“LIHAT, REKAM, DAN TONTON!” (SEBUAH VIDEO DOKUMENTER TENTANG GAMBARAN PROSES FASILITASI PEMBUATAN VIDEO BERBASIS KOMUNITAS DALAM PROGRAM PENDIDIKAN MEDIA KOMUNITAS UNTUK REMAJA DI DAERAH GEMPA, TASIKMALAYA)
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh : Arif Syaifuddin D.1207578
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Terjangan gempa 7,3 Scala Richter (SR) pada kedalaman 30 Km di Samudra Hindia atau 142 Km barat daya Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu 2 September 2009, menyebabkan korban jiwa baik yang meninggal, luka-luka maupun hilang. Menurut laporan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) per tanggal 30 September 2009, tercatat ada 81 orang meninggal dunia, 1297 orang luka-luka, 42 orang hilang, dan 196.153 orang mengungsi. Selain itu musibah ini juga mengakibatkan 247.981 rumah, 5523 sekolah, 5965 masjid, 898 kantor, dan 71 pondok pesantren rusak berat, sedang, maupun ringan. Jumlah itu tersebar di semua wilayah Provinsi Jawa Barat ditambah Kab. Cilacap, Jawa Tengah.1 Setelah melalui proses pendataan, akhirnya pemerintah melalui BNPB merencanakan akan menyalurkan bantuan sejumlah uang untuk membantu korban bencana agar dapat memperbaiki rumah mereka yang rusak. BNPB memutuskan stimulan untuk rumah yang rusak ringan Rp 1 juta per keluarga. Sementara rumah kategori rusak berat mendapat Rp 15 juta dan rusak sedang Rp 10 juta.2 Namun hingga tulisan ini dibuat, di beberapa daerah, bantuan untuk renovasi rumah yang rusak belum turun juga. Tidak lama berselang setelah musibah gempa Tasikmalaya terjadi, di 1 2
http://www.bakornaspb.go.id/website/index.php?option=com_content&task=view&id=2439 http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/11/20/brk,20091120-209539,id.html
3
wilayah lain di Indonesia yaitu Padang, Sumatera Barat juga terkena musibah gempa bumi yang dampaknya lebih besar dari Tasikmalaya. Sebanyak 1.115 jiwa tewas menjadi korban keganasan gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter yang berpusat di 57 km dari Pariaman, Sumatera Barat.3 Bahkan getarannya terasa hingga ke negara tetangga (Malaysia dan Singapura).4 Dikarenakan magnitude dan jumlah korban yang ditimbulkan lebih besar dari gempa Tasikmalaya, seketika itu pula perhatian masyarakat luas berpaling kepada korban gempa di Padang. Sampai saat ini banyak korban gempa Tasikmalaya yang belum mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumahnya kembali. Jikapun ada warga masyarakat yang telah membangun kembali rumahnya yang rusak, itu dilakukan dengan cara swadana. Soca Tasikmalaya Media Center merupakan kumpulan Anak muda Tasikmalaya dari berbagai latar belakang. Soca Tasikmalaya Media Center berdiri pada tanggal 13 April 2008, mempopulerkan penggunaan media populer (foto dan video) kepada remaja di Tasikmalaya sebagai sarana untuk mengenali peran mereka di komunitasnya sendiri.5 Soca Tasikmalaya Media Center mengajak para remaja di Tasikmalaya mempopulerkan media audio visual yang bisa dinikmati oleh khalayak yang lebih luas dalam mengangkat isu-isu penting yang terjadi lingkungan sekitar, dimana mereka tinggal. Diawali keinginan yang kuat untuk ikut memberikan sumbangsih kepada 3
http://www.solopos.com/2009/channel/nasional/bnpb-korban-tewas-gempa-sumbar-1115-orang6246 4 http://news.okezone.com/read/2009/09/30/337/261325/gempa-padang-akibat-tumbukanlempeng-hindia-asia 5 http://kacapanon.wordpress.com/about
4
korban gempa di wilayah Tasikmalaya, maka Soca Tasikmalaya Media Center yang didukung oleh Yayasan Kampung Halaman dan Ford Foudation mengadakan Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Dalam program ini Tim Fasilitator dari Soca akan turun ke daerah-daerah gempa di Tasikmalaya mengajak remaja ataupun anggota masyarakat lainnya untuk bercerita melalui media Video Berbasis Komunitas, Foto Partisipasi, Podcast, dan Tulisan tentang permasalahan yang masih terjadi pasca gempa di daerah mereka. Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya dimulai sejak pertengahan Oktober dan telah berakhir 26 Desember 2009. Programnya dilaksanakan di daerah-daerah yang terkena gempa seperti Golempang, Pasirjaya, Sukabhakti, Manonjaya, dan Citepus. Hasil dari programnya itu sendiri akan diupload diblog yang mereka buat sendiri yaitu www.kacapanon.wordpress.com.6 Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya bertujuan untuk membantu menjembatani persoalan dan kondisi (pasca gempa) secara partisipatif kepada publik yang lebih luas. Menurut Rina, Koordinator Program, pada awalnya ada beberapa teman dari LSM dan lembaga yang berkecimpung dalam bantuan mengeluhkan banyak warga Tasikmalaya yang tinggal di daerah perkotaan pasca gempa seakan tidak peduli dengan masalah yang terjadi di daerah lain Tasikmalaya itu sendiri. Tetapi setelah melakukan proses fasilitasi di daerah gempa, yang terjadi adalah ternyata 6
Wawancara dengan Rina Amalia B., Koordinator Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 29 November 2009
5
bukan orang Tasikmalaya yang tidak peduli tapi dikarenakan ketidaktahuan. Cerita-cerita yang seharusnya muncul ternyata sudah tidak tercover lagi oleh media massa mainstream.7 Melalui Tugas Akhir yang berbentuk Video Dokumenter ini, penulis ingin mencoba merekam bagaimana proses fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas di dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Selain ingin mengetahui latar belakang, tujuan, sasaran diadakannya Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. penulis tidak ingin video yang dihasilkan nanti hanya berupa rekaman dokumentasi suatu kejadian semata, tetapi juga ingin memperlihatkan bagaimana jadinya jika orang yang tinggal di desa atau kampung yang jauh dari perhatian media diberi sedikit kekuasaan atas media, dalam hal ini media alternatif yang berbentuk Video Berbasis Komunitas untuk bercerita tentang permasalahan yang masih terjadi di daerah mereka. Harapannya nanti, orang-orang atau lembaga-lembaga lain yang bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat yang menonton video dokumenter ini dapat terinspirasi untuk melakukan sesuatu untuk membantu komunitas-komunitas lainnya seperti masyarakat miskin, di lapisan terbawah, tidak berpendidikan, tinggal di desa atau kampung yang tidak memiliki kekuasaan atas media agar mereka dapat menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri.
7
Ibid
6
B. LOKASI PENGGARAPAN Adapun lokasi penggarapan video dokumenter ini adalah salah satu komunitas / kampung yang diajak kerjasama dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya oleh Soca Tasikmalaya. Penulis berkesempatan untuk mengikuti keseluruhan proses dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya pada suatu komunitas atau kampung yaitu kampung Citepus, Desa Santanamekar, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga penulis melakukan beberapa kali wawancara di sekretariat Soca Tasikmalaya, Jl. Burujul III RT/RW : 01/02 No. 38 Desa Nagarasari, Kec. Cipedes, Kota Tasikmalaya dan juga dengan warga Dusun Sukabakti (salah satu komunitas yang diajak kerjasama), Kec. Purbaratu, Kota Tasikmalaya. C. METODE PENGUMPULAN DATA Penulis dalam melakukan pengumpulan data tentang tema yang dipilih dengan berbagai teknik. Adapun teknik pengumpulan data dalam pembuatan video dokumenter ini menggunakan 3 teknik, yaitu : 1.
Metode Pengamatan (Observation) Melakukan pengamatan berarti melakukan pengamatan terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan suatu peristiwa, suatu gejala, bahkan benda-benda tertentu dalam masyarakat.8 Penulis melakukan pengamatan langsung di lokasi-
8
Materi Sanggar Kerja Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif dan Penulisan Argument, Kampung Halaman, Kaliurang, 4-7 Juli 2009, Yuni Sare dan Frenky Simanjuntak
7
lokasi atau komunitas yang telah dan sedang digarap oleh Soca Tasikmalaya dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Citepus adalah komunitas / kampung yang berhasil penulis amati secara penuh dalam mengikuti Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. 2.
Metode Wawancara (Interview) Wawancara yang dilakukan dalam pembuatan dokumenter ini bukan
hanya tanya jawab biasa. Disini seorang peneliti haruslah membekali diri dengn pengetahuan awal mengenai masalah/gejala yang akan diteliti. Di sisi lain, meskipun pembuat dokumenter telah membekali diri dengan pengetahuan awal yang baik, namun ia tetap tidak boleh mendominasi percakapan dalam sebuah wawancara. Biasanya untuk mendapatkan data untuk menjawab permasalahan penelitian atau gejala yang ingin diteliti seorang penggiat dokumenter akan membuat sebuah pedoman wawancara atau yang sering disebut interview guide.9 Selain mewawancarai Koordinator dan Fasilitator dari Soca Tasikmalaya, penulis juga melakukan wawancara dengan remaja peserta program, warga dan juga tokoh masyarakat dalam komunitas / kampung yang telah dan sedang terlibat dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Penulis mencoba menggali pengalaman apa yang di dapat dari program serta tanggapan mereka terhadap program ini. Interview guide yang digunakan dalam pembuatan video dokumenter ini adalah : 9
Ibid
8
Untuk pelaksana program (Soca Tasikmalaya) 1.
Penjelasan tentang Latar belakang diadakannya program
2.
Penjelasan tentang Tujuan dan Sasaran program
3.
Penjelasan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam program
4.
Komunitas yang dilibatkan (di fasilitasi)
5.
Kendala-kendala yang didapat
6.
Lembaga yang terlibat / membantu dalam program
7.
Output yang dihasilkan dalam program
Untuk warga dan peserta program
3.
1.
Tanggapan terhadap program
2.
Apa yang didapat dari mengikuti program
3.
Cerita pengalaman mengikuti program
4.
Tanggapan terhadap acara pemutaran
5.
Apa yang dirasakan setelah adanya acara pemutaran
Metode Pustaka Untuk melengkapi penulisan dan pembuatan video dokumenter ini
penulis juga mengumpulkan beberapa literatur buku-buku, artikel dari internet dan surat kabar.
9
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tentang Video Berbasis Komunitas Beberapa tahun belakangan ini mulai marak gagasan penggunaan media video dalam kerangka pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Sebagai media yang memiliki daya pengaruh sangat besar, video menjadi media yang sangat strategis bagi siapa saja untuk mencapai maksud dan tujuannya. Dalam sebuah penelitian tentang korelasi penggunaan media audio visual dengan prestasi belajar pada siswa di sebuah sekolah di daerah Gemolong, Sragen yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Didapat kesimpulan yaitu sebanyak 85% prestasi belajar siswa bidang studi Pendidikan Agama Islam dipengaruhi oleh penggunaan media audio visual sedangkan 15% prestasi siswa dipengaruhi oleh aspek-aspek lain.10 Medium "gambar hidup bersuara" (audio visual), dikenal sebagai jenis media yang memiliki daya susup-pengaruh (persuasion) sangat besar terhadap penontonnya. Terutama sekali karena kemampuan menirukan (mimetic) dari kamera video untuk memindahkan berbagai kejadian atau kegiatan dan tindakan manusia ke dalam bentuk gambar hidup bersuara secara nyaris sempurna (vivid images).11
10
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka-mohistiqla1824 11 Atmaja, Yoga Dkk., Video Komunitas, 2007, Insistpress dan Kawanusa, Yogyakarta Hal. 4
10
Istilah Video Berbasis Komunitas (Community-Based), merujuk pada suatu kelompok masyarakat tertentu, dalam batasan ruang dan waktu tertentu. Pengertian yang mempersyaratkan keterlibatan anggota kelompok masyarakat dimana video itu dibuat dan digunakan merupakan suatu keharusan.12 Sejarah Video Berbasis Komunitas menunjukkan bahwa prakarsa awalnya muncul di banyak Organisasi Non Pemerintah yang bekerja langsung di tengah suatu kelompok masyarakat tertentu justru karena berbagai sebab (faktor penggerak) yang berbeda dan beragam. Tetapi, satu hal jelas adalah mereka semua bertolak dari visi, gagasan, dan kegelisahan yang sama, yaitu mengapa media yang memiliki daya pengaruh sangat kuat dan cepat menyebar luas itu, selama ini hanya dimanfaatkan dan dikuasai oleh mereka yang bermodal besar, berkuasa, berpendidikan tinggi, berkeahlian teknis khusus, dan umumnya orang kota? Mengapa dan apakah kelompok atau lapisan masyarakat miskin, di lapisan terbawah, tidak berpendidikan, tinggal di desa atau kampung, memang tidak dapat membuat dan menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri?13 Jadi, penulis sangat setuju terhadap pendapat yang menyatakan bahwa gagasan awal video komunitas adalah sebagai media alternatif bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan atas media. Sebagai sebuah media alternatif, Video Berbasis Komunitas juga memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan jenis video atau film lainnya. Disaat pembuat video atau film profesional dan komersial menganggap pekerjaan mereka selesai ketika video atau filmnya selesai sebagai suatu hasil 12 13
Ibid Hal. 11-12 Ibid Hal. 13
11
karya. Pembuat Video Berbasis Komunitas justru baru memulai pekerjaan mereka yang sesungguhnya ketika video atau filmnya selesai dibuat. Mereka akan menggunakan video atau film tersebut sebagai alat untuk memulai proses-proses diskusi di tengah masyarakat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tema atau isu yang diangkat.14 Dengan kata lain, video menjadi alat penghubung atau komunikasi antar warga dan berkembang menjadi alat refleksi bersama untuk menentukan pilihanpilihan arah dan cara-cara yang lebih baik dalam tindakan-tindakan mereka berikutnya. Seluruh rangkaian ini dikenal sebagai ’daur belajar’ (learning cycle) atau lingkar aksi-refleksi dalam proses-proses pendidikan masyarakat. Ini menjadi inti proses dari pembuatan dan penggunaan Video Berbasis Komunitas.15 Dalam Video Berbasis Komunitas, apa yang dilakukan seorang fasilitator hanyalah melakukan serangkaian tindakan yang merangsang atau mendorong lahirnya prakarsa dan kreativitas anggota masyarakat setempat sebagai pelaku utama pembuatan video atau film tentang diri (masalah-masalah, kegiatan, keadaan, lingkungan, kehidupan) mereka sendiri. Dengan memperkenalkan caracara penggunaan dan karakter teknologi video sebagai ‘sarana bicara’ untuk mereka, warga setempat diharapkan memiliki tambahan bahasa pengungkapan (bahasa visual) sebagai alat efektif untuk menyatakan perasaan, pikiran, dan pandangan-pandangan mereka sendiri (inside view) terhadap berbagai hal yang terjadi di lingkungan mereka. Ini akan sangat membantu mereka mengatasi kesulitan menyatakan sesuatu melalui kata-kata terutama yang di daerah pedesaan 14 15
Ibid Hal. 14 Ibid Hal. 15
12
terpencil, apalagi jika berhadapan dengan orang luar yang berkedudukan sosial dan berpendidikan lebih tinggi dari mereka.16 Perbedaan Video Berbasis Komunitas dengan Video Dokumenter Pada hal tertentu Video Berbasis Komunitas dan Video Dokumenter mempunyai kesamaan, salah satunya adalah sama-sama merekam realitas atau kondisi nyata dari suatu komunitas. Tapi sebenarnya banyak hal-hal mendasar yang membedakan dari kedua jenis video ini. Perbedaan yang paling jelas dan utama adalah tujuan pembuatannya. Pada video dokumenter sama seperti video atau film umumnya sangat berorientasi pada hasil video itu sendiri sebagai suatu karya. Video Berbasis Komunitas justru lebih mementingkan prosesnya. Perbedaan lain, video dokumenter dan video umumnya selalu mengharuskan ada naskah (script) yang ditulis berdasarkan kaidah-kaidah baku profesional. Pada Video Berbasis Komunitas, ketentuan atau persyaratan itu tidak selalu harus ada. Warga masyarakat setempat yang membuat Video Berbasis Komunitas lebih berpedoman pada gagasan umum yang mereka sepakati bersama-sama. Memang, kadang-kadang secara bersama-sama mereka menyusun juga ‘naskah’, tetapi biasanya juga hanya dalam bentuk ‘naskah garisbesar’ (outline script) saja, atau ‘papan cerita’ (story board) sederhana saja, itupun menurut cara dan gaya mereka sendiri. Bahkan mereka umumnya tidak pernah tahu untuk apa kaidah-kaidah baku penulisan naskah video atau film seperti yang dikenal di kalangan para profesional.17
16 17
Ibid Hal. 16 Ibid Hal. 174
13
Dalam hal biaya produksi, Video Berbasis Komunitas tidak memerlukan biaya mahal seperti pada video dokumenter, apalagi film seni, atau film komersial. Seperti nampak pada contoh kasus di Kepulauan Kei dan di Bali, selama 15 dan 8 tahun terus-menerus, mereka tetap bertahan dan bahkan mampu membiayai sendiri produksi mereka. Tetapi, harus diakui, pengalaman di dua tempat itu memperlihatkan ada kelemahan yang juga umum ditemukan di banyak organisasi masyarakat seperti mereka, yakni kelalaian menghitung biaya-biaya penyusutan (depresiasi) dan perawatan peralatan. Apabila peralatan rusak, berhentilah mereka berproduksi. Perlu waktu panjang untuk mampu membeli lagi yang baru.18 Perbedaan lain yang lebih mendasar, video dokumenter akan selesai ketika video selesai dibuat, sedangkan Video Berbasis Komunitas justru baru mulai ketika produknya selesai dibuat. Video
tersebut dipergunakan sebagai
media untuk berbagai tujuan. Oleh sebab itu, biasanya memerlukan waktu lebih lama, karena akan berhenti jika sasaran sudah dicapai.19 B. Tentang Soca Tasikmalaya SOCA Tasikmalaya adalah organisasi yang mengembangkan peran anak muda khususnya di Tasikmalaya melalui program pendidikan populer menggunakan medium video dan foto sebagai alat pendidikan dan penguatan komunitas.20
18
Ibid Hal. 175 Ibid Hal. 175 20 Profil Singkat Soca Tasikmalaya 19
14
Didirikan oleh Yayasan Kampung Halaman pada awal Maret 2007, Kampung Halaman adalah Organisasi Nirlaba yang mengembangkan dan menguatkan peran remaja di komunitas transisi melalui program pendidikan populer berbasis komunitas untuk transformasi masyarakat yang lebih baik. Diawali dengan kepercayaan bahwa remaja adalah anggota komunitas terpenting dimanapun di dunia ini yang bisa menjamin keberhasilan sebuah proses regenerasi pengetahuan di dalam komunitas. Maka kampung halaman menggunakan Video Berbasis Komunitas untuk membantu remaja agar lebih mengenal potensi diri di dalam komunitasnya.21 Selama satu tahun Kampung Halaman melakukan pendampingan di Tasikmalaya, maka berdiri pula SOCA yang di bentuk pada tanggal 13 April 2008. Asal nama SOCA itu sendiri di ambil dari bahasa sunda yang artinya Mata, yang mana mata adalah alat panca indera yang sangat besar perannya dalam tubuh kita dan dilengkapi dengan panca indera lainnya.22 Maka dari itu, diharapkan SOCA dan anak muda khususnya di Tasikmalaya bisa “melihat” lebih kritis terhadap lingkungan tempat tinggalnya, dengan menggunakan media Video dan Foto. Media ini diharapkan bisa mengurangi angka remaja Indonesia yang terjerumus dengan penyalahgunaan alat-alat modern saat ini. Seperti menjamurnya Video atau Foto bugil anak muda yang begitu banyak dalam dunia maya.23
21
http://www.kampunghalaman.org/index.php/id/tentang-kh Profil singkat Soca Tasikmalaya 23 Ibid 22
15
C. Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Diawali dengan kegelisahan tentang kondisi masyarakat Tasikmalaya pasca gempa dimana rasa solidaritas diantara warga masyarakat Tasikmalaya dirasakan kurang terhadap korban gempa. Ditambah lagi dengan gempa susulan 3 minggu kemudian yang terjadi di Padang yang mengakibatkan perhatian masyarakat luas termasuk media massa beralih kesana. Banyak cerita-cerita kecil yang seharusnya muncul namun sudah tidak tercover lagi di media lain. Pengalaman langsung penulis ketika mengikuti proses fasilitasi yang dilakukan oleh Soca Tasikmalaya pada satu komunitas di dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, membenarkan hipotesa bahwa memang masih banyak masalah-masalah yang terjadi di daerah-daerah gempa. Satu satu contoh yang menjadi temuan lapangan adalah satu keluarga yang masih tinggal ditempat pengungsian sementara, yaitu sebuah bekas kandang ayam. Padahal saat pertama kali penulis kesana, kejadian gempa sudah berlalu 2 bulan 23 hari. Tujuan program ini adalah ingin membangun empati di antara warga Tasikmalaya dan menjembatani orang yang sedang kesusahan yang punya kegelisahan punya trauma dengan orang yang tidak tahu dengan kata lain, program bertujuan membangkitkan berbagai tindakan yang mampu menyuarakan kepentingan-kepentingan lokal yang belum tersentuh oleh pihak luar. Setiap proses yang dilakukan dalam program ini tidak akan terlepas dari ide dasar yaitu memberikan pengetahuan dan pemahaman melek media bagi
16
masyarakat awam yang selama ini terpinggirkan dari konstruksi media mainstream. Program yang didukung oleh Yayasan Kampung Halaman dan Ford Foundation berlangsung sejak Oktober pertengahan dan telah selesai tanggal 26 Desember 2009. Adapun hasil dari programnya itu sendiri adalah 13 Video Berbasis Komunitas, 2 video lain-lain, 15 Foto Partisipasi, 1 Podcast, dan 2 Tulisan. Programnya itu sendiri telah dilaksanakan di 4 komunitas yang memang terhitung mengalami kerusakan parah akibat gempa. 4 komunitas yang dilibatkan dalam program ini adalah Golempang, Sukabhakti, Pasir jaya, dan Citepus. Dalam pelaksanaan programnya, Soca bekerjasama dengan lembaga lokal yanga ada di Tasikmalaya seperti Uplink (Urban Poor Linkage), Rumah Bintang, Oi Trotoar Tasikmalaya, Gepas (Generasi Pasti), Citizen Jurnalisme Forum, Penggemar Fotografi Tasikmalaya. Selain dari jaringan lokal yang disebutkan tadi, Soca dalam program ini juga dibantu oleh dua orang remaja dari Omah Opak, Yogyakarta.24 Melalui program ini, Video Berbasis Komunitas diharapkan dapat menjadi alat penghubung atau komunikasi antar warga mengenai berbagai persoalan yang mereka hadapi, menjadi bahan diskusi kelompok untuk bersamasama mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan tersebut. Diawali dengan tahapan pengenalan program bersama remaja dari komunitas untuk kemudian bersama-sama menentukan ide / tema video yang akan dibuat. Setelah itu, fasilitator lapangan bersama remaja pembuat video akan 24
Wawancara dengan Rina Amalia B., Koordinator Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 29 November 2009
17
berkeliling kampung untuk mendapatkan gambar (proses syuting) yang sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Jika stok rekaman dirasa sudah mencukupi, maka tim fasilitator akan membawa hasil rekaman tersebut untuk dieditkan di sekretariat Soca Tasikmalaya. Pertimbangan untuk membantu proses editing Video Berbasis Komunitas adalah tidak semua orang akrab dengan teknologi video apalagi remaja yang tinggal di kampung. Walaupun proses pengeditan dilakukan oleh Soca namun tetap remaja kampung itu yang menentukan ceritanya.25 Setelah selesai diedit, Video Berbasis Komunitas yang sudah selesai akan dikembalikan lagi kepada mereka (komunitas). Dalam artian, Soca Tasikmalaya bersama dengan remaja kampung tersebut akan mengusahakan pemutaran videovideo dihadapan segenap warga masyarakat disana. Tujuan dari pemutaran adalah semacam konfirmasi ulang masalah yang terjadi di komunitas. Setelah selesai menonton biasanya warga diajak untuk berdiskusi tentang isi atau tema video yang diputar tadi. Proses pendistribusian hasil program (Video Berbasis Komunitas, Foto Partisipatori, Dll.) tidak berhenti sampai pemutaran di komunitas saja. Oleh editor jaringan, hasil dari program ini di upload di blog www.kacapanon.wordpress.com. Dalam kurun waktu November-Desember (2009) blog ini menjadi semacam wadah untuk menyebarkan temuan lapangan (hasil program) dari Program Pendidikan Media Komunitas untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya.26
25
Wawancara dengan Syswandi, Editor video dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 25 Januari 2010 26 Wawancara dengan Rina Amalia B., Koordinator Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, 29 November 2009
18
BAB III VISI, MISI, DAN TUJUAN PENGGARAPAN
A. VISI 1. Memperlihatkan kegunaan dari Video Berbasis Komunitas sebagai media yang bersifat partisipatif dalam membangun pola komunikasi yang demokratis buat masyarakat. 2. Menjembatani permasalahan yang masih tertinggal di komunitas korban gempa Tasikmalaya, 02 September 2009 yang sudah tidak tercover lagi oleh media massa mainstream.
B. MISI 1. Memperlihatkan seperti apa proses fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. 2. Memperlihatkan bentuk lain dari bantuan yang bersifat non materi yang diberikan kepada korban gempa seperti yang dilakukan oleh Soca Tasikmalaya dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmlaya.
19
C. TUJUAN PENGGARAPAN 1. Menginspirasi individu-individu atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat untuk melakukan sesuatu untuk membantu komunitas-komunitas seperti masyarakat miskin, di lapisan terbawah, tidak berpendidikan, tinggal di desa atau kampung yang tidak memiliki kekuasaan atas media agar dapat menggunakannya untuk kepentingan mereka sendiri. 2. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi FISIP UNS Surakarta. 3. Memperlihatkan keunikan bentuk dan proses pembuatan dari Video Berbasis Komunitas dibandingkan dengan pembuatan video atau film jenis lainnya.
20
BAB IV TAHAPAN PEMBUATAN VIDEO DOKUMENTER
Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1962) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas.27 Sekalipun Grierson mendapat tentangan dari berbagai pihak, pendapatnya tetap relevan sampai saat ini. Film dapat dibedakan dalam dua kategori besar, yaitu film cerita dan non cerita atau film fiksi dan film non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh aktor dan aktris sedangkan filn non cerita merupakan kategori film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya. Film dokumenter termasuk dalam kategori film non cerita. Selain mengandung fakta, film dokumenter juga mengandung subjektivitas pembuat. Subyektivitas disini diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa. Jadi ketika faktor manusia berperan, persepsi akan kenyataan akan sangat bergantung pada manusia yang membuat film dokumenter tersebut.28
27 28
Effendy, Heru. Mari Membuat Film, 2002, Panduan, Yogyakarta. Hal 11 Sumarno, Marselli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, 1996, Grasindo, Jakarta. Hal. 14
21
John Ivens, seorang pembuat film dokumenter dari belanda mengatakan bahwa rasa keotentikan adalah kekuatan utama dari film dokumenter. Tak ada definisi film dokumenter yang lengkap tanpa mengaitkan faktor-faktor subyektif pembuatnya. Dengan kata lain, film dokumenter bukan hanya cerminan pasif dari kenyataan yang didokumentasi tapi ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh pembuat film dokumenter. Menurut rumusan DA Peransi, seorang pembuat film dokumenter, sebuah film dokumenter yang baik adalah yang mencerdaskan penonton. Pendapat lain
menyatakan,
film
dokumenter
adalah
sarana
yang
tepat
untuk
mengungkapkan realitas dan menstimuli perubahan. Jadi yang terpenting dari sebuah film dokumenter adalah bagaimana film itu dapat menunjukan realitas pada masyarakat yang dalam keadaan normal tidak melihat realitas itu.29 Dalam pembuatan film dokumenter, kejelian adalah hal yang pokok. Oleh karena itu dalam pembuatan film memerlukan pemikiran dan proses teknis yang matang. Suatu produksi program film juga perlu suatu tahap pelaksanaan produksi yang jelas dan efisien. Setiap tahap harus jelas kemajuannya dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Perincian tahapan tersebut dikenal dengan Standard Operation Procedure (SOP), yaitu : 1. Pra Produksi (ide, perencanaan, dan persiapan) 2. Produksi (pelaksanaan) 3. Pasca Produksi (penyelesaian)
29
Ibid Hal. 15
22
I. Pra Produksi Merupakan tahap awal dari proses produksi, termasuk didalamnya adalah penentuan ide, pengumpulan bahan berupa data-data untuk mendukung fakta atau subjek yang dipilih. Tahap Pra Produksi ini sangat penting karena merupakan landasan untuk melaksanakan produksi dan harus dilakukan dengan rinci dan teliti sehingga akan membantu kelancaran proses produksi. Jika tahap ini telah dilaksanakan secara rinci dan baik, sebagian dari produksi yang direncanakan sudah beres. Kegiatan Pra Produksi meliputi : 1. Memilih Subyek Film Dokumenter (Choosing a Subject) Ada beberapa kemungkinan yang menjadi dasar untuk memilih subyek. Subyek film dokumenter bisa berhubungan dengan sejarah, mitos atau legenda, sosial-budaya, sosial ekonomi, atau yang lainnya. Pertimbangan dipilihnya suatu subyek bukan hanya karena kebetulan semata tetapi melalui proses panjang, melalui penelitian dan memiliki dasar pemikiran yang kuat. Dalam sebuah film dokumenter, apa yang disajikan mengandung subyektivitas pembuatnya, dalam arti sikap atau opini pembuat film terhadap realita yang didokumentasikannya. Tugas Akhir berbentuk video dokumenter ini memilih subyek tentang Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, dimana isinya nanti tidak hanya sebatas proses / tahapan didalamnya saja tapi juga dengan latar belakang diadakan kegiatan ini ditambah dengan pendapat warga dengan dasar pemikiran seperti yang telah disebutkan dalam uraian sebelumnya.
23
2. Riset (Research) Riset selalu dilakukan dalam sebuah penelitian. Riset digunakan untuk mendukung fakta-fakta tentang subyek yang telah dipilih. Riset dilakukan untuk mendapatkan data-data yang bisa diperoleh melalui wawancara dengan tokoh ahli, kepustakaan, media massa, internet, dokumen, maupun sumber lain. Penelitian Tugas Akhir ini sebenarnya sudah dimulai sejak Oktober 2009. Pada kunjungan pertama ke Tasikmalaya, penulis berkesempatan mengikuti pertemuan antara Soca Tasikmalaya dengan rekan-rekan jaringan mereka disana untuk melakukan pemetaan dengan tujuan melihat tingkat kerusakan baik itu yang berupa materiil maupun immateriil untuk kemudian menentukan langkah/tindakan yang dapat mereka lakukan bersama di daerah gempa Tasikmalaya. Remaja dari Soca Tasikmalaya Media Center selaku tuan rumah ingin mengajak perwakilan dari organisasi-organisasi kepemudaan, perguruan tinggi, dll. yang hadir pada saat itu untuk bekerjasama menentukan bentuk program apa yang hendak dikerjakan. Setelah melalui proses diskusi yang panjang, akhirnya disepakati bahwa bentuk program pendidikan media komunitas (fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas, Foto Partisipatory, dll) yang akan mereka berikan untuk remaja dan warga di daerah gempa Tasikmalaya. Pada kunjungan berikutnya (23 November 2009) selama 2 minggu, Penulis berkesempatan merekam keseluruhan proses fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas untuk remaja dan warga di daerah gempa. Komunitas/kampung yang direkam proses fasilitasinya untuk keperluan Tugas Akhir ini adalah Dusun Citeupus, Desa Santanamekar, Kec. Cisayong, Kab. Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
24
Selain itu, penulis juga mencari data lewat internet, buku-buku dan media massa yang berkaitan tentang gempa, video komunitas, dan Soca Tasikmalaya. 3. Mempersiapkan Detail Produksi Mempersiapkan detail berarti menyiapkan segala hal yang diperlukan agar proses produksi dapat berjalan lancar. Persiapan-persiapan tersebut antara lain : a. Data Teknis. b. Sinopsis atau tulisan ringkas mengenai garis besar cerita, meliputi adegan-adegan pokok dan garis besar pengembangan cerita.30 c. Treatment, dapat dijabarkan sebagai perlakuan terhadap hal-hal yang dijabarkan dalam synopsis. Sebuah uraian mengenai segala urutan kejadian yang akan tampak dilayar TV atau Video. Uraian ini bersifat naratif, tanpa menggunakan istilah teknis.31 d. Naskah atau skenario, yaitu cerita dalam bentuk rangkaian sequence dan adegan-adegan yang siap digunakan untuk titik tolak produksi film, tetapi belum terperinci. e. Shooting Script adalah naskah versi siap produksi yang berisi sudut pengambilan gambar atau angle dan bagian-bagian kegiatan secara rinci dan spesifik. f. Timetable Shooting atau penjadwalan syuting yang berbentuk Shooting Breakdown dan Shooting Schedule.
30 31
Ibid Hal. 117 Sutisno, PCS., Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video, 1993, Grasindo, Jakarta. Hal. 46
25
II. Produksi Tahap ini merupakan merupakan kegiatan pengambilan gambar atau shooting. Pengambilan gambar dilakukan berdasarkan shooting script dan shooting breakdown dengan pengaturan jadwal seperti yang tercantum dalam shooting schedule. Beberapa istilah yang digunakan dalam pengambilan gambar atau shooting antara lain : · Shot, adalah sebuah unit visual terkecil berupa potongan film yang merupakan hasil satu perekaman.32 · Camera Angle, atau biasa disebut sudut pengambilan gambar, adalah posisi kamera secara relative terhadap subyek atau obyek. · Sequence, adalah serangkaian shot-shot yang merupakan satu kesatuan utuh. · Scene, atau adegan adalah satu shot atau lebih dari suatu lokasi atau action yang sama. · Close Up, atau pengambilan terdekat. Tembakan kamera pada jarak yang sangat dekat dan memperlihatkan hanya bagian kecil subyek (detail), misalnya wajah seseorang.33 · Long Shot, shot jarak jauh yang kepentingannya untuk memperlihatkan hubungan antara subyek-subyek dan lingkungan maupun latar belakang.
32 33
Sumarno, Marselli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, 1996, Grasindo, Jakarta.Hal. 116 Ibid Hal. 112
26
· Medium Shot, shot yang diambil lebih dekat pada subyeknya dibandingkan long shot. Bila objeknya manusia, medium shot menampilkan bagian tubuh dari pinggang ke atas.34 · Medium Long Shot, atau disebut juga knee shot. Bila obyeknya manusia maka yang tampak adalah dari kepala sampai lutut, bagian latar belakang tampak rinci.35 · Composition, komposisi merupakan teknik menempatkan gambar pada layar dengan proporsional. · Pan, menggerakan kamera ke kanan dan ke kiri pada poros (as) horizontalnya.36 · Tilt,
gerakan
kamera
menunduk
dan
mendongak
pada
poros
vertikalnya.37 · Traking Shot, shot yang diambil dengan memindahkan kamera mendekat ke subyek (track in) maupun menjauh dari subyek (track out). Kamera bisa diletakkan diatas peralatan beroda karet yang bisa disebut Dolly.38 · Follow, gerakan kamera yang mengikuti kemana obyek bergerak. III. Pasca Produksi Pasca produksi bisa dikatakan sebagai tahap akhir
dari keseluruhan
proses produksi. Tahap ini dilaksanakan setelah semua pengambilan gambar selesai. Tahap pasca produksi ini meliputi Logging, Editing, dan Mixing.
34
Ibid Hal. 115 Ibid Hal. 115 36 Ibid Hal. 115 37 Ibid Hal. 117 38 Ibid Hal. 117 35
27
Logging merupakan kegiatan pencatatan timecode hasil shooting. Setelah logging selesai, barulah dilakukan penyusunan gambar sesuai skenario atau shooting script melalui proses editing. Setelah editing selesai, maka dilakukan mixing gambar dengan suara. Suara dapat berupa atmosfir, suara asli, background music, atau narasi. Untuk lebih rinci, tahapan ini terdiri dari : 1. Melihat kembali hasil shooting, kegiatan ini diperlukan agar editor dapat menangkap suasana dan emosi dalam gambar-gambar yang dimiliki. 2. Logging kaset, kegiatan mencatat keseluruhan hasil pengambilan gambar yang sudah dilakukan (visual, timecode, audio, dan keterangan). Pencatatan ini akan memudahkan editor dan sutradara dalam menentukan gambar-gambar mana yang akan digunakan dan yang tidak akan digunakan. 3. Paper Edit, setelah mengetahui seluruh gambar yang dimiliki maka editor membuat paper edit untuk merangkai gambar yang sudah dimiliki. 4. Assembly Editing, pada tahap ini editor menyusun gambar dengan bebas. 5. Rought Cut, berdasarkan treatment, editor mulai menyusun gambar, memotong sesuai kebutuhan sehingga alur cerita sudah mulai terlihat. 6. Narasi, narasi dibuat berdasarkan treatment dan disesuaikan dengan gambar. 7. Musik, pemilihan musik dilakukan oleh seorang editor dengan bantuan penata suara. 8. Fine Cut, pada tahap ini gambar mulai diberi efek dan transisi yang dibutuhkan.
28
9. Sound Mixing, menyatukan narasi dengan backsound music dan SFX. 10. Titling, pemberian judul dan credit title pada video. 11. Screening, proses melihat kembali keseluruhan hasil editing sebagai bahan pertimbangan hasil akhir. 12. Duplikasi, memperbanyak master sesuai kebutuhan.
Time Table / Alur Pembuatan Tugas Akhir Pengganti Skripsi Adapun Alur / Timetable dari keseluruhan proses pembuatan Tugas Akhir Pengganti Skripsi yang berbentuk Video Dokumenter ini adalah : ·
Pra Produksi (Oktober 2009). Kunjungan pertama ke Tasikmalaya, mengikuti pertemuan Soca Tasikmalaya dengan rekan-rekan jaringan mereka di Tasikmalaya untuk membahas rencana aksi yang akan dilakukan untuk membantu warga yang terkena musibah.
·
Produksi (23 November 2009 - 01 Februari 2010), Proses Pengambilan Gambar / Shooting sekaligus Riset Visual di komunitas-komunitas yang terlibat dalam Program Pendidikan Media Komunitas Untuk Remaja Di Daerah Gempa Tasikmalaya.
·
Februari – Juni 2010, Kegiatan Pasca Produksi yang meliputi Logging, Editing, dan Mixing. Disaat yang bersamaan berlangsung juga proses penulisan naskah Tugas Akhir Pengganti Skripsi ini.
·
05 Juli 2010, Presentasi video dokumenter “Lihat, Rekam, Dan Tonton!” di depan tim penguji skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
29
BAB V KESIMPULAN Denis McQuail dalam bukunya mengatakan bahwa Teori Fungsionalisme Individual dikembangkan dalam tradisi penelitian pemakaian dan kepuasaan khalayak media. Dari hasil penelitian yang mencoba menjawab pertanyaan mengapa pada umumnya orang berhubungan dengan media, saluran media, dan isi media tertentu; McQuail membagi fungsi penggunaan media menjadi 4 macam.39 Adapun fungsi-fungsi tersebut adalah : 1. Informasi 2. Identitas Pribadi 3. Integrasi dan Interaksi Sosial 4. Hiburan Di dalam video dokumenter ini, berdasarkan fungsi media yang telah disebutkan diatas tadi, ada beberapa fungsi media yang terlihat melalui proses fasilitasi pembuatan Video Berbasis Komunitas dalam Program Pendidikan Media Komunitas untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya. Fungsi-fungsi tersebut adalah : 1. Informasi Melalui pemutaran Video Berbasis Komunitas remaja peserta program dan juga warga di daerah gempa dapat mengetahui kondisi antar komunitas gempa di Tasikmalaya. Mereka menjadi tahu bahwa kerusakan akibat gempa itu sendiri ternyata tidak hanya terjadi di wilayah mereka saja, bahkan kerusakan di wilayah lain bisa saja lebih parah namun aktivitas tetap berjalan seperti biasa. 39
McQuail, Denis, Teori Komunikasi Msssa SuatuPengantar,1972, Erlangga, Hal. 72
30
Tanggapan Asep N.S. Kepala Dusun Citeupus terhadap acara pemutaran Video Berbasis Komunitas di kampungnya.
“Udah ada yang liat kemarin itu seperti di daerah Manonjaya, ya mungkin parah lebih parah tapi tetap aktivitas jalan terus. Itu dia, mungkin ada yang liat oh…berarti bukan cuma di saya yang rusak tuh”.
2. Identitas Pribadi Pada awal tim fasilitator mengajak remaja di daerah gempa untuk terlibat dalam program, mereka memperlihatkan video yang sudah dibuat oleh komunitas sebelumnya. Rumah Kedua, Salah satu video hasil program menunjukan bahwa musibah gempa dapat menunjang nilai-nilai pribadi dan meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri. Adapun scene yang mewakili gambaran fungsi ini adalah:
Diskusi antara fasilitator dengan remaja Citeupus “Ceritanya tentang apa?” “Ini tuh curhat tentang dirinya, sebelumnya kan, dia itu namanya Indah, sebelumnya kan dia orangnya tertutup banget. Sama orang tuanya tertutup. Jadi sejak kena gempa, sekarang jadi bisa terbuka ke orangtuanya gitu.”
3. Integrasi dan Interaksi Sosial Setelah pemutaran Video selesai, tim fasilitator dari Soca Tasikmalaya bersama dengan remaja dari komunitas tersebut akan mengajak segenap warga yang hadir pada saat pemutaran untuk bersama-sama mendiskusikan ide cerita/isu yang diangkat lewat video untuk mencari solusi permasalahan yang terbaik. Sayangnya, proses diskusi pada saat pemutaran Video Berbasis Komunitas di
31
Dusun Citeupus tidak dapat bergulir dikarenakan beberapa faktor teknis dan non teknis. 4. Hiburan Dengan mengikuti Program Pendidikan Media Komunitas untuk Remaja di Daerah Gempa Tasikmalaya, remaja di komunitas gempa dapat mengisi waktu luang mereka dengan membuat video berbasis komunitas. Selain itu melalui acara pemutaran video hasil program di hadapan segenap anggota komunitas, video menjadi pelepas rasa sedih dan trauma untuk sementara waktu. Tanggapan Ibu Wiwin (warga Sukabakti) terhadap Program “Biarpun udah gempa tapi anak-anak tetap bersemangat untuk bikin aktivitas gitu kan.”
Tanggapan Juniawati (peserta terhadap acara Pemutaran
program)
“Pada dasarnya semua masyarakat sini senang dengan adanya pemutaran film apalagi yang maennya warga sini juga. Bisa ngurangin rasa sedih, soalnya kan abis gempa juga.”
Tanggapan Ibu Wiwin (warga Sukabakti) terhadap acara Pemutaran “Tuh ada artis tuh..hehehe…jadi hiburan, sejenak bisa ngelupain semuanya deh. Bisa ngelupain kepahitan, trauma, jadi bisa lupa deh dikit.”
32
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Yoga Dkk. 2007. Video Komunitas. Yogyakarta : Insistpress dan Kawanusa. BNPB,
(Pdf) Laporan Harian Pusdalops BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Rabu, 30 September 2009, (http://www.bakornaspb.go.id/website/index.php?option=com_content&ta sk=view&id=2439) diakses tanggal 25 Desember 2009
Effendy, Heru. 2002. Mari Membuat Film. Yogyakarta : Panduan. KACAPANON, Tentang Kacapanon, (http://kacapanon.wordpress.com/about), diakses tanggal 25 Desember 2009 KAMPUNGHALAMAN, Profil Kampung Halaman, Kamis, 09 Oktober 2008 15:33, (http://www.kampunghalaman.org/index.php/id/tentang-kh) Diakses tanggal 01 Januari 2010. McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, edisi kedua. Jakarta : Erlangga. OKEZONE, Gempa Padang Akibat Tumbukan Lempeng Hindia & Asia , Rabu, 30 September 2009 18:22 WIB (http://news.okezone.com/read/2009/09/30/337/261325/gempa-padangakibat-tumbukan-lempeng-hindia-asia) diakses tanggal 25 Desember 2009 Sutisno, PCS. 1993. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video. Jakarta : Grasindo. Sare, Yuni dan Simanjuntak, Frenky, Materi Sanggar Kerja Dasar-Dasar Penelitian Kualitaif dan Penulisan Argument, 4-7 Juli 2009, Kampung Halaman: Yogyakarta. Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta : Grasindo. SOLOPOS, BNPB : Jumlah Korban Tewas Gempa Sumbar 1115 Orang, (http://www.solopos.com/2009/channel/nasional/bnpb-korban-tewasgempa-sumbar-1115-orang-6246) diakses tanggal 25 Desember 2009 TEMPOINTERAKTIF, Baru Enam Daerah Cairkan Dana Rehabilitasi Gempa, Jum'at, 20 November 2009, 13:59 WIB (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/11/20/brk,20091120209539,id.html) diakses tanggal 25 Desember 2009
33