ANALISIS F-OR-FAKTOR
PENENTU KETERTINGCALAN WILAYAEI KBI dan KT1
DEPARTEm-N ILMU EKONOMI FAKULTAS E K O N D DAN ~ ~ A J E M E N IN!!FWlWT PERTANIAN BOGOR 2008
SEROSALMA. Analisis Faktor-Faktor Penentu Ketertinggalan Wdayah K-51 dan KTI (dibiibing oleh RINA OKTAVIAM).
SONDANG
-
P e r n u nasionai yang selama ini dilakukan secara umum telah memberikan kemajuan yang cuhrp berarti, akan tetapi pembtersebut pada kenyataannya rwngfiasilkan be&agai bentuk ketimdimana salah m y a berupa ketimpangan antar wilayah. Ketimpangan pembangcman antar wilayah telah -nr suatu konsekuensi benrpa pemusatm hasil pemkqman pada sebagian dayah. Hal ini pada a k h b y a mengakibatkan terdapat beberapa wilayah yang relatif tertinggal dikmdhg wilayah lainnya. tertuang dalam Perp~esNomor 7 Tahun 2005 tentangRPM Nasional 2004-2009, terdrrpar 199 kabupaten dari 440 kabupaten atau kota di Indouesia yang dinyaI&m krtiq@, dimana 76 kabuparen berada di KBI dan 123 kabupaten lainnya be& di KTI. Jlrmlah tersebut menrpakan hasi validasi dan verifikasi KNPDT yang didasvkan pada kottdisi perekowmian sumberdaya manusia, priispana ( i ) , kanamplran keuangan low *-bitas sata kamkteristik damah di 199 kabtertinggal di Indonesia Penetqau yang dilekukgn terhadap s e j d h h p t e n tertinggal di Indonesia ditujukan guna t&ya sum k o d s i kesetaraan dengan k a w aiau kota lainnya yang maju Sehudeqm bal teiseh, peeelitian ini betujuan untuk mengidenti&xsi karakteristik 199 kabupaten teatinggal di lndowsia serta magadisis *or-Wr yang berpengaruh kdmdapna-k wilayah di KBI dan KTI. Jenis data ymg dipeagunakan dalam penelitian ini adalah data seaclmder. Daia &under yang dkdcsud l;enrpa data cross seaion pada tahun 2005 yang berkairan dengan enam asp& yang menrpakan kriteria dasar dalam peneatuau wilayah t a t & @ . P e n g o b daCa ddam penelitian ini dilakukan dengan menggtmakan analisis d s h i p t i f dan analisis modelnr -L smhnal. Paaogkat llmak yang digm&an dalam pgolab.n data benrpa Miiosofr Ercel 2007 dan Lisel 8.30. Mcrosofr Ercel 2007 digrmakan dalam pengolahan data . . untuk mengidentifikasi ka&tem& atau kondisi yang dapat ditemui di 199 kabuparen tertinggal di Lndonesia, se&angkan k l 830 digcmakan untuk menganalisis f a k t o r - W r serta besarnya pengaruh masiog-masing faktor tersebut terhrtdap ketertinggalan wilayah KBI dan KTI. b a d pemlirian, dapat dilihat bahua kondisi di 199 kabupaten textin@ di Indonesia d i e dengrm t & h kerniskinan yang tinggi. Selain itu, 199 ksbupven tertinggal di IndOlHsh Inend& krralim sumbeadaya manlsia
yangmdah,ketmedkminfiartruktlrryangbbam,kondisi.keuangandaerah dan perekonomian yang minim, kondisi aksesibilitas terbdap pelayanan publik yangbbam,dansejunviabkab~m~daaahyangrananbencanadan konflik.
kcam reW, kdm@mbbuplen tedqgal di KTI "'ki tingkat kerniskinan yang lebih tinggi &banding dengan kabupateokabupatenteatinggal di KTI. Selain itu, b a k q a kabupaten yang dinyatakan tertinggal di K n memili kualitas sumbedaya man& yang relatif lebih rendah dibanding di KBI. Ditinjau dari as@ idkb&!m, ketersediaan pmsamm pelayanan publik pa& 76 kabupaten tertinggal di KBI 1rnemadai daripada di KTI. Hal yang sama juga beatakupadaaspekaksesibitas.Masyarakatpada~kabupatentertinggal di K n memillci hgkat kekhaksm yang lebih tinggi dalam mengakses pelayam publik apabila didmgao kondid di KBI. Pada aspek kemampo~~~keuanganlokal,celahfiskalpzda~tedqgaldi K B I relatif lebib k s r &banding ceiah fiskal pada k a h p m h b u p m tatingpaldi KTI. Di samping it4 dari penelitien ini dapat pula diketahui bahwa aspek-aspek ymg memberikan pengaruh t e r h terbdq ketertinggalan wilayah KBI secara bemmrtdmd adalah ,k e r n a m p kemngm lokal, sumberdaya manusia karakteristik daerah, aksesibilitas, serta perekowmian masyaraka~ sedarrgkanaspek-aspekymg--ketertinggalanwilayahdiKn s s m beunrtan &ah aksesibitas, hfk&nhm, sumberdaya manusia, kemampum keuangan lokai, perekowmian maqmda, serta karakteristik daerah.
ANALISJS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KETERTINGGALAN WILAYAE KBI DAN KT1
Skripsi Sebagai satab satn syarat antuk mempwoleb getar Sarjana Ekonomi pads Departemem U m n Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJJCMEN INSTITUT PERTANLAN BOGOR 2 m
DEPARTEMEN lLMU EKONOMI FAKCnTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
MSllTUT PERTAMAN BOGOR
Nama h4ahasi.w.a
: Sonclang Septhiani Rosalina
Nomor R e g i h Pokok : H 14 104033 P m p m Studi
: Ilmu Ekonomi
dapat diterima sebagai syamt mtuk memperoleh gelar Sajana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekowmi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, lnstitut Pertanian
Bogor.
I
Rina 0ktaGani. PLD. NIP. 131 846 872
T w s d Kelulm:
1 2 SEP 2C08
DENGAN IM SAYA W A T A K A N BAHWA SKR[PSI IM ADALAH BENAR-BENAR HASL KARYA SAYA SENDIRl YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIF'SI
ATAU
KARYA ILMIAH
PADA
PERGURUAN TLNGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
.
.
Penulis d h M c a n di Kalibata, Jakarta Selatm, pada tan&
24 September
1985. Penulis menrpakan anak pertma dari tiga bersaudara y a q l a b dari pasmgan Slrnmg W.Pardede dan L
Pada tahiro 1990 pen& D
i
i Yonike E. Sihombi
manulai jenjjang pendi-ya
di S D Strada
m Jakarta T i m . Tiga tahun setelah itu, W y a tahun 1993, penulis
dipbdahican ke SD Shada Bhakti Wiyata II, Bekasi Barat Selanjlrtnya, penulis
meayelesaikan pemlidikan dasar di S D kdxt pada tahun 1998. Pada tahun yang
sama pen&
melanjlrtkan pedidikan ke SLTP Strada Bbakti Wiyata Bekasi
Barai dan lulus @a tahun 2001. Kmudian penulis melanjutkan pendidikan di
SMU St Antonius Jekarta selama tiga bulan, dan setelah itu peoulis pindah ke S W Negeri 61 Jekarta Pmulis mmamahn pendidikan di S M U pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di l n s t i ~Pertanian Bogor melalui jalm UndangPl Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Ekowmi Studi Pernbaogunas -men
I h u Ekowmi, Fakuttas Elcowmi dan Manajemen
Selama meajadi olahasiswa, penulis k d i i dalam kepengunnan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan pemah meojadi asisten mata kuliab Agama Kristenhtestan
KATA PENGANTAR
Praise Lord...
Skripsi yang berjudul "AnatiPi Faktor-Faktor Pmmto Ketertkggah W i y a h KBI dan KTI" ini menrpakan hasil kajian terhadap 199 w
dinyatakao tatinggal oleh Kementrian N e g m Pembangunan D
,
e
n yang
d Terhinggal
(KNPDT),sebagaimana tert.uang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahlm 2005 tentang
R e ~ . a n aPembangunan
Jan&
Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009.
Dalam penylnunan skripsi ini, penulis memfokuskan analisis tehdap .
.
karaktensbk wilayah terhinggal di KBI dan KTI. Selain itu, penulis juga
menganalis Faktor-fiiktor yang paling signifikan
texkdap
wilayah di KBI dan KTI.
ke-
Melalui kesanpatan ini penulis mernanjatkan puji dan syukur kepda Bapa Sorgawi yang deagan setia menganmiakan kasib-Nya
penulis dapat
menyelesaikanpenyllnmanskripsiinidengnbakPujidansyukurpulapenulis
haturkan k e p d a Jehovah heh yang telah menganmiakan gelar Sajana Ekommi k@
penulis pada Departemen Ilmu Fkonomi, Fakultas Ekommi dan
ivhajemeq M t u t PRtanian Bogor.
Penulis juga menyampaikan terima kasih k e p d a s e l d pihak yang telah
memberikan bantun dalam proses penyuanran skripsi sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan deagan baik- Secara khlran, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rina Oktaviani, Ph. D., selaku dosen pembiibing skripsi yang telah
meluangkan waktu unhlk memberikan saran dan bimbingan k e p d a penulis sehingga penyuuman skripsi ini dapat diselesaikan den-
baik.
2. Fifi Diana Thamrin, M. Si., selaku dosen p e m b m b i i akademik yang
telah memberikan b i m b i i dan arahan selama penulis duduk di bangku perkuliahan.
3. M. F i n k s , P h D. dao M.Findi, M. Si., selaku dosen penguji lrtama dan dosen penguji komdik.
4. Bapak dan mamaku bxsayang Smmg W. Pardede dan
Linda Yonike E.
S i m b i i yang dmgm kasih selalu mendoakanku dan dengan sabar memberi d o r o w seria semangat setiap uaktu. 5. Kedua adikku, Cbr&im dan Raymond, yang selalu membeaikan doa dan
dukmgan mtuk menyelesaikao slrripsi ini. Tanpa kalian hidupku tidak
akan lengkap. 6. Bastian Sibombing, Dian S~mdari, Edwin S i b o m b i i (Ompung) NeUy h'dqdq, sezta keluarga besar Pardede dan Sihombing yang telah memberikan dukmgan dan doa 7. Lrene Nara Hasria, yang selalu membeaikan semangat clan celotehan setiap Saat
8. John Ram. Thanklor being my dem and make me smile everyday. 9. Ricky Avenzara, Ph. D.yang telah mernberikan motivasi, b i m b i i serta pelajaran meagemi hidup.
lO.l(akakkq Yulie Littik, yang dengan setia mendoakanku dan selalu membeaikannasehatseitad-
1 I. Berty Saragib, Mariani Sihombing, Pdt. Jonathan Senduk, Pdt. Coby, YoNM dan Komsel JeMPoL yang selalu med&m&
dalam doa
12. Selmub doseo, stafpenmjq dan civitas DepartRwn llmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan
13.-T
IE 41,
khuslanya Tities, Mega, Neny, Ela, Rianto, Dika,
J~hanaaLisbeth,~~Lanvati~danLiTerimakadh mtuk kebersamaan kita 14. Nab, Riri, Ovhink, Anju, Lilis Tambunan, Johan, Rajiv, Sinta, bit&
Nani, NUT, Willi, seita Keluarga Pak Urip di Tegal. Terima kadh mtuk dlhmgm dan doaoya.
15.Aga (Ea), Irma (Manajemen a),Vera (Statistik 4 I), Rim (Statistik a ) , serta Kak Lrvan. Terima kasih untuk ilmu, bantuan, bahkan dukrmgan yang
telah diberikan 16.Selmub pihak Badan Pusat Statistik (BPS), khummya Drs H. lskandar Asyeik, Bapak Hakim, Bapak Said, Bapak Fanny, Bapak Ssman, dan
seluruh pihak perpustakaan BPS. Terima kasih untuk data dan inhmasi yang telab diberikan.
17.S e l d pihak Kementrian N e w P e m w Daerah Tertinggal P D T ) , khlsusoya Bapak Nadi Uham, Ilham, Bapak dan Bapak Mdyo. Terima kasih untuk masukan dan data yang telah diberikan Peaulis menyadari bahwa masih terdapat banyak k e h m n p pa& *psi
ini.
Namun penulis
bertrarap semoga karya ini dapat bermdaat b e penulis
maupun semua pihak yang m~nbutuhkan
Bogor, September 2008
DAFTAR IS1
HalaIrm
KATA PENGANTAR..................................................................................... i DAFTAR IS1 ....................................................................................................
iv
DAFTARTABEL............................................................................................
Vll
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vlll
%.
.. ...
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x I.
PENDAHULUAN......................................................................................
I
..
1.3. Tujuan Penehhau............................................................................... 14 1.4. M a d a t Pewlitian............................................................................. 1.5. Ruang L
n.
14
..
i Penelinan.................................................................. 15
lWJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMMlRAN .................... ..
2.1 . Tiojltan Teonbs.................................................................................
16 16
2.1.1. Komep Pembmgunan ........................................................... 2.1 2. Konsep Wilayah dalam Pembangunan ................................... 2.1.3. Komep Ke3impnp.u Pembangman Antar Whyah ............. 2.1.4. Komep Wilayah ...................................................... 2.1.5. Pewohm Wilayab Textin&
Menlmd KNPDT ..................
2.1.6. PDRB dalam Komep Ketextin&an
Wilayah.......................
22. Penelitian Tadahulu .......................................................................... 2.3. Kerangka Pemikiran ...........................................................................
m.MODE
PENELITIAN ...........................................................................
3.1. Jenisdan Sumber Data ....................................................................... 32. MetodeAnalisisData .........................................................................
. .
32.1. AoaliSisDedmpnf.................................................................. 3 2 2 . Model Persamaan St.ruktural (Srruchunl Equation Model) ... 32.2.1. Komep Smtchunl Equation Model (SEM) .............
3222. Ukrnan Kesearaian Model ....................................... 47
3 2 2 3. Analisis Model Persamaan Strukhnal Terb;tdap KexmhgphWhyah KBI dan KTI ...................... 48 3.3. D e M Opemsional Data..................................................................
53
IV.HASIL DAN P E M B W A N .................................................................. 58 4.1. Gambarao Umum Wilayah Tertinggal ........................................ 58 4.1.1.1. Kondisi Perekowmian Masymakat di Wilayah Tertinggal ................................................................. 60
4.1.12. Kondisi Sumberdaya Man& di Whyah Tertinggal .................................................................
64
b. Pendidikan .........................................................
70
c.
Iedeks Pembangrman Manusia (IPRA) ............... 72
w)
4.1.1.3. Kondisi Pmamm di Wilayah Tertinggal .................................................................
75
c. Telepon ..............................................................
80
d P e & d a n..........................................................
81
e. Pasr............................................................... 83 4.1.1.4. KondjsiKemampllanKeuanganDaerahdi Whyab Textin& ................................................................. 84 a Celah F i i ....................................................... 84
b. PDRB .................................................................
87
4.1.1.5. Kondisi Aksesibitas di Wilayah Tertinggal........... 89 a Prasamna KexMan ..........................................
89
b. Rasvana Pendidikan......................................... 91
1.1.
Latar Belakang Pembangunan nasional yang selama ini dilakukan secara umum telah
memberikan kemajuan yang cukup berarti, akan tetapi pembangunan tersebut pada kenyataannya menghasilkan berbagai bentuk permasalahan. Sbategi dan kebijaksanaan pembangunan di masa lampau yang lebih difokuskan pada tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah menciptakan penurunan jumlah kemiskinan, peningkatan pendapatan per kapita, serta perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan masyrakat secara rata-rata Meskipun demikian, pelaksanaan pembangunan tersebut tidak disertai oleh pembangunan dan perkuatan pada b e h g a i institusi, baik publik maupun pasar, terutama institusi keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi sumberdaj.a
secara etisien clan bijaksana
2007). Kondisi tersebut pada akhimya
mengakibatkan hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini tidak terdisbibusi secara adil dan merata sehingga tidak seluruh mas)makaI dapat menikmatinya.
Sebgai hasil dari pembangunan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mengalami peningkaian selama beberapa tahun belakangan ini, seperti yang tertera pada (Gambar 1.1). Namun pencapaim tesebut tidak berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan, yang secara konseptual menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan selain pettumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan eltonomi j u t m diikuti oleh peningkatan indeks Gini, sepzrti ) m g
ditunjukkan pada (Gambar 1.2). Hal demikian mengindikasikan semakin melebamp ketimpangan, terutama ketimpangan pendapatan, )tang terjadi di lndonesia ketika terdapat peningkatan perturnbuhan ekonomi.
1
I
Gambar 1.1. Pertumbahan Ekonomi Indonesia P e r i d e 2003-2006 Sumbec Laporan Pediooomian hdooesia 2006 (BPS),2006.
Gambar.1.2. Indeks Gini Indonesia, 2004-2006 Sumbec
BPS, 2007.
Selain ketimpangan antar golongan pendapatan, selarna ini Indonesia juga menghadapi permadahan ketimpangan yang begitu kornpleks sang berlangsung
dan benwjud dalam berbagai bentuk dan aspek. Pennasalahan ketimpangan sang mencuat di lndonesia antara lain berupa ketimpangan antar daerah, antar sektor, antar wvilayah, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Ka\\asan Timur
Indonesia
o, antara Pulau Jaarva dan luar Pulau J a m , serta antara perkotaan
dan perdesaan. Ketimpangan tersebut tidak hanya dipandang dari aspek eltonomi, m u n juga aspek non ekonomi. Ketimpangan pembangunan antar arvilayah, sebagai salah satu bentuk ketimpangan sang beberapa periode belakangan ini menjadi isu penting di Indonesia, telah menghasilkan suatu konsekuensi berupa pernusatan hasil pembangunan pada sebagian wilayah. Hal ini pada akhimya mengakibatkan terdapat beberapa wilayah y g relatif tertinggal dibanding uilayah lainn)= Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka M-@
(RF'JM) Nasional 2004-2009,
terdapat 199 kabupaten dari 440 kabupaten atau kota di Indonesia ) m g dinyatakan tertinggal. Kabupaterrkabupaten tersebut sebagian besar bera,da di
K l l dengan jumlah 123 kabupaten. Beberapa kabupaten tertinggal lainn)= tersebar di KBI dengan jumlah 76 kabupaten. Sebaran kabupaten tertinggal di lndonesia dapat dilihat pada Gambar 1.3, sedangkan daftar kabupaten ) m g dikategorikan ke dalam arila)ah tertinggal dapat dilihat pada (Lampiran 1).
am. =-
m 5
=-
--
I
jaaa Nrna u &an Tenggara Bati "
-&IPgaa
dimana salah saIun).a bempa ketimpangan pembangunan antar \\
yang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan pada penetapan enam kriteria dasar. Enam kriteria tersebut ditujukan guna mengkategorikan kabupaten atau kota di Indonesia > m g menyandang status sebagai \\
\\
berkaitan dengan masalah kemiskinan. Wilayah jtang relatif tertinggal pada umumnya memiliki angka kemiskinan yang tinggi. Seperti yang terlihat pada
Tabel 1.1 di bawvah ini, beberapa kabupaten di KBI dan KTI rang dinyatakan tertinggal memiliki persentase jumlah penduduk miskin )ang relatif sangat tinggi. Hal ini be-
dengan beberapa kabupaten atau kota ]aim)% pang tidak termasuk
dalam kategori tertinggal, atau )ang dapat juga disebut sebagai daerah maju. Menurut BPS (2007), jumlah penduduk miskin merupakan indikator )ang
cukup baik untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk. Berdasarkan kondisi di ww-ila).ah tertinggal, yang ditandai dengan angka kemiskinan yang tinggi, dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di kabupaten-kabupaten tertinggal di Indonesia relatif rendah. Tabel 1.1. Kondisi KemisttinaD Daerab T dan KTI, 20Q5
Sumk
e
m dan Daerab Majo di KBI
BPS,2005.
Berdasarkan data kemiskinan pada beberapa kabupaten tertinggal di KBI
dan K l l , seperti y n g tercantum pada Tabel 1.I di atas, dapat diketahui bahua tingkat kemiskinan pda wvilayah tertinggal di K l l cenderung lebih tinggi
dibanding wilayah tertinggal di KBI. Hal yang sama juga tejadi pada kabupaten atau kota yang m j u di masing-masing wilayah KBI dan KTI. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar menlmgkut jumlah atau persen-
penduduk miskin, akan tetapi terdapat dimensi lainnya yang perlu
diperhatikan, yaitu tingkat kedalaman kemiskinan. Berdasarkan data yang ada
pada Tabel 1.1, kondisi bebetapa kabupaten di KBI dan K l l yang dinyatakan tertinggal ditandai dengan indeks kedalaman kemiskinan yang relatif lebih tin& dibanding kabupaten atau kota lainnya sang tidak mas& dalam kategori tertinggal. Hal demikian mengindikasikan bahwwa kondisi penduduk miskin di beberapa kabupaten tertinggal, baik di KBI m u p u n KTI, cenderung be&
jauh
di b a w d garis kemiskinan. Sebaliknya, kondisi penduduk miskin di beberapa kabupaten yang terlepas dari darus tertinggal cenderung mendekati garis kerniskinan Selain kemiskinan, perrnasalahan lainnsa yang dihadapi oleh uilayah tertinggal di Indonesia dapat ditinjau dari segi sumberdaya manusia yang berkaitan dengan kualitas. Tin& rendahnya kualitas sumberdaja manusia antara lain ditandai dengan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan kinerja yang berkualitas dari sumberdaya manusia itu sendiri (BPS,2005). Kualitas sumberdaya manusia yang terdapat di wilayah tertinggal, baik di KB1 maupun KTI, relatif lebih rendah di bauah raia-rata nasional akibat t e h t a s n y a ,akses maspaka~temadap pendidikan dan kesehaian. Beberapa indikator sang dapat menggambarkan ha1 tersebut antara lain berupa angka melek
huruf pada aspek pendidikan dan angka harapan hidup pada aspek kesehatan. Mengacu pada data angka melek huruf tahun 2005, kondisi beberapa kabupaten tertinggal di Indonesia (KBI dan KTI) pada umumnya ditandai dengan &ndahnya angka melek huruf. Hal ini mengindikasikan rendahnya persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis, bempa huruf latin dan atau huruf lainnya. Sedangkan pada aspek kesehatan, tingkat harapan hidup di
beberapa kabupaten tertinggal relatif lebih rendah dibanding kabupaten atau kota lainnya > m g maju. Kondisi ini menunjukkan bahua penduduk di daerah maju
secara rata-rata dapat bertahan hidup lebih lama dibanding daerah teriinggal.
Pennasalahan lainnya di wilayah tertinggal menyangkut prasarana (inriasbukmr). Hal demikian dapat dilihat dari kondisi ketersediaan prawana pelayanan publik di uilayah tertinggal yang berada di KBI maupun KTI. Pada dasarnya wilayah tertinggal memiliki prasarana pelayanan publik dalam jumlah ~cangterbatas. Salah satu prasarana pelayanan publik ) m g ada adalah bank m u m . Wilayah tertinggal, baik di KBI maupun KTI, secara umum memiliki jumlah bank umum ) m g begitu minim. Apabila dibandingkan dengan daerah maju, ketersediaan prasarana pelayanan publik antam daerah tertinggal dan daerah maju mengymbarkan kondisi ketimpangan ) m g cukup signifikan. Ditinjau dari aksesibiliias mas)<-
terhadap pelayanan publik, pada
umumnsa nmyamkat di wila).ah tertinggal, baik di KBI maupun KTI, hams menempuh jarak pang jauh untuk dapat mengakses pelayanan publik, dimana salah satunya berupa akses temadap pelayanan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi aksesibilitas mas)wakat yang berada di suatu desa terhadap
kantor kabupaten yang menaungi desa yang dimaksud. Kondisi demikian semakin dipersulit oleh kondisi terisolimya daerah serta ket-
sarana dan prasamna
bansportasi. Berikut ini disajikan Tabel 1.2 dan Tabel 1.3 ) m g menunjukkan kondisi
beberapa indikator antara daerah tertinggal dan daerah maju pa& wvilayah KBI
dan KTI. lndikator j a g dimaksud b e ~ angka p melek huruf, angka harapan hidup, jumlah bank m u m , serta rata-rata jarak kantor desa temadap kantor kabupaten yang menaungi desa tersebut Tabel 13. Kondis Beberapa lndikator pa a Daerab Tertinggal dan Daerab
KBI,2WS Kantor DesaKabapaten Nias S e l m
Dharmanaya herah Maju
Palembang yog).ab.ana Sumber: BPS dan h3
Tabel 13. Kondisi Beberapa lndikator pada Daerab T e inggal dan Daerah Majn di KTI, 2005 Kabnpatenl Jnmlah Rats-Rata Jarak Angka Kota Mdek Harapan Bank Kantor DesaHarat Hidnp Umam Kabupaten (tahnn) (pem) (anit) Daerah Teriinggal Lombok Tengah 71.1 58.7 13 Melawi 7 84.9 672 Jeneponto 64.3 68.2 6 Asma! 64.5 4 30.9 Sumba Barat 72.7 63.3 6 herah Maju ~akasar 72.0 96.3 95 Ambon 72.3 982 19 %.6 70.0 52 KuPang 71.0 97.3 21 Bonq 71.7 98.1 13 Sumber: BPS d m W D T . 2005.
A
Apabila dilihat dari kondisi keuangan daerah, \\ilayah )mg relatif tednggal memiliki kemampuan temadap keuangan d a d ) m g lebih rendah dibanding \\ila)ah lainn)% yang terlepas dari status tertinggal. Dilihat dari jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana Alokasi Umum @AU) pada tahun 2005, daerah tertinggal memiliki jumlah pang relatif lebih kecil dibanding daerah maju. Begitu pula dengan kondisi celah f i M . Celah fiskal yang dirnaksud adalah indikator sang digunakan untuk melihat besamya dana j a g tersisa bagi pemerintah daemh dalam pelaksanaan pernbangunan setelah dikurangi dengan belanja tetap (belanja pegawai). Kabupaten-kabupaten tertinggal )*ang ada pada umumnya memiliki celah fiskal sang minim, dan dengan demikian dana ) m g tersisa untuk pernbangunan pun sedikit. Kondisi keuangan daerah antara daerah tertinggal dan daerah majy baik pada wilayah 1(81 maupun KTI, ditunjukkan
Tabel 1.4. Kondisi Keoangan Daerah pada Daerab Tertinggal dan Daerah
.54.790290
Daerah Tminggal di KTI
Jambi Daerah Maju di KT1
292.784.960 730.730.348 106.619.570 372.059.783
Sumberr BPS,2006. Keterangan: *) kolom celah fiskal maupal;ao hasi pengolaban
Selain berbagai permasalahan yang disebutkan sebelumnya, \\
akses permodalan, pasar, informasi dan teknologi bagi upaya pengembangan ekonomi l o w ; (3) gangguan keamanan dan bencana )mg mensebabkan kondisi
daerah tidak kondusif untuk berkembang; (4) daerah perbalasan antar negara yang
selama ini orientasi pembangunannya bukan sebagai beranda depan NKRI, namun lebih menekankan pada aspek kearnanan (securiy approach), sehingga terjadi kesenjangan yng sangat lebar dengan daerah pehbsm negara tetangga; serta (5) Komunitas Adat Terpencil (KAT) memiliki akses ) m g sangat terbatas kepada pela)amm sosial, ekonomi dan politik, serta terisolir dari wila).ah di sekitamya. Terdapat
pula
beberapa
pennasalahan
laimp,
terkait
dengan
pengembangan wilayah tertinggal, ) m g tertuang dalam Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Sbanas PPDT) 2007, jaitu: (1) terbataslya akses transportasi yang menghubungkan uilayah tertinggal dengan u4layah p g relatif lebih maju; (2) kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar, (3) kebanyakan wilayah-wilayah tertinggal miskin sumbdaya, khususnya
sumberdaya
alam
dan
sumberdaya
manusia;
(4)
belum
diprioritaskannya pembangunan di wilasah tertinggal oleh pemerintah daerah
karena dianggap tidak rnenghasilkan PAD secara langsung; serta (5) belum optimaln)-a dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah tertinggal. Kendala dan permasalahan di uila)mh ) m g masih relatif tertinggal sangat memerlukan intervensi dari berbagai pihak, terutama pemerintah &lam ha1 kebijakan pembangunan. Melalui intervensi tersebut diharapkan masalah ketertinggalan, baik di KBI maupun KIT, dapat teratasi sehingga dapat m e m w pembangunan di milayah tertinggal, dan pada akhimya dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian dengan mengangkat perumusan masalah sebagai h - k u t : 1. Bagaimanakah karakteristik wilayah tertinggal di KBI dan KTI? 2. Faktor-faktor apakah yang paling signifikan betpengaruh terhdap
ketertinggalan uila)vih di KBI dan Kll?
13.
Tojaan Penelitian Berdasarkan perumusan rnasalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik wila)vih tertinggal di Indonesia j a g tersebar di KBl dan KTI-, 2. Menganalisa faktor-faktor yang secxa signifikan rnempengaruhi (menentukan) ketertinggalan wilajah di KBI dan KTI.
1.4.
Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan d a p t bermanfaat bagi berbagai pihak terkait. Penelitian ini diharapkan d a p t menjadi
bahan pertinbangan bagi pemerintah dan berbagai pihak laimya yang terkait dengan upaya penbangunan wilayah tertinggal, khusumya bagi pemerintah
daerah dari 199 kabupaten tertinggal yang tersebar di KBI dan Kll,ddam mgka merumuskan berbagai kebijakan penbangunan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan &pat bermanfaat bagi mahasisua lain sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut atau sebagai pelengkap penelitian yang masih relevan
dengan permadahan penelitian ini. Terakhir, bagi penulis sendiri penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ekonomi rang selama ini telah diperoleh dan sebagai sprat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonorni pada Departemen Ilrnu Ekonorni, Fakultas Ekonorni dan
Manajemen, lnstitut Pertanian Bogor.
15.
Ruang L i g k u p Peuelitian Wilayah atau daerah ) m g dijadikan objek dalarn penelitian ini adalah 199
kabupaten tertinggal, sebagaimana keputusan yang tercantum dalam Peraturan hesiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPM Nasional2004-2009, yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia Berxbsdan jumlah tersebut, 123 kabupaten berada di
KT1 dan 76 kabupaten lainnya berada di KBI. Sernentara itu, periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2005. Hal t d u t dikarenakan terbatasnya ketersediaan data untuk periode setelah tahun 2005. Penelitian ini mengacu pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang menjadi landasan KWDT dalam penentuan status ketertinggalan suatu \\ilayah. Keenam asp& tersebut, yitu perekonornian masyarakat, sumberdaya rnanusia, prasarana (infrasrmktur), kemampuan keuangan lokal, aksesibilitas, serta karakteristik
daerah. Aspek-aspek tersebut meuakili 33 variabel atau indikator penentu, yang rnempakan fokus dari penelitian ini. Namun dikarenakan terdapst beberapa data dari variabel-variabel terkait yang tidak t d i a untuk pmode tahun 2005,
hanya 25 variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dan ditambah variabel yang bukan merupakan landasan KNPDT, yaitu variabel PDR'
/
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMlKlRAN
2.1.
T i j a a a o Teoritis
2.11 Konsep Pernbanganao Pembangunan &ah
proses untuk melakukan
suatu
perubahao menjadi
yang lebih baik. Menurut Nurjanah (2006), pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan a m suatu masyadat atau sistem
sosial dalam suatu wilayah kcam keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik. Pembangunan tidak hanya diartikan sebagai suah~ proses perubabn, namun juga dapat diartikan sebagai
suatu
proses p e m b u h a n (Siagian, 1994
d o l m Riyadi clan Bratakusumah, 2003 smta Adifa, 2007). Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan menrpakan upaya untuk mewujudkan kondisi kehidupan
bemegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi s e k m g . Sedangkan pernbangunan sebagai suatu proses pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk tenrs berkembang, baik secam kualitatif maupun iruantitatif, dan menrpakan SeSUahl yang mutlak ham tejadi dalam perohangunan.
Menurut Anwar (1996) s e m i dikutip Nurjanah (2006), tujuan pembangunan seharusnya diarahkan pada ketiga ha1 di bawah ini: 1. Pertumbuhun. Perhnnbuhan ditentukan sampai pada kondisi kelangkaan
sumberdaya; baik sumberdaya manusia (human q i l d ) , peralatan (man d
e
resources) dan sumberdaya alam ( ~ t u r a lresources); dapI
dialokasii
secara
maksii
m e n i n w a n kegiaian produkcf.
dan
dapat
dimanfaakin
untuk
2. Pemerafuan. Pengalokasian manfaat dari hasil pembangunan hams adil dan merata sehingga setiap anggota masyarakat dapat memperoleh
pembagian jlang adil dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
3. K e b e r l ~ ~ n j u !Pernbangunan ~. daerah harus memenuhi syarat bahwa penggunaan sumberdaya, baik yang diperoleh melalui sistem pasar atau di luar sistem pasar, harus tidak rnelebii kemampuan produksi.
Prinsip pelaksanaan pembangunan yang terdapat di Indonesia benrpa pembangunan )fang mewrapkan kebijakan desentralisasi. Kebijakan desentralisasi yang diterapkan berupa pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah melalui penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam ha1 ini pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan kepentingan masyankat dan potensi di daerahnya masing-masing. Melalui k e u w g a n j a g diberikan, pemerintah daerah lebih leluasa untuk mengatur dan mengelola sumberdaya yang tersedia di daerahnya Tujuan peletakan kewenangan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyaf mencapai suatu kondisi pemerataan dan berkeadilan, menerapkan prinsip demokrarisasi d i g u s penghormatan temadap budaya lokal, serta mempehatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2 0 ) .
2.12. Konsep W i y a b dalam Pembangunan
Istilah pembangunan tidak mungkin terleps dari k o w q penvilayahan. Terkait dengan upaya pembangunan, wilayah menrpakan media pendukung bagi
keberiangsungan u p y a tersebut. Selain itu rnenunrt BAPPENAS yang diacu BPPT (2002), konsep penvilayahan dibutuhkan sebagai suatu pendekatan untuk rnenjamin termpainya pembangunan yang semi dan seimbang, baik antar sektor di dalam sum wilayah pembangunan maupun antar wilayah pernbangunan itu
sendiri.
Hanafiah (1982) seperti dihfip Tarigan (2005) rnendefinisikan wvilayah ke dalam dm konsep yang berbeda, yaitu berdasarkan konsep abbolut dan konsep relatif. Konsep absolut merujuk pada keadaan fisik suatu wilayah, sedangkan konsep relatif tidak hanya rne~jIIkpada keadaan fisik namun juga sekaligus mernpematikan fungsi sosial ekonomi dari sum wilayah. Konsep relatif wilayah era1 kaitannya dengan pennasalahan sosial ekonomi yang t e j d pada m s y a d & sqmti kerniskinan, ketimpangan pendapatan dan berbagai pennasaIahan lainnya
Berbeda dengan klasifikasi \\
pengertian dan sifat wilayah.
Wilayah dapat diartikan sebagai satuan geografi dengan batas-batas tertentu yang bagian-bagiannya satu sama lain saling bergantung secara internal r ~ hmb a g a Pengatulian pada Masyamkat IPB, 1990). Mengacu pada pengertian tersebut, u6layah dapat diklasifkasii bdasarkan sifatnya ke dalam empat jenis wvilayah, yaitu: I . rYi&
homogen. Berdasarkan pengertian homogenitas, batas wilayah
dapat diidentifikasi dari keseragarnan atau kesamaan unsur-unsur tertentu yang ada di dalam suatu wilayah, yang dapat dilihat dari a q e k sumberdaya dam (rnisalnya iklim dan kornoditas), sosid (seperti agama
dan suku), budaya, dan ekonomi b a n g d a p i d i i n d i k a s i oleh p e d a p t a n per kapita, kelompok i n d u d maju, tingkat pengangguran, tingkat kerniskinan, dan sehagainya).
2. Wiloyoh nodal. Wilayah ini didasarkan pada kegiatadtegiabm yang menghubungkan antara wvilayah yang satu dengan wvilayah lainnya, misalnya hubungan antam kota dengan witayah belakangnya ( h i n l e r w . 3. Wiloy4h kesalu~njisik Jenis wilayah ini didasarkan pada sifat-sifat
ketergantungan tertentu p g memerlukan perencanaan terintegrasi, misalnya Daerah Aliran Sungai @AS) yang didasarkan pada sistem hidromorfologi. 4. IYilayah adrninis~rasi. J e ~ swilayah ini didasarkan atas pembagian administrasi suatu negara, misalnya provinsi, kabupaten, kecamatan, dan wilayab adm'istrasi lainnya Wilayah administrasi dibentuk untuk kepentingan pengelolaan aim organisasi oleh pemerintah maupun pihakpihak lain. Batas wvilayah a d m i ~ s b a s isecara geografis dilandasi oleh
keputusan politik clan hukum.
Menurul Sukamo (1976) dolam Fisher (1975) dan Tin Lembaga
Pengabdian pada Masyarakat IPB (1990), wilayah administrasi menrpakan istilah yang paling banyak digunakan dalam pembahasan mengenai pembangunan yang terkait dengan daerah. Hal ini dikarenakan pelaksanaan kebijaksanaan dan pemmman pembangunan daerah rnemerlukan tindakan serentak dari berbagai
badan pemerintah sehingga akan lebih praktis apabila suatu negara dipecah-pecab
menjadi beberapa daerah bedasukan kesatuan adminishatif. Selain itu, batasao
daerah yang d
i
e pada satuan administratif pada umumnya manpunyai
sekumpulan data yang da@
dirnanfaatkan untuk keperluan analisa pembangunan.
Jeni9jenis wvilayah tidak hanya didadcan pada hal-hal yang telah disebutkan di alas, namun juga dapa~dibedakan rnenurui tingkat pembangunan
diui wilayah itu sendiri. Tingkat pemhangunan antar wilayah berbeda sah~sama lain sehingga antara wilayah yang s a h ~ dengan wvilayah lainnya memiliki katakrteristik yang berbeda pula Perbedaan tingkat pembangunan tersebut mengidentifiWikan adan)% \\
besar, dimana perkembangannya sangat
cepat
dibandingkan uilayah-
wilayah lainnya
2. Wilqyoh netral. W~layah ini rnemiliki karalrteristik berupa tingkat pendaparan dan kesempatan kerja yang tinggi, dimam belurn terdapat
kesesakan dan tekanan ongkos sosial.
3. Wilqyoh sedeng. Wilayah ini merniliki ciri-ciri campuran pola distribusi pendapatan dan kesernpatan kerja yang relatif baik. Selain itu, wvilayah ini
merupakan gambaran k o m b i i antara daerah maju dan kurang maju,
dimana terdapat pula pengangguran dan kelompok masyarakat miskin. 4 . Wilaych h
g berkemhg rrlm h
g @u.
Wilayah ini memiliki
tingkat p e m b u h a n yang jauh di b a w d tingkat pertumbuhan nasional
dan tidak terdapat tanda-tanda untuk mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional. 5. Wiloyoh t i h k berkembung. Wilayah ini m e ~ p a k a nwilayah yang tidak
maju atau wvilayah miskin, dimana industri modem tidak dapat berkembang dalam berbagai skala Umumnya ditandai dengan daerah pertanian dengan
usahatani subsisten dan kecil, berpenduduk jarang dan
tersebar, serta tidak terdapa! kota atau konsenhasi pemukiman yang relatif besar.
213. Konsep Ketimpangan Pembangunan Antar Witayah
Menurut Chaniago et al. (2000) yang d i m Adifa (2007), ketimpangan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan. Bila dikaitkan dengan pembangunan wilayah atau daerah, maka ketimpangan pembangunan dapa! diartikan sebagai suatu kondisi ketidakseiibangan pembangunan antara wilayah yang
satu dengan
wvilayah yang laimya. Ketimpangan pembangunan antar wvila).ah dapat diakibatkan oleh tiga faktor, ).aim faktor alami, faktor kondisi sosial dan faktor kebijakan. Faktor alami mencakup antara lain kondisi agroklimat, sumberdaya dam, letak geografis, kondisi topografi, jarak pelabuhan dengan pusat aktivitas ekonomi, mwilayah potensid untuk pembangunan ekonomi. Faktor kondisi sosial melipldi nil& Wi rnobiitas ekowmi, inovasi, dan wirausaha Sementara itu 'faldor
kebijakan dapa! diartikan sebagai pengaruh kebijakan yang dilaksanakan selama
proses pembangunan yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung terjadinya ketimpangan (Nugroho dalam Kristiyanti, 2007). Faktor dam dan faktor sosid ekonomi yang telah disebutkan di alas dapat menggambarkan karakteristik yang terdapat di tiap-tiap wilayah. Karakteristik wilayah merniliki pengaruh yang kuat temadap penerapan pola pembangunan wilayah. Perbedaan karakteristik antara wilayah yang satu dengan wilayah laimya mengakibatkan penerapan pola pembangunan di seluruh wilayah menjadi tidak magam. Ketidakmagarnan pola pembangunan ini akan berpengaruh tehadap kemampuan untuk tumbuh dari masing-masing wilayah, dimana terdapat wvilayah yang mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya m b u h dengan lambat (Puspandika, 2007). Selain itu, faktor kebijakan juga memiliki kontribusi atau pengaruh, baik
secara langsung maupun tidak langsung, terhadap terbentuknya
suatu kondisi
ketimpangan. Penerapan kebijakan pembangunan yang difokuskan pada M
n pertumbuhan ekonomi yang tin& seringkali dihadapkan pada suatu
a
dilema (&a& dolorn
H&
oB) temadap kondisi pemerataan. Adelman dan Morris (1973)
(2004)rnengemukakan bahtva pertumbuhan ekonomi rang pesat
selalu diikuti dengan m e ~ n g k a t n pketimpangan pendapatan terutama pada tahap aw\d dalam proses pembangunan ekonomi. Pembangunan yang pada akhirnya rnelahirkan ketimpangan antar wilayah memiliki konsekwnsi terhadap hubungan antar wilayah, dimana ha1 ini terkait dengan kemampuan masing-masing wilayah yang bersangkutan. Menund Abidin
(2004), wilayah yang kaya memiliki kemampuan yang lebih besar dalam
m e m a n f d a n sumberdaya dam yang tersedia Akibatnya, wilayah ini memiliki daya tarik terhadap investasi dan kemampuan berkembang yang lebii besar. Sedangkan yang tejadi pada wilayah yang miskin &ah
sebaliknya. Hal ini
m e m b a u ~dampak yang tidak menguntungkan bagi wilayah miskin sehingga mengakibatkan wilayah miskin tidak mengalami perkembangan. Selain itu, modal maupun tenaga ahli atau tenaga terampil yang pada dasamya terbilang langka dari wiilayah-wvilayah miskin akan pindah ke wiilayah kaya, yang relatif tersedia lebih banyak. Kondisi seperti ini disebutkan Gunnar Myrdal (l%7) sebagai efek M i k negatif (bockwash eflects). Selanjutnya, kondisi demikian akan mengakibatkan munculnya wilayah-wilayah yang relati f lebih tertinggd dibanding wilayah laimya sebagai dampak dari adanya pernusatan hasil pembangunan pada sebagian uilayah. Tidak jauh berbeda dengan efek M i k negatif, Hirschmann (1958) menjelaskan suatu konsep yang terkait dengan konsekuensi ketimpangan pembangunan antar wilayah, yaitu bentpa efek polarisasi (polmizufion eflecrs).
Dalam pembangunannya, wilayah yang kaya atau maju akan menikmati diran faktor-faktor produksi dari wilayah yang miskin atau terbelakang. Akibatnya, pembangunan terkonsenhasi di wilayah yang pada awalnya sudah kaya a!au maju dan mengakibatkan bertambah besamya pehedam pendapatan antar wilayah.
Sedangkan pada wilayah yang pada awalnya miskin atau terbelakang akan menjadi semakin miskin atau semakin terbelakang.
2.1.4.
Konsep Wilayah Tertinggal
Pernbangunan wvilayah tehnggal merupakan upaya Ierencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai p d a h a n sosial ekonomi dan keterbatasan fisik menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya (KNPDT, 2005). Dalam pelaksanaan upaya pembangunan tersebut dipedukan suatu konsep wvilayah tertinggal yang dijabarkan saara jelas. Konsep ) m g dimaksud antara lain mencakup definisi, W e r i s t i k wilayah, faktor penyebab suatu wilayah menjadi tertinggal, serta sebaran wvilayah. Pembangunan wilayah -al
akan menjadi
lebii terarah apabila mengacu pada konsep yang dimaksud. Berdasarkan Stranas PPDT 2007, daemh tertinggal merupakan suaru
daerah kabupaten yang masyarakat
serta
wvilayahnya relatif kurang berkembang
dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Pengertian tersebut didasarkan pada kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan wilayah. Pendefinisian yang dilakukan
oleh mDT
tehadap daerah tertinggal dalam ha1 ini men@an
batasan
wvilayah adminisbatif bempa kabupaten. Hal ini lebih dikarenakan kabupaten atau kota merupakan wilayah adminishasi pemerintahan daerah terendah yang memiliki fungsi penyediaan pelayanan dasar atau fungsi alokasi. Dengan mengacu pacia pengertian tersebut, wilayah tertinggal memiliki
beberapa kadleristik umum. Karakteristik umum dari wvilayah tertinggal antara lain meliputi letak geografis yang relatif terpencil dan sulit dijangkau, potensi sumberdaya alam yang tersedia relatif kecil dan belum dikelola dengan baik,
kuantitas sumberdaya manusia relahf sedikit dengan kualitas yang rendah, kondisi i d m s t d t w sosid ekonomi kurang rnernadai, kegiatan investasi dan produksi rendah, sikap mental masyarakat belum bericeinginan untuk berkembang, kelembgaan masyarakat dan pemerintah belum kondusif, kualitas prasarana clan sarana pendukung rendah, serta beberapa wilayah tertinggal tergolong daerah
rawan bencana maupun konflik. Ketertinggalan suatu wvilayah dapai disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut BPS (20M), faktor-faktor yang menjadi penyebab ketemnggalan suatu wvilayah yakni (I) faktor dam dan lingkungan, (2) faktor kelembagaan, (3) faktor
sarana atau prasarana serta akses, dan (4) faktor sosid ekonomi penduduk. Selanjutnya ditarnbahkan pula bahwa ketertinggdan
suatu
wilayah dicerminkan
oleh indikator utama berupa rendahnya rata-rata pengeluaran per kapita penduduk di wilayah tersebut. Sementara itu, KNPDT menjelaskan bahua suaru wilayah dikategorikan dagai wilayah tertinggal dikarenakan beberapa faktor penyebab, antara lain:
1. Kondiri geogrol;s. Secara mum, suatu wilayah menjadi krthgd karena
letak wilayah tersebut jauh di pedalaman, pdukitan atau pegunungan, kepulauan, pesisir dan pulaupulau terpencil sehingga sulit untuk dijangkau Selain itu, wilayah rnenjadi t&ggal
juga dikarenakan Faktor
geornorfologis sehingga sulit untuk d i j a n w oleh jaringan, baik
trawportasi maupun media komunikasi. 2. Smberdaya olmn. Beberapa wilayah mengalami an k-
karena
tidak memiliki potensi sumberdaya dam, kondisi sumberdaya darn tidak
keterlibatan kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pernbang-.
Wilayah tertinggal pada umumnya memiliki sebaran yang dapat ditinjau
secara geografis. Sebaran wvilayah tertinggal, sebagajmana tercantum dalam Shanas PPDT 2007,digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain: 1. Daerah yang terletak di wvilayah pedalaman, tepi hutan dan pegunungan yang pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebii maju; 2. Daerah yang terletak di pulau-pulau kecil atau gugusan pulau dengan
kondisi penduduk yang memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebii maju;
3. Daerah yang secara admistratif, sebagian atau seluruhnya, terletak di perbatasan antar negara, baik batas darat maupun laut;
4. Daerah yang terletak di wilayah rawvan bermana alam baik gempa, longsor, gunung api maupun banjir, dan
5. Daemh yang sebagian besar wilayahnya berupa p i s i r .
2.15. Penentoan Wiiayab Tertinggal Menorat KNTDT
Pada upaya pelaksanaan pembangunan temadap wilayah atau daerah tertinggal, diperiukan adanya suatu identifikasi untuk menentukan uilayahwvilayah
prig
tergolong dalam kategori wilayah tertinggal. Penentuan wilayah
tertinggal ini didasarkan pada berbagai aspek yang disesuaikan dengan kondisi
ataupun karakteristik diui wilayah rang bersangkutan. Berbagai aspek yang dimaksud terkait dengan
faktor-faktor yang mengindikasiian
penyebab
ketertinggalan suatu wilayah. Sebagai institusi yang berknggung jawab tehadap pembangunan wilayah tertinggal, KNPDT menetapkan enam kriteria dasar dalam menentukan status
EMm
tertinggal atau tidaknya suatu wilayah.
kriteria tersebut didasarkan pada
aspek-aspek rang meliputi perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infmaukm), keaampuan keuangan lokal, k i b i l i t a s serta karakreristik daerah. Selain kriteria tersebut, penentuan terhadap wvilayah tertinggal juga didasarkan pada pertimbangan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antar negara serta daerah rawan bencana dan kodik, yang ditentukan
secara khusus. Pada tiap-tiap aspek yang dijrtdikan sebagai kriteria dasar penentuan
daerah tertinggal, KNPDT menetapkan pula indikator-iodikator yang mewakili aspek-aspek tersebut. Adapun sub kriteria serta indikator yang digunakan oleh KNPDT adalah sebagai berikut: 1. Perekonomian Mosyruakaf. Pada kriteria perekonomian mas)wakai,
KNPDT
menePapkan
dua
indikator
untuk
menentukan
status
ketertinggalan suatu wilayah. Indikator-indikator yang dimaksud, ).aim: a Persentase penduduk miskin. Persentase penduduk miskin mentpakan
rasio penduduk miskin dalam suah~ kabupaten tehadap jumlah
penduduk kabupaten tersebut
seoya
keseluruhan. Mengau~pada ha1
ini, penduduk yang dikategorikan miskin didasarkan pada konsep
kerniskinan absolut, yaitu penduduk yang tidak mampu mendapaikan sumbedaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
(Todaro, 2004). Kebutuhan hidup dasar tersebut dikonseptualitaslran dengan garis kemiskinan, yaitu suatu standar minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman (KNPDT, 2005). Sementara itu, garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS (2004) adalah besamya nilai pengeluaran (dalam
rupiah) un*
memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan rmn
makanan. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 Mori per kapita per hari ditambab dengan kebutuhan minimum nun makanaa. Kebutuban minimum nun makanan menrpakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebuhhan dasar
untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah
tangga clan individu yang mendasar iaimya. b. Indeks kedalaman kerniskinan.
Jndeks kedalaman kemiskinan
merupakan suatu indeks yang menyatakan seberapa jauh seseorang
bwada di bawah garis kemiskinan apabila mereka term& kategori m
miskin.
Selain
itu,
indeks
kedalaman
dalam
kerniskinan
d gap antam penghasilan penduduk miskin dengan batas
garis kemiskinan, baik makanan maupun non rnakanan. Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin besargap tersebut
Dalam penghitungan indeks kedalaman kemiskinan, rumus yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
PI : indeks kedalaman kerniskinan z
: garis k e m i s k i i
yi : rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan (i = 1,2,3, ...,q);yi < z q
: banyaknya penduduk yang berada di banah garis kemiskinan
n
:jumlah penduduk
2. Sumberdoyo munusia. KNPDT melakukan pertimbangan temadap kondisi sumberdaya rnanusia di suah~ wilayah dalam menentukan status ketertinggalan wvilayah tersebut Pengukuran terhadap kriteria sumberdaya manusia didasarkan pada tiga sub kriteria, dimana rnasing-masing sub kriteria menakili beberapa indikator. Adapun sub kriteria dan indikator
pada kriteria surnberdaya manusia adalah sebagai berikut:
a Tenaga kerja Indikator tenaga kerja yang dipakai oleh KNPDT adalah pengangguran masyarak*
Engkat pengangguran yang
dimaksud menrpakan persentax jumlah penduduk yang menganggur
di suatu kabupaten.
b. Kesehatan. Pada pengukuran tingkat keseham penduduk, sebagai
salah satu sub kriteria yang ditetapkan oleh KNPDT,indikator yang digunakan dalam menentukan kategori wilayah tertinggal, yaitu: o persentase desa dengan kasus balita kurang gizi, yaitu jumlah desa
di suatu kabupaten yang banyak ditemukan kasus balita kurang
gizi; o persentase desa dengan kasus non balita kurang gizi, yaitu jumlah
desa di suatu kabupaten yang banyak ditemukan kssus non balita kurang gid;
o angka kematian bayi, yaitu jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran; o angka harapan hidup, yaitu jumlah rata-rata tahun penduduk suatu
kabupaten diharapkan hidup. Angka harapan hidup juga dapat diartikan sebagai perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleb seseorang selama hidup secara rata-rata (BPS,2007). Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk, khlsusnya di bidang
kesehahn. I W r angka harapan hidup mRllpakan salah sam
dari empat komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM), selain
angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli masyarakat;
o jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk, yaitu jumlah nnmh sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik atau balai pengobatan,
puskesmas dan puskesmas pembantu per 1OOO penduduk,
o jumlah dokter per 1OOO penduduk; o rataraia jarak pelayanan prasarana kesehamn di suatu kabupaten, yaitu rata-rata jarak dari desa ke prasamna kesehatan apabila
p r a s a r a ~ kesehatan tersebut tidak tersedia di desa yang
beTsangkutan; serta o persentase kemudahan untuk mencapai p r a s a r a ~kesehatan, yaitu persentase jumlah desa yang sulit clan sangat sulit untuk mencapai
p r a s a r a ~k e s e h . c. Pendidikan.
Menurut KNPDT,
untuk d a p mengukw tingkat
pendidikan mas).arakat dalarn menentukan tertinggal atau tidaknya suatu wilayah, maka p d u digunakan indikator-indikator setagai belikut:
o angka melek huruf, yaitu persentase jumlah penduduk yang dapat membitca dan
menulis terhadap jumlah
penduduk
secara
keseluruhan di s u m kabupaten. Penduduk yang dimaksud
menrpakan penduduk dengan usia 15 tahun ke atas; o jumlah murid SD yang dropouf per 1000 penduduk;
o jumlah SD dan SMP per IOOO penduduk; serta o
rata-raia jarak
tanpa SD dan SMP, yaitu
rata-rata
jarak tempuh
masyarakat dalam suatu desa temadap SD dan SMP apabila tidak
terdapat prasarana SD dan SiMP di desa tersebut yang ada dalam suatu kabupam.
3. Prasaram alau Infiastruhur. Ketersediaan prasarana atau idhstnhu sangat menentukan @ah
suatu
wilayah dapat dikabkan textingal atau
tidak. Prasarana menrpakan d a h satu unsur yang secara langsung dapat mempengaruhi kualitas sumkdaya manusia sekaligus menjadi alasan
perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain yang memiliki ketersediaan prasarana dalam jumlah yang memadai. Dengan latar belakang inilah, maka KNPDT mewtapkan kriteria prasarana sebagai salah satu kriteria dalam penentuan wilayah tertinggal. Kriteria prasarana dapat diukur berdasarkan hal-hal berikut ini: a transportasi. Indikator yang digunakan dalam hfmsmkm transportasi
&ah
persentase jumlah desa di suatu kabupaten berdasarkan jenis
permukaanjalan terluas. Jenis permukaan jalan tersebut meliputi jalan aspal atau beton, jalan diperkeras, jalan tanah, dan jalan 1ainnj.a;
b. persentase rumah tangga pen-
lisbik;
c. persentase rumah tangga pengguna telepon;
d. jumlah bank m u m ;
e. j m l a h Bank Perkreditan Rakyat (BPR); dan
f. jumlah desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permawn. 4 . KelembogMn atau keuangan lokaf. Pada kriteria kelembagaan atau keuangan lokal, KNPDT rnemqkan unsw celah fiskal sebagai iodikillor
dalam menentukan status suatu wilayah ke dalam kategori tertinggal m u
tidak tertinggal. Celah fiskal menrpakan selisih penerimaan keuangan
daerah dengan belanja pegawai. Pos penerimaan keuangan daerah yang digunakan meliputi pos Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana bagi hasil,
Dana Alokasi Umum (DAU), dan pewrimaan lain-lain yang sah. Dari hasil perhitungan celah fiskal, maka dapat diketahui jumlah dana yang tersisa bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan setelah
dikurangi biaya tetap, yaitu biaya )ang harus dikeluarkan sebagai belanja pegauai
5 . Aksesibilitas. Pada pengukuran kriteria aksesibilitas, indikator yang digunakan oleh KNPDT benrpa rata-rata jatak dari kantor desa ke
kabupaten yang membau.ah'inya. 6 . Kuraheristik daeruh. KNPDT rnenetapkan karakteristik daerah sebagai salah satu aspek yang dijadikan kriteria penentuan wila).ah tertinggal. Pada kriteria ini, indikator-indikator yang digunakan dalam pengukuran adalah:
a persentase jumlah desa yang rawan gempa bumi; b. persentase jumlah desa yang rawan taMh longsor, c. persentase jumlah desa yang rawan banjir,
d. pe~sentasej d a h desa yang rawan bencana lainnya; e. persentase jumlah desa yang berada di ka~asanlindung;
f. persentase jumlah desa yang beriahan kritis; s
e
~
g. persentase jumlah desa yang tejadi konflik dalam jangka ~dc-tusatu tahun taakhir.
21.6.
PDRB dalam Konsep Ketertinggalao W h y a h
Dalam proses pembangunan tehadap wilayah tertinggal p d u adanya suatu upaya peningkatan pertumbuhan ekowmi pada wilayah te-rsebut sehingga wilayah yang dimaksud dapat mengalami perkembangan. Dalam hal ini, pembangunan wilayah sangat ditentukan oleh eksploitasi pemanfaatan alamiah
dan pertumbuhan di wilayah yang bersangkutan. Pemunbuhan ekonomi yang hendak dicapai di wilayah yang tertinggal hams bejalan secara berdampingan dan terencana dengan mengupayakan tmiptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan. Melalui proses a b u t , suatu wilayah yang tertinggal dapat mengalami perkembangan.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan cerminan kemajuan proses pembangunan ekonomi dalam suatu wilayah, dan dapat pula
. -
m m g d h s i k a n kondisi perekonomian dalam suatu wilayah. Hal ini dikareMkan
PDRB dalam suatu wilayah dapat menggambarkan perhmbuhan ekonomi sektoral dan regional serta tingkat kemakrnuran wilayah bersangkutan. Menurut Moowaw dan Alwosabi (2003) &lam Lestari (2009, besamya PDRB akan mendorong dan menyebabkan tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah meningkat karena adanya peningkatan dari pendapatan masing-masing individu di wilayah tersebut Menurut BPS (2009, PDRB pada dasarnya mempakan jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit llsaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekowmi. PDRB terdiri Qri PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga )ang berlaku pada setiap tahun. Sementam
itu, PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagal tahun dasar.
22.
Pcnelitiao Terdahaln Pada sub bab ini akan dibahas beberapa penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan topik penelitian. Selain itu, akan dibahas pula penelitian yang terkait dengan metode analisis .9rwhrral Equaiion Model (SEW yang merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini.
Puspandika (2007) menyatakan bahwa ketimpangan menrpakan salah satu permadahan yang dihadapi oleh Indonesia Ketimpangan tersebut t e r l i i dari perbedaan karakteristik wilayah Indonesia yang pada akhimya mengakibatkan
ketidakxragaman dalam hal pewrapan pola pembangunan ekowmi antar wilayah. Hal ini berpengaruh pada kemampuan wilayah untuk tumbuh yang pada gilirannya mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementam wilayah lainnya tumbuh dengan lambat Perbedaan kemampuan tumbuh antar wilayah tersebut melahirkan sum fewmena pembangunan h p a
ketimpangan pembangunan antar wilayah. Penelitian yang dilakukan oleh Puspandika bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi antar provinsi di Indonesia dan
fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Puspandika memfokuskan penelitiannya pada ketimpangan yang tetjadi pada asp& pendapatan (output regional) dan p e m b a n g u ~ nmanusia Dari penelitian tersebut diperoleh suatu
hasil yang menyatakan bahwa ketimpangan yang terjadi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi, dimana pada tahun 2005 Nlai indeks ketimpangan pendapatan Indonesia adalah sebesar 0,841 8 (dengan menyertakan sektor migas). Sementara itu, apabila tidak menyertakan sektor migas maka Nlai indeks ketimpangan penclapatan Indonesia adalah sebesar 0,8555.
Sama halnya dengan P
u
. Fatimah (2005) mengemukakan
pendapat yang sama mengenai ketimpangan, dimana ketimpangan yang terjadi di Indonesia merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik wilayah. Melalui penelitiannyq Fatimah bertujuan untuk menganalisis kecendenmgan perkembangan ketimpangan pendapatan yang tetjadi antar provinsi di Indonesia pada rnasa sebelum dan setelah diterapkannya kebijakan desenhalisasi fiskal. Dari
penelitian tersebut diperoleh hasil yang menunjukkan bahm indeks ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia dengan indikator PDRB konstan 1993 berada pada kondisi ketimpangan yang tinggi, terkecuali pada tahun 1998-1999
yang be&
pada kondisi ketimpangan yang sedang. Sementara itu, indeks
ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia dengan indikator PDRB
harga bertaku, baik dengan atau tanpa sektor migas, berada pada kondisi ketimpangan yang tinggi.
Nurjanah
(2006),
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
Stmegi
Pembangunan Wilayah Tertinggal (Studi Kasus Kabupaien Pandeglang, Propinsi
Banten), memfokuskan penelitiannya pada analisis terhrtdap ~ e g i - s t r a e g yang i
perlu diterapkan pada pola pembangunan Kabupaten Pandeglang sebagai salah satu kabupaten tertinggal. Pada penelitian tersebut, Nurjanah menjelaskan konsep-
konsep mengenai daerah tertinggal. Konsep yang dimaksud mencakup pagertian daerah tertinggal, permasalahan yang dihadapi oleh daerah tertinggal, kriteria
penentuan daerah tertinggal, sebaran daerah tertinggal, serta faktor-faktor yang menyebabkan suatu wilayah menjadi tertinggal. Konsep-konsep demikian relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Wahid (2006) rnelakukan analisis terhadap sbategi yang perlu disusun oleh srukeholders &lam pembangunan daerah tertinggal, dengan menjadikan Kabupaten Garut sebagai objek penelitian. menjelaskan
bahwa
ketidakmampuan
ketettinggalan
daerah
tersebut
suatu
untuk
Pada penelitimp, daerah
beradaptasi
diakibatkan dengan
Wahid oleh
perubahan
lingkungan. Selain penjelasan tersebut, Wahid juga menjelaskan konsep-konsep yang terkait dengan pembangunan daerah tertinggal, dimam konsep-konsep tersebut relevan dengan penelitian ini. Selain penelitian-penelitian terdahulu sang disebutkan di atas, yang
berkaitan dengan topik penelitian, terdapat pula penelitian yang berkaitan dengan metode analisis ) m g digunakan dalam penelitian ini guna mengkaji indikatorindikator yang menentukan ketertinggalan wilayah di KBI dan KTI. Penelitian sang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2008) yang be-rjudul Adisis Kinerja Usahatani dan Pengolahan Lidah Buaya di Kabupaten Bogor, dimana metode analisis sang digunakan adalah model persamaan
struktural (Struc~uruf Equation Makf). Alat analisis )ang digunakan dalam
pengolahan data bempa Li-
Sh-w~ural Reln!ionships (LISREL 8.30).
Pada penelitiannya, Nugraha menganalisis kinerja,
finansial dan
produktivitas guna mengetahui faktor-faktor yang berkonhibusi terbadap k i a
usahatani lidah buaya di W p a t e n Bogor. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengetahui sejauh mana variabel-variabel indikator (modal, irpah, biaya bahan
baky kondisi ekonomi, pemasaran, dan kebijakan pemerintah) yang berkontribusi paling besar temadap variabel laten bebas (faktor produksi dan non faktor produksi). Model persamaan shukhrral yang digunakan oleh Nugraha dibangun aias dua variabel 1aten.bebas dan satu variabel laten terikat. Variabel laten bebas yang
pertama me&
faktor produksi yang dibangun oleh empat variabel indikator,
)akni upah, modal usha, biaya bahan baky dan biaya bahan baku lainnya.
Variabel laten bebas yang kedua adalah non faktor produksi yang dibangun oleh empat variabel indikator,
pemassran, kondisi ekonomi Indonesia, kebijakan
pemerintah, dan skala usaha. Sedangkan variabel laten terikat yang menjadi fokus kajian adalah kinerja usaha kecil pengolahan lidah buaya.
Berbeda dengan penelitian ini, penggunaan metcde SEM ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan (mempengamhi) k e t e r t i n d a n wilayah di KBI dan KTI. Penggmaan metode SEM tersebut dapat menghasilkan suah~keluaran yang menjelaskan konhibusi dari faktor-faktor yang d h a k d
serta hubungan kausal antara variabel laten yang satu dengan variabel laten
laimya Selain tujuan, perbedaan penelitian ini dengan penelitian )ang dilakukan
oleh Nu&
&ah
jenis variabel-variabel yang digunakan. Seperti )fang telah
dijelaskan sebelumnya bahua variabel yang digunakan oleh Nugraha merupakan variabel yang berkaitan dengan kineja usahatani lidah bus)% sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang bakaitan dengan ketertinggalan suatu wilayah yang didasakan pada kriteria dasar hasil wdidasi
KNPDT.
23.
Kerangka Pemikiran Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan di Indonesia
menghadapi dilema (&&
off) tehadap fokls p e m b a n g m yang diterapkan.
Penerapan stmtegi dan kebijakan pembangunan yang difokuskan pada pencapaian pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi
dalam
kenyataannya
membuahkan
peamadahan dalam pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembngunan itu
sendiri. Sebagai konsekuemi dari pelaksanaan pembangunan, tidak dapa! dipungkiri bahwa pennasalahan ketimpangan di Indonesia telah menjadi suatu fenomena nasional. Terkait dengan ha1 tersebut, Basri (1995)
&MI
Hendra
(2001) menyatakan bahwva ketimpangan tidak dapat dihapuskan, melainkan hanya
dapat diredam hingga ke tingkat yang dapat ditoleransikan oleh suatu sistem sosial tertentu agar harmoni di dalam sistem tersebut tehp terpelihara dalam Proses m b u h a n n y a Salah satu bentuk ketimpangan yang terjadi di Indonesia adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah yang bdangsung dalam behgai
aspek. Ketimpangan pembangunan antar wilayah telah mengakibatkan lahirnya wvila)lah yang relatif tertinggal dibanding wilayah laimya. 'Nilayah tertinggal mentpakan daerah kabupaten yang mas)makat serta wilayahnya relatif kurang berkernbang dibandingkan daerah lain dalam skala nasioiral (Stranas PPDT, 2007). Pengertian tersebut didasarkan pada kondisi sosial, ekonomi, budaya dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial), baik pada aspek dam, manusia maupun prasarana pendukung.
Sesuai dengan Peraturan hesiden Nomor 7 Tahun 2005, terdapat 199 kabupaten yang tersebar di 32 provinsi di lndonesia yang dikategorikan t d n g g a l ,
dimana dalam hal ini sebanyak 76 kabupa(en be&
di KBI dan 123 kabupaten
l a i m ) ~berada di KTI. Jumlah tersebut mentpakan hasil validasi dan ketetapn yang dilakukan oleh KNPDT. Pagkategorian ini mengifcu pada enam aspek yang menjadi kriteria dasar dalam penetapan temadap wvila).ah tertinggal. K e r n aspek tersebut be-
perekonomian masyarakat, sumbedaya manusiq prasarana
(infmstnhu), kemampuan keuangan lokal, aksesibilitas serta karakteristik .
daerah. Berdasarkan keenam aspek yang telah ditetapkan oleh KNPDT, maka dalam peneltian ini dilakukan pengkajian temadap sejumlah indikator yang menggambarkan kondisi aiau karakteristik yang d a p t ditemui di 199 kabupaten te&ggal di Indonesia yang tersebar di KBI dan KTI. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis temadap faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi (menentukan) ketertioggalan wilayah KBI clan KTI. Beranjak dari hal i n i l a maka diharapkan terbentuk suatu irnplikasi kebijakan pembangunan
bagi wilayah tertinggal, baik di KBI maupun KTI, gum mengejar kesetaman
dengan Hilayah yang maju Pelaksanaan pabangunan di Indonesia
-
Ketimp;mganPabWuAntar Whyah
(1 99 Kabupaten di Indonesia)
Analisisdidasarkanpada6aspek: 1. Ekowmi M q a G h t 2. SDM
3 . w - 1 4. Kemampuan Kemngm Lokal 5. Aksesibilitas
6. Karakteristik D a e d
I
KBI dan KTI (SIruchual Equmion Model)
3.1.
Jenis daa Snmber Daka
J&
data yang digmakan dalam penelitian ini menrpakan data sehmder.
Data selclmder rang dimaksud berupa data cross section pada
tahun 2005 )mg
berkaitan dengan berbagai aspek yang mempengaruhi ketertinggalan 199
kabupaten yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia Beberapa aspek )mg dapat mempengaruhi
ketertinggalan
kabupatedmbupatea tersebur antara
lain
perekowmian masyaraka~, sumbmhya manusia, prasarana ( i i ) , kemarnpuan keuangan l o w aksesibilitas rnasshkat terhadap pelayanan publik, . . serta k a d m s U k daerah dari tiaptiap kabupaten terkait P e n m keenam
aspek tersebut mengacu pada kritRia dasar dam pewntuan wilayah bdnggal
yang telah ditetapkan oleh KNPDT.
Seperti yang telah disebutkan di atas, data yang digunakan d a m penelitian ini u-
pada ketetapan KNPDT dalam pewntuan wilayah
tertinggal.Berdasarkanketetapantersebut.datadamyangdimaksudberasaldari Potensi Desa (PODES) 2005 dan Survei Sosial Ekowmi Nasional (SUSENAS) 2005. Tidak hanya it-
penelitian ini juga mengmakan data PDRB aras dasar
harga beriaku tahun 2005 pada 199 kabupaten tertinggal di Indonesia Adapun iostansi yang menyedialcan datadam yang d
Badao P u d Statistik (BPS) dm KNPDT.
i
m dalam penelitian ini yaitu
J6reskog
dan
SBrbom
(1996) seperfi difulip
Nugraha
(2008)
mendefinisikan SEM sebagai teknik variabel ganda (rmrltivmiPle) yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linier antam variabel-
secara simultan, yang sekaligus melibahn variabel laten
variabel
yang tidak dapat diukur secara langsung. Berdasarkan ha1 tersebut, S E M dapat digunakan untuk menganalisi hubungan kausal antara variabel bebas (eksogen), variabel terikat (endogen) dan variabel laten. SEM merniliki beberapa kegunaan, antam lain untuk menguji dm m e n g d i hubungan kausal dengan menggunakan suatu kombinasi data s t a t i d dan asumsi kausal kualitatif; mengaoalisi model yang bersifat
multivariabet, multihubungan dan bejenjang secara simultan; mengetahui indikator pembentuk suatu variabel; menguji validitas dan rehabitas sum mstrumen; serh mengkonfirmasi ketepaian model.
-
Selanjutnya, Sugiyom, (2007)
menambahkan bahua SEM dapat digunakan untuk melibat besar kecilnya
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikaL Adapun pengaruh yang berupa pengaruhlwP%
pengaruhtidak - 1
m a w pengaruh
total-
Stwlting (2002) rnengklasifikasii SEM ke dalam dua bagian, yaitu analisis model pengukuran dan analisis model struktural. Analisis model
pengukuran berkaitan dengan analisis faktor konfirmatori dan digunakan untuk menguraikan hubungan antam variabel terukur ( m e a w e d vmiobles) dan variabel tidak terukur (latern vmiobles). Sementam itu, model s h h m l digunakan untuk
standar yang terialu besar, matrik informasi yang disajikan tidak sesuai
harapan, ma& yang diperoleh tidak definitif positif, adanya kesalahan varians yang uegatif, serta adanya korelasi yang tinggi antar koefisien hasil dugaan (Sugiyow, 2007);
6. Evaluasi kesesuaian model berdasarkan kriteria goohes-oJfi~. 7. Interpretasi dan modifikasi model. Setelah model diterima, interpretasi
dilakukan sesuai dengan teori yang mendasari model tersebut Interpretasi dilakukan terhadap model strukrural yang menggunakan mahik kovarians dan terhadap analisis jalur yang menggunakan mahik korelasi. Modifikasi
temadap model hanya b o l d dilakukan jika terdapat perubahan jang signifikan terhadap dukungan data empiris.
3332.Ulmran-mu Seperti yang teiah disebutkan sebelumnya, evaluasi terhadap kesesuaian model didasarkan pada kriteria goodnss-oojlfil (GOF). Bila kritexia goafnessd
fir terpenuhi, maka dapat dikatakan bahw model teoritis sesuai @) dengan data empiris. Adapun kriteria goohes-o~f;~ dalam SEM disajikan dalam (Tabel 3.1).
w f - F d aatam Mode4 SEM T i t Kessoaian y q Bisa Diterima Menrpakm pengujian terhadap seberapa dekat matrk hasil dugaan dengan mairiks data a d . Ukuran ini berkaitan dengan persyaratan signSka~. Semakin kecil nilai ukurau ini, maka seraah baik
model yang digunakan. Hal ini ditujukan agar &:.X=qO) ditaima, sedangkan HI:Z#Z(B) ditolak Hipotesis & menyaiakan bahwa o m i d s dugaan dari model SEM mampu menyesuakan data den-= baik P-value diharapkan lebih besar dari 0.05 atau 0.1, yang beraiti tidak terdapat perbedaan antam mabiks input dengan matrk estimasi. P-value berkisar antam 0 hingga 1, dimana semakin mend& nilai I maka model persamaan muktural akan semakin lbaik G h of Fif index 1 Menrpakan ukuran yang mmgpmbarkan seberapa besar model mampu menerangkan keragarnan data Nilai berkisar aniara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebii baik. GFI 1 0.90 adalah goodjit, sedangkan 0.80 5 GR < 0.90 rtdalah muqinol-$I. MuIenmakan modifikasi dari GR denm m e n g k o m o d a s i derajat bebas model den& model lain yang dibandhgkan AGR 1 0.8 sering dijadikao acuan sum model d h t a k a n layak Rwr Menn Squme Menrpakan ratarata antara matrk (korelasi atau kovarian) input dan hasil dugaan. RMR dapat Residual @MR) diartikan sebagai uhrran ketidaksesuaian model dengan data Ri& 5 0.05 &ah good-fif. Rooi Menn Sgume h r of 1 Rata-raia per &pee of f i e d m yang dibarapkan RMSEA 5 0.08 adalah goodApprcxhaion (RMSEA) tejadi dalam po-. fit, sedangkan RMSEA < 0.05 rtdalah close-fit. Sumbe: Sitinjak dan Sugiarto, 2006, F i u s dan Af& 2008, sata Y u n b , 2008.
I
35U.Aaatirin Modd Persamaan Stratdaral Terhadap Ketcrtingkatan Witayah KBI dan KTI
Pada penelitian ini, metode SEM digunakan untuk menganalisis pengaruh (konhibusi); taik pengaruh langsung, ta. langsung. maupun pengarub total; dari beberapa variabel terhadap ketertinggalan wilayah di KBI dan KTI. Pengmaan
metode SEM dalam penelitixn ini diolah dengm alat analisis be-
LISREL
830. ~~padako=Pyang~~dafayangtersedia,maka
diduga spesifikasi model t2ai.k ~mmkmodel k-
wilayah KBI dan KTI,
yangdapatdiwdalamstudiini~yangtampakpada(Gambar3.1).
BBdararkan Gambv 3.1, dapat dijelaskan bahwa model
pehsamaar~
muktural yang dibangun terdiri atas sah~variabel l a e n endogen (terikat) daa enam variabei
laten eksogen @&as). Variabel laten endogen pada model adalah
k-
wilayah, sedangkan enam variabel laten eksogen terdiri dari
paekommh masyamkaS sum-ya
manha, -P
,1C-
kemampm keuangan l o w aksibilitas, daa karakteristik daerah.
V-1
laten eksogen yaog digcmaliao &lam pewlitian ini ditangun atas
sejumlab variabel indikator. Rincian variabel indikator yang digudm dalam
peuelitian ini tertaa pada (Tabel 32).
Secara statistik, spesitikasi model dapat dinyatakan dengm fomulasi sebagai berikut: k Model Persamaan Siruktud
+ 7 t h + 7145.1
111 =y1151
+ ~1&+b
(1)
B. Model P e a g h m n untuk Variabel Laten Bebas a Variakl Laten Bebas Perekommian Masyarakai
&=
+ &, ........................................................................................... (2)
b. Variabel Laten Bebas Sumtmdaya Manusia
& = kaojz + &,
(3)
c. Variabel Laten Betas Prasarana (Infrastruktur)
& = X&
+ &...........................................................................................
(4)
d. Variabel Laten Betas Kemarnpuan Keuangan Lokal &=I&&+&
........................................................................................... (5)
e VariabelLatenBebasALsesibilitas
&=I&+&
........................................................................................... (6)
E Variabel Laten Bebas Karakteristik Daerah
&=a&+&
...........................................................................................(7)
Keterangan: 'I1
: variabel
laten terikat (endogen) ketertinggalan suatu wilayah
jl -& : \.ariabe1 laten bebas (eksogen) ke-l hingga ke-6 711-716 :kwfisien pen&
variabel laten bebas ke-1 hingga k e d tertradap
\.ariabe1 laten terilrat
: kesalahan struktural
variabel laten terikat
&
: \ariabe1 indikator (manifes) ke-n
&
: kesalahan pengukuran variabel
indikator ke-n
: loading factor antara \.ariabe1 laten eksogen ke-in dengan variabel
manifes (indikator) ke-n
Gambar 3.1. Uastrasi Modd SEM d h Analtris Terhadap Wihyah Tertinggal di KBI dan Kn
dahm Model Pe-aan
Tabel 33. Keteranm Variabe
Struktunl
b KBI dan KT1
Keterangan
Sumberdaya Manusia
&I
1;
Indeks Kedalaman K e r n i s . J d a h Prasarana Kesehatan Jumlah Dokter Persentase Jlrmlah Desa Mentnut Pencapaim Prasarana Kesebatan Jumlah SD dan S W lndeks Pembangcman Manusia Jumlah Desa d m g n Jenis Permukaan Jalan Tertuas: Aspal atau Beton Jumlah Desa denean J e ~ Permukaan s Jdan Terluas: Jalan ~i-pakJlrmlah Desa dengan Jenis Permuksan Jalan Tertuas: Tanah Jumlah Desa dengan J e n i s Permukaan Jdan ~erluas:~ d a n ~ainnya Persentase RT Pengguna L i Persentase RT Pengguna Telepon I Jumlah Bank Umum Jumlah Bank Perkreditan R a k ) (BPR) ~ Jumlah Desa yang Memiliki Pasar Tanpa Bangunanpermanen Celah F i PDRB Rata-rata Jar&Pelayanan Pmsam 1 Kesehatan 1 Rats-rata Jarak Tanpa SD dan S M P 1 Rata-rata Jarak Kantor Desa ke Kabupaten I yang Menaun@ 1 Persentase J d a h Desa yang Rawan Gempa I Bumi Persentase J d a h Desa yang Rawan Tanah 1 Longsor 1 Persentase Jumlah Desa jang Rawan Banjir 1 Persentase Jumlah Desa yang Ra\\an ~eocana~aino~ I Persenrase J d a h Desa van2 Teriadi 1
33.
Definisi Operasional Data
1. P m t a s e penduduk miskin menrpakan rasio penduduk miskio dalam suatu kabupaten terhadap jumlah
penduduk kabupaten tersebut secara
wuruhau
2. Indeks kedalaman kemiskinan
ul)suatu indeks yang rnenyaiakan
seberapa jauh seseorang berada di bauah garis kemiskinan apabila termasuk dalam kategori rniskii 3. J d a h prasarana kesehatan
jumlah nmMh sakit, nrmah sakit
bersalin, poliklinik atau balai pengobatan, pudtesmas dan plskesmas pembantu tiap lo00 penduduk dalam suatu kabupaten. 4. Jumlah dokter merupakan rasio jumlah dokter yang ada di suatu kabupaten tehadap lo00 penduduk di kabupaten tersebut 5. Persentase jumlah
desa menurut pencapaim prasarana kesehatan
merupakan banyaknya desa (dalam persentase) yang tergolong sulit dan sangat sulit untuk rnencapai prasarana kesehatan
6. J d a h S D dan S M P adalah jumlah sekolah di tingkat dasar (SD) clan
tingkat rnenengah pertama (SMP)yang ada di
suatu
kabupaten temadap
looopendudukdi kabupa%entersebut
7. lndeks Pembangu~nManusia
ul) d a h satu indikator yang
secara khusus digunakan tmtuk mengukur opaian panbangunan manusia dengan basis sejuml* komponen kualiias hidup. IPM dibentuk dari empat indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek h d , rata-rata lama sekolah, dan kemampuan daya beli masyarakat Menurut BPS (2007),
indikator angka harapan hidup da@
memp~esentasikandimensi umur
panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pendidikan sekaligus ukuran kualitas sumbadaya manusia Sedangkan kemampuan daya beli (purchasing power pmiq) menrpakan indikator untuk meqgukur dimensi
hidup layak, yang dipresentash o l d pengeluaran per kapita riil.
Menurut BPS (2007), indikator-indikator yang terrnasuk dalam komponen IPM adalah sebagai berikut: a Angka harapan hidup merupkm perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup secara rata-rafa
b. Angka melek huruf merupakan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang da@ membaca clan menulii huruf latin dan atau huruf lainnya
c. Rats-tata lama sekolah -tadcan
jumlah tahun yang
digunakan penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
d. Kernampuan daya beli masyarakat merupkm salah satu indikator
dalam komponen IPM yang menunjukkan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uang (dalam satum rupiah) yang dimiliki untuk barang dan jasa Kemampuan ini sangat d i p m g m h oleh
harga-harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan
dapat men~mmkanatau meaaikkao nilai daya beli.
Nilai IPM diskalak& 1 hingga 100. Nilai IPM tersebut digolongkan menjadi empat kategori meotmd standar iotemasional (BPS, 2006). Adapun hegori yang dimaksud berupa kategori tinggi (TPM
>
80),
kategori meoengah atas (66 5 IPM < SO), kategori menengah tauah (50 5 IPM < 66), serta kategori cendah (TPM < 50).
Dalam penghiiungan PM, sztiap komponen harus dihitung nilai indeksnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
dimana: Xru
= indeirs komponen ke-i
dari daerah j
XrechJ = nilai minimum dari Xi X f i = nilai maksimum dari xi
Selanjutnjq nilai IPM dapat dihitung dengan m u s : IPM =
dimam Xru
3
7 h&ks
J?(*
Y
= indeks komponen IPM ke-i
untuk \rila)ab ke-j
8. Jumlah desa dengan jenis permukaanjalan terluas berupa aspal atau beton, jalan yang diperkeras, ranah dan jalan lainnya merupakan banj.akoj*adesa yang ada di s u m kabupaten yang memiliki jenis permukaan jalao tatuas di antara kategori permukaan jalan tersebut Satu desa hanya akan dapat diLategorikan pada salah sahl dari ernpat kategori tersebut
9. Perseotase rumah tangga pengguna lishik adalah mi0 jumlah rumah
tangga yang telah dapat
list& dalam kehidupao sehari-hari
dalam suatu kabupaten terhrtdap kaeluruhan rumah taoggs di kabupaten
tasebut 10. Perseotase nrmah tangga pengguna telepon adalah rasio jumlah rumah tangga yang telah dap;ll mengakses telepon terhadap jumlab nrmah t a .
seluruhn).a di kabupaten tersebut 11. Jumlah bank umum merupkm jumlah bank umum yang terdapat di slratu
Mupaten 12. Jumlah Bank Pakreditan Rakya~(BPR) menrpakanjumlab p~asaranabank
perkreditan yang tersedia di suahl kabupaten. 13. Jumlah desa yang memiliki pasar tanpa bangum permauen adalah jumlah
desa j m g memiliki pasar di suatu kabupaten, dimam pasar yang & I m k d menrpakan pasar dengan bangunan
-P
14. Celah fiskal (dalam satuan rniliar mpiah) merupakan selisih penerimaan
keuangan daerah dengan belanja pegawai. Pos-pos dalam pewrimaan keuangan daerah yaag digunakan terdiri dari Pendapatan Asli Damah
(PAD), dam bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan pewrimaan lain-lain ) m g sab. Dalam ha1 ini, celah fiskal digunakan sebagai indikator guna melihat besamya dana yang tersisa bagi pemaintah
daerah untuk
melakukan pembangunan setelah dikumgi biaya tetap (biaya belanja pegamai).
IS. P D R B atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa dalam satuan biliun rupiah yang dihihmg rnaggmhm harga yang berlaku pada setiap tahm, dimana dalam ha1 ini memasukkan sektor migas ke dalam perhituogan. 16. Ratarata jarak pelayaoan prasamm kesehatao di
suatu
kabupaien &ah
rata-rata jarak dalam kilometer dari suatu desa ke prasarana kesehatao
apabila prasarana tersebut tidak terdapat di desa yang dimaksud. 17. Rahiala jarak tanpa SD dan S W adalah r a t a m jarak dalam satuan kilometer yang ham ditempuh penduduk di suatu desa dalam suatu kabupaten untuk meocapai SD dan S W apabila di desa tersebut tidak tersedia fasilitas pendidikan dasar benrpa SD dan S W . 18. Rata-rata jarak dari kantor desa atau kelurahan ke kabupaten yang membauahinya adalah rata-rata jarak dalam kilometer yang harus ditempuh oleh
dari kantor desa ke kantor kabupaten tempat
desa tersebut bemaung. 19. Persentase jumlah desa yang rawan gempa bumi, tanah longsor, banjir dan
beocana lainnya menrpakan rasio jumlah desa tertr;Edap keselwuhan desa di suatu kabupaten yang memiliki karakteristik kerauvnan terhadap jenis bencanalersebut
20. Persentase jumlah desa yang rawan konflik selama satu tahun terakhir mmpakao rasio banyaknya desa di suatu kabupteo terhadap jumlah
keseluruhan desa di kabupaten tersebut yang terjadi konflik selama satu
tahun temkbr, terhitung pada tahun analisis.
IV.HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum W i y a b Tertinggal
Kabupaten m u kota di Indonesia yang djlcategorikan tertioggal bejlrmlah 199 kabupaten yang tersebar di 32 provinsi, dimaoa sejumlah 76 kabupakn berada di Kawasan .Bara~Indonesia (KBI)
dan I23 kabupateo lainnya berada di
Kawasan Tiur Indonesia (KTI). Jumlah tersebut mentpakan hasid validasi dan veri!ikasi KNPDT yang didasarkan pada eaam asp& kriteria dasar penenman wilayah tertinggal. Sebagaimana tertuang dalam RPJivl Nasional 2004-2009,
kabupaterrkabupatm tersebut dikategorikan tertinggal guna mendapatkan upaya percepamn dalam
pembangunan mid
ekonomi melalui
pemberdayaan
dan pengum pemerintah daerah agar tercapai peningkatan kualitas hidup masyamkat sehingga tercipta kesebman dengin kabupaten m u kota lainnya yang tidak termasuk dalam kategori tertinggal. Berikut ini disajikan Tabel 4.1 )ang memuat rincian s e h 199 kabupten tertinggal di Indonesia berdasarkan provinsi.
Berdasarkan Tabel 4.1, Papua merupakan provinsi dengan jumlah
w
e
n tertinggal terbanyak di Indonesia dibanding provinsi Lainnya, dimana
terdapat 19 kabupaten yang termasuk dalam kategori t e r t i n d . Jumlah tersebut d i d oleh Nanggme Aceh Darusalam c h p n 16 kabupaten, Nusa Tenggara
Tiur sebanyak 15 Kabupaten, dan Sulawesi Selatan sebanyak I3 kabupaten.
Tabel4.l. Sebaran 199 Kabnpaten Tertinggal di Indonesia Tahm 2OM
Sumber: BPS,2005 dan KNPDT, 2007.
terhadap wilayah tdnggal di dioncsia Penduduk miskin yang dimaksud
merupakanpersentasejumlahpedud&yangberadaditawahgariskcar&kbm Pada umumnya 199 kabupaten tertioggal di Indouesia memiWd
tingkai
k i k n a n yang tinggi yang berkisar antam 7,10 persen hingga 83,80 Dari kesel~mrhankabupam tertinggal di Indoneda, terdapat I S 4 kabupaten yang memilikipersentasejumlabpendudukmiskindirdas~persentasejumlah
peududuk miskin Mooesia pada tahun 2005,yaitu sebesar 15,97 persen. Empat
puluhlimakabupatenlaimyamemiWdpesmtasejumlahpedud&miskinyang l e b i redab dari rata-rata secaia oasional. BerdasarkandatatingkalkemisEcinanyangada,~ mth@ yang terletak di KBI memiliki jlrmlah penduduk miskin dmgm
persentase yang relatif lebih 16 dibndhg kabupatea-kabupaten tertinggal di
KTI. J d a h penduduk miskin pada sejumlah kabupaten krhggl di KBI hanya mencapai40persen,sCangkansejlrmiahkabupaten-diKTImemiWd jlnnlah penduduk
miskia yrtng menotpai hingga 80 persen Hal ini
. . . . ~bahwajumJabpeedudukyanghidupdibawahgariskermslanan p d a kabupateo-kabupaten krhggl
-
di KTI l e b i banyak &banding jlrmlah
pendudUlrmiskinpadabeberapa~cestingggaldiKB1.
Dari76kabupatenmth@diKBI,setragianbaarkabupatenmemiliki
jumlahpendudukmiskinyangberkisaran~2Ohingga3OperseaJumlab
d-=@
kk2ml an& -k
. .
tersebut bejumlah 30 kablrpatea
Sementirraitu,sebagianbesarkabupaten~diKTImemilikijlrmlah
pendud& miskin antara 10 hingga 30 pemm Untuk lebih lengkapnya, sebaran
kabupaten tertinggal rnenwt persentase jumlah penduduk miskin
di kabupaten-
kabupaten kdrggal di KBI maupun di KTI dapat dilibat pala Gambar 4.1 dan
Gambar 4 2 berikut ini.
G-bar 4.1. SebKabapaten Tertinggal di KBI M m n m t Perseutase dcunl&~endndu.k &kin, 2005 Sum&
BPS dan KNPDT, 2005 (diolah).
Menurut persenrase d m - ~ e n d n d q %kin, k 2005 Sumberr BPS dm KM'DT, 2005. Keterangan: X : Persentasejumlah penduduk miskin Kondisi tingginya tingkat kerniskinan seperti yang dihadapi oleh 199 kabupaien d g g a l di Indonesia salah s m y a dipengaruhi oleh ketehahsm
indeks kedalaman kemiskinan kurang dari 2 9 . Untuk lebih je1asn)qa mengenai sebaran kabupaten tertinggal di KBI dan K l l berdasarkan nilai indeks kedalaman kerniskinan dapa dilihat pada &bar
1
KB1
4.3 berikut ini.
C KTl
Gambar 43. Sebaran Kabnpaten Tertinggal di KBI dan KTI Meonrut Nilai IKM, 2005 Sumber: BPS dan KNPDT, ZOOS (diolah).
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi kedalaman kemiskinan pada sejumlah kabupaien t e d q g a l di KBI dan K l l mlatif sama
Namun terdapat beberapa kabupaten di KTI yang merniliki indeks kedalaman kemiskinan dengan nilai yang sangas tinggi, dimana nilai yang dimaksud mencapai 23,99. Hal inilah yang tidak dapat ditemui pada kondisi kerniskinan di
76 kabupaten tertinggal di KBI.
4.1.13.Kondisi Snmberdaya Manosia di W i y a b Tertinggal Panbangunan terhadap sumberdaya manusia menrpakan faktor penting dari u p a p pembangunan secara nasiooal. Pelaksanaan upaya pembangunan
manusia dengan sendirinya akan mendukung pembangunan oasional tersebu~
Pembangunan manusia j a g dimaksud rnenyangkut kesehatan dan pendidikan.
Kedua hal ini merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang perlu dimiliki guna rneningkatkan potensi sumberda)a manusia yang ada
Pembangunan manusia cenderung kurang berhasil dalam upaya pelaksanaan pembangunan di Indonesia Hal ini nampak dari kondisi sumberda)a manusia yang berada di beberapa wilayah yang W e g o r i k a n tednggal. S e a m umum, wilayah tertinggal memiliki kondisi sumberdaya manusia dengan kualitas )aog rendah p g berimplikasi pitda terciptanya produktivitas masyarakat yang
rendah pula Kondisi demikian bertolak belakang dengan tujuan dari u p a p
pembangunan manusia yang benrpa penvujudan sumberdaya manusia yang berkualitas tin& dengan produktivitas yang tinggi.
a.
Kgehatan
Keterhggalan beberapa wilayah, atau lebii tepatnya lagi 199 kabupaten, di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dari sumberdaya manusia yang ada Menlrnrt KM'DT (2005), kondisi kesehatan sumberda)~ manusia di wilayah t e r t i n d d i i n d i k a s i oleh beberapa hal, diantaranya j d a h pramam kesehatan, j d a h temga kesehaian berupa dokter, dan persentase j d a h desa yang didasarkan pada t i n e Pencapaim terhadap pra~arana
kesehatan. Tigkat pencapaian yang d
i dikategorikan atas sulit dan sangat
sulit, dimaM ha1 ini terkait pada kernampuan masyarakat untuk rnencapai pramam kesehatan.
Apabila dilihai dari jumlah prasarana kesehatan yang ada, maka dapal diketahui bahwa jumlah p m a a m kesebatan sangat minim ketersediaamya di wila)mb tertinggal. Prasarana kesehatan ) m g dimakntd berupa rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik atau balai pengobatan, puskesnas, dan puskesmas
pembantu. Keterbatasan jumlah prasamna kesehatan ini dengan seodirinya
mengakibatkan kualitas kesehatan mqamkat menjadi rendab. lidak hanya menyangkut jumlah p m a a m pela)anan kesehatan, namun ketersediaan tenaga kesehatan berupa dokter di masingmasing kabupaten
tertinggal di Indonesia juga terbatas. Hal hi salah satunya dipen-
oleh faktor
keengganan tenaga dokter utuk diternpatkao di wilayah yang tertinggal karena keterbatasan fasilitas yaog tersedia Sebagian beslr ahu bahkan hampir sellrmh tenaga doher yang ada banya bersedia ditempazkan di wilayah yang relatif maju Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar kabupaten tertinggal di KBI, yaim &yak
33 kabupaten, memiliki
ketersediaan jumlah prasarana kesehatan yang berkisar antara 50 hingga 99 unit di masing-masing pmsara~kesehatan
&yak
Hal yang sama juga dapat d i l i i dari ketersediaan pada sebagian besar kabupaten t d n g g a l di KTI, dimana
59 kabupa!en memiliki jlrmlah prasarana k e s e h den-
jumlah 50
hingga 99 unit Beberapa k a b w tertinggal di KBI memiliki jumlah prasarana
kesehatan ) m g bejumlah antara 200 hingga 349 unit di masingmasing kabupaten Hal ini berbeda dengan kondisi di KTI, dimana tidak terdapat salu pun
kabupaten tertinggal ) m g memiliki ketersediaan p r a s a r a ~kesehatan dengan jumlah tersebut Jumlah prasarana pelayanan kesehatan yang ada di bebetapa kabupaten tertinggal dapat diliha~pada (Gambar 4.4). Angka-angka yang ditunjukkan pada gambar -but
menunjukkan minimnp k e t d a a n prasarana kesehaian di t i a p
tiap kabupaten tertinggal di KBI dan K n .
Ditinjau dari jumlah tenaga kesehaian (dokter) yang t d a di 76 kabupten tertinggal di KBI, terdapat 36 k a b w e n m a l yang memiliki k e t d a a n tenaga kesehatan dengan jumlab kurang dari 30 dokter di tiap kabupata Tidak hanya itu, beberapa kabupaten tertinggal di K B I memiliki jumlab tenaga kesehaian yang mencapai 12 1 hingga 150 dokter. Hal ini t d d a d q a n 123 kabupaten tertinggal di KTI yang memiliki tenaga kesehatan deogan jumlah paling banyak yaitu 90 dokter. Semen-
itu, lebii dari separuh kabupaten
tertinggal di KTI merniliki k e t d a a n tenaga kesehatan kurang dari 30 dokter di tiap kabupaiennya Jumlah kabupaten yang dimaksud yaitu 94 kabupaen.
Berdararkaa penjabaran di atas, dapat disipulkan bahwa kabupaterrkabupaten tertinggal di KBI dan KTI memiliki k e t d a a n dokter j m g amat
minim guaa penanganan masalab kesehatan masyarakat Selain i@ jumlab tenaga kesehatan pada betmapa kabupaten tertinggal di KTI relatif lebi sedikit dibanding di KBI. Kondisi ketersediaan tenaga kesehatan di wilayah tertinggal, baik di KBI maupun KTI, dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut i ~ .
60 50
40
30 20 10 0 049
50-99
100-149 150-199 200-249 KBI
i;
250-299
300-349
KTI
Gambar 4.4. Sebaran Kabopaten Tertioggal di KBI d m KTI Mennmt J M Prasarana Kesehatan, 2005 Sumber KNPDT, 2005 (dmlah).
Gambar 45. Sebaran Kabapaten Tertinggal di KBI clan KT1 Menomt Jnmlab Dokter, 2OM Sumber KNPDT, 2005 (diolah).
Indikator di bidang kesehatan yang dapai menjelaskan kondisi di kabupaten tertinggal juga mencakup persenlase jumlah desa di t
i
e kabupaien
yang dikategorikan sulit dan sangat sulit untuk mencapai prasarana kesehan.
Dari 76 kabupaten tertinggal yang tersebar di KBI, sebanyak 8 kabupaten rnemiliki desa yang dikategorikan sulit dan sangat sulit untuk mencapai prasarana
kesehatm dengan jumlah kwang dari 10 persen. Selanjutoya, 12 kabupaten tertinggal memiliki desa yang dikategorikan sulit dan sangat sulit ~mtuk
menjangkau prasarana kesehatan sebanyak 10 hingga 20 persen. Beberapa
kabupaien lainnya memiliki desa yang dikategorikan sulit dan sangat sulit dalam pencapaim temadap prasarana kesehatan dengan jumlah yang berkisar antara 20 hingga 100 perjeq dan ha1 tersebut da@
dilihat pada (Gambar 4.6).
Sebagian besar kabupaten tertinggal di KTI, yaitu sebanyak 24 kabupaten, memiliki 80 hingga 90 persen j d a h desa yang dikategorikan sulit dan sangat
sulit untuk menjangkau prasarana kesehaian. Apabila dibandingkan dengan \vila)ah KBI, hanya terdapat 2 kabupaten dengan kondisi demikian. Hal i .
m e n g i . r d k i i babw masyarakat pada kabupaten tertinggal di KTI lebii sulit untuk men&ses
p~asamaakesehatao
d i W n g masyamkat pada kabupateo
tertinggal di KBI.
~p~
~~~~
Cambar 4.6. Sebaran Knbupaten Tcrtiqgal di KBI dan KTI Menurut Jamtslb Iksa yang ~ a f idan t ~angrn&Lit dalam Peucapaian Prasarana Kesehatxm, 2005 Sumber. KNPDT,2005 (dmlah).
b.
Pendidikan
Sekqgi salah
sah~komponen dalam pembangunan manmia,
tingkat
pendidikan memiliki arti penting bagi kemajuan atau perkembangan upaya pembangunan tersebut Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakq maka akan
semakin b h i l pelaksanaan upaya pembangunan manusia, dan dengan sendirinya akan mendorong kemajuan pembangman secara nasional. Sebaliknya, semakin rendah tbgka~pendidikan masyarakat, maka k e b d i l a n pembangunan manusia sulit atau bahkan tidak akan tenvujud. Terbentuknya s e j d a h kabupateo yang retatif terihqgal dibanding
kabupaten atau kota lainnya di Indonesia dapat menggambarkan ketidakberhasian u p a ~pembangunan manusia, yang pada akhh).a akan =%hambar
UP)=
pembangunan secara nasional. Koodisi demikian d a b sahmya dipengaruhi oleh rendahnya tin@
pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat Rendahnya tin@
pendidikan masyarakat diakibatkan oleb be*
hal yang diantaranya
menyangkut ketersediaan prasarana pendidikan.
Secara umum, 199 kabupaten di Indonesia yang dikategorikan tertinggal memiliki pmsarana pendidikan yang begitu terbatas ketersediaannya. Dalam hal
ini, pendidikan j a g dimaksudkan menrpakan pendidikan dasar yang diurnangkan oleh pemerintah dengan program wajib belajar sembilan tahun. Rasarana pendidikan yang menduk~mgprogram tersebut benrpa SD dan S W . Prasarana pendidikan berupa SD dan S M P yang tersedia di 199 kabupaten
tertinggal di Indonesia memilii j d a h yang bervariasi antam 27 hingga 2007 unit di tiaptiap kabupaten. Namun jumlah
-but
dapat d h h k a n d
m bila
dibandingkan dengan jumlah pmsarana pendidikan dasar yang tersedia di
kabupaten arau kota yang relatif maju Mini~nnyajumlah p
m pendidikan
sangat menunjang ketertinggalan atau keterbelakangan s u m d a y a h karena ha1
tersebut berkaitan dengan pembentukan kualitas sumberdaya manusia yang ada Badssarkan data yang ada, masih cukup banyak kabupaten di KTI yang
memiliki prasarana pendidikan (SD dan SMP) dengan jlrmlah paling b y a k 100
unit untuk hap kabupaten. Beberap kabupaien tertinggal di KTI dengan jumlah
SD dan SMP yang amai minim tersebut sebanyak 19 kabupaten. S e m m itu, terdapat 39 kabupaten di KTI yang memiliki pmsarana SD dan SMP dengan jlrmlah 101 hingga 200 unit J d a h kabupaten d e w kakgori inilah yang paling
ban)&. Selanjm).a, jumlah tersebut disusul pula oleh 23 kabupaten tdnggal ) m g memiliki prasarana SD dan SMP s e j d a h 201 hingga 300 unit Sementara itu, kondisi ketersediaan prasarana pendidikan dasar pada
sejumlah kabupaten terthg@ di KBI relatif lebii banyak dibanding kabupaten tertinggal di KTI. Hal ini dapat dilihat dari kondisi di bebaapa kabupaien
tertinggal di KBI yang merniliki keiesediaan SD dan SMP hingga mencapai lebih
dari 1001 unit Untuk lebii lengkapnya, sebaran -en
tertinggal di KBI dan
KTI menurut ketersediaan SD dan SMP dapat dilihat pada (Gambar 4.7).
Gambar 4.7. Sebaran Ksbnpaten Tertinggal di KBI dan KTI Menumt Jamlab SD dan SIMP, 2OM Sumberr KNPDT,2005 (dimlab). prasarana pendidikan, tennama pendidikan clasir: jang
Ke-
tersedia dalam suatu kabupaten dapat menjadi salah satu alasan bagi mqadal untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang ) m g lebih t i n e . Dengan demikian, ha1 ini akan memicu peoingkatan angka putus sekolah clan pda
akhirnya akan berimplikasi pa& rendahnya kualitas sumberdaja manusia
c
lndeks Pembangunao h a s i a (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPrM) dapaf dig&
indikator
untuk
memotret
tingkai
kesejahteraan
menggambarkan kualitas sumbedaya manusia jang ada
sebagai salah satu masyarakat
sekaligus data yang
tersedia, nilai P M 199 kabrrpaten tertinggal di Indonesia sangat bervariasi anma 46,9 h i n g a 73,4. Namun nilai tersebur rnenunjukkan bahwa nilai IPM dari 199
kabupaten tertinggal di Indonesia beds di ban& nilai IPM dengan kategori t i n G (IPM >_ 80) menurut standar intemasional. Selain itu, bila dibandingkan dengan nilai TPM Indonesia prtda tahun 2005, hanya terdapat 28 kabupaten dari
k e s e l u d m kabupaten tertinggal di Indonesia yang memiliki nilai IPM yang
be&
di atas nilai IPM indomsia, yaitu 69,6. Pada Gambar 4.8. dijelaskao babwa sebagian besar kabupateo tertinggal di
KBI memiliki nilai IPM yang berkisar an-
66 hingga 80. Jika mengacu pads
standar i n W o n a l , nilai tersebut nrenrpakan nilai IPM &npn kategori menen@
atas. Sementara itu, sebagian besar kabupaten teztiq&
di KTI
memiliki nilai IPM yang bakisar antara 50 hingga 66. Nilai W u i menrpakan
nilai IPM deagan kategori menengah bawah mentmd standar yang ditdapkan
secara intemasional. Bah!mn terdapat tujuh kabupaten di KTI yang memiliki nilai IPM kumng dari 50. Hal demikh menunjukkan bahwa kualitas sumbe-rdaya manusia pada sejumlah kabupaien ter@@
di K n relatif lebiih rrndah ditmdng
kualitas sumbesdaya naanusia di KBL
=IPM<SO =66sw~<m
1.505m<66
mu'u<SO
mwuzm
= a c w ~ < s o =wu>m
~5051puH<66
Gambar 4.8. S e m Kabnpten Tdi KBI (a) dan KT1 @) Menurut Kategori Nilai iPM SCandar Lnternasioaak, 2OU5 Sumber: BPS, 2005 (diolab). Badasarkan dafa yang telah diperoleh, kabupaten-kabupatenk r t q g a l di
Indonesia yang memiliki nilai IPM tertinggi antam lain Kepulauan Sanghe,
Kepulauan Talaud, Samosir, Luwq dan Nunukan. Kelima kabupaten ksebut memiliki nilai IPM yang baada pda kisaran > 70. Nilai tersebut men~mjukkan
bah\\a lima kabupaten dengan nilai P M tertinggi ini merniliki tingkat
kesejahteraan masyarakat dan kualitas sumberdaya manusia; yang diuhrr dari angka melek huruf, angka harapan hidup,
rats-m
lama sekolah, w t a
kemampuan daya beli masyarakat (yang diindikasikan oleh pengelmran per kapita riil jmg disesuaikan); yang relafif lebih t i n e dibandjng beberapa kabupaten tefthg@l lainnya. Sebalikqa, beberapa kabupaten tertinggal; seperti P-ungan
Bintang,
Mappi, Asrnat, Yahukimo, dan Jayawijaya; memiliki ~ l a IPM i paling rendah dibanding seluruh kabupaten tertinggal di Indonesia Kelima kabupaten ini terietak di KTI. Nilai IPM yang rendah di masing-masing kabupaten yang ada di pro\insi tersebut menunjukkan tingkat kesejahteraan m a s p a h dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah pula
Bedasarkan data angka melek h u r t di lima kabupaten tersebut, jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat m e m b dan atau menulis ditunjukkan dengan perseniase j a g rendah. Hal yang sama juga dapai dilihat dari iodikator angka harapao hidup, dimaM kelirna kabqahm tersebut memiliki rats rata lama hidup )ang lebih rendah secara kesellrmhan kabupateo tertinggal. Di
samping kedua indikator tersebut, kondisi lima kabupaten tertinggal dengan nilai rPM terendah juga dapat dilihat dari lamanya usia sekolah. Pada umumnp m-
m lama sekolah dari lima kabupkm tersebut berkisar 2 hingga 3 t a h m Hal ini menunjukkan bahw penduduk di wilayah tersebut hanya marnpu menjalani masa
pendidikan hingga tingkai skolah dasar kelas 2 atau 3. Selain itu, kemampuan daya beli masyarakat (yang d i r e p m t a s i k a n oleh pengeluaran riil per kapita) di
beberapa kabupaten tersebut juga menjadi salah satu latar belakang yang mengakibatkan rendahnya nilai IPM yang berimplikasi pda rendahoya tingkat kesejahteraan maqarakat yang a&
Kondisi yang terkait dengan IPM beberapa
kabupaten tertinggal yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada (Tabel
472 47.4 Yahukimo 47.6 Jayawijaya Sumber: BPS,2005 (diolah). Asmat
30.9 31.7 31.9
64.5 652 65.6
3.1 2.4 2.4
5692 570.1 569.8
Meskipun NKRl telah berdiri selama 63 tahun, namun masih ban* wilayah yang terkendala dengan minimnya prasaraoa (
i
)
, seped jjalaq
penerangan lishik, prasamna telekomtmikasi, pmsarana perhkm, m i a pasar. Keterbaasan dalam bal penyediaan menghambat aktivitas sosial ekonomi
menjadi salah satu falctor yang
bagi perkembangan sum
wilayah. Wilayah yang memiliki kondisi demikian deogan sendirinya akan menghadapi k e t e r t i n d a n dibanding wilayah lainnya yang merniliki ketersediaan
dalam j d a h yang memadai.
a
Jalan
Kondisi jalan menrpakan salah satu faktor yang dapat menjadikan suahl kabupaten atau kota dikategorikan tertinggal atau maju. Kondisi jalan jang dimaksud M i c a r a mengenai banyaknya desa dalam sum kabupaten yang memiliki jalan yang didasarkan pada jenis perrnukaan jalan teduas yang ada di d& tersebut. Jenis pennukaan jalan tertttas ini dapat bentpa jalan aspal atau beton, jalan )ang diperkeras, jalan )ang berupa tanah, serta jalan dengan jenis lainnya selain yang telah diseburkan. Semakin banyak desa di dalarn suatu
kabupater, afau kota jang memiliki desa m u kelurahan dengan jenis permukaan jalan sentai jenis-jenis t a b u &maka sernakin m j u kabupaten atau kota tersebut. Hal ini berlaku pula untuk kondisi sebalikn).a
Kabupaien-kabupaten tertinggal di Indonesia secara m u m merniliki jurnlah desa )ang masih minim tetbdap kepemilikian jalan ) m g a h Berdasarkan data yang tersedia, kabupaterrkabupaten tertinggal di KBI memiliki
ban).akn)a desa dengan jenis permukaan jalan teriuas bempa aspal m u beton dengan jumlah hingga lebii dari 301 desa Selain itu, sebagian besar kabupaten
tertinggal di KBI memiliki banyaknya desa dengan jenis permukaan jalan terluas berupa jalan yang diperkeras dengan j d a h kurang dari 50 desa Dari 76
tiabupaten t e w a l di KBI, sebagian besar kabupaten tertinggal )ang ada, jaitu sebanyak 61 Mupaten, memiliki desa dengan jumlah yang kurang dari 50 desa mentnut kategori jenis permukaan jalan teriuas berupa jalan tanah. Edak han)a itu, bal jmg sama juga berlaku bagi kabupateDkabupaten yang memiliki desa
berdasarkan jenis pennukaan jalan teduas b e ~ p jalan a lainnya Dengan demikian,
semakin sedikit jumlah desa yang ada pada suatu kabupaten dengan kategori jenis permukaan jalan terluas tersebut, maka semakin tertinggal kabupat~l yang
Sama halnya dengan beberapa kabupaten tertinggal di KBI, sejumlah kabupaten tertinggal di K17 juga merniliki keterbatasan dalam hal penyediaan
dmamktmjalan. Sebagian besar
tertingg;ll di KIT, yaitu *yak
70
kabupaten, memiliki desa dengan jumlah kurang dari 50 bedasarkan kepemilikian temadap jalan dengan jenis permukaan terluas benrpa aspal atau beton Komlisi
keterbmn tersebut juga dapat dilihat pada banyakn)a desa menurut jenis permukaan jalan terluas berupa jalan yang diperkeras, jalan tanah dan jalan
Berikut ini dissjikan Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 yang mernperlihatkan
sebamn kabupaien tertinggal di KBI dan KTI jmng didasarkan pada jumlah desa menlrnd jenis permukaan jalan terluas dengan kalegori berupa aspal atau beton, jalan j a g diperkems, jalan berupa tanah, dan jalan jenis lainnya.
I Gambar 4.9. Sebmm Knbapaten Tcrcinggal di KBI Menurut Jamtab Desa mJ&nAspaVBam
'..J&n)mgDipaLPm
.J&nTmah
~
Berdasarkan Jenis Pewnksan Jalan Tertaaq 2OQS Sumber
KNPDT,2005 (diolab).
J
~
0-50
51-100
101-150
151-200
501-250
Jrrmhb Dcs di Kaboptm T mJdmAspaYBaoo
b.
OJatanyaogDipaLrw
mJakmTanah
251-300
>30I
di KBI mJatanJarisLaiqa
L'isbik
Penerangan limik rnenjadi salah satu unsur penting bagi perkembangan
sum wilayah. Sernakin banyak masyarakal dalam aratu wilayah yang rnenggmkn penerangan listrik, maka semakin rnaju atau berkernbang wilayah
tetsebut Sebaliknya, sernakin sedikit j d a h pengguna Iistrik dalam wilayah, maka semakin tatin&
suatu
wilayah tersebut
Dalam penentuan temadap kabupten-kabupaten yang dikategorikan tertinggal digunakan persentase jumlah nnnah tangga yang ada dalam suah~ kabupaten yang utenggumkan fasilitas pmerangan Iishik Berdasarkao hal ini
dapai diketahui bahwa kabupaten-kabupaten yang dikategorikan tednggal pada trmumnya rnemiliki jumlah rumah tangga yang mampu mengakses Listrik dagan persen-
yang l-e-fdah.
102 kabupaten tertinggd yang ada memiliki rumah tan=
pengguna telepon
dengan jumlah kurang dari 5,9 persen.
I
I Gambar 4.12. S e h m n Kabapaten Tertinggal di KBI d m KT1 Menorut Jomlah Romab Tangga Penggona Telepon, 2005 Sumber KNPDT,2005 (diolah).
6
Perbankan Ketersediaan infrashuktur perbankan benrpa bank mm di wilayah
tertinegal pada umumnya masih s a n e minim. Seperti yang dapai dilihat pada
Gambar 4.13, maka dapat diketahui bahwa terdapat 26 w
KBI yang memiliki idastn&w perbankan be-
e
n tertinggal di
bank m u m dengan jumlah
paling banyak 5 unit Hal yang sama jqp dapai dilihat pada kondisi ketersediaan bank m u m pada kabupaten t-al
di K n , dimana sebanjak 69 kabupaten
memiliki bank umum dengan jumlah paling b y a k 5 unit di tiap kabupmnya. Sisanya, masih sangat sedikit kabupaien, baik di KBI mairpun K n , yang memiliki jumlah bank m u m lebih dari 5 unit di dalamoya
K e k h a b s m penyediaan prasarana perbankan benrpa BPR juga dapai ditemui pada 199 kabupaten tertinggal di Indonesia Sebagian besar kabupaten tertinggal di KBI, r;litu sebanyak 46 kabupaten, memiliki infrastruktlrr BPR yang
hanp berkisar 5 unit di masing-masing kabupaten. Di samping itu, sebagian besar kabupaten tertinggal di K l l juga memiliki k e t d a a n BPR dengan j d a h
tersebut Kondisi demikian ditunjukkan pada Gambar 4.14 di barnab ini. Terbatamya ketasediaan inframuktur perbankan dapat menyulitkan mas).arakat untuk memiliki
akses temadap permodalan prig dapat disediakan
oleh pdxmkm. Hal demikian dapar mengakibatkan perkembangan ekonomi lokal setempat menjadi terhambat
Gambar 4.13.Sebaran Kabupaten TerCinggal di KBI dan KTI Menumt Jnmlah Prasarana Bank Urnam, 2005 Sum& KNPDT, 2005 (diolah).
0
KBI
0-5
6 1 0 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 3640 4145 4&50J&&,-
di KBI dan KTI Menumt Jamlab Prasarana Bank Perkreditan -at (BPR), 2005 Sumber: KM'DT, 2005 (diolah). Gambar 4.14. Sebaran Kabapatw Te-
e
Pasar Pmaana yang menunjang kernajuan atau perkembangan slratu wilayah
tidak hanp menyangkut jalan, peneiangan lisb-ik, prasamna komunikasi, dan perbankam Pasar juga dapi menjadi salah sahl iodikator yang mendorong k e t e r t i n d a n atau perkembangan suatu wilajah. Hal ini terkait dengan upajm pengembangan ekonomi lokal setempat Pasar yang dimakslrdkan disii adalah jenis pasar yang disesuaikan dengan jenis bangman pasar tersebut, yang terdiri dari bangunan permanen dan bangunan non permanen.
Pada umumnya kabupaten atau kota yang relatif maju memiliki j~rmlah pasar dengan bangunan permanen yang lebih banyak dibanding pasar dengan
bangunan non permanen. Sebaliknya, kabupaten terIinggal biasanya memiliki jumlah prnar dengan bangman non permanen yang l e b i banyak dibanding pasar dengan bangunan permanen.
Dari keseltrmhan kabqakn tertinggal di KTI, sebagian besar kabqnten tertinggd(122 kabupaten) memiliki jumlah pasar tanpa bangunan permanen yang mencapai 19 unit di miaing-masing kabupaten. Sementara i-
pada kabupaten-
kabupaten tertinggal di KBI memiliki s e h kabupaten yang lebii meram apabila didasarkan pada kepemilikan pasar tanpa bangunan permawn. Untuk lebih jelamya, dapi dilihat pada (Gambar 4.15).
I
Cambar 4.15. Scbarao Kabnpaten Tcrtinggal di KBI dan KT1 Menurut Jamtah Pasar dengan Banganan Noo-Permanen, 2 0 M Sumber KNPDT,ZOOS (diolah). 4.1.1A.Kondisi Kernampaan Kenaqan D a e d di Witayah Terdinggal a
Celab Fikal Pembangcman d a d menpkan bagian integral dari pembangunan
nasional secara kesellrmhan wilayah y n g bertujuan bagi kesejahteraan masyarakat
peningkatan
Keberhasilan pembangunan di daerah deogan
sendirinp akan mmendorong k e b h i l a n pembangman secara nasional. Hal ini terkait dengan prinsip desentralisasi yang diterapkan daliim pernbangunan di
Indonesia Berhubungan deogan ha1 tersebut, kebedaogsungan pembangunan di
daerah sangat berganhmg dari k e t d a a n pembiapan pembangunan. Hal ini sangat era kaitannya d e q p ~kondisi Aoggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD))ang dimiliki oleh masing-masingdaerah. Diperlukan dana yang tidak sedikit untuk manbiayai pembangunan, dimana dana bagi pembia~gantersebut diperoleh dari sumber kemampuan daerah
dengan prinsip peningkatan kernandinan dalam pelaksanaan pembangunan (BPS, 2005). Kemampuan daerah yang dimakard dapat terlihat dari upaya pemerintah
daerah setempat dalam rnengoptimalkan sumberdaya )ang dirniliki menjadi sumber dana yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Apabila ditinjau dari kondisi kemampuan keuangan daerah di beberapa kabupaten di Indonesia yang masuk dalam kategori tertinggal, maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah dari masing-masing kabupaten memiliki keterbatasan dalam pembiayaan terbdap pem-
daerah
Hal ini dapat
terlihat dari kondisi celah fiskal dari kabupatmkabupaten tertinggal di Indonesia Celah fiskal tersebut menrpakan selisih penerimaan keuangan daerah dengan belanja pegawai. Pos penerimaan keuangan daerah yang digunakan meliputi pos Pendapatan Asli D a e d (PAD), dana bagi hasil, Dana Alokasi Urnum (DAU), dan penerimaan lain-lain yang sah. Berdasarkan hal tersebut, celah fiskal dapat diartikan sebagai jlrmlah dana yang tersisa bagi pemerintah
damah untuk melakukan pembangunan setelah dikumngi biaya tetap, y a i ~b i a p yang hann dikeluarkan sebagai belanja pegawai. M i i ) . a kemampuan keuangan daemh, terutama celah fiskal, di 76 kab-
t e r t i n d di KBI dapat dilihat pada porporsi celah fiskal seperti yang
digamtadcan pada Gambar 4.16 di baud ini. Sebanyak 23 kabupaten tertinggal di KBI rnemiliki nilai celah fiskal yang relatif lebih rendah dibanding kabupaten tertinggal lainn)% dimana celah fiskal tersebut sejumlah kurang dari Rp 69,9
milyar. Hal ini mentmjukkan bahwa 23 kabupaten tersebut memiliki dana kumng dari Rp 69,9 milyar yang dapat digunakan bagi ~ A b i a y a a npembangunan.
Sementara itu, sebagian besar kabupaten t e r t i n e yang ada di KBI, ).aitu sebanyak 10 kabupaten, memiliki kondisi celah fiskal yang berkkr antara Rp 70
r n i l ) ~hingga Rp 139,99 r n i l ) ~ .
I
Gambar 4.16. Sebaran Kabupaten Tertinggal di KBI Menurut Kernampaan Pikd, 2OM S u m k BPS,2005 (diolab).
Hal yang sama juga beriaku pada kondisi celah fiskal di I23 kabupaten di KTI )ang dikategorikan tertinggal. Sebanyak 30 kabupaten tertinggd di KTI memiliki jumlah celah fiskal kwang dari Rp 69,9 milyar. Sementara itu, sebagian besar kabupaten tertinggal di KTI memiliki jumlah celah fiskal ) m g berkisar
antara Rp 70 milyar hingga Rp 139,99 milyar. Kondisi tersebut c l a p dilihat pada Gambar 4.17 )ang rnenunjukkan s e h w
e
n tertinggal di KTI berdasarkan
proporsi celah fiskal yang dimiliki di masingmasing kabupaten
I
I
Gambar 4.17. Sebaran Knbnpaten Terhggal di KT1 Mmumt Kemampnan Fskal,2005 Sumber: BPS,2005 (diokh).
Keterangan: satuan dalam mil)ar rupiah
Bedasarkan kedua gambar di aias dapai diketahui bahua terdapat saru
kabupaten tertinggal di KBI yang memiliki celah fiskal dengan jumlah lebih dari Rp 420 milyar. S e m t a r a itu, tidak terdapat satu pun k a b q w e n tertinggd di KTI )ang memiliki celah fiskal dengan jumlah tersebut
Jumlah celah fiskal yang ada di 199 kabupaten m h g g a l di Indonesia berkisar antara Rp 17,02 miljar h i n m Rp 920,69 milyar. Kabupaten ) m g memiliki celah fiskal senilai Rp 920,69 milyar &ah
kabupaten Rokan Huly
sedangkan kabupaten dengan celah fiskal senilai Rp 17,02 rnil)ar &ah
kabupaten Wakatobi.
b.
PDRB Salah sahl i d h i o r penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di atatu
wilayah dalam suatu periode tertentu &ah
PDRB. PDRB pada da..am)a
mentpakan j d a h nilai tambah yang d i h a s i i oleh selurub unit usaha dalam
slratu wilayah
-
tmteatu, atau uwmpkm jlrmlah nilai barang dan jasa akhir yang
.
d h d k m oleh sellnuh unit ekowmi dalam aratu wilayah (BPS,2007).
Kondisi perekowmian pada wilayah tertinggal dapat dilihat dari besamya
PDRB di tiaptiap kabupaten yang dikategorikan tertinggal. BerikuI ini disajikan
Gambar 4.18 dan Gambar 4.19,yang m b e r i k a n gambaran rnengenai besamya PDRB (atas dasax h;nga W&) di seluruh kabupaten tertinggal di KBI dan KTI. Bgamya PDRB di 76 kabupaten tertinggal di KBI berkisar antara Rp 0,18 triliun bjngga Rp 13,7 t d u u Sebagian besar kabupateo tertinggal di KBI memiliki PDRB
)sang
bekisz antara Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun. Jlrmlah
kabupaten~dengankategori--*yak22kabupaten Selanjutuya, 16 kabupven -al
di KBI rnemiWd PDRB dengan kisrnan Rp 2
triliun hingga Rp 3 triliun. Berdasarkan penjelasan terse% t d q g a l di KBI be&s&m
besamya nilai PDRB di
sebaian kabupateo
~~kabupaten
dapat d i l h pada Gambar 4.1 8 di bawah ini.
VIv
+""+ m
+mb
VIv+ e m w +" m lV - c
a
gEa
a0 a
gEa
2' + :;+ - a 2 +,am za 2 I
gEa
m a :
VIV
- a m na a
w a n
a&
N
2:
+ PDRB
za
Gambar 4.18 !%&wan Kabnpaten Ttrtinggal di KBI Menurut PDRB, U)05 S u m k BPS, 2007.
Sebagim besar kabupaten tednggd di KTI, yaitu sebanyak 75 kabupaten, meid&jrmtlah PDRB b m g d a r i Rp I h i h n J&
ksehz! kunudian
diarsui oleh 29 kabupkn yang rnerniiiki PDRB dengan jumlah antara Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun. Unmk ketermgm lebih lanjlrt mengeoai besamya PDRB pada tedrgpl di K l l dapat d i l G pada Gambar 4.19 berikut ini.
-upaten
m
+
ea
lu + PDRB " ' " + m a , we: 2: -a", - g o m a = - a : pogo poza 2 2 s g g a poea gee 2~ VIV
+ ;:
""+
VIV
+m+
n v + cm,
c m
I
I
Gambar 4.19. Sebaran Xabapaten TtrZinggal di KT1 Mrnnmt PDRB, M05 S m k BPS,2007.
4.1.ISXondisi AkseaibiMas di WiEayah Tertinggal
a
PrasvanaK&tan
Seperti yang telah dijehkm sebelumnya, kesehatan menrpakan salah satu
komponen penring dalam peningkaran k d i t a s hidup se#a kesejahmasyarakaL Kondisi demikian salah s . y a dihkmg oleb jarak tempuh
~ ~ ~ d a p a t ~ r J = - = - = k Seperti yang narnpak dari kondisi di 199 kabuprrten
di
lndowsia, dimemi keseh;mm kmaq mendapatkan perhatian dalam prosg
pembangunan yang ada. Hal ini terlihat dari panjangn1.a jarak ) m g harus
ditempuh oleh mas)aarakat dalam s u m desa di kabupaten tatin&
~mtukdapat
mengakses pras~lanapela)anan k e s e b apabila di desa tersebut tidak tenedia
prasarana kesehafan. Prasarana kesehatan yang dimaksud mencakup rumah sakit,
Pada Gambar 4.20 ditunjukkan bahua hanya terdapat 6 kabupaten dari 76 kabupaten tertinggal di KBI yang memiliki jarak tempuh kurang dari 10,99
kilometer apabila di desa pada kablrpaten
prig
bersangkutan tidak tersedia
prasarana kesehakm. Sebagian besar kabupaten tertinggal di KBI memiliki jarak tempuh antara 1 1 hingga 4 3 9 kilometer bagi maqakat untuk dapat mencapai prasarana k e s e b di luar desa tempat tingsglnya Ekheda halnya dengan kondisi pada kabupaten tertinggal di KBI,
sebagian besar kabrrpaten &ehq& di KTI memiliki jarak tempuh yang berkisar antara I I hingga 76,99 kilometer t d d a p prasaiana kesehatan apabila di desa
pada kabupaten yang besangkutan tidak t d a prasarana kesehatan. Bahkan terdapat beberapa kabupaten di KT1 dengan kondisi dimana ma-
harus
menempuh jarak yang mencapai 98,99 kilometer untuk dapat mengakses prasarana kesehafan. Berdasarkan hal mxbq maka dapat diketahui bahma masyarakat yang
berada pada kabupaten krthgpl di KTI memiliki aksesibilitas yang lebii terbaias
dibanding masyarakat pada kabupaten tertinggd di KBI. Hal ini lebii dikarenakan
ketertratasan &lam penyediaan pmsarana kesehaian di tiap-tiap desa pada
-
Gambar 4.20. Sebaran Kabapateo Tertinggal di KBI dan KT1 Menorat Rata-Rata Jarak Temp& Terhadap Prasarana Kesehatan, 2005 Sumber: KNPDT,2005 (dimlab). Keterangan: jarak dalam satuan kilometer b.
Prasa-
Peadidikall
Di samping rata-rata j a d tempuh mas)arakai terhadap pmsarana
kesehatan, salah satu W a r yang mempengaiuhi ketertindan h b m a p kabupaten di Indonesia adalah rata-raia jarak tempuh bagi mas).arakat untuk mencapai SD dan SMP apabila di desa dalam nrahl kabupaten tidak M
a
pmsarana tersebut Lebih dari separuh dari keseluruhan kabupaten t e r t i n d di
KBI, yaitu sebanyak 69 kabupaten, yang memiliki m r a l a jarak tempuh kumg dari 799 kilometer apabila di desa dalam suatu kabupaten tidak terdapat SD dan S W di dalamnya Sisanya sebanyak 7 kabupaten memiliki rata-cata j a d tempuh
temadap prasarana pendidikan yang benwiasi antara 8 hingga l e b i dari 64 kilometer. Tidak berbeda den*
kondisi raia-rata jarak tempuh terhadap prasarana
pendidikan dasar pada sejumlah kabupaten tertinggal di KBI, sebagian besar kabupaten tertinggal di KTl juga memiliki da-rata jarak tempuh kurang dari 799
kilometer apabila di desa dalam suatu kabupaten tidak tersedia p~asaranaSD dan
S M P . Bahkan terdapat beberapa kabupaten yang mengbanskan mqadcamya untuk menempuh jarak yang meacapai 64 kilometer untuk dapat mengakses prasarana pendidikan dasar apabila di desa pada kabupaten tersebut tidak tersedia
SD dan SMP. Hal demikian dapat dijelaskan melalui Gambar 4.21 yang tertera di bauah ini.
Gambar 421. Sebaran Kabnpaten Tertiq& di KBI dm KT1 Menomt Rata-Rata Jar& Tanpa SD dan SMF, 2005 Sumber: W D T , ZOOS (diolah).
Ketemngan: X : RaIa-ram jarak tempuh penduduk apabila di desa dalarn suatu kabupam rang bersangkutan tidak terQpat prasarana pendidikan berupa SD dan S M P
Ramam
j d
tempuh yang cukup jauh menrpakao salah satu faktor
pemia masyarakat trim& tidak umgdses pendidikan. Hal demikian ditambah pdaolehkondisi~yaketersediaansaranadmp~asaranatranspo~yang g
c
~mencapai ~ l prasarana pendidikan.
Prasama Pemeetnhan Daerah
Halsenrpajugaterfihatdarijarakyanghansditempuholeh~di
sum desa t u k l a p kabupaien, tempat desa tasebut bemaung. Jarak
&UI
lebib meogacu antara jarak kantor desa dengan kantor kabupaten yang mmamgi
desa tersebut.
sepeati yang dapat d i h a pada Gambar 422, pada umumnya kabupatmkabupkm tertinggal di KBI dm K l l memiliki jarak tempuh yang sangat panjang antara kantor desa dmgm kantor kabupaten yang mba-ya,
yaitu berkisar
antara 1 1 hingga lebih dari 121 kilometer. Keadaan ini menunjukkan slratu
kondisi yang terisolasi bagi desa-desa yang memiliki jarak tempub yang sanga! jauh.
- 30 -2c x -
24
-
21
24
-,
i :
5 g IS a
lo-
x
; 5 E 4
-
0 4
Z
2
-
a - o8 . a
-a2%
-0. N
a8 a8 a2 a8 d 8 ,m 9 %
"'%
-0. C-
6%
"2
s A
Jyrlr
Gambar 422. Seb!Cabupaten Tertinggal di KBI dan KT1 Menurut Rata-Rata darak Tempah Terhadap Kantor Pemerintahan Daerab, 2005 Sumberr KNPDT,2005 (dmlah).
Keterangan: jarak dalam satuan kilometer Berdasarkan gambar tersebuf dapat disimpulkan bahwa jarak tempuh mas)-
temadap kantor pemerintahan kabupaten, tempat desa tempat tin&
masyarakat tersebut bernalmg, pada sejumlah kabupaten tertinggal di KTI le-bii
p j a n g dibanding jarak tempuh masyarakai pada kabupaten tertinggal di KBI.
Kondisi demikian meogindikasi bahwa masyarakai pada kabupaten terhggd di KTI memiliki akses yang lebi terbatas terhadap pemerintahan daerah
4.1.1.6.Kondisi Karakteristik Daerab di WiLayah Tea
Keraaranan terhadap Benrana
Salah satu faktor yang mempengaruhi kete-an
suatu
wilayah adalah
ban).akn)~daerah yang rauan bencana, baik bencana gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan jenis bencana lainnya Hal ini diukur dari persentase j d a h desa dalam suatu kabupaten menurut jenis kerauanan bencana tersebut
Bencana yang terjadi dalam suaru wilayah &pat
mengakibatkan I
lumpuhnya aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat dikarenakan rusak dan hilangnya sejumlab saiana dan prasarana pendukung. Selain itu, bencana dapat mqakibatkan tdmnbatnya kegiatan pembangunan dalam sum wilayah. Suatu witayah yang memiliki kondisi dernikian berpeluang untuk mengalami
KBI dan K l l yang didasarkan pada banyaknya desa menurut jenis kerawanan bencana yang dikategorikan menjadi empat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Gambaran tersebut tertera pztda (Gambar 423) dan (Gambar 424).
I
Gambar 4.23. S e b m Kabapaten Ttdnggal di KB1 Meunmt Persentax Jamlab Desa DesaBerdasarkan Jenis Kerawanan Bencana, 2005 Sumber: W D T , 2005 (diolah). '
Gambar 424. Sebaran Kabopaten Tertinggal di KTI Menurut Persentase JPmlab Desa Berdasarkan Jenis Kerawanao Beucana, 2005 Sumber: KNPDT,2005 (diolah). Keterangan: X : penentasej d a h desa menunrt jenis bencana
Berdasarkan Gambar 4.23 dan 4.24 di atas, dapat disirnpullcan bahwa sebagian besar kabupatenkabupaten et-
di KBI dan KTI memiliki jumlah
desa yang rawan terhadap bencana gempa bumi, tanah longsor, banjir dan jenis beucana laimya dengan persentase yang rendah. Persentas? yang dimakatd yaitu
h a n g dari 10 penen.
b.
Kerawanao terhadap K o n m
Konflik yang t e r j d dim suatu wilayah dapaf mempengaruhi wilayah tersebur menjadi tertinggal. Hal ini dikarenakan konflik yang ada meqakibatkan
rendahnya iklim usaha di wilayah tersebut Selaio itu, ketidakny-
dam@ dari konfiik yang
s e w
terjrtdj mmgakibatkan aktivitas masyarakat ataupm
kegiatan pembangunan m e n j d terganggu dan bahkan tedmti.
Hampir seluruh kabupaten terth&
yang ada di KBI dan KTI memiliki
kurang dari 5 persen j d a h desa yang tejadi konflik di dalamnya selarna 1 tahun terakhir, terhihmg pada tahun 2005. Untuk lebih j e 1 a . m ~sebaran kabupaten
berdasarkan jumlah desa yang terjadi konflik selama 1 tahun terakhir
-t
dapat dilihat pada (Gambar 4.25).
lm 100
80 60 40
KBI
.7 KT1
m 0
x c ~ n~
K < X S IOK<XS I0% 15%
ISK<XS m % < x s 20% 2.5%
Gambar 435. Sebaran Kabnpateo Tertinggal di KBI dan KTI Menorot PersentaseJnmlab Desa yang Terjadi KonfLik &lama 1 Tahan Terakhir, 2005 Sumtier: KNPDT,2005 (dialah).
42.
Paktor-Faktor P m m t u KetertinggsLan Wiyab di KBI dan KT1
Model persamaan struktural (Shuchud Equation Model atau S E W digunakan untuk menganalisis bentuk serta besamya pen&
antam variabel
laten bebas tedmhp variabel laten terikat Variabel laten bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekonornian masyarakat (EKONOMQ, smberdaya manusia (SDW, prasamna atau infiamuktur
m), kemampuan keuangan
lokal (FISKAL), aksesibilitas (AKSES), serta karakteristik daerah (KARAKTER).
Sementara itu, variabel laten terikat yang digunakan dalam peoelitian ini adalah ketertinggalan wilayab (KW).
Analisis dengan menggunakan model penanman stmkhd
dalam
penelitian ini dilakukan dengan membagi sampel selmub kabupab tertinggal di lndonesia ke dalam dua jenis wilayah yang b e r k h , yaitu KBI dan KTI. Seperti
yang telah disebldkan sebelumnya, j d a h kabupaten tertinggal yang termawk
dalam KBI adalah seban)& 76 kabupahm dan sisanja, sebanpk 123 kabupami,
termasuk ke dalam KTI. Eaimasi awal model ket-alan wilayah
wilayah di lndonesia, baik untuk
KBI maupun wilayah KTI, menunjukkan bahua model belurn cukup
baik. Di samping itu, diagram pufh dari kedua model tersebut tidak m&,
sehingga model tidak dapat diestimasi dan tidak dapat diinterpretasi, dimana interpretasi temadap pengaruh (efek atau kontribusi) variabel banya dapat dilakukan apabila diagram pufh muncul. Diagram path yang tidak muncul pada tahap estimasi a u d diperkirakan karena adanya beberapa gejala dalam proses
identifikasi tehadap model, seperti korelasi yang tinggi antar koefisien hasil
dugaan sets matriks yang diperoleb tidak definitif positif. Selain itu, adanya error variance yang bemilai negatif juga dapat menyebabkan diagram path tidak muncul. Hasil estimasi a w l model ketertinggalan-wilayah, baik untuk KBI
maupun KTI, dapat dilihat pada (Lampiran 2) dan (Lampiran 3).
Dari hasil eshmi a u d model ketertinggalan wilayah untuk KBI dapat diketahui bahwa permasalahan utama yang mmgakibatkan diagram path model tersebut tidak muncul adalah adanya korelasi )ang tinggi antara variabel XI (penentase jlrmlah penduduk miskin) dan X2 ( i d & kedalaman kerniskinan).
Selain itu, diketahui pula b a h ~ aterdapat tiga variabel indikator dan satu variabel
laten bebas )mg memiliki error vmiance yang bernilai negatif. Sedangkan dari hasil estimasi aud model ketertinggalan wilayah untuk KTI, dapat diketahui
bahm diagram poth pada model tersebut tidak muncul karena matriks )mg diperoleh tidak definitif positif. Selain itu, pada model untuk wilayah KTI juga
ditemukan empat variabel indikaor yang memiliki nilai error vmiance )ang
negalif. Estimasi selanjutnja, baik pada model pemmaan muktlrral untuk d a y a h KBI dan KTI, dilakukan untuk mencari model terbaik sehingga
s u m model bam, dimana @a model baru yang dihasilkan terdapat
di-
beberapa variabel indikator yang dihilangkan- Variabel indikator yang dihilangkan benrpa variabel indeks kedalaman kerniskinan
(X3,persentase
jumlah desa m e o m pencapaim prasarana pelayanan k e s e h (Xs),jlrmlah desa dengan jenis permukaan jdan tduas bempa jdan )mg diperkeras (X91 jumlah desa dengan jenis permukaan jalan terluas berupa jalan tanah (Xlo), jumlah desa dengan jenis permukaan jalan terfuas berupa jenis jalan lainnya @,I), persentase jumlah desa yang rawan lxmcana gempa bumi (Xn), serta persentase j d a h desa
~ m rawan g bencana banjir
(X24).
Ketujuh vaiiabel tersebut dihilangkan karena
adanp beberapa gejala seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam proses identifikasi. Hal demikian dilakukan untuk menghasilkan model yang lebih baik
dari model sebelumnya Setelah dilakukan estimasi seam berulang-ulang, kemudian dihasilkan suatu hasil estimasi model terbak Berdasarkan hasil estimasi yang ada, model persamaan
struktural untuk wilayah KBI dan KTI yang terbentuk dibangun atas
emm variabel laten bebas dan 19 \ariabe1 indikator. Adapun keterangan variabel-
variabel ) m g membangun model pemmman swuktud ketertinggalao wilayah
KBI dan KTI disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini. Ketemngm Variabel Laten Bebas dan Variabd Indikator pada Model Persamaan Straktaral K e t e r t b g g a h Wilayah KBI dan K11 Keterangan Variabd VariaW Laten Indikator Was Persentasependlrdukmiddo Perekonomian XI
Tabd 43.
-
(EKONOMI)
Sumbedaya ivfanusia (SDhrl)
x3
XI
x6 XI &
J d a h p~asaranakesehatan Jumlah dokter J d a h SD dan SMP lndeks Pembanguuan Manusia (IPW J d a h desa dengan jenis permukaanjalan
Celah fiskal PDRB Rara-mtajarak p e l a m pmsarana kesetman Rata-mta jarak tanpa SD dan SMP Rara-rata jarak kantor desa ke kabupaten yang menampj Persentase jlrmlab desa yang Raum Taoah Longsor P-tase J d a h Desa yang Rawan Bencana Lainn)= Pasenlase J d a h Desa yang Tejadi Konflik Selama 1 Tahun Terakhir
Sum
model
persamaan
muktlrral
dihah
layak
dalam
mempmtasikan data apabila memenuhi beberam syarat nilai kgesuaian
model. Berdasarkan estimasi yang dilakukan temadap dua model persamsan
stmktud yang ada, maka diperoleh basil estimasi model seperti yang tertera pada
Ukuran Kesesnaiao Mudel (Goodnnr-of-F clan a Hasil EFtimasi Kesesnaian Model Keterlhggab Witayah KBI dan KTI
T a w 4.4.
I
cbodwsofiFa -
I
HBdl
Tikat
Hadl
T i t
Esttmad Modd KBI 16034
K.?scmab
Estimad
Ke3zmahn
I 1
Goad-.
I Modd KT1 I 203.01 I
1
Goad-.
Sumba. hasil pengolaban data
Dari hasil estimasi model ketertingplan wilayah untuk KBI diperoleh bahwa terdapat tiga ukuran oilai kesesuaian yang memenuhi syarat g o o d - . dan satu ukuran oilai kesesuaian yang memenuhi syarat Nlrgnol-fir. Sementam itu, pada estimasi terbdap model ketertinggalan wilayah di KTI dihasilkan dua
ukuran nilai kesesuaian yang memenuhi syarat good-fit dan saiu ukuran oilai
kesesuaian yang memenuhi syarat mugird-fit. Prtda kedua model, masih terdapat &man-uk-
nilai lainnya yang rnasih belum memenuhi syarat yang telah
ditentukan. Meskipun tidak semua ukuran nilai kesesuaian terpenuhi, estimasi tehdap dua jenis model tersebul mengbasilkan nilai yang lebii baik d
i
i
basil estimasi model sebelumnya Nilai-ailai lainnya sebagai basil estimasi model dapat dilihat pada (Lampiran 4) dan (Lampiran 5).
43.1.
Kontribnsi Faktor-Faktor K e t e r t h g g a h Wiyab di KBI Berdasarkan hasil estimasi yang aria, dipaoleh loading fmor (A) yang
mempakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar peqpub variabel indikator dalam membentuk variabel laten Faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk variabel laten ditunjukkan oleh nilai A yang paling besar. Semakin besar nilai A, maka sand& besar pula konhibusi @enganth) nratu variabel
indikator dalam membentuk
laten.
Berdasarkan nilai loadingf m o r Q daxi masing-masing variabel indikator pada model persamaan sjmktmd ketertinggalan wilayah
KBI,yang dapzt dilihat
pada Gambar 4.26, maka dapzt ditentukan bahwa pe~sentasejlrmlah pendud&
miskin (XI) menrpakan \&abel yang paling berpengaruh temadap perekonomian masyarakat (EKONOMQ, dengan A satu variabel indikator, ).aim
=
1.00. Hal ini dikarenakan hanya teFdapat
mtase jdah
penduduk miskin, yang
memtangun variabel Laten ksebut Sementara itu, j&
SD dan SMP per 1000
penduduk
06)merupakan variabel
indikator yang memiliki pengarub te&esar,
dengan 1 = 0.98, temadap sumberdaya manusia (SDM). J d a h tank umum (XI,) mentpakan variabel indikator yang paling beTpengaruh teddap hfkmhur
m), dimaoa memiliki
nilai A sebesar 0.97. Selanjutnya, PDRB (XIS)
menrpakan variabel indikator yang memberikan pengaruh paling besar teddap kemampuan keuangan lokal (FISKAL), dengan nilai A
=
0.97. P&
paling
besar bagi aksesibilitas (AKSES) diberikan oleh r a t a m jarak pelayanan
pmsaranakesehatan(X1~)denganA=O.97,sedangkan~palingbesarbagi
karakteristik daerah (KARAKTER) diberikan oleh persentase jumlah desa yang rawan bencana longsor (Xu),dengan A = 0.97.
Selain pengaruh dari variabel indikator terhadap variabel laten bebas, melalui hasil estimasi model dapat juga diketahui besamya pengaruh dari masing-
masing variabel laien bebas tmbdap variabel laien terikat E k d a m b n model
-
) m g terbentuk, ketertinggalan wilayah (KW) d i-
oleb enam variabel
laten bebas, yaitu perekonomian maqwakat (y = -0.17), sumberda)a rnanusia (y = -0.58), prasarana atau
(y = 0.61), aksesibilitas (y = -0.34),
(y = 0.88), kemampuan kemngan lokal
dan karakteristik daerah (y
= 0.36).
padahasilestimasitersebut,makadapatdisimpulkanbahua*' -P akn-
meruIJakan aspek
Mengacu kturatau
memberikan p e n g d paling besar terhadap
wilayab di KBI. Hal ini dikarrnakan nil& koefisieo koomuk dari
variabel ini menrpakan nilai ) m g paling besar. Selain inhsh&w
aiau prasarana,
aspek kemampuan keuangan lokal dan sumberdaya rnanusia juga memberikan pengaruh yang besar bag ketertinggalan wilayab di KBI. Sementara itu, aspek
perekonomian masyarakat memiliki peapub paling kecil terhadap ketertlnggalan wilayah di KBI. Berdasarkan nilai koefisien konstruk, ) m g dapat dilihat pada
Gambar 426, maka diketahui variabel laten bebas yang memberikan pengaruh paling besar terhadap variabel laten terikat secara benmrtan yaitu infrastruktur
..
atau prasarana, kemampuan keuangan lokal, sumberdaya manusia, karaktenmk
daerah, alrsesibilitas, dan perekonomian masyarakaL
Berdasarkan basil analisa uji t-vdue pada model, yang ditmjukkan pada
Gambar 4.27, diperoleh bahwa terdapat tip variabel indikator, j m g terdiri dari
m w
rumah tangga pengguna telepon
persentase jumlah desa yang rauan kontlik
(X13).
celah fiskal (XI,): dan
ex); yang memiliki nilai I-value
kurang dari 1 .% (tingka sig~fikansi5 persen). Hal ini menandakan bahua ketiga variabel indikator tersebut berpengaruh tidak nyata temadap variabel laten bebas yang
Sawntara itu, hasil analisa t-value, juga dapat memperlihatkan bgamya
koefisien konmuk (y m u gmnma) ) m g menunjukkan nyah atau tidaknya
value,
maka d a b e l laten bebas jang ada semakin nyata berpengaiub terhadap
variabel laten terikat Dengan mengacu pada besarnya koefisieo konmuk (7) variabel laten bebas temadap variabel laten terikaf maka diketahui bahua
sumbedaya manusia (7 lokal (y
=
= 4.62),
inframuktur (y = 2.73), kemampuao keuangan
4.377, aksesibilitas (y = -2.15), serta karakteristik daerah (y = 2.64)
b q m g m b secara nyata terhadap k
w
a
n wilayah di KBI. Sedangkan
variabel laten bebas perekonomian rnasyarakat tidak berpengaruh n)ata rehaclap
ketedngqlan wilayah di KBI kareoa memiliki t - d u e yang lebih rendah dari I.% (tingkas signiNransi 5 persen), yaitu sebesar -1.53. Meskipun demikian,
variabel laten bebas yang tidak berpengaruh nyata tesebut tetap digunakm dalam penelitian ini untuk keperluan penelitian.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka nilai kousbuk dari masing-masing variabel laten bebas, lwdingfocror dari masing-masing variabel indikator, dan tvalue dari
tiaptiaP variabel dapat dilihat pada Gambar 4 2 6
Qn Gambar 4 2 7
a!rrriln% e.iK
+&dm. ntu.,~
Gambar 4.26. Output Estimasi Model P e w m a a n Straktnral K e t e r h g g a h Wilayab KBI S u m b e hasil pengolahan dz!a
* S d 3 3 L #+b
:4rrB,mlS.-LC!
Gambar 427. Hasil Analisis Uji t-vnlu Model P e w m a a n Stroktural Ketertinggalan Whyah KBI Sumber: hasil peogolahan data.
Berikut ini disajikan Tabel 4.5 ) m g secara ~ g k rnenunjukkan a ~ besamya
koefisien konstruk, loadingfmor, serta t-value dari masing-masingvariabel baik variabel laten bebas maupun variabel indikator. Tabel 4 5 Konsbuk, Loading Factor dan t-Hlrluc pada EIasil Estimasi Modd
Aspek perekonomian masyarakat memiliki pengaruh yang paling kecil serta ti&
oyata texbdap ketertinggalan wilayah di KBI. Hal ini
dapat dilihat dari
besamya nihi koefisien konsmk (7) aspek perekowmian mas).arakat yang
bernilai -0.17 dengan dengan t-value sebesar -1.53 &mmg dari 1.96 pada signifikansi 5 persen). Nilai t d u t menunjukkan bahwa perubahan pads aspek perekowmian masyluakat mengakibatkan perubahan yang sangat kecil terfiadap
k e t d n g g a h wilayah di KBI. Selain itu, perekonomian mqmakaI bukanlah
faktor penting yang mempengaruhi ketertinggalan wilayah di KBI. Kondisi perekonornian rnasyarakat di K B I yang dimaksud d i i n d i k a s i oleh tingkat kerniskinan mqmakaI be*
persentase jlrmlah penduduk miskin
Secara umum, kabupaten-kabupaten yang terdapat di wilayah KBI memiliki -k
. .
yang relatif lebii rendah dibanding dengan tingkat kerniskinan
di KTI. Jumlah penduduk miskio yang terdapat di tiap-tiap kabupaten tertingpal di KBIkurangdari40pe~sen Nilai koefisien k o W (7) dari aspek sumberdaya manusia &ah sebesar -0.58dengan t-v&
sebesar -4.62 (lebii besar dari 1.% pada signiNransi
5 persen). Berdasarkan basil estimasi tersebut, maka dapat diketahui bahwa aspek sumberdaya manlnia memberikan pengaruh yang cukup besar secara nyata
tehadap ketertinggalan wilayah di KBI. Hal ini berarti perubahan pada kondisi aspek sumberdaya manusia menyebabkan p e m b b n yang cukup besar tertradap wilayah di KBI. Pengaruh yang diberikan oleh aspek sumberda).a
ket-an
manusia terhadap ketertinggalan wilayah di KBI menrpakan pengaruh ketiga terbesar setelah aspek prasarana (
i
)
dan kemampuan keuangan l o w .
Besamya pengaruh aspek sumberdaya manusia tehadap ketertinggalao wila).ah di KBI sangat erat kaitannya dengan kualitas
produktivitra
sumberdaya manusia yang ada di dalamnya. Sumberdaya manusia dengm kualitas
yang tinggi akan memiliki produktivitas )ang tinggi pula yang akan utendukung perkembangan wilayah. Sebalikoya, zuatu wilayah yang memiliki sumbudaya
manusia @an
kualitas yang rendah akan membawa d a y a h tersebut pada
kondisi k-alan,
seperti yang dapat dilihat pada kondisi sumberdaya
manusia di s e l d kabupaten tertinggal di Indonesia. Badasarkan nilai loading /&for
dari basil &inmi yang diperoleh, maka
dapar diketahui variabel-variabel indikator yang berpengaruh paling besar tertradap aspek sumberdaya manusia di K B I secara bmhmt-tund adalah j d a h
SD dan SMP, jlnnlah
p~asaranak-
jumlah dokter, dan IPM. Dengm
melihat mutan iersebuk, jumlah SD d m SMP rxmpkan indikator yang paling
berpenganrh terhadap aspek sumberdaya manusia. Sebaliknya, IPM mwupkm indikator yang memberikan pengaruh paling kecil terhadap aspek sumberdaya manusia
Benlasarkan data ketersediaan prasarana pendidikan pada kabkabupatentertinggaldiKBIdapardiketahuibabwajlnnlahSDdanSMPsangat minim. J d a h SD dan SMP yang tersedia pada kabupaterrkabupaten tdin&
di KBI bedika antara 62 hingga 2007 unit Jumlah tasebut rnaupkm jlrmlah yang retatif sedikit bii dibandingkao dengan jumlah SD dan SMP yang tersedia di kabupaten atau kota yang dikategorikan maju Terbatamya ketersediaan SD dan SMP, sebagai prasaraoa penunjang pendidikan dasar, mengakibatkan
rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang terbentuk.Svmberdaya manusia
-
dengan kualitas yang rendah akao menghasilkan produktivitas yang r e d pula
yang pada akhimya akan TJld-bat
perkembangan
Wihyah.
Hal yang sama juga &pat dilihat dari kondisi kesehatan masyarakaS dimana sangat didulnmg oleh ketedediaan prasrrana kesehatan dan jumlab dokter
yang memadai. Pada umumnya kabupten-kabupaten tertinggal di KBI memiliki
l.%padasigni~5persen).Halinibaartiperubahanyangtejadipadaaspeb:
kemampuan keuangan lokal mqakibatkan penhhan yang a h q besar terhadap
k-
wilayab di KBI.
Koedisi kenaampuan -k
lokal yang dimaksud
.. -
-
oleh
besamya celah ah yang digumkan anam pcmbiiyaan pembangunan suta besamya PDRB. Ketertinggalan wilayah di KBI d
i
e secara nyaia o l d
besamya PDRB, apabila ditinjau dari asp& kernampun keuangan lokal. Hal ini d a p t dilihat dari loading f i o r vaivariabel indikator PDRB yang bemilai 0.97
dengan t-value sebesar 10.1 1 (lebih besm dari 1.96 pada signifikansi 5 pasen). Semen-
nyata bagi k-
itu, indikator celah liskal memberikan pengaruh yang tidak
wilayah di KBI, dimana nilai l d n g factor variabel
tersebutsebesarO.19dengm 1-valueyangbepnilai 1.03 (kmmgdari I.%pada
signifikami 5 pasen). Kondisi celab fiskal yang tidak berpeagamb nyata t d a d a p wilayah di KBI dikarenakan t e d q i t bebmpa kabupaten te&g@
k-
di KBI ymg memiliki celah fiskal b g a n j demikian bh@en-k&ptez~
W yang relatif besar, namun
tersebut tetap dikategorikan tertinggal oleh
pawrintah, khusumya oleh KWDT.
J
W PDRB pada 76 kab-
mtiqgal di KBI berkisar antma Rp
O,l8 tiiliun hingga Rp 13,69 triliun Kabupaten dengan jumM PDRB paling
rendah dj antara 76 kabupateo kxhggal di KBI adalah Kabqabm Pakpk Barat
yang tedetak di Provim5 Slrmatera Utara Sedangkan kabupaten tertinggal di K B I dengan j
d PDRB teabesar &ah
Kabupatea Garut di Rovimi Jawa Barat
Aspek aksesibilitas memiliki nilai koefisien konstruk sebesar -0.34 den* t-vdue sebesar -2.15 (lebih besar dari 1.% pada signifikansi 5 persen). Nilai tersebut menunjukkan bahw aspek aksesibilitas menrpakan aspek yang
memberikao pengaruh yang kecil tagi ketemnggalan wilayah di KBI. Wain itu,
dapai diartikan pula bahua perubahan yang terjadi pada kondisi aksesibilitas di suatu wilayah akan memberikan pen@
yang kecil terhrtdap k-an
wilayah yang bemgkutan.
Aksesibiitas masyamkat terhadap pelayanan publik menrpakan salab satu pertdukung perkembangan m u ketertinggalan
ntatu
wila)ah. Pada wilayah
tertinggal masyarakat memiliki keterbatasan untuk dapat menga!cia pelayanan
p u b l k Kondisi tersebut mengakibatkan suatu wilayah menjadi terisolir &banding wilayah lainnya, dan pada akhimya melabirkan s u m kondisi ketertinggalan bagi wilayah bersangkutan.
Pada aspek aksesibilitas, rata-rata jarak pelayanan prasarana kesehatan mentpakan variabel indikator yang memberikan pengaruh paling besar mhadap aspek tersebut
Sesuai d e w kenyataan yang ada, 76 kabupaten tertinggal di KBI
secara umum memiliki
rata-rata jarak
tempuh yang amat jauh hiogga mencapai
7055 kilometer tagi masyarakat untuk mencapai ~
~ kesehatan. n Semakin a
panjang ram-mia jarak yang harus ditempuh oleh
dalam suatu wilayab
untuk rnencapi prasarana pelayanan kesehatan, maka wilayab tersebut akan menjadi semakin tmtinggal. Hal ini dikareoakao kabupaten yang memiliki kondisi demikian sering ditandai dengan kualitas kesehatan m
a
w yang readab yang
pada akhimya pagakigakibatkan produktivitas mar)arakaa menjadi Rndah
Selaojutnp, pen@
lainnya diberikan oleb variabel indikator ma-rata jarak
kantor desa ke kabupaten yang menaungi dao indikator ma-ram jarak tanpa SD
dao SMF' (rata-rata jarak apabila di kabupam bersangkuran tidak tersedia SD dan SiWF'). Besamya pengaruh tersebut dapat diliha! dari nil& lodingfartor masingmasing variabel indikator
secara bemmul-turut sebesar 0.97 (t-value sebesar
I I N ) , 0.59 (1-value sebesar 5.53), dan 0.49 (t-value sebesar 4.66). Karakteristik daerah memberikan pen& nyaia tedmdap ketertinggalan wilayah yang ada
(kontribusi) yang kecil secara
di KBI. Hal ini diturjukkan dari
besamya ~ l a koefisieo i konsbuk dan t-volu dari hasil estimasi terhadap aspek
tenebut yang masing-masing bernilai 0.36 dan 2.64 (lebi besar dari 1.% pada signifikami 5 persen). Kabupateokabupaten tedoggl yang tersebar di KBI secara mum memiliki j&
desa yang rawan t e d d a p bencana, tennama bencana longsor,
dengan perseotase yang besar Olingga mencapi 48 persen). Sedangkan untuk koodisi kerauanan terhadap kodik, s e a m umum kabupaten-kabupaten tertinggal
di KBI memiliki j d a h desa yang raww terbadap konflik dengan persentase )ang rendah. Rendahnya persentase yang dimaksud mengakibatkan indikator
t d u t memberikan pengaruh paling remlah secara tidak nyata terhadap aspek karakteristik daerah Dalam bal ini, dapat dikatakan bahwa jumlah desa yang
rawan terhrrdap kooflik dalam suatu kabupam bukanlah faktor penting yang mempengaruhi ketertiwgplan wilayah KBI.
4 3 3 . Kontribnsi Faktor-Faktor Ketertinggalan W i y a b di lCIl Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai lwding factor Q dapat
rnernp-tasikan
besamya pen@
variabel indikator dalam membentuk
variabel laten. Dengan mengacu pads nilai loading factor Q masing-masing variabel indikator yang dihasilkan dari estimasi tehadap model ketedngalan
wilayah K l l , maka dapat ditentukan bahwa persentase jumlah penduduk miskin (XI) rnenrpakan variabel yang paling b e p q y m b tehadap perekowmian masyarakat (EKONOMI), dengan A = 1.00. Hal ini dikarenakan hanya terdapat
saru ~~l
indikator, yaitu persentase jumlah penduduk miskin, yang
mernbangun variabel laten tersebut Pada aspek sumberdaya manusia (SDM), pengaruh te&esar diberikan oleh variabel iodikator jumlah prasarana kesehatan
(X3), dbana peogaruh tersebld sebesar 0.97 (A
=
0.98). Sementara itu; jlrmlah
desa dengan jenis p e r m u ! ! jdan terluas berupa aspal atau beton (Xs) menrpakan variabel indikator yang memiliki pengaruh terbesar, dengan A = 0.77,
temadap infiamuktur a m prasarana @ERA). Selanjutnya, celah fiskal 0117) menrpakan variabel indikator yang memberikan pengaruh paling besar mbdap kemampuan keuangan lokal (FISKAL), dengan nilai 1, = 0.97. Pengaruh paling b e s a r b a g i elbllltas " (AKSES) diberikan oleh rata+ata jatak pelayanan
prasarana kesehatan (X19) dengan A = 0.98, sedangkan pen@
paling besar bagi
karakteristik daerah (KARAKTER) diberikan oleh persentase jlrmlah desa yang
rawan bencana lainnya &),
dengan 1 = 0.97. Besamya nilai loadingfiror dari
masing-masing variabel indikator dapat dilihat pada (Gambar 428).
Dari hasil estimasi model dapat pula diketahui besamya pengaruh masing-
masing variabel laten behas terbdap variabel laten terikat dagan melihai
besamya nilai koefisien konstruk (y) yang dihasilkan, yang ditunjukkan oleh output estimasi pada (Gambar 428) . Ketertinggalan wilayah KTI (KW) dibeotuk oleh e ~ variabel m laten bebas, yang terdiri dari pmkonomian masyarakat (y = 0.33), sumbedaya manusia (y
=
0.68), prasarana atm i d k t n h n (y = -0.89),
kemampuan keuangan lokal (y = 0.45), aksesibilitas (y
daerab (y = -0.01). Men-
= 0.92),
dan karakteristik
pctda hasil estimaSi teasebut, maka dapat djsimpulkan
bahua aksesibilitas mentpakan aspek yang memberikan pengaruh paling besar tehadap ketertinggalan wilayah di KTI. Hal ini dikaRnakan aspek *-bilitas memiliki nilai koefisien konshuk yang paling besar di antara nilai koefisien konstruk variabel Laten bebas lainnya. Selain aksesibilitas, aspek infrastrukhrr juga memberikan pengaruh yang besar tmg~ketertinggalan wilayah di KTI. Sementara itu, aspek karakteristik daerah memiliki pengaruh paling k a i l mbdap
wilayah di KTI. Dengan rnengacu pada nilai koefisien konstruk
ank-
jang dihasikm estimasi & d a p
bebas
prig
model, maka dapat diketahui variabel latea
memberikan p e n m paling besar t d a d a p variabel laten terikat
untuk model ketertinggalan wilayah KTI secara -b mfiamukhn, sumberdaya rnanusia, kemampuan k-gan
yaitu *-bib& lokal, perekowmian
masyamkaSserta*stikdaerah.
Hasil analisa uji t-vafw dapat mernpresentasikan variabel-variabel baik variabel indikator maupun variabel laten bebas, yang memberikan pengaruh yang nyata maupun tidalr nyata terhadap variabel laten terikat Suatu vrniabel dikatakan
berpeogad secara nyam apabila memiliki 1-vdue lebii besar dari 1.96 pada
signifikansi 5 persea, begitu pula sebalikoya Badasarkan hasil analisa uji t-volue pada model kete6nggalan wilayah KTI, yang dihmjukkan pada Gambar 429, diperoleh b a h a tadapat sahl variabel indikator yang memiliki nilai t-vdue kurang dari I.% persen). Variabel tersebut
(tingkat signifikansi 5
adalah jlrmlab nrmah tangga penggma telepon (XI,).
Hal ini menandakan bahsa variabel indikator jumlah rumah tangga pengguna telepon berpengaruh tidak oyata terfradap variabel laten bebas IMIIplm variabel laten terikat yang ada Sawntara itu, berdasarkan hasil analisa t-vdue yang dipekoleh, dapat pula
diperlihatkan besamya koefisien konstruk (7 aiau g m n m ) gang menunjukkan n)ah atau tidalmya peagaruh variabel laten bebas terfradap variabel late0 terikat
Sernakin besar t - d u e , maka variabel laten bebas yang ada semakin nyata berpengarub tehadap variabel laten terikia Dengan men-
pada besamya
koefisien konstruk (7) variabel laten bebas terhadap variabel laten terikat, maka diketahui bahwa ka&te&&
daerab (y = -0.07) menrpakan satu-satlmya variabel
laten bebas gang berpengaruh tidak nyata terhadap ketertingpalan wilagah di KTI. Kelima variabel laten bebas lainnya berpengaruh secara nyata terbdap ketertinggalan wilayab di KTI. Meskipun estimasi tehadap model mengbsilkan variabel laten bebas yang berpengmb tidak nyata tehadap variabel lateo terikat
yang dibeotuk, variabel laten bebas tersebut tetap di& unruk kepertuan penelitian.
dalam peaelitian ini
Berdasarkan penjelasan di atas, maka nilai koefisien konstruk dari masing-
masing variabel laten bebas, lwdingf m o r dari masing-aasing variabel indikator,
dan t-volue dari tiaptiap variabel dapai dilihat pada (Gambar 4.28) dan (Gambar 429).
Y-
Gambar 4-28. Output Esrimasi Model Persamaan S M r a l K e t e d n g g n h W i y a h di KT1 Sumber: hasil pengolahan data
Garnbar 429. Rasil Andisis Uji t - v a l u Modd Persamaan Shnktaral Ketertinggah Whyah KTI Sumber: hasil p e n g o b data %cam ringkas, berilcld ini disajikan Tabel 4.6. yang menyajikan besamya
koefisien konsbuk, / d i n g f i o r , dan 1-value dari masingmasing variabel laten
bebas dan variabel indikator yang membeatuk model persamaan stmktud
Tabel 4.6. Konstrak, Loading Fador dan t - d u r pa& Hasil Esiimasi Model
Berdasarkan urutan besarnp pengaruh masing-masing variabel laten
be&
tedmdap 1-
laten terikat, maka diketahui bahwa aspek aksesibilitas
memiliki pengaruh )?ang paling besar secara nyata temadap ketertinggalan wilayab di KTI. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai kwfisien konshuk (7) aspek tenebut ) m g bernitai 0.92 dengan dengan t-value sebesar 2.82 (lebih besar dari 1.96 pada signifikansi 5 5). N i tersebut menunjukkan bahwa
perubahan pads aspek aksesibilitas mengakibahn perubahan p g amat besar t e b d a p ketertinggalan wilayah di KTI. Di samping itu, aspek aksesibilitas
menrpakan faktor penting (faktor ) m g paling menonjol) p g m e m m ketert@galanwilayah di KTI.
Suatu wilayah yang memiliki kondisi aksesibilitas masyarakai
temadap
pelayanan publik yang begitu minim dapat meogakibatkan wilayah tersebut
menjadi rerisolir &banding wilayah 1ainny-a. Hal tembu~pada akhimya akan membawa wilayah yang bersangkutan untuk mengtLadapi suatu permasalahan berupa ketertin%galan&trading wilayah lainnya yang memberikan peluang yang
lebii brsar bagi masyarakat untuk rnu@ws pelayanan pub& Wilayah yang
ditandai oleb acatu kondisi masyamkai yang memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengakses pelayanan publik m e n g i n d i k a s i bahwa wilayah tersebut mengalami perkembangan. Akses yang lebii
mudah temadap pelayanan
publik dapat rnenunjang masyarakat untuk melakukan m a q k a h aktivitas sosial ekonomi yang dengan sendirinya dapat mendorong perkembangan wilayah )ang b=mzk-n
b k y a d a yang tinggal di sejdab kabupaten tertinggal di wilayab KTI memiliki kemampuan yang begitu minim dalam mengakses pelayanan publik
yang tersedia Hal tersebut terkendala dengan jamk yang begitu jaub yang harus
ditempuh oleh maqa&a!
untuk dapat mencapai pelayanan publii yang ada
Pelayanan publik )ang dimaksud dalan ha1 ini berupa pelayanaa kesehataq
peadidikan serta pemerintahan d a d
Secara mum,
mas)makal di 123 kabupaten tertioggal di KTI harus
menempuh jamk hingga kurang lebih 100 kilometa untuk dap! mencapai
prasarana pelayanan keseharan dan pemetintaha~~d
d Sedangkan untuk
pelayanaa di bidang pendidikan,maqa&a! harus menempuh jamk antara 0,91 7 5 9 kilometer untuk dap!mencapi prasarana peadidikan yang tersedia
Hal ini menandakan bahwa masyamkat yang be&
di
di kabupaten
KTI memiliki jarak tempuh yang amat jauh yang mengakibatkao masyarakat enggan untuk mengakses pelayanan publik tersebut
Pada aspek aksesibilitas,
rata-rata jarak
p e l a m prasarana kesehatan
merupakan variabel indikator yang memberikan pengaruh paling besar secara
nyaia terhadap aspek
Nilai loadingfb~ord a i variabel tersebut &ah
0.98 deogan t-value sebesar 3.36. Selanjutnya, variabel indikator lainnya yang memberikan penganth yaq cukup besar adahb variabel indikator ratarata jarak
tanpa S D dan S W (rata-tata jarak apabila di kabupaten bersangkutan tidak
tersedia SD dan S W ) , dimana variabel tersebid memiliki nilai loading f i o r sebesar 0.70 den*
t-value sebesar 3.18. Variabel yaq memberikan penganth
paling kecil terhadap aspek aksesibilitas menrpakan variabel indikator rantrata
jarak kantor desa ke kabupaten yang menaunginya Besamya pengmh variabel tersebld dapar dilihar dari nilai loadingfktor sebesar 0.61 (I-valuesebesar 3.1 1).
K d g a variabel yang membentuk aspek aksesibilitas dalam model k e k & g @ a n wilayah di KTI memberikan pengaruh secara nyah
variabel laten yang
terbentuk
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
rata-rata jarak
terhadap
prasarana pelayanan kesehatan menrpakan indikator yang paling signifikan
mengakibatkan ketertinggalan wilayah di KTI. b k y a d a yang berada di 123
kabupateo tertioggal di KTI harus menempuh jarak yang berkisar aniara 7,87 kilometer hingga 9459 kilometer, apabila di desa tempat mayadat tersebut tinggal tidak tersedia prasarana pelayanan kesehatan Hal ini menunjukkan bahua
jamk tempuh masyarakai terhadap prasarana kesehatan yang tersedia di luar desa tempat tinggalnya menrpakan jarak tempuh yang sangat panjang (jaub). Kondisi
demikian semakin dipersulit oleh k Aspek hf&rukm
m sarana dan prasarana tmqmrtasi.
memiliki nilai kwfisien konstruk (7) sebesar -0.89
sebesar -329. Berdasarkan hasil estimasi tersebuf diketahui
dengan t-v&
-
bahwa aspek infiashuktln memberikan pengad (kontribusi) terbesar kedua
secara nyam temadap ketertinggalan wilayah di KTI. Hal ini menandakan bahua perubahan pada aspek
akan W b *
perubahan yang s=m
besar tethadap ketertinggalan wilayah di KTI. Kabupkdabupaten tertinggal di wilayah KT1 pada umumnya memiliki
ketersediaan
'
'
~ktur yang ama! minim. Hal ini menrpakan faktor
pen@aa~batbagi perkembangan aratu wilayah, atau dengan kata lain keterbatasan
penyediaan infiashuktln akan membawa suatu wilayah pada kondisi tertinggal. Hal ini dikarenakan ketersediaan d i a s m k m sangat emi kaitannya dengan
aktivitas sosial ekonomi masyarah, dimana dengan h f b s m h ~pelayanan publik yang ta;edia dalam jlrmlah yang memadai maka dapi menunjang
aktivitas sosial maryamkat Aktivitas tersebut dengan sendirinya akan mendorong perkembangan slmtu wilayah. Namun d i k n y a , hfiam&m yang tersedia amat
minim akan menghambat aktivitas sosial ekonomi masyarakai dan akan d o r o n g wilayah yang
menjadi tertin&.
Ketersediaan inframuktur pada dasarnya tidak hanya berbiclrril mengenai kuantitas. akan tetapi juga men-
kualitas lnframukhrr yang tersedia
dengan kualitas yang baik, dengan sendirinya akan mendukung kehidupan masyarakat yang dapat m d o m n g perk-bmw
dayah.
Jumlah desa dengan jenis permukaan jalan terluas berupa aspal a$aubeton rnenrpakan indikator yang paling berpengarub bagi aspek infiastruktur di KTI.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya desa dalam ntahl kabupaten yang memiliki jalan dengan j&
permukaan terluas benrpa aspal atau beton Secara umum, 123
kabupaten tertinggal di KTI memiliki
170 desa berdassrkan kepemilikan
terhrtdap jalan dengan jenis pennukaan terluas bentp aspal atau betoe Drrri 123 kabupaten tertinggal di KTI, terdapat 5 kabupaten yang tidak memiliki desa
kepemilikan jalan tersebut
Dengan mengaw pada basil estimasi yang didapatkan, variabel indikator
yangpalingberpengaruhterhrtdapaspekinfiastrukturdiKTIadalahjumlahdesa
-
dengan jenis permukaan jalan terluas berupa aspal aiau beton Indikator tersebut kemudian d i d oleh variabel indikaror lainnya berdasarkan ksamya penganh yang diberikaq ).aim jumlah bank u m q jumlah BPR, jumlah desa yang
Llxmiliki pasar tanpa
permanen, pefien-
IlJmah
penggcma
listrik, dan p e ~ n t a s erumah tangga pengguna telepon. Dari e ~ variabel m indikator yang membentuk aspek inframuktur, terdapat sah~variabel -or
yang berpengaruh tidak ayah terhrtdap aspek
tersebut Variabel tersebut adalah persentase rumah tangga penggcma telepon Hal
ini diduga terjadi karena maryarakat yang tin&
di kabu@m-kabupaten
krbggal di wilayah KTI secara mum memiliki kemamplran yang terbatas lmtuk
menggunakao telepn (saluran telepoo rumah) dalarn kehidupan sehari-hari.
Penggunaan telepon tidak berperan ama! penting bagi kehidupan mas-
Selain itu, pengaruh yang tidak nyaia dalarn penggunaan telepon tersebut juga
diperkirakan karena sebagian masyarakat cenderung untuk rnenggunakan telepon selular. Bila dikaitkan dengan kondisi perkembangan teknologi yang ada saat ini,
penggunaan telepon selular lebih rnenguntungkan dibanding penggunaan saluran telepon rumah. Keuntlmgan yang dimaksud dapat berkaitan d e w penerapan
tarif l m g lebih rnurah untuk penggunaan telepon selular. Aspek sumberdaya manusia mentpakan aspek yang memberikan pengaruh terbesar ketiga bagi ketemnggalan wilayah di KTI. Nilai koefisien konstruk
dari aspek sumberdaya manusia &ah ( l e b i besar dari I.%
(y)
sebesar 0.68 dengan 1-vdue sebesar 6.1 1
pads signifikansi 5 persen). Berdasarkan hasil estimasi
tersebut, maka dapat diketahui bahua aspek sumberdaya manusia mernberikan pengaruh ) m g cukup besar secara nyaia terbdap ketertinggalan wilayah di KTI.
Hal ini berarti perubahan pada kondisi aspek mberdaya manusia menyebabkan perubahan yang cukup besar temadap ketertinggalan wilayah di KTI.
Sama halnya dengan kondisi sumbeniaya manusia di KBI, besamya penganh aspek sumberdaya manusia terhadap ketertinggalan wilayah di KTI
sangat era! kaitannya dengan kualitas serta produktivitas sumberdaya manusia yang ada di dalamnya Secara umum, sumberdaya manusia di 123 kdn@
kabupaten
di KTI memiliki kualitas yang rendah, dimana hal tesebut akan
menghasilkan produktivitas sumberdaya manusia yang rendah pula Kondisi demikian dengan sendirinya akan membawa kabltpatedtabupatea tersebut pada suatu kondisi keterbelakangan atau keterthggalan.
Badasarkan nilai Ionding facor dari hasil estimasi yang diperoleh, maka
dapat d i k d u i variabel-variabel indikator yang bapengaruh paling besar
tehadap aspek sumberdaya manusia di KTI secara bemtnrt-tunrt adalah j d a h
prasarana kgehatan, jlrmlah SD dan SMP, j d a b dokter, dan PM. Deogan melihat uruian tersebuf jumlah prasarana kesehatan menrpakan indikator yang paling berpengaruh temadap aspek sumberdaya manusia. Sebalhya, IPM
mentpakan indikator yang memberikan pengaruh paling kecil terhadap aspek sumbedaya manusia
J d a h prasarana keseharan; yang bentpa ntmah sakit, nrmah sakit Win, poliklinik atau balai pengobatan, puskesmas, dan puskesmas pembantu;
di 123 kabupaten et-
di KTI berkisar antara I7 hingga 171 ~ m i Jumlah t
tersebud menrpakan jumlah yang =gat
minim bagi k-aan
dapai menunjang kesehatan m
. Sementara itu, j d a h S D dan SMP di
a
prasarana yang
KTI berkisar antara 27 hingga 1013 unit per k a b w y a . Apabila dibandingkan dengan ketersediaan prasarana kesebam dan peodidikan di wilayah maju, jumlah
prasarana kesehatan dan pendidikan pada 123 kabupaten tertinggal di KTI terbilang sedikit Ketertinggalan wilayah di KTI salah satlmya dipengaruhi oleh aspek
kemampuan keuangan lokal, dimana aspek tersebut memberikan penpub yang cukup besar secara nyata Hal ini dapat dilihat dari besamya nilai koefisien
konstruk (7) aspek kemampuan keuangan lokal yang bernilai 0.45 dengan 1-value sebesar 3.68 (lebii besar dari I.% pada signifikami 5 perseo). Nilai tusehl
menunjukkan bahwa perubahan pxia aspek kemampuan keuangan lokal
coengakibatkan perubahan yang cukup
temadap ketertinpgalan wilayah di
KBI.
Dilihat dari kondisi kemampuan keuangan lokal, ketertinggalan wilayah di KTI dipengaruhi oleh besamya celab fiskal yang di&
dalam pembiayaan
pembangunan sena besarnya PDRB. Kedua variabel tersebut memberikan penpuh secara oyata bgi ketertinggalan wilayah di K n , dimana pengaruh
m k a r diberikan oleh kondisi celah fiskal. Nilai loading f m o r dari variabel ini
adalah sebesar 0.97 dengan t - d u e sebesar 12.91. Sementara itu, variabel PDRB memberikan pengaruh yang kefil, dengan nilai loading factor s e h 0.28 clan tvalue sebesar 3.55. tertiqgd
Apabila ditinjau dari besamya celah fiskal, 123 kabupaten
di KTI secara mum memiliki celab fiskal yang minim, dimana
sebagian besar kabupaten tertinggal di KTI, yaitu sebmyak 76 kabupateq memiliki celah fiskal s e h kwang dari Rp 100 milyar. Celah fiskal tersebut digunakan unh& membiayai perntangunan daerah yang ditujukan bagi
tenqainya perkemtangan daerah tersebut Dengan demikian, apabia suatu
daerah m e m i l i jumlab celab fiskal yang terbatas, maka pembangunan di daerah tersebut tidak dapa! dilangsungkan secara maksimal. Dirinjau dari segi PDRB, 123 kabupaten m
-ram
a
1 di K n memiliki nilai PDRB yang relatif kecil, dengan
PDRB Rp 1,4 iriliun. Aspek perekonomian masyarakat maniliki pengarub yang relaiif kecil
secara n p t a temadap ketertinggalan wilayah di K n . Hal terseb dapat dilihal
dari besamya nilai koefisien koostruk aspek tersebut sebesar 0.33 dengan t-value 4.02. Hal ini berarti bahwa perubahan pada a q e k t d u t mengakibaikan
perubaban )ang relatif kecil terhadap keterringgalan wilayah di KTI. Kondisi perekonomian yang dimaksud diindikash oleh ringkat kerniskinan m a q a d a l berupa prsentase jumlah penduduk miskin.
Karakteristik daerah memberikan konhibusi (pengaruh) yang kecil s e a m
tidak n).ata terhadap keierringgalan uila)&
yang ada di KTI. Hal demikian
ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien konsbuk dan
t-vaftre
dari basil estimasi
) m g masing-masing bernilai -0.01 dan -0.07 (kuiang dari 1 .% pada signiNransi 5 persen).
Pengaruh yang kecil dan tidak nyata yang diberikan oleh aspek
karakteristik daerah dikarenakan hanya sebagian kecil kabupaten tertiq@ di KTI )ang memiliki jumlah desa yang rawan bencana, terutama bemrana longsor dan bencana lainnya, dan rawan konflik dengan persentase yang tinggi. Sebanyak 117 kabupaten tertinggal memiliki j d a h desa yang rauan bencana longsor dengan persentasekurangdari 10 persen, 110 kabupm
tertiq@ memiliki jumlahdesa
rang tawan bencana lainn)= dengan penentase k m g dari 10 persen, dan
sebanyak 105 kabupaten tertinggal memiliki jumlah desa yang tawan konflii dengan persentase kurang dari I0 persen.
Pelaksanaan pembanguMn nasional selama ini telah melahirkan 199' kabupaien yang relatif tertinggal &banding kabupaten atau kota lainnya di
Indonesia, dimana kabqakdabupaten ini tersebar di 32 provinsi. Jumlah tersebut menrpakan hasil validasi clan verifikasi KNPDT yang didasarkan pada
enam aspek ketertinggalan yang terdiri dari aspek perekonomian sumberdaya manmia, prasarana ( aksesibilitas, serta
. -
i
' i -
)
masyarakaf
, kemampuan keuangan lokal,
penetapan
terhadap 199 kabupaten
mting& di Indonesia d i l a ! ! guna penyelenggaraan upaya pembangunan
temadap kabupatekkablrpaten t e m h sehingga tercapai kondisi kesetaraan deogan kabupaten a f a ~ kota ~ yang maju.
Ditinjau dari enam aspek pewntuan wilayah mtiq@ yang telah ditwapkan oleh KNPDT, secara mum kondisi di 199 kablrpaten tertioggjd di
Indonesia ditandai dengan tingkat kerniskinan yang ti-
kualitas sumbedaya
manusia yang rendah, ketersediaan prasarana pelaya~npublik yang terbatas,
kondisi keuangan daerab yang begitu minim, kondisi M b i l i t a s masyarakat terhadap pelayanan publik yang terbatas, serta beberapa kabupaien mting&
memiliki daerah yang rauan terbadap bencana maupm konflik.
Secara relatif, kabupam-kabupaten tertinggal di KT1 memiliki tingkat kerniskinan yang lebih tinggi dibanding dengan Mupatedrabupaten &tin@ di KT1. Selain itu, bebempa kabqrabm yang dioyatakan tertinggal di KTI memiliki
hvalitar nrmberdaya manusia yang relatif lebih rendah dibanding di KBI. Ditinjau
dari aspek inframuktur, ketersediaan prasarana pelayanan p u b l i pada 76
kabupaten
di KBI lebii memadai daripada di KTI. Hal yang sama juga pada kabupateokabupateo tdnggd
berlaku pada aspek aksesibilitas.
di KTI memiliki tingkat keterbatasao yang lebii tin*
&lam
pelayanan publik apabila dibamlingkan deogan kondisi di
KBI. Pada aspek
tmqpksa
kemampuao keuangan lokal, celah fiskal pada kabupab-kahpam tertinggal di
KBI relatif lebii besar dibanding elah fiskal pada kabupatedrabupaten tertinggal di KTI.
Badasarkan basil esrimasi SEM, maka dapat disipulkan bahwa aspekaspek yang secara signifikan rnemberikan penganh temitdap an kwilayah di KBI secara bertlmrt-t~mdadalah infrastnrktur, kemampuan kemngm lokal, sumberdaya manusia, karakteristik daerah, aksesibilitas, dan perekonomian masyarakat Sementara itu, aspek-aspek yang seova signifikan memberikan
pengaruh temadap nak-
wilayah di KTI secara bemmrt-nmrt adalah
aksesibilitas, inframuktur, sumberdaya manusia, kemampuan keuaugan lokal, perekonomian masyarakaf dan karakteristik daerah
Pada model ketePringgalaa wilayah KBI, pwentase jumlah penduduk miskin mmpakan variabel indikator yang paling berpengaruh tehdap aspek pereltowmian masyarakat Seutentara itu, jumlab SD dan S W menrpakan variabel indikator yang memilih pengar& terbesar terhadap aspek sumberdaya
manusia Jumlah bank m u m menrpakan variabel indikator yang paling b e r p m w temadap
pr-
(infrasbuktur),
sedan@
PDRB
memberikan pen@
paling besar bag^ aspek kernampuan k-gan
lokal.
Pengaruh paling besar bagi aspek aksesibilitas diberikan oleb ratrt-mia jarak P-
k-haran,
sedangkan pengaruh paling besar bagi aspek
karakteristikdaerahdiberikanolehpersentasejlrmlahdesayaugrawanbaKlana longsor.
Sama halnya dengin model persamaan struktural ketemnggalan wilayah
--
KBI, persentase jumlah penduduk miskin mempakan variabel j a g rnemberikan pengaruh terbesar bagi aspek perekonomian masyamkai dalam model persamaan
struktural ketertinggalan wilayah di KTI. Selanjutnyq jumlab p r a s v a ~kesehaian menrpakan variabel yang paling
manusia Pada aspek prasarana (
i
aspek -berdaya
) pengaruh paling besar diberikan
oleb variabel jumlab desa berdasarkan jenis permukaan jalan terluas be-
aspal
a m beton. P e n g a ~ Jpaling ~ besar bagi aspek kemampuan keuangan lokal di KTI diberikan oleb variabel ceiah fiskal. Rata-ratajarak pelayanan pnsamm kesehatan menrpakan variabel jmg rnemberikan pengaruh paling besar bagi aspek
aksesibilitas, sedangkao persentase jlrmlah desa yang rawan bemam lainnya secara signifikan rnemberikan penpub bagi aspek karakteristik daerah.
5.2.
Saran
Pelaksanaan pembangunan terhadap wilayah tertinggd hendaknya rnewtapkan skala prioritas terhadap fokus p e m h g m m yang ditempkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan mempriorikskm penanggulangan pada aspek yang
membeidaya!an mas).arakat, dan dihanlpkan mampu meningkrukan produksi basil-basil sumbeidaya alam di d d .
Di samping aspek praslrana (
i
)
, aspek kemampuan keuangan
lokal juga pedu mendapatkan p e r h a h ~lebii dalam upaya penanggulangan
temadap ketertioggalan wilayah di KBI. Dalam hal ini, upaya tersebus dapat dilakukan dengan merangsang pertumbuhan ekooomi di 76 kabupbm tertinggal di KBI sehingp dapai meningkaikan PDRB di wilayah tersebut Selain itu, upaya
penanggulangantertradapwilayahtertioggaldiKBI,yangditinjaudariaspeaC kemampuan keuangau lokal, juga dapai dilakukan dengan meoingkatkan besamya celah fiskal di wilayah tersebut sehingga p e m w dapat dibiayai deagan
m a k s i i . Peningkatan jumlah celah fiskal dapat dilakukan salah sahmya dengan menyallrrtan Dam AIokasi U m u m (DAU) k@
76 k a b u p b m tatin&
)ang ditaagani secara maksiimal dan transparan se-
di KBI
dana yang dimakatd
dapatditjukandengantepatpadapem~diwilayahtersebut
K M g g a l a n wilayah di K l 3 sangat didipengaruhi oleh kondisi aksesibilitas di 123 kabupaten tertinggal yang ada di wilayah tersebut Hal ini dapat dilihat dari kondisi jarak tempuh mas).arakat terhadap pelayanao publik
yang sangat jaub. Untuk dapai menanggulangi kondisi demikiaq maka dipedukan
adanya s m ~ u p a ~t@
untuk meningkatkao akses ma&
mbdap
pelayanao publik yang tersedia Salah satu cara yang dapat ditempub adalah
dengan meminimlrmkan jarak ternpub rnasyarakat t e h d a p p r a s a r a ~p e l a m k&
-ip
pendidikan dan pmaam penmintahan daaab. Upaya ini
dapat dilakukan den*
menyediakan ketiga jenis pmsamna tersebut di tiap-tiap
desa pada kabupaten tertinggal di KTI.
Sama balnya dengan wilayab temnggal di KBI, kondisi prasarana (
i
) di 123 kabupaten tertinggal di KTI juga memerlukau perhatian
lebii dalarn upaya pembangunan dilakukan dengan menh&&m
wilayab tertinggal. Hal ini dapal
ketersediaan jalan aspal atau beton di desades
yang ada di I23 kabupten temngga! di K n , menin&aikan
P-
perbankan (bank umum dan BPR), meningkatkanj
d
ketersediaan dengan
b a n g ~ a npermawn, s e m ~meningkatkan akses m a s ~ terhadap w ~en-gan
lishik dan komunikasi. Semeotara itu, aspek sumberdaya manusia di KTl juga perlu mendapatkan
pematian dari berbagai pihak sehingga kondisi sumberdaya manusia di wihyah t e r s e b dapai mendalami peningkatan. Langkah yang Qpat ditemph guna mengatasi p e m a d h n kualitas sumberdaya maousia di KTI yang begitu rendah
adalab dengan peningkatan ketersediaan prasarana pelayanan kesehatan, peningkatan sarana dan prasarana pmmjang peddikan dengan membangun SD
dan SMF' guna peumuhan kebuluhan pendidikan dasar, peningkaian ketersediaan tenaga kesehatan (dokter), punberantasan buta h d , pelaksanaan upaya wajib belajar 9 tahun yang lebih m a k s i guna mengamsi rendahnya ratarm lama sekolah pendltduk, peningkaian kemampuan daya beli
s e ~
pemenuhan kebutuhan dasrr masyarakat sesuai standar pelayanan minimum.
DikareMkan keterbatasan data dan variabel yang digrmakan dalam pewlitian i ~ maka , &u
di!akukan penelitian lebih lanjut dan mendalam
mengenai -or-faktor
yang mempengaruhi ketertinggalan wilayah di KBI
maupun KTI, atau bahkan Indonesia s e a m keselmuhan. Dalam ha1 ini variabel-
variabel y g digunakan lebih banyak dan bervariasi, krutama untuk variabelvariabel yang s a n e p t i n g ketersediaannya bagi analisis ketertinggalan nratu
wilayah. Dengan dernikian, diharapkan model persamaan muktural yang diperoleh lebih baik dari model yang terdapar dalam penelitian ini.
Abidin, S. Z 2004. Analisis Kebijakan Publik &lam Pabangman Daerah httpJI\w.bappenas.go.id/iodex.pbp [S Februari 20081. Adifa,
Y. 2007. A d i s i s Kesenjangan Pembangunan Anlam Wilaph Pembangunan di Kabuparen Alor [tesis]. Bogor: h i M Pertanian Bogor.
Aryani, Y. 2008. A d i s i s Pengmuh SLrtern Promosi Jnbman T e r h d p Kineja Kmymuan pndo M i Hunum ~ e w w c e s& General Affairs PT
Indocernen! Tunggal Prakarsa, 7'bk Cifeureup [daipsi]. Bogor Fakultas Ekonomi dan h j e m e q InstiM Pertanian Bogor. Badan Pengkajian dan Pewrapan Teimologi. 2002. Pengembangan W !&m OIonomi DMrah: Krg'ian Konsep &m Pengembangan. Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihauantom Ipenyuntingl. Plsat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Jakarta Badan Perencanaan Pembangman D a e d Provinsi NAD. Pengurangan Ketimpgan Wilayah. httpJ~go.iddokpmcn/pdf' [S Februari 20081.
Badm Plsat Statiaik. 2002. Identr3kari &m Penemma Desn Tertnggd 2002 (Buht I: Sumatera). BPS, Jakarta
2 0 0 6 . A d i s i s dan Pengfirungan Engkcn Kerniskinan T
h 2005.
BPS, Jakarta 2 0 0 6 . Da-ta dm, Ir&ormari Kernirkinan T Kdnqmen). BPS, Jakarta
h 2005-2006 ( B h 2:
.2006. Indeks PembmtguMn Mamisin 200+2005. BPS, Jakarta 2006. Indkator Kesqahferamr-R
2005. BPS, Jakarta
.2006. Laporan Pmekonornian Indonesia 2006. BPS, Jakarta
2006. Statistik Keuangan Pemerinrnh Daerah KabupatedKota 20042005.BPS, Jakarta
.2007. I n d e b Pembangunan Mmruria 2005-2006.BPS, Jakarta .2007. Pen&pmm Narional Indonesia 2003-2006.BPS, Jakarta
. 2007. Prod& Domestik Regional B n d o KabqxdedKota Indonesia 2002-2006.BPS. Jakarta
lii
2007. SIatisfik Keuangan Pemerinfah Daerah K o ~ e d K o t 2005a
2006.BPS, Jakarta Badan
Pua Statistik Provinsi NAD. 2007. Berifa Remti Staristik P e d u h k Miikin NAD Tahzm 2001i-2007 Mengalami Penunmmt. BPS Pmvinsi NAD, Banda Aceh.
Badan
Pua Statistik Provimi Papua h a h Provimi 20&.
2005. Staristik Keuangan P-ah BPS Provinsi Pap= Jayapum
Direktorat Kewi1ayaha.u I Bappenas Pola Kesergangan Antmdnerah: Pola Kesenjangan Kesejahieraan Masyardat Anlmdaerah. Bappenas, Jakarta I)lrmairy. 19%. Perekonomimi Indonesia. Eriangga, Jakarta
F
i M. dan F. M. Afendi. 2008. Sen' Metode Kuanfi'ralii Aplikasi Metode Kurmtitat$Terpilih unhik Mmc+men
H&
d m Birnir. IPB Press, Bogor.
2004. P e r m Sehor Pertmian dolmn Mengwmtgrmtgr Ketimpangan P a h p a i m A n l m Doerah a? Provinri Lampmg [skripsi]. Bogor Fakdtas Ekowmi clan Manajemen, M MPertanian Bogor.
Irawan dan M. Suparmoko. 1999. ELonomika Pembmtgu~n.BPFE Yogyakarta, yogyakarta
Kamallrddh, R 1992. Bunga Rampui Pembmrgwum Nasional dm, Pembangwum DMrah. Lembaga Peaerbit Fakultas Ekowmi Universitas Indonesia, Jakarta
Kanentrian Negara Pembangunao Daerah T&&. 2004. B a c k g r d Paper Strmegi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal. M D T , Jakarta
. 2 W .Pmtdumt Penjelasan Penetapan Dnerah Tertinggal. KNPDT, Jakarta . 2005. Srrmegi NPrional Percepatan PembmrguMn Doerah Tertinggd. KNPDT?Jakarta.
2 0 0 6 . Kerangka Acuan Kerja Progrmn Percepatan PeDaerah Teninggal dm, Klnrrur (P2DTK). KNPDT, Jakarta
. 2007. Srrmegi Narional Percepatan Pembmtgunmt k a h Temnggal Takun 2004-2009. KNPDT, Jakarta. Konvara, E. 1988. Program Pengembangan WiI& T@: Sebuah Pengalmnm, dm, Pemikiran. Dalam Kurnpulan Makalab Konperensi Nasional Program Pemgembangan Wdayah: Pengalaman PPW dan Strategi Panbangunan Pedesaan di Indonesia [12-15 April 19881. Yogyakarta Kristymti, L. 2007. Analirir Sekor Basis Perekoiwmian dm Perdnlmn Mengurangi Ketimpmgan Penalptan A m KahpaedKota di Provinn' J a w T i m [skripsii. Bogor Fakultas Ekonomi dan Manajemen, l n s t i ~ Pertimian Bogor.
Le&,
R R 2007. Damp& PembmrguMn Uonomi terhahp Perhmrbuhrm Kota Jakarta Takun 1989-2004 [skripsi]. Yogyakarta Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia
2008. Pelah'hm, Riser Kumd~iafi~Mo&m, SEMdm, LPPM Universitas PLY. Disampaikan pa& Pelatihan Risd Kuantimif Modem, S W dan PLS tanggal 12-14 Februari 2008 di LPPM Universitas Kampus
-
Nugraha, S. 2008. Analisis Kinmja Usaha Tmu' dm, Pengolahan Lidoh Buaya di Kahpaen Bogor [skripsi]. Bogor Fakultas Ekowmi dan Manajemeq L n s t i ~Pertanian Bogor.
Nugroho, I. dan Rochmin Dahuti. 2004. PembmrguMn W M : Perspebry Ekonomi Sosial dm Lingrhmgan. W ES, Jakarta Nmjanab, S. 2006. Strmegi PembmtguMn MI& Tertinggal (Snub Kanrr Kahpaen Pmrdeglang, Propinsi Banten) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertaniaq M M Patanian Bogor.
Puspandika, B. A. 2007. A d i s i s Ketimpmgm Pembmtgunmt di Ero Otonomi Doeroh: Hubungm Anfmo Pe&uhan Uonomi dpngm Kesejaherm M a r y m d [slrripsi]. Bogor: Fakultas Ekommi dan Manajemeq M t u t Penanian Bogor.
Stoelting,
R
2002.
.Stm%d
Equation
ModelinglPath
Aoalysis.
h t t p - J I ~ . s f s u . e d u / - e f d c l a s s e s l b i o l 7IOl~SEMwebpage.hrm.
[I 4 Februari 20081.
Tarigan, R 2005. Perenumaon Pernbongu~n Wilayoh. Edisi Revisi. Bumi A k m , Jakarta
Tm Lembaga Pengabdim pada Mqamka~IPB. 1990. Luporan Penelition: Koji Ti& P e r e n u m ~ nPengemlmngm W w (Shrdi Kasu Provimi Jowo Bmcu). Lembaga Pewlitian lPB, Bogor. T i Komisi Pendidikan Departemen Ilmu Ekommi IPB. 2005. Pedoman Pemrlirm, Skripsi. W MPettanian Bogor, Bogor. Todam, M. P. dan S. C . Smith 2004. Pembangu~nUonomi di Dunio Ketigo. Edisi ke-8, Jilid I. Hark Munanda~dan Puji A. L. [pewjemah]. Erlangga,
Jakarta Wahid, A. 2006. Strotegi P e m h p n o n k o h Tertinggol W i KUSUS Kobuparen Gmut. Propinsi Jowo Bard [skripsi]. Bogor: Fakultas Patanian, Instimi Pprtanian Bogor. Wijanto, S. H. 2008. 3ntchrol Equarion Makling &ngm USREL 8.8: Komep d m Tuforiol.Graha Ilmu, Yogyakarta
Lampirant
Hasi Esthasi Awal Modd K e t e r t i q g a h W i y a b KBI
Persamaan
Struktural
DATE: 8R8R008 TIME: 185 1
L I S R E L 8.30
Karl G. JiSreskog and Dag Stirborn
l l ~ program u is published exctusively by Scientific Sofhvart L o ~ o n a lIDC. , 7383 N. L i b Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U S A . Pbow: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by S c i i f i c S o l h m International, Loc, 1981-99 Use o f this program is subjed to the terms specified in the U o i v d Copyrigfit Convention. Websiite: wwwsicentral.com
The following lines urgeread from file E:UCB1_8\DAT ASPJ: OBSERVED VARIABLES X I x 2 X 3 X 4 X S X 6 X 7 X 8 X 9 X I O X I I X l Z X 1 3 X 1 4 X I 5 X16X17X18X19x20 X21X22XUx24X25x26 CORRELATION MATRIX FROM RLE E:U(BI-8WORELASI.COR SAMPLE SIZE 76 LATEMVARIABLES EKONOMI SDM [MRA RSKAL AKSES KARAKTER K W RELATIONSHIPS X I x 2 = EKONOMI X3 X4XS X6X7=SDM XSX9XlOX11 X12X13 X 1 4 X 1 5 X 1 6 = l M X A XI7 XI8=RSKAL X19x20X21 =AKSES XZZWx24X25x26=KARAKTER EKONOMI SDM INFRA FlSKAL AKSES KARAKTER = KW
PATH DIAGRAM
Goodness of F i t Statbtia Degrees of Freedom iblhknum Fit Function Chi-square Normal Theory Weighted Least Squares Chi-square Estimated Noocentrality Parameter P C P ) 90 Percent ConfidInterval for NCP
293 699.22 (P= 0.0) 733.85 (P = 0.0) 440.85 (364.93 ;524.45)
Expected Cross-Validation Index (ECVI) 90 Percent Confidence Interval for ECVI ECVl for Sahna~edModel ECVI for Independence Model Chi-square for Independence Model with 300 Degrees of Freedom Independence AIC Model AIC Shmted AIC IndependAIC Model CAIC Satlrrated CAIC
11.33 (10.32 ;12.45) 9.36 1637
I
I
1 176.03 1228.03 849.85 702.00 1314.63 1043.03 1871.09
Root Mean Square Residual (RMR) Standardizedm Goodwss of Fit Index (GFI) Adjusted Goodwss of Fit Index (AGFI) Parsimony Goodwss of Fit Index (PGFI)
0.16 0.15 0.57 0.49 0.48
N o d Fit Index (NFI) Non-Normed Fit lndex (NNFI) Parsimony Normed Fit Index Comparative Fit Index (CFQ Lncremental Fit Index (IFI) Relative Fit Index (RFl)
0.4 1 0.47 0.37 0.52 0.54
Critical N (0
0.34 I
38.78
Lampiran 3.
Rasil Estimasi Awal Modd Ketertinggalan Wilayab KTI
Persamaan
Shnktoral
DATE: 8130R008 TIME: 9:17 L I S R E L 830
BY Karl G. J6eskog and Dag SatJOm This program is publimed e..clusively by Scientific Sohare International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Pbow. (8(#1)2474113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyri&t by Scientific Soh= International, lnc, 1981-99 Use of his program is subpa to the temrs specifd in the Universal Copyigbt Convenh. Website: w w w n i c e n ~ . c o m The following lines were read 6um file E:UCllUCl121\DATASPJ:
OBSERVED VARIABLES XI X2 X 3 X4XSX6X7X8X9XlOXlI X12X13 XI4 X15X16X17X18X19X20 X21X22WX24X25XM~ CORRELATION MAT=
FROM FILE E:U(TI-2lUORELASI.COR
LATENT VARIABLES EKONOMI SDM INFRA FISKAL AKSES KARAKTER KW
RELATIONSHIPS XI = I 'EKONOMI X3 X4X6X7=SDM X8 X9XlOXll XI2 XI3 XI4 XI5 X16= INFRA XI7 XI8=flSKAL X19X20X2I =AKSES X22 X23 X24 X25 X26 = KARAKTER EKONOMI SDM MFRA FlSKAL AKSES KARAKTER = KW
SET ME ERROR VARIANCE OF X 1 EQUAL TO 0 P A M DIAGRAM
EM) OF
PROBLEM
G m b s s of Fi Statistics Degrees of Freedom Minimum Fit Function Chi-Square Normal Theory Weighted Least Squares Chi-square Estimated Nomceatrality Parameter (NCP) 90 Percent Confidence Intend for NCP
I Minimum Fit Function Value Population Disaepancy Function Value (FO) 90 Percent Confidence Interval for FO Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 90 Percent Confidence Interval for RMSEA P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05)
247 732.62 (P = 0.0) 754.82 (P = 0.0) 507.82 (428.93 ;594.32) I
6~011
4.16 (3.52 ;4.87) 0.13 (0.12;0.14) 0.00
Expected Cross-Validation Index (ECVI) 90 Percent Confidence Intenal for ECVI
7.06 (6.41 ;7.76) 4.92 1 1.47
ECVI for %tumted Model ECVl for Indepedence Model I
Chi-square for Independence Model with 300 Degrees of Freedom IndependenceAIC Model AIC Wumkd AIC Independence AIC Model CAIC %tumted CAIC
I
1351.61 1399.61 860.82 600.00 1491.1 1 1062.87 1743.66
Root Mean Square Residual (RMR) Smdardhd R i i Goodness of Fit Index (GFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
0.13 0.13 0.66 0.59 0.54
N o d Fit Index (NFI) Non-Normed Fit Index 0 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Comparative Fit Ladex (CFI) Incremental Fit Index (IFI) Relative Fit Index 1RFn
0.46 0.50 0.41 0.55 0.56 n 79
Lampiran4.
aasil Ektknasi Modd Pcrsamaan Stmktnral Ketertinggafan W i y a h KBI DATE: Sf30R008 TIME: 7:32 L I S R E L 830
Karl G . JBreskog and Dag Srbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, lnc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, K. 60546-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by S c i e n s c Software Lntemational, Inc., 1981-99 Use of tbis program is subjed to the terms specified in the Universal Copyright Convention Website: wwwssicm~.corn Tbe following lines were read from file E:U(BI-SWATASPJ:
OBSERVED VARIABLES XI X 2 X 3 X4X5 X6X7X8X9XIOXII X12X13 X14X15 X16X17X18X19 X 2 O X . 2 1 X 2 2 WX24X25X.26 CORRELATION MATRIX FROM FILE E:U(BI-8KORELASLCOR SAMPLE SIZE 76 LATENT VARIABLES EKONOM SDM INFRA FISKAL AKSES W T E R KW RELATIONSHIPS XI = I*EKONOM X3 X4 X6 X7 = SDM X8 XI2 XI3 XI4 XIS X16= INFRA XI7 XI8 = FISKAL XI9 X20 X21= AKSES X23X25X26=WTER EKONOM SDM INFRA RSKAL AKSES W T E R = KW OPTIONS ME = ML AD=OFF
SET THE ERROR VARIANCE OF XI EQUAL TO 0 SET THE ERROR VARIANCE OF XI 8 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X 19 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X23 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X 17 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X3 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X6 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X7 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF XI4 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X 13 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF XI6 EQUAL TO 0.05
LetErmrCovarianceAKSESandINFRAFree Let Error Covariance W T E R and SDM Free LetErrorCovarianceXl8andX17Free LetErrorCoMn'anceXl7andX17Free LetErrorCovarianceX6andX3Free LetErrorCovarianceX16andX15Free LetErrorCovarianceXi9andX12Free LetErrorCovarianceX8andXl Free Let Error Covariance XI3 and XI2 Free Let ErrorCovarianceXlZandX4 Free Lei Error Covariance X2 I and X 12 Free Let Error Covariance X26 and XI Free Let Ermr Covariance AKSES and SDM Free LetErrorCovarianceX12andX7Free Lei Error Covariance X7 and X4 Free LetErrorCovarianceX7andX6Free Lei Error Covariance X7 and X7 Free Let Error Covariance XI3 and XI3 Free LetErrorCovarianwX14andX13Free Let ErmrCovarianceX15 and XI3 Free Let ErrorCovarianceX16and Xi6 Free LetErrorCovarianceX16andX14 Free Let Error Covariance X23 and XI6 Free PATH DIAGRAM END OF PROBLEM
Goodness of P i Statistics
Degrees of Freedom Minimum Fit Function Chi-Square Normal Theory Weighted Leas Squares Chi-Square Estimated Non-centraliiy Panmeter P C P ) 90 Percent Confidence Interval for NCP
134 188.67(P = 0.0013) 160.34 (TJ = 0.060) 26.34 (0.0 ;62.28)
Minimum Fit Function Value Population Discrepancy Function Value (FO) 90 Percent Confidence interval for FO Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 90 Percent Confidence Interval for RMSEA P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05)
2.52 0.35 (0.0;0.83) 0.051 (0.0 ;0.079) 0.46
Expected Cross-Validation Index (ECVI) 90 Percent Confidence Interval for ECVI ECVI for Sahmted Model ECVI for Independence Model
3.63 (328 ; 4.l I) 5.07 8.41
N o d Fit Index O\TFI) N o n - N o d Fit Index 0 Parsimony Normed Fit Index ( M I ) I C o m d v e Fit Mex (Cm I IncremeniaI Fit lndex (IFn Relative Fit Index (RFn - -
I
Critical N (q
I
I
I
I
0.68 0.83 0.53 7iFl n iKi "."" n so
I
70.56
DATE: SBOR008 TIME: 14:08 L I S R E L 830
Kad G . JBreskog and Dag S G h m
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.SA Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to tbe terms specified in the Universal Copfight Convention Website: www.ssioentral.com
The following lines wem read from file E:\KTI-2lU)ATASPJ: OBSERVED VARLABLES XI X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 XIOX11 XI2 XI3 XI4 XI5 X16X17 XI8 XI9 X2OX21 X22X23X24X25X26 CORRELATION MATFUX FROM FILE E:U(n-21U(ORELASI.COR SAMPLE SIZE 123 LATENT VARlABLES EKONOMI SDM NFRA RSKAL AKSES KARAKTER KW
RELATIONSHIPS XI = I 'EKONOMI X3 X4 X6 X7 = SDM X8 XI2 XI3 XI4 XI5 X16= INFRA XI7 XI8 = FISKAL XI9 X20 X21= AKSES X23 X25 X26 = KARAKTER EKONOMI SDM NFRA RSKAL AKSES KARAKTER = KW OPTIONS ME = ML AD=OFF
SET THE ERROR VARIANCE OF XI EQUAL TO 0 SET THE ERROR VARIANCE OF X3 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF XI 7 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF XI 9 EQUAL TO 0.05 SET THE ERROR VARIANCE OF X25 EQUAL TO 0.05 Let Ermr Covariance FISKAL and MRlA Free Let Error Covariance X12and X7 Free LetErrorCoMianceX7andXI Free Let Error Covariance XI6 and XI2 Free Let ErrorCovarianceXl6andX7 Fxe LetErrorCovarianceX12andXl Free Let Error Covariance SDM and EKONOMI Free LetbrCovarianceX3andXI Free Let Error Covariance X4 and XI Free Let Error Covariance XI9 and XI7 Free LetErrorCovarianceX21 andX19Free LetErrorCovarianceX7andX6Free LetEmrCovarianceX12andX4Free LetErrorCovarianceX13andX4Free LeiErrorCovarianceX17andX6Free LetErrorCoMianceXlSandX6Free Let Ermr Covariance XI9 and X3 Free LetErrorCoMzianceX20andX18Free LetErrorCovarianceX20andX6Fm LetErrorCovarianceX21andX3Free LetErmrCovarianceX21 andX16Free Let Error Covariance X26 and X7 Free LetErrorCovarianceXlSandX14Free Lei Error Covariance X26 and XI2 Free Let Ermr Covariance X26 and X4 Free PATH DIAGRAM
END OF PROBLEM
Goodness of Fi Statistics
126 217.01 (P=0.00) 203.01 (P = 0.00) 77.01 (41.99; 119.94)
Degrees of Freedom Minimum Fit Function Chi-square Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square Estimated N o ~ ~ n t r a I iParameter ty WCP) 90 Percent Confidence I n t e d for NCP
--
2.71 (2.43 ;3.07) 3.1 1 9.16
Expared cross-validation Index (ECVI)
90 Percent Confidence Interval for ECVl ECVl for Saturated Model ECVl for IndModel
Chi-squarefor Independence Model witb 300 Degrees of Freedom Independence AIC Model AIC Saturated AIC Independence AIC Model CAIC Satlnated CAIC
1079.38 1 1 17.38 33 1.01 380.00 1189.81 574.99 1101.32
w)
0.095 0.097 0.85 0.78 0.56
Root Mean Square Residual StamiardizedRiMR Goodness of Fit Index (GFI) Adjusted Goodws of Fit Index (AGFI) Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
0.80 0.86 0.59 0.90 0.90 0.73
N o d Fit Index (NFI) N o n - N o d Fit Index (NWI) Parsimony Normed Fit ladex (PNFI) Comparative Fit Index (CFI) Incremental Fit Index (IFI) Rehive Fit Index (RFI) I
Critical N (CN)
I
94.23