KUMPULAN ABSTRAK TESIS – DISERTASI DOKTOR 2005
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA Jl. Tamansari No. 64 Bandung 40116 Gedung CCAR lt. IV Telp. : +6222 251 1495; Fax. : +6222 250 3659 E-mail :
[email protected]; http://www.pps.itb.ac.id
Kata pengantar Dengan memanjatkan puji syukur k Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada kesempatan ini Sekolah Pascasarjana telah menerbitkan buku kumpulan abstrak Program Magister dan Doktor tahun 2005
Buku kumpulan abstrak tesis ini memuat abstrak tesis/disertasi dari Program Studi Magister dan Doktor yang ada di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB, lulusan periode Wisuda bulan Maret, Juli, September 2005
Penerbitan buku kumpulan abstrak tesis Sekolah Pascasarjana ITB tahun 2005 merupakan salah satu upaya untuk menyebar luaskan informasi ilmiah yang di hasilkan dari penelitian para mahasiswa Sekolah Pascasarjana ITB, dengan harapan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Bagi para mahasiswa kumpulan abtrak ini dapat dipakai sebagai sumber rujukan bagi penelitian yang akan mereka lakukan.
Kami menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penerbitan buku ini. Kritik membangun dan saran-saran kami harapkan dari para pembaca yang terhormat. Hal tersebut akan sangat berguna untuk menyempurnakan abtrak tesis yang akan kami terbitkan kemudian.
Bandung, 15 Februari 2006 Sekolah Pascasarjana – ITB Dekan,
Prof.Dr.Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc. NIP. 131 286 861
i Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Sekilas Tentang Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Sekolah Pascasarjana ITB menyelenggarakan pendidikan pascasarjana dalam jenjang Magister dan Doktor. Program pendidikan Magister ini bertujuan untuk meningkatkan taraf penguasaan ilmu dan kemampuan yang diperoleh peserta selama pendidikan Sarjana, agar lebih aktif dan mantap berperan, baik dalam pandangan ilmunya maupun dalam penerapannya. Untuk mencapai tujuan ini, walaupun terbuka untuk memilih salah satu bidang khusus tertentu, tetap dijaga penguasaan wawasan program secara menyeluruh, agar para lulusannya tetap dapat bergerak secara lincah di dalam lingkup pekerjaannya. Program pendidikan Magister yang diselenggarakan di ITB memiliki arah orientasi bersifat akademik/ilmiah, yang lebih ditekankan pada kemampuan ilmu secara lebih mendalam. Pendidikan Magister Profesional pada saat ini masih dijajaki oleh beberapa team dan/atau komisi dari berbagai disiplin ilmu. Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Magister adalah dua tahun, yang terbagi atas 4 (empat) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Magister adalah adalah 36 SKS, sehingga jangka waktu belajar dapat ditempuh dalam 3 semester. Jangka waktu studi maksimum program Magister tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. Program Dktor bertujuan menghasilkan lulusan yang mempunyai sikap akademik, mampu meneliti secara mandiri, dan mampu memberi sumbangan berarti kepada khasanah ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan teknik, atau ilmu seni rupa dan desain. Penelitian yang mengarah kepada gelar Doktor dapat dilakukan dalam Ilmu Pengetahuan Teknik, Ilmu Matematika dan Pengetahuan Alam, Ilmu Seni Rupa dan Desain. Gelar Doktor diberikan setelah promovendus/promovenda menunjukkan penguasaan pengetahuan secara mendalam dalam cabang keilmuan tersebut di atas, menunjukkan kemampuan dan ketrampilan meneliti secara mandiri dalam satu atau lebih cabang yang tercakup ke dalam salah satu bidang tersebut di atas dan penelitian itu bersifat orisinil atau mengungkapkan suatu kebaharuan. Hasil penelitian itu menambah khasanah ilmu pengetahuan/ilmu teknik/ilmu seni rupa/desain yang telah ada atau mengungkapkan masalah baru yang menurut kaidah ilmu pengetahuan teknik/seni rupa dan desain, dapat dibuktikan dalam disertasi sehingga tidak meragukan. Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Doktor adalah tiga tahun, yang terbagi atas 6 (enam) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Doktor adalah 40-60 SKS. Jangka waktu studi maksimum program Doktor tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Sejarah pendidikan pascasarjana ITB berjalan seiring dengan sejarah perkembangan ITB itu sendiri, yakni sejarah didirikannya Technische Hogeschool te Bandung (Th) pada tanggal 3 Juli 1920. Tercatat bahwa lulusan pascasarjana pertama pada waktu itu adalah N.H. Van Harpen yang memperoleh gelar Doktor bidang ilmu teknik dengan kekhususan Sipil pada tahun 1930. Sebelumnya J.W. Ijerman memperoleh gelar Doktor honoris causa pada bidang yang sama tahun 1925.
ii Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Seiring dengan perjalanan sejarah Negara Indonesia, pada tahun 1950 didirikan Universitas Indonesia sebagai hasil integrasi Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia (19 Agustus 1945) dan Universiteit van Indonesia (1947) berdasarkan Undang-Undang Darurat no. 7 tahun 1950. Institut Teknologi Bandung (ITB) diresmikan tanggal 2 Maret 1959 dan merupakan gabungan dua fakultas yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia yang berada di Bandung, yaitu fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam ditambah Balai Universiter Guru Gambar. Pada saat masih berstatus sebagai Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Universitas Indonesia, pendahulu ITB ini telah menghasilkan 17 orang Doktor dalam bidang Teknik SIpil, Teknik Kimia, Geologi, Fisika, Farmasi, Matematika dan Kimia. Lulusan Doktor ITB yang pertama J.A. Katili , Geologi, yang menyelesaikan studinya tahun 1960. Sejak itu sampai tahun 2005 telah dihasilkan 404 orang Doktor, termasuk 3 orang Doktor honoris causa, yaitu Dr.Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, Dr.Ir. Sediatmo, dan Prof.Dr.Ir. Rooseno. Pada tahun 1976 berdiri Sekolah Pascasarjan di Institut Teknologi Bandung, yang selanjutnya berubah menjadi Program Pascasarjana, dan namanya kembali menjadi Sekolah Pascasarjana di tahun 2005. Lulusan program Doktor pertama dari Sekolah Pascasarjana adalah Ir. Sri Hardjoko yang memperoleh gelar Doktor di tahun 1979 untuk bidang studi Teknik Mesin dengan Pembimbing/Promotor Prof.Ir. Samudro, Prof.Dr. R. Van Hasselt dan Prof.Ir. Handojo. Program Magister di Institut Teknologi Bandung dimulai tahun 1979 dengan tiga program studi yaitu program studi Fisika, Matematika, dan Teknik Mesin. Selanjutnya pada tahun 1980 berkembang menjadi 11 program studi karena dibuka 8 (delapan) program studi baru yaitu program studi Arsitektur, Biologi, Elektroteknik, Farmasi, Kimia, Teknik Kimia, Teknik Sipil, dan Teknik dan Manajemen Industri. Saat ini secara keseluruhan terdapat 33 program studi Magister di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB. Sejak tahun akademik 1979/1980 hingga bulan September 2005 Sekolah Pascasarjana ITB telah menghasilkan sebanyak 12.714 lulusan program Magister (S2) dari berbagai program studi.
iii Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
DAFTAR ISI Kata pengantar dari Dekan Sekolah Pascasarjana ITB
I
Pendahuluan
II
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam •
Program Studi Matematika
01
-
45
•
Program Studi Fisika
46
-
97
•
Program Studi Kimia
98
-
132
•
Program Studi Aktuaria
133
-
143
144
-
190
191
-
241
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati •
Program Studi Biologi
Sekolah Farmasi •
Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral •
Program Studi Geologi
242
-
279
•
Program Studi Rekayasa Pertambangan
280
-
316
•
Program Studi Perminyakan
317
-
364
•
Program Studi Geofisika Terapan
365
-
376
•
Program Studi Sains Kebumian
377
-
393
Fakultas Teknologi Industri •
Program Studi Teknik Kimia
394
-
441
•
Program Studi Teknik Mesin
442
-
469
•
Program Studi Teknik Fisika
470
-
488
•
Program Studi Teknik Manajemen dan Industri
489
-
576
•
Program Studi Teknik Penerbangan
577
-
583
iv Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika •
Program Studi Teknik Elektro
584
-
701
•
Program Studi Informatika
702
-
812
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan •
Program Studi Pembangunan
813
-
856
•
Program Studi Transportasi
857
-
868
•
Program Studi Arsitektur
869
-
963
•
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
964
-
1061
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan •
Program Studi Teknik Sipil
1062
-
1202
•
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
1203
-
1257
•
Program Studi Teknik Lingkungan
1258
-
1297
•
Program Studi Sistem dan Teknik Jalan Raya
1298
-
1353
Fakultas Seni Rupa dan Desain •
Program Studi Seni Rupa
1354
-
1384
•
Program Studi Desain
1385
-
1411
1412
-
1555
Sekolah Bisnis dan Manajemen •
Program Studi Magister Administrasi Bisnis
v Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Farmasi – SF
Kumpulan Abstrak Katrin - NIM : 30700002 Program Studi Farmasi
AKTIVITAS IMUNOSTIMULAN BEBERAPA TUMBUHAN OBAT INDONESIA SERTA ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA IMUNOSTIMULAN DAUN DENDROPHTHOE PENTANDRA (L) MIQ. Telah dilakukan penelitian aktivitas imunostimulan pada mencit BALBIc terhadap beberapa jenis tumbuhan yang secara tradisional telah dimanfaatkan sebagai obat untuk meningkatkan kesehatan tubuh dan untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan sistem imun seperti infeksi, inflamasi, reumatik dan tumor, serta isolasi dan identifikasi senyawa aktif dari tumbuhan yang teraktif Tumbuhan yang diteliti adalah daun Eupatorium inulifolium H.B.K., batang Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. f & Thorns, herba Centella asiatica (L.) Urban, daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., rimpang Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe, rimpang dan umbi Kaempferia rotunda L., rimpang Curcuma mangga Val. & van Zijp. Penelitian ini bertujuan: (1) memperoleh tumbuhan yang mempunyai aktivitas imunostimulan teraktif, (2) memperoleh isolat teraktif dari tumbuhan terpilih, (3) menetapkan struktur kimia isolat imunostimulan, (4) mengevaluasi toksisitas akut isolat yang mempunyai aktivitas imunostimulan. Karakteristik simplisia uji yang diperiksa meliputi kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air dan susut pengeringan. Terhadap simplisia terpilih sebagai imunostimulan teraktif, daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dilakukan pemeriksaan kadar unsur anorganik seperti kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga dan timbal secara spektrofotometri serapan atom dan penapisan fitokimia, dalam upaya standardisasi simplisia yang diteliti. Ekstraksi bahan uji untuk penapisan aktivitas imunostimulan dilakukan secara maserasi, untuk daun dan batang dengan pelarut etanol 70 %, sedangkan untuk rimpang dengan pelarut n-heksana. Evaluasi aktivitas imunostimulan, dilakukan dengan empat metode: (1) bersihan karbon, (2) peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa, (3) penentuan titer antibodi, (4) hipersensitivitas tipe lambat. Keempat metode ini mencakup aktivitas respon imun spesifik, nonspesifik, humoral dan seluler. Penapisan aktivitas imunostimulan terhadap kedelapan jenis ekstrak simplisia uji dilakukan dengan metode bersihan karbon (respon imun non-spesifik) serta peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa (respon imun spesifik). Hasil uji menunjukkan bahwa semua ekstrak uji dapat meningkatkan kemampuan fagositosis partikel karbon, dan meningkatkan jumlah sel limfosit limpa dibandingkan dengan kontrol. Penelitian selanjutnya dilakukan terhadap ekstrak bahan uji yang menunjukkan hasil paling bermakna pada kedua metode, yaitu Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. Analisis fitokimia tumbuhan terpilih Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dilakukan hanya terhadap fraksi, subfraksi dan isolat yang mempunyai aktivitas imunostimulan. Fraksi yang aktif adalah fraksi n-heksana yang menunjukkan adanya steroid/triterpenoid, dan fraksi etanol menunjukkan adanya flavonoid dan tanin. Hasil fraksinasi secara kromatografi kolom cair vakum (KCV) dari fraksi nheksana dengan pelarut landaian n-heksana – etil asetat diperoleh delapan subfraksi, sedangkan dari fraksi etanol dengan pelarut landaian n-heksana – etil asetat dan etil asetat – metanol diperoleh enam subfraksi. Semua fraksi dan subfraksi yang diperoleh diuji aktivitas imunostimulannya dengan dua metode yang sama seperti pada tahap penapisan, sedangkan isolat selain diuji dengan kedua metode tersebut dilakukan pula dengan dua metode lain yaitu metode penentuan titer antibodi dan metode hipersensitivitas tipe lambat, untuk meyakinkan aktivitas imunostimulannya.
226 Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Farmasi - SF
Kumpulan Abstrak
Hasil uji aktivitas imunostimulan terhadap fraksi dan subfraksi dengan metode bersihan karbon dan peningkatan bobot limpa dan jumlah sel limfosit limpa menunjukkan bahwa fraksi n-heksana (HD) dan subfraksi n-heksana (HD5) serta fraksi etanol (ED) dan subfraksi etanol (ED4) menunjukkan aktivitas imunostimulan. Uji aktivitas imunostimulan terhadap isolat dengan empat metode uji menunjukkan hasil sebagai berikut : (1) HD54 dan ED44 menunjukkan aktivitas imunostimulan non-spesifik. ED44 (dosis 16 mg/kg bb) menunjukkan aktivitas paling kuat dengan indeks fagositosis K = 1,78 (P < 0,05), yang secara statistik sebanding dengan HD54 (dosis 1mg/kg bb) dengan indeks fagositosis K = 1,70 (P < 0,05). Aktivitas kedua isolat tersebut sebanding dengan pembanding Zymosan A (dosis 10 mg/kg bb) dengan indeks fagositosis K = 1,44 (P < 0,05). (2) ED44 (dosis 8 mg/kg bb) meningkatkan jumlah sel limfosit limpa paling tinggi sebesar 72,88 % dibandingkan terhadap kontrol (P < 0,01), dan HD54 (dosis 1 mg/kg bb) hanya meningkatkan sebesar 53,44 % (P < 0,01) namun antara kedua isolat itu tidak berbeda secara bermakna. ED44 menunjukkan peningkatan jumlah sel limfosit limpa yang berbeda bermakna (P<0,05) terhadap pembanding Zymosan A (41,90 %), sedangkan HD54 dosis tersebut dibandingkan dengan pembanding Zymosan A tidak berbeda bermakna. (3) ED44 (dosis 16 mg/kg bb) menunjukkan titer antibodi paling tinggi baik pada mencit normal (pengenceran 1 : 3328) maupun yang tertekan sistem imunnya oleh prednison (pengenceran 1 : 4608), sedangkan HD54 (dosis 2 mg/kg bb) meningkatkan titer antibodi paling tinggi tetapi lebih rendah daripada ED44 (dosis 16 mg/kg bb), pada mencit normal maupun pada mencit yang tertekan sistem imunnya (pengenceran 1 : 1536 dan pengenceran 1 : 3072). Kedua isolat menunjukkan peningkatan titer antibodi lebih besar dibandingkan dengan pembanding Zymosan A (dosis 10 mg/kg bb) pada mencit normal maupun pada mencit yang tertekan sistem imunnya (pengenceran 1 : 1024 dan pengenceran 1 : 1280). (4) HD54 (dosis 4 mg/kg bb) dan ED44 (dosis 4 mg/kg bb) menunjukkan respon imun seluler secara bermakna (P < 0,01) dibandingkan dengan kontrol pada mencit normal. Peningkatan ketebalan kaki mencit setelah perlakuan dengan HD54 dibandingkan dengan ED44 pada dosis yang sama menunjukkan respon imun seluler tidak berbeda secara bermakna (P < 0,05). Kedua isolat pada dosis tersebut meningkatkan perubahan tebal kaki mencit lebih besar dibandingkan dengan kelompok Zymosan A (P < 0,05) pada mencit normal. Pada mencit yang tertekan sistem imunnya dengan pemberian prednison, HD54 meningkatkan efek imunostimulasi lebih besar dan bermakna daripada isolat ED44, namun tidak berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan Zymosan A (P < 0,05). Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri ultraviolet-visible, spektrofotometri inframerah, spektrometri massa dan spektrometri resonansi magnet inti menunjukkan bahwa isolat HD54 adalah βsitosterol dan ED44 adalah kuersitrin. Uji toksisitas akut oral pada mencit terhadap isolat HD54 dan ED44 menunjukkan bahwa sampai dosis 2000 mg/kg bobot badan tidak ada kematian, berarti nilai DL50 tidak dapat dihitung dan tidak ada efek toksik yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa isolat HD54 dan ED44 sampai dosis 2000 mg/kg bb mencit tidak toksik. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia yang dilakukan dalam upaya standardisasi simplisia daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., dapat dijadikan masukan data bagi Materia Medika Indonesia.. Berdasarkan efikasi dan keamanan serta diketahui senyawa aktifnya sebagai imunostimulan, Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. memberikan prospek pemanfaatan untuk dijadikan sediaan fitofarmaka, setelah dilengkapi dengan uji praklinis yang belum dilakukan dan klinis Kata kunci : Dendrophthoe pentandra ( L.) Miq., imunostimulan, isolasi dan identifikasi senyawa aktif
227 Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Farmasi – SF
Kumpulan Abstrak
THE IMMUNOSTIMULATORY ACTIVITY OF SEVERAL INDONESIAN MEDICINAL LAWS AND THE ISOLATION - IDENTIFICATION OF IMMUNOSTIMULATING COMPOUNDS OF DENDRPHTHOE PENTANDRA (L.) MIQ. LEAVES The immunostimulatory activity of several plant species which were traditionally used to increase the body health and to treat the immunological deseases such as infection, inflammation, rheumatoid and tumor in mice BALBIc and also isolation and identification of active compounds of the most active plant had been studied. The investigated plants were Eupatorium inulifolium H.B.K. leaves, Tinospora crispa (L.) Miers ex hook.f. & Thorns barks, Centella asiatica (L.) Urban herbs, Dendmphthoe pentandra (L.) Miq. leaves, Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe rhizomes, Kaempferia rotunda L. rhizome and bulbs, Curcuma mangga Val. & van Zijp rhizomes. The objectives of this research were : (1) to obtain the plant species which have the highest immunostimulatory acivity, (2) to obtain the isolates of the choosen plant which have the highest activity, (3) to determine the chemical structure of the immunostimulating isolates, (4) to evaluate the acute toxicity of the isolates which have immunostimulatory activity. The characterization of the sample included the determination of ash content, acid insoluble ash, ethanol extractive, water loss on drying and water content. On the choosen plant species which had the highest immunostimulatory activity, Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. leaves, the an anorganic content such as potassium, sodium, magnesium, ferrum, cuprum and plumbum were determined by atomic absorption spectrophotometry, and phytochemical screening to standardize the investigated plant material. The sample extraction for immunostimulatory activity screening was done by maceration, for the leaves and barks in 70 % ethanol, while for the rhizomes or bulbs in n-hexane as solvents. The evaluation of the immunostimulatory activity was done by four methods : (1) the carbon clearance, (2) the increasing of weight of spleen and the number of lymphocyte cell of spleen, (3) determining antibody titer, (4) delayed type of hypersensitivity. The four methods included the activity of specific, non-specific, humoral and cellular response immune. The screening of the immunostimulatory activity of the eight sample extracts was done by carbon clearance method (non-specific immune response) and the increasing weight of spleen and the number of spleen lymphocyte cells methods (specific immune response). The result showed that all sample extracts could increase the potency of phagocytosis of carbon particles, and increased the number of spleen lymphocyte cells compared to control. The research was continued on the sample which had significant result for both methods, that was Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. The chemical analysis of the choosen plant Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. was done only on the fractions, subfractions and isolates which had immunostimulatory activity. The active fraction was the n-hexane fraction which showed the presence of steroid/triterpenoid, and the ethanolic fraction which showed the presence of flavonoid and tannin. The result of vacuum liquid column chromatography of the n-hexane fraction using gradient solvent of n-hexane-ethyl acetate was obtained eight subfractions, where as of the ethanolic fraction using gradient solvents of n-hexane-ethyl acetate and ethyl acetate methanol was obtained five subfractions. The immunostimulatory activity of the obtained fractions, and subfractions was determined by the same methods as on screening, while the isolates besides those two methods were also done by two others i.e. by determining antibody titer and delayed type of hypersensitivity to convince immunostimulatory activity.
228 Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung
Farmasi - SF
Kumpulan Abstrak
The result of the immunostimulatory activity test of the fractions, the subfractions by the clearance carbon method and the increased weight of the spleen and the number of of spleen lymphocyte cells methods showed that n-hexane fraction (HD) and the n-hexane subfraction (HD5), also ethanolic fraction (ED) and the ethanolic subfraction (ED4) showed the immunostimulatory activity. The results of the immunostimulatory activity of the isolates by four methods were as follows : (1) HD54 and ED44 isolates showed the non-specific immunostimulatory activity. ED44 (at a dose of 16 mg/ kg bw) showed the highest activity with the fagocytosis index K = 1,78 (P < 0,05), which was statistically equivalent to HD54 (at a dose of I mg/kg bw) with the fagocytosis index K = 1,70 (P < 0,05). (2) ED44 (at a dose of 8 mg/kg bw) increased the highest number of spleen limphocyte cells that was 72,88 % compared to control (P < 0,01), while HD54 (at a dose of 1 mg/kg bw) increased 53,44 % (P < 0,01), and between the two isolates were not different significantly. ED44 showed the increasing number of spleen lymphocyte cells of mice was significantly different (P < 0,05) to Zymosan A ( 41,90 %), while HD54 at the same dosis was not different significantly. (3) ED44 (at a dose of 16 mg/kg bw) showed high antibody titer either in normal mice (diluted 1 : 3328) or in suppressed immune system mice by prednisone (diluted I : 4608), where as HD54 (at a dose of 2 mg/kg bw) increased lower antibody titer than ED44 either in normal mice or in mice supresssed immune system (diluted 1:1536 and 1 : 3072). Both isolates showed higher increasing antibody titer compared to Zymosan A (at a dose of 10 mg/kg bw) either in normal mice or in suppressed immune system mice (diluted 1 : 1024 and 1 : 1280). (4) HD54 at a dose of 4 mg/kg bw) and ED44 (at a dose of 4 mg/kg bw) showed significant cellular immune response P < 0,01) compared to control in normal mice. The increased of mice foot thickness after treatment with HD54 at the same doses was not different significantly compared to ED44 (P < 0,05). Both isolates at the same doses increased the change of mice foot thickness greater than those of the Zymosan A group (P < 0,05) in normal mice. In prednisone suppressed immune system mice, HD54 increased the immunostimulatory activity greater than those of the ED44, but were not different significantly compared to Zymosan A (P < 0,05). The active isolates were characterized by ultraviolet-visible, infrared spectrophotometry, mass and nuclear magnetic resonance spectrometry indicated that isolat HD54 was β-sitosterol and ED44 was quercitrine. The result of the acute toxicity test of HD54 and ED44 isolates at a dose up to 2000 mg/kg body weight showed no any mortality, the LD50 could not be determined, and had no toxic effect. So HD54 and ED44 isolat at a dose up to 2000 mg/kg weight were not toxic. The characterization of the sample, which was carried out to standardize Dendrophthoe pentandra (L) Miq. leaves, could be used as a data for the Indonesian Materia Medica. Base on the result of the efficacy and safety test, also the presence of the immunostimulating compounds, the Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. could be a very prospective phytopharmaca after clinical test. Key words : Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., immunostimulant, isolation and iden
229 Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung