Jurnal Natur Indonesia 6(2): 111-117 (2004) ISSN 1410-9379
Kesetimbangan adsorbsi campuran biner Cd (II) dan Cr (III)
111
Kesetimbangan Adsorpsi Optional Campuran Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolit Alam Terimpregnasi 2-merkaptobenzotiazol Amun Amri1, Supranto2, M Fahrurozi3 Lab. Pemisahan Dan Pemurnian, Jurusan Teknik Kimia, FT, Universita Riau, Pekanbaru 28293 Lab. Teknologi Kimia Umum, Jurusan Teknik Kimia, FT, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281 3 Lab. Operasi Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, FT, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281 1
2
Diterima 28-01-2004
Disetujui 03-02-2004
ABSTRACT Natural zeolite is one of adsorbents widely used in adsorption processes to treat water polution caused by heavy metal waste. In some cases, the modification of the zeolit active surface is important to improve its adsorpability and its selectivity. Characteristic of modified natural zeolite can be obtained from the analysis of adsorption equilibrium data which useful for adsorption process design. The aim of the research is to find and analyzing the adsorption equilibrium data for binary mixture adsorption process of Cd and Cr metals using the modified natural zeolite which impregnated with 2-metrcaptobenzotiazole (zeolite-MBT). The adsorption equilibrium experiments were carried out in a flask batch method using a shaker bath with experimental temperatures were varied from 27°°C to 50°°C. An amount of 0.1 gram of zeolite-MBT adsorbent was immersed in 60 ml of Cd and or Cr solution then shook until the equilibrium condition (6 hours) was reached. The quantity of metal ionic adsorbed was measured through the concentration of metal solution at equilibrium condition. Each series of equilibrium data were obtained by varying the initial solution concentration in such a way that they could be ploted to create the adsorption isotherm curve. The Langmuir competitif model was used to draw the adsorption isotherm curve for the binary mixture of Cd and Cr by zeolit-MBT adsorbent. The smallest relative mean error correction, i.e. 12.9% and 23 % for Cd and Cr adsorption respectively. Separation performance in the adsorption process of Cd and Cr by the zeolit-MBT adsorbent is five to eight times better than the zeolit-Na adsorbent that wide commercially being used. Keywords: adsorption, impregnation, zeolite-MBT
PENDAHULUAN Penggunaan zeolit alam sebagai adsorben untuk adsorpsi limbah logam dalam air sudah banyak dilakukan, karena disamping memenuhi syarat sebagai adsorben yang baik juga harganya murah dan mudah didapat. Namun pada beberapa kasus, untuk suatu tujuan praktis tertentu yaitu ingin dipungut atau dipisahkan satu/beberapa logam tertentu dalam sistem campuran limbah logam, terkadang penggunaan zeolit alam kurang selektif karena daya pisahnya relatif masih rendah (Tsitsishvili et al, 1992). Salah satu metode yang sedang berkembang untuk meningkatkan selektifitas zeolit alam adalah memodifikasi permukaan zeolit dengan cara impregnasi dengan bahan organik tertentu. Bahan organik yang diimpregnasikan berkarakter lebih menyukai ikatan dengan satu atau beberapa ion logam tertentu saja daripada ion logam lain, sehingga terjadi adsorpsi yang lebih selektif. Beberapa penelitian yang berhubungan telah cukup lama dirintis. Secara umum disimpulkan bahwa bahanbahan adsorben hasil modifikasi dengan teknik
impregnasi memiliki kemampuan adsorpsi dan selektifitas lebih baik untuk tujuan adsorpsi khusus yang tergantung pada jenis adsorbat logam dan gugus fungsional pada zat organik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan dan menganalisa data serta konstanta kesetimbangan adsorpsi sistem campuran biner logam berat Cd dan Cr dengan adsorben zeolit alam terimpregnasi 2merkaptobenzotiazol (zeolit-MBT). Lalu membandingkan data kesetimbangan adsorpsinya dengan data kesetimbangan adsorben zeolit alam tanpa impregnasi, dalam hal ini digunakan zeolit alam teraktivasi NaCl (zeolit-Na) yang telah umum dan komersial digunakan dalam unit-unit adsorpsi. Data dan karakteristik kesetimbangan adsorpsi berguna sebagai informasi bagi perancangan unit-unit adsorpsi baik berbasis kesetimbangan adsorpsi maupun proses berbasis kecepatan. Pemilihan 2Merkaptobenzotiazol sebagai bahan impregnan dengan pertimbangan karakternya yang lebih menyukai ikatan dengan ion Cd daripada ion Cr (Pearson 1963).
112
Jurnal Natur Indonesia 6(2): 111-117 (2004)
Amri, et al.
Menurut Terada et al, (1983) ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada zat organik dengan molekul dapat dijelaskan sebagai perilaku interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan kompleks pada permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi larutan ion logam, interaksi tersebut dalam bentuk umum ditulis: [GH] + MZ+ ⇔ [GM(Z-1)]+ + H+
Tabel 1. Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut prinsip HSAB dari Pearson.
2[GH] + MZ+ ⇔ [G2M(Z-2)]+ + 2H+ dengan GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, dan M adalah ion logam bervalensi Z. Pearson (1963) mengklasifikasikan asam-basa Lewis menurut sifat kuat dan lemahnya. Menurut Pearson, situs aktif pada permukaan padatan dapat dianggap sebagai ligan yang dapat mengikat logam secara selektif. Logam dan ligan dikelompokkan menurut sifat kuat dan lemahnya berdasarkan pada polarisabilitas unsur. Pearson (1963) mengemukakan suatu prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Bases (HSAB). Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa kuat, sedangkan ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lemah. Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil namun bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terpengaruh oleh ion dari luar, ini dikelompokkan ke dalam asam kuat, sedangkan ionion logam yang berukuran besar dan bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah terpengaruh oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah. Pengelompokkan asam-basa Lewis menurut prinsip HSAB Pearson dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut prinsip HSAB Pearson, asam kuat akan berinteraksi dengan basa kuat untuk membentuk komplek, begitu juga asam lemah dengan basa lemah. Interaksi asam kuat dengan basa kuat
Basa Keras H2O, OH-, F-, CH3CO2-, 3PO4 , Cl , ClO4 , NO3 , ROH, RO , R2O, NH3, RNH2, N2H4,
Asam Keras H+, Li+, Na+, K+, Be2+, 2+ 2+ 3+ 3+ Mg , Ca , Al , Ga , 3+ 3+ 3+ 3+ Cr , Co , Fe , CH3Sn , 4+ 4+ + + Si , Ti , RCO , CO2, NC , HX (molekul molekul ikatan hidrogen)
Madya C6H5NH2, C5H5N, N3 , Br , 2NO2 , SO3 , N2
Madya 2+ 2+ 2+ 2+ 2+ Fe , Co , Ni , Cu , Zn , 2+ 2+ Pb , Sn , B(CH3)3, SO2, + NO+, R3C+, C6H5
Lunak R2S, RSH, RS , I , SCN , 2S2O3 , R3P, R3As, (RO)3P, CN , RNC, CO, C2H4, C6H6, H-, R-
Lunak + + + + + Cu , Ag , Au , Tl , Hg , 2+ 2+ 2+ 2+ Pd , Cd , Pt , Hg , + 2- + + CH3Hg , Co(CN)5 , I , Br , + + 0 (atom HO , RO , M logam), CH2
merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi asam lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen. Pada penelitian ini, MBT yang terimpregnasi pada zeolit mengandung gugus basa lemah tiolat (RSH). Interaksi gugus tiolat dengan logam Cd dan Cr diharapkan terjadi sesuai dengan prinsip HSAB dari Pearson, yakni gugus tiolat akan berinteraksi dengan asam lemah Cd (Gambar 1) dan tidak berinteraksi dengan asam kuat Cr. Gugus tiolat pada MBT tidak dipengaruhi oleh tingkat keasaman larutan, tingkat keasaman hanya mempengaruhi seberapa banyak logam yang mengalami hidrolisis (Filho et al, 1995). Data kesetimbangan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isoterm adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isoterm dapat membantu menganalisis karakteristik isoterm berupa kapasitas, afinitas, selektifitas serta mekanisme interaksi adsorpsi. Adsorpsi oleh gugus aktif bahan organik merupakan adsorpsi kimia. Model Langmuir
N
SH S
(a)
Z e o l i t
Z e o l i t
R-SH
~ Þ
+
Cd+2
~ R-SH
~ R-S Cd
~ R-S
(b)
Gambar 1. (a) Gugus tiolat pada MBT, (b) Pertukaran ion Cd dengan Zeolit-MBT.
+
2H+
Kesetimbangan adsorbsi campuran biner Cd (II) dan Cr (III)
113
dapat digunakan sebagai pendekatan untuk sistem ini. Menurut Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif bersifat homogen yang proporsional dengan luas permukaan. Masingmasing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat saja sehingga adsorpsi hanya akan terbatas pada pembentukan lapisan tunggal (monolayer). Isoterm adsorpsi Langmuir untuk sistem komponen tunggal dinyatakan: qe = qo KCe/(KCe+1) (1) Konstanta-konstanta pada persamaan diselesaikan dengan metode least square. Untuk sistem multikomponen dengan N komponen, model Kompetitif Langmuir: qoi K i Ce i q e ,i = N (2) 1 + ∑ K k Ce k
bahan yang digunakan untuk proses dealuminasi zeolit yaitu asam sulfat (H2SO4), kalium permanganat (KMnO 4 ) dan asam klorida (HCl). Bahan yang digunakan untuk proses impregnasi yaitu kloroform (CHCl 3), polistirena (nC 8 H 8), aseton (C 3 H 6O), 2Merkaptobenzotiazol (C7H5NS2). Dan bahan kimia untuk proses adsorpsi: kadmium klorida monohidrat (CdCl2.H2O), khromium klorida (CrCl3.6H2O) Preparasi Adsorben. Pembuatan adsorben zeolit alam-MBT dilakukan melalui 2 tahap (Filho et al, 1995) yaitu: Dealuminasi. Zeolit ukuran 20 sampai 30 mesh dicuci dengan aquades berulang-ulang, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 120°C selama 6 jam. Diambil 60 gram zeolit tersebut kemudian ditambah 100 ml H2SO4 6 M dan 100 ml KMnO4 0,5 M, dipanaskan 4 jam pada suhu 80°C dengan pengadukan perlahan dengan shaker bath. Zeolit
dengan qe: jumlah adsorbat terjerap/berat adsorben pada kesetimbangan (meq/g); q o : kapasitas penjerapan maksimum pada permukaan/berat padatan (meq/g); K: konstanta kesetimbangan (l/ meq); Ce: konsentrasi pada kesetimbangan (meq/l); i: komponen ke-i. Konstanta K i pada persamaan diperoleh dengan optimasi non linier menggunakan HookeJeeves. Optimasi tercapai pada nilai SSE minimum. SSE = £(qe hitung – qe data)2 (3) Persentase kesalahan relatif rata-rata untuk N data dapat ditentukan dari persamaan: % kesalahan relatif rata-rata =
diambil dan dicuci kembali berulang-ulang dengan aquades sampai aquades bekas pencucinya mencapai pH netral. Material dikeringkan dalam oven pada 80°C selama 12 jam. Hasilnya kemudian ditambah dengan 100 ml H2SO4 6 M dan dipanaskan pada suhu 80°C selama 5 jam dengan pengadukan perlahan. Kemudian dicuci dengan aquades sampai dengan aquades bekas pencucinya mencapai pH netral. Selanjutnya ditambahkan 150 ml HCl 6 M dan dipanaskan pada suhu 80°C selama 3 jam dengan
k =1
1 N qe,data − qe,hitung ∑ qe,data x 100% N i =1
a
g
(4) b
c
e d
h f
i
BAHAN DAN METODE Bahan utama yang digunakan adalah zeolit alam dan bahan-bahan kimia lain dengan pelarut air. Zeolit alam berupa butiran padatan berwarna hijau muda dengan spesifikasi: jenis zeolit adalah mordenit; Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) = 1,137 meq/g; Specific Surface area = 286,24167 m2/g; volume pori total = 141,06081 x 10-3 ml/g; rata-rata radius pori = 7,6162328 Å; komposisi kimia = SiO 2 (73,09%), Al 2 O 3 (11,17%), K 2 O(6,13%), Fe 2 O 3 (1,25%), CaO(0,9%), Na 2 O(0,39%), P 2 O 5 (0,02%), MnO(0,02%), MgO(0,18%). Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dengan kemurnian p.a berupa
Gambar 2. Rangkaian alat Shaker Bath pada percobaan. a) termometer, b) larutan logam, c) labu erlenmeyer, d) zeolit-MBT, e) pengatur suhu, f) timer, g) power on/of, h) shaking on/of, i) pengatur kecepatan goyang.
pengadukan perlahan. Kemudian dicuci dengan aquades kembali sampai aquades bekas pencucinya mencapai pH netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 12 jam. Impregnasi. Impregnasi dilakukan sebagai berikut: 50 gram zeolit hasil dealuminasi dicelupkan dalam 50 ml larutan kloroform berisi polistirena (0,25 w/v %) sambil diaduk rata.
Jurnal Natur Indonesia 6(2): 111-117 (2004)
Selanjutnya solven dibiarkan menguap dalam ruang bertekanan rendah dan suhu kamar. Kemudian padatan dicelupkan dalam 50 ml larutan aseton yang berisi MBT (8 w/v %) sambil diaduk rata. Solven dibiarkan menguap pada suhu kamar dan tekanan rendah. Setelah kering padatan dicuci dengan aquades sampai aquades tersebut jernih. Kemudian dikeringkan dalam oven pada 80°C selama 4 jam. Hasil yang diperoleh disebut adsorben MBT-Zeolit. Karakterisasi Bahan. Karakterisasi terhadap sampel zeolit alam terimpregnasi dilakukan dengan spektroskopi infra red untuk memastikan secara kualitatif keberhasilan proses impregnasi. Pelaksanaan Uji Adsorpsi. Larutan Cd dan atau Cr sebanyak 60 ml dengan konsentrasi tertentu ditempatkan dalam labu erlenmeyer 250 ml (Gambar 2). Tingkat pH dijaga antara 3,5 sampai 4 di bawah tingkat pH dimana logam terhidrolisa dengan cara menambahkan setetes asam nitrat 0,1 N. Ke dalam labu dimasukkan pula 0,1 gram MBT-zeolit. Labu ditempatkan di dalam shaker bath pada suhu kamar dan dilakukan penggoyangan dengan kecepatan 100 goyangan permenit sampai tercapai keadaan kesetimbangan (6 jam). 10 ml larutan diambil pada saat awal proses dan setelah tercapai kesetimbangan, kemudian dianalisis kandungan logamnya dengan AAS. Data kesetimbangan untuk komponen tunggal dan biner pada suhu tertentu didapatkan dengan memvariasikan konsentrasi larutan awal sehingga diperoleh seri data kesetimbangan yang membentuk kurva isoterm. Begitu juga pengaruh suhu terhadap kesetimbangan adsorpsi sistem komponen tunggal dan biner dipelajari dengan membuat variasi suhu sistem pada 27°C, 40°C, 50°C. Data kesetimbangan adsorpsi logam dalam sistem cair-padat pada suhu tertentu diperoleh dari 0,9
Amri, et al. 0,45 0,4
qe (meq/g)
114
qe (meq/g)
data 27 C
0,6
data 40 C
0,5
data 50 C
0,4
model 27 C
0,3
model 40 C
0,2
model 50 C
0,1 0 0
0,5
1
1,5
2
2,5
Ce (meq/l)
Gambar 3. Isoterm Langmuir Cd sistem komponen tunggal.
data 27 C
0,3
data 40 C
0,25
data 50 C
0,2
model 27 C
0,15
model 40 C
0,1
model 50 C
0,05 0 0
2
4
6 8 Ce (meq/l)
10
12
14
Gambar 4. Isoterm Langmuir Cr sistem komponen tunggal.
pengukuran konsentrasi logam di fase cair pada keadaan setimbang. Sedangkan konsentrasi logam di fase padat diperoleh dari neraca massa menggunakan konsentrasi larutan pada saat awal dan akhir waktu percobaan dengan rumus: qe = (Co –Ce)v/m (5) dengan Co: konsentrasi awal larutan pada percobaan (meq/l); m: berat zeolit pada percobaan (g); v: volume larutan pada percobaan (liter).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva isoterm adsorpsi komponen tunggal untuk Cd dan Cr serta pendekatan model Langmuir ditampilkan pada Gambar 3 dan 4. Dari perhitungan, ralat rata-rata pada berbagai suhu pada model Langmuir adalah 9,5% dan 12,9% untuk Cd dan Cr. Sehingga secara umum model tersebut relatif dapat digunakan untuk mewakili data kesetimbangan adsorpsi Cd dan Cr sistem komponen tunggal. Konstanta yang diperoleh dari model (Tabel 2) tersebut dapat digunakan untuk melihat beberapa karakteristik adsorpsi serta juga berguna untuk simulasi model multikomponennya. Tabel 2. Konstanta pada model Langmuir untuk sistem komponen tunggal. Ion Logam
Konstanta Langmuir Kons. Kesetimbangan K Kapasitas Adsorpsi o (l/meq) Maksimum, q (meq/g)
Cd
27 oC 0,5565
40 oC 0,6193
50 oC 0,855
27 oC 3,3356
40 oC 9,828
50 oC 7,1348
Cr
0,4783
0,354
0,5768
0,1235
0,2498
0,1683
0,8 0,7
0,35
Secara khusus, data isoterm Cd cenderung lebih mengikuti model Langmuir, daripada adsorpsi Cr, hal ini mengindikasikan bahwa adsorpsi Cd lebih didominasi oleh situs adsorpsi kimia daripada adsorpsi Cr. Tetapi ralatnya relatif masih cukup besar, hal ini dikarenakan model Langmuir tidak mempertimbangkan adanya tingkat heterogenitas permukaan
Kesetimbangan adsorbsi campuran biner Cd (II) dan Cr (III)
Tabel 3 menunjukkan kisaran uptake ion logam pada berbagai suhu baik pada kosentrasi fase cair rendah maupun tinggi. Tabel 3. Uptake ion pada berbagai suhu. Ion
Uptake ion (%)
Cd Cr
27 C
0
40 C
0
50 C
Konsentrasi
Konsentrasi
Konsentrasi
0
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
55 – 97 6–9
34 – 48 4–6
85 – 98 8 – 10
35-38 3-4
88 –91 8 – 13
43 – 47 5–6
Dari Tabel 2, hubungan antara suhu dengan konstanta kesetimbangan (K) dinyatakan dengan persamaan (Do 1998): K(T) = Ko exp (E/RT) (6) diperoleh hubungan K dengan suhu: K Cd.(T) = 461390,5exp(-3498,8/T), dan K Cr.(T) = 24,747exp(1546,9/T), serta nilai energi adsorpsi sebesar ECd = 29,09 kJ/mol dan ECr = 12,86 kJ/mol. Dari Daftar 2 juga terlihat konstanta kapasitas maksimum penjerapan (qo) rata-rata pada berbagai suhu untuk adsorpsi Cd sebesar 0,6793 meq/g dan Cr sebesar 0,4697 meq/g. Untuk isoterm adsorpsi campuran biner Cd dan Cr dengan adsorben zeolit-MBT pada berbagai suhu dapat dilihat pada Gambar 5. Pengujian dengan model kompetitif Langmuir memberikan rata-rata ralat pada berbagai suhu sebesar 12,9% pada adsorpsi Cd dan 23% pada adsorpsi Cr. Besarnya ralat pada adsorpsi Cr menunjukkan perbedaan karakteristik adsorpsinya dengan asumsi pada model kompetitif Langmuir. Sehingga perlu dikaji lebih lanjut model yang lebih cocok terhadap sistem ini. 0,8 0,7
qe (meq/g)
dan faktor dimana ion yang terjebak pada pori adsorben. Dari Gambar 3 dan 4 terlihat bahwa kemampuan adsorben pada adsorpsi Cd lebih besar daripada adsorpsi Cr, hal ini bersesuaian dengan prinsip HSAB Pearson. Kemiringan kurva isoterm Cd maupun Cr secara umum juga cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya suhu, hal ini menunjukkan peningkatan afinitas ion. Afinitas merupakan ukuran seberapa kuat molekul adsorbat teradsorpsi menuju permukaan adsorben. Secara kualitatif besarnya afinitas ditunjukkan dari nilai konstanta kesetimbangan (K) isoterm Langmuir pada Tabel 2. Suhu meningkat menyebabkan energi dan reaktivitas ion semakin besar sehingga lebih banyak ion yang dapat melewati tingkat energi untuk melakukan interaksi secara kimia dengan situs-situs di permukaan. Disamping itu reaktivitas ion yang semakin besar akan meningkatkan pula difusi ion dalam pori-pori adsorben. Sehingga lebih banyak ion yang teradsorpsi pada permukaan. Afinitas ion dipengaruhi pula oleh jumlah valensi ion, ion dengan valensi yang lebih besar mempunyai afinitas yang lebih besar, namun harus tetap memperhatikan besarnya massa atom dan karakter ion sesuai posisinya dalam sistem periodik unsur-unsur. Selain itu afinitas juga dipengaruhi oleh reaksi spesifik adsorbat pada permukaan dan perbedaan sifat antara tempat-tempat di permukaan dalam kisi-kisi zeolit serta dipengaruhi pula oleh kekuatan medan elektrostatis. Sehingga walaupun ion Cr memiliki valensi 3, namun afinitasnya pada penelitian ini lebih rendah dari afinitas Cd dengan valensi 2. Secara umum dari Gambar 3 dan 4, terlihat kurva isoterm cenderung berbentuk cekung terhadap sumbu konsentrasi fase cair yang rendah. Khusus pada Gambar 3, terlihat membentuk cekungan yang cenderung asimtotis, ini merupakan karakteristik isoterm yang didominasi adsorpsi kimia akibat adanya specific site di permukaan. Kecekungan kurva tersebut menunjukkan tingginya jumlah adsorbat terjerap (uptake) pada konsentrasi di fase cair yang rendah, atau disebut favorable isoterm curve. Uptake ion merupakan fraksi ion logam terjerap dibanding jumlah ion mula-mula dan dinyatakan dalam persentase.
115
0,6
data Cd 27 C
0,5
data Cr 27 C
0,4
data Cd 40 C
0,3
data Cr 40 C data Cd 50 C
0,2
data Cr 50 C
0,1 0 0
2 Ce (meq/l) 4
6
Gambar 5. Isoterm adsorpsi campuran Cd dan Cr pada berbagai suhu dengan zeolit-MBT.
Seperti pada sistem komponen tunggal, kenaikan suhu pada sistem biner menyebabkan kecenderungan kenaikan afinitas dan uptake ion seperti terlihat pada Gambar 5. Secara empiris tingkat
Jurnal Natur Indonesia 6(2): 111-117 (2004)
116
Amri, et al.
afinitas terhadap suhu untuk sistem biner dapat diperkirakan dari konstanta kesetimbangan K pada model kompetitif Langmuir pada Tabel 4.
0,6 0,5 Cd-(Z-MBT)
KCd KCr
Kenaikan afinitas dan uptake ion Cr terlihat tidak begitu signifikan dengan bertambahnya suhu. Hal ini dapat terjadi karena energi adsorpsinya dengan permukaan bersifat lemah, sehingga dengan bertambahnya suhu menyebabkan bertambahnya reaktivitas dan difusifitas ion dalam pori yang akan memperbanyak ion yang menuju dan terikat pada permukaan. Namun pada sisi lain, bertambahnya reaktifitas dan energi gerak ion dapat menyebabkan ion lebih mudah lepas dari ikatannya. Kombinasi dari ion yang terikat dan terlepas ditambah adanya efek kompetisi antar ion Cd dan Cr menyebabkan afinitas dan uptake ion Cr terlihat tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan suhu. Berbeda dengan Cd yang terikat secara relatif lebih kuat dengan permukaan, jumlah ion yang terikat cenderung lebih banyak daripada yang terlepas. Konstanta kesetimbangan adsorpsi sistem biner sebagai fungsi suhu terlihat pada Daftar 4, dan dapat didekati dengan polinomial KCd(T) = 1399,775 + 8.735T – 0,0135T2; KCr(T) = -350,232 + 2,243 T - 0,0036 T2. Gambar 6-8 menunjukkan perbandingan isoterm adsorpsi campuran biner Cd dan Cr antara adsorben zeolit-MBT dan zeolit yang diaktifkan dengan NaCl (Z-Na) pada berbagai suhu. Hal ini menunjukkan pula tingkat selektivitas antara adsorben zeolit-MBT dengan z-Na yang berakibat terjadinya 0,45 0,4
qe (meq/g)
0,35
Cr-(Z-MBT)
0,3
Cd-(Z-Na) 0,2
Cr-(Z-Na)
0,1 0 0
1
2
3
4
5
6
Ce (meq/l)
Gambar 7. Isoterm adsorpsi sistem biner dengan zeolit-MBT dan o zeolit-Na pada 40 C.
0,8 0,7 0,6
Cr-(Z-MBT)
0,5 qe (meq/g)
Hasil optimasi konstanta kesetimbangan pada model kompetitif Langmuir dengan optimasi non linier Hooke-Jeeves o o o 27 C 40 C 50 C 3,55687 9,34213 10,6820 0,21409 0,82629 0,47343
qe (meq/g)
0,4
Tabel 4. Hasil optimasi konstanta pada model kompetitif Langmuir.
Cd-(Z-Na)
0,4
Cr-(Z-Na)
0,3 0,2
Cd-(Z-MBT)
0,1 0 0
1
2
3
4
5
6
Ce (meq/l)
Gambar 8. Isoterm adsorpsi sistem biner dengan zeolit-MBT dan o zeolit-Na pada 50 C
perbedaan tingkat daya pisah (faktor pisah) antara kedua adsorben tersebut. Faktor pisah (α) dihitung dengan persamaan Anderson (1987): α = (qe/Ce)Cd/(qe/Ce)Cr (7) Dari perhitungan diperoleh faktor pisah rerata (α) pada adsorpsi ion Cd terhadap ion Cr pada sistem biner dengan adsorben zeolit-MBT sebesar 26,6; 16,3 dan 61,5 masing-masing untuk suhu 27oC, 40oC dan 50oC. Sedangkan nilai faktor pisah rerata untuk sistem adsorpsi dengan zeolit-Na adalah 4,41 (27oC); 3,375 (40oC), dan 7,38 (50oC). Sehingga dapat disimpulkan, daya pisah adsorben zeolit-MBT terhadap sistem adsorpsi campuran Cd dan Cr pada berbagai suhu, rata-rata berkisar 5-8 kali lebih baik dari daya pisah adsorben zeolit-Na.
Cd-(Z-MBT)
0,3
Cr-(Z-MBT)
0,25
Cd-(Z-Na)
0,2
Cr-(Z-Na)
0,15 0,1 0,05 0 0
1
2
3
4
5
6
Ce (meq/l)
Gambar 6. Isoterm adsorpsi sistem biner dengan zeolit-MBT dan o zeolit-Na pada 27 C.
KESIMPULAN Zeolit alam terimpregnasi 2-Merkaptobenzotiazol dapat digunakan sebagai bahan penyerap untuk sistem pemisahan campuran biner Cd dan Cr dengan daya pisah yang lebih baik dari adsorben zeolit teraktivasi NaCl. Hal ini dikarenakan beda afinitas adsorpsi antara ion Cd dan Cr pada zeolitMBT lebih besar daripada dengan adsorben zeolit
Kesetimbangan adsorbsi campuran biner Cd (II) dan Cr (III) teraktivasi NaCl. Sedangkan hubungan konstanta kesetimbangan (K) dengan suhu untuk sistem komponen tunggal dapat dinyatakan dengan persamaan: KCd.(T) = 461390,5 exp (-3498,8/T); KCr.(T) = 24,747 exp (-1546,9/T). Untuk sistem biner Cd dan Cr dapat didekati dengan persamaan polinomial: KCd(T) = -1399,775 + 8.735T – 0,0135T2; KCr(T) = 350,232 + 2,243 T - 0,0036 T2. Energi adsorpsi untuk Cd dan Cr masing-masing adalah ECd= 29,09 kJ/mol dan ECr = 12,86 kJ/mol. Harga kapasitas adsorpsi maksimum qo adalah = 38,176 mg/g untuk Cd dan 8,141 mg/g untuk Cr.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari thesis penulis pertama pada Program Pascasarjana UGM dengan biaya dari Engineering Education Development Project (EEDP) ADB-INO 1432.
117
DAFTAR PUSTAKA Anderson, R. 1987. Sample Pretreatment and Separation. New York: John Wiley And Sons. Do, D.D. 1998. Adsorption Analysis: Equilibria and Kinetics. Queensland: Imperial College Press. Filho, N.L.D., Gushikem, Y. & Polito, W.L. 1995. MBT-Clay as matrix for sorption and preconcentration of some heavy metals from aquaeous solution. Analytica Chimica Acta 306:167-172. Lessi, P., Filho, N.L.D., Moreira, J.C & Campos, J.T.S. 1996. Sorption and preconcentration of metal ion on silicagel modified with DMT. Analytica Chimica Acta 327: 183190. Oscik, J. 1982. Adsorption. Chichester: John Wiley & Sons. Pearson, R.G. 1963. Hard and soft acids and bases. J. Am. Soc. 85: 3533-3539. Purwanto, A. 1998. Adsoprsi Hg (II) dengan bahan tanah diatome terimpregnasi 2-Merkaptobenzotiazol. Thesis S-2. Yogyakarta: UGM. Semu, E., Singh, B.R. & Selmer-Olsen A.R. 1987a. Adsorption of mercury compounds by tropical soils. Water, Air, and Soil Pollut 32: 1-10. Sriyanti. 2000. Impregnasi 2-Merkaptobenzotiazol pada Zeolit alam dan pemanfaatannya pada adsorpsi selektif Cd (II) dan Fe(II) dalam medium air. Thesis S-2. Yogyakarta: UGM. Terada K., Matsumoto, K. & Kimura, H. 1983. Sorption of Copper (II) by some complexing agents loaded on various support. Anal. Chim. Acta 153: 273-247. Tsitsishvili, G.V., Adronikashvili, T.G, Kirov, G.N. & Filizova, L.D. 1992. Natural Zeolites. Chichesler: Ellis Horwood. Yin, Y., Allen, H.E., Huang, C.P. & Sanders, P.F. 1997. Adsorption/ desorption isoterm of Hg(II) by soil. Soil Science 162: 35-45.