JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2012 Vol.2. No.3. hal. 126-133 ISSN: 2087-7706
KLASIFIKASI GENOTIP JAGUNG LOKAL ASAL KABUPATEN WAKATOBI DAN KABUPATEN BOMBANA BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPNYA Genotype Classification of Local Corn of Wakatobi and Bombana District Based on Phenotypic Caracter LA ODE SAFUAN*), HAMIRUL HADINI
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
ABSRACT The aims of the research were : (1) as resources of morfology data base of local corn of Southeast Sulawesi, and (2) to Classify local corn of Southeast Sulawesi based on fenotypic characters. The research was carried out at Poasia Vilage, District Rahandouna, Kendari, Southeast Sulawesi, from June to September 2011. The study was arranged on Randomized Block Desing (RBD), with 3 replicates. The treatment was local corn varieties. Variabel measured were: cob height (cm) plant height (cm), leaf number per plant, stem diameter (mm), cob length (cm), cob diametter (mm), row number on the cob, seed number on the cob, seed number on the row, seed weight per cob, weight of 100 seed, production per hectar. Data were analysed using ANOVA, multivariat PCA and Cluster Analysis with SAS Software. Result of the Research showed that : (1) analysis of variance, Principal Component Analysis, and cluster analysis showed consistent grouping based on stem and leaf component, cob component, seed component, and production component, and (2) most of corn collection (30 cultivars) had moderate production capability (± 3 tons/ha), 11 cultivars had low production (1.76 to 2.48 tons/ha), and only 4 cultivars (AWT-06, BMB-02, BMB-03 and BMB-04) had high production and moderate age (± 90 days), reaching 4.14 to 4.75 tons/ha. Key Words : genotipe, local corn, caracter, clasification 1PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan karbohidrat yang dapat membantu pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Juga merupakan bahan pakan, bahan ekspor nonmigas, dan bahan baku industri. Sebagai bahan pakan, permintaan jagung terus meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pakan ternak. Tangenjaya dan Wina (2009) melaporkan bahwa jagung memberikan kontribusi yang paling tinggi dalam ransum ayam (>55%), diikuti oleh bungkil kedelai (23%), dan bahan-bahan lainnya seperti dedak. Oleh karena itu program peningkatan produksi jagung perlu terus digalakkan. *)Alamat
Korespondensi: Email:
[email protected]
Program pemuliaan jagung diawali oleh pemilihan plasma nutfah, perbaikan berulang plasma nutfah terpilih, kemudian dilakukan pembuatan galur. Pemilihan plasma nutfah menentukan potensi perbaikan genetik yang maksimum yang dapat diharapkan dari pemuliaan. Keberhasilan kegiatan pemuliaan tanaman sangat tergantung pada adanya variasi genetik. Subandi (1988) menyatakan bahwa plasma nutfah yang memiliki variasi besar merupakan sumber gen untuk sifat-sifat seperti daya hasil tinggi, ketahanan terhadap hama atau penyakit, umur genjah dan sifatsifat baik lainnya. Variasi genetik yang besar dapat diperoleh pada jenis atau asesi lokal. Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana merupakan daearah penghasil jagung di Provinsi Sulawesi Tenggara. Budidaya jagung secara tradisional dan intensif sudah lama dilakukan karena jagung
Vol. 2 No.3, 2012
menjadi bahan makanan pokok utama. Jenis jagung yang dibudidayakan sebagian besar adalah jagung lokal yang diperoleh petani secara turun temurun dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, banyak jenis jagung lokal yang tersebar ditingkat petani dan berbeda jenis untuk setiap daerah karena perbedaan geografis, kondisi lahan, dan cara budidayanya. Varietas lokal ini mempunyai beberapa karakter yang diinginkan tetapi masih banyak lagi yang perlu diperbaiki. Dengan demikian varietas lokal dapat digunakan sebagai sumber gen yang baik dalam perbaikan sifat suatu varietas (Dahlan et al., 1994). Tindakan koleksi, deskripsi, dan klasifikasi plasma nutfah jagung lokal asal Provinsi Sultra perlu dilakukan untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan pemuliaan dalam merakit varietas-varietas dengan sifat yang diinginkan. Backelmen et al. (2002) menyatakan bahwa evaluasi dari koleksi plasma nutfah diperlukan untuk mempertahankan keragaman dan mengidentifikasi gen-gen baik yang diinginkan. Koleksi tersebut merupakan bank genetik yang menyediakan gen-gen tertentu yang diinginkan (Dilday et al., 1999). Koleksi plasma nutfah tanaman merupakan tempat penyimpanan gen-gen yang menjadi sumber potensial variasi genetik yang dapat digunakan di kemudian hari. Informasi yang detail tentang perbedaan genetik antar individu atau kelompok aksesi berguna untuk pengelolaan dan penggunaan koleksi plasma nutfah (Steiner dan Greene, 1996). Plasma nutfah jagung merupakan sumberdaya genetik yang sangat diperlukan untuk membentuk varietas jagung unggul dengan cara merakit sifat-sifat yang diinginkan melalui program pemuliaan tanaman. Subiyanto (1985) menyatakan bahwa plasma nutfah merupakan salah satu sumberdaya pertanian yang berfungsi sebagai sumber sifat keturunan untuk meciptakan varietas baru.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan sejak Bulan Juni sampai September 2011. di Kelurahan Rahandouna Kecamatan Poasia, Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Klasifikasi Genotip Jagung Lokal 127
Rancangan Penelitian. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan genotip jagung lokal hasil koleksi sebagai perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali. Penanaman dan pemeliharaan. Penanaman jagung lokal hasil koleksi dilakukan pada Kebun Petani di Kelurahan Rahandouna Kecamatan Poasia, Kota Kendari, sejak Juni sampai September 2011. Jarak tanam adalah 75 antar baris dan 25 cm dalam baris. Tiap lubang ditanam dua biji, kemudian dikurangi menjadi satu tanaman per lubang saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam. Pemupukan tahap pertama dilakukan pada saat tanam dengan dosis 100 kg urea, 150 kg SP36, dan 75 kg KCl per hektar. Pemupukan tahap kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan dosis 100 kg urea per hektar. Pengamatan. Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel berupa: Karakter Pertumbuhan: (a) tinggi tanaman, (b) tinggi tongkol, (c) jumlah daun/tanaman, dan (d) diameter batang. Karakter Tongkol dan Biji. Tongkol yang sudah matang dipanen lalu dikeringkan di tempat terbuka selama 1 minggu. Pengukuran dan perhitungan yang dilakukan adalah: (a) panjang tongkol, (b) diameter tongkol (tengah), (c) jumlah baris/tongkol, (d) jumlah biji/tongkol, (e) jumlah biji/baris, (f) jumlah biji/tongkol, (g) berat biji total/tongkol, (h) berat 100 biji, (i) umur masak, (j) tipe biji, dan (k) warna biji. Produksi. Hasil panen biji dihitung setelah kadar airnya diatur sampai 15,5% berupa: produksi atau berat biji total/ha. Analisis Data. Analsis data yang diterapkan adalah ANOVA, multivariat PCA, dan analisis gerombol dengan menggunakan MINITAB Software Release 14. ANOVA tersarang digunakan untuk menganalisis karakter-karakter pertumbuhan, karakter morfologi tongkol dan biji (kecuali umur panen, warna dan tipe biji), dan produksi menurut model berikut: Xijk = µ + αi + βij + Єijk dimana: Xijk = nilai pengamatan tanaman ke k, ulangan ke j, genotipe ke i µ = rerata genotipe αi = pengaruh genotipe i βij = pengaruh ulangan j dalam genotipe i
128 SAFUAN DAN HADINI
Єijk = error yang berhubungan dengan pengamatan ke Xijk (Harada et al., 2009). Analisis dalam Klasifikasi Jagung. Berbagai metode analisis statistika dalam mengklasifikasi tanaman jagung telah diterapkan. Mochizuki (1968) menggunakan analisis komponen utama (PCA) dalam mengklasifikasi landrace jagung asal Jepang dengan menggunakan 10 karakter agronomi penting. Dia mengklasifikasi 57 asesi yang dikoleksi dari Shikoku dan menyimpulkan bahwa klasifikasi dengan menggunakan metode PCA ini memberikan kontribusi yang nyata terhadap materi pemuliaan, terutama untuk mengetahui daya gabung yang superior. Harada et al. (2009) telah mengkoleksi dan mengklasifikasi 40 asesi landrace jagung asal Shikoku dan Kyushu, Jepang, atas dasar fenotipenya, yaitu 18 karakter pertumbuhan, hasil, dan morfologi tongkolnya dengan analisis ANOVA tersarang, PCA, dan analisis gerombol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sidik Ragam. Analisis sidik ragam ditunjukkan secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil Anaisis Ragam pada Tabel 1, maka dapat dikemukakan bahwa Jagung lokal asal Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana mempunyai keragaman yang tinggi dalam hal karakter kuantitatif, yaitu tinggi tongkol, tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang tongkol, diamater tongkol, jumlah baris biji, jumlah biji, jumlah biji/baris, barat biji/tanaman, dan produksi, sedangkan variabel berat 100 biji menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antar jenis jagung. Analisis Komponen Utama. Analisis komponen utama digunakan untuk menyederhanakan dimensi peubah yang bebas satu dengan lainnya. Tujuan dari
J. AGROTEKNOS analisis komponen utama adalah untuk menentukan komponen-komponen utama yang dapat menerangkan keragaman total data semaksimal mungkin (Dillon dan Goldstein, 1984). Tabel 1. Hasil analisis ragam variabel-varibel yang diamati
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Variabel
Hasil Ragam
Analisis
Tinggi Tongkol ** Tinggi Tanaman ** Jumlah Daun ** Diameter Batang ** Panjang Tongkol ** Diameter Tongkol ** Jumlah Baris ** Biji/Tongkol 8. Jumlah Biji/Tongkol * 9. Jumlah Biji/Baris ** 10. Berat Biji/Tongkol ** 11. Berat 100 Biji tn 12. Produksi ** Pembangkitan komponen utama tergantung dari jenis data yang digunakan. Apabila data yang digunakan memiliki satuan yang sama maka dapat digunakan matriks ragam peragam, dan apabila satuan data tidak sama maka digunakan matriks korelasi. Jumlah komponen ditentukan berdasarkan keragaman kumulatif minimal 75 % (Morrison, 1978). Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa dari dua komponen utama pertama yang diperoleh telah mewakili 75% keragaman data asli sehingga analisis gerombol dinilai cukup hanya dengan menggunakan nilia skor dari dua komponen utama tersebut. Pola penyebaran kultivar berdasarkan penampilan variabel-variabel yang diamati melalui dua komponen utama pertama tersebut ditunjukkan pada pada Gambar 2.
Vol. 2 No.3, 2012
Klasifikasi Genotip Jagung Lokal 129 Score Plot of TTkl, ..., Prod
3
43
Second Component
2 44
1 0
36
-1
20
32 33 14 10 45 30 41 1512
11
28
38
22 27
37
4
19 18
-2
21 17 13 23 31 1 5
329 34 24
9 25
39 7
8 3542
26 40
16 2
-3 -4 -5
Gambar 1:
6
-5.0
-2.5
0.0 2.5 First Component
5.0
7.5
Pola penyebaran kultivar berdasarkan penampilan variabel-variabel yang diamati melalui dua komponen utama pertama
Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa ada beberapa objek atau kultivar yang mengumpul dengan jelas sehingga membentuk gerombol tersendiri seperti kultivar nomor 7 (WKT-07), 26 (WKT-27), dan 40 (BMB-06) atau 36 (BMB02), 37 (MBM-03), dan 38 (BMB-04), ada kultivar yang menyendiri seperti kultivar nomor 6 (WKT-06), tetapi kultivar-kultivar lainnya sulit dikelompokkan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, yaitu analisis gerombol. Analisis Gerombol. Analisis gerombol merupakan suatu prosedur yang logis dan bersistem untuk mengelompokkan beberapa individu ke dalam beberapa kelompok atau gerombol dengan mengidentifikasi suatu inti gerombol yang seragam dan kemudian memasukkan individu-individu yang sama ke dalam gerombol tersebut. Ukuran kesamaan atau kemiripan antar individu ini didasarkan pada jaraknya sehingga individu-individu yang memiliki kesamaan akan mempunyai
jarak yang kecil (Overall dan Klett, 1972). Dengan demikian, individu-individu dalam satu gerombol memiliki kesamaan sifat-sifat, sedangkan individu antar gerombol akan berbeda. Hasil analisis gerombol jagung lokal hasil koleksi asal Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana Provinsi Sultra ditampilkan pada Gambar 2. Berdasarkan dendrogram pada Gambar 2, pada tingkat kesamaan 81,67 %, jagung lokal hasil koleksi asal Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana Provinsi Sultra dapat dikelompokkan atas 7 gerombol. Pengelompokan jenis jagung lokal tersebut ditunjukkan pada Tabel 2 Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa 45 jenis jagung lokal asal Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana Provinsi Sultra dapat dikelompokkan atas 7 kelompok berdasarkan tingkat kesamaan sifat morfologi batang, daun, tongkol, biji, dan dan produksinya.
J. AGROTEKNOS
130 SAFUAN DAN HADINI Dendrogram with Average Linkage and Euclidean Distance
Similarity
43.01
62.01
81.00
100.00
1 5 9 25 1 1 1 3 2 3 17 21 3 1 4 22 27 2 8 1 8 19 10 3 3 3 2 1 4 20 12 1 5 4 1 30 45 4 3 4 4 2 16 3 2 9 3 9 8 35 4 2 2 4 34 6 3 6 3 8 37 7 2 6 4 0
Observations
Gambar 2.
Dendrogram hasil analisis gerombol jagung lokal hasil koleksi di Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana Provinsi Sultra
Berdasarkan tujuh gerombol yang terbentuk dapat diketahui rata-rata peubah asal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dan dari Tabel 2 ini juga dapat diketahui posisi variabel pengamatan dari setiap gerombol dibandingkan dengan gerombol lainnya dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis dan deskripsi pada Tabel 3 dan Tabel 4 tampak bahwa gerombol
IV, dan VII dicirikan oleh kategori rendah untuk semua variabel, gerombol III dicirikan oleh kategori rendah, kecuali produksi yang tergolong sedang, gerombol I dicirikan oleh kategori sedang untuk semua variabel, gerombol II dicirikan oleh kategori tinggi, kecuali produksi yang tergolong sedang, dan gerombol V, dan VI dicirikan oleh kategori tinggi untuk semua variabel
Tabel 2. Pengelompokan kultivar jagung hasil koleksi di Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana Provinsi Sultra
No.
Gerombol
2.
II
1.
I
Kultivar Jagung Lokal
Jumlah Kultivar
WKT-01, WKT-04, WKT-05, WKT-09, WKT-11, WKT-13, 16 kultivar WKT-17, WKT-18, WKT-20, WKT-22, WKT-23, WKT-24, WKT-28, WKT-29, dan WKT 32
WKT-10, WKT-12, WKT-14, WKT-15, WKT-21, WKT-31, 12 kultivar WKT-33, WKT-34, BMB-10, BMB-11, dan BMB-12. 3. III WKT-02, dan WKT-16 2 kultivar 4. IV WKT-03, WKT-08, WKT-25, WKT-30, WKT-36, BMB-01, 8 kultivar BMB-05, dan BMB-08 5. V WKT-06 1 kultivar 6. VI BMB-02, BMB-03, dan BMB-04 3 kultivar 7. VII WKT-07, WKT-27, dan BMB-06 3 kultivar Tingginya variasi jenis jagung lokal di Kabupaten Wakatobi belum menanam jagung Kabupaten Wakatobi disebabkan karena di unggul, baik hibrida maupun bersari bebas. daerah tersebut petani masih menanam Petani tidak suka untuk mengkonsumsi jagung jagung dan merupakan daerah kepulauan tersebut karena dari segi rasa, jagung lokal sehingga ada isolasi jarak antar wilayah dalam masih lebih enak. Disamping alasan tersebut, satu kabupaten. Sampai saat ini petani di kemungkinan pengembangan jagung hibrida
Vol. 2 No.3, 2012
di daerah ini masih membutuhkan waktu yang lama kerena, jagung hibrida unggul membutuhkan kondisi lingkungan tumbuh yang lebih baik untuk dapat tumbuh dan
Klasifikasi Genotip Jagung Lokal 131
berproduksi secara optimal, sedangkan petani di Kabupaten Wakatobi masih menanam jagung lokal secara tradisional tanpa input pupuk maupun pestisida.
Tabel 3. Rata-rata peubah tiap gerombol kultivar berdasarkan gerombol komponen utama
Peubah
Ratarata Total 91.63 148.51 11.215 1.3158 13.170 3.8593 10.959 253.36 23.046 52.70 20.798 3011.5
Tinggi Tongkol Tinggi Tanaman Jumlah Daun Diameter Batang Panjang Tongkol Diameter Tongkol JumlahBarisBiji/Tongkol Jumlah Biji/Tongkol Jumlah Biji/Baris Berat Biji/Tongkol Berat 100 Biji Produksi
I
91.76 149.90 11.298 1.3581 13.469 3.8819 11.029 251.26 22.824 55.61 22.181 3177.8
II
112.19 170.65 12.343 1.3867 13.873 3.8317 11.204 283.4 25.273 52.73 18.702 3013
III
66.56 119.56 10.110 1.3150 12.415 4.0000 10.775 231.78 21.525 54.57 23.63 3118
Gerombol IV
73.04 130.10 10.056 1.2025 12.021 3.6825 10.419 217.89 21.01 43.36 19.885 2478
87.000 137.00 11.000 1.4200 14.370 4.3800 12.000 291.22 24.270 83.150 28.552 4751.4
Tabel 4. Penciri setiap gerombol kultivar berdasarkan data komponen utama
Gerombol I
Jumlah Anggota 16
II
12
III
2
IV
8
V
1
VI
3
VII
3
Penciri
Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi Komponen batang dan daun Komponen tongkol Komponen biji Produksi
V
VI
111.74 174.22 12.263 1.3767 15.070 4.3000 12.000 325.1 27.100 72.51 22.356 4143.2
VII
56.48 99.08 9.110 1.0133 10.037 3.613 9.777 169.26 17.307 30.76 18.21 1758
Kategori
Semua sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Semua rendah Semua tinggi Semua tinggi Semua rendah
132 SAFUAN DAN HADINI
Kabupaten Bombana juga merupakan daerah pengembangan jagung di Sulawesi, di daerah ini petani sudah lebih cenderung menanam jagung hibrida karena mempunyai daya hasil tinggi, oleh karena itu di daerah ini sudah jarang petani menanam jagung lokal. Petani jagung yang masih menanam jagung lokal adalah untuk konsumsi keluarga, karena jagung lokal mempunyai rasa yang lebih enak, ampasnya sedikit, dan tahan lama untuk disimpan jika dibandingkan dengan jagung hibrida. Sebahagian besar petani di daerah ini menanam jagung hibrida karena untuk tujuan komersial. Vasal dan Taba (1988) menyatakan bahwa genom jagung memiliki 10 pasang kromosom yang dimanifestasikan oleh komposisi genetik yang heterozigot-heterogen, bersifat plastis dalam beradaptasi untuk menghadapi lingkungan yang berbeda. Karena itu, tanaman jagung memiliki adaptasi yang luas, tumbuh pada daerah tropis, subtropis, dan temperate di dunia belahan utara dan selatan. Adaptasi jagung pada lingkungan yang sangat luas tersebut sulit dijelaskan, namun karena tanaman menyerbuk silang yang memberikan kebebasan terjadinya rekombinasi dan rekonstruksi gen-gen antara genotipe, maka akan dihasilkan rekombinan baru yang dapat menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan. Beberapa rekombinan baru ini menjadi lebih adaptif dalam lingkungan baru melalui proses aklimatisasi yang berlangsung dalam waktu lama.
SIMPULAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan: 1. Jagung lokal yang dipertahankan pembudidayaannya oleh petani Kabupaten Wakatobi secara turun temurun masih cukup banyak (36 kultivar), sedangkan jagung lokal di Kabupaten Bombana sudah mulai mengalami erosi genetik. 2. Hasil analisis keragaman, analisis komponen utama, dan analisis gerombol menunjukkan kekonsistenan pengelompokan atas dasar komponen batang dan daun, komponen tongkol, komponen biji, dan komponen produksi. 3. Kebanyakan jenis jagung hasil koleksi (30 kultivar) mempunyai kemampuan
J. AGROTEKNOS produksi yang sedang (± 3 ton/ha), 11 kultivar berproduksi rendah (1,76 – 2,48 ton/ha, dan hanya 4 kultivar (WKT-06, BMB-02, BMB-03, dan BMB-04) yang berproduksi cukup tinggi berumur sedang (± 90 hari), yaitu mencapai 4,14 – 4,75 ton/ha. Saran. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan disarankan: 1. Jagung lokal asal Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana hasil koleksi perlu direjuvenasi secara periodik dan dikaji sifat-sifat baik yang dikandungnya sebagai bahan pengembangan varietas unggul. 2. Analisis keragaman, analisis komponen utama, dan analisis gerombol dapat diterapkan secara simultan untuk pengelompokan kultivar-kultivar jagung hasil koleksi. 3. Perbanyakan benih kultivar WKT-06, BMB02, BMB-03, dan BMB-04 perlu dilakukan untuk disebarkan kepada petani sebagai kultivar lokal spesifik lokasi berproduksi tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami sampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan pembiayaan terhadap penelitian ini melalui Penelitian Fundamental Tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Bockelman, H.E., R.H. Dilday, W. Yan, and D.M. Wesenberg, 2002. Germplasm collection, preservation, and utilization. p. 597–625. In C.W. Smith and R.H. Dilday (ed.) Rice: Origin, history, technology, and production. Crop Production, Ser. 6149. John Wiley & Sons New York, NY. Dahlan, M., Sumarno, M. Anwari, dan Nur Basuki, 1994. Strategi pemuliaan untuk mendukung pertanian organik. Makalah Balittan Malang No. 94-119. Dilday, R.H., K.A. Moldenhauer, J.D. Mattice, F.N. Lee, F.L. Baldwin, J.L. Bernhardt, D.R. Gealy, A.M. McClung, S.D. Linscombe, and D.M. Wesenberg. 1999. Rice germplasm evaluation and enhancement at the Dale Bumpers National Rice Research Center. Proc. Internl. Symp. Rice Germ. Eval. Enhan., Aug. 30–Sep. 2, 1998. In J.N. Rutger et al. (ed.) Special Report 195:16–21, Univ. of Arkansas, USA.
Vol. 2 No.3, 2012
Dillon, W.R. and M. Goldstein, 1984. Multivariate analysis methods and applications. John Wiley, New York. Harada, K., N. V. Huan, and H. Ueno, 2009. Classification of Maize Landraces from Shikoku and Kyushu, Japan, Nased on Phenotypic Characteristics. JARQ 43: 213 -220. Mochizuki, N., 1968. Classification of maize lines and selection of breeding materials by application of principal of component analysis. Bull. Natl. Inst. Agric. Sci., Ser.D 19: 85 -149 [in Japanese with English summary). Morrison, D.F., 1978. Multivariate statistical methods. The Iowa University Press, Ames Iowa, USA. Steiner, J. J. and S. L. Greene, 1996. Proposed ecological descriptors and their utility for plant germplasm collections. Crop Sci. 36: 439-451. Subandi, 1988. Perbaikan varietas. Pp.81-100. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono (Eds). Jagung. Puslitbangtan, Bogor.
Klasifikasi Genotip Jagung Lokal 133
Subiyanto, 1985. Pemuliaan terhadap ketahanan hama dan penyakit pada tanaman padi. Materi kuliah pada PPS Pertanian UGM, Yogyakarta. Suryanegara, B., dan H. Hadini, 2002. Evaluasi ketahanan tanaman jagung lokal asal Sulawesi Tenggara (Buton) terhadap cekaman kekeringan. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari. Tangejaya, B. dan E. Wina, 2009. Limbah tanaman dan produksi samping industri jagung untuk pakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Vasal S.K. and S. Taba. 1988. Conservation and utilization of maize genetic resources. In: R.S. Paroda, R.K. Parora, and K.P.S. Chandel (Eds.). Plant Genetic Resources-Indian Perspective. Proceeding of the National Symposium on Plant Genetic Resources NBPGR, New Delhi. p. 91107.