Makalah Seminar Topik Khusus Teori, Metode, dan Aplikasi oleh Arsitek Sou Fujimoto
Oleh : Hendro Trieddiantoro Putro 13/356033/PTK/09150
PROGRAM STUDI PASCASARJANA ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2014
DAFTAR ISI I. TEORI (ONTOLOGI) ..................................................................................................................................... 3 Latar Belakang Arsitek .............................................................................................................................. 3 Studi literature, video presentasi, dan hasil wawancara .......................................................................... 4 Primitve – Future ................................................................................................................................... 4 Filosofi ................................................................................................................................................. 12 Rumusan Teori ........................................................................................................................................ 12 II. METODE (EPISTEMOLOGI) DAN ANALISIS............................................................................................... 14 Metode dan Aplikasi ............................................................................................................................... 14 In Between Situation (Gradation, inside – outside, ambiguity) .......................................................... 14 Layering (horizontal – vertical) ........................................................................................................... 14 Artificial ............................................................................................................................................... 14 Randomness ........................................................................................................................................ 14 III. KESIMPULAN .......................................................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 16 DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................................ 17 Lampiran ..................................................................................................................................................... 18
I. TEORI (ONTOLOGI) Latar Belakang Arsitek Sou Fujimoto, kelahiran tahun 1971 lulusan Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tokyo angkatan ’94. Tahun 2000, ia mendirikan Sou Fujimoto Architects. Hanya dalam tempo singkat, ia memperoleh berbagai macam penghargaan tingkat nasional dan internasional. Yang bergengsi tentu adalah AR (Architectural Record) Awards 2006 “Grand Prize” untuk proyeknya Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation, serta World Architectural Festival – Private House
Category
Winner
2008
dan
Wallpaper Design Awards 2009 – Best New Private House, keduanya untuk Final Wooden House. Sou Fujimoto pernah bekerja dengan Toyo Ito dan banyak pengaruh yang didapat Sou Fujimoto dari bekerja dengan Toyo Ito. Sou Fujimoto mengatakan bahwa dirinya banyak mendapat inspirasi dari beberapa karya Toyo Ito, seperti Sendai Mediatheque, terdiri dari beberapa plat lantai dan struktur kolom yang dimodifikasi dan tanpa ada dinding atau pembatas ruang sehingga pengguna bebas menyatakan kegunaan ruang tersebut berdasarkan kegiatan mereka. Ketika Toyo Ito ditanya pendapatnya tentang Sou Fujimoto, dia mengatakan bahwa ada hal yang tidak terlupakan tentang Sou Fujimoto, yaitu ketika Sou Fujimoto menjadi salah satu presentator saat terpilih menjadi nominasi kompetisi aomori prefectural art museum design competition dimana kompetitornya yang lain yaitu Kisho Kurokawa, Jun Aoki, dan Manabu Chiba. Kalimat pertama yang diucapkan Sou Fujimoto saat itu ialah “I want to make weak architecture” dengan pembawaannya yang selalu tersenyum pada saat memulai hingga selesai presentasi. Pada akhirnya meskipun Sou Fujimoto tidak memenangkan kompetisi tersebut tetapi Manabu Chiba. Toyo Ito masih terkesan dengan presentasi Sou Fujimoto tentang konsep Weak Architecture, yaitu tidak mengartikan architecture secara keseluruhan, namun secara bagian per bagian, sehingga hasil akhir yang tercapai dapat beragam dan bervariasi.
Studi literature, video presentasi, dan hasil wawancara Primitve – Future (Cave, Nest, Nomaden, Organic Structure, Tree, Forest, Context, Grid, Material, Artificial) Sou Fujimoto menulis sebuah buku yang berjudul Primitive Future. Buku ini terbit tahun 2008 langsung menjadi salah satu buku arsitektur yang populer. Fujimoto mulai mengenalkan ide tentang Nest (Sarang) dan Cave (Gua). Primitive - future merupakan sebuah frasa atau gabungan kata yang kontradiktif. Di satu sisi berarti sesuatu yang terlampaui dan di sisi lain menunjukkan sesuatu untuk masa depan. Primitive memiliki arti dan pemahaman yang lebih dalam dibanding sekedar melihatnya sebagai sesuatu yang telah terlampaui dan terdahulu, kata tersebut memaknai suatu hal yang mendasar dan yang paling esensial terkandung di dalamnya. Sarang adalah sebuah tempat yang sejak awal dipersiapkan sebagai hunian manusia. Sedangkan Gua adalah sebuah tempat yang walau bisa dihuni tapi bukan dengan sengaja dipersiapkan untuk itu. Ruang-ruang di dalam gua tidak langsung terdefinisi namun menawarkan peluang yang bebas untuk didefinisikan.
Gambar 1. Penjelasan tentang Pemaknaan Ruang oleh Sou Fujimoto Sumber : Capture Video Presentasi Sou Fujimoto
Fujimoto menggagas bahwa arsitektur harus kembali seperti gua yaitu menawarkan ruang-ruang yang ambigu, berpeluang untuk digunakan tetapi tetap menjadi bagian dan ‘menghargai’ sekitar. Hal ini menciptakan fleksibilitas, bahwa penamaan ruang dilakukan setelah ruang tersebut digunakan, bahkan ruang yang sama dapat diartikan atau memiliki pemaknaan berbeda oleh pengguna yang lain.
Beberapa prinsip teori Primitive Future dalam buku Sou Fujimoto adalah sebagai berikut : 1. Nest or Cave
Gambar 2. Analogi Nest (domino Le Corbusier) dan Cave (Sou Fujimoto) Sumber : Capture Video Presentasi Sou Fujimoto “Innocent Architecture” di Harvard University
Sou Fujimoto menjelaskan bahwa manusia saat ini hidup dalam sebuah tatanan yang disebut nest, sebuah tempat yang benar-benar dipersiapkan sejak awal, dimana terdiri dari beberapa elemen pembentuknya seperti kolom, lantai, dinding, dan furniture (domino Le Corbusier). Sou Fujimoto menggagas bahwa arsitektur harus kembali ke awal, disaat manusia belum mengenal arsitektur yaitu kembali ke Cave, dimana terdapat ketidak beraturan, sebuah metode artificial dengan memberikan sebuah ambiguitas, seperti furniture yang berfungsi sebagai struktur, dan tanpa penamaan ruang tujuannya adalah pemikiran kembali tentang arsitektur. Karya Sou Fujimoto : a. Primitive-Future house
2. Notes Without Staves – The new Geometry Arsitektur seperti halnya sebuah musik, terdiri dari not, tempo, dan tangga nada yang kesemuanya saling berhubungan. Sistemnya seperti modern arsitektur, waktu atau tempo berjalan sebelum not kemudian not menciptakan musik, analoginya musik adalah arsitektur, not adalah kegiatan, dan tempo adalah ruang. Sou Fujimoto menjelaskan dengan partitur musik bahwa Mies Van De Rohe menciptakan ruang dengan analogi musik tanpa not, hanya ada grid pengatur tempo, semua teratur, terukur, dan dipersiapkan.
Gambar 3. Analogi Arsitektur Modern Mies Van De Rohe dan Sou Fujimoto dengan Partitur Musik dari Bach Sumber : Capture Video Presentasi Sou Fujimoto “Innocent Architecture” di Harvard University
3. Separation and connection Sou Fujimoto mengatakan bahwa arsitektur erat kaitannya dengan jarak, jarak yang dimaksud bukan jarak secara fisik namun jarak secara pengalaman, hubungan jarak yang tercipta dari modul ruang.
Gambar 4. Konsep Gradasi Sou Fujimoto Sumber : Capture Video Presentasi Sou Fujimoto “Innocent Architecture” di Harvard University
Karya : a. House O b. T House c. Diagonal walls
4. City as house – House as city Sou Fujimoto mencoba untuk menciptakan kompleksitas dan simplisitas secara bersamaan. Kota dianggap sebagai sesuatu yang kompleks dan rumah sebagai hal yang simpel. Dia mencontohkan bahwa Tokyo bagi sebagian orang merupakan sebuah kota dan rumah dimana terdapat kerumitan didalamnya.
Gambar 5. Diagram Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation Sumber : Primitive Future, Sou Fujimoto
Karya : a. Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation b. Rehabilitation Dormitory in Hokkaido, 2003 c. 7/2 House, 2006
5. In a Tree-like space Sou Fujimoto menganalogikan bahwa sebuah rumah layaknya sebuah pohon yang bercabang. Cabang itulah yang kemudian menjadi sebuah ruang yang difungsikan oleh penggunanya. Cabang tersebut memiliki hirarkinya masing-masing namun terhubung ke batang pusat.
Gambar 6. Analogi in a tree-like space Sumber : Primitive Future, Sou Fujimoto
Karya : a. House NA, 2007 b. Atelier / house in Hokkaido
6. Nebulous (In between situation) Sou Fujimoto mencoba menciptakan sebuah gradasi tentang inside-outside sehingga tercipta sebuah korelasi antara ruang dalam dan ruang luar. Sou Fujimoto mencoba menciptakan Openness dan protectness.
Gambar 7. Analogi Nebulous Sumber : Primitive future, Sou Fujimoto
Karya Sou Fujimoto : a. House N
7. Gürü – Gürü Adalah sebuah konsep bentuk yang tercipta dari sebuah spiral. Bentuk spiral tersebut kemudian menciptakan sebuah ruang tak terhingga dengan layer pembentuknya.
Gambar 8. Konsep Guru-Guru Sumber : Capture Video Presentasi Sou Fujimoto “Innocent Architecture” di Harvard University
Karya : a. New Library and Museum of Musashino art university b. Ordos 100 c. Spiral House
8. Garden (forest like) Dalam Arsitektur, ruang diciptakan dan ditentukan kemudian tercipta ruang terbuka. Sou Fujimoto membalik proses tersebut, menganalogikan proses terbentuknya hutan, terjadi karena perubahan suhu dan cuaca yang secara tiba-tiba kemudian ruang fungsional berada diantaranya. Sou Fujimoto mencoba untuk menjaga alam maupun menciptakan alam secara artificial. Karya : a. House I, 2007 b. House / Forest
9. Before House and City and Forest Menciptakan beragam area secara bersamaan namun berkorelasi seperti reruntuhan, hutan, dan permukiman pada satu waktu dan rute yang bermacam – macam dalam mencapai sebuah lokasi. Karya : a. House before house b. Taiwan café c. Tokyo Apartment
10. Before matter and space Sou Fujimoto menjelaskan bahwa ruang tercipta karena kehidupan begitu juga kehidupan yang terjadi karena ada ruang yang tersedia. Sou Fujimoto mencoba untuk memunculkan keduanya sehingga terjadi ambiguitas terciptanya ruang dan kehidupan. Karya : a. Final wooden house
Filosofi (Engawa, Furyu, take off shoes culture) Jepang sangat menghargai etika, sopan santun, dan salam. Contohnya adalah ketika bertamu, di Jepang dikenal budaya melepas sepatu ketika masuk rumah dan menggunakan sandal khusus, barulah kemudian dipersilahkan naik atau masuk. Aturan ini juga berlaku ketika memasuki rumah makan khususnya yang berlantai tamami atau rumput serta untuk tempat tertentu seperti rumah sakit, klinik, dan kuil. Tanda dari aturan ini terlihat dari posisi lantai yang lebih tinggi dan ruangan dengan perbedaan material. Estetika Jepang adalah tentang etika. etika bukan dalam arti semata bagaimana manusia berelasi dengan sesamanya tetapi dengan seluruh alam semesta. dalam buku A Tractate On Japanese Aesthetics, Donald Richie menjelaskan bahwa Iki adalah sebuah kualitas moral yang menjadi muara dari seluruh upaya pelatihan fisik dan jiwa sepanjang hidup. salah satu kualitas yang dianggap mampu mendekati Iki ini adalah kualitas elegan atau furyu. Kualitas elegan ini dipengaruhi oleh dua aspek; aspek dari dalam diri yang disebut Aware dan dari luar diri yaitu Yugen. Aware hadir dalam wujud emosi yang terkontrol sedangkan yugen ada pada karisma misteri yang terjadi dalam apa pun diluar diri seperti alam dan kehidupan. Bagi Sou Fujimoto Jepang memiliki istilah Engawa yang mendekati istilah ambang atau emptyness. Suatu ambang ini tidaklah menjadi luar dan dalam bagi tempat dimana kita berpijak. Ini bukan outside dan juga bukan inside. Ambang yang tidak di luar dan tidak pula di dalam. Hal ini diinterpretasikan kembali oleh Sou dalam karya karyanya yang baru. Terkadang ‘engawa’ atau ‘ambang’ ini sengaja diciptakan dan diperluas seperti taman ruang yang menjadi suatu bentuk pemahaman yang tercipta dari inside-outside. Konsep akan primitive future kemudian dimatangkan dengan cara memperlakukannya sebagai inside-outside, tidak berbatas dan dimana manusia merasakan keduanya dan tidak menyadari perasaan berbeda antara luar dan dalam. Arsitektur dapat menciptakan interior sekaligus eksterior yang seimbang. Saat penciptaan interior, saat itu pula eksterior terbentuk. Ketertarikannya untuk meleburkan interior dan eksterior secara bersamaan membuat suatu konsep yang diistilahkannya sebagai ‘in between’.
Rumusan Teori Berdasarkan studi literature, video presentasi, dan hasil wawancara, penulis mencoba untuk mensimplifikasikan data menjadi variabel yang didialogkan. Terlihat pada diagram, gagasan primitive
future diciptakan dari beberapa variabel, yakni berawal dari ingin menciptakan kegiatan seperti pada sebuah gua, kemudian dipadukan dengan konteks atau lokasi dan budaya, maka akan mempengaruhi desain, yaitu tentang layout, layering, dan konsep serta pemilihan material, bentuk dan warna. Semua variabel tersebut dipadukan dan dicampur sehingga muncul menjadi sebuah kesatuan yang saling berhubungan seperti antara arsitektur dengan alamnya, antara furniture dengan arsitekturnya, antara didalam dan diluar, serta antara area public dan private.
Gambar 9. Dialog Teori Sumber : Analisis Penulis
II. METODE (EPISTEMOLOGI) DAN ANALISIS Metode dan Aplikasi In Between Situation (Gradation, inside – outside, ambiguity) Sou Fujimoto mencoba menciptakan sebuah gradasi tentang inside-outside sehingga tercipta sebuah korelasi antara ruang dalam dan ruang luar. Sou Fujimoto mencoba menciptakan Openness dan protectness, yaitu sebuah ruang dengan kedalaman, dimana semakin ke dalam akan semakin aman. Layering (horizontal – vertical) Metode yang digunakan oleh Sou Fujimoto yaitu dengan menghilangkan batas ruang, dengan metode layering, contohnya material diganti dengan material kaca yang lebih memungkinkan transparansi hadir dan membawa ambiguitas yang dapat dialami oleh manusia sebagai penikmat, selain itu Sou menggunakan istilah “box in box in box”, Langkah tersebut mencipatakan suatu komposisi yang memiliki hubungan tiap-tiap elemen yang diartikan sebagai inside-outside; dan In Between, jadi seseorang dapat berada di dua makna tempat secara bersamaan. Artificial Artificial berarti meniru atau menciptakan keadaan yang berasal dari alam atau natural kedalam konteks kekiniian. Sou Fujimoto menginterpretasikan konsep primitive future dengan konteks kekinian melalui warna, material, dan bentuk. Contohnya dengan memberi warna putih hampir disetiap karyanya, hal ini sengaja dilakukan untuk menciptakan kesan timeless, menutupi sifat dari material aslinya yang mungkin berasal dari besi atau baja. Sou Fujimoto menghilangkan kesan struktur masiv kemudian menggantinya dengan elemen atau modul dalam satu kesatuan yang dapat berfungsi sebagai furniture, seperti tangga, kolom, dan plat lantai. Randomness Menciptakan beragam area secara bersamaan namun berkorelasi seperti reruntuhan, hutan, dan permukiman pada satu waktu serta rute yang bermacam – macam dalam. Tujuannya adalah mendapatkan hasil secara acak sehingga memunculkan kesan alam atau natural ke dalam karyanya.
III. KESIMPULAN Bagi Sou Fujimoto, seorang arsitek muda Jepang, alam selalu hadir dan menjadi bagian dari lingkungan dimana kita berpijak. Manusia membuat segala sesuatu untuk mempermudah, mempercepat, dan membantu dirinya untuk terus menjadi menjadi hal yang asing bagi sekitar, termasuk di dalamnya produk arsitektur. Dalam setiap karyanya Sou Fujimoto memiliki keinginan meleburkan hal itu dan menyeimbangkannya. Sou Fujimoto membawa pencarian dari nilai primitif estetika Jepang ini ke tingkat yang lebih radikal dan juga lugas. Dengan teknologi yang sudah lebih memungkinkan arsitektur-arsitektur-nya tidak lagi bermain di tataran analogi atau simbolik tapi ikonik. Karya-karya Sou Fujimoto dikenal sebagai ‘extension of pure white cube’ dan tampil dalam abstraksinya yang selalu minimalis. Setiap karyanya mengandung makna yang berbeda dan menginginkan manusia untuk memiliki pengalaman di dalamnya. Ia percaya sebuah produk arsitektur dapat menyembuhkan kepekaan manusia akan lingkungan. Karyanya merupakan eksperimen yang diarahkan ke arah pemulihan hubungan manusia bersama, dan pemulihan hubungan primitif antara masyarakat dan alam.
DAFTAR PUSTAKA Dwiyani, Talisa. “Menyelami Refleksi Hubungan Alam & Ruang Diri”, Arsitektur.net 2011 vol. 5 No. 2. Fujimoto, Sou. Primitive Future. http://www.archdaily.com/10986/ordos-100-9-sou-fujimoto/ http://www.dezeen.com/2010/10/05/tokyo-apartment-by-sou-fujimoto-architects/ http://www.egodesign.ca/en/article.php?article_id=550 http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/etika.html http://www.conditionsmagazine.com/ https://332lab.wordpress.com/ http://www.designboom.com/ http://www.iaacblog.com/maa2013-2014-advanced-architecture-concepts/ http://www.kmpfurniture.com/designer-news/sou-fujimoto---less-is-more---architecture_170.html http://www.serpentinegalleries.org/
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Penjelasan tentang Pemaknaan Ruang oleh Sou Fujimoto .........................................................................4 Gambar 2. Analogi Nest (domino Le Corbusier) dan Cave (Sou Fujimoto) .....................................................................5 Gambar 3. Analogi Arsitektur Modern Mies Van De Rohe dan Sou Fujimoto dengan Partitur Musik dari Bach ..........6 Gambar 4. Konsep Gradasi Sou Fujimoto ......................................................................................................................6 Gambar 5. Diagram Children’s Center for Psychiatric Rehabilitation ............................................................................7 Gambar 6. Analogi in a tree-like space ..........................................................................................................................8 Gambar 7. Analogi Nebulous .........................................................................................................................................9 Gambar 8. Konsep Guru-Guru .....................................................................................................................................10 Gambar 9. Dialog Teori ................................................................................................................................................13
Lampiran
Anda kerap merefleksikan alam sebagai sesuatu yang alami: hutan, gua, pohon, dan sebagainya. Bagaimana Anda mempertimbangkan konteks—“alam” tempat karya itu sendiri berada—dalam arsitektur Anda?
Konteks sangat penting—salah satu hal yang terpenting. Termasuk di dalamnya iklim, lingkungan, gaya hidup, latar belakang budaya, dan tentunya kebutuhan klien. Awal titik mula arsitektur adalah konteks. Saya mulai dari situ, bentuk tapak dan lainnya. Jika berbagai hal berbeda di dalam konteks bisa Anda integrasikan dalam satu ruang, itu bisa menjadi arsitektur yang menakjubkan.
Melihat sekilas, karya-karya arsitektur Anda tampak seperti alien bagi sekitarnya.
“Karena saya selalu berusaha untuk menangkap konteks yang tersirat, bukan sekadar konteks yang kasat mata. Juga termasuk konteks masa depan. Itu sebabnya karya-karya saya kerap tidak tampak serasi dengan sekitarnya.” – wawancara Sou Fujimoto - Konteks.org
Conditions: What are your ideas about architecture in relation to nature, concerning copies and interpretations of nature? You have written about primitive futures and primary needs, how do you see it as valid to use nature and a primitive approach in architecture?
Sou Fujimoto: Recently I have been thinking about the architecture of the future as an artificial forest, and I mean literally a forest. I think the forest is very interesting because many different things exist together, in a complex order, and create a certain harmony. I like developing different materials, and having different elements existing together, because in public architecture many people are gathering and doing many different things. Architecture should accept the diverse activities of a city.
JPJ: Do you have a preferred way of working? How do you see the relationship between drawings and models in your practice?
SF: I prefer to use simple means, such as words, sketches, models and discussions with my team, when I proceed with a new project. I may see a way forward when I’m sketching or it may be when we are making lots of highly conceptual models that I begin to see a solution. New possibilities may emerge when I’m having discussions with my staff. Whatever the method I may employ, it is essential that I try to externalise what is inside me during these creative moments. Sketches, models, words and discussions − we become aware of their true meanings or possibilities only when ideas are fully externalised.
The cave is a recurring theme carried out extensively throughout the paper. Why cave? Because it exists. Simply. It is discovered, explored and appropriated. It is nature. A natural ruin. Incomplete, Accidental; and thus much more pleasurable to adapt. The manner in which the cave is appropriated becomes purely a question of ergonomics. The human scale shall never be ignored. It is but celebrated. ‘I believe architecture is akin to something like a framework, which subsumes the complexities and richness of this ever-changing world, and assimilates what is not yet comprehensible. what is offered here are moments which serve as a prelude to the architecture of diversity.’ – sou fujimoto on his exhibition ‘between nature and architecture at GA gallery “Eksterioritas bukan arsitektur. Interioritas bukan arsitektur. Arsitektur terwujud pada bagaimana eksterioritas dan interioritas saling berhubungan.” – wawancara Sou Fujimoto konteks.org “Eksterior adalah eksterior, tidak ada makna lain. Bagaimana mendefinisikan interior, itulah tantangan besarnya (arsitektur). Definisi interior itu sendiri adalah gagasan arsitektur, dan bagi saya, interior lebih seperti sebuah gradasi—situasi yang beralih perlahan. Semakin ke dalam, semakin mendapatkan privasi, semakin dalam lagi sampai bertemu dengan ruang dalam yang paling nyata. Namun, di sisi sebaliknya, semakin keluar semakin terbuka, sampai di satu titik berada hampir di paling luar—eksterior. Itulah yang saya maksud dengan gradasi.”