Makna Mudharab: Suatu Pendekatan Tafsir Maudhu’i Suprihatin Abstract. This research theme is the meaning mudharabah: a thematic (maudhu’i) interpretation approach. From this study it can be concluded that the cooperation between shahibul mall and mudharib to carry out the work that generates a profit and the profit sharing provision of clear and definite, while capital losses are borne entirely by shahibul mall. The interpretation of Mudhorobah commentary refers to the Surah of al-Muzammil verse 20 is reinforced by the verses of the Holy Qur’an and the hadith explains the other: (1) That the carrying out mudharabah is permissible in Islam and has a core value of quality equal to jihad (2) The Surat al-Muzammil verse 20 which discusses the absurd with the letter mudharabah in Surah al-Jum'ah verse 10 and the Surah of al-Baqarah verse 198 the suitability thematic (maudhu’i) 'the ability to earn a living and an explanation of the need to make a living without neglecting prayer and worship Hajj, (3) Surat al-Muzammil verse 20 also has relevance to the Surah al-Nisa verse 29 that prohibits making a living in a false way. Among the forms of living in a false way it was an act ghasab, usury and trading urbun. Application of the concept has been applied mudharabah in Islamic banks using the system for results between banks and customers in an effort to avoid usury element contained in the bank rate.
Latar Belakang Masalah Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan sumber daya. Pada kehidupan subsisten pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan bercocok tanam, berternak ataupun melakukan pertukaran barter. Seiring dengan berjalannya waktu, kegiatan bertani dan beternak masih dapat dipertahankan dengan berbagai inovasi. Demikian juga dalam hal pertukaran, manusia menemukan beberapa kesulitan dengan sistem barter sehingga
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
diganti system pertukaran berdasarkan uang sebagaimana yang kita kenal saat ini. Pemanfaatan uang dalam bisnis perlu dilakukan dengan hati-hati agar terhindar dari efek negative uang yang diteoritisasikan oleh kalangan ekonom konvensional. Para ekonom konvensional memposisikan uang sebagai komoditas yang dikembangkan melalui pemberlakuan interest (bunga) di bank. Pemberlakuan interst ini mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai kasih saying dan keadilan di antara
29
manusia. Potensi ketidakadilan interest terletak pada adanya pemungutan uang tambahan dari uang pokok (modal) tanpa mempertimbangkan besaran hasil yang diperoleh pengguna uang (nasabah). Dalam keadaan seperti ini jelas tidak ada kesetaraan dan kasih saying sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Adanya penyimpangan pengoperasian uang ini menjadi perhatian sebagian ummat Islam dengan mengaktualisasikan system bagi hasil yang pernah dikembangkan pada masa Nabi Muhammad Saw. dengan menggunakan akad mudharabah di lembaga keuangan syariah. Aktualisasi mudharabah di lembaga keuangan syariah ini menarik untuk dikaji, utamanya karena kata mudharabah terdapat dalam al-Qur’an surat al-Muazammil ayat 20 yang telah ditafsirkan oleh para mufasir klasik hingga modern. Di samping itu mudharabah juga diterapkan pada zaman sekarang. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan seperti apa para mufassir menafsirkan ayat mudharabah, dan bagaimana implementasi mudharabah di lembaga keuangan syariah pada saat ini. Apakah sesuai dengan penafsiran para mufassir atau tidak? Berdasarkan pada latar belakang masalah yang ada maka kami bermaksud menyusun makalah dengan judul: “Makna Mudharabah (Suatu Pendekatan Tafsir Maudhui)”.
30
Landasan Teori Mudhorobah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari bahasa Arab dharaba–yadhribu yang ber1 makna memukul, migrasi, pergi. Imam Syafii Antonio mengumpamakan dengan proses seseorang memukulkan kakinya dalam men2 jalankan usahanya. Istilah mudharabah terdapat dalam al-Qur’an surat al-Muzammil ayat 20. Secara etimologi pengertian mudharabah adalah pemberian modal kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan bagi kedua belah pihak dengan syarat tertentu serta kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Adapun pengertian terminology yang dikemukakan oleh fuqaha klasik mudharabah adalah akad antara dua orang tentang pemanfaatan harta dari sohibul mal kepada yang lainnya untuk mendapatkan keuntungan yang pembagiannya telah ditentukan apakah setengah, sepertiga dengan syarat3 syarat tertentu. Selain pengertian dari kalangan fuqaha klasik, kita juga dapat 1
Attabik Ali, dkk., Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum, 1996) h.1204 2 Ahmad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke Praktik, (Jakarta;Gema Insani Press, 2001) h. 95 3 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala alMadzahib al-Arba’ah, juz 3, (al-Qahiroh, Dar al-Hadits, 2004) h.32
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
menemukan makna mudharabah dalam pengertian modern yaitu penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan prosentase keuntungan. Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak : Pihak yang memiliki modal namun tidak bisa berbisnis. Dan kedua pihak yang mampu berbisnis tapi tidak memiliki modal. Melalui akad ini keduanya dapat saling 4 melengkapi. 2. Rukun dan Syarat Mudharabah Di kalangan Jumhur Ulama dan Ulama Hanafiyyah terdapat perbedaan pendapat mengenai struktur rukun dan syarat mudharabah. Jumhur Ulama menyusun struktur rukun mudharabah yang terdiri dari (1) orang yang berakad, (2) modal, (3) keuntungan, (4) jenis pekerjaan dan (5) akad. Sementara Ulama Hanafiyyah dalam menyusun rukun mudharabah hanya mencukupkan pada adanya ijab dan Kabul. Dalam hal ini, Ulama Hanafiyyah, menjadikan rukun mudharabah Jumhur Ulama lainnya sebagai syarat mudharabah. Adapun syarat-syarat mudharabah yang dikemukakan oleh jumhur ulama adalah :
a. Orang yang berakad harus cakap bertindak hokum dan cakap diangkat sebagai wakil. b. Syarat modal: Modal dalam bentuk uang; Jumlah modal dapat diketa-hui dengan jelas jumlahnya; Modal diserahkan seluruhnya pada mudharib; terdapat pembagian keuntungan yang jelas antara mudhorib dan sohibul mal 3. Jenis-Jenis Mudharabah Mudharabah terdiri dari dua jenis 5 yaitu : a. Mudharabah Mutlaqah. Mudharabah mutlaqah yaitu bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha , waktu dan daerah bisnis. Dalam hal ini shahibul mal memberikan kekuasaan penuh pada mudharib untuk mengelola dananya. b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk kerjasama antara sohibul mal dan mudhorib, dimana kewenagan mudharib dalam mengelola dananya dibatasi dengan ketentuan-ketentuan oleh sohibul mal. Ketentuan itu dapat berbentuk batasan jenis usaha, waktu ataupun tempat usaha.
4
Abdullah Muslih dkk. Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta : Darul Haq, 2004) h 56
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
5
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, h 97
31
Metodologi Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan tafsir maudhu’i. Tafsir Maudhu’I adalah tafsir yang membahas tentang tema-tema khusus yang berkembang pada suatu 6 masa. Tema-tema tersebut dicarikan landasan normatifnya dalam alQur’an. Setelah mendapatkan landasan normatifnya kemudian dilakukan penerjemahan dan penafsirannya dari para ulama. Disamping itu untuk memperkaya makna tema yang dibahas, digunakan juga metode Munasabah. Ilmu Munasabah adalah menerangkan hubungan antara ayat satu dengan ayat yang lainnya, baik yang ada dibelakangnya atau ayat 7 yang mendahuluinya. Proses menghubungkan ayat dengan ayat lain dilakukan dalam satu surat maupun di luar surat dengan ketentuan adanya persamaan maudhu’nya antara satu ayat dengan ayat lainnya. Setelah diketemukan adanya persamaan maudhu’ kemudian dipilih maksud menghubungkan ayat tersebut apakah untuk mengutarakan dan menjelaskan, menghubungkan dan menjelaskan, mengecualikan dan 6
Manna Khalil al-Qattan, Studi IlmuIlmu al-Qur’an, Penerjemah : Mudzakir AS. (Bogor, Pustaka Litera Antarnusa, 1996) h. 478. 7 Ahmad Syadali dkk., Ulumul Qur’an I, (untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK) (Bandung, Pustaka Setia, 1997) h. 168
32
mengkhususkan atau menengahi dan 8 menggakhiri pembicaraan. Dalam hal ini, kajian difokuskan pada pencarian makna dan praktik mudhorobah yang bersumber pada surat al-Muzammil ayat 20. Pembahasan Makna Mudharabah Pada surat al-Muzammil ayat 20 terdapat kata yang menghubungkan dengan kata mudharabah, yaitu kata yadhribuuna fil ardh. sebagai berikut : …… “Allah mengetahui akan ada diantara kalian orang-orang yang sakit dan lainya orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah’ Surat al-Muzammil berkaitan erat dengan keutamaan melakukan salat malam sekaligus memberikan keringanan melakukannya bagi orangorang yang mendapatkan halangan. Adapun sebab-sebab diturunkannya surat terdapat berbagai versi. Di antaranya adalah yang dijelaskan oleh Imam Jalaudin al-Mahalli dan Imam Jalaludin as-Suyuti. Imam Imam Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits yang bersumber dari Siti Aisyah ra. Siti Aisyah telah menceritakan 8
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, h
173
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
bahwa setelah ayat yang menjelaskan “Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad) bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)” (QS 73 : 1-2) para sahabat meniru jejaknya selama satu tahun, sehingga telapak kaki mereka bengkak-bengkak, lalu turunlah ayat lainnya yaitu “maka bacalah apa yang 9 mudah (bagi Kalian) dari al-Qur’an”. Melalui surat al-Muzamil ini kita dapat menemukan kata mudharabah dalam kata yadhribuuna fi al-ardh yang bermakna berjalan di muka bumi Allah. Imam Jalaludin al-Mahalli dan Jalaludin as-Suyuti menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan berjalan di muka bumi Allah adalah mencari rezeki Allah melalui 10 perniagaan dan yang lainnya. Pengertian ini juga dapat ditemukan pada penjelasan Imam al-Maraghi yang menjelaskan bahwa yadhribuna fi al-ardh adalah bepergian untuk 11 mencari rezki dan karunia Allah. Lebih lanjut Imam al-Maraghi juga
menjelaskan bahwa Allah telah memberikan keringanan bagi orang sakit, mencari nafkah dan orang yang berperang dalam melakukan salat 12 malam. Dalam hal ini salat malam dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan orang yang sakit, orang yang mencari nafkah pada siang hari dan orang yang berperang. Bagi Imam al-Maraghi adanya keringanan bagi orang yang mencari nafkah dikarenakan adanya kualitas yang setimpal dengan jihad dalam aktifitas mencari nafkah. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud: “Siapa saja yang mendatangkan suatu manfaat ke dalam kota Islam, sedang ia bersabar dan ikhlash, lalu dia menjualnya dengan harga hari itu, maka di sisi Allah dia termasuk syuhada” kemudia ia membacakan ayat :
9
Jaludin al-Mahalli dkk. Tafsir Jalalain dan Asbabun Nuzulul Ayat, jilid 29, Penerjemah Bahrun Abu Bakar (Bandung ; Sinar Baru Algensindojm 2010) h. 2583 10
Jaludin al-Mahalli dkk. Tafsir Jalalain dan Asbabun Nuzulul Ayat, jilid 29, Penerjemah Bahrun Abu Bakar h. 2581 11 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abu bakar Dkk. (Semarang, Toha Putra : 1993) h. 207
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Kaab bin Ujroh juga menghubungkan antara mencari nafkah dengan jihad sebagai berikut : “Bahwa Kaab bin Ujroh berkata “ seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah dan para sahabat. Nabi 12
Jalaludin al-mahalli dkk. Jilid 29 H.
207
33
melihat kegigihan orang tersebut dalam bekerja. Para Sahabat bertanya pada rasulullah “Wahai Rasulullah andai saja yang dilakukan laki-laki itu termasuk jihad di jalan Allah, kemudian Rasulullah bersabda: “Apabila ia pergi bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka ia berjihad di jalan Allah ! Dan jika ia pergi bekerja untuk kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka ia berjihad di jalan Allah! Jika ia pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka ia berjihad di jalan Allah! Namun jika ia pergi bekerja dalam rangka pamer dan membanggakan diri maka ia berjihad di 13 jalan syetan.” Jihad adalah mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh. Menurut Ibn Taimiyyah, Jihad bisa dilakukan dengan hati maupun dengan fisik. Bentuk jihad dalam hati seperti keinginan untuk berdakwah, mengajarkan syariat Islam, berargumentasi dengan mendatangkan argumentasi yang benar bagi yang membutuhkannya, menghilangkan hal yang syubhat, memberikan pendapat dan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat bagi kaum Muslimin. Sedangkan jihad dengan fisik adalah dengan melakukan perang. Dalam kajian modern, adanya
keseuaian antara jihad dan mencari nafkah telah melahirkan konsep tingkatan jihad madani (membangun masyarakat) dalam bidang ekonomi. Adapun bentuk jihad-jihad ekonomi diantaranya adalah membangkitkan perekonomian masyarakat dan mengalihkan masyarakat dari budaya konsumtif ke produktif, dari pengimpor menjadi pengekspor serta dari keadaan kebergantungan ekonomi dengan pihak lain menuju pada 14 kemandirian ekonomi. Disamping itu, surat al-Muzammil ayat 20 ini memiliki kesesuaian (munasabah) maudhu’ dengan dengan surat al-Jumu’ah ayat 10 dan surat al-Baqarah ayat 198 yaitu kebolehan mencari nafkah yang harus dilakukan tanpa melalaikan kewajiban ibadah salat maupun ibadah haji, sebagai berikut : “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
13
Yusuf al-Qardhawi, Ringkasan Fiqh Jihad, Penerjemah Masturi Irham dkk. (Jakarta : Pustaka al-Kautsar ; 2011) h. 155
34
14
Yusuf Qardhawi, Ringkasan Fiqh Jihad, 156
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut)”. Surat al-Muzammil ayat 20 juga memiliki relevansi dengan surat alnisa ayat 29 mengenai ketidak bolehan mencari nafkah dengan cara yang bathil.
di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Imam Jaludin al-Suyuti dan Imam jaludin al-Mahalli menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kebatilan tersebut 15 adalah ghasab dan riba. sementara Imam al-Qurtubi menjelaskan bahwa bentuk perbuatan bathil itu adalah Jual Beli Urban. Jual beli Urban adalah jual beli dengan memberikan panjer, apabila jadi membeli maka panjer tersebut bagian dari harga barang, tetapi jika tidak jadi dibeli maka barangnya kembali menjadi milik 16 penjual. Pembahasan mengenai adanya larangan mencari nafkah dengan bathil telah menjadi insentif ummat Islam modern dalam menghapuskan riba yang ada pada bunga bank dengan produk mudhorobah yang dilakukan dengan cara berbagi hasil. Implementasi Mudharabah di Lembaga Keuangan Syariah. Pada saat ini, mudharabah telah diterapkan di lembaga keuangan syariah sebagai upaya menghapuskan riba yang ada dalam bunga bank.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
15
Jaludin al-mahalli dkk, Terjemahan Tafsir Jalalain, jilid 1 hal. 342 16 Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Ta’liq Muhammad Ibrahim al-Hifnawi.jilid IV, penerjemah Ahmad Rijali kadir (Jakarta ; Pustaka Azam, 2008) h. 347-348
35
Implementasi mudharabah di bank syariah diterapkan pada produk pembiayaan dan penghimpunan dana. Pada sisi pengimpunan dana mudharabah diterapkan pada : 1. Tabungan berjangka yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban 2. Deposito biasa dan deposito special Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan pada : 1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan ataupun jasa. 2. Investasi khusus, atau mudharabah muqayyadah. Dalam investasi ini, penyaluran dana bersifat special, karena ada batasan-batasan yang diberikan oleh sohibul mal. Adapun manfaat pelaksanaan Mudharabah di Bank Syariah adalah 1, Terdapat situasi gotong royong diantara sesama Muslim dalam mencari nafkah 1. Terhindar dari bisnis yang haram 2. Terdapat kemudahan bagi mudhorib dalam berbisnis karena, mudhorib juga bagian dari pemilik. 3. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan nasabah meningkat 4. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, melainkan disesuaikan dengan pendapatan/hasil
36
usaha bank sehingga bank tidak pernah mengalami negative spread 5. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak meberatkan nasabah. Kesimpulan Setelah melakukan kajian sebagaimana disebutkan di atas, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Mudharabah adalah kerjasama antara shahibul mal dan mudharib untuk melaksanakan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan dan adanya ketentuan pembagian keuntungan yang jelas dan pasti sedangkan kerugian modal ditanggung sepenuhnya oleh sohibul mal. 2. Tafsir mskns mudhorobah merujuk pada surat al-Muzammil ayat 20 yang diperkuat dengan ayat-ayat al-Qur’an lainnya maupun hadits yang menjelaskan : a. Bahwa melaksanakan mudharabah (mencari nafkah) dibolehkan dalam Islam dan memiliki kualitas nilai utama yang setara dengan jihad. b. Surat al-Muzammil ayat 20 yang membahas mudharabah memiliki munasabah dengan surat alJumu’ah ayat 10 dan surat al-Baqarah ayat 198 yaitu kesesuaian maudhu’ pada kebolehan mencari nafkah dan penjelasan mengenai keharusan
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
mencari nafkah tanpa melalaikan ibadah salat dan ibadah haji . c. Surat al-Muzammil ayat 20 juga memiliki relevansi dengan surat al-Nisa ayat 29 yang melarang mencari nafkah dengan cara yang bathil. Diantara bentuk-bentuk mencari nafkah dengan cara yang bathil itu adalah perbuatan ghasab, riba dan jual beli urbun. 3. Aplikasi konsep mudharabah telah diterapkan di bank syariah dengan menggunakan system bagi hasil antara bank dan nasabah sebagai upaya mrnghindari unsur riba yang terdapat dalam bunga bank . Daftar Pustaka Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala alMadzahib al-Arba’ah, juz 3, alQahiroh, Dar al-Hadits, 2004 Abdullah Muslih dkk. Fikih Ekonomi Keuangan Islam Jakarta : Darul Haq, 2004
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Ta’liq Muhammad Ibrahim al-Hifnawi. Penerjemah Ahmad Rajab Qadir, jilid 4, Jakarta, Pustaka Azam, 2008 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abu bakar Dkk. Jilid 29 , Semarang, Toha Putra : 1993 Ahmad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke Praktik, Jakarta;Gema Insani Press, 2001 Attabik Ali, dkk. Kamus Kontemporer Arab Indonesia , Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum, 1996 Jaludin al-Mahalli dkk. Tafsir Jalalain dan Asbabun Nuzulul Ayat, jilid 1 dan 4, Penerjemah Bahrun Abu Bakar (Bandung ; Sinar Baru Algensindojm 2010) Y usuf al-Qardhawi, Ringkasan Fiqh Jihad, Penerjemah Masturi Irham dkk. Jakarta : Pustaka al-Kautsar ; 2011
37