PEMBUATAN PAKAN TERAPUNG TERFERMENTASI Saccharomyces cerevisiae MELALUI PROSES NON-EKSTRUSI
ASRI LINDASARI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Pakan Terapung Terfermentasi Saccharomyces cerevisiae Melalui Proses Non-ekstrusi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017
Asri Lindasari NIM D24120011
ABSTRAK ASRI LINDASARI. Pembuatan Pakan Terapung Terfermentasi Saccharomyces cerevisiae Melalui Proses Non-ekstrusi. Dibimbing oleh YULI RETNANI dan SURYAHADI. Penelitian ini bertujuan untuk membuat pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevsiae melalui proses non-ekstrusi untuk menghasilkan pakan terapung berdasarkan densitas, daya apung, daya larut, tingkat kekerasan dan pellet durability index. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan empat kali ulangan. Perlakuan terdiri dari P1: pakan terfermentasi dengan pengeringan udara, P2: pakan terfermentasi dengan pengeringan oven 60oC dan P3: pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying. Data dianalisa menggunakan ANOVA. Parameter yang diamati terdiri dari densitas, daya apung, daya larut, tingkat kekerasan dan durability index. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p <0.05) terhadap densitas pakan, daya apung, daya larut dan tingkat kekerasan. Perlakuan paling baik adalah perlakuan pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying dengan densitas yang rendah, daya apung hampir 6 jam dan memiliki daya larut, tingkat kekerasan dan durability index yang baik. Kata
kunci:
fermentasi, kualitas fisik, Saccharomycess cerevisiae
pakan
terapung,
pengeringan,
ABSTRACT ASRI LINDASARI. Making The Floating Feed Fermented Saccharomyces cerevisiae by Non-extrusion Process. Supervised by YULI RETNANI and SURYAHADI. This study aimed to make a floating feed fermented Saccharomyces cerevisiae through non-extrusion process to a floating feed based on density, floating ability, solubility, hardness, and pellet durability index. This research was designed by a Completely Randomized Design with three treatments and four replication. The treatments were P1: feed fermented, P2: fermented feed with a drying oven 60oC, P3: fermented feed draining by deep frying. The data were analyzed using ANOVA. The parameters observed were density, floating ability, solubility, hardness, and pellet durability index. The result showed that the treatments were significally effected (p <0.05) on feed's density, floating ability, water stability and hardness. The best treatment was the treatment of fermentation by draining deep frying with low density, approximately 6 hours of floating ability, and has the best solubility, hardness and durability index. Keywords: drying, fermentation, floating feed, physical quality, Saccharomycess cerevisiae
PEMBUATAN PAKAN TERAPUNG TERFERMENTASI Saccharomyces cerevisiae MELALUI PROSES NON-EKSTRUSI
ASRI LINDASARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 ASRI LINDASARI
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 sampai September 2016 ini ialah Pembuatan Pakan Terapung Terfermentasi Saccharomyces cerevisiae Melalui Proses Non-Ekstrusi. Penelitian ini terlaksana dibawah bimbingan Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc dan Dr Ir Suryahadi DEA. Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk membuat pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae melalui proses non-ekstrusi dengan pengeringan udara, pengeringan oven 60oC dan pengeringan deep frying. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saputra pada tahun 2016. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting penunjang usaha peternakan. Pembuatan pakan terapung pada penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pakan yang mudah dibuat, murah, dan berkualitas serta dapat bermanfaat bagi para peternak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Bogor, Mei 2017 Asri Lindasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Prosedur
3
Rancangan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Densitas Pakan
9
Daya Apung Pakan
9
Daya Larut Pakan
10
Tingkat Kekerasan Pakan
11
Durability Index
11
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Komposisi bahan baku dan kandungan nutrien pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae 4 Hasil proksimat pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae 8 Kualitas fisik pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae 9
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Hasil ANOVA terhadap densitas pakan Hasil ANOVA terhadap daya apung Hasil ANOVA terhadap daya larut Hasil ANOVA terhadap tingkat kekerasan Hasil ANOVA terhadap durability index Hasil uji Duncan terhadap densitas pakan Hasil uji Duncan terhadap daya apung pakan Hasil uji Duncan terhadap daya apung pakan Hasil uji Duncan terhadap tingkat kekerasan pakan Hasil Uji proksimat pakan Syarat mutu pakan ikan lele Estimasi harga pakan terapung
15 15 15 15 15 15 15 16 16 16 16 16
PENDAHULUAN Pakan merupakan bahan makanan yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan berfungsi sebagai pembangun dan pemelihara tubuh, sumber energi, produksi, dan pengatur prosesproses dalam tubuh. Pakan ternak menurut bentuknya terdiri atas pakan berbentuk tepung (mash), pelet (silinder), butiran atau granula atau pecahan (crumble) dan wafer pakan (Retnani 2014). Berdasarkan densitasnya pakan terdiri dari dua jenis yaitu pakan tenggelam (sinking feed) dan pakan terapung (floating feed). Jenis pakan tenggelam, seketika langsung tenggelam menuju ke dasar kolam karena pakan dibuat berat dengan membuat kadar air tinggi (20%), sedangkan jenis pakan dapat mengapung di air sampai 15 menit atau beberapa jam dan setelah pengembangan mencapai titik jenuh air yang mampu diserap, baru pakan akan tenggelam karena pakan dibuat ringan dengan membuat kadar air rendah (10%15%) (Kusnadi 2014). Jenis-jenis pakan tersebut merupakan pakan yang dibuat oleh pabrik atau industri pakan yang sudah menggunakan teknologi dan mesin-mesin canggih dalam pembuatan pakannya terutama dalam pembuatan pakan terapung yang saat ini banyak diminati oleh para peternak budidaya ikan. Harga pakan terapung produksi pabrik masih relatif mahal berkisar Rp 1000-13000 dengan nilai densitas sekitar 0.42 g ml-1 (Romadhon et al. 2013) karena pada proses pembuatannya menggunakan ekstruder yang memerlukan dana investasi cukup mahal sedangkan pakan merupakan komponen tertinggi dalam pembiayaan mencapai 60%-70% dari komponen biaya produksi (Emma 2006) dan menurut Suprayudi (2010) pakan menyumbang sekitar 40%-85% dalam komponen biaya produksi. Ekstruder merupakan alat yang digunakan untuk proses ekstrusi yaitu suatu proses yang mengkombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan, dan pembentukan dengan menggunakan tekanan dan suhu (Oktavia 2007). Alternatif pemecahan yang dapat diupayakan adalah dengan membuat pakan buatan sendiri melalui teknik sederhana yang dapat menghasilkan pakan terapung tanpa harus menggunakan mesin ekstruder. Pakan yang baik mengandung nilai nutrisi dan sifat fisik yang baik karena pakan yang berkualitas akan mendukung tercapainya tujuan produksi yang optimal. Teknik pembuatan pakan terapung yang mulai dikembangkan saat ini adalah dengan pemanfaatan hasil metabolisme mikroba atau lebih dikenal dengan istilah fermentasi (Mulia dan Maryanto 2014). Menurut Lestari (2001) bahan baku dapat menjadi produk yang bernilai tinggi setelah melalui aplikasi metabolisme mikroba berupa fermentasi. Penggunaan khamir Saccharomyces cerevisiae pada penelitian ini didasarkan atas cara kerjanya yang dapat memecah gula menjadi CO2 dan alkohol. Selama fermentasi terjadi proses perombakan serat kasar selullosa oleh bakteri asam laktat (BAL) yang akan menguraikan ikatan rangkap atau kompleks menjadi ikatan sederhana atau terbuka sehingga benda padat akan mengembang dengan tekstur menjadi mudah rapuh, sebab ikatan serat kasarnya telah terurai atau terputuskan dan dalam struktur benda padat bahan yang terfermentasi terbentuk ruang kosong yang di tempati oleh udara (Curti et al. 2014). Fermentasi menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae dapat dicoba untuk menggantikan proses pengolahan pakan terapung yang menggunakan mesin ekstruder karena
2 sistem kerja dan prinsip teknologi tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah target, seandainya bahan seperti ini di jadikan pakan terapung maka kemungkinan untuk mengapung semakin besar, tetapi tentu masih perlu dengan perlakuan lainnya lagi. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilanjutkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saputra (2016). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pakan terapung dengan perlakuan fermentasi dan deep frying memiliki densitas 0.92 g ml-1 dan daya apung 8 jam. Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan yang berbeda terhadap pakan untuk mendapatkan hasil yang optimal terhadap sifat fisik dan kandungan nutrien pakan. Pakan terapung yang dibuat dibentuk butiran dan dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan oven 60oC selama 10 jam dan pengeringan deep frying selama 10-15 detik. Pengeringan ini dilakukan untuk menurunkan kadar air pakan dan mengurangi tingkat kerapuhan pakan agar mudah dalam proses penanganan dan penyimpanan. Menurut Putra (2015) pengeringan 60oC dengan lama waktu pengeringan 9 jam mampu menghasilkan kadar air sebesar 12.56%. Pengeringan dengan suhu 60°C dapat membantu dalam proses gelatinisasi. Meningkatnya suhu hingga menuju suhu gelatinisasi menyebabkan menurunnya kandungan amilosa dengan amilopektin yang tetap sebagai pengikat menjadi optimal sehingga pakan menjadi semakin tidak rapuh (Muzikova dan Eimerova 2011; Titi 2008). Deep frying merupakan salah satu teknik pemasakan dengan merendam bahan dalam minyak panas dengan suhu minyak dapat mencapai 200–205oC (Ketaren 2008). Menurut Saputra (2016) Pengeringan deep frying dilakukan agar pori-pori pakan bersifat permanen. Penelitian ini dilakukan melalui proses non-ekstrusi yaitu proses pengolahan pakan tanpa menggunakan mesin ekstruder. Penelitian pembuatan pakan terapung terfermentasi melalui proses nonektrusi ini merupakan upaya pembuatan pakan buatan sendiri melalui teknik sederhana sebagai alternatif dan inovasi pakan terapung yang mudah dilakukan bagi peternak. Pada prinsipnya, pakan yang dibuat harus memiliki sifat fisik dan kandungan nutrien yang baik karena pakan terapung selalu bersentuhan langsung dengan air. Penelitian ini bertujuan untuk membuat pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae dengan beberapa metode pengeringan yaitu kering udara, pengeringan dengan oven 60°C dan pengeringan deep frying.
METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu, tepung ikan, bungkil kedelai, dedak halus, ampas tahu kering, Saccharomyces cerevisiae dari Fermipan, aquades, minyak goreng dan air. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer, penggaris, mesin giling, timbangan digital, stopwatch, terpal, gelas ukur, timbangan analitik, sieve shaker, pellet durability tester model tumbling, wajan, kompor, tabung gas, oven 60oC, kantong/karung, alat uji proksimat dan kertas label.
3
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Juni 2016 sampai dengan bulan September 2016. Evaluasi sifat fisik pakan dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Prosedur Prosedur dan alur pembuatan pakan terapung terfermentasi Saccharomycess cerevisiae terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alur pembuatan pakan terapung
4 Formulasi Pakan Terapung Formulasi pakan terapung dibuat dalam Excel-Solver yang telah diinstal pada komputer. Semua data nutrien bahan pakan diinput pada Microsoft Excel dan semua kebutuhan nutrisi (pada penelitian ini digunakan kebutuhan nutrisi ikan lele sebagai contoh) diinput sebagai acuan yang harus terpenuhi serta sebagai batasan penggunaan. Hasil formulasi pakan ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi bahan baku dan kandungan nutrien pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae Bahan Baku Persentase penggunaan (%) Terigu 35.00 Dedak halus 4.00 Bungkil kedelai 10.90 Tepung ikan 44.00 Ampas tahu kering 6.10 Total 100 Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan Kadar air (%) 9.66 Protein kasar (%) 32.00 Lemak kasar (%) 5.80 Serat Kasar (%) 2.90 -1 ME (kkal kg ) 3011 Ca (%) 3.328 P (%) 1.445 Formulasi bahan pakan pada Tabel 1 tersebut hanya sebagai contoh formulasi pakan yang dibuat pada penelitian. Kandungan nutrisi pada pakan yang akan dibuat bisa diatur sesuai dengan kebutuhan ternak. Bahan- bahan pakan yang digunakan bisa lebih beragam dan mudah didapatkan. Penghalusan Bahan Baku Bahan baku pakan yang memiliki tekstur kasar digiling sampai halus menggunakan mesin giling screen 3. Bahan pakan yang dihaluskan adalah bungkil kedelai dan ampas tahu kering karena teksturnya masih relatif kasar. Bungkil kedelai dan ampas tahu dihaluskan dengan menggunakan mesin giling. Penggilingan dan penghalusan bahan pakan ini berfungsi untuk memudahkan proses pencampuran, menyeragamkan bentuk dan ukuran bahan baku, efesiensi penggunaan pakan dan meningkatkan kecernaan. Tekstur bahan baku yang halus untuk menyusun pakan, akan menghasilkan bentuk fisik yang baik, karena bahanbahan akan tercampur lebih merata sehingga menghasilkan produk yang lebih kompak dan stabil di dalam air. Penimbangan Bahan Baku Bahan baku yang telah dihaluskan, kemudian ditimbang sesuai dengan persentase perhitungan pada formulasi. Persentase bahan yang akan digunakan dihitung sesuai banyaknya pakan yang akan dibuat. Pada penelitian ini total pakan yang akan dibuat sebanyak 3 kg. Total tiap perlakuan fermentasi dengan kering udara sebanyak1 kg, 1 kg untuk perlakuan fermentasi dengan pengeringan oven
5 60oC dan 1 kg untuk perlakuan fermentasi dengan pengeringan deep frying. Bahan yang telah ditimbang disimpan dalam wadah plastik yang terpisah dan diberi label. Pencampuran Bahan Baku Bahan baku yang telah ditimbang kemudian dicampurkan secara manual, dimulai dari bahan dengan jumlah penggunaan yang terkecil terlebih dahulu, kemudian yang terbesar. Urutan pencampuran pada penelitian ini, yaitu, dedak halus,ampas tahu kering, bungkil kedelai, tepung terigu, dan tepung ikan. Bahan baku yang sudah dicampurkan diaduk sampai merata. Fermentasi Adonan Pakan Fermipan sebanyak 2.2% atau 22 gram untuk tiap perlakuan di luar formulasi diseduh terlebih dahulu dengan air hangat 200 ml yang sudah dicampur gula 1 sendok teh. Kemudian didiamkan sampai terbentuk buih. Setelah itu dituang secara perlahan dan diaduk secara merata dengan bahan pakan yang sudah dicampurkan dan ditambahkan air secara perlahan kurang lebih 66% atau 660 ml (Saputra 2016) sampai adonan tidak lengket. Adonan kemudian dimasukkan ke plastik untuk difermentasi. Penggunaan fermipan didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya pengaruh penggunaan fermipan sebesar 2.2% terhadap daya apung pakan. Adonan pakan difermentasi selama 24 jam pada suhu ruang. Pembentukan Pakan Adonan pakan yang telah difermentasi dibentuk butiran-butiran kecil sebesar kurang lebih 0.5-0.7 cm. Ukuran pakan tersebut hanya sebagai contoh karena pembentukan masih dilakukan secara manual. Pembentukan butiran pakan pada penelitian ini dilakukan secara manual karena belum adanya mesin pencetak pakan yang menghasilkan pakan butiran tanpa ekstruder. Pengeringan Pakan Setelah selesai proses pembentukan pakan menjadi butiran, pakan dikeringkan sesuai perlakuan. Pengeringan pakan ini didasarkan atas penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan metode pengeringan deep frying. Pengeringan ini bertujuan agar pakan terapung yang dihasilkan dapat memiliki sifat fisik dan kandungan nutrien yang baik. Pakan P1 dengan fermentasi dan kering udara selama 1 hari pada suhu ruang. Pakan P2 dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven 60oC selama 10 jam. Pakan P3 dilakukan pengeringan dengan menggunakan metode deep frying selama 10-15 detik. Deep frying merupakan salah satu teknik pemasakan dengan merendam bahan dalam minyak panas. Sebelum pakan dimasukkan ke dalam wajan, minyak harus dalam kondisi panas. Pakan dimasukkan bersamaan dengan saringan ke dalam wajan sampai seluruhnya terendam minyak panas. Analisis Proksimat Analisis proksimat akan dilakukan terhadap pakan dari masing masing perlakuan. Analisis kadar air (KA), protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK).
6 Pengukuran Peubah Daya Apung. Pengujian daya apung atau kecepatan tenggelam, dilakukan dengan cara menjatuhkan 5 butir/biji pakan ke dalam gelas ukur 500 ml yang berisi air setinggi 20 cm (Saade et al. 2010). Setelah itu waktu dimulai saat pakan menyentuh permukaan air sampai tenggelam di dasar gelas ukur dicatat dan dihitung dengan menggunakan stopwatch. Metode tersebut dilakukan dengan 4 kali pengulangan. Densitas. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi aquades 50 ml lalu dilakukan pengadukan untuk mempercepat penghilangan ruang udara antar partikel pakan. Pembacaan volume dilakukan setelah volume air konstan. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan yang sesungguhnya (Khalil 1999). Berat jenis dihitung dengan cara membagi bobot pakan (g) dengan perubahan volume aquades (ml). Metode tersebut dilakukan dengan 4 kali pengulangan. Densitas pakan, dihitung dengan rumus: Densitas = Bobot sampel (g)_ _ Perubahan volume aquades (mL) Daya Larut. Pengujian daya larut atau daya tahan dalam air, dilakukan dengan merendam pakan dalam air. Sebanyak 10 butir/biji pakan dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air. Waktu yang diperlukan sampai pakan larut dalam air atau hancur diukur dengan menggunakan stopwatch. Kordi (2010) menyatakan bahwa daya larut yang baik yaitu antara 2-3 jam (120-180 menit). Pakan yang larut lebih dari batas tersebut berarti pakan sulit dicerna, Sedangkan bila kurang bisa jadi pakan tersebut tidak ditemukan (tidak dimakan) karena terlalu cepat melarut. Pengamatan dilakukan dengan memencet pakan untuk mengetahui pakan sudah lembek. Metode tersebut dilakukan dengan 4 kali pengulangan. Tingkat Kekerasan. Menurut Saade et al. (2010) pengujian kekerasan dapat dilakukan dengan memberi beban pada pakan sampai batas beban tertentu hingga pakan hancur. Pakan uji sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam pipa atau selongsong setinggi 1 meter kemudian dijatuhkan beban anak timbangan dengan bobot 500 gram. Pipa dipasang tegak lurus. Pakan yang telah hancur tersebut disaring dengan menggunakan saringan 0.5 mm. Persentase pakan yang tidak lolos saringan 0.5 mm merupakan tingkat kekerasan pakan uji tersebut. Metode tersebut dilakukan dengan 4 kali pengulangan. Tingkat kekerasan dihitung menggunakan rumus: Tingkat kekerasan = Pelet yang tidak lolos ayakan (g) x 100 % Pelet awal (g) Durability Index. Menurut McEllhiney (1994) pengukuran durability dilakukan dengan cara memasukkan pelet atau pakan uji ke dalam alat penguji daya gesekan (pellet durability tester) dengan putaran 50 rpm selama 10 menit. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pellet durability tester model thumbling. Pakan yang sudah diuji ketahanannya kemudian dikeluarkan dan disaring menggunakan sieve nomor 8 untuk dihitung berat pakan yang masih utuh dengan
7 menggunakan timbangan. Pada penelitian ini hanya menggunakan 200 gram pakan tiap ulangannya. Metode tersebut dilakukan dengan 4 kali pengulangan. Durability index dihitung dengan menggunakan rumus : Durability index (%) = Berat Pelet Setelah Diputar (g) x 100% Berat Pelet Sebelum Diputar (g) Rancangan dan Analisis Data Perlakuan Perlakuan pada penelitian ini yaitu: P1 = pakan terfermentasi kering udara P2 = pakan terfermentasi dengan pengeringan oven 60oC P3 = pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying. Rancangan Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij Keterangan : i = Perlakuan 1, 2, 3 j = Ulangan 1, 2, 3, 4 Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j
Analisis Data Data sifat fisik (densitas, daya apung, daya larut, tingkat kekerasan dan durabillity index ) di analisa secara statistik menggunakan analisis ragam analysis of variance (ANOVA). Semua parameter yang menunjukkan kecenderungan nyata dan sangat nyata diuji lanjut dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993). Data diolah menggunakan alat bantu statistik program IBM SPSS versi 22. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi densitas (g mL-1), daya apung (menit), daya larut (menit), tingkat kekerasan(%) dan durabillity index (%) dan kualitas kimiawi.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pembuatan pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae melalui proses non-ekstrusi ini merupakan sebuah inovasi untuk menghasilkan pakan terapung yang dibuat tanpa menggunakan mesin ekstruder. Mesin ekstruder nerupakan salah satu investasi yang cukup mahal pada proses pembuatan pakan terapung, sehingga penggunaannya perlu dikurangi. Proses fermentasi pada pembuatan pakan ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kerusakan nutrien pakan karena proses ekstrusi sehingga kandungan nutrien pakan tetap atau meningkat. Hasil uji proksimat pakan terapung pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil proksimat pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae Kode Sampel Kadar Air (%) Lemak (%) Protein (%) Serat Kasar (%) P1 29.35 2.19 22.08 3.16 P2 4.84 4.12 20.83 3.04 P3 6.78 17.82 17.46 5.31 P1: pakan terfermentasi kering udara; P2: pakan terfermentasi dengan pengeringan oven 60oC; P3: pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying.
Berdasarkan hasil analisa proksimat pakan, semua pakan perlakuan memiliki kadar protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan pakan komersial yang di teliti oleh Mulia dan Maryanto (2014). Pakan perlakuan fermentasi dengan pengeringan udara memiliki kadar protein 22.08%, pakan terfermentasi dengan pengeringan oven 60oC 20.83% dan pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying 17.50% sedangkan pakan komersial sebesar 15.62% (Mulia dan Maryanto 2014). Penurunan kadar protein pada pakan perlakuan dapat terjadi karena suhu pemanasan saat pengeringan pakan. Retnani (2014) menyatakan bahwa kebanyakan protein pakan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu moderat (60oC-90oC) selama satu jam. Kadar air pakan terfermentasi dengan pengeringan oven dan deep frying memiliki kadar air yang sudah sesuai standar SNI (2006) yaitu <14% sedangkan pada pakan terapung terfermentasi dengan kering udara memiliki kadar air yang masih relatif tinggi yaitu 29% karena tidak mengalami proses pengeringan dengan suhu yang tinggi. Pakan perlakuan fermentasi dengan pengeringan deep frying memiliki kadar lemak yang tinggi yaitu 17.46% diatas standar kadar lemak pakan ikan menurut Darsudi et al. (2008) yaitu 6.89%. Menurut SNI tahun 2006 yaitu mengandung protein berkisar 20%-35%, lemak berkisar 2%-10% dan kadar air kurang dari 12%. Kadar lemak kasar dan serat kasar pakan berkorelasi positif terhadap daya apung pakan, pada penelitian ini semakin tinggi kadar lemak kasar dan serat kasar pakan maka semakin lama daya apungan pakan. Mahyuddin (2008) menyatakan bahwa lemak berperan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung pakan dalam air. Proses pengeringan akan mempengaruhi kualitas fisik maupun kimia pakan (Retnani 2014). Selain memiliki kandungan nutrien yang baik, pakan juga harus memiliki kualitas fisik yang baik agar pakan tidak mudah hancur dan dapat termanfaatkan secara optimal oleh ternak yang mengkonsumsinya. Hasil uji kualitas fisik pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae terdapat pada Tabel 3.
9
Tabel 3 Kualitas fisik pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae Perlakuan Peubah P1 P2 P3 Densitas (g mL-1) 2.70±0.40b 2.43±0.14b 0.94±0.04a Daya apung (menit) 0.00±0.00b 0.05±0.01b 336.75±18.78a Daya larut (menit) 11.26±0.84c 29.00±1.15b 157.50±5.69a Tingkat kekerasan (%) 95.83±1.67a 85.83±5.00b 95.00±1.92a Durability Index (%) 99.30±0.29ns 98.75±0.70ns 99.34±0.13ns Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05); ns: tidak berbeda nyata (P>0.05); P1: pakan terfermentasi kering udara; P2: pakan terfermentasi dengan pengeringan oven 60oC; P3: pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying.
Densitas Pakan Densitas adalah perbandingan antara berat bahan pakan dan volume ruang yang ditempati bahan pakan tersebut (Khalil 1999). Bahan pakan dengan nilai densitas kecil akan menempati ruang simpan besar karena kemampuan pemadatan bahan rendah sehingga bahan pakan dengan densitas kecil memerlukan ruang simpan baik karung, gudang dan ruang saluran cerna yang besar pada berat yang sama. Krisnan dan Ginting (2009) menyatakan bahwa densitas digunakan untuk mengetahui kekompakan dan tekstur pakan. Tekstur pakan yang kompak akan tahan terhadap pengaruh proses penekanan sehingga ikatan antar partikel penyusun pakan menjadi sangat kuat dan ruang antar partikel bahan pakan tidak terisi rongga udara. Nilai rata-rata densitas pakan yang paling tinggi berdasarkan Tabel 2 yaitu perlakuan P1 sebesar 2.70±0.40 g mL-1 sedangkan perlakuan P2 memiliki nilai ratarata densitas lebih rendah sebesar 2.43±0.14 g mL-1. Nilai tersebut tidak dapat membuat pakan mengapung dalam air karena nilai densitasnya diatas nilai densitas air. Massa jenis air murni adalah 1 g mL-1 atau sama dengan 1000 kgL-1. Berdasarkan hukum Archimedes, benda akan terapung dalam air apabila massa jenis benda lebih kecil daripada massa jenis air. Pakan perlakuan P3 memiliki nilai rata-rata 0.94±0.04 g mL-1 sehingga pakan dapat mengapung dalam air karena densitasnya lebih kecil daripada densitas air. Pakan perlakuan P3 merupakan pakan terfermentasi dengan pengeringan deep frying. Hasil penelitian yang dilakukan Saputra (2016) diketahui bahwa pakan terapung tanpa fermentasi dengan pengeringan deep frying memiliki densitas 1.26 g mL-1. Pada proses deep frying bahan mentah yang terendam dalam minyak panas mengalami pengembangan yang disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang (Wiriano 1984). Pengembangan selama proses deep frying akan meningkatkan volume bahan, tetapi menurunkan massa (Fellows 2002). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pengembangan bahan maka densitas kamba bahan semakin rendah. Daya Apung Pakan Daya apung merupakan kemampuan suatu benda yg berada pada benda cair untuk mengapung dengan massanya. Pakan akan terapung dalam air apabila massa jenisnya lebih rendah daripada air. Proses fermentasi pada pakan didasarkan atas
10 cara kerja Saccharomyces cerevisiae yang dapat memecah gula menjadi CO2 dan alkohol (Curti et al. 2014). Berdasarkan hasil penelitian, daya apung pakan menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan antara perlakuan P1, P2 dan P3. Daya apung terendah terdapat pada pakan perlakuan P1 yaitu 0.00±0.00 menit, nilai ini menunjukkan bahwa pakan tersebut tidak mengapung sama sekali. Hal ini dipengaruhi oleh densitas pakan yang lebih tinggi dan hilangnya pori-pori pada adonan pakan karena tidak dilakukan proses pengeringan. Pakan perlakuan P2 memiliki daya apung 0.05±0.01 menit. Hal ini diduga karena pengeringan menggunakan oven 60oC tidak dapat membentuk pori-pori yang sempurna dalam pakan akibat panas yang dihasilkan. Sementara itu, pakan perlakuan P3 mampu menghasilkan daya apung tertinggi yaitu 336.75.00±18.78 menit atau sekitar 6 jam. Hal ini dikarenakan gas karbondioksida yang terbentuk dari hasil fermentasi terperangkap di dalam pori-pori adonan pakan. Saat pori-pori tersebut terbentuk, pengeringan deep frying berperan untuk menjadikan pori-pori tersebut bersifat permanen. Hal tersebut disebabkan karena adanya lemak yang mengisi pori-pori pakan yang menggantikan air di dalam pori-pori pakan karena adanya suhu pemanasan yang tinggi. Selain itu, densitas minyak lebih rendah daripada air yaitu 0.8 g ml-1 sehingga massa jenis pakan menjadi lebih ringan dan dapat mengapung dalam air. Hasil pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pakan terapung tanpa fermentasi dengan pengeringan deep frying memiliki daya apung 0.01 menit. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya aktivitas mikroba pada adonan pakan sehingga tidak terbentuk gas dan rongga udara pada pakan. Pakan tetap terapung walaupun hanya sebentar diduga karena adanya kandungan minyak pada pakan akibat proses pengeringan deep frying (Saputra 2016). Mahyuddin (2008) menyatakan bahwa lemak berperan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung pakan dalam air. Berdasarkan penelitian Zaenuri et al. (2014) didapatkan bahwa pelet terapung komersial mampu terapung antara 20 – 30 menit. Namun demikian, pada kondisi praktis pakan pellet hanya diperlukan terapung beberapa menit sebelum dikonsumsi oleh ikan (Handajani dan Widodo 2010). Menurut Romadhon et al. (2013), lama apungan pakan yang dihasilkan oleh pabrik selama 108 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pakan perlakuan P3 (pakan fermentasi dengan pengeringan deep frying) memiliki daya apung yang lebih lama dibandingkan pakan terapung komersial. Daya Larut Pakan Daya larut pakan atau stabilitas pakan dalam air merupakan faktor penting dalam menentukan efisiensi pakan. Pakan yang tahan dalam air yang hanya mengalami sedikit perubahan kualitas dan kuantitas adalah pakan yang mempunyai persyaratan fisik yang cukup baik. Pakan yang mampu bertahan lama di dalam air memiliki peluang termanfaatkan secara optimal oleh ikan, sehingga mampu meningkatkan laju konsumsi pakan, ketahanan tubuh atau kelangsungan hidup, pertumbuhan dan produktifitas usaha akuakultur. Berdasarkan penelitian perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya larut pakan. Pakan perlakuan P1 dan P2 memiliki daya larut yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan perlakuan P3. Pakan perlakuan P1 hanya memiliki daya larut 11.26±0.84 menit dan pakan perlakuan P2 adalah 29.00±1.15 menit. Sedangkan pakan perlakuan P3 memiliki daya larut 157.50±5.69 menit.
11 Daya larut yang baik yaitu antara 120-180 menit. Apabila lebih dari batas tersebut, berarti pakan sulit dicerna. Sedangkan bila kurang, bisa jadi pakan tersebut tidak ditemukan (tidak dimakan) karena terlalu cepat melarut (Kordi 2010). Menurut Murdinah (1989), beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas pakan dalam air, seperti kehalusan bahan baku pakan dan proses pencampuran bahan dalam proses pembuatan pakan. Semakin halus bahan pakan bahan pakan akan tercampur merata sehingga menghasilkan produk yang lebih kompak dan stabil di dalam air. Dominy dan Lim (1991) menyatakan disamping proses pembuatan, bahan perekat yang tepat juga sangat menentukan stabilitas pakan dalam air dan sifat-sifat fisik pellet yang lain. Bahan perekat yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung terigu dengan penggunaan sebanyak 35%. Selain sebagai sumber energi, tepung terigu juga dapat berperan sebagai bahan perekat yang baik (Mudjiman 2004). Pada saat pengujian daya larut dalam air, pakan yang berukuran sekitar 0.5-0.7 cm mengembang menjadi dua kali lipat. Warnanya juga berubah dari coklat tua menjadi pucat. Hal ini terjadi karena adanya penyerapan air kedalam pakan. Tingkat Kekerasan Pakan Tingkat kekerasan dapat berpengaruh terhadap stabilitas dan kekompakan pakan dalam air. Semakin keras pakan maka semakin lama pakan tersebut hancur dalam air. Tetapi apabila pakan terlalu keras akan berpengaruh terhadap kecernaan dan tingkat palatabilitas ikan. Berdasarkan hasil penelitian, pakan perlakuan P1 memiliki tingkat kekerasan terendah yaitu 85.83%±5.00%, sedangkan pakan perlakuan P2 dan P3 memiliki tingkat kekerasan rata-rata 95%. Kekerasan pakan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu komponen penyusun bahan baku dan kondisi bahan. Komponen bahan baku yang mempengaruhi tingkat kekerasan salah satunya adalah pati. Penelitian ini menggunakan tepung terigu yang mengandung pati sekitar 70%. Bahan-bahan yang mengandung pati akan mengalami gelatinisasi dan berfungsi sebagai perekat untuk menghasilkan pakan yang kuat. Kondisi bahan yang mempengaruhi kekerasan adalah kandungan air, ukuran partikel dan suhu. Kandungan air yang ada dalam bahan membantu terjadinya gelatinisasi pati menjadi bahan perekat selama proses pencetakan berlangsung (Balagopalan et al. 1988). Pemberian perlakuan pemanasan atau penambahan air sangat menunjang terjadinya proses gelatinisasi. Pada saat proses gelatinisasi berlangsung akan terbentuk gel yang berfungsi sebagai perekat yang mengikat komponen-komponen bahan pakan sehingga pakan menjadi kokoh dan tidak mudah hancur. Tingkat kekerasan pakan komersial menurut percobaan Mulia dan Maryanto (2014) dengan menghitung persentasi pakan yang tidak hancur dijatuhi beban anak timbangan dengan berat 500 gram dalam pipa 1 m yaitu 74.50%. Hal ini menunjukkan bahwa pakan perlakuan memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi daripada pakan komersial. Durability Index Durability Index merupakan parameter yang digunakan untuk menguji daya tahan pakan terhadap benturan. Pengujian ketahanan pakan terhadap benturan berguna dalam proses transportasi pakan baik didalam maupun diluar pabrik pakan. Kandungan bahan yang mempengaruhi ketahanan benturan pelet adalah pati, gula,
12 protein, serat dan lemak (Thomas et al. 1997) sedangkan menurut Angulo et al. (1995) ketahanan benturan dipengaruhi oleh kandungan dan jumlah bahan yang digunakan, ukuran partikel, penggunaan perekat, dan pendinginan (cooling). Adanya panas dan air pada saat pencetakan pakan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati dan membantu terjadinya perekatan partikel. Nilai durability index pakan perlakuan P2 sebesar 98.75%±0.70%, sedangkan pakan P1 dan P3 sekitar 99%. Menurut Dozier (2001) standar spesifikasi durabillity index untuk pakan berbentuk pellet adalah lebih besar dari 80%. Hal ini menunjukkan bahwa semua pakan perlakuan memiliki ketahanan lebih tinggi dari spesifikasi. Tingginya nilai durability index pakan disebabkan karena penggunaan terigu yang cukup tinggi yaitu 35%, penambahan air dan perlakuan pemanasan yang menyebabkan pakan semakin kompak dan tidak mudah hancur. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan kering udara, fermentasi dengan pemanasan oven 60oC ataupun dengan pemanasan deep frying tidak berpengaruh terhadap nilai durability index pakan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembuatan pakan terapung dapat dilakukan melalui proses fermentasi dan non-ekstrusi atau tanpa mesin ekstruder. Pakan terapung terfermentasi dengan pengeringan deep frying memiliki densitas, daya apung, daya larut, tingkat kekerasan dan Durability Index yang lebih baik. Saran Metode pembuatan pakan yang digunakan pada penelitian dapat dicoba dengan menggunakan formulasi pakan untuk hewan yang lain. Diperlukan juga pengukuran suhu minyak dan penggunaan jenis minyak yang berbeda pada pemanasan deep frying untuk menghasilkan pakan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Angulo E, Brufau J, Garcia EE. 1995. Effect of sepiolite on pellet durability in feeds differing in fat and fibre content. J Anim Feeds Sci and Tech. 53 (3): 233-241. Balagopalan C, Padmaja G, Nanda SK, Moorthy SN. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. Florida (US): IRC Pr. Curti E, Carini E, Tribuzio G, Vittadini E. 2014. Bread staling: Effect of gluten on physico-chemical properties and molecular mobility. J Food Science and Technology. 59 (1): 418-425. Darsudi, Arsini NPA, Kenak NPA. 2008. Analisis kandungan proksimat bahan baku dan pakan pellet untuk kepiting bakau (Scylla paramamosain). Buletin Teknisi Litkayasa Akuakultur. 7 (1): 41-45.
13 Dominy WG, Lim C. 1991. Performance of binders in pelleted shrimp diets. Di dalam: Akiyama DM, Tan RKH, editor. Proceeding of The Aquaculture Feed Processing and Nutrition Workshop; 1991 Sept 19-25; Singapura, Singapura. Singapura (SG): American Soybean Association. hlm 149-157. Dozier WA. 2001. Pellet quality for more economical poultry meat. J Feed International. 52 (2): 40-42. Emma Z. 2006. Studi pembuatan pakan ikan dari campuran ampas tahu, ampas ikan, darah sapi potong, dan daun keladi yang disesuaikan dengan standar mutu pakan ikan. J Sains Kimia. 10 (1): 40-45. Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology. 2nd Ed. Boca Raton. Boston New York (USA) : CRC Pr. Handajani H, Widodo W. 2010. Nutrisi Ikan. Malang (ID): UMM Pr. Ketaren S. 2008 . Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik bahan pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan. 22 (1): 1-11. Kordi MGH. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Krisnan R, Ginting SP. 2009. Penggunaan solid ex-decanter sebagai perekat pembuatan pakan komplit berbentuk pelet : Evaluasi fisik pakan komplit berbentuk pelet. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Deli Serdang (ID) : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. Kusnadi. 2014. Pelatihan pembuatan pakan ikan lele, mas dan nila. Makalah Penelitian Pengolahan Gizi dan Pakan Ternak BPTP Bengkulu. Bengkulu (ID) : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Lestari S. 2001. Pengaruh kadar ampas tahu yang difermentasi terhadap efisiensi pakan dan pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) [skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mahyudin K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. McEllhiney RR. 1994. Feed Manufacturing Industry. 4th Ed. Arlington (US): American Feed Industry assosiaction Inc. Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan. Edisi revisi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Mulia DS, Maryanto H. 2014. Uji fisik dan kimiawi pakan ikan yang menggunakan bahan perekat alami. Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP. Purwokerto (ID) : LPPM UMP. Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat pakan udang bentuk pelet. J Penelitian Pascapanen Perikanan. 15(1): 115-127. Mužíková, J, Eimerová I. 2011. A study of the compaction process and the properties of tablets made of a new co-processed starch excipient. Drug Dev Ind Pharm 37(5): 576–582. Oktavia DA. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 makanan ringan ekstrudat. J Standardisasi. 9 (1): 1 – 9.
14 Putra JR. 2015. Pengaruh proses pengeringan dan lama penyimpanan terhadap kualitas dan daya simpan ampas rumput laut sebagai bahan pakan [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor. Retnani Y. 2014. Proses Industri Pakan. Bogor (ID): IPB Pr. Romadhon IK, Komar R dan Yulianingsih R. 2013. Desain optimal pengolahan sludge padat biogas sebagai bahan baku pelet pakan ikan lele. J. Bioproses Komoditas Tropis. 1(1): 26-35. Saade E, Aslamyah S, Salam NI. 2010. Uji fisik dan kimiawi pakan buatan krustasea yang menggunakan berbagai dosis tepung rumput laut, Gracillaria gigas sebagai bahan perekat. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III; 2010 Okt 7; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): IPB International Convention Center. Saputra RA. 2016. Uji fisik pakan terapung terfermentasi Saccharomyces cerevisiae melalui proses non-ekstrusi dan deep frying. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI : 01-4087-2006. Pakan Buatan untuk Ikan Lele Pada Budidaya Intensif. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Suprayudi MA. 2010. Bahan Baku Pakan Lokal. Tantangan dan Harapan Akuakultur Indonesia. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III; 2010 Okt; Bogor. Indonesia. Bogor (ID): IPB International Convention Center.p 31. Thomas M, Zuilichem DJV, van der Poel AFB. 1997. Physical quality of peleted animal feed 2. Contribution of process and its conditions. J Anim Feed Sci and Tech. 64 (2): 173-192. Titi P. 2008. Pengaruh pre-gelatinasi terhadap karakteristik tepung singkong. Primordia. 4 (2): 91–105. Wiriano H. 1984. Mekanisme Teknologi Pembuatan Kerupuk. Jakarta (ID): Balai Pengembangan Makanan Phytokimia, Badan Penelitian dan Pengembangan Indusrti Departemen Perindustrian. Zaenuri R, Suharto B, Haji ATS. 2014. Kualitas pakan ikan berbentuk pelet dari limbah pertanian. J Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 1 (1): 31-36.
15 Lampiran 1 Hasil ANOVA terhadap densitas pakan SK JK db KT Perlakuan 7.166 2 3.583 Galat .544 9 .060 Total 7.710 11 Lampiran 2 Hasil ANOVA terhadap daya apung SK JK db KT Perlakuan 1088497250.167 2 544248625.083 Galat 3811500.750 9 423500.083 Total 1092308750.917 11 Lampiran 3 Hasil ANOVA terhadap daya larut SK JK db KT Perlakuan 50953.718 2 25476.859 Galat 103.086 9 11.454 Total 51056.805 11 Lampiran 4 Hasil ANOVA terhadap tingkat kekerasan SK JK db KT Perlakuan 246.387 2 123.194 Galat 9.539 9 10.504 Total 340.926 11
F 59.246
P .000
F 1285.120
P .000
F 2224.272
P .000
F 11.728
P .003
F 2.240
P .162
Lampiran 5 Hasil ANOVA terhadap durability index SK JK db KT Perlakuan .874 2 .437 Galat 1.755 9 .195 Total 2.629 11 Lampiran 6 Hasil uji Duncan terhadap densitas pakan Subset (p<0.05) Perlakuan N 1 3,00 4 .9425 2,00 4 1,00 4 Sig. 1.000
2 2.4300 2.7000 .155
Lampiran 7 Hasil uji Duncan terhadap daya apung pakan Subset (p<0.05) Perlakuan N 1 2 1,00 4 0.0000 2,00 4 2.7500 3,00 4 20205.0000 Sig. .995 1.000
16 Lampiran 8 Hasil uji Duncan terhadap daya apung pakan Subset (p<0.05) Perlakuan N 1 2 1,00 4 11.2550 2,00 4 28.9975 3,00 4 Sig. 1.000 1.000
3
157.5000 1.000
Lampiran 9 Hasil uji Duncan terhadap tingkat kekerasan pakan Subset (p<0.05) Perlakuan N 1 2 2,00 4 85.8325 3,00 4 95.0000 1,00 4 95.8350 Sig. 1.000 .724 Lampiran 10 Hasil Uji proksimat pakan Kadar Air Lemak Kasar Kode Sampel (%) (%) P1 29.35 2.19 P2 4.84 4.12 P3 .78 17.82
Protein Kasar Serat Kasar (%) (%) 22.08 3.16 20.83 3.04 17.46 5.31
Lampiran 11 Syarat mutu pakan ikan lele No Jenis Uji Satuan Syarat 1 Kadar air % ≤14 2 Protein kasar % 30 3 Lemak kasar % <6 4 Serat kasar % <6 5 Energi Metabolis Kkal/kg 2500 6 Kalsium % 1 7 Fosfor % 0,8 8 Densitas g/ml <1 (Sumber: NRC 1993; SNI 2006; Webster dan Lim 2002 ) Lampiran 12 Estimasi harga pakan terapung Material Kuantitas Harga satuan Kebutuhan Jumlah (Rp) (Rp) pakan terapung per kg Ransum 1 kg 4.585 1 kg 4.585 Fermipan 1 box 35.000 22 gram 1.540 Minyak goreng 1 liter 10.000 100 ml 1000 Gas 3 kg 16.000 2 menit 640 Ongkos produksi per kg 1000 per kg 1000 SUB TOTAL 8.765
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1994 di Sukabumi. Penulis bernama Asri Lindasari anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yusup Iskandar dan Ibu Lala Romlah. Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu SDN Rawasalak pada tahun 2000-2006, SMP Negeri 4 Kota Sukabumi pada tahun 2006–2009 dan SMA Negeri 2 Kota Sukabumi pada tahun 2009–2012. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan (SNMPTN) pada tahun 2012 dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti pendidikan sarjana, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) tahun 2013-2015 sebagai anggota biro Pengabdian Masyarakat (PENMAS). Penulis juga pernah mengikuti pelatihan softskill yang diselenggarakan oleh CDA pada tahun 2015. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan seperti Divisi Medis MPKMB 50 2013, Divisi Konsumsi Dies Natalis ISMAPETI 2014 dan Divisi Konsumsi Feed Formulation Training 2015.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc selaku pembimbing skripsi dan Dr Ir Suryahadi DEA selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan dan dukungan yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Ir Dwi Margi Suci MS selaku dosen pembahas seminar dan Dr Ir Rita Mutia MAgr selaku dosen panitia seminar pada tanggal 27 Oktober 2016, Dr Ir Heri Ahmad Sukria MScAgr dan Dr Asep Gunawan SPt MSc selaku dosen penguji ujian sidang serta Dr Ir Widya Hermana MSi selaku dosen panitia ujian sidang pada tanggal 17 April 2017 atas saran dan bimbingan yang telah diberikan. Terima kasih kepada orang tua penulis (Bapak Yusup Iskandar dan Ibu Lala Romlah), adik (Asep Iswandi), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staff Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang telah membantu selama penelitian ini dilaksanakan. Terima kasih juga kepada teman-teman, Agung Mayandika Purbaya, A.Adib Dzikrillah SPt, Idah Saidah SPt, Dian Thahrina C SPt, Audina Insani, Hilma Alfiani SPt, Nurul Fadhilah A SPt, Dzulhantika Dwi P dan Resti Agustin SPt atas dukungan dan bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman INTP angkatan 49 (Centaurus) atas segala dukungannya. Semoga atas selesainya tugas akhir ini, gelar kesarjanaan penulis dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya untuk semua kalangan masyarakat.