PEMODELAN PEREDAM GETARAN PADA TRAKTOR RODA DUA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN
MOHD. ARSKADIUS ABDULLAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Peredam Getaran pada Traktor Roda Dua adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Tesis ini.
Bogor, Juni 2007
Mohd. Arskadius Abdullah NIM. F151030011
ABSTRAK
MOHD. ARSKADIUS ABDULLAH. Pemodelan Peredam Getaran pada Traktor Roda Dua dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Dibimbing oleh SAM HERODIAN, M.FAIZ SYUAIB, dan SUROSO.
Mekanisasi pertanian sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan pertanian baik di bidang perkebunan atau pertaniaan pangan. Salah satu bentuk implementasi mekanisasi pertanian adalah pemakaian traktor roda dua yang digerakkan oleh enjin yang berbahan bakar solar. Salah satu dampak penting terhadap operator dalam mengoperasikan traktor adalah terjadinya getaran. Getaran tersebut bersumber dari enjin yang merambat melalui rangkaian struktur traktor roda dua hingga akhirnya sampai pada stang kemudi (handle) yang bersentuhan langsung dengan operator. Penelitian ini bertujuan (1) memodelkan peredam getaran pada traktor roda dua dengan metode jaringan syaraf tiruan, (2) menentukan nilai kekerasan shore (shore A) karet peredam serta (3) menentukan jenis dan ketebalan karet peredam yang paling sesuai untuk mereduksi getaran pada traktor roda dua. Sebagai obyek dalam penelitian ini digunakan tiga unit traktor roda dua dengan merek yang berbeda. Getaran diukur dengan menggunakan vibrationmeter sedangkan putaran enjin diukur dengan menggunakan tachometer digital. Pengukuran dilakukan pada tiga arah sumbu, yaitu sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z. dengan berbagai tingkat putaran yang berbeda-beda. Dua model yang digunakan adalah untuk membanding pengaruh dari karet yang didisain untuk meredam getaran. Pemodelan yang dilakukan menggunakan program Jaringan Syaraf Tiruan, proses data untuk tiga unit traktor dijalankankan secara bersamaan. Dari model I dan model II diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Model I, menggunakan 5 parameter masukan, yaitu merek traktor, berat rangka, berat enjin, tipe roda, putaran enjin. Nilai Standard Error Prediction (SEP) training sumbu-x 0.318, sumbu-y 0.154 dan untuk sumbu-z 0.121. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbu-x adalah sebesar 18.147 %, sumbu-y 10.444 % dan untuk sumbu-z adalah sebesar 8.009 %. Nilai SEP testing untuk sumbu-x 0.389, sumbu-y 0.199, sumbu-z 0.205. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbu-x 30.528 %, sumbu-y 19.588 % dan sumbu-z 18.474 %. 2. Model II, menggunakan 8 parameter masukan, yaitu merek traktor, berat rangka, berat enjin, tipe roda, putaran enjin, jenis karet, tebal karet peredam mounting dan karet ring. Nilai Standard Error Prediction (SEP) training sumbu-x 0.118, sumbu-y 0.105 dan untuk sumbu-z 0.117. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbu-x adalah sebesar 30.831 %, sumbu-y 31.863 % dan untuk sumbu-z adalah sebesar 31.810 %. Nilai SEP testing untuk sumbu-x 0.099, sumbu-y 0.085, sumbu-z 0.080. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbu-x 29.313 %, sumbu-y 29.189 % dan sumbu-z 23.818 %. Penelitian ini dipilih tingkat kekerasan shore A dengan prediksi bahwa kekerasan yang dibutuhkan tidak melebihi shore A Karet peredam mounting
didisain tiga tingkatan kekerasan shore dan tiga ketebalan. Karet peredam yang dipakai menggunakan standar ASTM D.2240-97 dengan jenis karet alam Ma78, karet alam Mb80 dan karet sintetis Ms80. Kesemua karet dapat mereduksi getaran dengan level yang bervariasi. Sebagai aplikasi untuk mereduksi getaran pada kecepatan putaran 1600 rpm dengan frekuensi 26.6 Hz, dengan ini jenis karet peredam yang terbaik untuk mereduksi getaran adalah karet alam jenis Ma78 shore A dengan ketebalan H15 mm. Karet ini lebih lunak (soft) dari dua jenis karet lainnya dan mampu mereduksi getaran pada traktor C dengan baik ketika menggunakan roda karet yaitu pada sumbu-x sebesar 86.4 %. Sedangkan pada pengoperasian menggunakan roda besi, karet peredam ini mampu mereduksikan getaran dengan memakai karet peredam (mounting) jenis Ma78 shore A yang memiliki ketebalan H15 mm. Karet ini mampu menurunkan percepatan getaran pada sumbu-y sebesar 82.4 %. Setelah nilai percepatan getaran diplotkan pada grafik, semua menunjukkan nilai yang aman untuk operator bekerja pada tiga titik sumbu. Hal ini berdasarkan standar yang telah di rekomendasi BSI (1987a) dan ISO (1997) yaitu 3.15 m/det2. Dengan demikian, setelah pemasangan karet peredam jenis Ma78 shore A dengan ketebalan yang sesuai pada traktor roda dua, maka operator dapat mengoperasikan traktor selama 8 jam atau lebih dalam sehari.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan kependidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN PEREDAM GETARAN PADA TRAKTOR RODA DUA DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN
MOHD. ARSKADIUS ABDULLAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Penguji luar komisi pada ujian Tesis : Ir. Mad Yamin, MT
Judul Tesis Nama NIM
: Pemodelan Peredam Getaran pada Traktor Roda Dua dengan Jaringan Syaraf Tiruan : Mohd. Arskadius Abdullah : F151030011
Disetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sam Herodian, M.S Ketua
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Anggota
Dr. Ir. Suroso, M.Agr Anggota Mengetahui :
Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Armansyah H.Tambunan,M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro,M.S
Tanggal Ujian: 14 Juni 2007
Tanggal Lulus:
Barangsiapa menempuh mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalan menuju syurga buatnya. Para malaikat membentangkan sayapnya bagi pelajar, ridha dengan apa yang dilakukan. Sesungguhnya mahkluk yang ada dilangit dan dibumi, tidak ketinggalan pula ikan disamudra, memohon ampun bagi orang yang berilmu pengetahuan. Kelebihan orang yang berilmu atas yang lain ibarat kelebihan bulan purnama diatas bintang‐bintang. Para ulama adalah pewaris nabi. Para nabi tidak meninggalkan harta kekayaan berupa dinar maupun dirham, tetapi meninggalkan (mewariskan) ilmu pengetahuan. Barangsiapa mengambil pusaka (warisan ilmu), berarti dia telah mengambil suatu bahagian yang besar sekali manfaatnya. (H.R Abu Daud dan Tirmidzi, dari Abu Darda’)
Kupersembahkan kepada: Kedua orang‐tuaku, Isteri dan anak‐anakku, Guru‐guruku, Agamaku, dan Bangsaku.
PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Karunia dan RidhaNya, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis yang berjudul Pemodelan Peredam Getaran pada Traktor Roda Dua dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Dalam penyelesaian tesis ini penulis banyak mendapat bimbingan, arahan, dan koreksi konstruktif terutama dari komisi pembimbing. Oleh karena itu, ucapan terimakasih dan penghargaan yang setulusnya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing: Dr. Ir. Sam Herodian, MS (Ketua), Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan Dr. Ir. Suroso, M.Agr (masing-masing Anggota). Penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada : 1. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang telah memberi bantuan biaya pendidikan Pascasarjana. 2. Kepada pemerintah daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang telah mensubsidi bantuan dana. 3. Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe di Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberi izin belajar. 4. Staf pengajar jurusan Mesin dan pegawai Politeknik Negeri LhokseumaweNanggroe Aceh Darussalam yang telah memberi dorongan. 5. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Ketua program studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah menerima penulis untuk melanjutkan pendidikan di IPB. 6. Ir. Mad Yamin, MT selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberi masukan, dan saran demi kesempurnaan penulisan tesis. 7. Mas Rudiyanto yang telah banyak membantu penulis dan teman-teman S2 dan S3 TEP. Rekan-rekan penulis lainnya: pak Kisman, Nurdin, Irwin, Samsul, Iqbal, Wardana, anggota IKAMAPA-Aceh dan teman-teman di Jl. Perwira no. 6 Dramaga yang telah membantu penulis. 8. Sembah sujud kepada ayahanda Drs. Abdullah Rayeuk, M.Si dan Ibunda Salwiyah Abdul Wahab atas dorongan dan kasih sayang serta doa yang tiada henti-hentinya untuk penulis. 9. Isteri tercinta Abidah, ananda tersayang Nasyaya Ulva dan Mohd. Maulana Alvin atas segala doa, dorongan, dan kesabaran serta kebersamaan dalam penantian. 10. Adinda Ir. Fas Nurussalami Abdullah, Ir. Mohd. Agus Nashri Abdullah, M.Si dan Dr. Mars Nashrah Abdullah, abang Drs. Edward Ibrahim serta keponakan-ponakan penulis lainnya, atas doa dan dukungan mereka selama ini. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu kelancaran penulisan tesis ini yang tidak bisa disebut satu persatu. Semoga bantuan moril dan spirituil yang telah diberikan untuk penulis, insyaallah diterima oleh Allah SWT dan menjadi amal ibadah di dunia dan di Yaumil Mahsyar kelak, aminn yaa rabball a’lamin. Bogor, Juli 2007 Mohd. Arskadius Abdullah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kopelma Darussalam pada tanggal 22 Nopember 1965 sebagai anak pertama dari Ayahanda Drs. Abdullah Rayeuk, M.Si dan Ibunda Salwiyah Abdul Wahab. Tahun 1985 penulis lulus SMA negeri 3 Banda Aceh dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Syiah Kuala melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis diterima pada Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Pada tahun 2003 penulis diterima di program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian dengan beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (BPPS) dan bantuan subsidi dari PEMDA NAD dan DAAD. Penulis bekerja sebagai staf edukatif pada Jurusan Mesin Produksi-PS di Politeknik Negeri Lhokseumawe Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 1994 sampai sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv I
II.
III.
IV
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 1.3 Tujuan .......................................................................................... 1.4 Hipotesa .......................................................................................
1 2 2 3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Traktor Roda Dua ........................................................................ 2.2 Ergonomi ..................................................................................... 2.3 Enjin Diesel .................................................................................. 2.4 Getaran Mekanis ......................................................................... 2.4.1 Sumber Getaran .............................................................. 2.4.2 Rambatan Getaran .......................................................... 2.4.3 Peredam .......................................................................... 2.4.4 Bahan peredam ............................................................... 2.4.5 Sifat karet dan shore......................................................... 2.4.6 Metode peredam getaran.................................................. 2.4.7 Pertimbangan dalam pemilihan peredam getaran ............ 2.4.8 Pegas Karet dan Neoprene .............................................. 2.5 Jaringan Syaraf Tiruan ................................................................ 2.5.1 Pembelajaran Metode Back Propagation ......................... 2.5.2 Validasi Jaringan Syaraf Tiruan .......................................
4 7 8 9 13 13 15 15 16 18 19 20 22 24 28
METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 3.3 Metode Penelitian ........................................................................ 3.3.1 Skema Aliran Kerja .......................................................... 3.3.2 Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pendugaan Getaran 3.3.3 Pemilihan dan Disain Karet Peredam ............................... 3.3.4 Karet Peredam ................................................................. 3.3.5 Posisi Pemasangan Karet Peredam ................................ 3.3.6 Instrumen Pengukur dan Sensor ...................................... 3.3.7 Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran.......................... 3.4 Pemodelan dengan Jaringan Syaraf Tiruan ................................. 3.4.1 Skema Aliran Kerja Jaringan Syaraf Tiruan ..................... 3.4.2 Model I Jaringan Syaraf Tiruan......................................... 3.4.3 Model II Jaringan Syaraf Tiruan ........................................
30 30 32 33 33 34 38 39 41 43 44 45 45 46
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Metode Pengambilan Data .......................................................... 4.2 Penyusunan Model ...................................................................... 4.2.1 Batasan model ................................................................. 4.2.2 Model Jaringan Syaraf Tiruan ..........................................
48 48 53 53
4.2.3 Struktur Jaringan Syaraf Tiruan ....................................... 4.2.4 Model I Jaringan Syaraf Tiruan......................................... 4.2.5 Model II Jaringan Syaraf Tiruan ........................................ Nilai Kekerasan Karet .................................................................. Aplikasi Karet Peredam Getaran .................................................. 4.4.1 Pengaruh Traktor terhadap Getaran ................................. 4.4.2 Pengaruh Kondisi Traktor Terhadap Getaran ................... 4.4.3 Pengaruh Jenis Karet Peredam Terhadap Getaran ........ 4.4.4 Pengaruh Tebal Karet Peredam Terhadap Getaran ........ Analisis Ergonomika .................................................................... 4.5.1 Traktor A ........................................................................... 4.5.2 Traktor B ........................................................................... 4.5.3 Traktor C ..........................................................................
55 55 62 71 72 72 76 81 81 87 100 101 102
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...................................................................................... 5.2 Saran ...........................................................................................
103 103
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................
104 107
4.3 4.4
4.5
DAFTAR TABEL Halaman 1
Variabel pengaruh tubuh terhadap kecepatan getaran ...........................
11
2
Skala ambang persepsi getaran ketidaknyamanan .................................
12
3
Skala getaran ketidaknyaman .................................................................
13
4
Menentukan kekerasan shore menurut penggunaan ..............................
17
5
Kekerasan shore berdasarkan tingkatan (degrees) .................................
18
6
Perkiraan hasil perbandingan kekerasan dengan durometer...................
18
7
Spesifikasi teknik traktor roda dua ...........................................................
31
8
Data training dan data testing yang dipilih berdasarkan putaran enjin (rpm) ...............................................................................................
54
Hasil training percepatan pada sumbu data ukur dan JST model I .........
56
10 Hasil testing percepatan pada sumbu data ukur dan JST model I ..........
59
11 Ketelitian model I JST untuk tiga unit traktor ............................................
62
12 Hasil training percepatan pada sumbu data ukur dan JST model II ........
64
13 Hasil testing percepatan pada sumbu data ukur dan JST model II .........
67
14 Ketelitian model II JST tiga unit traktor.....................................................
70
15 Nilai kekerasan karet peredam (mounting) ..............................................
71
16 Perbandingan kondisi traktor sebelum dan setelah pemasangan karet karet peredam .................................................................................
81
17 Percepatan getaran menggunakan roda karet untuk mengetahui lama waktu pemakaian traktor yang aman...............................................
100
18 Percepatan getaran menggunakan roda besi untuk mengetahui lama waktu pemakaian traktor yang aman...............................................
100
9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Komponen utama traktor roda dua...........................................................
6
2
Getaran sinusoidal ...................................................................................
9
3
Hubungan antara angka kekerasan durometer dengan modulus elastisitas karet.........................................................................................
20
4
Kerakteristik defleksi pegas karet terhadap berbagai pembebanan.........
21
5
Ilustrasi sederhana jaringan syaraf tiruan ................................................
22
6
Ilustrasi Pembelajaran Backpropagation .................................................
27
7
Skema penelitian model peredam getaran pada traktor roda dua dengan Jaringan Syaraf Tiruan ..............................................................
33
8
Disain penampang karet peredam (mounting) ........................................
35
9
Disain ukuran karet peredam (mounting) ................................................
37
10 Karet ring peredam yang di pasang pada beberapa sambungan komponen traktor roda dua .....................................................................
38
11 Posisi pemasangan karet peredam pada traktor roda dua ......................
40
12 Posisi, arah dan tempat pemasangan karet peredam (mounting) antara enjin penggerak dan rangka depan ..............................................
40
13 Tempat dan posisi pemasangan karet ring peredam ..............................
41
14 Alat ukur putaran motor dan alat ukur getaran serta sensor ....................
42
15 Standar sistem koordinat tangan (ISO 5349-1986 (E)) ...........................
43
16 Penempatan sensor laju getaran pada stang kemudi traktor roda dua ...
43
17 Penyangga pembantu .............................................................................
44
18 Aliran proses Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ............................................
45
19 Model I Jaringan Syaraf Tiruan ................................................................
46
20 Model II Jaringan Syaraf Tiruan ...............................................................
47
21 Kondisi dan posisi traktor selama pengambilan data ...............................
48
22 Mean Square Error (MSE) model I ...........................................................
56
23 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model I ............................
57
24 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model I ............................
58
25 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model I ............................
59
26 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model I ............................
60
27 Percepatan pada sumbu-y data ukur danJST model I .............................
61
28 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model I ............................
62
29 Mean Square Error (MSE) model II ..........................................................
63
30 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model II ...........................
65
31 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model II ...........................
66
32 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model II ..........................
67
33 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model II ..........................
68
34 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model II ..........................
69
35 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model II ..........................
70
36 Kondisi tiga unit traktor memasang karet peredam Ma78 menggunakaroda karet dan roda besi .....................................................
73
37 Kondisi tiga unit traktor memasang karet peredam Mb80 menggunakan roda karet dan roda besi ..................................................
74
38 Kondisi tiga unit traktor memasang karet peredam Ms80 menggunakan roda karet dan roda besi ..................................................
75
39 Pengaruh jenis dan kekerasan karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi pada traktor A ..........................................................
83
40 Pengaruh jenis dan kekerasan karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi pada traktor B ..........................................................
86
41 Pengaruh jenis dan kekerasan karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi pada traktor C ..........................................................
89
42 Pengaruh tebal karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi traktor A ............................................................................................
93
43 Pengaruh tebal karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi traktor B ...........................................................................................
95
44 Pengaruh tebal karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi traktor C ...........................................................................................
97
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Tampilan program Jaringan Syaraf Tiruan .............................................
96
2
Foto copy Sertifikat hasil pengujian karet Ma78 .....................................
109
3
Foto copy Sertifikat hasil pengujian karet Mb80 .....................................
110
4
Foto copy Sertifikat hasil pengujian karet Ms80 ......................................
111
5
Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk Mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua A, roda karet .........
118
Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua A, roda besi ..........
119
Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua B, roda karet .........
120
Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua B, roda besi ..........
121
Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua C, roda karet ........
122
10 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua C, roda besi ..........
123
6 7 8 9
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan sektor penting bagi negara. Beberapa hal telah dilakukan dalam usaha menunjang keberhasilan pertanian, antara lain melalui intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Semua kegiatan tersebut memerlukan tenaga manusia yang besar sehingga dibutuhkan alat bantu dalam menunjang kegiatan pertanian. Di daerah pedesaan, banyak pekerjaan yang dilakukan petani dengan mengandalkan kekuatan tenaga fisik. Perekayasaan dan pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan) khususnya pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura bertujuan untuk meringankan beban kerja petani sehari-hari, sehingga tercapai efisiensi dan mutu produksi yang sesuai dengan keinginan. Beberapa jenis alsintan yang sering dijumpai antara lain adalah traktor roda empat, traktor roda dua, alat tanam benih langsung, pompa air, power thresher dan pedal tresher. Dalam penerapannya, berbagai alsintan masih belum merata, baik dari aspek liputan areal maupun intensitasnya. Manusia sebagai sumber daya yang kurang efisien dan kurang efektif karena kemampuannya yang terbatas yaitu sekitar 0.1 HP untuk melakukan kerja secara terus-menerus. Sekitar 50 orang tenaga manusia dapat mengerjakan 1 Ha/hari lahan yang sudah sering diolah tanahnya. Sedangkan dua traktor dengan daya 20 HP memiliki kemampuan yang sama dengan 100 orang dengan alat sederhana untuk mengolah lahan (Daywin et al.1991). Pada prinsipnya mekanisasi pertanian bertujuan untuk mengubah pola pertanian tradisional dengan produktivitas rendah, statis dan subsistem menjadi pola pertanian modern dengan produktivitas yang dapat ditingkatkan, dinamis dan komersil. Peran alat dan mesin pertanian dalam usaha tani adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja dan pendapatan petani, menekan biaya produksi dan memperbaiki mutu hasil. Peningkatan kebutuhan pangan dan produk pertanian lainnya akan terus meningkat, tidak terbatas pada kuantitas saja tetapi juga dalam hal kualitas. Sejalan dengan perkembangan teknologi, penggunaan mesin pertanian di Indonesia telah berkembang pesat, demikian juga halnya dengan penggunaan
traktor, khususnya traktor roda dua. Oleh karena itu perlu diperhatikan agar getaran yang ditimbulkan alat dan mesin mekanisasi pertanian tidak melebihi standar aman yang dapat diterima oleh manusia untuk mencapai kenyamanan dan keselamatan kerja sehingga efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal akan tercapai.
1.2 Perumusan Masalah Penggunaan traktor roda dua di Indonesia sudah cukup luas pada bidang pertanian. Traktor roda dua terdiri dari beberapa bagian utama, salah satu adalah enjin sebagai tenaga penggerak. Akan tetapi dalam penggunaannya, enjin diesel tersebut terdapat beberapa kelemahan antara lain besarnya getaran dan tingginya tingkat kebisingan yang ditimbulkan pada saat beroperasi. Getaran yang terjadi pada traktor roda dua bersumber dari enjin penggerak. Besarnya getaran pada traktor roda dua dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya yaitu getaran enjin penggerak, konstruksi komponen, ukuran komponen, bahan komponen, keadaan traktor dan jenis tanah serta kondisi operator traktor roda dua. Getaran yang terjadi pada traktor umumnya diakibatkan oleh kerja enjin diesel yaitu terjadinya gerak bolak-balik piston di dalam ruang silinder yang diteruskan dengan sistem penyaluran tenaganya. Selanjutnya getaran tersebut akan menjalar melalui struktur rangka traktor hingga akhirnya akan sampai pada stang kemudi yang kontak langsung dengan operator. Getaran dapat menimbulkan efek terhadap operator, diantaranya adalah cepat lelah dan berkurangnya konsentrasi pada pekerjaan. Hal ini dapat meningkatkan resiko kecelakaan kerja yang perlu diantisipasi dengan melakukan pendekatan ergonomika. Ergonomika adalah disiplin ilmu yang mengkaji interaksi antara manusia dengan sistim dan lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan, keselamatan dan kenyamanan kerja sehingga tercapai produktifitas yang optimal. 1.3 Tujuan Penelitian : 1. Membuat pemodelan sistem peredam getaran pada traktor roda dua dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan. 2. Menentukan spek kekerasan (shore A) yang paling optimal dari karet peredam yang diteliti.
3. Menentukan ketebalan karet peredam yang paling sesuai untuk mereduksi getaran pada traktor roda dua.
1.4 Hipotesis Kemampuan
meredam
Getaran
karet
peredam
(monting)
dapat
dimodelkan melalui parameter : merek traktor, berat rangka, berat enjin, putaran mesin, tipe traktor, jenis karet, tebal karet mounting, karet ring.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Traktor Roda Dua Pengolahan lahan pertanian dengan menggunakan mekanisasi yang moderen yaitu traktor, baik yang roda empat dan roda dua atau lebih dikenal dengan sebutan traktor tangan. Bila dilihat dari segi ekonomis, penggunaan traktor roda dua di Indonesia lebih unggul dan lebih efektif. Karena lahan pertanian di Indonesia pada umumnya terdapat lahan kecil dan sempit. Apabila digunakan traktor roda empat kurang efektif, hal ini mengingat bahwa traktor tersebut memerlukan lahan yang luas dan sangat sulit bila dioperasikan pada lahan yang sempit. Traktor roda dua sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia. Jenis traktor ini semakin banyak digunakan khususnya dalam pengelolaan tanah oleh para petani sebagai usaha untuk meningkatkan produktifitas. Hal ini terlihat dengan semakin bertambahnya jumlah traktor di lapangan untuk mengolah lahan. Data terakhir diketahui bahwa populasi traktor tangan di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 101.433 unit
dengan luas lahan 7.890.000 ha (BPS 2002).
Dibandingkan dengan luas lahan pertanian di Indonesia, berarti saat ini idealnya Indonesia harus memiliki traktor roda dua sejumlah 526.000 unit. Hal ini mengingat kerja ideal satu unit traktor roda dua dengan daya ±7 PK dapat mengolah lahan 15 ha untuk setiap musim tanam. Meskipun masih banyak keluhan yang disampaikan oleh petani dalam penggunaan traktor roda dua di lapangan, seperti menyangkut dengan biaya investasi yang masih sangat mahal bagi ukuran petani di Indonesia, dan segi teknis seperti dimensi yang terlalu besar apabila dibandingkan dengan ukuran tubuh para petani. Disamping masalah dimensi, beratnya beban biaya dalam mengoperasikan traktor roda dua, juga menjadi masalah bila dibandingkan dengan menggunakan tenaga hewan untuk mengolah lahan pertanian. Walaupun produktifitas traktor roda dua masih lebih kecil dari traktor roda empat, tetapi masih lebih tinggi produktifitasnya dibandingkan tenaga ternak atau manusia sehingga petani dapat menikmati kecepatan dan ketepatan kerja serta membuat kerja menjadi lebih ringan (Sakai et al. 1989). Kecilnya skala usaha tani yang dilakukan oleh sebagian besar petani di Indonesia serta sempitnya petakan lahan yang dimiliki merupakan kendala tradisional dalam penggunaan traktor tangan di lapangan. Dari hasil sensus yang telah dilakukan oleh Deptan (2003)
diketahui bahwa dalam kurun waktu 1983 - 1993 terjadi penurunan jumlah kepemilikan lahan oleh petani yaitu untuk luas kepemilikan di bawah 0.5 ha mengalami penurunan sebesar 2.53% sedangkan untuk luas kepemilikan di atas 0.5% terjadi penurunan sebesar 11.93%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama petakan lahan yang dimiliki oleh petani di Indonesia semakin sempit sehingga akan berpengaruh terhadap aplikasi mekanisasi pertanian khususnya traktor roda dua di lapangan (Akbar et al. 2005). Traktor roda dua (two wheel drive) atau traktor tangan (hand tractor) adalah mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan pekerjaan pertanian lainnya, alat pengolahannya digandengkan atau dipasang di bagian belakangnya. Mesin ini mempunyai efisiensi yang tinggi, karena pembalikan dan pemotongan tanah dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan (Hardjosentono et al. 1985). Menurut Sembiring et al. (1991), berdasarkan cara pemanfaatan tenaga untuk alat-alat yang dipergunakan, secara umum traktor roda dua dapat dibedakan menjadi : 1. Pemanfaatan tenaga dari traktor roda dua ini dapat menarik alat atau implemen yang digandengkan pada bagian belakang traktor. 2. Traktor roda dua tipe penggerak (Drive Type) atau sering dikatakan sebagai Power Tiller. Pemanfaatan tenaga dari traktor roda dua ini memerlukan suatu sistem transmisi, karena implemen yang dipasangkan adalah implemen yang bergerak, misalnya bajak rotari. 3. Traktor roda dua tipe kombinasi. Pemanfaatan tenaga dari traktor roda dua ini adalah kombinasi dari traktor roda dua yang tersebut di atas. Menurut Sakai et al. (1998) traktor roda dua terdiri dari komponenkomponen sebagai berikut ; (1) enjin, (2) dudukan enjin dengan titik gandeng, (3) rumah gigi transmisi termasuk kopling master dan titik gandeng belakang (4), stir dengan beberapa tuas kontrol, dan (5) roda, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Komponen utama traktor dua-roda (Sakai et al. 1998)
Sedangkan menurut Sembiring et al. (1991), bagian-bagian utama traktor roda dua adalah: 1. Sumber tenaga enjin bakar Traktor roda dua tipe tarik biasanya mempergunakan enjin berpendingin udara sebagai sumber tenaganya, sedangkan traktor roda dua tipe penggerak dan tipe kombinasi mempergunakan enjin bahan bakar Diesel berpendingin air. 2. Sistem transmisi Sistem transmisi traktor roda dua terdiri atas tiga bagian utama yaitu : a. V-belt, yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari poros engkol enjin bakar ke poros utama. b. Kopling, berfungsi untuk menghubungkan atau memutuskan aliran tenaga yang disalurkan oleh V-belt. c. Gigi transmisi, yang berfungsi untuk mengubah kecepatan dan torsi yang dihasilkan oleh sumber tenaga dan menyalurkannya ke kedua penggerak. 3. Roda Di samping menggunakan roda ban untuk pengoperasian di lahan atau untuk transportasi pada jalan umum, ada berbagai jenis roda bukan ban yang dapat dipergunakan untuk berbagai jenis pengoperasian di lahan antara lain : Pipe Wheels, Float Wheels, Cage Wheel, dan lain sebagainya. Cage Wheels khusus dipergunakan untuk lahan padi sawah karena mempunyai daya apung yang tinggi pada lahan berlumpur.
2.2 Ergonomi Ergomomika adalah ilmu terapan yang menggabungkan ilmu-ilmu biologi bersama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai kecocokan atau penyesuaian (to mach) terhadap suatu produk, pekerjaan dan tempat kerja dengan orang yang menggunakan, dimana manfaatnya di ukur dari efesiensi dan kesejahteraan atau kenyamanan kerja (Riyadina 2002). Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan disain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusia atau ergonomi disebut juga sebagai human factor (Nurmianto 2004). Penerapan ergonomika pada berbagai jenis pekerjaan telah terbukti menyebabkan perbaikan efisiensi dan kenaikan produktivitas yang dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas hasil kerja bisa mencapai 10% atau lebih (Kusen 1989). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan,sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya. Peruhahan-perubahan yang terjadi pada alat dan enjin yang digunakan manusia akan berpengaruh terhadap pemakaian energi, resiko kecelakaan dan efek terhadap kesehatan (Cormick 1987). Salah satu aspek penting dari ergonomika adalah getaran yang akan menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini.
Pertimbangan ergonomi terutama yang berkaitan dengan getaran enjin, kebisingan, efek gas buang, beban traktor terhadap operator dan bentuk rancangan menjadi hal penting dalam pemilihan suatu tipe traktor tangan. Sebagai contoh adanya gangguan pada persendian (pinggang dan tangan), pusing-pusing dan rasa mual serta gangguan pada telinga (mendengung). Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi dan waktu tertentu ternyata penggunaan traktor tangan ada dampak negatifnya pada fisik operator. Dengan demikian sangat penting bila pemakaian traktor tangan berdasarkan pengalaman lebih mementingkan faktor keamanan dan kenyamanan dalam bekerja. Kastaman (1999) menuliskan bahwa pemakaian traktor roda dua di Jawa Barat yang bekerja di lahan sawah rata-rata selam 8 hingga 10 jam per hari dan apabila dilihat dari tingkat kelelahan yang ditimbulkan saat bekerja dengan traktor roda dua menunjukkan bahwa aktifitas pengolahan tanah dengan traktor roda dua tersebut termasuk aktifitas dengan tingkat kelelahan antara ringan hingga sedang. Artinya traktor roda dua tersebut tidak sampai membebani operator atau pemakainya. Namun bila dilihat dari tingkat kebisingan yang ditimbulkan enjin dengan lama waktu operasi 9 hingga 10 jam. Getaran yang ditimbulkan oleh enjin penggerak. Dimana efek samping yang terjadi dari getaran ini berdasarkan pangalaman pemakai bahwa terjadi pegal-pegal terutama pada daerah pergelangan tangan dan pinggang. Pengaruh getaran yang berlebihan terhadap tubuh adalah adanya gangguan pada jaringan pembuluh darah dan sistim saraf atau yang dikenal dengan istilah vibration white finger (VWB)
2.3 Enjin Diesel Tenaga penggerak yang diperlukan untuk mengoperasikan traktor roda dua berasal dari pembakaran solar di dalam ruang pembakaran enjin, sehingga dapat menggerakkan piston. Pinsip kerja enjin diesel torak (piston) yang bergerak translasi (bolak-balik) di dalam silinder dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang berputar pada bantalannya dengan perantaraan batang penghubung. Campuran bahan bakar dan udara yang dibakar dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala silinder dan kepala torak. Gas pembakaran yang terjadi tersebut mampu menggerakkan torak yang selanjutnya menggerakkan poros engkol. Pengaturan pemasukan dan pengeluaran udara diatur oleh masing-masing katup.
Pengaruh gerakan mekanis dan gesekan antara komponen-komponen enjin
selama
proses
pembakaran
berlangsung
dalam
ruang
bakar,
mengakibatkan terjadinya getaran. Selanjutnya getaran tersebut merambat kesemua arah berupa energi melalui rangka traktor hingga ke stang kemudi.
2.4 Getaran Mekanis Getaran mekanis yang terjadi pada traktor tangan terpusat pada engine yang merupakan sumber tenaga penggerak. Kerja dari engine ini menimbulkan getaran mekanis dan bunyi (suara). Hal ini terjadi karena adanya perubahan frekuensi atau tekanan udara maupun suara akibat dari adanya gesekan antara komponen-komponen enjin. Sehingga menghasilkan tenaga secara keseluruhan dan perubahan bentuk energi yang terjadi dalam engine, misalnya perubahan dari energi kimia menjadi energi kinetik atau menjadi gerak translasi lainnya Getaran pada umumnya terjadi akibat efek dinamis dan toleransi pembuatan, ketegangan, kontak dengan bagian yang berputar dan bergesek antara elemen-elemen enjin serta adanya gaya yang menimbulkan suatu momen yang tidak seimbang pada bagian-bagian yang berputar. Osilasi kecil dapat memicu frekuensi resonansi dari beberapa bagian struktur dan diperkuat menjadi sumber-sumber kebisingan (noise) dan getaran yang utama (James 1994). Getaran sinusoidal berupa gerakan harmonis sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Getaran sinusoidal (James 1994)
Getaran yang terjadi pada benda yang bergerak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gaya akibat tumbukan, gaya yang tidak konstan, gaya gesek yang tidak konstan, gaya cairan yang tidak stabil, gaya magnetik yang berfluktuasi dan interaksi gaya mekanis yang tidak stabil. Titik proyeksi penyebab getaran berupa satu garis lurus yang panjangnya menunjukkan amplitudo getaran. Persamaan gerak dari titik hasil proyeksi tersebut adalah:
x = A ⋅ sin(ωt + θ )
………………….1
dimana : x = jarak perpindahan titik (m) A = amplitudo
ω = kecepatan sudut (radian/detik) t = waktu (detik)
θ = sudut awal (radian) Persamaan kecepatan getaran adalah turunan pertama dari persamaan gerak:
v = A × ω × cos(ωt + θ )
………………….2
dimana : v = kecepatan (m/detik)
Persamaan percepatan adalah turunan kedua persamaan gerak
a = A × ω 2 × sin(ωt + θ )
………………….3
dimana : a = percepatan (m/detik2) Getaran adalah gerakan dari benda atau sistem yang berulang dengan selang waktu tertentu yang disebut sebagai perioda. Jumlah siklus gerakan tiap satuan waktu tertentu disebut frekuensi. Amplitudo adalah jarak terjauh dari titik equilibrium, sehingga jarak total yang dilalui adalah dua kali amplitudo. Benda yang bergetar pada frekuensi yang sama dapat saling mempengaruhi dan disebut dalam keadaan beresonansi. Berdasarkan keteraturannya, getaran dibagi menjadi getaran beraturan dan getaran tidak beraturan. Getaran beraturan adalah getaran yang gerakannya
diulang dalam selang waktu yang persis sama tiap siklus (memiliki perioda). Pada getaran tidak beraturan, gerakan terjadi secara tidak beraturan dan terjadi kembali pada waktu yang tidak tertentu. Dalam pemakaian alat atau saat berada dalam sebuah ruangan adakalanya getaran yang timbul disekitar bisa nyaman atau tidak nyaman dirasakan oleh tubuh manusia. Getaran dengan frekuensi rendah bisa menyebabkan gangguan pada tubuh manusia. Ada tiga katagori yang dapat menyebabkan gangguan tersebut, yaitu : a. Penyebab getaran pada seluruh tubuh manusia terjadi apabila tubuh berhubungan langsung dengan alat yang bergetar. b. Getaran yang membuat rasa tidak nyaman dapat terjadi apabila getaran tersebut kontak langsung dengan tubuh manusia. Dan ini biasanya berfrekuensi dibawah 1 Hz. c. Getaran melalui tangan yang disebabkan oleh beberapa proses pada kegiatan industri, pertanian, konstruksi, pertambangan dan transportasi dimana alat yang bergetar tersebut kontak langsung dengan tangan (Griffin 2006). Getaran yang terjadi pada lingkungan kerja berpengaruh pada tubuh manusia. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Griffin (2006) yaitu beberapa pengaruh yang berbeda dari getaran terhadap tubuh manusia dan banyak variabel peubah yang mempengaruhi dari efek tersebut dan dapat dikatagorikan sebagai variabel luar (ektrinsik variabel) dan variabel dalam (intrisik variabel), diantaranya adalah : Tabel 1 Variabel pengaruh tubuh terhadap kecepatan getaran
Menurut Griffin (2006) untuk melakukan pengukuran getaran dan arah gerakannya meliputi tiga hal, yaitu kecepatan, percepatan yang merupakan perubahan rata-rata percepatan dan perpindahan getaran yang meliputi : a. Besaran dari getaran itu dapat dihitung dengan perpindahan, kecepatan dan percepatannya. b. Frekuensi getaran merupakan jumlah atau siklus getaran/det2 (Hz). Frekuensi getaran ini menyebabkan getaran dapat ditransmisikan ke seluruh permukaan tubuh. c. Arah getaran, biasanya getaran diukur pada permukaan antara tubuh dan permukaan yang sedang bergetar pada 3 arah ortogonal yaitu pada sumbu x, y dan sumbu z. d. Lama getaran yang terjadi merupakan jumlah waktu getaran yang dirasakan pada tubuh tergantung atas besaran kecepatan. Percepatan yang terjadi dapat menunjukkan ketidaknyamanan atau gangguan apabila percepatan berubah-ubah dari waktu kewaktu. Ambang batas persepsi getaran mekanis pada selang frekuensi 1 – 100 Hz terhadap tubuh manusia secara umum dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2 Skala ambang persepsi getaran ketidaknyamanan Percepatan (m/det2)
Katagori ambang
10
ambang sangat berbahaya
1
ambang nyaman
0,1
ambang rasa
0,01
ambang persepsi
a. Pengaruh frekuensi dan arah getaran. Secara fisiologi maupun phisikologi menunjukkan bahwa reaksi tubuh terhadap
frekuensi
getaran
dan arah
getaran
sangat
berpengaruh.
Peningkatan kecepatan getaran dapat menyebabkan pengaruh yang lebih besar atau lebih kecil terhadap tubuh. Pada frekuensi yang berbeda ditunjukkan dalam besaran frekuensi (frequency weighting). Yaitu frekuensi yang dapat menyebabkan pengaruh besar yang diakibatkan oleh besar frekuensi yang terjadi. Ada beberapa faktor yang erat kaitannya dengan besaran frekuensi yang dapat diterima oleh tubuh manusia diantaranya
ditentukan oleh equevalent comfort countours. Untuk mengurangi jumlah besar frekuensi faktor multiplaying yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan kepekaan antara sumbu getaran. Besaran frekuensi tadi (rms) kadang-kadang disebut compount ride value. Getaran yang terjadi pada beberapa sumbu sangat tidak nyaman apabila terjadi pada satu sumbu saja. Untuk mendapatkan overal ride value dihitung dengan menjumlahkan akar kuadrat ride value tersebut. Bagian yang memiliki overal ride value yang tertinggi merupakan bagian yang paling tidak nyaman yang diakibatkan oleh getaran tersebut. Overal ride value dapat juga dibandingkan dengan skala ketidaknyamanan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Skala getaran ketidaknyaman
b. Pengaruh lama getaran Ketidaknyamanan akibat getaran cendrung meningkat dengan meningkatnya periode getaran yang diterima tubuh. Laju peningkatan tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor tetapi yang paling menentukan adalah faktor percepatan pangkat 4 (empat) dan lama getaran yang dapat diterima tubuh. 2.4.1 Sumber getaran Getaran yang terjadi pada traktor roda dua bersumber dari enjin penggerak. Besarnya getaran pada traktor tangan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya getaran enjin penggerak, konstruksi komponen traktor tangan,
ukuran komponen traktor tangan, bahan komponen traktor tangan, keadaan dan jenis tanah serta kondisi operator. Berdasarkan arah gerakannya, getaran dibagi menjadi getaran rektiliniear dan gerakan torsional. Getaran rektilinear digolongkan dalam dua bentuk, yaitu bentuk longitudinal dimana ekstensi dan kompresi terjadi secara aksial pada batang dan kawat, dan tranversal dimana gerakannya tegak lurus terhadap sumbunya. Amplitudo pada getaran rektilinear adalah dalam satuan jarak. Sedangkan getaran torsional, gerakannya memuntir dan satuan yang digunakan untuk amplitudo adalah satuan sudut. Benda
yang
mempengaruhi,
dan
bergetar disebut
pada
frekuensi
dalam
keadaan
yang
sama
dapat
beresonansi.
saling
Berdasarkan
kontinuitas, getaran dapat dibedakan antara getaran alami dan getaran paksa. Perbedaan dan prinsip antara keduanya adalah mengenai gaya luar yang turut berpengaruh pada sistem yang bergetar. Apabila tidak ada peredaman (damping), getaran alami yang terjadi akan terus berlanjut. Dalam kenyataannya, energi gerak yang ada tidak dapat dipertahankan terus, akan tetapi mengalami kehilangan akibat friksi. 2.4.2 Rambatan Getaran Getaran mekanis dapat mencapai operator melalui beberapa cara hantaran. Cara pertama, getaran dihantarkan pada seluruh tubuh pekerja melalui dasar atau badan enjin yang bergetar, yang disebut sebagai whole-body vibration. Dalam banyak hal, getaran dihantarkan ke tubuh secara lokal melalui tangan, sehingga getaran jenis ini disebut sebagai segmental vibration (Heryanto 1988). Benda bergetar yang dipasangkan pada tumpuan dengan kaku akan menyampaikan getaran secara maksimum pada benda yang kontak langsung. Material yang keras dan padat (pejal) mempunyai nilai besar dalam meneruskan getaran yang terjadi. Berdasarkan pengetahuan ini, tanpa mempertimbangkan faktor lain, dapat disimpulkan bahwa penggunaan material logam akan dapat menimbulkan getaran yang lebih besar pada stang kemudi apabila dibandingkan dengan penggunaan material yang lebih lunak (elastis), misalnya karet, plastik atau fiber. Mengingat beban kerja traktor roda dua di lahan yang berbagai ragam dan bentuk, maka pemilihan dan penggunaan material untuk komponen traktor roda dua harus disesuaikan dengan pekerjaan dan lingkungan, dengan kata lain
perlu optimasi dan kombinasi dimensi, bentuk serta pemakaian material yang sesuai. Getaran yang dirasakan oleh tangan dapat menyebabkan bebarapa gejala gangguan. Hubungan gejala tersebut masih belum banyak diketahui, tetapi ada lima jenis gangguan yang sudah terindentifikasi. Antara lain berupa gangguan sirkulasi, gangguan persendian, gangguan saraf, gangguan otot dan gangguan sistem sirkulasi lainnya. Dimana masing-masing gangguan tersebut dipengaruhi beberapa aspek lingkungan yang lain. Gangguan-gangguan tersebut juga diistilahkan dengan vibration syndrom atau band arm vibration syndrom. Yaitu getaran yang ditransmisikan lewat tangan. Getaran dari alat yang digunakan bervariasi dan sangat tergantung atas disain atau metode penggunaan dari alat tersebut. Oleh sebab itu tidak mungkin digolongkan setiap jenis alat apakah nyaman atau berbahaya (Griffin 2006). 2.4.3 Peredam Peredam memiliki karakteristik yang lebih lunak dan tidak mudah dipengaruhi oleh energi akibat rambatan getaran kebagian berikutnya. Tujuan utama dari peredam getaran adalah untuk mengurangi efek dari getaran. Dalam berbagai aplikasi, peredam harus bersifat lunak, mampu menyangga beban yang diberikan dan dapat bertahan terhadap keadaan lingkungan sekitarnya. Adapun karakteristik dari karet peredam adalah : 2.4.4 Bahan peredam Cara yang paling efektif mengurangi getaran adalah apabila pemasangan bahan peredam dilakukan pada lokasi yang dekat dengan sumber getaran dan permukaan yang diukur. Bahan isolator yang berasal dari karet dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi, didisain dengan kekakuan untuk beberapa arah. Bahan isolator ini dapat mengisolasi getaran dengan frekuensi pengusik serendah 10 Hz dan amplitudo kecil. Dengan dikembangkannya karet sintetis yang tahan minyak dan tahan panas serta kemajuan dalam teknik pengelasan karet pada permukaan logam, maka kini telah dapat dihasilkan karet pencegah getaran untuk tumpuan enjin. Karet sangat baik untuk menghambat laju getaran dan bunyi dari sumbernya. Namun karet mempunyai kelemahan karena menjadi lapuk dalam waktu yang relatif pendek dibandingkan dengan logam, dan kurang tahan terhadap minyak, panas dan asam (Sularso dan Suga 1987).
Lembaran karet busa dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dan kekakuan. Tingkat kekakuan bahan tersebut bertambah sangat cepat dengan penambahan beban dan peningkatan frekuensi. Karet busa yang berupa sel terbuka cenderung menyerap cairan sehingga untuk penggunaannya perlu ditambahkan material berupa sel yang tertutup. Bahan ini relatif kuat, ringan dan tidak mahal, akan tetapi nilai kekakuannya bervariasi dengan perubahan suhu permukaan (Spotts 1985). Pada kasus-kasus di atas, perhitungan didasarkan pada asumsi bahwa gaya yang bekerja tidak mengalami pengurangan. Pada kenyataannya menurut Mabie dan Ocvirk (1977), gerakan benda akan selalu berkurang, yang umumnya akibat adanya gesekan. Keadaan ini mendorong terjadinya peredaman getaran. Friksi dapat terjadi dalam bentuk tahanan akibat viskositas cairan, geseran dari permukaan benda yang bergerak, atau dapat juga akibat tahanan geser internal dari benda. Karet peredam yang banyak terdapat dipasaran adalah berupa dari bahan karet, gabus dan fiber yang mempunyai nilai friksi internal yang besar. 2.4.5 Sifat karet dan shore Bahan karet memiliki beberapa sifat, salah satunya adalah sifat kekerasan atau merupakan sifat perlawanan karet terhadap pengaruh akibat pembebaban maupun beban kompres. Pengujian kekerasan hanya dilakukan pada karet yang divulkanisasi. Kekerasan karet tergantung pada jumlah dan jenis bahan pelunak yang digunakan dalam penyusunan campuran (komponen). Dengan demikian kekerasan suatu vulkanisasian dapat diatur menurut kehendak. Pengujian kekerasan ada dua metode, yaitu dengan metode Durometer dan metode IRHD (International Rubber Hardness Degrees). a
Metode dengan menggunakan durometer, dimana metode ini pada durometer memiliki jarum dengan ujung berbentuk tumpul dan pada saat pembebanan dilakukan, jarum keluar dari sebuah lubang bagian bawah dimana specimen uji diletakkan. Sebuah skala pembacaan 0 - 100 untuk menunjukkan uji kekerasan yang diukur oleh pegas. Skala ini dikalibrasi menurut sebuah kurva linier dengan pembacaan 0 pada beban 56 gram (BS 2119, 1956).
b
Metode IRHD (ASTM 1415 – 56 T, BS 903 : Part A 20 : 1959), pengujian kekerasan karet dengan alat ini lebih peka dibanding dengan shore durometer.
Kekerasan
hasil
pengukuran
dinyatakan
dengan
IRHD
(International Rubber Hardness Degrees). Prinsip kerja metode ini hampir
sama dengan metode shore durometer. Perbedaannya terletak pada bentuk jarum dan kaki penekan dengan beban tetap diatas specimen uji. Selanjutnya sebuah penggetar listrik (vibrator) digunakan untuk menghilangkan gesekan antara karet dengan jarum selama proses pembebanan uji dilakukan. Kekerasan material yang memiliki sifat elastis dan plastis dinyatakan dengan shore. Tingkatan (level) kekerasan shore berbeda-beda. Berdasarkan penggunaannya menurut ASTM (2006), secara umum tingkatan atau level (degrees) kekerasan shore dapat digolongkan dalam beberapa tingkatan seperti pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4 Menentukan kekerasan shore menurut penggunaan Type (scale) A B C D DO M O OO CF
Typical Examples of Materials Tested Soft vulcanized rubber, natural rabber, nitriles, thermoplastic elastomers, flexible polyacrylics and thermosets, wax, felt, and leathers Moderately hard rubber, thermoplastic elastomers, paper products, and fibrous materials Medium hard rubber, thermoplastic elastomers, medium-hard plastic, and thermoplastics Hard rubber, thermoplastic elastomers, harder plastics, and rigid thermoplastics Moderately hard rubber, thermoplastic elastomers, and very dense textile windings Thin, irregularly shaped rubber, thermoplastic elastomers, and plastic specimens Soft-rubber, thermoplastic elastomers, very solf plastics and thermoplastics, medium-density textile windings Extremely soft rubber, thermoplastic elastomers, sponge, extremely soft plastics and thermoplastics, foams, low-density textile windings, human and animal tissue Composite foam materials, such as amusement ride safety cushions, vehicle seats, dashboards, headrests, armrests, and door panels
Durometer Hardness (typical Uses) 20 – 90 A Above 90 A Below 20 D Above 90 B Above 90 C Below 20 D 20 – 85 A Below 20 DO Below 20 O See Test Method F1957
Annual Book of ASTM Standards 2006, section nine rubber [ASTM 2240-05]
Selanjutnya secara khusus pada Tabel 5 memperlihatkan aplikasi dari beberapa material menurut tingkatan kekerasan shore serta pada Tabel 6 menunjukkan hasil perkiraan perbandingan antara tiga kekerasan shore berdasarkan level masing-masing, yaitu shore A, shore D dan shore OO.
Tabel 5 Kekerasan shore berdasarkan tingkatan (degrees) Durometer Type (Shore)
Applicable to these types of materials
Type A (Shore)
Soft rubber & plastics
Type D (Shore)
Hard rubber & plastics
Type 00 (Shore)
Sponge & foam
Tabel 6 Perkiraan hasil perbandingan kekerasan dengan durometer Jenis kekerasan shore Shore A
Shore D
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5
58 46 39 33 29 25 22 19 16 14 12 10 8 7 6
Shore OO
98 97 95 94 93 91 90 88 86 83 80 76 70 62 55 45
2.4.6 Metode peredam getaran Untuk mengurangi efek negatif dari getaran enjin, perlu dilakukan modifikasi pada peralatan. Pengurangan getaran menurutnya dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan yaitu : a. Mengurangi getaran yang terjadi pada sumbernya. b. Mengurangi transmisi dari sumber getaran sampai permukaan yang diukur. c. Mengurangi amplitudo getaran pada permukaan yang meradiasikan getaran tersebut.
Bahan isolator yang berasal dari karet dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi, didisain dengan kekakuan untuk beberapa arah. Bahan isolator ini dapat mengisolasi getaran dengan frekuensi pengusik serendah 10 Hz dan amplitudo kecil. Dengan dikembangkannya karet sintetis yang tahan minyak dan tahan panas serta kemajuan dalam teknik pengelasan karet pada permukaan logam, maka kini telah dapat dihasilkan karet pencegah getaran untuk tumpuan enjin. Karet sangat baik untuk menghambat laju getaran dan bunyi dari sumbernya. Namun karet mempunyai kelemahan karena menjadi lapuk dalam waktu yang relatif pendek dibandingkan dengan logam, dan kurang tahan terhadap minyak, panas dan asam (Sularso dan Suga 1987). Lembaran karet busa dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dan kekakuan. Tingkat kekakuan bahan tersebut bertambah sangat cepat dengan penambahan beban dan peningkatan frekuensi. Karet busa yang berupa sel terbuka cenderung menyerap cairan sehingga untuk penggunaannya perlu ditambahkan material berupa sel yang tertutup. Bahan ini relatif kuat, ringan dan tidak mahal, akan tetapi nilai kekakuannya bervariasi dengan perubahan suhu permukaan (Spotts 1985). Pada kasus-kasus di atas, perhitungan didasarkan pada asumsi bahwa gaya yang bekerja tidak mengalami pengurangan. Pada kenyataannya menurut Mabie dan Ocvirk (1977), gerakan benda akan selalu berkurang, yang umumnya akibat adanya gesekan. Keadaan ini mendorong terjadinya peredaman getaran. Friksi dapat terjadi dalam bentuk tahanan akibat viskositas cairan, geseran dari permukaan benda yang bergerak, atau dapat juga akibat tahanan geser internal dari benda. Karet peredam yang banyak terdapat dipasaran adalah berupa dari bahan karet, gabus dan fiber yang mempunyai nilai friksi internal yang besar. Cara yang paling efektif mengurangi getaran adalah apabila pemasangan bahan peredam dilakukan pada lokasi yang dekat dengan sumber getaran dan permukaan yang diukur.
2.4.7 Pertimbangan dalam pemilihan peredam getaran Bahan
peredam
untuk
meredam
getaran
bersifat
lunak
yang
pemasangannya bertujuan untuk mengurangi efek dari getaran yang sifatnya stabil. Untuk berbagai aplikasi, sifat yang harus dimiliki oleh bahan peredam getaran di antaranya adalah
- Cukup lunak agar sesuai dengan tingkat isolasi yang diinginkan - Mampu menyangga beban yang diberikan - Dapat bertahan terhadap keadaan lingkungan sekitar, seperti suhu, kelembaban, uap bahan bakar dan korosi. Secara umum pegas (logam) akan mengalami defleksi yang besarnya berbanding lurus (linear) dengan gaya yang bekerja padanya. Hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan. Karena untuk enjin penggerak diperlukan tahanan dari pegas yang akan bertambah besar sebanding dengan gaya yang bekerja. Dalam hal ini sekalipun terjadi tarikan dari sabuk (belt) yang menghubungkan transmisi dengan enjin penggerak, maka kedudukan enjin penggerak tetap stabil dan tidak terjadi slip yang terlalu besar. Dengan demikian, akibat pemasangan peredam getaran tidak akan banyak mempengaruhi kemampuan kerja dari traktor roda dua. 2.4.8 Pegas Karet dan Neoprene Pengetahuan tentang sifat karet untuk pembebanan belum banyak terungkap, dan perhitungan yang dilakukan hanya dapat berupa pendekatan saja. Menurut Spotts (1985), modulus elastisitas karet bergantung pada angka kekerasan durometer, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan antara angka kekerasan durometer dengan modulus elastisitas karet (Spotts, 1985) Karet tidak mengikuti Hukum Hooke, akan tetapi kekakuannya akan terus bertambah dengan penambahan deformasi. Pada pembebanan geser, karet akan mengalami deformasi berbanding terbalik dengan berat beban yang
lebih besar bila dibandingkan dengan kompresi dan tarikan (Black dan Adams 1981), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kerakteristik defleksi pegas karet terhadap berbagai pembebanan (Black dan Adams 1981) Bahan isolator yang berasal dari karet dan neoprene (elastomer) dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi, didisain dengan kekakuan untuk beberapa arah. Bahan isolator ini dapat mengisolasi getaran dengan frekuensi pengusik serendah 10 Hz (Spotts 1985) dan amplitudo yang kecil (Sularso dan Suga 1987). Bahan ini relatif kuat, ringan dan tidak mahal, akan tetapi nilai kekakuannya bervariasi dengan perubahan suhu (Spotts 1985). Selain itu, sifatnya adalah tidak cenderung memperbesar getaran seperti pada pegas logam pada frekuensi pribadinya (Sularso dan Suga 1987). Karet alam mempunyai beberapa kelemahan dan kelebihan bila dibandingkan dengan karet sintetis. Menurut Black dan Adams (1981) bahwa karet alam mempunyai sifat meredam getaran. Karet alam lebih kuat dan murah, akan tetapi mudah rusak akibat hidrokarbon, ozon serta suhu tinggi (Spotts 1985) dan asam (Sularso dan Suga 1987). Neoprene dan karet sintetis lainnya mempunyai ketahanan yang lebih besar terhadap keadaan di atas, karet silicon secara kimia dan dapat dipergunakan pada suhu antara -750 C sampai 2000 C. Semua jenis elastomer mempunyai kecenderungan mengkerut, yaitu mengalami deformasi permanen
secara perlahan tetapi berlangsung terus-menerus dengan pembebanan yang besar, khususnya pada suhu yang tinggi (Spotts 1985). Karet peredam yang digunakan, sebaiknya adalah yang tahan terhadap beban lingkungan kerja, akan tetapi karet tersebut lebih mahal dari karet alam yang tanpa perlakuan. Hal ini karena karet tersebut perlu perlakuan khusus dengan bahan kimia berupa Neoprene, EPDM, Chlorobutyl, Silicon, Viton dan lain-lain. Karet seperti ini lebih dikenal dengan nama karet sintetis.
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Jaringan Syaraf Tiruan merupakan sebuah model sistem komputasi yang bekerja seperti syaraf biologis pada saat berhubungan dengan dunia luar. Jaringan Syaraf Tiruan terdiri dari neuron elemen penghitung dalam jumlah banyak dan saling terhubungkan serta mempunyai kemampuan untuk merespon input atau masukan dan belajar beradaptasi dengan lingkungannya (Patterson 1996). Proses pembelajaran atau learning dari Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan
perubahan
pada
tingkat
hubungan
antar
neuron,
yaitu
pada
faktor pembobotnya selama proses belajar di mana nilai-nilai faktor pembobot yang dihasilkan akan ditetapkan dan digunakan sebagai faktor pembobot terpakai. Secara sederhana bentuk JST oleh Patterson (1996) diilustrasikan pada Gambar 5. Modifikasi dari nilai faktor pembobot dilakukan secara sistematis dengan menggunakan aturan belajar (learning rule), yang secara umum prosedur proses pembelajaran dikelompokkan menjadi lima, yaitu : a. Pembelajaran tanpa pengawasan (unsupervised learning) Proses pembelajaran hanya dilakukan dengan menggunakan data-data input saja, sedangkan data output dari proses yang dimodelkan tidak diketahui. Model Jaringan Syaraf Tiruan berfungsi untuk menemukan pola (patterns), karakteristik (features), keteraturan (regularities) dan kategori dari domain input. Selama proses pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan melakukan pengaturan (reorganise) secara internal, sehingga proses pembelajaran ini banyak digunakan pada permasalahan pattern recognition klasifikasi dan cluster analysis.
Gambar 5 Ilustrasi sederhana Jaringan Syaraf Tiruan (JST) b. Pembelajaran dengan pengawasan (supervised learning) Proses pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan dilakukan dengan memberikan beberapa data input-output. Data-data ini dinamakan dengan data latihan (training data set), di mana modifikasi dari nilai-nilai faktor pembobot dimaksudkan agar output dari Jaringan Syaraf Tiruan dapat sesuai dengan output dari datanya sehingga akan menghasilkan nilai minimum dari kesalahan (mean square error/MSE) antara output model JST dengan output data. c. Pembelajaran dengan nilai Proses pembelajaran ini secara prinsip sama dengan prosedur pembelajaran dengan pengawasan, tetapi dalam pembelajaran ini target pencapaian outputnya dievaluasi dengan nilai atau score untuk mengukur seberapa dekat output model dengan output pengamatan. Proses ini banyak digunakan dalam problem controlling dan optimasi di mana dijumpai kesulitan dalam memperoleh respon atau output yang tepat.
d. Pembelajaran gabungan (hybrid learning) Proses
pembelajaran
ini
dilakukan
dengan
menggabungkan
proses
pembelajaran tanpa pengawasan dan pembelajaran dengan pengawasan yang bertujuan untuk mempercepat proses pembelajaran.
e. Pembelajaran Non adaptive Pada proses ini tidak dilakukan modifikasi terhadap nilai faktor pembobot. Dengan menggunakan fungsi energi maka faktor pembobotnya tetap hanya selama proses pembelajaran modifikasi dilakukan terhadap status nodenodenya sampai diperoleh fungsi yang steady state. Dalam hubungannya dengan proses pembelajaran (pelatihan) untuk mendapatkan
penyelesaian
yang
cepat
dari
JST,
dilakukan
dengan
menggunakan algoritma backpropagation, yang efektif untuk memecahkan berbagai permasalahan diantaranya mengidentifikasi mutu buah dengan citra digital (Arham 2003), memprediksi pengaruh tinggi dan lebar kemudi traktor tangan terhadap beban kerja (Akbar dan Herodian 2004), klasifikasi data (Suprayogi 2003), peramalan dan pemecahan masalah kombinatorial seperti peramalan penjualan (sales forecasting), proses kontrol, riset pelanggan, validasi data, manajemen resiko serta target penjualan (Stergiou 1996). Selain itu, Jaringan Syaraf Tiruan mampu untuk memecahkan permasalahan di mana hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output) tidak diketahui dengan jelas (Yang et al. 1998). Beberapa keuntungan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan oleh Stergiou (1996) dijelaskan sebagai berikut : - Mempunyai kemampuan untuk mempelajari bagaimana basis data yang diberikan untuk pelatihan (adaptive learning) - JST dapat mengorganisasi secara mandiri dan menampilkan informasi yang diterima selama waktu pembelajaran (self organisation). - Toleransi kesalahan disampaikan melalui kode informasi.
2.5.1 Pembelajaran Metode Back Propagation Data sampel hasil pengukuran digunakan sebagai bahan pada proses pembelajaran (training), dengan menggunakan metode back propagation (Patterson 1996). Mekanisme pembelajaran dilakukan melalui ilustrasi seperti pada Gambar 8 serta tahapan dan persamaan berikut ini : - Input pada lapisan masukan merupakan input untuk lapisan tersembunyi
Hj = ∑ Vij xi j = 1, 2, ..........h i
.................................. 4
I k = ∑ Wkj y j k = 1, 2, .........m
.................................. 5
i
dimana :
Hj
= input pada lapisan tersembunyi node j
Ik
= input pada lapisan keluaran (output) node k
h
= jumlah node pada lapisan tersembunyi
m
= jumlah node pada lapisan keluaran (output)
- Perhitungan nilai output node j pada lapisan tersembunyi dan output node k pada lapisan keluaran dengan persamaan berikut :
y j = f (H j )
j = 1, 2, ....k
.................................. 6
zk = f ( I k )
k = 1, 2, ....m
.................................. 7
sehingga persamaan keseluruhan output pada lapisan keluaran ke k dengan masukan nilai input x adalah :
z k = f ( I k ) = f (∑ Wkj y j ) j
= f (∑ Wkj f ( H j )) j
= f (∑ Wkj f (∑ V ji xi )) j
.................................. 8
i
fungsi (f) yang digunakan pada proses pembelajaran merupakan fungsi aktivasi log-sigmoid :
f = (H j ) = f = (I k ) =
1 1+ e
.................................. 9
−β ( H j )
1 1+ e
.................................. 10
−β ( I j )
dimana :
β = konstanta fungsi sigmoid - Prinsip
backpropagation
adalah
mengoptimalkan
nilai
fungsi
dengan
memperkecil nilai galat (error) hingga mencapai minimum global, melalui
perbaikan nilai pembobot dengan membandingkan nilai output jaringan dengan nilai target yang diberikan dengan menggunakan persamaan jumlah kuadrat galat, yaitu :
E=
1 (t kp − z kp ) 2 ∑ 2
........................................ 11
dimana :
t
= target
z
= keluaran JST
- Perbaikan nilai pembobot dilakukan untuk memperkecil nilai galat dengan menggunakan metode delta rule :
ΔWkj = ηδ k y j
...................................... 12
dimana :
η
= konstanta laju pembelajaran
ΔWkj
= perubahan nilai pembobot Wkj
δ k = galat output ke k y j = fungsi log-sigmoid ΔV ji = ηδ j xi
...................................... 13
Dari persamaan-persamaan di atas maka nilai pembobot dapat dirumuskan melalui persamaan berikut :
Wkjbaru = Wkjlama + ΔWkj = Wkjlama + ηy j (t k − z k ) f ' ( I k )
............ 14
V jibaru = V jilama + ΔV ji = V jilama + ηx j f ' ( H j )∑ k δ k Wkj
............ 15
Gambar 6 Ilustrasi Pembelajaran Backpropagation - Semua proses di atas di lakukan secara berulang-ulang melalui pemberian nilai input-output, proses aktivasi dan perubahan nilai pembobot. Kinerja jaringan dievaluasi melalui nilai Root Mean Square Error (RMSE), hal ini gunanya untuk melihat tingkat ketelitian yang telah dibangun.
RMS Error =
∑ (Z
k
− Tk ) 2
n
.............................................. 16
dimana :
Yk
= nilai prediksi jaringan
Tk
= nilai target yang diberikan pada jaringan
n
= jumlah contoh pada data set validasi Dalam alogaritma backprogation neural networks perlu dilakukan proses
normalisasi data input dan output target yang berguna untuk mempersempit data input dan output target. Pertama dilakukan pencarian nilai minimum dan maximum untuk data input dan output. Nilai minimum dan maximum akan digunakan dalam normalisasi data. Kemudian nilai data input dinormalisasi kedalam selang nilai 0 -1 seperti pada persamaan berikut ini:
Xi
baru
=
( X i lama − Z i min )
.................................. 17
( Z 0 max − Z 0 min )
Pada nilai data output dinormalisasi kedalam selang 0.2 - 0.8. Persamaan normalisasi data output target adalah sebagai berikut:
Zo
baru
= 0.6 ∗
(Z 0
lama
− Z 0 min )
( Z 0 max − Z 0 min )
+ 0.2
.................................. 18
2.5.2 Validasi Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Training model dilakukan untuk melihat hasil ketelitian pada proses pembelajaran JST, sedangkan testing model dilakukan sebagai proses pengujian ketepatan kinerja jaringan untuk memberikan jawaban yang benar melalui pemberian data baru diluar data yang digunakan selama proses training. Hasil pembelajaran Jaringan syaraf tiruan menghasilkan nilai pembobot dan bias, yang selanjutnya digunakan untuk testing pendugaan terhadap aplikasi data yang digunakan pada proses pembelajaran. Ada beberapa parameter statistik yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana ketelitian model yang dibuat, antara lain : standard error prediction (SEP), bias ( d ) , dan coefficien of variation (CV) dari keluaran model terhadap keadaan yang sesungguhnya. Bentuk persamaan dari parameter statistik tersebut dituliskan sebagai berikut : - Standard Error Prediction (SEP)
n
SEP =
∑ (Z i =1
a
− Z p )2
n −1
.................................. 19
dimana : Za = data ukur Zp = data hasil Jaringan Syaraf Tiruan
- bias ( d ) n
d=
∑ (Z n =1
a
− Zp) .................................. 20
n
- Coefficien of Variation (CV)
CV =
SEP × 100 % Za
Untuk
mengetahui
menggambarkan
keadaan
.................................. 21
apakah yang
suatu
model
yang
dirancang
dapat
sesungguhnya,
maka
dilakukan
suatu
pemeriksaan terhadap model yang dirancang tersebut, yaitu dengan cara membandingkan antara pembobot hasil pada saat pembelajaran dengan model yang di gunakan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan di Laboratorium Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Adapun waktu pelaksanaan dimulai pada bulan April sampai Juli 2006.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian a. Alat yang diperlukan pada penelitian ini adalah : 1. Traktor roda dua Dalam pengukuran getaran menggunakan 3 (tiga) unit traktor 2. Portable Vibrationmeter Alat ini digunakan untuk mengukur getaran yang terjadi pada traktor roda dua. Jenis Portable Vibrationmeter yang digunakan adalah Rion Model VM-61, alat ini memiliki sensor peizoelectric. 3. Tachometer digital Alat ini digunakan untuk mengukur putaran enjin penggerak traktor roda dua. Model tachometer digital DT-205B 4. Pressure gauge. Instrumen pengukur tekanan udara di dalam roda karet (psi). 5. Satu set instrumen/alat pengukur massa traktor merek Kyowa a. Handy Strain UCAM I A b. Load Cell 6. Peralatan perbengkelan (kunci pas) 7. Alat dokumentasi 8. Komputer dan alat tulis b. Bahan yang diperlukan adalah : 1. Bahan bakar solar dan oli (SAE 40) untuk pengoperasian traktor 2. Karet peredam (mounting) dengan diameter 40 mm yang terdiri dari 3 (tiga) jenis kekerasan (shore A) yaitu karet alam Ma78, karet alam Mb80, karet sintetis Ms80 serta 3 (tiga) ukuran ketebalan yaitu 15, 20 dan 25 mm. 3. Karet ring peredam jenis sintetis berdiameter 30 mm dengan 3 (tiga) ukuran ketebalan yaitu 2, 3 dan 4 mm.
c. Spesifikasi teknik alat dan enjin Pada Tabel 7 dibawah ini menunjukkan spesifikasi teknik untuk tiga unit traktor roda dua yang digunakan dalam penelitian. Tabel 7 Spesifikasi teknik traktor roda dua yang digunakan dalam penelitian Spesifikasi
Merek traktor roda dua Huanghai (A)
Perkasa (B)
Yanmar (C)
DongFeng-12L
850-DI
YST-DX
Panjang (mm)
2600
2300
2200
Lebar (mm)
710
740
720
Tinggi (mm)
110
1500
1480
Rangka (kg)
182
174
106
Enjin (kg)
150
90
98
Tahun Pembuatan
2001
1998
1992
Tahun Pemakaian
2003
2000
1995
Model Dimensi
Berat
Frekuensi pemakaian (jam/tahun) Tenaga Enjin (HP)
720/3
1440/6
12960/11
12
8.5
8.5
Putaran maximum (rpm)
2100
2400
2400
Karet (set)
1
1
1
Tekanan (psi)
30
30
30
Besi (set)
1
1
1
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tipe roda
PTO
Kondisi tiga unit traktor yang dipakai merupakan traktor yang tidak ada perawatan berkala seperti yang dianjurkan menurut standar pabrik. Perbaikan dilakukan hanya bila ada kerusakan yang tidak mungkin lagi dilakukan operasional. Sejak awal pengoperasian tidak pernah dilakukan pergantian sukucadang yang semestinya sudah dilakukan karena sudah melewati jam kerja (lifetime). Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang traktor yang digunakan. −
Traktor A merupakan traktor yang terbaru diantara tiga unit traktor yang di gunakan. Komponen rangka dan enjin traktor ini tidak ada bagian yang dikurangi ataupun ditambah. Kondisi dapat dikategorikan masih dalam keadaan prima menurut standar pabrikasi. Traktor roda dua ini tidak lazimnya
seperti traktor roda dua lainnya, traktor A memiliki fasilitas tempat duduk untuk operator. Sekalipun adanya fasilitas tambahan tempat duduk, pada umumnya petani tidak menyukai traktor merek A, dengan alasan traktor merek ini berat bobotnya besar menurut ukuran petani Indonesia sehingga membuat operator susah mengoperasikannya di lahan. Dengan berat bobot enjin 174 kg, bertambah sukar bila digunakan pada lahan yang tidak rata, apalagi lebar roda yang relatif kecil bila dibandingkan dengan bobot berat total traktor. Akibat bobot berat enjin yang relatif besar, membuat traktor ini lebih mudah terguncang karena terjadi ayunan kearah kiri dan kanan operator akibat gaya berat, sehingga membuat operator cepat lelah. −
Traktor B merupakan traktor pabrikasi tahun 1998 dan pemakaian pada tahun 2000. Traktor ini pada saat dilakukan pengambilan data dalam kondisi baik dan layak pakai, baik enjin maupun rangka mesin. Baut pengikat ada beberapa yang tidak berfungsi dengan sempurna sehingga tidak mungkin lagi untuk dikencangkan karena antara ulir dan baut sudah rusak (dolt). Pen pengait pada tuas kabel kopling juga sudah longgar sehingga menimbulkan ayunan akibat getaran pada saat enjin beroperasi.
−
Traktor C adalah traktor yang lebih besar jumlah jam kerjanya bila dibandingkan dengan dua traktor lain. Merek dan tipe traktor C merupakan traktor yang lebih banyak digunakan oleh petani, dengan alasan traktor ini lebih nyaman dan memiliki berat bobot relatif kecil menurut ukuran petani di Asia, khususnya di Indonesia. Traktor C merupakan traktor yang sudah banyak digunakan dalam mengolah berbagai lahan dan jenis tanah dan sudah dioperasikan selama 11 tahun. Selama pemakaian, 2 tahun (10800 jam kerja) traktor ini pernah dioperasikan untuk mengolah tanah pada lahan yang mengandung karang dan batu kapur, dengan kondisi tidak ada perawatan selama 2 tahun berturut-turut.
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian pada mulanya dilakukan dengan menguji dan mendisain karet mounting sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Kemudian memasang pada tempat dan posisi yang telah ditetapkan pada traktor dan mengukur getaran pada stang kemudi utama traktor roda dua. Pada Gambar 7 berikut dapat dilihat skema aliran yang digunakan selama penelitian.
3.3.1 Skema aliran kerja Dalam penelitian ini digunakan dua model yaitu model I sebelum pemakaian karet peredam dan model II merupakan model setelah pemakaian karet peredam. Digunakan dua model adalah untuk membandingkan pengaruh pemakaian karet peredam yang didisain untuk mereduksi getaran pada traktor roda dua. Berikut ini memperlihatkan aliran kerja (flowchart) yang digunakan dalam melakukan penelitian.
Flowchart
Gambar 7 Skema penelitian model peredam getaran pada traktor roda dua dengan Jaringan Syaraf Tiruan 3.3.2 Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pendugaan Getaran Penelitian ini dilakukan dengan memakai dua model. Penentuan model ini didasarkan pada pemakaian bahan tambahan berupa karet mounting enjin standar ASTM sebagai peredam. Pemasangan karet tersebut dilakukan antara
dudukan enjin dengan rangka dan pemasangan karet ring pada setiap sambungan komponen utama traktor. Model yang dikembangkan adalah : • Model I Jaringan Syaraf Tiruan Model I dilakukan dengan tidak memasang karet peredam (mounting) dan traktor dalam keadaan normal dan layak pakai untuk lahan kering dan lahan basah. Semua perlengkapan asesories pada tiga unit traktor roda dua masih tersedia dan ada beberapa yang tidak berfungsi dengan baik seperti pada traktor B tidak terpasang penutup enjin. • Model II Jaringan Syaraf Tiruan Setelah model I selesai, dilakukan model II pada tiga unit traktor yang sama, pelaksanaannya sama seperti pada model I tanpa ada bagian atau komponen yang dibongkar (dilepas). Pada model II dilakukan pemasangan karet peredam pada tempat dan posisi setiap sambungan komponen (bagian) traktor. 3.3.3 Pemilihan dan Disain Karet Peredam Pada dasarnya bahan peredam untuk jenis traktor banyak ragamnya, salah satu diantaranya adalah tipe baut tanam. Konstruksi peredam yang digunakan pada penelitian ini adalah konstruksi karet peredam (mounting) baut tanam. Dengan dugaan bahwa konstruksi baut tanam lebih cocok untuk menahan beban atau gaya yang ditimbulkan pada traktor serta lebih mudah untuk pemasangan pada enjin penggerak dan rangka traktor. Sedangkan konstruksi ulir tanam atau lainnya, akan mendapat kesulitan selama pemasangan pada enjin penggerak dan rangka traktor. Karet peredam yang digunakan dalam penelitian ini adalah karet mounting yang terlebih dahulu dilakukan uji kekerasan (shore A) pada laboratorium uji karet dengan menggunakan standar ASTM D.2240-97. Pengujian ini dilakukan guna melihat dan membandingkan antara kekerasan (shore A) karet terhadap berat tiga unit traktor yang digunakan. Selanjutnya akan dilakukan didisain dengan karakteristik dan dimensi tertentu sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu harus tahan terhadap beban, tidak mudah robek, tahan terhadap suhu (temperatur) operasional dan tahan terhadap bahan bakar atau minyak pelumas. Sedangkan untuk peredam getaran pada bagian lain tidak memerlukan persyaratan seperti pada enjin penggerak. Berikut ini secara rinci akan diuraikan konstruksi dan karakteristik karet peredam getaran, adalah sebagai berikut :
a. Konstruksi karet peredam (mounting) Konstruksi karet peredam (Gambar 8), terdiri dari dua batang baut M12 dengan tinggi batang baut 30 mm, untuk ditanam dalam karet 5 mm dan sisa di luar 25 mm. Karet berfungsi untuk meredam sedangkan baut terdiri dari logam padat (solid) dan berulir, berfungsi untuk mengikat karet peredam (mounting) pada rangka. Penanaman baut kedalam karet harus dilakukan dengan benar dan tidak diperkenankan terhubung secara langsung antara kedua ujung batang baut di dalam karet. Hal ini tidak boleh diabaikan, karena apabila terjadi kontak langsung antara dua ujung baut pengikat, maka besarnya getaran yang terjadi pada enjin penggerak akan langsung diteruskan ke rangka selanjutnya akan menjalar keseluruh unit traktor. Dengan demikian akan hilang fungsi karet peredam sebagai pereduksi getaran. Untuk menguji keberhasilan disain letak baut dalam karet, maka harus dilakukan uji hantaran konduktor. Uji yang paling sederhana atau lebih dikenal dengan teori Farady. Pada Gambar 8 menunjukkan penampang karet peredam dengan tiga ketebalan yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 8 Disain penampang karet peredam (mounting)
b. Diameter Diameter karet peredam (mounting) yang digunakan adalah 40 mm. Ukuran ini mengingat lebar rata-rata kaki enjin penggerak dan rangka depan untuk tiga unit traktor lebih kecil dari 50 mm. Semua permukaan ukuran tersebut diharapkan dapat kontak langsung dengan permukaan kaki enjin penggerak dengan rangka. Secara langsung, pengaruh dari diameter karet adalah terhadap
semua sumbu khususnya terhadap sumbu-y dimana getaran yang terjadi kearah kiri dan kanan traktor. Selanjutnya, dengan ukuran diameter 40 mm dianggap sudah cocok dengan lebar kaki enjin penggerak dan lebar rangka tiga unit traktor. Karet mounting dengan diameter 40 mm, akan mampu mengimbangi berat traktor sekalipun ada gaya yang timbul kesemua arah. Dengan demikian luas total kontak langsung permukaan karet mounting antara enjin dengan rangka adalah sebesar 628 mm2/karet atau untuk 4 unit karet 5024 mm2. c. Jenis karet peredam (mounting) Tingkat kekerasan (hardness) karet peredam sangat penting dalam penggunaan untuk mengatasi getaran. Tingkat kekerasan shore karet dinyatakan dengan shore A. Karet yang didisain terdiri dari jenis karet alam dan karet sintetis. Jenis karet alam kekerasan 78 shore A, karet alam kekerasan 80 shore A dan karet sintetis kekerasan 80 shore A. Ketiga jenis karet ini adalah katagori karet keras, namun karet alam 78 shore A lebih lunak (soft) dari karet alam 80 shore A. Sedangkan karet sintetis dengan 80 shore A adalah karet yang telah dicampur dengan bahan pencampur dari jenis Viton, karet ini lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan luar seperti pelumas, gemuk (greas) dan bahan bakar lainnya. Dengan ditentukan tiga jenis karet, maka akan berguna untuk melihat sejauh mana besar pengaruh masing-masing jenis karet tersebut sehingga dapat mereduksi getaran yang ditimbulkan oleh enjin penggerak. d. Tebal karet peredam (mounting) Dari tiap jenis karet (Gambar 9), masing-masing karet didisain tiga ketebalan yaitu ketebalan (H) 15 mm, 20 mm dan 25 mm. Dari disain ketebalan yang berbeda diharapkan akan terlihat sejauh mana besar pengaruh ketebalan karet dan jenis karet untuk mereduksi getaran pada traktor roda dua. Secara langsung, pengaruh tiga ketebalan karet adalah terhadap sumbu-z, dimana getaran pada sumbu ini lebih diakibatkan oleh getaran yang terjadi tegak lurus terhadap sumbu-x dan sumbu-y. Dari ketebalan yang berbeda terhadap tiga shore A karet, diharapkan adanya perbedaan nilai reduksi getaran yang terjadi pada traktor.
a. Ф 40 x 15 mm
b. Ф 40 x 20 mm
c. Ф 40 x 25 mm
Gambar 9 Disain ukuran karet peredam (mounting)
e. Jumlah karet peredam (mounting) Karet yang dibutuhkan adalah berdasarkan jumlah titik atau kaki enjin penggerak yang kontak langsung dengan rangka traktor. Jumlah karet peredam yang dibutuhkan 4 unit. Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh pabrik traktor, antara enjin penggerak dengan rangka tidak dipasang karet peredam. Dengan demikian empat titik kaki enjin penggerak berhubungan langsung dengan rangka. Sehingga memudahkan terjadinya hantaran getaran yang bersumber dari enjin penggerak yang selanjutnya diteruskan ke rangka dan ke seluruh unit traktor roda dua. f. Karet ring peredam (karet ring) Karet ring yang digunakan disini tidak memerlukan karakteristik seperti karet peredam (mounting). Kekerasan karet ring dalam penelitian ini, tidak termasuk dalam masukan atau yang dijadikan sebagai input. Tinjauan pada karet ring menyangkut dengan ketebalannya. Karena karet ring bukan peredam yang langsung berhubungan dengan sumber getaran, yaitu enjin penggerak. Dalam penelitian ini karet ring merupakan sebagai penghambat laju getaran. Karet ring yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis yang mudah didapat di pasar yaitu jenis sintetis dengan bahan campurannya EPDM. Bentuk dan ketebalan karet ring yang digunakan seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Karet ring peredam yang di pasang pada beberapa sambungan komponen traktor roda dua
3.3.4 Karet Peredam Untuk memperoleh ketelitian yang baik dan benar, sebelum dan sesudah karet mounting didisain, terlebih dahulu dilakukan uji kekerasan (hardness) di Laboratorium untuk memastikan nilai kekerasan dari karet tersebut. Standar dan hasil uji karet tersebut adalah sebagai berikut : a. Standar uji karet peredam Karet peredam (mounting) yang dipakai pada penelitian ini dilakukan uji kekerasan (shore A) pada Laboratorium Balai Penelitian Teknologi Karet Jln. Salak no.1 Bogor dengan menggunakan standar ASTM D.2240-97. Dipilih standar ASTM untuk uji karet, karena standar ini umumnya digunakan untuk karet peredam mounting pada enjin. b. Hasil uji Laboratorium Hasil uji laboratorium yang dilakukan dengan standar ASTM, bahwa nilai kekerasan (shore A) dari tiga jenis karet tersebut adalah karet alam (Ma) dengan kekerasan 78 shore A, karet alam (Mb) dengan kekerasan 80 shore A dan karet sintetis (Ms) dengan kekerasan 80 shore A. Karet ring yang digunakan adalah jenis sintetis yang mudah diperoleh di pasar dan tidak dilakukan uji kekerasan (hardness) atau untuk mendapatkan nilai shore A.
c. Pembacaan karakteristik karet Penulisan jenis dan angka kekerasan untuk karet serta ketebalannya diawali dengan dua huruf yang menandakan jenis karet (Ma78H15). Yang pertama huruf kapital (M) yang mengartikan bahwa karet tersebut adalah karet mounting, kemudian satu huruf kecil yang mengartikan klasifikasi karet (a=alam, b=alam dan s=sintetis), diikuti angka yang menandakan tingkat kekerasan karet (shore A). Pada digit berikut adalah huruf (H) kapital yang diikuti dengan angka, menandakan tebal karet mounting yang digunakan. Satuan yang digunakan untuk ketebalan karet dinyatakan dalam milimeter (mm).
3.3.5 Posisi pemasangan karet peredam Umumnya pengoperasian traktor yang sudah melampaui batas kerja optimal, akan mengakibatkan peningkatan getaran pada semua bagian traktor yang bersumber dari enjin penggerak. Hal ini juga dipengaruhi akibat rendahnya kesadaran merawat traktor yang berfungsi sebagai mesin pertanian. Operasional yang tidak sewajarnya akan adanya bagian-bagian yang aus atau longgar yang melebihi toleransi yang diizinkan menurut standar produksi. Baik yang menyangkut dengan enjin penggerak, maupun dengan seluruh rangka satu unit traktor. Dengan demikian, perlu dipasang suatu karet untuk mengurangi atau mereduksi getaran tersebut. Pemasangan karet peredam dititik beratkan sepanjang jalur yang dilalui (transmisi) getaran atau pada tempat dan posisi disetiap sambungan komponen (bagian) traktor. Pada Gambar 11 berikut ini adalah contoh tempat dan posisi pemasangan karet peredam pada traktor roda dua.
Gambar 11 Posisi pemasangan karet peredam pada traktor roda dua a. Pemasangan karet peredam (mounting) Karet peredam (mounting) dipasang antara enjin penggerak dengan rangka traktor roda dua yang di ikat dengan mur pengikat M12 seperti diperlihatkan pada Gambar 12 berikut ini.
(a). Sebelum
(b). Sesudah
Gambar 12 Posisi, arah dan tempat pemasangan karet peredam (mounting) antara enjin penggerak dan rangka depan b. Pemasangan karet ring Karet ring (karet peredam) yang dipasang berdiameter 30 mm. Dipasang pada setiap sambungan komponen traktor roda dua, yaitu antara : -
rangka depan dengan kotak transmisi
-
kotak transmisi dengan batang kemudi
-
batang kemudi dengan stang kemudi utama
Guna pemasangan karet ring peredam pada setiap sambungan komponen traktor adalah untuk : -
Mengurangi getaran yang terjadi ke berbagai arah enjin penggerak.
-
Menghindari terjadinya pembesaran getaran akibat hubungan langsung logam dengan logam. Pemasangan karet peredam getaran (mounting) dan karet ring pada tiga
unit traktor roda dua selama pengujian dilakukan pada posisi, arah dan tempat yang sama. Empat buah karet peredam (mounting) dipasang antara enjin penggerak dengan rangka depan, sedangkan karet ring dipasang pada baut pengikat antara rangka depan dengan kotak transmisi, antara kotak transmisi dengan batang stang kemudi serta pada batang stang kemudi dengan stang kemudi. Pemasangan karet peredam dan karet ring untuk tiga unit traktor berdasarkan ketebalan. Sedangkan pada Gambar 13 menunjukkan tempat dan posisi pemasangan karet ring yang sudah dipasang.
Gambar 13 Tempat dan posisi pemasangan karet ring peredam
3.3.6 Instrumen Pengukur dan sensor a. Tachometer. Tachometer yang digunakan adalah model DT-205B seperti pada Gambar 14 (a). Tachometer yang di gunakan untuk mengukur kecepatan putaran
enjin penggerak. Kecepatannya diukur pada putaran puli atau roda penyeimbang gaya pada saat enjin penggerak menyala atau bekerja. b. Pemasangan Sensor Pada penelitian ini digunakan alat ukur getaran yang digunakan adalah merek Rion tipe VM-61 dengan sensor jenis Piezoelectric seperti pada Gambar 14 (b). Pada ujungnya instrumen terdapat sensor yang sensitif terhadap lingkungan seperti desau angin, perubahan kelembaban udara dan pengukuran getaran pada putaran enjin penggerak yang lebih besar dari 600 rpm. Dengan demikian, pengukuran dilakukan dengan menggunakan internal hightpass filter sebesar 10 Hz. Untuk mengkalibrasikan penyimpangan terhadap penggunaan baut dalam pemasangan pick-up, maka dipergunakan internal lowpass filter 5 kHz. Penggunaan filter ini berdasarkan buku petunjuk penggunaan alat ukur yang dikeluarkan oleh Rion.
(a). Tachometer DT-205B
(b). Vibrationmeter Rion VM-61
Gambar 14 Alat ukur putaran enjin dan alat ukur getaran serta sensor merek Rion tipe VM-61 Penyimpangan yang terjadi terhadap pengukuran akibat faktor lingkungan dapat disebabkan oleh suara (noise). Karena suara akan menimbulkan getaran akibat pantulan suara yang ditimbulkan dari enjin penggerak, apabila dilakukan pengukuran di ruangan tertutup dengan udara tidak mengalir bebas. Bila pengukuran dilakukan di luar ruangan, maka akan dipengaruhi oleh desau angin pada
sensor
dan
perubahan
kelembaban
udara.
Untuk
mengurangi
penyimpangan tersebut, perlu ditentukan batas ketelitian alat ukur (filter). Posisi dan pemasangan sensor berdasarkan sistem koordinat tangan yaitu menurut standar (ISO 5349 – 1986 (E)) seperti pada Gambar 15. Hal yang dapat
mempengaruhi hasil selama pengukuran berlangsung adalah pemasangan sensor, jenis sensor, ketelitian alat ukur (filter), sifat permukaan tempat pemasangan sensor dan keadaan lingkungan turut.
Gambar 15 Standar sistem koordinat tangan (ISO 5349 – 1986 (E)) Pemasangan sensor berdasarkan tiga arah dimensi getaran, yaitu arah x, y
dan
z.
Arah
sumbu-x
searah
dengan
pandangan
operator
ketika
mengoperasikan traktor dan arah sumbu-y adalah arah ke kiri dan kanan operator. Sedangkan arah sumbu-z adalah arah yang memotong arah sumbu-x dan arah sumbu-y. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Penempatan sensor getaran pada stang kemudi
3.3.7 Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Pengukuran laju getaran dilakukan dengan menggunakan portable vibrationmeter pada saat enjin penggerak beroperasi (menyala). Pengukuran getaran dilakukan pada berbagai tingkat kecepatan putaran enjin penggerak
berdasarkan nilai kisaran yang tercatat pada alat ukur kecepatan (tachometer). Putaran enjin penggerak (rpm) yang digunakan bervariasi yaitu putaran 800 rpm, 1000 rpm, 1200 rpm, 1400 rpm, 1600 rpm, 1800 rpm, 2000 rpm, 2200 rpm dan 2400 rpm. Sedangkan untuk traktor merek Huanghai spesifikasi yang tersedia hanya pada putaran 2000 rpm. Pengukuran dilakukan pada stang kemudi. Karena stang kemudi bagian yang langsung berhubungan dengan operator. Pada saat pengukuran laju getaran, traktor selalu berada pada posisi horizontal terhadap lantai semen dan tidak memasang implemen bajak. Untuk menyeimbangkan traktor pada posisi horizontal, digunakan penyangga standar dan dibantu dengan penyangga lain dari besi yang bersifat keras seperti terlihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Penyangga besi dan alas kayu keras
3.4 Pemodelan dengan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Untuk melihat pengaruh pemodelan peredam getaran pada traktor roda dua dengan jaringan syaraf tiruan (JST). Dari model berdasarkan penggunaan karet peredam yang digunakan, maka model JST yang dikembangkan akan menghasilkan formulasi lapisan keluaran (output) yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi (arah), yaitu : a
Getaran yang terjadi pada sumbu x
b
Getaran yang terjadi pada sumbu y
c
Getaran yang terjadi pada sumbu z
3.4.1 Skema aliran kerja Jaringan Syaraf Tiruan Gambaran diagram alir Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Aliran proses Jaringan Syaraf Tiruan (JST) 3.4.2 Model I Jaringan Syaraf Tiruan Pada model I ini sebagai data yang akan dijadikan sebagai masukan seperti pada Gambar 19 Jaringan Syaraf Tiruan adalah sebagai berikut : a Lapisan masukan dengan menggunakan parameter yaitu; merek traktor, putaran enjin penggerak (rpm), berat rangka (kg), berat enjin (kg) dan tipe roda. b Lapisan tersembunyi, sebagai lapisan pemrosesan atau pembanding antara masukan dan lapisan keluaran yang menghasilkan nilai pembobot diantara lapisan-lapisan tersebut. c Lapisan keluaran yaitu getaran yang terjadi berdasarkan masing-masing sumbu yaitu sumbu x, sumbu y dan sumbu z pada traktor roda dua.
Gambar 19 Model I Jaringan Syaraf Tiruan (JST) 3.4.3 Model II Jaringan Syaraf Tiruan Pada model II sebagai data yang akan di masukkan seperti terlihat pada Gambar 20 Jaringan Syaraf Tiruan adalah sebagai berikut: a
Lapisan masukan dengan menggunakan parameter yaitu; merek traktor, berat rangka (kg), berat enjin (kg), putaran enjin penggerak (rpm), tipe roda, kekerasan karet peredam (shore A), ketebalan karet peredam (mounting), dan ketebalan karet ring.
b
Lapisan tersembunyi, merupakan lapisan pemrosesan atau pembanding antara masukan dan lapisan keluaran yang menghasilkan nilai pembobot diantara lapisan-lapisan tersebut.
c
Lapisan keluaran yaitu getaran yang terjadi berdasarkan masing-masing sumbu yaitu sumbu x, sumbu y dan sumbu z pada traktor roda dua. Dari model yang dikembangkan yaitu model II memungkinkan untuk
mengetahui dan menganalisa pengaruh masing-masing parameter input terhadap besarnya getaran yang timbul pada masing-masing sumbu. Pada
Gambar 20 berikut ini memperlihatkan Jaringan Syaraf Tiruan model II serta parameter yang diinputkan untuk proses.
Gambar 20 Model II Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Metode Pengambilan Data Pengambilan data getaran digunakan tiga unit traktor roda dua dengan kondisi
lengkap dan jam operasional traktor yang berbeda. Batasan selama
pengambilan data sebagai berikut: o
Pengujian dilakukan di dalam gudang traktor dengan aliran udara bebas.
o
Lantai gudang terdiri dari komposisi coran semen padat dengan ketebalan coran lebih kurang 15 cm. Dinding terdiri dari batu-bata merah yang diplester dengan komposisi campuran semen dan pasir dengan ketebalan dinding 14 cm.
o
Rangka atap gudang terdiri dari rangka besi dengan atap terdiri dari bahan Asbes dengan kontur bergelombang.
o
Dua set roda traktor kontak langsung dengan lantai dasar gudang dan pada bagian depan digunakan penopang (penyangga) standar traktor roda dua, atau dibantu dengan besi penyangga, agar posisi traktor berada pada level horizontal.
o
Selama pengambilan data (Gambar 21), rangka dan enjin traktor berada pada posisi horizontal dan tidak memasang implemen bajak.
Gambar 21 Kondisi dan posisi traktor selama pengambilan data
4.2 Penyusunan Model 4.2.1 Batasan Model Model yang digunakan terdiri dari model sebelum memakai karet peredam dan setelah memakai karet peredam. Model yang akan dijadikan sebagai input adalah sebagai berikut.
a. Merek traktor Kontruksi traktor roda dua jauh berbeda antara satu dengan yang lain, kecuali merek dan model yang sama. Akan tetapi urutan komponen (bagian) utama semua traktor roda dua sampai sekarang masih sama. Karena komponen utama tersebut adalah kesatuan dari satu unit traktor. Seperti enjin terletak diatas rangka (dudukan) yang diikat dengan baut pengikat. Rangka terhubung dengan kotak transmisi (gear box) juga diikat dengan baut pengikat. Kemudian kotak transmisi, dihubungkan dengan suatu ikatan baut pada stang kemudi. Selanjutnya kemudi utama di ikat dengan baut pengikat pada stang kemudi. Dengan demikian, melalui komponen utama terjadinya perpindahan getaran dari enjin ke seluruh unit traktor roda dua. b. Berat rangka Bahan yang keras dan padat (pejal) mempunyai nilai penghantar getaran yang besar. Penggunaan bahan logam akan dapat menimbulkan getaran yang lebih besar pada stang kemudi apabila dibandingkan dengan penggunaan material yang lebih lunak (elastis). Mengingat beban kerja traktor roda dua dilahan yang berbagai ragam dan bentuk, maka pemilihan dan penggunaan material untuk komponen traktor roda dua harus disesuaikan dengan pekerjaan dan lingkungan, dengan kata lain perlu optimasi dan kombinasi dimensi, bentuk serta pemakaian material yang sesuai. Getaran dapat dihantarkan dalam bentuk gaya keberbagai arah dalam bentuk momen gaya. Getaran yang ditransmisikan dari enjin dalam bentuk
gaya
dapat
dipengaruhi
oleh
panjang
lengan
kemudi,
mengakibatkan terjadi defleksi dinamis sepanjang lengan tersebut. Dengan demikian semakin panjang lengan kemudi, maka semakin besar peluang terjadi defleksi. Besarnya energi getaran dalam bentuk momen gaya yang ditransmisikan, dengan jarak dari pusat sumbu gerakan dan titik berat massa yang bergetar (enjin). Hal ini dapat di perhatikan, apabila panjang rangka di tambah, maka momen gaya akan bertambah terhadap as roda, sehingga gaya yang sampai pada stang kemudi akan bertambah.
Dimensi komponen rangka traktor roda dua dapat mempengaruhi getaran dalam bentuk resonansi yang terjadi. Apabila frekuensi pribadi (Natural) komponen sesuai dengan frekuensi yang ditimbulkan oleh enjin, maka akan terjadi interferensi gelombang, baik yang saling meniadakan, maupun yang saling mempengaruhi besarnya frekuensi. Getaran seperti ini akan terjadi pada putaran enjin yang berbeda, dimana pada suatu kecepatan akan terjadi getaran yang tinggi, dan pada kecepatan putaran berikutnya akan turun kembali. c. Berat enjin Konstruksi enjin traktor bila dilihat dari luar pada umumnya hampir sama antara satu dengan yang lain, juga cara kerjanya yang. Konstruksi terdiri dari beberapa komponen yaitu rangka, enjin, tangki minyak, ruang bakar, puli-roda penyeimbang dan saluran pembuang sisa pembakaran. Berat satu unit enjin traktor antara satu merek atau model
berbeda
dengan yang lainnya. Hal ini salah satunya disesuaikan dengan kebutuhan daya yang dibutuhkan untuk satu unit traktor. Getaran yang terjadi pada semua bagian traktor roda dua bersumber dari enjin akibat pergerakan translasi piston didalam ruang bakar. Selama terjadi pembakaran didalam ruang bakar, semua bagian enjin yang merupakan suatu unit kesatuan akan bergetar dengan frekuensi yang berbeda-beda, tergantung pada material, hambatan dan panjang lintasan getaran dari sumbernya (ruang bakar). Pada umumnya konstruksi enjin terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe tegak lurus (vertikal), tipe datar (flathorizontal) dan tipe bersudut (enjin-V). Dilihat dari kontruksi, enjin juga berpengaruh pada besar atau kecilnya getaran yang terjadi pada masing-masing sumbu. Menurut arah gerak dari beberapa tipe piston, maka gerak kearah sumbu-x sesuai dengan gerak piston tipe datar (flat-horizontal), arah sumbu-z sesuai dengan gerak piston tipe tegak lurus (vertikal). Sedangkan untuk arah sumbu-y merupakan kombinasi dari dua atau tiga tipe arah gerak maju piston dalam ruang bakar.
d. Putaran enjin Selama terjadi pembakaran dalam ruang bakar, maka enjin akan menghasilkan suatu putaran pada kecepatan yang berbeda. Putaran yang dihasilkan enjin dapat menyebabkan terjadinya getaran sesuai dengan kecepatan putarannya. Kecepatan putaran yang sama akan menyebabkan terjadinya berbeda getaran antara tiga sumbu pengukuran. Perbedaan ini terjadi karena dipengaruhi frekuensi pribadi (natural) lingkungan ataupun dari material satu unit traktor. e. Tipe roda Secara umum traktor roda dua memakai dua tipe roda, yaitu roda karet dan roda besi. Masing-masing roda memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada khususnya roda karet dipakai pada pengoperasian di lahan kering, sedangkan roda besi dipakai pada lahan basah atau lahan sawah. Roda traktor langsung berhubungan dengan lantai atau tanah. Apabila getaran yang ditimbulkan ketika enjin menyala, maka selama itu juga getaran yang ditimbulkan dari enjin akan diteruskan ke roda melalui rangka (dudukan) enjin. Selanjutnya getaran akan diteruskan ke lantai atau tanah yang merupakan titik akhir tumpuan traktor roda dua. Getaran yang diteruskan melalui roda secara umum getarannya menjalar kearahnya ke bawah. Akan tetapi hal ini tidak ada alasan untuk dikatakan bahwa energi getaran yang menjalar melalui roda akan diserap sepenuhnya
oleh
lantai.
Adakalanya
getaran
akan
dikembalikan
seluruhnya atau sebagian sesuai dengan kemampuan lantai atau tanah dalam menerima getaran. Hal ini sesuai dengan hukum Newton yang membuktikan bahwa, aksi sama dengan reaksi. Kalau diperhatikan bahwa getaran yang timbul pada bagian stang kemudi akan berkurang apabila dibandingkan getaran yang timbul pada enjin atau bagian yang dekat dengan ruang bakar. Dengan demikian jarak antara as roda dengan sumber getaran lebih dekat bila dibandingkan dengan jarak ke stang kemudi utama. Roda yang berfungsi sebagai penahan berat rangka dan berat enjin, maka apabila terjadi getaran berarti beban roda akan bertambah lebih besar.
Selanjutnya antara roda karet dan roda besi akan berbeda dalam hal menerima dan meneruskan getaran. Perbedaan ini karena pengaruh dari material dan frekuensi pribadi antara dua material yang berbeda. Besi bersifat padat dan dapat menghantarkan getaran serta panas hampir mendekati sempurna. Hal yang sama juga terjadi pada roda besi, dimana kemampuan roda besi untuk mempengaruhi besarnya getaran pada traktor. Getaran yang seharusnya menjalar kearah lantai dengan harapan dapat berkurang, akan tetapi frekuensi material roda besi beresonansi karena pengaruh kontak langsung antara roda dengan lantai. Sedangkan karet bersifat meredam getaran, hal ini karena salah satu diantara sifat karet yaitu sebagai isolator baik untuk menghambat panas maupun penghambat getaran. Sifat karet tersebut juga berpengaruh pada besarnya getaran yang ditimbulkan traktor apabila pengoperasiannya menggunakan roda karet. f. Jenis karet peredam Material yang dapat digunakan untuk mengurangi getaran pada stang kemudi traktor roda dua, diantaranya yang mempunyai sifat peredam atau sifat elastis seperti karet, plastik, polyurethane, kayu, fiber dan lain-lain. Pengurangan getaran dapat dilakukan dengan mengurangi transmisi dari sumber getaran sampai permukaan yang di ukur, yaitu penggunaan
bahan
yang
elastis
seperti
pegas
dan
karet
dan
penambahan bahan yang mampu meredam getaran sehingga energi getaran sepanjang jalur transmisi dapat di ubah menjadi energi panas. Frekuensi getaran yang terjadi pada material peredam harus lebih kecil dari frekuensi getaran yang terjadi akibat transmisi dari sumber getaran. Benda
yang
bergetar
pada
frekuensi
yang
sama
dapat
saling
mempengaruhi, dan disebut dalam keadaan beresonansi. Dengan demikian tingkat kekerasan karet peredam sangat penting dalam penggunaan untuk suatu enjin. Karena karet yang kaku akan lebih sempurna menerima dan meneruskan getaran bila dibandingkan dengan karet yang lebih lunak (soft). Tingkat kekerasan karet dapat diukur sedemikian rupa mulai dari shore A 20 sampai dengan kekerasan shore A 95 (Tabel 4 dan Tabel 6). Karet sintetis yang digunakan sebagai parameter masukan adalah campuran antara karet alam dan Viton.
g. Tebal karet peredam Karet peredam (mounting) yang dipasang antara enjin dan rangka depan gunanya sebagai peredam getaran. Sebagaimana diketahui bahwa enjin pada traktor roda dua terletak diatas rangka traktor yang diikat dengan baut M12, yang terjadi kontak langsung antara dua material logam sehingga menyebabkan terjadinya getaran ke rangka. Dengan pemasangan karet peredam pada posisi ini diharapkan akan terhambat laju getaran yang terjadi. Dengan adanya perbedaan antara ukuran tebal karet peredam, maka diharapkan adanya perbedaan karet peredam dalam mereduksi getaran. Sebagaimana diketahui pemasangan karet mounting sangat berguna untuk mereduksi getaran. Dengan demikian disain karet peredam ini harus mendekati kesempurnaan dan apabila terjadi getaran, tidak langsung diteruskan sebesar getaran yang terjadi dari sumbernya. h. Karet ring Karet ring bentuknya sederhana dan menyerupai sebuah ring baut atau menyerupai karet gelang dengan kontruksi adanya hole ditengah sebesar batang baut. Fungsi karet ring tidak jauh berbeda dengan karet mounting yang dipasang antara enjin dan rangka. Fungsinya yaitu untuk mereduksi getaran yang terjadi akibat kontak langsung antara dua komponen atau lebih pada traktor roda dua. Karet ring yang dipasang antara komponen traktor berperan penting untuk mereduksi getaran yang berasal dari sumbernya.
4.2.2 Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Pemilihan data training dan testing berdasarkan putaran enjin dipilih secara acak pada 9 (sembilan) kecepatan putaran enjin. Pemilihan atau penentuan data yang diacak, bersifat tidak mengikat seperti pola yang di tentukan dalam penelitian ini. Boleh saja digunakan pola lain, akan tetapi sebaiknya terwakili semua data putaran yang ada untuk training dan testing, sekalipun ada kesamaan putaran antara masing-masing traktor. Dalam penentuan data putaran yang dipilih 70 % untuk training dan 30 % untuk testing. Seperti terlihat pada Tabel 8, bahwa untuk traktor A tidak ada data pada putaran
2200 dan 2400 rpm. Karena sukar dalam penentuan persentase yang akan dipilih, dengan demikian dalam penelitian ini digunakan batasan persentase data yang akan ditraining untuk model I dan model II antara 68-70 % dari jumlah data dan untuk testing dengan batasan 30-32 % dari jumlah data. Data training yang digunakan sebagai masukan (input) untuk Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah data getaran yang terjadi pada sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z. Getaran tersebut diukur pada stang kemudi berdasarkan perbedaan tingkatan (level) putaran enjin. Dalam pemilihan data yang akan dijadikan sebagai data training dan data testing tidak boleh sama antara kedua data tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi tumpang tindih (overlapping)
data
selama
proses
pembelajaran
berlangsung.
Sebagai
penjelasan data yang dipilih dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini : Tabel 8 Data training dan testing yang dipilih berdasarkan putaran enjin (rpm) No
Merek traktor
1 2 3
A B C
Putaran enjin (rpm) 800 Trai Trai Trai
1000 Trai Test Trai
1200 Test Trai Test
1400 Trai Test Trai
1600 Test Trai Test
1800 Trai Test Trai
2000 Trai Trai Test
2200
2400
Trai Trai
Trai Trai
Keterangan Data Training Data Test Tidak ada data
a. Data training Data training untuk traktor merek A di pilih 5 (lima), dari 7 (tujuh) kecepatan putaran (rpm). Traktor merek B di pilih 7 (tujuh), dari 9 (sembilan) kecepatan putaran (rpm). Traktor merek C di pilih 7 (tujuh), dari 9 (sembilan) kecepatan putaran (rpm). b. Data testing Data Testing untuk data test yang digunakan sebagai masukan (input) untuk Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah data putaran enjin yang diambil secara acak pada 9 (sembilan) kecepatan putaran enjin. Untuk traktor merek A dipilih 2 (dua), dari 7 (tujuh) kecepatan putaran (rpm). Traktor merek B
dipilih 3 (tiga), dari 9 (sembilan) kecepatan putaran (rpm). Traktor merek C dipilih 3 (tiga), dari 9 (sembilan) kecepatan putaran (rpm).
4.2.3 Struktur Jaringan Syaraf Tiruan Model struktur Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang di pakai dalam penulisan ini ada dua model yaitu model I adalah tidak memakai karet peredam (mounting), maupun peredam lainnya yang dapat mempengaruhi maupun sebagai penghambat getaran. Model II adalah model yang dipakai karet peredam (mounting) yang berfungsi sebagai isolator getaran. Parameter Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan selama pembelajaran untuk data training dan data testing digunakan learning rate 0.1, momentum 0.1 dan gain 0.9. Iterasi data training dan data testing pada Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dihentikan apabila perubahan Mean Square Error (MSE) dimana MSEtesting i > MSEtesting i-1 atau iterasi dihentikan karena perubahan MSE sangat kecil atau lebih kecil dari 10-9. 4.2.4 Model I Jaringan Syaraf Tiruan Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan pada Model I digunakan sebanyak 50 data ukur. Data tersebut dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok data untuk training dan kelompok data untuk testing. Dari 50 data ukur dipilih data training sejumlah 34 data ukur atau 68 % dari jumlah data ukur awal dan data testing digunakan sejumlah 16 data ukur atau 32 % dari data ukur awal. Jumlah struktur lapisan (layer) ada 3 lapisan (layer) dengan node pada masing-masing lapisan (layer) terdiri dari 5 node pada lapisan masukan (layer input), 15 node pada lapisan tersembunyi (hidden layer) dan 3 node pada lapisan keluar (layer output). Dari proses JST yang dilakukan pada model I, untuk data training dan testing adalah 5 input pemodelan dapat dilihat seperti pada Gambar 19. Sebagai berikut akan diuraikan hasil training dan testing dari JST untuk data training dan testing dari percepatan getaran pada model I untuk masing-masing sumbu. Bentuk desktop program Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.
a. Grafik MSE model I Jaringan Syaraf Tiruan Pada grafik MSE hasil dari training dan testing data pemodelan pada model I didapat seperti pada Gambar 22. Iterasi dihentikan pada iterasi ke-300000 karena nilainya semakin kecil. Pada Gambar 22 menunjukkan nilai berada dibawah nilai 0,001 MSE.
Gambar 22 Mean Square Error model I b. Training model I Jaringan Syaraf Tiruan Hasil training model I dengan JST untuk masing-masing sumbu dapat dilihat pada Tabel 9. Berikut ini akan diuraikan menurut masing-masing sumbu : Tabel 9 Hasil training percepatan (m/det2) pada sumbu data ukur dan JST No
Arah sumbu
1
Sb-x
2
Sb-y
3
Sb-z
Posisi data level Data ke Rendah 22 Tinggi 1 Rendah 22 Tinggi 1 Rendah 22 Tinggi 1
JST 0.352 9.077 0.260 7.533 0.283 6.906
Ukur (m/det2) 0.40 8.31 0.22 7.77 0.25 7.05
rpm
Roda
Ket. obyek
800 2400 800 2400 800 2400
karet besi karet besi karet besi
A B A B A B
Pada gambar berikut ini akan diuraikan hasil training antara data ukur percepatan getaran dengan hasil pemodelan yang menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk masing-masing sumbu.
•
Sumbu-x Gambar 23 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-x. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan getaran yang linier. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data ke 1 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 800 rpm dengan
nilai 0.352 m/det2 dan hasil data ukur 0,40
m/det2. Percepatan pada sumbu-x ukur lebih besar dari percepatan pada sumbu-x JST. -
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 22 yaitu traktor B, menggunakan roda besi pada 2400 rpm dengan nilai 9.077 m/det2 dengan data ukur 8.31 m/det2. Percepatan pada sumbu-x JST lebih besar dari sumbu-x ukur.
Percepatan sumbu-x JST (m/det2)
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 Percepatan sumbu-x ukur (m/det2) Gambar 23 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model I •
Sumbu-y Gambar 24 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-y. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan linier. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data ke 1 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 800 rpm dengan
nilai 0.260 m/det2 dan hasil data ukur 0,22
m/det2. Percepatan pada sumbu-y ukur lebih kecil dari percepatan pada sumbu-y JST.
-
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 22 yaitu traktor B, menggunakan roda besi pada 2400 rpm dengan nilai 7.533 m/det2 dengan data ukur 7.77 m/det2. Percepatan pada sumbu-y JST lebih kecil dari sumbu-y ukur.
Percepatan sumbu-y JST (m/det2)
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 Percepatan sumbu-y ukur (m/det2) Gambar 24 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model I •
Sumbu-z Gambar 25 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-z. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan linier dan tidak ada data yang menyebar atau menjauh dari garis linier. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data ke 1 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 800 rpm dengan nilai 0.283 m/det2 dan hasil data ukur 0.25 m/det2. Percepatan pada sumbu-z ukur lebih kecil dari percepatan pada sumbu-z JST. Percepatan pada sumbu-z JST lebih besar dari sumbu-z ukur.
-
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 22 yaitu traktor B, menggunakan roda besi pada 2400 rpm dengan nilai 6.906 m/det2 dengan data ukur 7.05 m/det2. Percepatan pada sumbu-z JST lebih kecil dari sumbu-z ukur. Percepatan pada sumbu-y JST lebih besar dari sumbu-z ukur.
Percepatan sumbu-z JST(m/det2)
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 Percepatan sumbu-z ukur (m/det2) Gambar 25 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model I c. Testing model I Jaringan Syaraf Tiruan Hasil testing model I dengan JST untuk masing-masing sumbu dapat dilihat pada Tabel 10. Berikut ini akan diuraikan menurut masing-masing sumbu : Tabel 10 Hasil testing percepatan (m/det2) pada sumbu data ukur dan JST No
Arah sumbu
1
Sb-x
2
Sb-y
3
Sb-z
Posisi data level Data ke Rendah 3 Tinggi 13 Rendah 1 Tinggi 16 Rendah 1 Tinggi 13
JST 0,425 2,186 0,312 1,978 0,334 2,311
Ukur (m/det2) 0,36 2,29 0,31 2,32 0,37 2,23
rpm
Roda
Ket- obyek
1200 1200 1200 2000 1200 2000
Besi Karet Karet Besi Karet Karet
A C A C A C
Pada gambar berikut ini akan diuraikan hasil testing antara data ukur percepatan getaran dengan hasil pemodelan yang menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk masing-masing sumbu. •
Sumbu-x Gambar 26 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-x. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan getaran yang relatif linier, sekalipun ada data ukur yang terpisah dari garis linier. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan.
-
Hasil JST yang terendah pada data ke 3 yaitu traktor A, menggunakan roda besi pada 1200 rpm dengan nilai 0.45 m/det2 dan data ukur 0,36 m/det2. Percepatan sumbu-x JST lebih besar dari percepatan sumbu-x ukur.
-
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 13 yaitu traktor C, menggunakan roda karet pada 1200 rpm dengan nilai 2.186 m/det2 dengan data ukur 2,29
Percepatan sumbu-x JST (m/det2)
m/det2. Percepatan sumbu-x JST lebih kecil dari percepatan sumbu-x ukur.
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
0.5
1.0 1.5 2.0 Percepatan sb-x ukur (m/det2)
2.5
Gambar 26 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model I
•
Sumbu-y Gambar 27 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-y. Pada
sumbu-y sebaran data menunjukkan sebaran yang bagus ataupun masih dalam batas penyebaran yang wajar. Hal ini dapat dilihat tidak ada data yang tersebar atau menjauh dari garis linier. Sebaran ini disebabkan disain tiga unit traktor hampir tidak ada gangguan yang dapat mengganggu ke arah kiri dan ke arah kanan operator. Berikut ini uraian hasil yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data urutan ke 1 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 1200 rpm dengan nilai 0,312 m/det2 dan data ukur 0,31 m/det2. Percepatan sumbu-y JST lebih besar dari percepatan sumbu-y ukur.
-
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 16 yaitu traktor C, menggunakan roda besi pada 2000 rpm dengan nilai 1,978 m/det2 dan data ukur 2,320 m/det2.
Percepatan sumbu-y JST (m/det2)
Percepatan sumbu-x JST lebih kecil dari percepatan sumbu-x ukur.
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
0.5
1.0 1.5 2.0 Percepatan sb-y ukur (m/det2)
2.5
Gambar 27 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model I
•
Sumbu-z Gambar 28 adalah percepatan getaran pada sumbu-z yaitu arah tegak
lurus atau arah memotong sumbu-x dan sumbu-y. Gambar sebaran data ini cendrung lebih baik dari Gambar sebelumnya. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada sumbu ini berada pada data ke 1 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 1200 rpm dengan nilai 0,334 m/det2 dan data ukur 0,37 m/det2.
-
Hasil JST yang tertinggi ada pada data ke 13 yaitu pada traktor C, menggunakan roda karet pada 2000 dengan nilai 2,311 m/det2 dan data ukur 2,23 m/det2.
Percepatan sumbu-z JST (m/det2)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
0.5
1.0 1.5 2.0 Percepatan sb-z ukur (m/det2)
2.5
Gambar 28 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model I d. Nilai Standard Error Prediction (SEP) model I Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk model I, sebagai data training dan testing yang dipilih secara acak, maka akan didapat nilai Standard Error Prediction (SEP) untuk tiga arah sumbu getaran seperti pada Tabel 8. Nilai SEP training model I untuk sumbu-x 0.318, sumbu-y 0.154 dan untuk sumbu-z 0.121. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbu-x adalah sebesar 18.147 %, sumbu-y 10.444 % dan untuk sumbu-z adalah sebesar 8.009 %. Sedangkan nilai SEP testing untuk sumbu-x 0.389, sumbu-y 0.199, sumbu-z 0.205. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbu-x 30.528 %, sumbu-y 19.588 % dan sumbu-z 18.474 %. Tabel 11. Ketelitian model I Jaringan Syaraf Tiruan untuk tiga unit traktor JST Training Testing
arah sumbu-x Mean SEP CV %
arah sumbu-y Mean SEP CV %
arah sumbu-z Mean SEP CV %
1.752 1.273
1.471 1.014
1.507 1.109
0.318 0.389
18.147 30.528
0.154 0.199
10.444 19.588
0.121 0.205
8.009 18.474
4.2.5 Model II Jaringan Syaraf Tiruan Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan digunakan data sebanyak 450 data ukur. Penambahan jumlah data ukur pada data ini disebabkan ada perbedaan
pada jenis dan ketebalan karet yang dijadikan sebagai data pemodelan II. Perlakuan data model II sama seperti pada model I. Data tersebut dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok data untuk training dan kelompok data untuk testing. Dari 450 data ukur dipilih data training sejumlah 312 data atau 69.3 % dari jumlah data ukur model dan data testing digunakan sejumlah 138 data ukur atau 30.7 % dari data ukur model II. Jumlah struktur lapisan (layer) ada 3 lapisan. Node yang digunakan pada masing-masing lapisan (layer) terdiri dari 8 node pada lapisan masukan (layer input), 15 node pada lapisan tersembunyi (hidden layer) dan 3 node pada lapisan keluar (layer output). Dari proses JST yang dilakukan pada data Model II untuk training dan testing terdiri dari 8 parameter masukan. Data masukan model II Jaringan Syaraf Tiruan dapat dilihat seperti pada Gambar 20, ada tiga parameter masukan yang ditambah bila dibanding dengan model I (Gambar 19) Jaringan Syaraf Tiruan, yaitu jenis karet mounting, tebal karet mounting dan karet ring. a. Grafik MSE model II Jaringan Syaraf Tiruan Pada grafik MSE hasil dari training dan testing data pemodelan pada model II didapat seperti pada Gambar 29. Iterasi dihentikan pada iterasi ke300000 karena nilainya semakin kecil. Pada gambar menunjukkan nilai sudah dibawah 0,01 MSE.
Gambar 29 Mean Square Error model II
b. Training model II Jaringan Syaraf Tiruan Hasil training model II JST untuk masing-masing sumbu dapat dilihat pada Tabel 12. Berikut ini akan diuraikan menurut masing-masing sumbu : Tabel 12 Hasil training percepatan (m/det2) pada sumbu data ukur dan JS No
Arah sumbu
1
Sb-x
2
Sb-y
3
Sb-z
Posisi data level Data ke Rendah 56 Tinggi 237 Rendah 56 Tinggi 237 Rendah 51 Tinggi 237
JST 0.176 0.817 0.122 0.749 0.124 0.990
Ukur 2 (m/det ) 0.16 1.11 0.13 1.01 0.23 1.52
rpm
Roda
800 1400 800 1400 800 1400
besi karet besi karet besi karet
Jenis karet Ma78 Ms80 Ma78 Ms80 Ma78 Ms80
H-karet 25 15 25 15 20 15
Pada gambar berikut ini akan diuraikan hasil training antara data ukur percepatan getaran dengan hasil pemodelan yang menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk masing-masing sumbu. •
Sumbu-x Gambar 30 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-x. Sebaran
data pada gambar ini menunjukkan linier pada data JST, akan tetapi pada data ukur lebih besar dari 0.8 m/det2.
Berikut ini uraian data yang terendah dan
tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data ke 56 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 800 rpm dengan
nilai 0.176 m/det2 dan hasil data ukur 0,16
m/det2. Percepatan pada sumbu-x ukur lebih kecil dari percepatan pada sumbu-x JST. -
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 237 yaitu traktor C, menggunakan roda besi pada 1400 rpm dengan nilai 0.817 m/det2 dengan data ukur 1.11 m/det2. Percepatan pada sumbu-x JST lebih kecil dari pada sumbu-x ukur.
Percepatan sumbu-x JST (m/det2)
1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0
0.2
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Percepatan sumbu-x ukur (m/det2)
1.6
Gambar 30 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model II •
Sumbu-y Gambar 31 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-y. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan linier pada data JST, pada data ukur lebih besar dari 0.8 m/det2. Berikut ini akan diuraikan data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data ke 56 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 800 rpm dengan
nilai 0.122 m/det2 dan hasil data ukur 0,13
m/det2. Percepatan pada sumbu-y JST lebih kecil dari percepatan pada sumbu-y ukur. -
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 237 yaitu traktor C, menggunakan roda besi pada 1400 rpm dengan nilai 0.749 m/det2 dengan data ukur 1.01 m/det2. Percepatan yang terjadi pada sumbu-y JST lebih kecil dari pada sumbu-y ukur.
Percepatan sumbu-y JST (m/det2)
1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0
0.2
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Percepatan sumbu-y ukur (m/det2)
1.6
Gambar 31 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model II •
Sumbu-z Gambar 32 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-z. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan linier pada data JST, pada data ukur lebih besar dari 0.8 m/det2. Berikut ini akan diuraikan data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Hasil JST yang terendah pada data ke 51 yaitu traktor A, menggunakan roda karet pada 800 rpm dengan
nilai 0.124 m/det2 dan hasil data ukur 0,23
m/det2. Percepatan pada sumbu-z JST lebih kecil dari percepatan pada sumbu-z ukur. -
Hasil JST yang tertinggi pada data ke 237 yaitu traktor C, menggunakan roda besi pada 1400 rpm dengan nilai 0.990 m/det2 dengan data ukur 1.152 m/det2. Percepatan pada sumbu-z JST lebih kecil dari pada sumbu-z ukur.
Percepatan sumbu-z JST (m/det2)
1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0
0.2
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Percepatan sumbu-z ukur (m/det2)
1.6
Gambar 32 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model II c. Testing model II Jaringan Syaraf Tiruan Hasil testing model I dengan JST untuk masing-masing sumbu dapat dilihat pada Tabel 13. Berikut ini akan diuraikan menurut masing-masing sumbu : Tabel 13 Hasil testing percepatan (m/det2) pada sumbu data ukur dan JST No
Arah sumbu
1
Sb-x
2
Sb-y
3
Sb-z
Posisi data level Data ke Rendah 23 Tinggi 62 Rendah 23 Tinggi 111 Rendah 21 Tinggi 96
JST 0,184 0,654 0,131 0,560 0,126 0,756
Ukur 2 (m/det ) 0,20 0,42 0,15 0,44 0,16 0,60
rpm
Roda
1200 1400 1200 2000 1200 2000
Besi Besi Besi karet Besi Karet
Jenis karet Ma78 Ma78 Ma78 Ms80 Ma78 Ma78
H-karet 25 15 25 25 20 25
Pada gambar berikut ini akan diuraikan hasil testing antara data ukur percepatan getaran dengan hasil pemodelan yang menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk masing-masing sumbu. •
Sumbu-x Gambar 33 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-x. Sebaran
data pada Gambar ini menunjukkan getaran yang relatif linier, sekalipun ada data ukur yang terpisah dari garis linier. Hal ini menunjukkan ada gangguan pada
percepatan getaran arah sumbu-x yang searah pandangan operator yaitu arah maju traktor. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Data JST terendah berada pada data urutan ke 23 yaitu traktor A, menggunakan roda besi pada 1200 rpm dengan nilai 0.184 m/det2 dan data ukur 0,20 m/det2. Peredam yang digunakan adalah jenis Ma78 dengan ketebalan H25 mm
-
Data JST tertinggi ada pada data ke 62 yaitu traktor B, menggunakan roda besi pada 1400 rpm dengan nilai 0.654 m/det2 dengan data ukur 0.42 m/det2. Peredam yang digunakan adalah jenis Ma78 dengan ketebalan H15 mm.
Percepatan sumbu-x JST (m/det2)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0.0
0.1
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Percepatan sumbu-x ukur (m/det2)
0.8
Gambar 33 Percepatan pada sumbu-x data ukur dan JST model II •
Sumbu-y Gambar 34 yaitu percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-y. Pada
sumbu-y sebaran data menunjukkan sebaran data yang bagus ataupun masih dalam batas penyebaran yang wajar. Hal ini dapat dilihat tidak ada data yang tersebar atau menjauh dari garis linier. Dimana hasil JST sumbu-y tidak ada yang lebih besar dari 0.6 m/det2, sedangkan pada data ukur ada data yang lebih besar dari 0.8 m/det2. Sebaran ini disebabkan disain tiga unit traktor hampir tidak ada gangguan yang dapat mengganggu ke arah kiri dan ke arah kanan operator. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan.
-
Data JST terendah berada pada data urutan ke 23 yaitu traktor A, menggunakan roda besi pada 1200 rpm dengan nilai 0,131 m/det2 dan data ukur 0,15 m/det2. Peredam yang digunakan adalah jenis Ma78 dengan ketebalan H25 mm
-
Data JST tertinggi ada pada data ke 111 yaitu traktor C, menggunakan roda besi pada 2000 rpm dengan nilai 0,560 m/det2 dan data ukur 0,44 m/det2. Peredam yang digunakan adalah jenis Ms80 dengan ketebalan H25 mm.
Percepatan sumbu-y JST (m/det2)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0.0
0.1
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Percepatan sumbu-y ukur (m/det2)
0.8
Gambar 34 Percepatan pada sumbu-y data ukur dan JST model II •
Sumbu-z Gambar 35 adalah percepatan getaran pada sumbu-z yaitu arah tegak
lurus atau arah memotong sumbu-x dan sumbu-y. Gambar sebaran data ini cendrung lebih baik dari Gambar sebelumnya. Berikut ini uraian data yang terendah dan tertinggi hasil pemodelan. -
Data JST terendah pada sumbu ini berada pada data urutan ke 21 yaitu traktor A, menggunakan roda besi pada 1200 rpm dengan nilai 0,126 m/det2 dan data ukur 0,16 m/det2. Peredam yang digunakan adalah jenis Ma78 dengan ketebalan H20 mm
-
Data JST tertinggi berada pada data ke 96 yaitu traktor B, menggunakan roda besi pada 2000 rpm dengan nilai 0,756 m/det2 dan data ukur 0,60 m/det2. Peredam yang digunakan adalah jenis Ma78 dengan ketebalan H25 mm.
Percepatan sumbu-z JST (m/det2)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0.0
0.1
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Percepatan sumbu-z ukur (m/det2)
0.8
Gambar 35 Percepatan pada sumbu-z data ukur dan JST model II d. Nilai Standard Error Prediction (SEP) model II Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk model II, data dipilih training dan data testing secara acak. Hasil pemodelan untuk data testing dipilih sejumlah 30.7 % dari 450 data. Dengan demikian didapat nilai Standard Error Prediction (SEP) untuk tiga arah sumbu getaran seperti diterakan dalam Tabel 14. Untuk sumbu-x 0.099, sumbu-y 0.085 dan untuk sumbu-z 0.334. Sedangkan Coeffisien of Variation (CV) untuk sumbux adalah sebesar 29.313 %, sumbu-y 29.189 % dan untuk sumbu-z adalah sebesar 23.818 %. Tabel 14 Ketelitian model II JST untuk tiga unit traktor aman JST Training Testing
arah sumbu-x Mean SEP CV % 0.382 0.118 30.831 0.339 0.099 29.313
arah sumbu-y Mean SEP CV % 0.330 0.105 31.863 0.291 0.085 29.189
arah sumbu-z Mean SEP CV % 0.368 0.117 31.810 0.334 0.080 23.818
4.3 Nilai Kekerasan Karet Karet
peredam
(mounting)
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu karet alam dan karet sintetis. Jenis kedua karet memiliki kekerasan shore A yang berbeda satu sama lain. Sebelum diproduksi dan di gunakan, terlebih dahulu karet peredam dilakukan uji kekerasan shore A pada Laboratorium Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor yang terdiri dari beberapa sampel. Uji pertama dengan kekerasan shore A 55. Hasil uji yang didapat kurang baik terhadap beban kejut, dan bersifat tidak mampu menahan berat enjin, sehingga dikhawatirkan akan terjadi slip akibat puntiran dan tarikan sabuk penerus daya. Untuk berikutnya dipilih karet dengan shore A yang tingkat kekerasannya lebih tinggi. Hasil yang didapat sesuai dengan keinginan yang digunakan dalam penelitian. Lampiran sertifikat hasil uji karet mounting di Laboratorium Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor (BPTK) dapat dilihat pada lampiran 2 untuk karet alam Ma78, lampiran 3 untuk karet alam Mb80 dan lampiran 4 untuk karet sintetis Ms80. Pengujian sifat fisik karet (shore A) dilakukan dengan menggunakan standar ASTM D.2240-97. Diplih shore A, bahwa prediksi kekerasan yang dibutuhkan bukan jenis karet dengan kekerasan melebihi shore A (Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6) seperti kekerasan shore D yang tingkatan shorenya lebih keras. Hasil pengujian untuk tiga jenis karet peredam (mounting) tersebut dapat lihat seperti pada Tabel 15. Tabel 15 Nilai kekerasan karet peredam (Mounting) No 1 2 3
Jenis karet Ma78 Mb80 Ms80
Kekerasan (shore) 78 shore A 80 shore A 80 shore A
Nomor sertifikat 309 F 2006 308 F 2006 310 F 2006
Keterangan Karet alam Karet alam Karet sintetis
Karet ring yang digunakan sebagai peredam pada setiap sambungan antara dua komponen atau lebih adalah jenis karet sintetis yang mudah diperoleh di pasar dan karet tersebut tidak dilakukan uji kekerasan (hardness), karena karet tersebut sebagai penghalang untuk tidak terjadinya perpindahan getaran dengan leluasa kesemua bagian traktor.
4.4 Aplikasi Karet Peredam Getaran Sebagai perbandingan sebelum dan sesudah memakai peredam (mounting) antara model I dan model II, perlu dilakukan aplikasi untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan karet tersebut dapat mereduksi atau meredam getaran. Pada aplikasi putaran (rpm) enjin yang ditinjau adalah pada putaran 1600 rpm atau dengan frekuensi 26,6 Hz. Hal ini mengingat putaran yang optimal dilakukan operator saat mengoperasikan traktor di lahan. Karet peredam (mounting) yang dipasang antara enjin dengan rangka pada traktor roda dua akan berfungsi sebagai mediator reduksi (peredam) getaran. Pengaruhnya dapat dilihat pada persentase (%) selisih antara sebelum pemasangan karet peredam (model I) dengan setelah pemasangan karet peredam (model II). Keberhasilan pemasangan peredam dapat dikatakan baik apabila nilai hasil setelah pemasangan lebih kecil dari nilai sebelum pemasangan karet peredam (Model I). 4.4.1 Pengaruh Traktor Terhadap Getaran Untuk menganalisis pengaruh kondisi traktor terhadap getaran, digunakan jenis karet yang sama dan ketebalan yang sama. Berikut ini akan diuraikan percepatan getaran pada traktor dan pengaruhnya berdasarkan sumbu. Percepatan getaran mekanis pada traktor diukur dan di bandingkan antara sebelum dan setelah pemasangan karet peredam. Karet peredam yang paling baik adalah karet yang mampu mereduksi secara optimal getaran yang terjadi pada masing-masing sumbu. Pengoperasian traktor dengan menggunakan roda karet dan roda besi pada umumnya memperlihatkan pola percepatan getaran yang relatif sama (Gambar 36, Gambar 37 dan Gambar 38). Secara umum percepatan getaran pada ketiga unit traktor telah menurun setelah diberi karet peredam. Hal ini menunjukkan bahwa semua jenis karet peredam yang dipakai dalam penelitian ini mampu mereduksi getaran dengan level yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan kekerasan shore A serta ketebalan karet peredam.
H15
H20
H25
1.6
0.2
B sb‐y
B sb‐z
0.302 0.519 0.616
A sb‐z
0.228 0.381 0.453
A sb‐y
0.228 0.412 0.487
0.4
0.694 0.585 0.366 0.280
0.6
0.371 0.201 0.137 0.132
0.8
0.354 0.200 0.144 0.134
1.0
0.763 0.564 0.397 0.313
1.2
0.649 0.442 0.334
0.978
1.4
0.494 0.286 0.210 0.189
Percepatan getaran (m/det2)
1.8
1.500
1.681
2.0
1.855
H0
0.0 A sb‐x
B sb‐x
C sb‐x
C sb‐y
C sb‐z
Traktor dan arah sumbu getaran
a. Menggunakan peredam Ma78 dengan roda karet
H20
H25
1.712
2.0
1.2
1.048
1.4
1.106
1.203
1.6
0.2
0.369 0.438
0.267 0.308
0.307 0.322
0.272
0.539 0.266
0.506
0.296
0.622
0.522 0.168 0.140
0.4
0.533
0.6
0.182 0.139
0.8
0.493
1.0
0.258 0.191
Percepatan getaran (m/det2)
1.8
1.753
H15
1.514
H0
0.0 A sb‐x
A sb‐y
A sb‐z
B sb‐x
B sb‐y
B sb‐z
C sb‐x
C sb‐y
C sb‐z
Traktor dan arah sumbu getaran
b. Menggunakan peredam Ma78 dengan roda besi Gambar 36 Kondisi tiga unit traktor memakai karet peredam Ma78 dengan roda karet dan roda besi pada ketebalan H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25 : ketebalan 25 mm. A, B, C merek traktor. Sb-x, sb-y dan sb-z: Percepatan getaran masing-masing sumbu.
H15
H20
1.6
0.2
0.337 0.554 0.660
0.694
0.259 0.418 0.504
A sb‐z
0.257 0.450 0.557
A sb‐y
0.459 0.378 0.336
0.4
0.481 0.414 0.360
0.6
0.371 0.237 0.163 0.151
0.8
0.354 0.237 0.172 0.156
1.0
0.531 0.468 0.399
1.2
0.763
0.978
1.4
0.494 0.347 0.260 0.227
Percepatan getaran (m/det2)
1.8
1.500
1.681
2.0
H25
1.855
H0
0.0 A sb‐x
B sb‐x
B sb‐y
B sb‐z
C sb‐x
C sb‐y
C sb‐z
Traktor dan arah sumbu getaran
a. Menggunakan peredam Mb80 dengan roda karet
H20
1.712
2.0 1.8
1.2
1.048
1.4
1.106
1.203
1.6
0.374 0.495
0.282 0.369
0.308 0.405
0.445 0.318
0.455 0.307
A sb‐y
0.522
A sb‐x
0.2
0.545 0.346
0.4
0.196 0.161
0.6
0.213 0.162
0.8
0.533
1.0
0.493 0.310 0.225
Percepatan getaran (m/det2)
H25
1.753
H15
1.514
H0
0.0 A sb‐z
B sb‐x
B sb‐y
B sb‐z
C sb‐x
C sb‐y
C sb‐z
Traktor dan arah sumbu getaran
b. Menggunakan peredam Mb80 dengan roda besi Gambar 37 Kondisi tiga unit traktor memakai karet peredam Mb80 dengan roda karet dan roda besi pada ketebalan H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. A, B, C merek traktor. Sb-x, sb-y dan sb-z: Percepatan getaran pada sumbu
H15
H20
1.6
0.2
0.694
0.472 0.509 0.574
0.355 0.379 0.439
A sb‐z
0.375 0.394 0.476
A sb‐y
0.373 0.336 0.378
0.4
0.399 0.365 0.384
0.6
0.371 0.205 0.171 0.177
0.8
0.354 0.206 0.177 0.176
1.0
0.425 0.401 0.426
1.2
0.763
0.978
1.4
0.494 0.310 0.276 0.259
Percepatan getaran (m/det2)
1.8
1.500
1.681
2.0
H25
1.855
H0
0.0 A sb‐x
B sb‐x
B sb‐y
B sb‐z
C sb‐x
C sb‐y
C sb‐z
Traktor dan arah sumbu getaran
a. Menggunakan peredam Ms80 dengan roda karet
H20
1.712
2.0 1.8
1.2
1.048
1.4
1.106
1.203
1.6
0.380 0.489
0.282 0.372
0.294 0.412
0.354 0.374
0.435 0.391
A sb‐y
0.522
A sb‐x
0.375 0.345
0.4
0.207 0.196
0.6
0.220 0.190
0.8
0.533
1.0
0.493 0.328 0.262
Percepatan getaran (m/det2)
H25
1.753
H15
1.514
H0
0.2 0.0 A sb‐z
B sb‐x
B sb‐y
B sb‐z
C sb‐x
C sb‐y
C sb‐z
Traktor dan arah sumbu getaran
b. Menggunakan peredam Ms80 dengan roda besi Gambar 38 Kondisi tiga unit traktor memakai karet peredam Ms80 dengan roda karet dan roda besi pada ketebalan H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. A, B, C merek traktor. Sb-x, sb-y dan sb-z: Percepatan getaran pada sumbu
4.4.2 Pengaruh Kondisi Traktor Terhadap Getaran a. Traktor A Pola percepatan getaran antara roda karet dan roda besi cendrung sama. Setelah pemakaian karet peredam percepatan getaran menurun terhadap perbedaan kekerasan serta ketebalan karet peredam yang digunakan. Gambar 36, Gambar 37 dan Gambar 38 untuk roda karet dan roda besi menunjukkan Gambaran bahwa penggunaan jenis dan kekerasan karet peredam, berpengaruh pada getaran. Berikut ini dapat diperhatikan uraian berdasarkan tipe roda traktor. •
Roda karet. Percepatan getaran untuk traktor A, lebih rendah saat dengan
menggunakan roda karet. Percepatan getaran yang rendah ada pada sumbu-z yang memasang karet peredam jenis alam dengan kekerasan Ma78 dan ketebalan H25 mm. Sebelum pemasangan karet peredam percepatan getaran pada traktor A pada sumbu-x=0.494 m/det2, sumbu-y=0.354 m/det2 dan pada sumbu-z=0.371 m/det2. Setelah pemasangan karet peredam, percepatan getaran pada sumbu-x=0.189 m/det2, sumbu-y=0.134 m/det2 dan sumbu-z=0.132 m/det2. •
Roda besi. Pada perlakuan yang sama sebelum pemasangan karet
peredam dengan menggunakan roda besi, percepatan getaran pada sumbu sumbu-x=0.493 m/det2, sumbu-y=0.533 m/det2 dan sumbu-z=0.522 m/det2. Setelah pemasangan karet peredam getaran, percepatan getaran pada masingmasing sumbu turun. Pada sumbu-x=0.200 m/det2 , sumbu-y =0.141 m/det2 , dan pada sumbu-z=0.130 m/det2 dengan ketebalan karet peredam H20 mm. Percepatan getaran sebelum pemasangan karet peredam, antara roda karet dan roda besi menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan percepatan getaran antara dua tipe roda diprediksi pengaruh kontak langsung roda dengan lantai. Sehingga memperbesar resonansi getaran pada traktor dan merambat melalui rangka hingga ke stang kemudi. Dengan dilakukan pemasangan karet peredam pada traktor, percepatan getaran terjadi reduksi pada masing-masing sumbu terutama sumbu-z. Reduksi percepatan getaran dengan menggunakan roda besi sebesar 75,1 % bila dibandingkan sebelum pemakaian karet peredam. Sedangkan pengoperasian dengan menggunakan roda karet setelah pemasangan karet peredam nilai percepatan getaran sebesar 64,4 %. Hal ini menunjukkan peranan karet peredam sebagai pereduksi percepatan getaran cukup berpotensi mereduksi getaran untuk dua tipe roda pada sumbu-z.
Sebelum pemasangan karet peredam, getaran pada sumbu-z untuk dua tipe roda erat kaitannya dengan jam kerja traktor roda dua (Tabel 7). Seperti diketahui bahwa getaran yang terjadi pada ketiga unit traktor roda dua bersumber dari enjin yaitu akibat pergerakan translasi piston dalam ruang bakar. Selama terjadi pembakaran di ruang bakar, semua bagian enjin yang merupakan satu unit dan satu kesatuan akan bergetar dengan frekuensi yang berbeda-beda, tergantung pada material, hambatan dan panjang lintasan getaran yang dilalui dari sumbernya (ruang bakar). Bila dilihat rendahnya percepatan getararan pada Gambar 36, Gambar 37 dan Gambar 38, bahwa jam operasi traktor A masih sedikit dan dapat dikatagorikan relatif baru dibanding dengan traktor B dan traktor C. Jadi komponen yang ada pada traktor A belum ada yang dapat dikatagorikan aus maupun adanya kerusakan. Sedangkan pada traktor B dan traktor C, getaran relatif lebih tinggi dan dapat diprediksi karena adanya gangguan terutama pada enjin. b, Traktor B Percepatan getaran antara roda karet dan roda besi cendrung sama. Setelah pemakaian karet peredam percepatan getaran rata-rata menurun mengikuti pola penurunan getaran yang sama sebagaimana pada traktor A. Dapat diperhatikan pada Gambar 36, Gambar 37 dan Gambar 38 untuk roda karet dan roda besi, ketika pemasangan jenis dan kekerasan karet peredam yang berbeda, percepatan cendrung menurun karena pengaruh ketebalan karet peredam. Berikut ini dapat diperhatikan uraian berdasarkan tipe roda traktor. •
Roda karet. Percepatan getaran untuk traktor B, lebih rendah saat dengan
menggunakan roda karet. Percepatan getaran yang rendah ada pada sumbu-z yang memasang karet peredam jenis alam dengan kekerasan Ma78 dan ketebalan H25 mm. Sebelum pemasangan karet peredam percepatan getaran pada traktor A pada sumbu -x=0.978 m/det2, sumbu-y=0.763 m/det2 dan pada sumbu-z=0.694 m/det2. Setelah pemasangan karet peredam dengan jenis karet dan ketebalan yang sama pada masing-masing sumbu, getaran pada traktor turun. Percepatan getaran pada sumbu-x=0.334 m/det2, sumbu-y=0.313 m/det2 dan pada sumbu-z=0.280 m/det2. •
Roda besi. Pada perlakuan yang sama sebelum pemasangan karet
peredam percepatan getaran yang rendah terjadi pada sumbu-y. Dengan demikian pada ketiga sumbu yang sama, pemasangan karet peredam dan
ketebalan yang sama, percepatan getaran pada sumbu-x=1.203 m/det2, sumbuy=1.106 m/det2 dan sumbu-z=1.048 m/det2. Setelah pemasangan karet peredam pada masing-masing sumbu dapat menurunkan percepatan getaran yaitu pada sumbu-x=0.296 m/det2, sumbu-y =0.266 m/det2, dan pada sumbu-z=0.272 m/det2 dengan ketebalan karet peredam H25 mm. Dari uraian nilai percepatan getaran dengan pengoperasian dua tipe roda, bahwa percepatan getaran sebelum pemasangan karet peredam, antara roda karet dan roda besi menunjukkan adanya perbedaan percepatan getaran. Sebagaimana diketahui bahwa karet merupakan bahan yang mempunyai sifat isolator untuk mereduksi energi getaran yang baik. Roda karet lebih rendah terjadi percepatan getaran. Dengan dilakukan pemasangan karet peredam pada traktor, masingmasing sumbu terutama sumbu-z dan sumbu-y terjadi penurunan percepatan getaran yang relatif rendah. Bila dibandingkan sebelum pemakaian karet peredam berarti percepatan getaran pada sumbu-z dengan pengoperasian menggunakan roda karet percepatan getaran dapat direduksi sebesar 59.0 %. Sedangkan setelah pemasangan karet peredam pada pengoperasian dengan menggunakan roda besi, pada sumbu-y dapat menurunkan percepatan getaran jauh lebih baik pada sumbu-y yaitu 75.4 %. Menunjukkan peranan karet peredam yang dipasang sebagai pereduksi percepatan getaran cukup berpotensi untuk menurunkan getaran pada traktor B yang menggunakan dua tipe roda. Percepatan getaran pada sumbu-z lebih banyak diakibatkan oleh tumbukan antara roda traktor dengan lantai. Disamping itu, panjang stang kemudi juga dapat mempengaruhi besarnya getaran pada sumbu-z. Semakin panjang stang kemudi, akan semakin besar terjadi defleksi. Sehingga dapat menimbulkan defleksi pada stang kemudi yang langsung berhubungan dengan operator. Percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-y, dapat diprediksi bahwa disebabkan adanya gaya ayun yang bekerja kearah kiri dan kanan traktor. Hal ini terjadi akibat putaran poros engkol yang tidak seimbang (unbalance). Sebagaimana diketahui gerakan piston pada traktor umumnya menggunakan tipe horizontal (flat). Gerakan pada langkah isap akan menarik piston dan sejalan kearah tarikan, piston bergerak keatas. Pada langkah selanjutnya akan ada gaya yang mendorong kembali piston kearah semula sebagai langkah kompres tenaga, selanjutnya piston bergerak ke arah bawah. Hal yang sama dapat
diprediksi juga bahwa percepatan getaran pada sumbu-y erat hubungannya dengan kondisi bantalan pada poros engkol yang sudah semestinya diganti. Pendapat ini tercermin, bahwa pada konstruksi semua mesin peranan bantalan sangat penting, bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros dan elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik dan benar. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja dengan semestinya. Karena dalam konstruksi mesin, peranannya bantalan sama seperti peranan sebuah pondasi pada sebuah bangunan (Sularso dan Suga 1987). Kerusakan pada bantalan dapat diprediksi bahwa selama pengoperasian belum ada pergantian sukucadang yang berhubungan dengan bantalan, terutama bantalan poros enjin. Karena dalam operasional sehari-hari dianggap masih layak pakai. Kalau hal ini terus dibiarkan, maka kerusakan akan terus menjalar sehingga terjadi kerusakan pada poros berupa aus pada salah satu sisinya akibat pembebanan yang tidak merata. Selanjutnya akan mempengaruhi kesemua sistem ruang bakar pada enjin traktor. Sehingga tidak bisa dihindari lagi akan terjadi getaran yang sangat besar. Keausan yang terjadi pada bantalan juga diakibat karena kurang perawatan dan pelumasan yang tidak terjadwal secara baik dan benar. Salah satu penyebab utama kerusakan bantalan adalah kurangnya pelumasan. Hal ini sering dilakukan pelumas yang sudah rusak kekentalannya tidak dibuang, akan tetapi dilakukan penambahan saja. Sehingga mengakibatkan adanya panas yang timbul dari gesekan yang besar antara bantalan dengan poros, terutama pada saat menerima beban berat (besar), yang memerlukan pelumasan yang sangat baik. Sedangkan bila adanya lapisan pelumas yang benar dan sesuai dengan spesifikasi maka akan sangat membantu bantalan dalam menerima tumbukan dan getaran sehingga tidak akan mengeluarkan suara ataupun getaran yang berlebihan. c. Traktor C Bila dibanding dengan dua unit traktor yang tersebut diatas, traktor C merupakan traktor yang berusia paling tua dan paling banyak jam operasinya. Sebelum pemasangan karet peredam menunjukkan nilai percepatan yang sangat tinggi, baik saat menggunakan roda karet maupun menggunakan roda karet. Selanjutnya percepatan getaran setelah pemakaian karet peredam berbanding
lurus dengan ketebalan karet peredam dan berbanding terbalik dengan kekerasan karet peredam. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 36, Gambar 37 dan Gambar 38 bahwa semakin tebal karet peredam, maka semakin besar percepatan getaran yang terjadi. Berikutnya dapat diperhatikan pola percepatan getaran
setelah
pemasangan
karet
peredam
berlawanan
dengan
pola
percepatan getaran traktor A dan traktor B. Dari kenyataan ini dapat diprediksi pada traktor ini ada permasalahan yang serius terutama pada sistem enjin. Berikut ini dapat diperhatikan uraian percepatan getaran yang terjadi pada traktor C berdasarkan tipe roda yang digunakan. •
Roda karet. Nilai percepatan getaran pada tarktor C lebih redah pada
sumbu-z setelah pemasangan karet peredam jenis alam yang kekerasan Ma78. Sebelum pemasangan karet peredam percepatan getaran pada ketiga sumbu traktor C adalah sumbu-x=0.1.681 m/det2, sumbu-y=1.500 m/det2 dan pada sumbu-z=1.855 m/det2. Setelah pemasangan karet peredam, percepatan getaran pada masing-masing sumbu, yaitu untuk sumbu-x=0.228 m/det2, sumbu-y=0.228 m/det2 dan sumbu-z=0.302 m/det2. •
Roda besi. Pada perlakuan yang sama sebelum pemasangan karet
peredam, percepatan getaran pada masing-masing sumbu adalah relatif tinggi, yaitu pada sumbu-x=1.712 m/det2, sumbu-y=1.514 m/det2 dan sumbu-z=1.753 m/det2. Setelah pemasangan karet peredam, getaran pada masing-masing sumbu turun. Karet peredam yang digunakan adalah karet peredam Ma78. Getaran untuk sumbu-x=0.307 m/det2, sumbu-y=0.267 m/det2, dan pada sumbuz=0.369 m/det2 dengan ketebalan karet peredam H15 mm. Dari uraian pada pemakaian dua tipe roda untuk traktor C, sebelum pemasangan karet peredam, saat traktor menggunakan roda besi menunjukkan nilai rata-rata tinggi. Selanjutnya setelah pemasangan karet peredam pada percepatan getaran menurun karena pengaruh karet peredam. Hal ini dapat diprediksi bahwa percepatan getaran yang disebabkan akibat pergerakan piston yang tidak normal, dapat direduksi oleh karet peredam. Dengan dilakukan pemasangan karet peredam pada traktor, getaran pada masing-masing sumbu terutama sumbu-x relatif menjadi rendah. Berarti pada operasi dengan menggunakan roda karet getaran dapat direduksi sebesar 86.4 % bila dibandingkan sebelum pemakaian karet peredam pada sumbu yang sama. Sedangkan menggunakan roda besi, setelah pemasangan karet peredam nilai percepatan getaran dapat direduksi sebesar 82.4 %. Hal ini menunjukkan
peranan karet peredam sebagai pereduksi percepatan getaran cukup berpotensi menurunkan getaran untuk dua tipe roda terhadap masing-masing sumbu. Besarnya getaran yang terjadi pada sumbu-y lebih disebabkan karena adanya gaya ayun yang bekerja kearah kiri dan kanan traktor. Gaya ini kemungkinan besar terjadi akibat tumbukan piston yang tidak seimbang (unbalance) dalam silinder enjin. Pada umumnya disain ruang bakar enjin traktor menggunakan tipe horizontal (flat). Tipe ini arah gerakan piston dalam ruang bakar bergerak kedepan searah gerakan maju traktor. Apabila pelumasan tidak sempurna terjadi gesekan yang besar antara permukaan piston dan silinder sehingga disamping mempercepat keausan komponen enjin, juga semakin memperbesar terjadinya getaran pada traktor. d. Perbandingan Kondisi Traktor Terhadap Getaran Analisis pengaruh kondisi ketiga unit traktor terhadap getaran, percepatan getaran masing-masing traktor berbeda sesuai dengan jam kerja dan tipe roda yang digunakan saat operasi. Percepatan getaran antara ketiga traktor yang digunakan, getaran traktor A relatif lebih rendah dibanding traktor B dan C. Secara umum percepatan getaran pada ketiga unit traktor menurun setelah dipasang karet peredam dengan level yang berbeda-beda. Tabel 16 Perbandingan kondisi traktor sebelum dan setelah pemasangan karet peredam. Merek Traktor A B C
Tipe roda Karet Besi Karet Besi Karet Besi
Kondisi traktor terhadap getaran Sebelum pakai karet peredam Sb-x Sb-y Sb-z 0.494 0.354 0.371 0.493 0.533 0.522 0.978 0.763 0.694 1.203 1.106 1.048 1.681 1.500 1.855 1.712 1.514 1.753
Setelah pakai pakai peredam Sb-x Sb-y Sb-z 0.189 0.134 0.132 0.200 0.141 0.130 0.334 0.313 0.280 0.296 0.266 0.272 0.228 0.228 0.302 0.307 0.267 0.369
4.4.3 Pengaruh Jenis Karet Peredam Terhadap Getaran Penggunaan karet peredam pada traktor roda dua dalam bahasan berikut akan dibahas pengaruh jenis karet peredam terhadap percepatan getaran. Untuk melihat pengaruh jenis karet terhadap getaran, digunakan ketebalan karet sama dan merek traktor yang sama untuk masing-masing jenis karet.
Pada prinsip dasar bahwa semua jenis karet peredam dapat mereduksi percepatan getaran yang terjadi selama memenuhi persyaratan atau karakteristik sebagai karet peredam. Perbedaan antara jenis karet terhadap percepatan getaran terletak pada tinggi atau rendahnya kemampuan karet tersebut dalam mereduksi percepatan getaran. Hal ini tidak terlepas juga dari jenis dan kekerasan karet peredam. Perbedaan jenis akan menunjukkan, sejauh mana percepatan getaran yang terjadi pada traktor mampu diturunkan oleh karet peredam tersebut. Berikut ini akan ditinjau pengaruh jenis karet terhadap getaran yang terjadi berdasarkan merek traktor.
a. Traktor A Pengaruh jenis karet peredam pada traktor A menunjukkan bahwa kekerasan karet berbanding lurus dengan besarnya percepatan getaran yang terjadi (Gambar 39). Semakin keras jenis karet peredam, maka percepatan getaran semakin besar. •
Roda karet Pada
Gambar
39a
menunjukkan
percepatan
getaran
traktor
menggunakan roda karet. Percepatan getaran pada tiga sumbu dengan menggunakan karet peredam Ma78 relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kekerasan karet peredam lain. Setelah pemasangan karet peredam percepatan getaran minimum terjadi pada sumbu-z sebesar 0.132 m/det2 dengan ketebalan karet peredam H25 mm. Hal ini memperlihatkan bahwa traktor A pada pengoperasian menggunakan roda karet lebih tepat menggunakan karet peredam Ma78 dengan ketebalan H25 mm. Dibandingkan dengan jenis dan kekerasan karet peredam lain, karet peredam ini memiliki sifat karakteristik yang lunak sehingga tidak mudah menimbulkan percepatan getaran yang lebih tinggi. Sedangkan pada dua jenis dan kekerasan karet lainnya seperti karet Mb80 dan Ms80 dengan nilai percepatan getaran terjadi lebih tinggi yaitu sebesar 0.151 m/det2 untuk karet peredam Mb80. Untuk karet peredam Ms80 percepatan getaran sebesar 0.171 m/det2 terjadi pada sumbu-z.
Traktor A menggunakan roda karet M0
Ma
Mb
Ms
1.8 1.6 1.4 1.2
0.371 0.132 0.151 0.177
0.354 0.134 0.156 0.176
0.494 0.189 0.227 0.259
0.371 0.137 0.163 0.171
0.2
0.354 0.144 0.172 0.177
0.4
0.494 0.210 0.260 0.276
0.6
0.371 0.201 0.237 0.205
0.8
0.354 0.200 0.237 0.206
1.0
0.494 0.286 0.347 0.310
Percepatan getaran (m/det2)
2.0
0.0 H15-Sb x H15-Sb y H15-Sb z H20-Sb x H20-Sb y H20-Sb z H25-Sb x H25-Sb y H25-Sb z
Tebal karet peredam (mm)
a. Menggunakan roda karet
Traktor A menggunakan roda besi M0
Ma
Mb
Ms
1.8 1.6 1.4 1.2
0.522 0.140 0.161 0.196
0.533 0.139 0.162 0.190
0.493 0.191 0.225 0.262
0.522 0.130 0.149 0.170
0.522
0.533 0.141 0.163 0.180
0.2
0.493 0.200 0.239 0.268
0.4
0.168 0.196 0.207
0.6
0.182 0.213 0.220
0.8
0.533
1.0
0.493 0.258 0.310 0.328
Percepatan geteran (m/det2)
2.0
0.0 H15-Sb x H15-Sb y H15-Sb z H20-Sb x H20-Sb y H20-Sb z H25-Sb x H25-Sb y H25-Sb z
Tebal karet peredam (mm)
b. Menggunakan roda besi Gambar 39 Pengaruh jenis dan kekerasan karet peredam dengan menggunakan roda karet dan roda besi pada traktor A. M0: tanpa peredam, Ma78: karet alam shore A 78, Mb80: karet alam shore A 80, Ms80: karet sintetis shore A 80, H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. Sb-x, sb-y dan sb-z: arah percepatan getaran masing-masing sumbu.
•
Roda besi Pada Gambar 39b menunjukkan percepatan getaran traktor lebih rendah
terjadi pada sumbu-z sebesar 0.130 m/det2. Percepatan getaran ketiga sumbu dengan menggunakan karet peredam Ma78 relatif lebih rendah bila dibanding dengan kekerasan karet peredam lain. Hal ini memperlihatkan bahwa traktor A pada pengoperasian menggunakan roda besi lebih tepat menggunakan karet peredam Ma78 dengan ketebalan H20 mm. Kekerasan karet ini lebih lunak sehingga tidak mudah menimbulkan percepatan getaran yang lebih tinggi pada sumbu ini. Sedangkan untuk dua jenis dan dua tingkat kekerasan karet lainnya mempunyai nilai percepatan yang relatif tinggi pada semua sumbu. Seperti terlihat pada Gambar 39b untuk karet peredam Mb80 nilai percepatan getaran yang rendah terjadi pada sumbu-z dengan ketebalan karet peredam H20 mm. Juga hal yang sama diikuti karet peredam Ms80 dengan nilai percepatan sebesar 0.170 m/det2. Menurunnya percepatan getaran pada sumbu-z menunjukkan bahwa pemasangan karet peredam pada traktor A menggunakan roda besi jauh lebih baik bila dibanding sebelum pemasangan karet peredam. Sebagaimana telah dibahas, bahwa jam operasi traktor A lebih kecil bila dibanding dengan dua traktor lainnya. Dari uraian menunjukkan bahwa percepatan getaran yang terjadi pada traktor A erat hubungannya dengan kekerasan karet peredam. Semakin keras karet peredam, maka semakin besar nilai percepatan getaran yang terjadi. Bila dilihat getaran yang terjadi pada traktor A dapat dikategorikan dalam batas getaran normal. Hal ini dilihat dari segi usia dan jam operasi traktor tersebut. Bila diperhatikan antara sumbu dan percepatan getaran yang terjadi pada traktor A, adanya hubungan dengan reduksi yang terjadi setelah pemasangan karet peredam. Sebelum pemasangan karet peredam percepatan getaran pada tiga sumbu traktor ini dengan menggunakan roda karet, sumbu-x merupakan sumbu yang sangat tinggi terjadi getaran, selanjutnya diikuti sumbu-z dan yang paling rendah adalah percepatan getaran pada sumbu-y. Pola percepatan getaran sebelum pemasangan karet peredam tidak terjadi setelah pemasangan karet peredam. Sumbu-z adalah sumbu yang paling minimum terjadi percepatan getaran. Lain halnya sebelum pemasangan karet peredam saat traktor menggunakan roda besi, sumbu-y merupakan sumbu yang sangat tinggi terjadi percepatan getaran. Selanjutnya percepatan getaran pada sumbu-z yang paling
rendah. Hal ini berbeda dengan percepatan getaran yang terjadi saat traktor menggunakan roda karet. Setelah pemasangan karet peredam, percepatan getaran pada sumbu-z adalah semua percepatan getaran yang minimum. b. Traktor B Percepatan getaran yang terjadi pada traktor B relatif menyerupai yang pola terjadi pada traktor A (Gambar 40). Nilai percepatan getaran pada traktor B lebih tinggi, karena jam operasi traktor B lebih banyak bila dibanding dengan traktor A. Namun demikian percepatan getaran traktor ini akan lebih rendah bila digunakan karet peredam jenis dan kekerasan Ma78. Karet ini lebih lunak dari dua jenis dan kekerasan karet lainnya. Berikut akan diuraikan pengaruh traktor B dengan pemasangan jenis dan kekerasan karet peredam menurut tipe roda traktor. •
Roda karet Pada Gambar 40a memperlihatkan percepatan getaran yang terjadi pada
pengoperasian menggunakan roda karet. Percepatan getaran pada tiga sumbu dengan menggunakan karet peredam Ma78 relatif lebih rendah bila dibanding dengan dua jenis dan kekerasan karet peredam lainnya. Saat traktor B operasi dengan menggunakan roda karet percepatan getaran yang paling minimum terjadi pada sumbu-z sebesar 0.280 m/det2 dengan pemasangan karet peredam Ma78. Dibandingkan dengan jenis dan kekerasan karet peredam lain, karet peredam ini memiliki sifat karakteristik yang lunak sehingga tidak mudah menimbulkan percepatan getaran yang lebih tinggi. Sedangkan pada dua jenis dan kekerasan karet lainnya seperti karet Mb80 dan Ms80. Nilai percepatan getaran pada dua karet peredam ini lebih tinggi yaitu sebesar 0.336 m/det2 pada sumbu-z dengan karet peredam Mb80 ketebalan H25 mm. Untuk karet peredam Ms80 percepatan getaran sebesar 0.171 m/det2 terjadi pada sumbu-z dengan tebal karet peredam H20 mm.
Traktor B menggunakan roda karet M0
Ma
Mb
Ms
1.8 1.6
H15‐Sb z
H20‐Sb x
H20‐Sb y
H20‐Sb z
H25‐Sb x
H25‐Sb y
H25‐Sb z
0.694 0.280 0.336 0.378
0.763 0.313 0.360 0.384
0.978 0.334 0.399 0.426
H15‐Sb y
0.694 0.366 0.378 0.336
H15‐Sb x
0.4
0.763
0.978
0.397 0.414 0.365
0.6
0.442 0.468 0.401
0.8
0.694 0.585 0.459 0.373
1.0
0.763 0.564 0.481 0.399
1.2
0.978
1.4
0.649 0.531 0.425
Percepatan getaran (m/det2)
2.0
0.2 0.0
Tebal karet peredam (mm)
a. Menggunakan roda karet
Traktor B menggunakan roda besi M0
Ma
Mb
Ms
1.8
1.048
1.106
1.203
1.048
1.106
1.203
1.048
1.2
1.106
1.4
1.203
1.6
0.266 0.307 0.345
0.272 0.318 0.374
0.296 0.346 0.391
H20‐Sb z H25‐Sb x H25‐Sb y
H25‐Sb z
0.304 0.316 0.336
0.313 0.333 0.342
0.4
0.366 0.392 0.403
0.6
0.539 0.445 0.354
0.8
0.506 0.455 0.375
1.0
0.622 0.545 0.435
Percepatan getaran (m/det2)
2.0
0.2 0.0 H15‐Sb x H15‐Sb y
H15‐Sb z H20‐Sb x H20‐Sb y
Tebal kater peredam (mm)
b. Menggunakan roda besi Gambar 40 Pengaruh jenis dan kekerasan karet peredam dengan menggunakan roda karet dan roda besi pada traktor B. M0: tanpa peredam, Ma78: karet alam shore A 78, Mb80: karet alam shore A 80, Ms80: karet sintetis shore A 80, H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. Sb-x, sb-y dan sb-z: Arah percepatan getaran masing-masing sumbu.
•
Roda besi Pada Gambar 40b menunjukkan percepatan getaran traktor B dengan
menggunakan roda besi. Percepatan getaran yang paling rendah saat menggunakan roda besi yaitu pada sumbu-y sebesar 0.266 m/det2 dengan ketebalan karet peredam H25 mm. Percepatan getaran pada tiga sumbu dengan menggunakan karet peredam Ma78 relatif lebih rendah bila dibanding dengan kekerasan karet peredam lain. Kekerasan karet ini lebih lunak sehingga tidak mudah menimbulkan percepatan getaran yang lebih tinggi pada sumbu ini. Hal yang sama juga terjadi reduksi yang baik pada dua sumbu lainnya yaitu sumbu-x dan sumbu-z. Sedangkan untuk dua jenis dan kekerasan karet lainnya mempunyai nilai percepatan yang relatif sama antara ketiga karet peredam tersebut. Seperti terlihat pada Gambar 40b untuk karet peredam Mb80 nilai percepatan getaran yang terendah pada sumbu-z dengan nilai percepatan getaran 0.316 m/det2, tebalan karet peredam H20 mm. Juga hal yang sama diikuti karet peredam Ms80 dengan nilai percepatan sebesar 0.336 m/det2. Menurunnya percepatan getaran pada sumbu-y menunjukkan bahwa pemasangan karet peredam kekerasan Ma78 pada traktor B saat menggunakan roda besi dapat direduksi jauh lebih baik dibanding sebelum pemasangan karet peredam. Nilai percepatan getaran sebelum pemasangan karet peredam pada sumbu-y sebesar 1.106 m/det2. Dari uraian menunjukkan bahwa pengoperasian dua tipe roda pada traktor B erat hubungannya dengan kekerasan karet peredam. Meskipun antara karet peredam tidak terlihat perbedaan yang tinggi, namun dari Gambar 40b dapat dilihat, bahwa semakin keras karet peredam, maka semakin besar nilai percepatan getaran yang terjadi. Pada Gambar 40a untuk roda karet, percepatan getaran sebelum pemakaian karet peredam relatif tinggi dibanding dengan menggukan roda besi. Percepatan getaran yang tinggi terjadi pada sumbu-x, berikutnya sumbu-y dan paling rendah pada sumbu-z. Pola percepatan getaran yang sama juga terjadi setelah pemasangan karet peredam. Percepatan getaran yang paling minimum semua terjadi pada sumbu-z. Sedangkan operasi traktor menggunakan roda besi, juga mengikuti pola yang sama seperti pada penggunaan roda karet. Akan tetapi pada pemasangan karet peredam Ma78, getaran yang minimum terjadai
pada sumbu-y. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara percepatan getaran pada sumbu dengan operasi menggunakan dua tipe roda.
c. Traktor C Percepatan getaran yang terjadi pada traktor C terhadap jenis dan kekerasan karet peredam jauh berbeda dengan pola yang terjadi pada traktor A dan traktor B (Gambar 41). Nilai percepatan getaran pada traktor ini berbanding lurus dengan jenis dan kekerasan karet peredam. Dengan bertambahnya kekerasan karet peredam, maka getaran semakin tinggi. Nilai percepatan traktor C lebih tinggi karena jam operasi traktor ini lebih banyak bila dibanding dengan dua traktor yang sudah dibahas sebelumnya. Namun demikian percepatan getaran traktor ini rendah setelah pemasangan karet peredam dengan kekerasan Ma78. Karet ini lebih lunak dari pada dua jenis dan kekerasan karet peredam lainnya. Berikut akan diuraikan pengaruh traktor C dengan pemasangan jenis dan kekerasan karet peredam menurut penggunaan tipe roda traktor. •
Roda karet Pada Gambar 41a memperlihatkan percepatan getaran yang terjadi saat
traktor operasi menggunakan roda karet. Percepatan getaran pada tiga sumbu dengan menggunakan karet peredam Ma78 lebih rendah bila dibanding dengan dua jenis dan kekerasan karet peredam lainnya. Traktor C dengan menggunakan roda karet percepatan getaran yang paling minimum terjadi pada sumbu-x sebesar 0.228 m/det2 dengan pemasangan karet peredam Ma78, tebal H15 mm. Bila dibandingkan dengan jenis dan kekerasan karet peredam lain, karet peredam ini memiliki sifat karakteristik yang lunak sehingga tidak mudah menimbulkan percepatan getaran yang lebih tinggi. Sedangkan pada dua jenis karet lainnya seperti karet Mb80 dan Ms80. Nilai percepatan getaran pada dua karet peredam ini lebih tinggi yaitu sebesar 0.257 m/det2 pada sumbu-z dengan karet peredam Mb80 ketebalan H15 mm. Untuk karet peredam Ms80 percepatan getaran sebesar 0.171 m/det2 terjadi pada sumbu-z dengan tebal karet peredam 15 mm.
Traktor C menggunakan roda karet
1.855
1.681
Ms
1.500
Mb
1.855
1.681
1.855
Ma
1.500
1.6 1.4 1.2
0.616 0.660 0.574
0.453 0.504 0.439
0.519 0.554 0.509
0.412 0.450 0.394
0.381 0.418 0.379
0.4
0.302 0.337 0.472
0.6
0.228 0.259 0.355
0.8
0.487 0.557 0.476
1.0
0.228 0.257 0.375
Percepatan getaran (m/det2)
1.8
1.500
2.0
1.681
M0
0.2 0.0 H15‐Sb x H15‐Sb y H15‐Sb z H20‐Sb x H20‐Sb y H20‐Sb z H25‐Sb x H25‐Sb y H25‐Sb z
Tebal karet peredam (mm)
a. Menggunakan roda karet
Traktor C menggunakan roda besi
1.514
1.753
Ms
1.712
Mb
1.753
1.712
1.753
Ma
1.514
1.6 1.4 1.2
0.438 0.495 0.489
0.308 0.369 0.372
0.322 0.405 0.412
0.302 0.391 0.373
0.329 0.437 0.409
0.4
0.369 0.374 0.380
0.6
0.267 0.282 0.282
0.8
0.420 0.515 0.492
1.0
0.307 0.308 0.294
Percepatan getaran (m/det2)
1.8
1.514
2.0
1.712
M0
0.2 0.0 H15‐Sb x H15‐Sb y H15‐Sb z H20‐Sb x H20‐Sb y H20‐Sb z H25‐Sb x H25‐Sb y H25‐Sb z
Tebal karet peredam (mm)
b. Menggunakan roda besi Gambar 41 Pengaruh jenis dan kekerasan karet peredam dengan menggunakan roda karet dan roda besi pada traktor C. M0: tanpa peredam, Ma78: karet alam shore A 78, Mb80: karet alam shore A 80, Ms80: karet sintetis shore A 80, H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. Sb-x, sb-y dan sb-z: Arah percepatan getaran masing-masing sumbu.
•
Roda besi Gambar 41b menunjukkan percepatan getaran pada traktor C dengan
menggunakan roda besi. Setelah pemasangan karet peredam, percepatan getaran yang paling rendah pada traktor C yaitu pada sumbu-y sebesar 0.267 m/det2 dengan ketebalan karet peredam H15 mm. Percepatan getaran pada tiga sumbu dengan menggunakan karet peredam Ma78 relatif lebih rendah bila dibanding dengan kekerasan karet peredam lain. Karakteristik karet ini memiliki kekerasan yang lebih lunak sehingga tidak menimbulkan percepatan getaran yang lebih tinggi pada sumbu ini. Hal yang sama juga terjadi penurunan getaran yang baik pada dua sumbu lainnya yaitu sumbu-x dan sumbu-z. Sedangkan untuk dua jenis dan kekerasan karet lainnya mempunyai nilai percepatan yang relatif sama antara ketiga karet peredam tersebut. Seperti terlihat pada Gambar 41b untuk karet peredam Mb80 nilai percepatan getaran yang terendah pada sumbu-y dengan nilai percepatan getaran 0.282 m/det2, tebal karet peredam H15 mm. Hal yang sama juga dapat dilihat pada karet peredam Ms80 yang mampu menurunkan percepatan sebesar 0.282 m/det2 pada sumbu-y. Nilai percepatan getaran sebelum pemasangan karet peredam pada sumbu-y sebesar 1.514 m/det2. Turunnya percepatan getaran pada sumbuy menunjukkan bahwa pemasangan karet peredam Ma78 pada traktor C saat menggunakan roda besi dapat diturunkan jauh lebih baik dibanding sebelum pemasangan karet peredam. Dari pembahasan menunjukkan bahwa pengunaan dua tipe roda pada traktor C erat hubungannya dengan kekerasan karet peredam. Dari (Gambar 41b) dapat dilihat, bahwa semakin keras karet peredam, maka semakin besar nilai percepatan getaran yang terjadi. Bila dilihat lebih jauh lagi adanya hubungan antara percepatan getaran pada sumbu dengan jenis dan kekerasan karet peredam. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan roda karet dengan kekerasan karet peredam Ma78, getaran minimum terjadi pada sumbu-x. Akan tetapi saat traktor menggunakan roda besi percepatan getaran yang minimum terjadi semua pada sumbu-y. Disamping hal tersebut, terlihat juga percepatan getaran sebelum pemakaian karet peredam saat menggunakan roda karet dan roda besi. Percepatan getaran pada sumbu-y lebih rendah dibanding dua sumbu lainnya. Dari uraian untuk ketiga unit traktor (Gambar 41) bahwa pemasangan karet peredam jenis alam dengan kekerasan Ma78 lebih mampu mereduksi
percepatan getaran bila dibanding karet jenis alam dengan kekerasan Mb80 dan karet sintetis dengan kekerasan Ms80 d. Analisis Pengaruh Jenis Karet Peredam Terhadap Getaran Melihat getaran yang terjadi pada tiga unit traktor terhadap pemasangan tiga jenis kekerasan karet, getaran yang paling rendah terjadi saat pemasangan karet peredam Ma78. Sedangkan pemasangan karet peredam dengan kekerasan Mb80 dan Ms80 percepatan getaran yang terjadi lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa karet peredam dengan kekerasan Ma78 lebih berpotensi untuk menurunkan getaran pada traktor roda dua di banding dengan karet Mb80 dan Ms80. Nilai percepatan getaran pada traktor A menggunakan roda karet mampu meredam getaran 0.132 m/det2 pada sumbu-z dan pada sumbu yang sama dengan roda besi mampu meredam 0.130 m/det2. Percepatan getaran yang rendah pada traktor B menggunakan roda karet pada sumbu-z = 0.280 m/det2, dengan roda besi pada sumbu-y sebesar 0.266 m/det2. Sedangkan pada tarktor C percepatan getaran yang rendah sebesar 0.228 m/det2 pada sumbu-x dan pada sumbu-y dengan menggunakan roda besi percepatan getaran 0.267 m/det2. Karet peredam jenis alam dengan kekerasan Ma78 relatif lebih mampu mereduksi percepatan getaran bila dibanding dengan karet jenis alam dengan kekerasan Mb80 dan karet jenis sintetis dengan kekerasan Ms80. Hal ini menunjukkan bahwa karet lunak dapat mereduksi getaran lebih baik dari pada karet yang lebih keras. Ini membuktikan seperti pendapat ilmuan bahwa (Black dan Adams 1981; Spotts 1985; Sularso dan Suga 1987). 4.4.4 Pengaruh Tebal Karet Peredam Terhadap Getaran Untuk melihat pengaruh ketebalan karet terhadap getaran, digunakan jenis karet yang sama serta merek traktor yang sama. Berdasarkan dua pembahasan
yang sudah dilakukan, bahwa kekerasan karet peredam Ma78
adalah karet yang mampu menurunkan getaran pada ketiga unit traktor. Dengan ini pembahasan akan ditinjau pada jenis dan kekerasan karet peredam Ma78. Pengaruh ketebalan karet peredam terhadap getaran untuk traktor A dan traktor B mengikuti pola percepatan getaran yang sama yaitu semakin tebal karet peredam, semakin turun percepatan getaran yang terjadi pada traktor. Sedangkan pada traktor C ketebalan karet peredam mempengaruhi tinggi atau
rendahnya percepatan getaran pada traktor. Dengan bertambah ketebalan karet peredam, maka percepatan getaran yang terjadi pada traktor C semakin besar. Berikut ini akan diuraikan pengaruh tebal karet peredam Ma78 untuk masingmasing traktor. a. Traktor A Pengaruh percepatan getaran pada traktor A, semakin tebal karet peredam yang dipasang maka percepatan getaran semakin rendah. Pada traktor yang menggunakan roda karet (Gambar 42a), setelah pemasangan karet peredam percepatan getaran yang rendah setelah memasang karet peredam ketebalan H25 mm. Sedangkan untuk traktor menggunakan roda besi percepatan getaran yang optimal terjadi pada sumbu-z dengan ketebalan karet peredam H20 mm (Gambar 42b). Pada Gambar 42a untuk tiga sumbu secara berturut-turut, persamaan pada sumbu x adalah y = 0.046x2 - 0.332x + 0.776 dengan R² = 0.994 , sumbu-y adalah y = 0.036x2 - 0.251x + 0.567 dengan R² = 0.995 dan persamaan pada sumbu-z adalah y = 0.041x2 - 0.284x + 0.611 dengan nilai R² = 0.997. Sedangkan traktor menggunakan roda besi menunjukkan pola yang sama dengan menggunakan roda karet. Secara berturut-turut percepatan getaran pada tiga sumbu traktor ini pada sumbu x adalah y = 0.056x2 - 0.378x + 0.809 dengan R² = 0.986, untuk sumbu-y adalah y = 0.087x2 - 0.558x + 0.990 dengan R² = 0.966 dan terakhir persamaan pada sumbu-z yaitu y = 0.091x2 - 0.573x + 0.991 dengan R² = 0.966. Kalau melihat dua persamaan untuk dua tipe roda menunjukkan tidak mungkin ketebalan karet peredam ditambah. Karena nilai persamaan percepatan getaran pada tiga sumbu mendekati nilai yang maksimal. Meskipun ketebalan karet peredam ditambah, akan memperbesar nilai percepatan getaran pada traktor A. Hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya yang bekerja pada karet akibat getaran. Sehingga ada kemungkinan dengan bertambahnya ketebalan karet peredam getaran akan turun semakin rendah pada salah satu sumbu, namun pada sumbu-y percepatan getaran akan menjadi besar karena pengaruh ayunan pada karet akibat berat enjin traktor dan akibat gaya tarik yang ditimbulkan oleh sabuk penerus daya.
Traktor A menggunakan roda karet Sb-x
Sb-y
Sb-z
sb-x
sb-y
sb-z
2
Percepatan getaran (m/det )
2.0 1.8 1.6
y = 0.046x2 - 0.332x + 0.776 R² = 0.994
1.4 1.2
y = 0.036x2 - 0.251x + 0.567 R² = 0.995
1.0
y = 0.041x2 - 0.284x + 0.611 R² = 0.997
0.8 0.6 0.4 0.2
0.494 0.286 0.200
0.354 0.371
0.201
0.0 H0
0.210 0.144 0.137
H15 H20 Tebal karet peredam (mm)
0.189 0.134 0.132 H25
a. Menggunakan roda karet
Traktor A menggunakan roda besi Sb-x
Sb-y
Sb-z
sb-x
sb-y
sb-z
2
Percepatan getaran (m/det )
2.0 1.8
y = 0.056x 2 - 0.378x + 0.809 R² = 0.986
1.6 1.4
y = 0.087x 2 - 0.558x + 0.990 R² = 0.966
1.2 1.0 0.8
y = 0.091x 2 - 0.573x + 0.991 R² = 0.966
0.6
0.493 0.533
0.4
0.522
0.2
0.258 0.182
0.168
0.0 H0
H15
0.200 0.141 0.130 H20
0.191 0.139 0.140 H25
Tebal karet peredam (mm)
b. Menggunakan roda besi
Gambar 42 Pengaruh tebal karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi traktor A. H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. Sb-x, sb-y dan sb-z: arah percepatan getaran masing-masing sumbu.
Persamaan Gambar 42 memperlihatkan bahwa karet peredam dengan ketebalan H25 dan H20 mm pada traktor A, relatif dapat mereduksi getaran. Menunjukkan bahwa karet ini lebih mampu meredam percepatan getaran karena sifat lunak (elastis) karet tersebut. Dengan adanya karet peredam yang dipasang pada traktor, telah mengurangi gesekan (friction) langsung akibat getaran yang ditimbulkan terhadap rangka traktor (Mabie dan Ocvirk 1977). b. Traktor B Pengaruh percepatan getaran pada traktor B, semakin tebal karet peredam yang dipasang maka percepatan getaran semakin rendah. Ketika menggunakan roda karet dan roda besi (Gambar 43), setelah pemasangan karet peredam percepatan getaran yang rendah terjadi pada pemasangan karet peredam dengan ketebalan yang sama yaitu H25 mm pada sumbu yang berbeda. Gambar 43a adalah percepatan getaran pada sumbu-z yang menggunakan roda karet sedangkangkan Gambar 43b percepatan getaran traktor pada sumbu-y saat menggunakan roda besi. Secara berturut-turut berdasarkan Gambar 43a untuk roda karet, persamaan percepatan getaran pada masing-masing sumbu sebagai berikut. Pada sumbu-x adalah y = 0.055x2 - 0.490x + 1.411 dengan R² = 0.999,sumbu- y adalah y = 0.028x2 - 0.295x + 1.032 dengan R² = 0.998 dan pada sumbu z adalah y = 0.005x2 - 0.174x + 0.875 dengan nilai R² = 0.973. Sedangkan pada saat traktor menggunakan roda besi menunjukkan pola yang sama dengan pengoperasian menggunakan roda karet. Secara berturut-turut percepatan getaran pada tiga sumbu yaitu sumbu-x adalah y = 0.127x2 - 0.936x + 2.004 dengan R² = 0.998, sumbu-y adalah y = 0.138x2 - 0.962x + 1.917 dengan R² = 0.992 dan terakhir persamaan pada sumbu-z yaitu y = 0.119x2 - 0.852x + 1.777 dengan R² = 0.999. Memperhatikan dua persamaan pada dua tipe roda untuk masing-masing sumbu menunjukkan bahwa tidak mungkin ketebalan karet peredam ditambah pada traktor B. Kecuali pada sumbu-z ada kemungkinan akan relatif turun lebih rendah lagi. Hal ini tidak akan terjadi pada dua sumbu lainnya. Karena dengan bertambah ketebalan karet peredam, ada kemungkinan percepatan getaran perlahan akan menjadi lebih besar oleh gaya ayun yang bekerja pada karet akibat getaran yang ditimbulkan oleh enjin dan berat traktor.
Traktor B menggunakan roda karet Sb-x
Sb-y
Sb-z
sb-x
sb-y
sb-z
Percepatan getaran (m/det2)
2.0 1.8 y = 0.055x 2 - 0.490x + 1.411 R² = 0.999
1.6 1.4 1.2
y = 0.028x 2 - 0.295x + 1.032 R² = 0.998
0.978
1.0 0.8 0.6 0.4
0.763 0.694
0.649 0.564 0.585
0.2
y = 0.005x 2 - 0.174x + 0.875 R² = 0.973
0.442 0.397
0.313
0.366
0.280
0.0 H0
0.334
H15 H20 Tebal karet peredam (mm)
H25
a. Menggunakan roda karet
Traktor B menggunakan roda besi Sb-x
Sb-y
Sb-z
sb-x
sb-y
sb-z
2.0
Percepatan getaran (m/det2)
1.8 y = 0.127x 2 - 0.936x + 2.004 R² = 0.998
1.6 1.4
1.203
1.2 1.0 0.8
y = 0.138x 2 - 0.962x + 1.917 R² = 0.992
1.106 1.048
0.6
0.622 0.506
0.4
0.539
0.2
y = 0.119x 2 - 0.852x + 1.777 R² = 0.999
0.366 0.313
0.296
0.304
0.266 0.272
0.0 H0
H15 H20 Tebal karet peredam (mm)
H25
b. Menggunakan roda besi Gambar 43 Pengaruh tebal karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi traktor B. H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. Sb-x, sb-y dan sb-z: arah percepatan getaran masing-masing sumbu.
c. Traktor C Pengaruh percepatan getaran pada traktor C tidak sama pola percepatan getaran seperti dua traktor yang telah dibahas sebelumnya. Percepatan getaran yang terjadi pada traktor C, semakin tebal karet peredam yang dipasang maka percepatan getaran semakin tinggi. Dengan demikian karet peredam yang optimal untuk untuk dua tipe roda traktor C adalah karet dengan ketebalan H15 mm. Gambar 44 adalah traktor yang menggunakan roda karet dan roda besi. Setelah pemasangan karet peredam percepatan getaran turun. Percepatan getaran lebih rendah pada sumbu-x saat menggunakan roda karet dan pada sumbu-y dengan menggunakan roda besi (Gambar 44a dan Gambar 44b). Nilai percepatan pada tiga sumbu terhadap ketebalan karet peredam menunjukkan nilai yang relatif sama. Pada Gambar 44a untuk ketiga sumbu secara berturut-turut, persamaan pada masing-masing sumbu sebagai berikut. Sumbu-x adalah y = 0.382x2 - 2.249x + 3.461 dengan R² = 0.883, sumbu-y adalah y = 0.336x2 - 1.978x + 3.067 dengan R² = 0.887 dan pada sumbu z adalah y = 0.412x2 - 2.412x + 3.760 dengan nilai R² = 0.878. Sedangkan pada saat traktor menggunakan roda besi menunjukkan pola yang hampir sama ketika traktor menggunakan roda karet. Secara berturut-turut percepatan getaran pada tiga sumbu adalah sebagai berikut, untuk sumbu-x adalah y = 0.349x2 - 2.162x + 3.452 dengan R² = 0.927, sumbu-y adalah y = 0.313x2 - 1.924x + 3.059 dengan R² = 0.923 dan terakhir persamaan pada sumbu-z yaitu y = 0.350x2 - 2.141x + 3.471 dengan R² = 0.920. Pada Gambar 44a saat traktor menggunakan roda karet, ada dua sumbu yang nilai percepatannya sama yaitu sumbu-x=228 m/det2 dan sumbu-y=228 m/det2. Dengan memperhatikan hasil dua persamaan antara dua sumbu pada penggunaan roda yang sama, maka ketebalan karet peredam pada sumbu-x lebih baik dari persamaan pada sumbu-y. Pada sumbu-y nilai R² = 0.887 sedangkan pada sumbu-x R² = 0.883. Dari dua Gambar ketika traktor menggunakan roda karet dan roda besi, bahwa ketebalan karet peredam pada traktor C tidak mungkin ditambah dari ketebalan H15 mm. Karena persamaan nilai percepatan getaran pada tiga sumbu mendekati nilai yang maksimal untuk menurunkan percepatan getaran. Apabila ketebalan karet peredam ditambah, maka akan berpengaruh pada
tingginya nilai percepatan getaran pada traktor C. Hal ini disebabkan pengaruh energi getaran yang bersumber dari enjin terhadap karet peredam.
Traktor C menggunakan roda karet Sb-x
Sb-y
Sb-z
sb-x
sb-y
sb-z
Percepatan getaran (m/det2)
2.0 1.8 1.6
1.855
y = 0.382x 2 - 2.249x + 3.461 R² = 0.883
1.681
y = 0.336x 2 - 1.978x + 3.067 R² = 0.887
1.4 1.2
1.500
y = 0.412x 2 - 2.412x + 3.760 R² = 0.878
1.0 0.8
0.228
0.2
0.487 0.381
0.412 0.228
0.4
0.616
0.519
0.302
0.6
0.453
0.0 H0
H15
H20
H25
Tebal karet peredam (mm)
a. Menggunakan roda karet
Traktor C menggunakan roda besi
Percepatan getaran (m/det2)
Sb-x
Sb-y
Sb-z
sb-x
sb-y
sb-z
2.0 1.8 1.6 1.4 1.2
y = 0.349x 2 - 2.162x + 3.452 R² = 0.927
1.712 1.753
y = 0.313x 2 - 1.924x + 3.059 R² = 0.923
1.514
y = 0.350x 2 - 2.141x + 3.471 R² = 0.920
1.0 0.8
0.369
0.6 0.4
0.307
0.2
0.267
0.420 0.329
0.302
0.438 0.322
0.308
0.0 H0
H15
H20
H25
Tebal karet peredam (mm)
b. Menggunakan roda besi Gambar 44 Pengaruh tebal karet peredam menggunakan roda karet dan roda besi traktor C. H0: tanpa peredam, H15: ketebalan 15 mm, H20: ketebalan 20 mm dan H25: ketebalan 25 mm. Sb-x, sb-y dan sb-z: arah percepatan getaran masing-masing sumbu.
Pengaruh tiga unit traktor terhadap ketebalan karet peredam (Gambar 44a dan Gambar 44b), ketebalan optimum karet peredam tidak mungkin ditambah ataupun dikurangi. Karena akan berpengaruh pada tiga sumbu percepatan getaran. Seandainya pada sumbu-z ditambah ketebalan, maka karet terhadap sumbu-y akan terjadi puntiran oleh gaya sabuk penerus daya dan juga akan berpengaruh terjadinya gaya ayun akibat berat enjin traktor. Sementara pada sumbu-x mungkin saja akan bisa diprediksi hal yang sama seperti pada sumbu-y. Sedangkan apabila dikurangi ketebalannya, maka akan terjadi sebaliknya atau sebanding dengan apa yang terjadi akibat penambahan ketebalan karet peredam. Persamaan Gambar 44 memperlihatkan diantara tiga ketebalan karet yang optimal dan lebih mampu mereduksi percepatan getaran adalah karet peredam dengan ketebalan H15 mm. d. Analisis ketebalan karet peredam Pada umumnya pola percepatan getaran pada traktor A dan traktor B menunjukkan pola yang sama terhadap tebal karet peredam. Semakin tebal karet peredam getaran yang terjadi semakin rendah kecuali traktor C. Pada traktor C yang menunjukkan penambahan ketebalan karet akan meningkatkan percepatan getaran pada traktor. Pengaruh dari ketebalan karet peredam terhadap getaran dapat dilihat dari persamaan. • Tebal karet peredam traktor A adalah H25 mm dengan roda karet, persamaan pada sumbu-z adalah y = 0.041x2 - 0.284x + 0.611 dengan nilai R² = 0.997, sedangkan untuk roda besi pada sumbu yang sama dengan ketebalan karet peredam H20 mm persamaannya adalah y = 0.091x2 - 0.573x + 0.991 dengan R² = 0.966. • Tebal karet peredam traktor B adalah H25 mm menggunakan roda karet, persamaannya adalah y = 0.005x2 - 0.174x + 0.875 dengan nilai R² = 0.973
sedangkan
dengan
roda
besi
tebal
karet
yang
sama,
persamaannya adalah y = 0.138x2 - 0.962x + 1.917 dengan R² = 0.992. • Tebal karet peredam traktor C untuk dua tipe roda adalah H15 mm. Persamaan pada sumbu-x dengan roda karet adalah y = 0.382x2 - 2.249x + 3.461 dengan R² = 0.883, dan persamaan pada sumbu-y menggunakan roda besi adalah y = 0.313x2 - 1.924x + 3.059 dengan R² = 0.923.
Karet ketebalan lebih besar dari H15 mm lebih mampu mereduksi percepatan getaran untuk traktor A dan traktor B. Sedangkan untuk traktor C ketebalan yang mampu mereduksi percepatan getaran adalah karet dengan ketebalan lebih kecil dari H20 mm.
4.5 Analisis Ergonomika Alat vibrationmeter tipe VM-61 yang digunakan memiliki keterbatasan dalam pengukuran getaran karena alat ini tidak dapat mengukur besarnya frekuensi yang ditimbulkan pada stang traktor roda dua sehingga frekuensi pada pegangan tangan operator tidak diketahui. Frekuensi yang terjadi pada enjin tentu tidak sama dengan frekuensi pada stang kemudi karena percepatan getaran pada stang kemudi mengalami perubahan yang diakibatkan pengaruh material dan pengaruh panjangnya lintasan yang dilalui getaran menuju stang kemudi. Hal ini juga diakibatkan adanya perambatan getaran dari enjin ke bagian komponen traktor roda dua. Putaran enjin penggerak yang digunakan sebesar 1600 rpm atau 26.6 Hz yaitu aplikasi yang ditinjau untuk semua jenis dan ketebalan karet peredam. Dipilih putaran 1600 rpm mengingat untuk memudahkan menentukan suatu tinjauan pengaruh percepatan getaran pada karet peredam. Penggunaan traktor roda dua diharapkan tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan bagi operator. Setelah mengoperasikan salah satu diantara tiga unit traktor operator mengalami keluhan seperti pegal-pegal terutama pada tangan dan bahu, khususnya pada operator yang belum terbiasa menggunakan traktor roda dua. Getaran dengan nilai tertentu dalam jangka waktu yang melampaui batas yang diizinkan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Dengan demikian perlu diketahui batas waktu pemakaian traktor roda dua yang aman berdasarkan pemakaian karet peredam yang paling cocok untuk traktor tersebut. Hasil percepatan getaran yang diperoleh dari pengukuran dan hasil aplikasi pada putaran 1600 rpm. Hasil dari aplikasi dikali dengan faktor keamanan (Standar ISO DIS 2631) menghasilkan nilai untuk roda karet dan untuk roda besi. Nilai yang dihasilkan adalah nilai percepatan getaran yang terjadi pada stang kemudi., seperti pada Tabel 17 untuk roda karet dan Tabel 18 untuk roda besi, pada masing-masing traktor.
Tabel 17 Percepatan getaran menggunakan roda karet untuk mengetahui lama waktu pemakaian yang aman
No
Merek traktor
1 2 3
Merek A Merek B Merek C
Percepatan getaran pada arah Sumbu-x Sumbu-y Sumbu-z (m/det2) (m/det2) (m/det2) 0.378 0.268 0.264 0.668 0.626 0.560 0.456 0.456 0.604
Jenis peredam (shore A)
Tebal (mm)
Ma78 Ma78 Ma78
H25 H25 H15
Tabel 18 Percepatan getaran menggunakan roda besi untuk mengetahui lama waktu pemakaian yang aman No
Merek traktor
1 2 3
Merek A Merek B Merek C
Percepatan getaran pada arah Sumbu-x Sumbu-y Sumbu-z (m/det2) (m/det2) (m/det2) 0.400 0.282 0.260 0.592 0.532 0.544 0.614 0.534 0.738
Jenis peredam (shore A)
Tebal (mm)
Ma78 Ma78 Ma78
H20 H25 H15
Data percepatan getaran pada Tabel 16 dan Tabel 17 diatas menunjukkan nilai getaran lebih rendah dari 3.15 m/det2. Dengan nilai ini belum diketahui lama waktu bekerja yang aman untuk kesehatan operator. Hasil dari percepatan pada Tabel 17 dan Tabel 18 diplotkan pada grafik hubungan percepatan dan frekuensi yang gunanya untuk mengetahui batas pemakaian traktor roda dua yang aman. (Lampiran 5 sampai Lampiran 10). Putaran enjin penggerak tiga unit traktor ditinjau pada putaran 1600 rpm. Pada putaran ini menimbulkan frekuensi 26,6 Hz. Dengan demikian dalam pembahasan berikut akan ditinjau pengaruh ketebalan karet peredam Ma78 yang dapat menurunkan percepatan getaran yang aman bagi operator untuk masingmasing traktor.
4.5.1 Traktor A Percepatan getaran yang rendah pada saat pengoperasian traktor menggunakan roda karet (Lampiran 5) dan roda besi (Lampiran 6) terjadi pada sumbu-z. Percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-x 0,378 m/det2, sumbu-y 0,268 m/det2 dan sumbu-z 0,264 m/det2. Sedangkan dengan menggunakan roda besi percepatan getaran yang terjadi yaitu sumbu-x 0,400 m/det2, sumbu-y 0,282 m/det2 dan pada sumbu-z 0,260 m/det2.
Getaran yang merambat pada traktor terjadi dalam bentuk gaya yang menyebar ke berbagai arah maupun dalam bentuk momen gaya. Kedua bentuk tersebut dipengaruhi dari bentuk struktur rangka yang saling berhubungan. Getaran yang ditransmisikan dari enjin dalam bentuk gaya juga pengaruh dari panjang stang kemudi, sehingga terjadi defleksi dinamis sepanjang tangkai stang kemudi. Dari nilai percepatan getaran yang terjadi pada tiga titik sumbu menunjukkan pada sumbu-z dengan pengoperasian menggunakan roda besi getaran lebih rendah dibanding pengoperasian dengan menggunakan roda karet. Rendahnya percepatan getaran menggunakan roda besi karena pada traktor tidak ada getaran material yang sama. Sedangkan pada penggunaan roda karet, terjadinya resonansi dua nilai getaran redaman yang berlainan arah dan berlainan posisi. Sehingga percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-z menggunakan roda karet lebih besar. Pada pengoperasian memakai karet peredam jenis alam dengan ketebalan H25 mm,
karet ini dapat mereduksi getaran sebesar 59 % pada
sumbu-z dengan menggunakan roda karet. Sedangkan saat menggunakan roda besi karet peredam jenis ini dapat direduksi percepatan getaran dengan ketebalan karet peredam H20 mm pada sumbu-z sebesar 75,1 %. Melihat dari percepatan getaran yang terjadi pada traktor A ketika memakai karet peredam dengan jenis yang sama. Nilai percepatan getaran ini setelah diplotkan pada grafik Lampiran 5 dan Lampiran 6, percepatan getaran pada traktor A menunjukkan nilai yang aman pada tiga titik sumbu. Hal ini berdasarkan rekomendasi oleh BSI (1987a) dan ISO (1997) yaitu 3.15 m/det2. Dengan demikian traktor roda dua ini dapat dioperasikan selama 8 jam atau lebih dalam sehari dengan memakai karet peredam ketebalan H20 mm pada saat menggunakan roda besi.
4.5.2 Traktor B Percepatan getaran pada traktor B dengan menggunakan roda karet pada sumbu-x 0,668 m/det2, sumbu-y 0,626 m/det2 dan pada sumbu-z 0,560 m/det2. Pada penggunaan roda besi percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-x 0,598 m/det2, sumbu-y 0,532 m/det2, dan pada sumbu-z 0,544 m/det2. Percepatan getaran yang terjadi dengan menggunakan roda karet adalah dengan memakai karet peredam ketebalan H25 mm, karet ini dapat mereduksi
getaran sebesar 59,7 % pada sumbu-z. Pada sumbu yang berbeda dengan ketebalan karet peredam yang sama yaitu saat menggunakan roda besi, ketebalan karet peredam yang dipakai H25 mm. Ketebalan karet ini dapat mereduksi percepatan getaran sebesar 75,9 % yaitu pada sumbu-y. Nilai percepatan getaran yang terjadi pada tiga titik sumbu dengan masing-masing roda diplotkan pada grafik seperti pada Lampiran 7 dengan menggunakan roda karet dan Lampiran 8 dengan menggunakan roda besi. Parcepatan getaran untuk traktor B menunjukkan batas aman untuk operator mengoperasikan traktor sesuai dengan yang rekomendasi oleh BSI (1987a) dan ISO (1997) yaitu 3.15 m/det2. Dengan demikian traktor roda dua ini dapat dioperasikan selama 8 jam atau lebih dalam sehari operasional.
4.5.3 Traktor C Pada traktor C dengan menggunakan roda karet terjadi percepatan getaran pada sumbu-x 0,456 m/det2, sumbu-y 0,456 m/det2 dan pada sumbu-z 0,604 m/det2. Pada saat menggunakan roda besi percepatan getaran yang terjadi untuk sumbu-x 0,614 m/det2, sumbu-y 0,534 m/det2 dan pada sumbu-z sebesar 0,738 m/det2. Percepatan getaran yang terjadi menggunakan roda karet dengan ketebalan karet peredam H15 mm, karet ini dapat mereduksi getaran sebesar 86,4 % pada sumbu-x. Sedangkan pada saat menggunakan roda besi dengan ketebalan karet peredam yang dipakai H15 mm. Karet ini mampu mereduksi percepatan getaran sebesar 82,4 % yaitu pada sumbu-y. Nilai percepatan getaran yang terjadi pada tiga titik sumbu dengan masing-masing roda diplotkan pada grafik seperti pada Lampiran 9 dengan menggunakan roda karet dan Lampiran 10 dengan menggunakan roda besi. Setelah diplotkan pada grafik, percepatan getaran yang terjadi pada traktor C menunjukkan batas aman sesuai dengan yang rekomendasi oleh BSI (1987a) dan ISO (1997) dan tidak melebihi yaitu 3.15 m/det2. Dengan demikian traktor roda dua merek C dapat dioperasikan selama 8 jam atau lebih dalam sehari dengan memakai karet peredam jenis alam Ma78 yang memiliki ketebalan H15 mm.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Model dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST), dapat digunakan untuk pendugaan getaran pada traktor roda dua dengan cara memasang karet peredam jenis Ma78 shore A, Mb80 shore A dan karet sintetis jenis Ms80 shore A pada posisi dan tempat yang sama. 2. Pemasangan tiga tingkat kekerasan karet peredam dan tiga ukuran ketebalan untuk dua tipe roda, jenis yang paling cocok mereduksi getaran pada tiga unit traktor roda dua adalah jenis karet yang lebih lunak (soft) yaitu karet alam Ma78 Shore A. 3. Aplikasi pemakaian yang nyaman dan aman ditinjau pada putaran 1600 rpm atau pada frekuensi 26.6 Hz terhadap ketebalan dan jenis karet berdasarkan standar yang di izinkan. Untuk traktor A lebih cocok memakai ketebalan karet peredam H20 mm saat mengoperasikan traktor menggunakan roda besi. Percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-z
tarktor A sebesar 0,260
2
m/det . Untuk traktor B dengan ketebalan H25 mm saat mengoperasikan menggunakan roda besi. Percepatan getaran yang terjadi pada sumbu-y sebesar 0,532 m/det2. Sedangkan untuk traktor C lebih cocok memakai ketebalan karet H15 mm pada saat pengoperasian traktor dengan menggunakan roda karet. Percepatan getaran pada sumbu-y sebesar 0.456 m/det2. Percepatan getaran yang terjadi untuk semua karet tidak melebihi dari standar yang diizinkan oleh BSI (1987a) dan ISO (1997) yaitu dengan nilai 3.15 m/det2. Saran Pemodelan dengan Jaringan Syaraf Tiruan ini dapat dilakukan untuk traktor lain dengan jenis karet peredam shore A yang sama dalam kondisi operasi di lahan.
DAFTAR PUSTAKA http://www.acc.co.nz/injury-prevention (2005) http://www.acc.co.nz/injury-prevention/ruralsafe/machinery/tractor-safety (2005) http://www.acc.co.nz/injury-prevention/ruralsafe/machinery/vibration (2005) http://www.tekes.fi/english/publications (2006) Anonymous. Rion Instruction Manual Portable Vibration Meter. Model VM-61. Rion Co., Ltd., Tokyo, Japan. Anonymous. 2006. Annual Book of ASTM Standards., section nine rubber, ASTM International. Akbar,ARM., Herodian S. 2004. Model of Relation of Height dan Width of Hand Tractor Steer on The Work Load in Primary Tillage of Paddy Field. dalam International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Work Operation. Proceeding of International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Work Operation; Bogor, 25-26 Agustus 2004. Bogor Creata-IPB. 10p. Akbar,ARM. 2005. Pengembangan Model Produktivitas Kerja Menggunakan Faktor Ergonomi Pada Pengolahan Tanah Pertama Areal Padi Sawah [desertasi]. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Arham Z, 2003. Evaluasi Mutu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Dengan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Black, V.H. and O.E. Adams, Jr. 1981. Machine Design,3rd ed. McGraw-Hill, Inc., Singapura, Singapura. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Survey Pertanian, Alat Pertanian Menurut Propinsi dan Kabupaten di Indonesia. Jakarta : BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Indonesia. Jakarta : BPS. BSI, 1987a, Measurement and Evaluation of Human Exposure to Whole-Body Mechanical Vibration and Repeated Shock, BS 6841, British standards Institution, London. Callimachos A.G. 1987. Role of Ergonomics in Devolopment. dalam Ergonomics in Devoloping Countries An International Symposium. Proceeding of the International Symposium in Devoloping Countries ; Jakarta, 18-21 Nopember 1985. Geneva International Labour Office Geneva. hlm 60-64.
Daywin, F.J., M. Djojomartono., R.G.Sitompul. 1991. Motor Bakar Internal dan Tenaga di Bidang Pertanian. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Indonesia. [Deptan] Departemen Pertanian, Pusat Data dan Informasi. 2003 Statistik Pertanian (Agricultural Statistics). Jakarta : Deptan. Griffin M.J, 2006. Vibration and Motion dalam Salvendy, G (editor). Hand Book of Human Factors and Ergonomics. John Wiley and Sons, Inc. 590-608. Hardjosentono, M. 1978. Mesin-Mesin Pertanian. C.V. Yasaguna. Jakarta. Heryanto, H. 1988. Getaran kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Vol.XI, no.4 (Oktober 1988-Maret 1989); pp. 38. ISO,1997. Mechanical Vibration and shock: Evaluation of Human Exposure to Whole-Body Vibration. Part 1: General requirements, ISO 2361-1, International Organization for Standardization, Geneva. Istigno. 1971. Keselamatan kerdja terhadap suara dan vibrasi. Madjalah Hygiene Perusahaan, Kesehatan-Keselamatan Kerdja dan Djaminan Sosial. Vol. IV, no.3 (Djuli-September 1971); pp. 42. James, M. L., G. M. Smith, J. C. Wolford, and P. W. Whaley. 1994 Second Edition. Harper Collins College Publisher, New York, NY, USA. Kastaman, R. Herodian S.1999. Pengembangan Metodelogi Rekayasa nilai (Value Engineering) Kasus Pemilihan dan Evaluasi Rancangan Traktor Tangan [disertasi]. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Mabie, H.H. and F.W. Ocvirk. 1977. Mechanisms and Dynamics of Machinery. 3rd ed. John Willey and Sons, Inc., New York, N.Y., USA. Mc Cormick, E.J. and M.S. Sanders. 1982. Human Factor in Engineering and design. 5th ed. McGraw-Hill Book Company, New York, N.Y., USA. Morgan, K. 1989. Penerapan Asas Ergonomi pada Desain Alsin untuk Efisiensi, Kenyamanan dan Keselamatan Kerja. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Indonesia. Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember., Guna Widya. Surabaya. Patterson, D.W., 1996. Artificial Neural Network Theory and Aplications. Prentice Hall. Singapore. Purcell, W.F.H. 1980. The Human Factor in Farm and Industrial Equipment Design. ASAE. St. Joseph, MI., USA Purnomo, M.H dan Kurniawan, A. 2006. Supervised Neural Networks dan Aplikasinya. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Riyadina W. 2002. Dampak Meja Kursi Sekolah Yang Tidak Ergonomi Terhadap Kesehatan Anak Sekolah Dasar. 6th. http://www.go.id/publikasi/buletin/ segjas/Edisi13./DampakMeja.ht.12/1/2002. [28 Juli 2003]. Sakai, J.,Sitompul, R.J., Sembiring E.N., Setiawan, R.P.A., Suastawa I.N., Mandang T., 1998. Buku Pegangan Insinyur Teknik Pertanian. Traktor 2Roda. Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sankar, T.S. and R.B. Bhat. 1986. Vibration and Control of Vibration. Standard Hand book of Machine Design. McGraw-Hill. New York,N.Y., USA Sembiring, E. N., I. N. Suastawa dan Desrial. 1990. Sumber Tenaga Tarik di Bidang Pertanian. JICA-DGHE/IPB: JTA-9a (132). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sharma, A.P. and M.L. Jain. 1984. Tokyo. Vibration control in agricultural machinery. AMA. Vol.15, no.4 (Autumn, 1984); pp. 47. Spotts, M.F.1985. Design of Machine Elements. 6th ed.Prentice-Hall, Inc., New Delhi, India. Sularso, Kiyokatsu Suga, 1987, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Suma'mur, P.K. 1987. Ergonomics in developing countries. Ergonomics in Developing Countries An International Symposium. ILO-Geneva. Jakarta, Indonesia, 18-21 Nov. 1985. Taylor, W. and A.J. Brammer (editors). 1982. Vibration effects on the hand and arm in industry: an introduction and review. Vibration Effects on Hand and Arm in Industry. John Wiley and Sons, New York, N.Y., USA. Yang CC, Lacroix R, Prasher SO. 1998. The Use of Back-Propagation Neural Network for The Simulation and Analyses of Time Series Data in Subsurface Drainage System. Transuctions of the ASAE. 41(4) : 11811187. Zander, J. 1972. Ergonomics in Machine Design (a Case Study of the Self Propelled Combine Harvester). H. Veenman and Zonen N.V., Wageningen, The Netherlands.
Lampiran 1 Tampilan program Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan pemodelan peredam getaran dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan
Lampiran 2 Foto copy Sertifikat hasil pengujian karet Ma78
Lampiran 3 Foto copy Sertifikat hasil pengujian karet Mb80
Lampiran 4 Foto copy Sertifikat hasil pengujian karet Ms80
Lampiran 5 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua A, roda karet
a. Percepatan yang terjadi searah sumbu-x
b. Percepatan yang terjadi searah sumbu-y
c. Percepatan yang terjadi searah sumbu-z
Lampiran 6 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua A, roda besi
a. Percepatan yang terjadi searah sumbu-x
b. Percepatan yang terjadi searah sumbu-y
c. Percepatan yang terjadi searah sumbu-z
Lampiran 7 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua B, roda karet
a. Percepatan yang terjadi searah sumbu-x
b. Percepatan yang terjadi searah sumbu-y
c. Percepatan yang terjadi searah sumbu-z
Lampiran 8 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua B, roda besi
a. Percepatan yang terjadi searah sumbu-x
b. Percepatan yang terjadi searah sumbu-y
c. Percepatan yang terjadi searah sumbu-z
Lampiran 9 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua C, roda karet
a. Percepatan yang terjadi searah sumbu-x
b. Percepatan yang terjadi searah sumbu-y
c. Percepatan yang terjadi searah sumbu-z
Lampiran 10 Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi 26,6 Hz untuk mengetahui batas aman pengguna traktor roda dua C, roda besi
a. Percepatan yang terjadi searah sumbu-x
b. Percepatan yang terjadi searah sumbu-y
c. Percepatan yang terjadi searah sumbu-z