Artikel
MENGENAL KECERDASAN ANAK Mardiya Hingga kini banyak orang yang tidak mengenal istilah kecerdasan secara utuh. Mereka menganggap bahwa kecerdasan hanya berhubungan dengan kemampuan berhitung atau kecepatan berpikir atau memecahkan masalah. Sehingga di luar konteks itu sudah bukan bagian dari kecerdasan. Sesungguhnya kecerdasan itu berkaitan erat dengan kemampuan berpikir secara komprehensif. Cerdas artinya cepat tanggap, cepat paham, mampu melaksanakan kegiatan tertentu, banyak gagasan/ide serta mampu menyelesaikan masalah sesuai usianya. Dalam konteks ini, kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan daya tangkap, daya pikir dan daya ingat seorang anak pada umur tertentu. Namun di sisi lain, kecerdasan juga berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi dan pengendalian perasaan. Artinya, dengan kecerdasan seorang dapat pula memiliki kemampuan mengelola emosi/perasaan sehingga ia dapat bersosialisasi dengan oranglain secara baik. Menurut Piaget, terdapat tiga tingkatan kecerdasan: Pertama, Kecerdasan Binatang. Tingkat kecerdasan ini paling rendah dibandingkan dengan tingkat kecerdasan yang lain, karena segala sesuatunya terbatas pada yang terlihat. W. Kohler melakukan percobaan dengan seekor kera yang dikurung dalam sebuah kandang dan di luar kandang diletakkan pisang dan didalam kandang diletakkan tongkat. Di situ terlihat kemampuan kera untuk mencapai pisang dengan tongkat yang ada di dekatnya. Dalam hal ini kera dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan. Kera dapat menolong dirinya sendiri dalam situasi yang asing bagi dirinya. Kelakuan tersebut dapat disebut kelakuan intelejen dan kesanggupannya yang demikian yang demikian disebut kognitif. Kecerdasan yang demikian itu terbatas pada sesuatu yang konkret. Sebab jika di dekat kera tadi tidak ada tongkat, maka tidak mungkin kera tadi dapat mencari tongkat sendiri untuk meraih pisang. Kedua, Kecerdasan Anak. Anak yang sudah dapat berbicara, kecerdasannya melebihi kecerdasan binatang. Kecerdasan binatang berdasarkan hasil percobaan yang pernah dilakukan, kurang lebih sama dengan tingkat kecerdasan anak usia satu tahun. Kesimpulan dari percobaan tersebut adalah: (1) Masalah yang dihadapi kera dapat diselesaikan oleh anak-anak, (2) Kemampuan menggunakan bahasa merupakan garis pemisah antara hewan dan manusia. Dengan berbahasa maka manusia kecil dapat melebihi tingkat kecerdasan binatang. Ketiga, Kecerdasan manusia. Tingkat kecerdasan manusia adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan tingkat kecerdasan lainnya. Adapun ciri-ciri kecerdasan manusia adalah: (1) Penggunaan bahasa. Dengan bahasa manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan, dan sebagainya). Dengan bahasa pula, manusia dapat berhubungan dengan sesama, manusia dapat membeberkan segala sesuatu yang konkret dan yang abstrak dan dengan bahasa dapat membangun kebudayaan; (2) Penggunaan perkakas. Menurut Bergson, perkataan dan perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas; (3) Mendapatkan perkakas. Kecerdasan manusia
mendorong seseorang untuk mendapatkan segala sesuatu yang dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup; (4) Membuat perkakas. Pembuatan perkakas selalu membutuhkan pendapat tentang tujuan “ untuk apa alat itu dibuat?”; (5) Memelihara perkakas. Manusia dapat memelihara dan mengembangkan perkakas-perkakas untuk keperluan di masa mendatang. Selanjutnya Kecerdasan dalam konteks tumbuh kembang anak, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Intelligence Quotient (IQ) IQ merupakan istilah dalam hal perhitungan kecerdasan dengan memperbandingkan antara Mental Age (MA) dengan Chronological Age (CA) yang dinyatakan dengan angka lalu dikalikan dengan 100. IQ ini sifatnya relatif konsisten, dan apabila terjadi pergeseran, maka rentangan yang terjadi hanya berkisar kurang lebih satu sampai lima poin. Kecerdasan ini cenderung bersifat bawaan. Namun demikian, pengaruh lingkungan yang mendukung akan mengakibatkan kapasitas kecerdasan ini berfungsi efektif dan optimal sebatas predisposisinya. Sehingga untuk mendapatkan perkembangan yang optimal anak perlu diberi stimulasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kapasitasnya. Adapun tingkatan IQ yang ada pada manusia terbagi atas sembilan kategori yaitu:
IQ (Intelligence Quotient)
Kategori/klasifikasi
140 ke atas 130 - 139 120 - 129 110 - 119 90 - 109 80 – 89 70 – 79 50 – 59 49 ke bawah
Jenius Sangat cerdas Cerdas Di atas normal Normal Di bawah normal Bodoh Terbelakang (Moron/Debil) Terbelakang (Imbicile dan Ediot)
2. Emotional Intelligence (EI) EI sering diidentikan dengan Emotional Quotient (EQ) yang secara umum diterjemahkan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengelola emosinya, sehingga
mengakibatkan ia mampu merespon lingkungan secara lebih efektif. Adanya sambungan antara neokortek (sebagai pusat pikiran) dengan amigdala (sebagai pusat emosi) merupakan medan perang sekaligus kerjasama antara otak dengan hati. Dengan ikut sertanya campur tangan dari rasa terhadap keputusan rasio/pikiran, membuat keputusan yang diambil dapat selaras dengan pengalaman kehidupan dan budaya. Kerjasama antara pikiran dan hati inilah yang merupakan inti kecerdasan emosional. Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional meliputi loma wilayah yaitu: (1) mengenali emosi diri; (2) mengelola emosi; (3) memotivasi diri sendiri; (4) mengenali emosi orang lain/empati; (5) membina hubungan. Kelimanya dapat diidentifikasi dari ciri-ciri ketrampilan sebagai berikut: -
Menyadari perasaan
-
Mengendalikan emosi
-
Menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir
-
Bertahan menghadapi frustrasi
-
Bangkit kembali dari kegagalan
-
Mengatasi suasana hati
-
Memotivasi diri sendiri
-
Berkreasi
-
Mampu mencapai “flow” (hanyut dalam pekerjaan
-
Berempati
-
Terampil bergaul
-
Mampu mengelola emosi orang
-
Mampu mengorganisir dan memimpin orang lain.
3. Spiritual Intelligence (SI) SI yang sering diidentikkan dengan Spiritual Quotient (SQ) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menemukan arti dan nilai dari apa yang pernah kita lakukan serta pengalaman-pengalaman kita, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan lebih kaya. Kecerdasan spiritual umumnya untuk menilai apakah tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. Kecerdasan spiritual tidak mesti berhubungan dengan agama. Istilah spritual berasal dari kata dasar “spirit” yang artinya semangat. EI memang bisa dikembangkan melalui agama, tetapi beragama tidak selalu menjamin EI atau EQ tinggi. EQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Danah Zoher dan Ian Marshall menguraikan berbagai kegunaan dari SQ sebagai berikut: a. SQ telah menjadikan manusia seperti adanya sekarang dan memberi dorongan pada orang untuk terus tumbuh dan berubah b. SQ menjadikan orang kreatif. Orang membutuhkan SQ ketika ingin menjadi luwes, berwawasan luas atau spontan secara kreatif. c. SQ digunakan ketika seseorang menghadapi masalah eksistensial, yaitu saat pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh keputusasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu dengan penyakit dan kesedihan. SQ menyadarkan kita bahwa kita mampu mengatasi masalah. d. SQ merupakan petunjuk saat kita berada di ujung, yaitu perbatasan antara keteraturan dan kekacauan, antara tahu dan tidak tahu sama sekali atau kehilangan jati diri. SQ adalah hati nurani kita. e. SQ menjadikan kita lebih cerdas secara spiritual dalam beragama f. SQ memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. g. SQ memungkinkan seseorang mencapai perkembangan diri yang lebih utuh karena orang hidup untuk itu. h. SQ dapat digunakan untuk berhadapan dengan masalah baik dan jahat, hidup dan mati, dan sal usul sejati dari penderitaan dan keputusannya.
Baik IQ, EQ maupun SQ masing-masing memiliki pusatnya sendiri di otak. IQ bekerja berdasarkan syaraf serial di otak, EQ bekerja berdasarkan jariangan syaraf asosiatif di otak, SQ bekerja berdasarkan system syaraf otak ketiga, yakni osilasi-osilasi sinkron yang menyatukan data di seluruh bagian otak. Dengan demikian IQ dan EQ baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama belumlah cukup untuk mengoptimalkan fungsi kecerdasan seseorang. Orang yang IQ nya tinggi dapat memahami aturan dan mengikutinya tanpa salah. Sementara orang yang EQ nya tinggi dapat mengantisipasi situasi yang dihadapi dan bertindak sesuai dengan tuntutan situasi. Kedua kecerdasan ini bekerja di dalam batas, karena mereka tidak pernah mempertanyakan mengapa ada aturan dan situasi, apakah aturan atau situasi itu dapat diubah atau diperbaiki. Sedangkan SQ bekerja dengan tanpa batas. SQ memungkinkan orang untuk bekerja lebih kreatif mengubah aturan atau situasi apabila dirinya menilai hal itu lebih bermakna bagi hidupnya. IQ, EQ dan SQ mempunyai kekuatan tersendiri di otak dan bisa berfungsi secara terpisah. Secara ideal ketiganya dapat bekerjasama dan saling mendukung, meskipun ketiganya tidak harus memiliki kapasitas yang sama tinggi. Walaupun demikian, ketiganya dapat difungsikan secara optimal melalui pelatihan yang memadai. Sekalipun dalam hal ini fungsi IQ cenderung dibatasi oleh kapasitas predisposisi, sedangkan IQ oleh Goleman dikatakan “bukan suratan takdir” yang artinya melalui pelatihan dapat ditingkatkan kapasitasnya. Sama halnya dengan SQ yang juga dapat ditingkatkan kapasitasnya sepanjang rentang kehidupan seseorang. Yang perlu diketahui adalah bahwa belakangan ini kecerdasan anak tidak hanya diukur dari hasil tes IQ-nya saja, karena masing-masing anak mempunyai suatu bidang yang ia gemari dan mahir dalam melakukannya. Misalkan, ada anak yang mahir dalam bermain piano dan mampu menjuarai sebuah festival musik namun ia mungkin lemah dalam bidang olahraga. Di bawah ini adalah bentuk-bentuk kecerdasan yang dimiliki anak menurut Howard Gardner, profesor sekaligus peneliti dari Harvard University: Pertama, Kecerdasan dalam bidang musik. Kecerdasan anak ini bisa terlihat jika anak mampu hafal lirik-lirik lagu serta nada dari lagu yang ia pernah dengarkan. Kecerdasan ini bisa Moms latih dengan memutarkan lagu yang mudah didengar atau easy listening yang sesuai dengan usia anak hal ini perlu dilakukan karena musik sangat bermanfaat bagi kecerdasan anak. Kedua, Keceradasan dalam bidang matematika dan logika. Anak yang memiliki keceradasan matematika dan logika akan mampu memahami dan menyelesaiakan suatu persoalan yang memutar otak serta menggunakan angka. Untuk melatih kecerdasan anak ini adalah dengan mengajari anak mengelompokkan mainan yang ia miliki berdasarkan warna atau gambar atau angkanya. Ketiga, Kecerdasan dalam memahami diri sendiri atau intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal dimiliki oleh anak yang memiliki daya tahan atau sifat berani. Jika mengikuti suatu lomba yang disaksikan oleh banyak orang ia tidak akan minder dan menunjukkan kebisaannya. Hal yang bisa Moms lakukan untuk melatih kecerdasan anak ini dengan membiasakan anak bermain dan berinteraksi dengan teman seusianya. Keempat, Kecerdasan dalam berbahasa atau linguistik. Anak yang memiliki kecerdasan ini dapat menceritakan suatu cerita atau dongeng yang pernah ia baca dengan baik dan sesuai urutan. Cara yang bisa dilakukan untuk melatih kecerdasan ini kepada anak adalah dengan sering
mengajaknya berbicara dan jika setelah membacakan suatu cerita diberi pertanyaan seputar cerita yang ia dengarkan tersebut. Kelima, Kecerdasan dalam bersosialisasi atau interpersonal. Jika anak memiliki kecerdasan ini, ia tidak akan mempunyai masalah untuk beradaptasi dan menjalin pertemanan dengan teman sebaya jika berada di lingkungan baru. Kecerdasan interpersonal dapat Moms latih kepada anak dengan memberinya kesempatan bermain dan berkomunikasi dengan temantemannya atau anak seusianya. Keenam, Kecerdasan dalam bidang visual atau ruang. Anak yang cenderung mampu mengenali dan memahami posisi, letak serta bentuk suatu ruang ia temasuk dalam golongan anak yang memiliki kecerdasan visual. Misalnya anak diminta tolong mengambilkan kunci di laci nomor 2, atau diminta tolong menaruh kembali buku pelajarannya yang terjatuh ke atas meja. Ketujuh, Kecerdasan dalam gerak tubuh atau kinestetik. Kecerdasan kinestetik bisa terlihat jika anak mampu mengikuti suatu gerakan dengan baik, misalnya gerakan tari, gerakan menendang bola, atau gerakan senam dan lain-lain. Kecerdasan anak ini bisa diasah kemampuannya dengan secara rutin melakukan gerakan tari, olahraga, senam dan sebagainya. Kedelapan, Kecerdasan terhadap alam. Tanda-tanda anak yang memiliki kecerdasan ini jika di rumahnya terdapat tumbuhan atau binatang, ia mau memelihara dan merawat mahkluk hidup tersebut. Langkah awal untuk menciptakan kecerdasan anak sejak dini adalah dengan mengajaknya ke kebun binatang atau pusat pengetahuan tumbuhan. Kesembilan, Kecerdasan moral. Anak yang memberi hormat kepada orang dewasa dan mau menjalankan suatu peraturan adalah anak yang memiliki kecerdasan moral. Misalnya anak dilatih untuk memberikan salam ketika masuk rumah atau memberi salam kepada orang dewasa dan tata cara kesopanan lainnya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, tugas kita adalah mengetahui bidang mana yang ia sukai lalu melatihnya agar menjadi mahir. Jika ada kecerdasan yang ingin anak kuasai diberi pengetahuan tentang manfaat serta dasarnya dulu, dan jangan langsung memaksakan anak.
Drs. Mardiya, Ka Sub Bid Advokasi konseling dan Pembinaan KB dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDPKB Kabupaten Kulon Progo.