknya sain dan hukum-hukum termodinamika. – Sebaliknya teori meletakkan dasar bagi perkembangan teknologi. Contoh dramatis perkembangan teknologi berbasis sain: pergerakan dari teori relativitas Einstein ke produksi fusi-nuclear di laboratorium, kemudian ke produksi bom atom di Los Alamos; Yang terbaru adalah teknologi genetik berkembang dari sain (ilmu) genetika.
Referensi dan Bahan Bacaan Lain. Akyas, A.M. 1993. Metoda Ilmiah dan metoda Penelitian. Penataran Metodologi Penelitian untuk Kovertis Wil. 4. Lembaga Penelitian Unpad. Tidak dipublikasikan Akyas, A. M. 2009. Bahan Ajar Metoda Ilmiah Ilmu- Ilmu Alam. Fakultas Pewrtanian Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan. Akyas, A. M.2008.Bahan Ajar Filsafat Ilmu. Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan. Akyas, A. M. 2005. Membangun Kemandirian dan Ketahanan Pangan. Beberapa Catatan untuk RPPK. Simposium Revitalisasi Pertanian, diselenggarakan dalam Rangka Dies Natalis Universitas Padjadjaran, Bandung 1 September 2005. Akyas, A. M., Widayat, D., Nursuhud. 2004. Research and Development in Hydroponics technology at the Laboratory of Horticulture Padjadjaran University. A case with Tomato Cuvar, Recento. The 5th International Symposium-cum-Workshop in Southeast Asia. The Role of German Alumni in Rural/ Regional Development and Entrepreneurship, 23 -27 August 2004, Phnom Penh,Cambodia. Proceeding.
P a g e | 24
Akyas, A.M. 2000. Penelitian dalam Bidang Ilmu Tanaman. Suatu Refleksi Epistemologis. (2000). Journal Bionatura, Vol 1 No. 2 Anonim. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Kebudayaan. Penerbit Buku Kompas. Cetakan Pertama. Jakarta. Barry, Vincent. 1980. Philisophy ; A text with reading. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California Capra, Fritjop. 2000. The Tao of Physics. Menyingkap Kesedjadjaran Fisika Modern dan Mistisisme Timur. Jalasutra. Yogyakarta. Djajasukanta, Husen. 1990. Bahan Penataran Petode Penelitian. Lembaga Penelitian, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan. Gardner, Martin (Ed.). 1994. Great Essays in Science. Prometheus Books, New York. Healey, S, A.1996. Science, Technology and Their Contemporary Problem. dalam International Conference on Values and Attitudes in Science and Technology. International Journal of Science & Technology, Kuala lumpur, Mslaysia, 3-6 September, 1996. Special Issue. Kegley, Jacquelyn Ann K. (1996). Science, Technology, Human Values and Choices. dalam International Conference on Values and Attitudes in Science and Technology. International Journal of Science & Technology, Kuala lumpur, Mslaysia, 3-6 September, 1996. Special Issue. Kuhn, Thomas. 1962. The Structure of Scientifiuc Revolution. University of Chicago Press. Chicago. Nasr, Seyyed, Hossein. 1986. Sains dan Peradaban di Dalam Islam. J. Mahyudin Philips, Bernard, S. 1976. Social Research. Strategy and Tactics. Macmillan Publishing Co. Inc. New York. Rusidi. 1980. Bahan Ajar Metode Penelitian dan Penulisan Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjdadjaran. Tidak Dipublikasikan.
P a g e | 25
Soetomo, Greg. 1995. Sains & Problem Ketuhanan. Kanisius, Yokyakarta. Sunardi, St. 1999. Nietzsche.LkiS Yogyakarta. Cetakan Kedua, Maretv 1999 Suriasumantri, Yuyun.1990. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Cetakan VI. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta. Suriasumantri, Yuyun. 1981. Ilmu dalam Perspektif. Pt Gramedia, Jakarta. Suwardi, Herman. 2004. Roda Berputar, Dunia Bergulir. Kognisi baru tentang timbul tenggelamnya sivilisasi. Bakti Mandiri. Bandung Tarnas, Richard. 1993. The Passion of Western Mind. Baltimore Books. New York, USA Wilarjo, L. (1981). Ilmu dan Humaniora dalam Surisumantriu, Y. (ed.). Ilmu Dalam Perspektif. Pt Gramedia, Jakarta. Zimmerman, Barry, E., and David J. Zimmerman. 1995. Nature Curiosity Shop. Contemporary Books, USA.
i
Bagian pertama dari Bahan Ajar ini dikutip selengkapnya dari tulisan A. M. Akyas dengan judul yang sama dalam Journal Bionatura, Vol 1 No. 2, Tahun 2000. ii
Akyas, A.M. 1993. Metoda Ilmiah dan metoda Penelitian. Penataran Metodologi Penelitian untuk Kovertis Wil. 4. Lembaga Penelitian Unpad. Tidak dipublikasikan iii
Disarikan untuk kepeluan kuliaqh ini dari Kegley, Jacquelyn Ann K. (1996). Science, Technology, Human Values and Choices. dalam International Conference on Values and Attitudes in Science and Technology. International Journal of Science & Technology, Kuala lumpur, Mslaysia, 3-6 September, 1996. Special Issue. Met