PENCEMARAN SUNGAI AKIBAT AKTIFITAS PERENDAMAN KARET OLEH MASYARAKAT KUTAI KARTANEGARA (Studi : Di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu) Abstrak
Hesti Purnamasari, Pencemaran Sungai Akibat Aktifitas Perendaman Karet oleh Masyarakat Kutai Kartanegara (Studi : di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu) dibawah bimbingan Ibu Rosmini selaku Pembimbing Utama dan Bapak K.Wisnu Wardana selaku Pembimbing Pendamping. Pemerintah yang bekerjasama dengan pihak swasta menciptakan lapangan pekerjaan untuk kemakmuran rakyat salah satunya dengan adanya kebun plasma milik petani yang merupakan binaan dari PTPN XIII dan juga perkebunan karet yang dikelola oleh perkebunan besar swasta (PT.Hasfarm Product). Akan tetapi terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia sehingga masyarakat memilih alternatif yang mudah yaitu dengan mengandalkan alam agar dapat bernilai ekonomi lebih. Pada Tahun 1997, dimulainya perendaman karet di Desa Perangat Selatan di RT X - XIV. Walaupun awalnya hanya beberapa orang saja, akan tetapi lama-kelamaan banyak masyarakat yang mengikuti kebiasaan buruk tersebut yang berdampak buruk terhadap lingkungan hidup. Dampak dari pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet oleh masyarakat Kutai Kartanegara khususnya di Desa Perangat Selatan serta upayaupaya apa saja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan masyarakat setempat untuk mencegah terjadinya pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan. Sebagai penunjang dalam melakukan penelitian, metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan melakukan kajian secara langsung dilapangan. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa tidak ada lagi warga yang dapat mengkonsumsi/mengunakan/memakai air sungai di Desa Perangat tersebut karena air sungai tersebut berbau tidak sedap, kotor, sarana penularan penyakit/gudang penyakit (seperti : gatal-gatal, alergi, dan penyakit kulit lainnya), tempat berkembang biaknya nyamuk yang sangat berbahaya bagi penduduk sekitar, adanya biota-biota tertentu yang mati di dalam sungai tersebut, bahkan jika dibiarkan terus-menerus tercemar akan memperburuk tingkat kesehatan, irigasi yang tidak memenuhi standar akan membuat kehidupan disekitar sungai semakin kumuh, dan bahkan akan mempengaruhi laut di marang kayu beserta ekosistem yang ada dilaut tersebut. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan masyarakat setempat untuk mencegah terjadinya pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan adalah tidak adanya pencengahan atau pengendalian yang dilakukan sebelum terjadinya pencemaran akibat aktifitas perendaman karet karena masyarakat dan pemerintah setempat tidak tau dampak dari pencemaran tersebut, akan tetapi pemerintah dan masyarakat pernah mengadakan musyawarah dalam menyelesaikan persoalaan pencemaran sungai tersebut yang menghasilkan keputusan berupa teguran kepada masyarakat yang merendam maupun yang menyimpan karetnya didekat sungai
dan juga pernah diadakan pemulihan lingkungan hidup berupa pembersihan sungai akan tetapi hanya beberapa meter saja yang dibersihkan atau tidak dilakukan secara tuntas/merata yaitu hanya di RT. X itu pun tidak sepanjang sungai yang melewati RT. X dibersihkan. Kata Kunci : Air Sungai, Pencemaran, dan Masyarakat.
1. Pendahuluan “Indonesia merupakan Negara dengan perkebunan karet terluas didunia dan termasuk Negara pemasok karet utama didunia setelah Negara Malaysia dan Negara Thailand. Padahal tanaman karet di Indonesia sendiri baru diintroduksi pada tahun 1864”.1 Mula-mula bibit karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi yang selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersial. Tempat uji coba pertama kali penanaman karet di Indonesia adalah Pemanukan dan Ciasem, Jawa Barat, kemudian dilakukan penanaman di Pulau Sumatra bagian Timur pada tahun 1902. Pembukaan perkebunan karet di Sumatra berjalan sangat lancar, karena itu kemudian di bukalah perkebunan karet di beberapa pulau Indonesia termasuk di Pulau Kalimantan.2 Tanaman karet di Kalimantan Timur merupakan komoditi tradisional yang sudah relatif lama diusahakan sebagai perkebunan rakyat, namun karena pengaruh harga yang berfluktuasi sangat tajam usaha perkaretan beberapa waktu yang lalu sempat ditinggalkan oleh petani perkebunan untuk beralih kepada usaha lain yang dianggap lebih menguntungkan. Namun saat ini seiring dengan semakin membaiknya harga karet di pasaran komoditi karet kembali banyak diusahakan oleh masyarakat dan di beberapa tempat komoditi tersebut merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakatnya dan juga kebutuhan
1 Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko, 2010,Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet Revisi, AgroMedia Pustaka, Solo, Cetakan kedua, Halaman 11 dan 13. 2 Ibid, Halaman 5-8.
dunia terhadap karet terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan berkembangnya industri yang mengunakan bahan baku karet di negara-negara maju. Area penanaman karet yang cukup luas juga terdapat pada wilayah Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain itu juga di Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat kebun plasma milik petani perkebunan yang merupakan binaan dari PTPN XIII dan juga memiliki Perkebunan Karet yang di kelola oleh perkebunan besar swasta terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dimiliki oleh PT. Hasfarm Product. Di Desa Perangat Selatan terdapat kebun karet plasma milik petani setempat,
yang juga merupakan binaan dari PTPN XIII. Masyarakat di Desa
Perangat Selatan Kecematan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kertanegara mengelola perkebunan karet menjadi bahan mentahnya / bahan olahan karet (getah karet atau gumpalan karet yang didapat dari penyadapan pohon karet) dan kemudian di serahkan ke perusahaan swasta milik PT. Hasfarm Product untuk dikelola menjadi bahan jadi yang siap pakai. Sebelum diserahkan ke perusahaan swasta, karet tersebut harus direndam di air agar bernilai ekonomi yang lebih. Untuk itu masyarakat petani karet di Desa Perangat Selatan yang hanya mengandalkan alam, maka mereka merendam karetnya disungai agar menghemat biaya dan pihak perusahaan akan membayar lebih. Selain itu, dengan menggunakan media sungai, para petani karet tidak perlu mengganti airnya karena air sungai terus mengalir. Dengan begitu pengeluaran mereka tidak banyak, akan tetapi pemasukan mereka akan bertambah. Awalnya sungai yang ada di Desa Perangat Selatan bisa dikonsumsi akan tetapi pada tahun 1997, masyarakat mulai ada
yang merendam karet disungai tersebut dengan kapasitas sedikit dan hanya beberapa orang saja yang merendam karetnya di sungai tersebut. Dan pada tahun 2007, masyarakat di desa itu mulai mengikuti kebiasaan buruk tersebut. Mereka merendam getah karet tersebut dengan kapasitas yang jumlahnya banyak dan hampir semua masyarakat melakukan hal tersebut, termasuk yang mempunyai kebun karet dan berdekatan dengan sungai tersebut. Pada tahun 2009, warga mulai protes karena air sungai tersebut mulai berbau menyengat, tidak bisa digunakan lagi, jika menyentuh kulit dapat menyebabkan gatal-gatal / alergi atau menyebabkan penyakit kulit lainnya.3 Ada 10 KK (Kepala Kerluarga) yang tecatat pada tahun 2010 sampai 2011 di dalam data Profil Desa Perangat Selatan, yang masih mengunakan sungai ini dan juga tercatat bahwa kualitas air sungai ini telah tercemar. Sedangkan Sungai ini mengalir dari Barat Ketimur dan melewati Desa Perangat Selatan (RT 10 – RT 14) sampai kelaut Marang Kayu (kilo 5), berarti sungai ini juga akan mempengaruhi masyarakat lainnya serta ekosistem di dalam sungai dan laut. Hal ini sangat jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28-H Ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Juga terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 Ayat 1, yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”. Selain itu, juga di perjelas dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualiatas air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Kutai
3
Keterangan Masyarakat di Desa Perangat Selatan dan Keterangan Para Pihak Instansi / Perangkat Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kartanegara Pasal 28 Ayat 1 bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik”. Hukum lingkungan modern menetapkan ketentuan dan normanorma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Sebaliknya hukum lingkungan klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.4 Kasus pencemaran sungai yang terjadi di Desa Perangat Selatan ini menggunakan teori / pemikiran hukum lingkungan klasik yang bertentangan dengan hukum lingkungan modern yang sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan asas-asas diantaranya asas kelestarian dan berkelanjutan. “Maksud asas kelestarian dan berkelanjutan adalah setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap genarasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup”.5 Sedangkan dalam pembagunan di Desa ini masih menggunakan atau diterapkan hukum lingkungan klasik seperti yang terdapat dalam Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kasus pencemaran sungai di Desa ini tidak sampai ke BLHD (Badan Lingkungan Hidup Daerah) Tenggarong, dikarenakan tidak ada pengaduan dari 4
St. Munadjat Danusaputro, 1980, Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Jakarta, Halaman 35-36. 5
Pasal 2 dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
masyarakat dan juga para pihak instansi / Perangkat Desa Perangat Selatan. Tanpa menunggu pengaduan, pihak BLHD harus mengadakan pengawasan rutin walaupun tidak ada pengaduan atau berita mengenai pencemaran lingkungan hidup, yang artinya mereka haruslah bersifat lebih aktif dalam menghadapi masalah pencemaran lingkungan. Perangkat Desa sendiri mencoba untuk menutup-nutupi permasalahn ini dangan menyelesaikannya melalui musyawarah. Hal ini memang berhasil untuk merendam protes warga atau keributan yang terjadi di masyarakat. Akan tetapi pada tahun 2011, masih ada masyarakat yang merendam karet disungai. Sehubungan dengan uraian latar belakang tersebut, penulis kemudian ingin meneliti melalui skripsi mengenai proses dan dampak terjadinya pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet oleh masyarakat Kutai Kartanegara, khususnya di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu. Adapun
judul
skripsi
yaitu,”
Pencemaran
Sungai
Akibat
Aktifitas
Perendaman Karet oleh Masyarakat Kutai Kartanegara (Studi : di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu) ”. Dengan rumusan masalah yang pertama, “Apa dampak dari pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet oleh masyarakat Kutai Kartanegara khususnya di Desa Perangat Selatan ?”, Dan rumusan masalah yang kedua, “Apa upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan masyarakat setempat untuk menangani pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan ?”. Diharapkan penelitian yang telah dilakukan ini dapat berguna untuk memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet dan juga cara penyelesaiaannya.
2. Metode Penelitian 2.1
Jenis Penelitian Jenis
Penelitian
yang
digunakan
adalah metode
yuridis
empiris.
“Penelitian hukum yuridis empiris adalah mengakaji hukum yang dianut dan/atau berkembang dalam masyarakat dengan mengkonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) yang meliputi perbuatan dan akibatnya dalam hubungan hidup bermasyarakat.”6 Penelitian lebih banyak melakukan interaksi dengan kondisi lingkungan, khususnya berhubungan dengan pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet yang dilakukan oleh masyarakat Kutai Kartanegara serta upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah terjadinya pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan ini.
2.2
Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dapat dibedakan menjadi pendekatan penelitian
normatif dan pendekatan penelitian empiris. Pada pendekatan penelitian ini penulis mengunakan pendekatan penelitian empiris karena sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti. Pendekatan penelitian empiris yaitu mengkaji kasus pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet oleh masyarakat Kutai Kartanegara yang telah selesai adalah dengan pendekatan studi kasus hukum dan legal survei, “pengertian studi kasus hukum adalah penelitian yang menempatkan sesuatu atau obyek yang diteliti sebagai sebuah kasus yang perlu diteliti secara
6
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 157.
mendalam dalam pandangan hukum”,7 sedangkan “legal survei adalah teknik riset dengan memberi batas yang jelas atas data sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hukum”.8Penelitian ini menggunakan data empiris yang diambil langsung dari lapangan mengenai mekanisme penyelesaian masalah termasuk eksistensi mengenai pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh para pihak dalam penyelesaian masalah pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman
karet
oleh
masyarakat
Kutai
Kartanegara.
Penelitian
ini
menggambarkan pelaksanaan mekanisme penyelesaian kasus perendaman karet oleh masyarakat Kutai Kartanegara.
2.3
Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam skripsi ini yaitu melalui kajian lapangan kasus
tersebut agar dapat diketahui apakah melalui alternatif penyelesaian masalah tersebut telah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak, sehingga bisa dicari solusi yang efektif dan efisien dalam penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.
2.4
Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang
Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena pada saat Kuliah Kerja Nyata (KKN), peneliti menemukan permasalahan ini, sehingga peneliti ingin mengangkat dan meneliti permasalahan tersebut. 7
http://penelitianstudikasus.blogspot.com/2009/03/pengertian-penelitian-studikasus.html, Pengertian Penelitian Studi Kasus, diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 07.09
Wita. 8
Wita.
artikata.com, Pengertian Legal Survei, diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 06.59
2.5
Waktu dan Jadwal Penelitian Waktu dan jadwal penelitian dimulai pada saat peneliti mengikuti Kuliah
Kerja Nyata (KKN), yaitu pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Juli 2012.
2.6
Jenis dan Sumber Data “Sumber-sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi
menjadi data-data primer dan data-data sekunder”,9 dengan uraian sebagai berikut : 2.6.1 Data Primer Penelitian hukum yuridis empiris umumnya menggunakan data primer / bahan hukum primer (primary law material). Data primer diperoleh melalui pengamatan / observasi, wawancara, yang berupa hasil penelitian dan laporan tentang pencemaran sungai. 2.6.2 Data Sekunder Data sekunder / bahan hukum sekunder (secondary law material), merupakan data yang memberikan penjelasan terhadap data primer atau sebagai pendukung data primer. Data ini diperoleh melalui studi pustaka maupun studi dokumen.
9
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Halaman 141.
2.7
Teknik Pengumpulan Data Taknik pengumpulan data dibedakan menjadi 2 (dua) bagian,yaitu :
2.7.1 Data Primer Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan mengunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu : -
Observasi/pengamatan langsung di lokasi penelitian yaitu di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara dan pada Kantor
Badan
Lingkungan
Hidup
Daerah
(BLHD)
Kabupaten
Kutai
Kartanegara. -
Interview atau melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait seperti pimpinan/kepala dari Kantor Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Kutai Kartanegara serta warga Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.
2.7.2 Data Sekunder Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu : -
Studi dokumen yaitu dengan mengkaji dokumen berupa perundangundangan seperti yang telah disebutkan di atas; dan
-
Studi kepustakaan yaitu mengkaji perundang-undangan, buku dan literatur dari
internet
penelitian ini.
selanjutnya
dianalisa
berdasarkan
permasalahan
dalam
2.8
Analisis Data Pada penelitian ini, penulis mengunakan analisis data secara kualitatif.
“Analisis data secara kualitatif artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi data”.10 ”Teknik dilakukan secara komprehensif dan lengkap. Komprehensif artinya analisis data secara mendalam dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian. Sedangakan lengkap artinya tidak ada bagian yang terlupakan, semua sudah masuk dalam analisis”.11 Hal ini juga dapat diartikan bahwa : setelah data yang diperoleh disusun berdasarkan urutan permasalahan yang diteliti, lalu dilakukan pengurutan data tersebut yang selanjutnya dilakukan pemisahan berdasarkan materi bab per bab sehingga memudahkan penyusunan dari langkah tersebut, data selanjutnya dianalisis dan dijadikan dasar dalam membuat suatu kesimpulan.
3. Gambaran Umum / Profil
Desa Perangat Selatan Kecamatan
Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan Daerah Penelitian Luas wilayah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara
meliputi 27.263,10
km² dan luas perairan kurang lebih 4.097 km² yang dibagi dalam 18 wilayah
10 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 172. 11
Ibid.
kecamatan dan 225 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk mencapai 626.286 jiwa.12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara berjumlah 18, yaitu: Gambar 1. Peta Kabupaten Kutai Kartanegara
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Anggana Kembang Janggut Kenohan Kota Bangun Loa Janan Loa Kulu Marang Kayu Muara Badak Muara Jawa
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Muara Kaman Muara Muntai Muara Wis Samboja Sanga-Sanga Sebulu Tabang Tenggarong Tenggarong Seberang
Sumber : Situs Resmi Kabupaten Kutai Kartanegara, 2012 “Kecamatan Marang Kayu terletak diwilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dengan luas wilayah mencapai 1.165,71 Km2 . Jumlah penduduk di Kecamatan Marang Kayu mencapai 24.094 jiwa (Tahun 2011).“13 Secara administratif, kecematan ini terbagi menjadi 11 desa, yaitu : Bunga Putih, Kersik, Makarti, Perangat Baru, Perangat Selatan, Santan Ilir, Santan Tengah, Santan Ulu, Sebuntal, dan Semangkok.
12
Profil Kabupaten Kutai Kartanegara, kutaikartanegara.co.id/, diakses tanggal 17 Februari 2012 pukul 18.00 Wita. 13
Marang Kayu, Kutai Kartanegara, http://id.wikipedia.org/wiki/Marang_Kayu, Kutai Kartanegara, diakses tanggal 28 Juli 2012 pukul 11.30 wita.
Desa Perangat Selatan mempunyai keadaan geografis yang Strategis karena terletak didaerah jalan penghubung antara Kota Bontang dan Kota Samarinda. Jarak ke Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur lebih dekat dari pada ke Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara. “Di Desa Perangat Selatan mempunyai Jumlah Penduduk 1829 orang dan ada 494 KK (Kepala Keluarga) dengan luas wilayahnya adalah 4.885,5 Km2 dan mempunyai batas wilayah”,14 sebagai berikut: -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Makarti;
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Sambera Baru;
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Perangat Baru; dan
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Spare. Secara administratif, Desa Perangat Selatan terbagi menjadi 3 (Tiga)
wilayah Dusun, dan terdiri dari 15 (lima belas) Rukun Tetangga (RT), yaitu RT. I sampai RT. XV. Wilayah 3 (tiga) Dusun terbagi menjadi beberapa RT. (Rukun Tetangga), yaitu : -
Dusun I terdiri dari RT. I, RT. II, RT. III, RT. XIII, dan RT. XIV.
-
Dusun II terdiri dari RT. IV, RT. V, RT. VI, RT. IX, dan RT. X.
-
Dusun III terdiri dari RT. VII, RT. VIII, RT. XI, RT. XII, dan RT. XV. Susunan struktur Organisasi Pemerintahan di Desa Perangat Selatan,
yaitu :
14
Data dari profil Desa Perangat Selatan.
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara Kepala Desa ……
BPD (Badan Permusyarawatan Desa) Sekdes (Sekertaris
Petugas Penata Keuangan Desa Kaur Umum
Kaur Pemerintahan
Kaur Pembangunan
Bendahara
Kepala Dusun I
Kepala Dusun II
Kepala Dusun III
Ketua RT I
Ketua RT IV
Ketua RT VII
Ketua RT II
Ketua RT V
Ketua RT VIII
Ketua RT III
Ketua RT VI
Ketua RT XI
Ketua RT XIII
Ketua RT IX
Ketua RT XII
Ketua RT XIV
Ketua RT X
Ketua RT XV
Sumber : Kantor Desa Perangat Selatan, 2012
Tabel 1. Pejabat di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegera NO.
NAMA PEJABAT
JABATAN
1.
Wonoardjo
Kepala Desa
2.
Sukamto
Sekdes
3.
Sabaria
Petugas Penata Keuangan Desa
4.
Karyumi
Bendahara
5.
Tokoh A.R
Kaur Pembagunan
6.
Widayati
Kaur Pemerintahan
7.
Marsiah
Kaur Umum
8.
Suwarno
Kepala Dusun I
9.
Drs. Zainuddin
Kepala Dusun II
10.
Iswanto
Kepala Dusun III
11.
Iskandar
Ketua RT (Rukun Tetangga) I
12.
Husair
Ketua RT (Rukun Tetangga) II
13.
Supeno
Ketua RT (Rukun Tetangga) III
14.
Watan S.
Ketua RT (Rukun Tetangga) IV
15.
Ahmad S.
Ketua RT (Rukun Tetangga) V
16.
Sutrisno
Ketua RT (Rukun Tetangga) VI
Hajar
Ketua RT (Rukun Tetangga) VII
18.
Suratman
Ketua RT (Rukun Tetangga) VIII
19.
Mashur
Ketua RT (Rukun Tetangga) IX
17.
20.
Heru P.
Ketua RT (Rukun Tetangga) X
21.
Ahmadi
Ketua RT (Rukun Tetangga) XI
22.
Darkomi
Ketua RT (Rukun Tetangga) XII
23.
Purwadi
Ketua RT (Rukun Tetangga) XIII
24.
Sapri
Ketua RT (Rukun Tetangga) XIV
25.
Sumardi
Ketua RT (Rukun Tetangga) XV
Sumber : Kantor Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara, 2012
Di Desa Perangat Selatan juga mempunyai tempat pelayanan kesehatan, yaitu dengan adanya sebuah Puskesmas, posyandu, dan tempat peraktek dokter yang bertugas di Desa tersebut. Secara umum keadaan topografi Desa perangat Selatan adalah dataran tinggi dan pengunungan yang merupakan daerah pertanian / perkebunan. Terdapat beberapa perkebunan yang ada di Desa Perangat Selatan, namun yang paling berpontensi adalah kebun karet yang hampir seluruh warga masyarakat di Desa Perangat Selatan memiliki kebun karet dan begantung dari hasil perkebunan karet. Tabel 2. Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Pekerjaan di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Marang Kayu NO.
MATA PENCAHARIAHAN POKOK
1.
Petani
2.
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
JUMLAH KEPALA KELUARGA 376 Kepala Keluarga 25 Kepala Keluarga
3.
TNI / Polri
- Kepala Keluarga
4.
Wiraswasta
13 Kepala Keluarga
5.
Peternakan
30 Kepala Keluarga
6.
Anggota Dewan Jumlah
- Kepala Keluarga 444 Kepala Keluarga
Sumber : Kantor Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara, 2011 Di Desa Perangat Selatan memiliki 1 (satu) sungai yang mengalir dari barat ke timur menuju ke laut Marang Kayu, sedangkan di Desa Perangat Selatan sendiri sungai tersebut melewati RT. X, RT. XI,RT. XII, RT. XIII, dan RT. XIV. Beberapa RT (Rukun Tetangga) yang dilalui sungai tersebut disebut juga daerah Rawa, yaitu terdiri dari RT. X, RT. XI, dan RT. XII yang jumlah penduduknya 266 orang dan 72 KK (Kepala Keluarga). Daerah Rawa ini lah yang warga / masyarakatnya banyak melakukan aktifitas perendaman karet dan didaerah Rawa ini juga banyak masyarakat yang merasa terganggu akibat aktifitas perendaman / pengolahan karet. Pada mulanya sungai yang ada di Desa Perangat Selatan bisa dikonsumsi akan tetapi pada tahun 1997, masyarakat mulai ada yang merendam karet disungai tersebut dengan kapasitas sedikit dan hanya beberapa orang saja yang merendam karetnya di sungai tersebut. Dan pada tahun 2007, masyarakat di desa itu mulai mengikuti kebiasaan buruk tersebut. Mereka merendam getah karet tersebut dengan kapasitas yang jumlahnya banyak dan hampir semua masyarakat melakukan hal tersebut, termasuk yang mempunyai kebun karet dan berdekatan dengan sungai tersebut. Pada tahun 2009, warga mulai protes ke Kantor Kepala Desa karena air sungai tersebut mulai berbau menyengat, tidak bisa digunakan lagi, jika menyentuh kulit dapat menyebabkan gatal-gatal / alergi atau menyebabkan penyakit kulit lainnya.15 15
Keterangan Masyarakat di Desa Perangat Selatan dan Keterangan Para Pihak Instansi / Perangkat Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.
Peranan Pemerintah selaku pengawas langsung sangatlah diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang terjadi di Desa Perangat Selatan khusunya di daerah Rawa. Pemerintah terkait, yaitu Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kutai Kartanegara bersama dengan Perangkat Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara dalam melakukan identifikasi pencemaran lingkungan hidup, pengendalian, dan pemulihan lingkungan hidup terkait dengan pencemaran lingkungan yang telah dilakukan oleh masyarakat di daerah Rawa Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.
4. Pembahasan 4.1
Dampak Pencemaran Sungai akibat Aktifitas Perendaman Karet oleh Masyarakat Kutai Kartanegara khususnya di Desa Perangat Selatan Ada beberapa usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah melalui pembangunan daerah pedesaan, berupa pengembangan perkebunan karetrakyat. Hal ini juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kutai Kartanegara, yang sekarang sudah menjadikan Kutai Kartanegara yang potensial akan karetnya dan juga tentunya dengan adanya kerjasama antara pihak Swasta dengan Pemerintah dan Masyarakat. Tujuan pembangunan perkebunan karet-rakyat sendiri adalah untuk meningkatkan jumlah produksi atau bokar, juga pada hakekatnya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup petani dan menghapus berbagai dimensi kemiskinan. Tujuan pembangunan tersebut memang baik, akan tetapi jika tidak
di analisa/analisis mengenai dampak apa saja yang akan ditimbulkan nantinya maka tidak ada antisipasi mengenai dampak buruk dan cara pengcegahan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena setiap pembangunan / kegiatan usaha pasti akan berpengaruh terhadap lingkungan baik bersifat positif maupun negatif. Pengaruh / dampak pembangunan terhadap lingkungan dapat kita lihat dengan
adanya
perbedaan
antara
kondisi
lingkungan
sebelum
adanya
pembangunan dan yang diprakirakan akan ada setelah adanya pembangunan. Pengaruh / dampak terhadap lingkungan dapat bersifat positif atau negatif. Biasanya dampak yang yang diperhatikan dampak yang negatif karena dampak sering mempunyai konotasi negatif, tetapi sebaliknya tidak mengandung bagian yang menguraikan tentang usaha memperbesar dampak positif. Misalnya dalam suatu proyek pengeringan rawa untuk pertanian, mempunyai dampak negatif dengan rusaknya habitat ikan dan organisme rawa lainnya menjadi perhatian. Sebaiknya kita memberikan perhatian yang akan berimbang pada dampak negatif dan positif. Akan tetapi, tidak ada efisiensi pembangunan yang mencapai 100%. Ini berarti dalam setiap usaha maupun kegiatan disamping menghasilkan produk yang dikehendaki, sedangkan hasil sampingan itu disebut dengan limbah, dan kalau limbah ini dilepas pada komponen lingkungan tertentu akan menyebabkan dampak lingkungan yang dapat diindikasikan oleh penurunan kualitas lingkungan. Pemerintah yang
bekerjasama dengan Perusahaan Swasta untuk
kemakmuran masyarakat, seharusnya lebih memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan baik bersifat positif maupun negatif. Tidak seperti yang terjadi Desa
Perangat Selatan, yang memiliki kebun plasma milik petani yang juga merupakan binaan dari PTPN XIII dan ada juga perkebunan karet yang dikelola oleh perkebunan besar swasta (PT.Hasfarm Product). Tetapi mereka tidak terlalu berpikir jangka panjang atau dampak yang buruk, mereka hanya mementingkan keuntungannya atau berpikir jangka pendek saja. Dalam jangka beberapa tahun saja, dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat setempat bahwa sungainya telah tercemar. Dimulai dari terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia sehingga masyarakat memilih alternatif yang mudah yaitu dengan mengandalkan alam agar dapat bernilai ekonomi lebih. Pada Tahun 1997, dimulainya perendaman karet di Desa Perangat Selatan. Walaupun awalnya hanya beberapa orang saja, akan tetapi lama-kelamaan banyak masyarakat yang mengikuti kebiasaan buruk tersebut. Menurut RTM. Sutamiharja, pencemaran adalah penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktivitas menusia ke lingkungan dan biasanya memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan itu. Sedangkan menurut Stephanus Munadjat Danusaputro, pencemaran adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan atau energi diintriduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam keadaan termasuk yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan hayati.16 Masalah pencemaran memang merupakan suatu masalah yang sangat perlu mendapat penanganan secara serius oleh semua pihak untuk dapat menanggulangi
akibat
buruk
yang
terjadi
karena
pencemaran.
Bahkan
diharapkan agar dapat mencegah jangan sampai terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan kadang-kadang tampak jelas di lingkungan dan ada juga yang tidak terlihat dengan jelas, yang 16
Muhammad Erwin, 2009, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Pembangunan Lingkungan Hidup, Reflika Aditama, Bandung, Halaman 36.
Kebijaksanaan
tentunya akan berpengaruh pada lingkungan. Oleh karena itu, dikatakan pencemar bila berpengaruh jelek terhadap lingkungan. Sedangkan lingkungan sendiri mempunyai penyimpangan akibat pencemaran itu, yang mengotori atau yang mengubah susunan lingkungan kita tidak dimasukkan pencemar, kecuali kalau mempunyai pengaruh jelek terhadap lingkungan.17 “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.18 Pencemaran lingkungan hidup terjadi jika mengalami perubahan akan menyebabkan ketidak seimbangan dalam hal struktur lingkungan maupun fungsi lingkungan akan tergangu. Ketidak seimbangan struktur dan fungsi lingkungan terjadi karena proses alam atau juga karena perbuatan manusia yang biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biologis, kebutuhan teknologi sehingga banyak menimbulkan pencemaran lingkungan. Hal ini, akan berdampak bagi lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi manusia juga dapat merubah keadaan lingkungan yang tercemar akibat berbuatannya manusia itu sendiri menjadi keadaan lingkungan yang lebih baik, menjadi
keadaan
seimbang,
dapat
mengurangi
terjadinya
pencemaran
lingkungan, bahkan diharapkan untuk dapat mecegah terjadinya pencemaran. Sedangkan “Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan
17
A. Tresna Sastrawijaya, 2009, Pencemaran Lingkungan, Cetakan ke 3, Rineka Cipta, Jakarta, Halaman 2. 18 Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140.
unsur hara yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan manusia”.19 Pencemaran sungai yang terjadi di Desa Perangat Selatan diakibatkan karena kegiatan usaha para petani karet yang merendam karetnya disungai tersebut dan mengakibatkan sungai tersebut tercemar dan tidak dapat digunakan lagi. Hal ini, akan mempengaruhi sungai di desa yang lain bahkan laut di Marang Kayu karena aliran sunggai di Desa Perangat Selatan menuju laut di Marang Kayu. “Di dalam Profil Desa Perangat Selatan, pada tahun 2010 sampai 2011 tercatat bahwa sungai di Desa tersebut telah tercemar dan ada 10 KK (Kepala Keluarga) yang terkena dampak dari pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara”.20 Padahal di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Kutai Kartanegara Pasal 28 Ayat 1 bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik”. Ini menunjukan bahwa kebijakaan yang Pemerintah buat belum seutuhnya terealisasikan/teraplikasikan dengan baik dan benar, padahal masyarakat sudah merasakan dampaknya.
19
http://weblogask.blogspot.com/2012/05/pencemaran-sungai-pengertianpenyebab.html, Pencemaran Sungai (Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara Mengatasinya), diakses tanggal 9 Juni 2012 pukul 10.34. 20 Kantor Kepala Desa Perangat Selatan.
Tabel 3. Wawancara Terhadap Warga RT. X sampai RT.XIV, Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Uraian Pertanyaan
Ya
Jawaban Tidak ada Tidak jawaban
Benarkah ada masyarakat/orang yang merendam/menyimpan Karet di 20 3 0 area sungai ? Apakah Bapak/Ibu termasuk orang yang terkena dampak pencemaran 15 8 0 sungai tersebut ? Adakah upaya / tindakan dari masyarakat untuk menyelesaikan 13 7 3 persoalan ini ? Adakah tindakan yang dilakuakan oleh PTPN XIII dan PT. Hasfarm Product dalam mencegah dan 0 23 0 menangulagi pencemaran sungai akibat Aktifitas Perendaman Karet ? Adakah tindakan / upaya dari Pemerintah setempat terhadap 13 5 5 pencemaran sungai tersebut ? Apakah Musyawarah dalam menyelesaikan persoalan ini, sudah 9 10 4 cukup ? Benarkah ada pihak Instansi lain, selain dari kantor Kepala Desa Perangat Selatan yang membantu / 9 10 4 ikut serta dalam menyelesaikan masalah ini ? Apakah Badan Lingkungan Hidup Daerah Kutai Kartanegara telah ikut 5 11 7 serta dalam menyelesaikan masalah ini ? Apakah sudah benar / sesuai, tindakan pemerintah dan instansi 9 10 4 yang lain dalam menyelesaikan persoalan ini ? Adakah ganti rugi / pemulihan 5 11 7 lingkungan ? Sumber : Hasil wawancara di Lokasi Penelitian, 2011-2012.
Jumlah
23
23
23
23
23
23
23
23
23
23
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa masih adanya masyarakat takut untuk mengemukakan fakta yang terjadi, hal ini disebabkan karena masyarakat adalah pelaku dan masyarakat juga yang terkena dampaknya. Masyarakat dalam hal ini takut jika dikenakan sanksi, karena hal ini diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Kutai Kartanegara Pasal 48 Ayat 1 bahwa “setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan / atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab ussaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu”. Ada 20 orang yang terkena dampak pencemaran akibat aktifitas perendaman karet di area sungai Desa Perangat Selatan. Hal ini, penulis peroleh dari hasil wawancara beberapa kali diantaranya tanggal 25 Agustus 2011, 27 Januari 2012, 23 Juli 2012,dan 24 Juli 2012 di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari Hasil Wawancara tersebut, penulis
menyimpulkan
bahwa
tidak
ada
lagi
warga
yang
dapat
mengkonsumsi/mengunakan/memakai air sungai di Desa Perangat tersebut karena air sungai tersebut berbau tidak sedap, kotor, menjadi sarana penularan penyakit/gudang penyakit (seperti : gatal-gatal, alergi, dan penyakit kulit lainnya), tempat berkembang biaknya nyamuk yang sangat berbahaya bagi penduduk sekitar, adanya biota-biota tertentu yang mati di dalam sungai tersebut, bahkan jika digunakan dalam jangka waktu yang agak panjang dapat mengalami kemandulan dan jika dibiarkan terus-menerus
tercemar akan
memperburuk tingkat kesehatan, irigasi yang tidak memenuhi standar, akan membuat kehidupan disekitar sungai semakin kumuh, dan bahkan akan mempengaruhi laut di Marang kayu beserta ekosistem yang ada dilaut tersebut. Hal tersebut juga sesuai atau sama dengan situs di internet di alamat web : http://www.anneahira.com/pencemaran-sungai.htm
dan
http://weblogask.blogspot.com/2012/05/pencemaran-sungai-pengertianpenyebab.html, yang menjelaskan tentang dampak dan akibat pencemaran sungai . Pencemaran merupakan suatu masalah yang sangat perlu mendapat penanganan secara serius oleh semua pihak untuk dapat menanggulangi akibat buruk yang terjadi karena pencemaran. Bahkan diharapkan agar dapat mencegah jangan sampai terjadi pencemaran lingkungan. Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Kutai Kartanegara, menyatakan bahwa “pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan
ekosistem”.
Jadi,
pengendalian
pencemaran
air
harus
diselenggarakan secara terpadu dengan mengunakan pendekatan ekosistem dan dalam Peraturan Daerah ini, mengatur tentang pengendalian pencemaran air dalam 1 bab tersendiri yaitu diatur dalam “BAB III” Pasal 17 sampai Pasal 21. Pada Pasal 18, menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Pemerintah Kabupaten adalah memantau kualitas air pada sumber air. Dalam hal pemantauan kualitas air dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali, hal ini terdapat dalam Pasal 12. Kemudian dalam Pasal 35 menyatakan bahwa
setiap usaha dan atau kegiatan wajib mencegah dan menangulangi pencemaran air, yang kemudian dapat dijatuhkan sanksi administrasi oleh Bupati jika melanggar Pasal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 46 . Payung Hukum dari Peraturan Daerah ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur tentang pencegahan terdapat pada Pasal 14. Pencemaran yang telah terjadi di Desa Perangat Selatan, membuktikan bahwa belum adanya pencegahan dalam menangulangi pencemaran lingkungan hidup. “Bahkan dari pihak puskesmas setempat pun tidak memberikan informasi mengenai data-data warga yang berobat terkait mengenai pencemaran Sungai di Desa Perangat Selatan dengan alasan bahwa data tersebut tidak ada dan kalaupun ada data tersebut adalah dokumen rahasia milik Negara yang tidak untuk dipublikasikan.”21 Pada akhir bulan Juli 2011 yang bersamaan dengan kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang dilakukan oleh peneliti, peneliti melakukan wawancara kepada Bapak Kepala Desa Perangat Selatan yang bernama Bapak Wonoardjo. Saat Beliau saya tanya mengenai ada/tidak pencemaran di Desa ini, Beliau pun tidak menjawab pertanyaan saya dan Beliau hanya diam saja. Kemudian peneliti mengatakan bahwa,” saya lihat di Profil Desa bahwa sungai yang ada di Desa ini telah tercemar, apa benar demikian ?”. Beliau pun menjawab “benar, itu lokasinya berada di Daerah Rawa”. Akan tetapi, saat peneliti menanyakan penyebab terjadinya pencemaran di Sungai tersebut, Beliau pun tampak berpikir lalu menjawab penyebabnya adalah kayu. 21
Hasil wawancara di Puskemas Desa Perangat Selatan, pada bulan Juli 2012.
Pada
Bulan
Agustus
2011,
tepatnya
beberapa
minggu
sebelum
berakhirnya kegiatan KKN yang dilakukan oleh penelitian. Peneliti pun menanyakan hal yang sama kepada Bapak Kepala Desa, akan tetapi jawabannya pun berbeda bahwa, Beliau mengelak akan adanya pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan. Selanjutnya, peneliti menanyakan lagi beberapa kali pada bulan Januari 2012 dan Juli 2012, Beliau pun menjawab hal yang sama bahwa tidak ada pencemaran di Desa ini dan mencoba untuk menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Mengenai tentang sungai, Beliau berpendapat bahwa sungai tersebut memang tidak bisa dikonsumsi oleh warga sudah lama tanpa mengemukakan penyebab tidak bisa dikonsumsinya air sungai tersebut. Dari hasil wawancara beberapa warga, ada yang juga masih ragu dengan jawabannya, juga ada yang masih mencoba untuk menutu-nutupi permasalahan pencemaran ini, dan ada juga yang mengemukakan pendapat sesuai dengan fakta yang ada dilapangan. Akan tetapi dari hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan oleh peneliti, hasil wawancara dari warga setempat, dan
hasil wawancara Pihak Instansi / Perangkat Desa Perangat Selatan
Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara, menyimpulkan bahwa memang ada pencemaran di Desa tersebut dan berdampak buruk bagi kesehatan dan juga lingkungan di Desa Perangat Selatan sendiri Khususnya di Dearah Rawa. Masalah pencemaran sungai atau pemanfaatan sumberdaya air yang tidak benar, sangat terkait dengan kebijakan yang ada. Kebijakan Pemerintah Kabupaten
Kutai
Kartanegara
mengenai
pengelolaan
kualitas
air
dan
pengendalian pencemaran air di Kabupaten Kutai Kartanegara, merupakan
langkah awal untuk penerapan peraturan dalam menciptakan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu diharapkan kerja sama semua pihak terutama kepada masyarakat.
4.2
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Masyarakat setempat untuk menangani terjadinya Pencemaran Sungai di Desa Perangat Selatan Pencemaran dan perusakan lingkungan juga mengandung kepastian
elementasi karakteristik tertentu untuk menentukan bahwa pencemaran dan perusakan
lingkungan
itu
sebagai
pencemaran
dan
perusakan
yang
menyebabkan terjadinya sengketa lingkungan. Hal ini juga terjadi di Desa Perangat Selatan, karena tindakan masyarakat yang merendam karet di sungai Desa Perangat Selatan khususnya RT. X sampai RT. XIV dan juga masyarakat tersebut juga menjadi korban atau merasakan dampak pencemaran tersebut. Sehingga masyarakat yang bingung dan tidak tau harus berbuat apa, sedangkan kondisi lingkungan yang ada semakin memburuk sehingga memaksa mereka untuk melakukan perdebatan, perselisihan, demostrasi / protes kepada orang yang merendam atau menyimpan karetnya di area sungai dan juga meminta pertanggung jawaban Pemerintah Setempat sebagai tempat aspirasi masyarakat, pemantau kegiataan usaha, dan lain-lain. “Hukum Lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang”.22 Jika hal ini dilakukan dilaksanakan dengan baik maka masyarakat tidak perlu takut untuk melakukan tindakan 22
Muhammad Erwin, Op.cit,. Halaman 9.
karena hal yang dirugikan dan yang merugikan akan mendapatkan perlakuan yang berbeda menurut Peraturan yang berlaku. Tetapi dalam hal ini, perturan yang lebih ditekankan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Kutai Kartanegara. Didalam peraturan ini jelas mengatur tentang sanksi (Pasal 46 sampai Pasal 49), hak dan kewajiban (Pasal 28 sampai Pasal 32), pengelolaan (Pasal 5 sampai Pasal 16), Pengendalian Pencemaran air (Pasal 17 sampai Pasal 24) dan lain sebagainya. Jadi, masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan hal tersebut atau melakukan tindakan yang dianggap perlu dan tentunya tidak bertentangan dengan Peraturan yang ada (pelaporan diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 27). Pemerintah setempat pun (Kepala Desa) akhirnya terpaksa melakukan tindakan untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang terjadi dengan musyawarah/penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua dan apabila pihak kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak pertama, serta menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa.23 “Dari hasil wawancara, sampel yang berjumlah 23 orang, 9 orang mengatakan bahwa musyawarah sudah cukup dalam menyelesaikan persoalaan ini, 10 orang diataranya mengatakan tidak cukup, dan 4 orang tidak tau atau tidak menjawab pertanyaan ini”.24 Padahal hal itu tidaklah cukup karena harus mengadakan pemulihan lingkungan dan mengenakan sanksi kepada para pelaku 23
Nurnangningsih Amriani, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta, Halaman 12. 24
Hasil wawancara tanggal 25 Agustus 2011, 27 Januari 2012, 23 Juli 2012,dan 24 Juli 2012 di Desa Perangat Selatan Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara.
baik secara Administrasi, ganti rugi maupun pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku khusunya Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini juga harus dilanjutkan pelaporannya ke Bupati sesuai dengan Pasal 25 Ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran
Air
di
Kabupaten
Kutai
Kartanegara
karena
permasalahan lingkungan hidup harus ditindak lanjuti secara serius. Dalam permasalahan ini ada Instansi lain selain BLHD (Badan Lingkungan Hidup Daerah) Tenggarong yang ikut serta dalam menyelesaikan permasalahan ini yaitu Instansi lain yang sedang diberikan tugas di Desa Perangat Selatan seperti Dinas Perkebunan yang sedang menugaskan 1 orang di Desa Perangat Selatan. Selain itu hanya warga setempat, Ketua-Ketua RT (Rukun Tetangga), Ketua-Ketua Dusun, Kepala Desa beserta Stafnya, dan Tokoh-Tokoh masyarakat di Desa Perangat Selatan yang menyelesaikan persoalan ini. “Instansi lain tersebut hanya ikut menyaksikan dalam proses musyawarah/penyelesaian sengketa tersebut”.25 Dari beberapa kali hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di Desa Perangat Selatan, ada beberapa orang dari responden yang mengemukakan adanya keikut sertaan BLHD Tenggarong dalam menyelesaikan pencemaran lingkungan ini, yaitu setelah dilakukannya musyawarah di Desa Perangat Selatan, pihak BLHD Tenggarong datang melakukan pengecekan dan mengambil sampel air di Desa Perangat Selatan kemudian di uji dilaboratorium yang kemudian hasil 25
Keterangan dari Kepala Desa dan masyarakat.
laboratoriumnya di beritahukan ke Kantor Kepala Desa dan selanjutnya di masukkan ke dalam profil Desa Perangat Selatan yang menunjukan bahwa air sungai yang ada di Desa Perangat Selatan telah tercemar. Tidak hanya itu, pihak BLHD Tenggarong menyuruh dan melakukan pemulihan lingkungan bersamasama dengan warga dan Instansi Kepala Desa Perangat Selatan. Pemulihan lingkungan tersebut dilakukan dengan cara membersihkan sungai akan tetapi hal ini tidak dilakukan di sepanjang sungai yang melewati Desa Perangat Selatan. Pembersian sungai hanya dilakukan di RT. X dan hanya beberapa meter saja tidak dilakukan sampai 1 RT tersebut/sepanjang RT.X. Pemulihan lingkungan hidup adalah tindakan untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup yang telah tercemar dan/atau rusak sesuai dengan fungsi dan/atau peruntukannya. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, banyak dibahas mengenai pemulihan lingkungan hidup, yaitu pada Pasal 43 ayat (2) huruf a dan b yang mengatur tentang dana jaminan pemulihan lingkungan hidup dan dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup, Pasal 46 menyatakan tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran pemulihan lingkungan hidup , dan Pasal 82 ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang kewenangan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya, dan kewenangan untuk menunjuk pihak ke tiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup terdapat pada Pasal 54 ayat (1) yang mengatur tentang kewajiban untuk melakukan melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup pada setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, Pasal 54 ayat (2) menyatakan adanya tahapan pemulihan fungsi lingkungan hidup, Pasal 54 ayat (3) yang berisi ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemulihan fungsi lingkungan hidup, Pasal 55 ayat (1) mengatur tentang kewajiban Pemegang izin lingkungan untuk menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup, dan Pasal 55 ayat (3) yang mengatur tentang kewenangan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan. Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : -
Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
-
Remediasi, adalah upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup;
-
Rehabilitasi, yaitu upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem;
-
Restorasi, adalah upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula; dan/atau
-
Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manajemen air/sungai sangat diperlukan dan juga merupakan aktivitas yang berkelanjutan karena sungai cenderung untuk mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Pemulihan lingkungan tidak hanya berupa ganti rugi secara materi (uang atau benda) akan tetapi harus lebih ditekankan pada pemulihan lingkungannya, guna mengembalikan fungsi alami lingkungan hidup. Hal ini juga dilakukan agar tercapainya lingkungan yang baik dan sehat, dan dapat terus berkelanjutan dimanfaatkan oleh generasi berikutnya. Jika yang terjadi seperti di Desa Perangat Selatan, yang sebagian besar masyarakatnya tidak mengetahui dengan pasti kemana harus mengadukan permasalahannya maka tempat masyarakat atau pihak lainnya dapat melaporkan Ke Kelurahan/Camat atau ke pos pengaduan kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, di daerah yang lokasinya dekat dengan permasalan lingkungan tersebut. Adapun 4 (empat) kriteria pengaduan dalam menyelesaikan kasus lingkungan hidup yang dapat ditangani oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), berupa : -
Laporan dari masyarakat, baik berbentuk tulisan maupun secara lisan; Laporan dari LSM, organisasi lingkungan hidup atau pemerhati lingkungan hidup; Berita atau informasi dari masyarakat atau media masa; dan Keterangan dari aparat dengan adanya pengawasan rutin atau tinjaun langsung kemasyarakat.26
Persyaratan minimal dalam pengaduan secara tertulis : -
Identitas pelapor;
-
Perkiraan sumber pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; 26
Data Kantor Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.
-
Alat bukti yang disampaikan;
-
Lokasi terrjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
-
Waktu terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan
-
Media yang terkena dampak. Pedoman pengaduan kasus selanjutnya dapat dilihat dalam Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengaduan Kasus Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan Hidup. Karena setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap lingkungan hidup, baik dalam melestarikan, mengolah, maupun menjaga lingkungan hidup agar tetap sehat dan baik. Untuk itu, pihak yang sangat berperan penting adalah pihak BLH (Badan Lingkungan Hidup) dalam menangulangi, memantau keadaan lingkungan di wilayahnya masing-masing. Dari beberapa kali kunjungan peneliti ke BLHD Tenggarong, pihak Instansi BLHD Tenggarong sendiri mengemukakan bahwa tidak adanya kasus pencemaran lingkungan di Desa Perangat Selatan, apa lagi pencemaran akibat aktifitas perendama karet. Mereka menyatakan bahwa sungai yang ada di Desa Perangat Selatan baik-baik saja. Hal ini, seolah-olah tidak pernah terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan di Desa Perangat Selatan.27 Pihak PTPN XIII yang bertugas membina masyarakat dalam berkebun Karet dan PT. Hasfarm Product yang mengelola karet dan bekerjasama dengan pemerintah Kutai Kartanegara untuk membina masyarakat Kutai Kartanegara (khususnya di Kecamatan Marang Kayu) , tidak pernah di adakan sosialisasi mengenai dampak buruk karet, cara pengolahan yang salah, termasuk dampak buruk jika merendam karet disungai. Seharusnya pihak PTPN XIII, memberikan sosialisasi mengenai dampak-dampak tersebut. Sedangkan perlu diadakan 27
Hasil wawancara tanggal 26 Januari 2012 dan tanggal 10 Juli 2012.
pencegahan-pencegahan agar hasilnya baik dan tidak merusak lingkungan, diantaranya pencegahan secara manual seperti “tidak menggunakan air kotor, air sungai atau air got” 28. Tindakan
pencegahan
tersebut
termasuk
dalam
pengendalian
pencemaran lingkungan hidup. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kutai Kartanegara (Perda Kukar), disebutkan bahwa “pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air sesuai dengan baku mutu air”.29 Diperlukannya pengendalian lingkungan hidup karena adanya dasar bahwa setiap kegiatan atau usaha mempunyai pengaruh terhadap lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu diperlukannya pengendlian lingkungan hidup untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup, baik secara teknis maupun secara non-teknis. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Wisnu Arya Wardhana di dalam bukunya yang berjudul “Dampak Pencemaran Lingkungan” pada halaman 159 sampai dengan halaman 174, yang mengatakan bahwa penanggulangan secara non-teknis terdiri dari Penyajian Informasi Lingkungan (PIL), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi, Pengeturan dan Pengawasan Kegiatan, dan Menanamkan prilaku disiplin; sedangkan dalam penangulangan secara teknis lebih mengutamakan keselamatan lingkungan, teknologi yang harus dikuasai dengan baik, secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggung
28
Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko, Op.Cit,. Halaman 140. Pasal 1 Angka 11 Peraturan Daerah Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2003 Nomor 9. 29
jawabkan dalam mengubah proses, mengganti sumber energi, mengolah limbah, dan menambah alat bantu. Pengendalian pencemaran lingkungan harusnya dilakukan secara terpadu dengan adanya pendekatan ekosistem yang sesuai dengan perencanaan, pengawasan, dan evalusi agar tetap dalam kondisi alamiah. Hal ini diatur dalam Keputusan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air.
5. Kesimpulan 5.1
Dampak dari pencemaran sungai akibat aktifitas perendaman karet oleh masyarakat Kutai Kartanegara khususnya di Desa Perangat Selatan adalah tidak ada lagi warga yang dapat mengkonsumsi/mengunakan/memakai air sungai di Desa Perangat tersebut karena air sungai tersebut berbau tidak sedap, kotor, sarana penularan penyakit/gudang penyakit (seperti : gatalgatal, alergi, dan penyakit kulit lainnya), tempat berkembang biaknya nyamuk yang sangat berbahaya bagi penduduk sekitar, adanya biota-biota tertentu yang mati di dalam sungai tersebut, bahkan jika dibiarkan terusmenerus tercemar akan memperburuk tingkat kesehatan, irigasi yang tidak memenuhi standar akan membuat kehidupan disekitar sungai semakin kumuh, dan bahkan akan mempengaruhi laut di marang kayu beserta ekosistem yang ada dilaut tersebut.
5.2
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan masyarakat
setempat
untuk
mencegah terjadinya
pencemaran sungai di Desa Perangat Selatan adalah pencengahan atau pengendalian sebelum terjadinya pencemaran akibat aktifitas perendaman
karet atau sebelum adanya aktifitas perendaman karet yaitu tidak ada, karena masyarakat dan pemerintah setempat tidak tau dampak dari pencemaran tersebut, akan tetapi pemerintah dan masyarakat pernah mengadakan musyawarah dalam menyelesaikan persoalaan pencemaran sungai tersebut yang menghasilkan keputusan berupa teguran kepada masyarakat yang merendam maupun yang menyimpan karetnya didekat sungai dan juga pernah diadakan pemulihan lingkungan hidup berupa pembersihan sungai akan tetapi hanya beberapa meter saja yang dibersihkan atau tidak dilakukan secara tuntas/merata yaitu hanya di RT. X itu pun tidak sepanjang sungai yang melewati RT. X dibersihkan, serta pihak BLHD Tenggarong pernah mengambil sampel air sungai tersebut yang kemudian hasilnya dimasukkan dalam profil Desa yang menyatakan bahwa kualitas air sungai telah tercemar.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Amriani, Nunangningsih, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta. Danusaputro, St. Munadjat, 1980, Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Jakarta. Didit, H.S., Agus, A., 2010,Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet revisi, AgroMedia Pustaka, Solo. Erwin,Muhammad, 2009, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Reflika Aditama, Bandung. Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Sastrawijaya, A. Tresna, 2009,Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059. Peraturan Daerah Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2003 Nomor 9.
C. Internet
Marang Kayu, Kutai Kartanegara, http://id.wikipedia.org/wiki/Marang_Kayu, Kutai Kartanegara, diakses tanggal 28 Juli 2012 pukul 11.30 wita.
Pengertian Legal Survei, artikata.com, diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 06.59 Wita.
Pengertian Penelitian Studi Kasus , http://penelitianstudikasus. blogspot. com/2009/03/pengertian-penelitian-studi-kasus.html, diakses tanggal 16 Desember 2011 pukul 07.09 Wita.
Pencemaran Sungai (Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara Mengatasinya), http://weblogask.blogspot.com/2012/05/pencemaransungai-pengertian-penyebab.html, diakses tanggal 9 Juni 2012 pukul 10.34 Wita.
Profil Kabupaten Kutai Kartanegara, kutaikartanegara.co.id/, diakses tanggal 17 Februari 2012 pukul 18.00 Wita.