KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI KEPOLISIAN (Kasus Kepolisian Resort Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)
Oleh : NURICHA PRAJNA PARAMITA A14204017
Dosen Pembimbing Dra.Winati Wigna, MDS
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
i
RINGKASAN
NURICHA PRAJNA PARAMITA (A14204017). Kepemimpinan Perempuan Dalam Organisasi Kepolisian (Kasus Kepolisian Resort Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah). Di bawah Bimbingan Winati Wigna. Kepemimpinan merupakan fungsi sentral dalam suatu kelompok atau organisasi. Proses mencapai tujuan organisasi diperlukan seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi dan mengkoordinir bawahan. Kepemimpinan masih identik dengan kedudukan yang hanya bisa dijalankan oleh laki-laki. Ada pandangan bahwa laki-laki ditakdirkan sebagai makhluk yang statusnya lebih tinggi dari perempuan (Hasibuan dan Sedyono, 1996). Akibat dari pandangan tersebut adalah perlakuan diskriminatif yang terang-terangan maupun terselubung terhadap perempuan bekerja di sektor formal. Fakta yang masih sering terjadi saat ini adalah posisi pemimpin yang selalu diduduki oleh laki-laki. Stereotipi mengenai perempuan yang cengeng, lemah lembut, emosional sering menyulitkan perempuan untuk dapat meraih posisi
sebagai
pemimpin.
Kesetaraan
gender
di
instansi-instansi
sulit
dilaksanakan, meskipun pada kenyataannya kemampuan perempuan tidak kalah dengan
laki-laki.
Pemerintah
mencoba
untuk
menanggulangi
masalah
ketidaksetaraan gender di instansi dengan mengeluarkan Inpres no.9 tahun 2000. munculnya Inpres tersebut membantu perempuan untuk mempermudah mencapai posisi sampai menjadi pimpinan. Hal ini terjadi di Wonogiri, ada perempuan yang menjadi pemimpin di Kepolisian. Padahal organisasi Kepolisian sangat identik dengan organisasi laki-laki. Hal inilah yang layak untuk dikaji lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan faktor yang mempengaruhi penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan, menjelaskan faktor-faktor (dari bawahan dan atasan) yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan perempuan (eksistensi dan penerimaan bawahan terhadap atasan). Serta menjelaskan gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin perempuan agar kepemimpinannya berhasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana penerimaan terhadap kepemimpinan perempuan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif
ii
yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Kombinasi ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode survei sehingga dilakukan pengambilan sampel. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui penerimaan bawahan terhadap atasan. Penelitian dilaksanakan di Semarang dan Wonogiri. Lokasi ini dipilih secara purposive (sengaja). Penelitian ini membutuhkan data dari bawahan dan atasan (pemimpin perempuan), oleh karena itu dipilih Wonogiri dan Semarang. Wonogiri merupakan tempat bekas bawahan pemimpin pada saat bertugas. Semarang merupakan tempat tugas dan tempat tinggal pemimpin perempuan setelah dipindahtugaskan dari Wonogiri. Hasil dari penelitian ini adalah karakteristik bawahan (anggota Kepolisian Wonogiri) menerima baik kepemimpinan perempuan. Organisasi Kepolisian menerima perempuan menjadi seorang pemimpin. Faktor-faktor dari atasan maupun bawahan yang diduga mempengaruhi bawahan seperti karakterisitik bawahan (pendidikan dan masa kerja) terbukti tidak berpengaruh terhadap pemimpin perempuan. Demikian juga karakteristik pemimpin (status lajang dan sifat pribadi pemimpin) juga tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pemimpin perempuan. Namun, responden laki-laki justru menilai sifat pribadi pemimpin mempengaruhi penerimaan. Faktor yang berpengaruh terhadap eksistensi pemimpin perempuan adalah pendidikan dan pengalaman kerja, keterdedahan terhadap media massa, dukungan keluarga. Sedangkan pembagian antara pekerjaan kantor dan rumah tangga serta tanggungan keluarga tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pemimpin perempuan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemimpin perempuan selain sumberdaya pribadi dan sumberdaya keluarga adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin perempuan. Gaya kepemimpinan yang mempengaruhi penerimaan bawahan terhadap atasan adalah gaya kepemimpinan mawar, dengan ciri kepemimpinan komunikatif dan berwibawa.
iii
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI KEPOLISIAN (Kasus Kepolisian Resort Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)
Oleh : NURICHA PRAJNA PARAMITA A14204017
SKRIPSI Sebagai prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
iv
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama
: Nuricha Prajna Paramita
Nomor Pokok
: A14204017
Program studi
: Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
: Kepemimpinan Perempuan Dalam Organisasi Kepolisian (Kasus Kepolisian Resort Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan SEP 494 pada Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Insitut Pertanian Bogor Menyetujui , Dosen Pembimbing
Dra.Winati Wigna, MDS NIP : 131 284 835
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal pengesahan:
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI KEPOLISIAN (KASUS KEPOLISIAN RESORT WONOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH)” INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA
BENAR-BENAR
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN
DALAM
NASKAH.
BAHAN
DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2008
Nuricha Prajna Paramita A14204017
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nuricha Prajna Paramita, dilahirkan di Pati pada tanggal 19 Juli 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Imam Soekarto (alm) dan Mien Haryati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Pati Kidul tahun 1992-1998, kemudian masuk di SMPN 2 Pati tahun 1998-2001 dan meneruskan ke SMUN 1 Pati tahun 2001-2004. Tahun 2004 diterima kuliah di Program S-1 Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjalani studinya di IPB penulis aktif dalam beberapa organisasi mahasiswa seperti Music Agriculture Expretion (MAX!!) (2005-2006), Himpunan Mahasiswa Islam (2005-2006), Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (2004-sekarang). Selain itu, penulis juga pernah menjadi editor buletin Fakultas Pertanian yaitu D’Green, serta Layoter Koran Kampus IPB.
vii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Penyususunan skripsi ini merupakan syarat menjadi Sarjana pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada: 1. Dra. Winati Wigna, MDS selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran, dan kritik serta kesabarannya dalam membimbing selama proses penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Sarwititi S.Agung, MS selaku Dosen Penguji Utama. 3. Ratri Virianita, S.Sos, Msi selaku Dosen Penguji Wakil Depertemen. 4. Kedua orangtuaku terutama Papa Imam Soekarto (Alm) dan Mamaku Mien Haryati yang selalu setia mendengarkan curahan hatiku, serta Mas Wawan dan Mas Dadit. Matur nuwun sanget dukungan dan doanya selama ini. 5. Ibu DIA terima kasih atas luangan waktu dan kesediaannya menjadi objek penelitian. 6. Ibu Wr, Pak Utg, Pak Sp, Ib, Wnn, Rrn, Rn dan seluruh anggota Kepolisian Wonogiri yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Temanku Teguh dan Surya yang bersedia memberi informasi tambahan tentang Kepolisian. 8. Fitri Gayatri temen seperjuangan satu bimbingan SP dan skripsi. Terima kasih atas dukungan, kerjasama, perhatian selama ini. 9. Temen-temen KPM: Nani, Cidta, Yha, Tyas kecil, Uphie, Yanti, Eno, Yuliya, Tina dan semua temen-temen KPM yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 10. IKMP’ers ‘41 Rani, Ratna, Uuk, Ganang, si Nyo, Tesa, Aris, Arif, Maksum, Winda, Yossi, Si True, Emma, Rezky, Angga, Gunawan, Vindi lan mas-masQ ingkang asring ngrencangi..Matur Nuwun rewangane...Dolanan bareng kawet mlebu IPB. 11. Temen-temen Puri Fikriyyah (mbak Nura, Andry, Neni, Devi, Sophie, Ufi upil, Tri, Ibu dan Pak Maman dll), Wisma Zulfa (Dede, Vivi, Linda, Yuli, Gina, Okta, dll), kosan Blobo tempat numpang selama di Bogor.
viii
12. Temen-temen Coordinat Irja, Riza, Winno, Fahmi, Dito, Emil, Azan, Nia, Nana, Ucik, Fahmi 2. Thanx buat acara nge_gembel kita 13. Semua yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan, dukungan serta perhatian yang diberikan ke penulis. Semoga Allah swt memberikan pahala, rejeki dan membalas semua kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Bogor, Sepetember 2008 Nuricha P.P
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.......................................................................................................... 1 DAFTAR TABEL.................................................................................................. 2 DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................................. 5 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 8 1.4 Kegunaan Tulisan ......................................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kepemimpinan Perempuan ....................................................... 9 2.1.1 Konsep Gender .................................................................................... 9 2.2 Kepemimpinan Perempuan......................................................................... 12 2.2.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan ........................................ 13 2.2.2 Tipe dan Gaya Kepemimpinan (Secara Umum)................................ 14 2.2.3 Tipe dan Gaya Kepemimpinan Perempuan ....................................... 15 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kepemimpinan Perempuan .................................................................................................. 17 2.4 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 18 2.4.1 Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................... 20 2.5 Hipotesa Uji ................................................................................................ 20 2.6 Definisi Operasional ................................................................................... 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 26 3.2 Metode Penelitian ....................................................................................... 26 3.3 Teknik Penentuan Responden..................................................................... 27 3.4 Metode Pengumpulan Data......................................................................... 27 3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 28 BAB IV KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Kepolisian Resort Wonogiri ....................................................................... 30 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN BAWAHAN 5.1 Tingkat Pendidikan..................................................................................... 34 5.2 Masa Kerja.................................................................................................. 36 BAB VI PROFIL PEMIMPIN PEREMPUAN 6.1 Pendidikan dan Pengalaman Kerja ............................................................. 38 6.2 Curahan Waktu Beragam Kegiatan ............................................................ 41 6.3 Tingkat Keterdedahan Terhadap Media Massa .......................................... 42 6.4 Dukungan Keluarga .................................................................................... 43 6.5 Tanggungan Anak....................................................................................... 43
x
BAB VII KEBERHASILAN KEPEMIMPIN PEREMPUAN 7.1 Eksistensi Pemimpin Perempuan................................................................ 45 7.2 Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan ..................................................... 47 BAB VIII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK BAWAHAN DAN ATASAN TERHADAP PENERIMAAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN 8.1 Karakteristik Bawahan................................................................................ 48 8.1.1 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan ............................................. 49 8.1.2 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan............................................................. 50 8.2 Hubungan Antara Karakteristik Pribadi Pemimpin Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan ...................................................... 51 8.2.1 Hubungan Antara Status Lajang Pemimpin Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan ......................... 52 8.2.2 Hubungan Antara Sifat Pribadi Pemimpin Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan ......................... 55 BAB IX
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP PENERIMAAN BAWAHAN PADA ATASAN PEREMPUAN . 58
BAB X KESIMPULAN 10.1 Kesimpulan ................................................................................................. 61 10.2 Saran ........................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8 Tabel 9
Tabel 10 Tabel 11
Tabel 12 Tabel 13
Ciri – ciri Kepemimpinan.................................................................. 30 Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Polres Wonogiri, 2006.................................................................................. 35 Jumlah Responden berdasarkan Masa Kerja responden di Polres Wonogiri, 2006.................................................................................. 37 Curahan Waktu Beragam Kegiatan Pemimpin ................................. 42 Jumlah Responden berdasarkan Penerimaan dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2008....................................................................... 47 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan di Polres Wonogiri, 2008................................................ 49 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Masa Kerja dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan di Polres Wonogiri, 2008....................................................................... 50 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Lajang Pemimpin dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2008................... 52 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Lajang Pemimpin Perempuan Dengan Penerimaan Bawahan di Polres Wonogiri, 2008.................................................................................. 53 Jumlah Responden berdasarkan Sifat Pribadi dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2008................................................................... 55 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sifat Pribadi Pemimpin Perempuan Dengan Penerimaan Bawahan di Polres Wonogiri, 2008.................................................................................. 56 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penerimaan Bawahan Dengan Gaya Kepemimpinan di Polres Wonogiri, 2008 .. 59 Jumlah Responden berdasarkan Ciri-ciri Kepemimpinan Yang Paling Diterima Terhadap Responden di Polres Wonogiri, 2008 ..... 60
xii
DAFTAR LAMPIRAN Peta Kabupaten Wonogiri ...................................................................................... ii Tabel 24 Nama – nama Responden ......................................................................iii Tabel 25 Nama – nama Kapolres Wonogiri ......................................................... iv Kuesioner Kuantitatif (Bawahan) .......................................................................... v Panduan Pertanyaan (Kualitatif) ........................................................................... x Tabel 26 Instrumen Pengumpulan Data melalui Kueasioner (Kuantitatif).......... xii Tabel 27 Data yang Diperlukan (Sumber dan Metode Pengumpulan Data) ....... xii Tabel 28 Jadwal Kegiatan ...................................................................................xiii Struktur Organisasi Polres Wonogiri Periode Tahun 2006 – 2008..................... xiv Struktur Organisasi Polri...................................................................................... xv Pembagian Tugas dan Tanggungjawab Anggota Kepolisian ............................. xvi Foto Dokumentasi .............................................................................................. xxi
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan fungsi sentral dalam suatu kelompok atau organisasi. Proses mencapai tujuan organisasi diperlukan seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi dan mengkoordinir bawahan. Kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya tergantung dari cara seseorang memimpin kelompoknya, dengan cara yang otoriter, demokratis atau kharismatik yang mampu menarik orang untuk menjadi bawahannya. Pada proses mempengaruhi, seseorang memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi. Mengkomunikasikan tujuan organisasi pada bawahannya, sehingga bawahannya tertarik untuk mengikuti pemimpin. Kemampuan dalam mengkomunikasikan informasi ini merupakan salah satu pembeda antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian Lestari (1992), menunjukkan bahwa profesionalisme pemimpin perempuan diwujudkan oleh kemampuan berkomunikasi dan kecakapan ini juga dapat menetralisasi pengaruh negatif dari usia dan masa jabatan pemimpin perempuan itu terhadap sikap hormat dan takut bawahannya. Keefektifan kepemimpinan perempuan dapat ditunjukkan oleh niat bawahan untuk bekerja sesuai dengan pengarahannya, dimana niat ini dipengaruhi oleh sikap hormat dan takut bawahan terhadap atasannya. Faktor selain kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan perempuan juga dipengaruhi dari pihak bawahan atau pengikutnya. Menurut penelitian Farida (2005), kepemimpinan perempuan dipengaruhi oleh karakteristik individu yaitu tingkat pendidikan bawahan dan pengalaman organisasi bawahan. Pendidikan dan
xiv
pengalaman organisasi yang semakin tinggi menunjukkan persepsi yang positif terhadap kepemimpin perempuan. Penelitian Farida (2005) membahas mengenai persepsi terhadap kepemimpinan perempuan. Meskipun menunjukkan persepsi yang positif, namun persepsi masyarakat secara umum masih sangat dipengaruhi oleh budaya, adat istiadat, stereotipi dan mitos-mitos tentang laki-laki dan perempuan. Hasibuan dan Sedyono (1996) berpendapat ada pandangan bahwa laki-laki ditakdirkan sebagai makhluk yang statusnya lebih tinggi dari perempuan. Akibat dari pandangan tersebut ada perlakuan diskriminatif yang terang-terangan maupun terselubung terhadap perempuan bekerja di sektor publik. Sektor publik pemerintahan yang bisa diduduki oleh perempuan masih mencapai jumlah yang sedikit. Khofifah (2002) mengungkapkan bahwa pada tahun 1987, representasi perempuan Indonesia di parlemen mencapai angka tertinggi sebesar 13,0 persen dari 565 orang jumlah keseluruhan anggota DPR. Penetapan kuota 30 persen bagi perempuan sebagai calon anggota legislatif dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Ternyata hasilnya pada Pemilu 2004 belum signifikan, masih jauh dibawah target. Sebagai gambaran, di DPR-RI hanya mendapatkan 11,27 persen dari 550 orang (Anshor, 2007). Jumlah perempuan yang bisa duduk di sektor publik masih sangat terbatas. Seperti halnya dalam kepemimpinan, budaya patriarkhi di Indonesia menjadi salah satu penyebab perempuan sulit memperoleh posisi sebagai pemimpin. Munculnya stereotipi mengenai sifat perempuan yang irasional, emosional, lemah,
xv
lembut, cengeng, cantik menjadi penyebab perempuan jarang ditempatkan pada posisi sebagai pemimpin. Padahal sejarah telah mencatat banyak pemimpin perempuan hebat di dunia seperti Ratu Cleopatra yang berkuasa di Mesir, kemudian Margaret Thatcher dari Inggris, Cory Aquino dari Filipina; Benazir Bhutto dari Pakistan, Aung San Suu Kyi dari Myanmar, Tjut Njak Dhien dari Aceh, Mooryati Soedibyo, Martha Tilaar, dan tentunya Megawati dari Indonesia. Seorang pemimpin perempuan di tengah-tengah budaya yang patriarkhi seperti di Indonesia masih menjadi hal yang kontroversial. Contohnya, ketika Megawati mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan K.H Abdurrahman Wahid, banyak elemen masyarakat termasuk tokoh-tokoh agama di Indonesia yang memperdebatkan fenomena kepemimpinan perempuan saat itu. Pencatatan
sejarah
pemimpin-pemimpin
perempuan
belum
bisa
memberikan referensi untuk mengakui kemampuan perempuan menjadi pemimpin terutama di suatu organisasi. Padahal berbagai penelitian membuktikan bahwa sebenarnya kinerja pria dan perempuan dalam menangani pekerjaan relatif sama dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing individu laki-laki maupun perempuan. Salah satu contoh organisasi di Indonesia yang berhasil mendudukan perempuan
sebagai
pemimpin
adalah organisasi Kepolisian. Kepolisian
merupakan organisasi yang berstruktur semi militer dengan tugas utama untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, dengan slogan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat polisi dituntut untuk bisa dekat dengan
xvi
masyarakat. Salah satu faktor agar tujuan tersebut dapat tercapai, dipengaruhi oleh pemimpinnya. Struktur organisasi Kepolisian yang semi militer, menyebabkan jumlah perempuan yang bisa menjadi pemimpin masih sedikit. Selama ini perempuan masih dianggap tidak mampu untuk menjadi pemimpin. Namun dalam kasus ini ditemukan ada seorang perempuan yang berhasil menduduki posisi dalam Kepolisian Resort sebagai Kepala Polisi Resort (Kapolres). Selain berhasil menduduki posisi sebagai pemimpin, ia juga berhasil menjalankan kepemimpinannya. Keberhasilan kepemimpinannya ditunjukkan dengan mendapat predikat ”Wilayah Hukum Polres Wonogiri Sangat Aman”. Hal ini ditunjukkan dari angka kriminalitas di Polres Wonogiri periode Januari hingga Desember 2007 mencapai 195 kasus. Kasus yang selesai sebanyak 151 kasus (77,43 %). Sementara indek kriminalitas 76 kasus dan yang dapat diselesaikan 55 kasus (82,08 %). 1 Fakta keberhasilan salah satu Kapolres perempuan menjadi perlu dikaji lebih lanjut tentang faktor-faktor yang membuat perempuan berhasil dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan seperti apa yang diterima oleh bawahannya?
1.2 Perumusan Masalah Fakta mengenai keberhasilan salah satu Kapolres perempuan menjadi perlu dikaji lebih lanjut mengenai: 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan? -----. Kapolwil: Wilayah Hukum Polres Wonogiri Sangat Aman. www.harianjoglosemar.com. Diakses tanggal 14 April 2008. 1
xvii
2. Apa saja faktor-faktor (dari bawahan dan atasan) yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan perempuan (eksistensi dan penerimaan bawahan terhadap atasan)? 3. Apa gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin perempuan agar kepemimpinannya berhasil?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin peneliti dapatkan dari perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan faktor-faktor penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan. 2. Menjelaskan faktor-faktor (dari bawahan dan atasan) yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan perempuan (eksistensi dan penerimaan bawahan terhadap atasan). 3. Menjelaskan gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin perempuan agar kepemimpinannya berhasil
1.3 Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori, dan pendekatan gender dalam pembangunan sesuai dengan realita yang terjadi di masyarakat. 2. Bagi perempuan-perempuan yang sedang berjuang menjadi pemimpin yang selama ini selalu disisihkan. Penelitian ini menunjukkan seberapa besar kesempatan perempuan untuk bisa menjadi pemimpin.
xviii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kepemimpinan Perempuan Kepemimpinan perempuan sangat dipengaruhi oleh sejauhmana ideologi gender berkembang dalam masyarakat. Khusus pada instansi Kepolisian ideologi gender tersebut dapat dilihat baik pada individu-individu bawahan maupun atasan. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemahaman tentang konsep gender untuk bisa mengkaji tentang kepemimpinan perempuan di instansi Polri.
2.1.1 Konsep Gender Gender bukan merupakan pembeda antara laki-laki dan perempuan secara seks. Menurut Handayani dan Sugiarti (2006), gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya lakilaki dan perempuan. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada (Vries, 2006). Seks dipahami sebagai jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Seks atau jenis kelamin sering dikaitkan dengan gender dan kodrat. Ketika lahir antara laki-laki dan perempuan sudah dibedakan secara fisik. Laki-laki dicirikan mempunyai penis, testis, sperma, sedangkan perempuan dicirikan dengan vagina, rahim, payudara. Secara fisik pembeda antara laki-laki dan perempuan tidak bisa berubah, tidak seperti pemaknaan gender yang dapat berubah dari masa ke masa. Pembeda fisik merupakan ketentuan dari Tuhan. Hal inilah yang disebut dengan kodrat.
xix
Kodrat sering dipahami oleh masyarakat sebagai “tugas” utama laki-laki dan perempuan. Seperti dijelaskan dalam tulisan Vries (2006), karena perempuan mempunyai rahim dan melahirkan maka, dia harus mengurus anak atau bekerja di ranah domestik, sedangkan kodrat laki-laki sebagai pencari nafkah di luar rumah tanpa ikut campur pada ranah domestik. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan akan berimplikasi pada perbedaan peran gender. Peran gender menurut Vries (2006) adalah peran yang diciptakan masyarakat bagi lelaki dan perempuan. Pada masyarakat tradisionalpatriarkhi kita dapat melihat dengan jelas adanya pemisahan yang tajam bukan hanya pada peran gender tetapi juga pada sifat gender. Akibat dari penyalahartian gender, dalam masyarakat tanpa sadar berkembang ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan seperti subordinasi, marjinalisasi, beban kerja lebih banyak, dan seterotipe. 1) Gender dan Marjinalisasi Perempuan. Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marjinalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan atau biasa disebut dengan pemiskinan ekonomi (Handayani dan Sugiarti, 2006). Menurut Vries (2006) sebagai akibat langsung dari penomorduaan (subordinasi) posisi perempuan dan melekatnya label-label buruk pada diri perempuan (stereotype), perempuan tidak memiliki peluang, akses dan kontrol seperti laki-laki dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi.
xx
2) Gender dan Subordinasi Pekerjaan Perempuan. Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan keputusan politik (Handayani dan Sugiarti, 2006). Pada dasarnya adalah pembedaan perlakuan terhadap salah satu identitas sosial. Dalam kultur budaya Indonesia, perempuan masih dinomorduakan dalam banyak hal, terutama dalam pengambilan keputusan. 3) Gender dan Stereotipi atas Pekerjaan Perempuan. Stereotipi adalah pelabelan negatif terhadap laki-laki dan perempuan, biasanya pelabelan selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, dan perkasa, sedangkan perempuan adalah makhluk yang lembut, cantik, emosional atau keibuan. 4) Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Handayani dan Sugiarti, 2006). Menurut Vries (2006) bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik (seperti pemukulan), kekerasan psikis (misalnya, kata-kata yang merendahkan atau melecehkan), kekerasan seksual (contohnya perkosaan) dan lain-lain. 5) Gender dan Beban Kerja Lebih Berat. Menurut Vries (2006) ketidakadilan gender yang terjadi pada perempuan bisa berbentuk muatan pekerjaan yang berlebihan. Ada anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab
xxi
kaum perempuan. Oleh karena itu, perempuan menerima beban ganda, selain harus bekerja domestik, mereka masih harus bekerja membantu mencari nafkah. Bentuk ketidakadilan yang diterima oleh perempuan merupakan sesuatu yang kurang berimbang. Berbagai bentuk ketidakadilan akhirnya membentuk pandangan masyarakat untuk tidak menempatkan perempuan dalam posisi sebagai pemimpin. Kepemimpinan lebih pantas jika diduduki oleh laki-laki, sedangkan perempuan adalah pengikut. Stereotipi tersebut otomatis akan mematikan kepemimpinan perempuan, karena secara tidak langsung perempuan dihalangi untuk maju menjadi pemimpin.
2.2 Kepemimpinan Perempuan Sekarang ini, kepemimpinan dalam organisasi tidak hanya dikuasai oleh laki-laki tetapi juga perempuan. Meskipun masih ada stereotipi-stereotipi mengenai kepemimpinan perempuan, namun tidak dipungkiri bahwa jumlah pemimpin perempuan juga mulai banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Definisi kepemimpinan perempuan tidak berbeda dengan kepemimpinan secara umum. Hal yang membedakan kepemimpinan laki-laki dan perempuan adalah tipe kepemimpinannnya. Menurut Seeman dan Morris (1950), Nelson dkk (1960) dan Mehta (1972) (dalam Mugniesyah, 1986), kepemimpinan perempuan dipandang sebagai suatu jaringan hubungan antara sumberdaya pribadi pemimpin perempuan, sumberdaya keluarga dan masyarakat desa dimana pemimpin perempuan menjadi anggota. Sebelum membahas kondisi kepemimpinan perempuan perlu dibahas terlebih dahulu tentang kepemimpinan, pemimpin, tipe dan gaya kepemimpinan
xxii
secara umum yang akan menentukan kinerja seorang pemimpin perempuan dalam mencapai tujuan organisasi yang telah dibuat.
2.2.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Kunarto (1997) mendefinisikan organisasi adalah suatu sistem sosial yang memiliki aktivitas terintegrasi dengan tujuan yang terkalkulasi. Aktivitas suatu organisasi akan mempunyai tujuan yang jelas. Dalam pencapaian tujuannya, suatu organisasi akan membutuhkan seorang pemimpin yang mampu mengkoordinir bawahannya. Menurut Hersey dan Blanchard (1982) (dalam Kunarto, 1997), pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Kepemimpinan berbeda dengan manajemen. Menurut Toha (1983) manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang lain, sedangkan kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku, baik perorangan maupun kelompok. Frankel
(2006)
mendefinisikan
kepemimpinan
adalah
mengindentifikasi
kebutuhan, menggunakan semangat dan semangat orang lain untuk memenuhi kebutuhan itu, mengembangkan perencanaan konkret untuk memastikan kebutuhan itu terpenuhi dan memfokuskan pada kebutuhan manusia dari mereka yang terlibat. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau menjalankan visi dan misi organisasi untuk mencapai tujuan yang telah disepakati sebelumnya. Kepemimpinan seseorang akan lebih baik jika dilengkapi dengan manajemen yang baik, cara mengelola bawahannya dan
xxiii
sumberdaya
organisasi.
Manajemen
dimulai
dari
proses
perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
2.2.2 Tipe dan Gaya Kepemimpinan (Secara Umum) Kepemimpinan maupun manajemen akan memunculkan suatu kekuasaan maupun wewenang, yang mampu mendelegasikan tujuan organisasi dari atasan ke bawahan. Walter Nord (1978) (dalam Toha, 1983) merumuskan kekuasaan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya. Kepemimpinan seseorang akan berbeda satu sama lain, tergantung gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan menurut Toha (1983) adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Secara kasar, gaya adalah cara pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Tilaar (2003) mendefinisikan pemimpin dalam beberapa jenis, yaitu pemimpin kharismatik, demokratis ataupun otoriter. Pemimpin kharismatik mendapat sumber kekuataannya dari hal-hal yang bersifat irasional. Kekuatannya dapat diperoleh secara turun menurun dengan latar belakang tradisi atau agama. Pemimpin demokratis lahir sejalan dengan perubahan kehidupan bersama, misalnya mulai muncul negara-negara berdasarkan kedaulatan rakyat. Pemimpin dipilih oleh masyarakat atau rakyat. Pemimpin otoriter mempunyai kekuasaan yang tanpa batas, sifat pemilihnya terpimpin atau terpaksa. Mungkin pada awalnya pemimpin otoriter adalah pemimpin yang demokratis. Pergeseran tipe
xxiv
kepemimpinannya bisa saja karena ambisi pribadi atau karena kondisi sosial masyarakat yang kondusif Tipe dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan menentukan kinerja bawahannya, karena menciptakan suasana yang kondusif atau nyaman bagi bawahannya akan berdampak pada kinerja bawahan yang dapat membantu kemudahan dalam pencapaian tujuan organisasi.
2.2.3
Tipe dan Gaya Kepemimpinan Perempuan Karakteristik kepemimpinan akan membawa dampak pada kinerja
bawahan. Stereotipi perempuan seperti cengeng, kurang percaya diri, tidak mandiri, diduga membawa pengaruh terhadap cara-cara perempuan memimpin. Tilaar (2003) mendefinisikan tipe-tipe kepemimpinan perempuan berdasarkan bunga. Sengaja menggambarkan dengan bunga, karena bunga dekat dengan perempuan. Tipe-tipe kepemimpinan digambarkan dengan bunga seperti, bunga mawar, anggrek, melati, cempaka, dan teratai. Definisi tipe-tipe pemimpin sebagai berikut: 1) Tipe Mawar Bunga mawar dicirikan dengan akar yang kuat, perforasi daunnya yang manis, dan bunga yang merekah dengan kelopak yang tersusun dalam tatanan proporsional serta duri yang tumbuh di batang dan tangkainya. Kepemimpiann yang dianalogikan seperti bunga mawar dicirikan mempunyai rasa percaya diri yang tebal. Ia mampu menyemarakkan suasana sekitarnya, komunikatif dan populer. Pemimpin dalam klasifikasi ini mempunyai wibawa yang besar, sanggup memberikan kedamaian sekaligus keceriaan bagi pengikutnya namun tetap mengambil jarak.
xxv
2) Tipe Anggrek Bunga anggrek mempunyai pesona yang luar biasa. Pesona anggrek mampu menemani hati manusia dalam berbagai situasi.
Sosok pemimpin yang
digambarkan oleh tipe anggrek adalah anggun dan elegan. Bunga anggrek yang melambangkan kelangkaan, kemewahan, sekaligus kehangatan. Sosok pemimpin tipe ini memiliki hasrat untuk berbeda, seorang yang sangat ulet, dan sangat menghargai team work. 3) Tipe Melati Tergolongan tanaman perdu dengan bunga yang kecil, mungil dan low profile. Melati hadir dengan banyak peristiwa dan menjadi simbol kesederhanaan, keindahan dan cinta kasih. Pemimpin yang berada di tipe ini dicirikan dengan sifat yang sederhana, tidak menonjolkan diri dan tidak memanfaatkan kehebatan lahiriah. Prinsipnya menjadi suri tauladan sehingga keputusan yang diambilnya sangat bijaksana. 4) Tipe Teratai Melambangkan vertilitas, reinkarnasi, juga seksualitas dan kemurnian hidup. Kekhasan dari bunga ini adalah kemampuan untuk hidup di lingkungan yang berlumpur. Pemimpin dalam kategori ini dicirikan dengan tingkah lakunya yang anggun dan santun serta religius. Independensi, keteguhan dan keteduhan seperti teratai yang hidup di lumpur. 5) Tipe Cempaka Harum cempaka sangat semerbak dengan nuansa misterius. Pemimpin yang masuk dalam kategori ini memiliki sikap penuh tanggung jawab, mampu mengayomi
pengikutnya
dengan
memberikan
suri
tauladan
yang
xxvi
ditunjukkannnya. Kemampuannya menonjolkan diri tidak membuatnya tinggi hati, membuatnya menjadi pemimpin yang flamboyan.
2.3 Faktor-faktor Perempuan
yang
Mempengaruhi
Keberhasilan
Kepemimpinan
Mugniesyah (1986) dalam tesisnya mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan perempuan di desa terdiri dari sumberdaya pribadi, sumberdaya keluarga, sumberdaya kelompok, masyarakat desa dan tingkat kepemimpinan perempuan dalam pembangunan desa. Hasil penelitian Mugniesyah (1986) membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan dipengaruhi oleh tingkat kepemimpinan perempuan (luas cakupan wilayah pengaruh, derajat kontribusi, frekuensi peranserta dalam beragam kelompok,
dan
curahan
waktu
pemimpin
perempuan
dalam
kegiatan
pembangunan desa) yang berkorelasi dengan variabel yang lain. Luas cakupan wilayah pengaruh dengan tingkat kepadatan peranan, tingkat subordinasi pemimpin perempuan terhadap suami, tingkat status sosial ekonomi keluarga inti, sifat kepemimpinan perempuan, derajat penerimaan pemimpin laki-laki. Derajat kontribusi berkorelasi dengan satu sumberdaya pribadi (hierarki dalam kelompok), satu sumberdaya kelompok (sifat kepemimpinan perempuan dan tingkat korbanan pemimpin perempuan terhadap kelompok). Frekuensi peranserta dalam beragam kelompok berkorelasi dengan dua peubah sumberdaya pribadi (tingkat kepadatan peranan dan tingkat hierarki dalam kelompok), satu peubah sumberdaya keluarga (tingkat status sosial ekonomi keluarga pemimpin perempuan) dan dua peubah masyarakat desa (derajat penerimaan dan
penilaian pemimpin laki-laki). Sedangkan curahan waktu
xxvii
pemimpin perempuan dalam kegiatan pembangunan desa berkorelasi dengan curahan waktu pemimpin perempuan dalam kegiatan rumah tangga. Definisi lain, diberikan oleh Farida (2005) mengenai ciri karakteristik individu dengan dibedakan: karakteristik diri dan konteks situasi individu. Karakteristik diri antara lain: tingkat pendidikan, pengalaman organisasi, jenis pekerjaan, tingkatan sumbangan terhadap pendapatan keluarga. Sedangkan, konteks situasi individu antara lain: keadaan keluarga responden, sosialisasi gender responden, pembagian peran gender responden, tingkat interaksi dengan IPB, tingkat keaktifan dengan kegiatan keagamaan, tingkat partisipasi politik dan tingkat keterdedahan terhadap media massa Penelitian Farida (2005) membuktikan variabel yang berpengaruh terhadap kepemimpinan perempuan adalah tingkat pendidikan pengikut, pengalaman organisasi pengikut, keluarga, lembaga pendidikan dan partai politik. Faktor lain yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Kunarto (1997) adalah budaya nasional. Pemimpin tidak bisa memilih gaya sesuka hati, karena kepemimpinannya akan dikendalikan oleh tuntutan pengikutnya yang berakar pada budaya nasionalnya.
2.4 Kerangka Pemikiran Ideologi gender merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap diterima tidaknya seorang perempuan menjadi pemimpin. Ideologi gender yang berupa stereotipi – stereotipi yang mendudukkan laki – laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai orang yang dipimpin, sehingga memunculkan anggapan perempuan tidak mampu menjadi pemimpin. Stereotipi tersebut berpengaruh pada
xxviii
kesempatan perempuan menduduki posisi sebagai pemimpin, meskipun sebenarnya perempuan mampu untuk menjadi pemimpin. Seperti halnya di Kepolisian, organisasi yang berstruktur semi militer dan selalu identik dengan dunia laki-laki, namun pernah berhasil dipimpin oleh perempuan. Berhasilnya perempuan yang bisa mencapai posisi pimpinan dalam Kepolisian disebabkan ideologi gender oleh bawahan berubah sejak ada Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 mengenai Pengarusutamaan Gender. Keberhasilan kepemimpin perempuan dalam Kepolisian diduga didukung oleh dua pihak baik pihak bawahan maupun pihak atasan itu sendiri. Dukungan ini baik berupa karakteristik bawahan (seperti tingkat pendidikan dan masa kerja bawahan) dan karakteristik yang dimiliki atasan ( status lajang pemimpin dan sifat pribadi pemimpin perempuan), sumberdaya pribadi dan sumberdaya keluarga pemimpin. Selain karakteristik bawahan dan atasan, hal yang mendukung keberhasilan kepemimpin di Kepolisian diduga gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin selama bertugas.
xxix
2.4.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Ideologi Gender Pemimpin Eksistensi Pemimpin Perempuan Karakteristik Bawahan Tingkat pendidikan Masa Kerja
Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Rasa Senang Tingkat Pelecehan Tingkat Kepercayaan
Karakteristik Pemimpin Sumberdaya Pribadi - Tingkat Pendidikan - Curahan Waktu Beragam Kegiata Pemimpin - Tingkat Keterdedahan terhadap media massa. Sumberdaya Keluarga - Dukungan Keluarga - Tanggungan anak Karakteristik Pribadi Pemimpin Status Lajang Pemimpin Perempuan Sifat Pribadi Pemimpin
Gaya Kepemimpinan
Keterangan : Analisis secara kuantitatif Analisis secara kualitatif 2.5 Hipotesa Penelitian 1. Ada hubungan antara ideologi gender dengan eksistensi pemimpin perempuan (diterima tidaknya perempuan menjadi pemimpin). 2. Ada hubungan antara sumberdaya pribadi (tingkat pendidikan, curahan waktu untuk pekerjaan, dan tingkat keterdedahan terhadap media massa) dengan eksistensi pemimpin perempuan.
xxx
3. Ada hubungan antara sumberdaya keluarga (dukungan keluarga, tanggungan anak) dengan eksistensi pemimpin perempuan. 4. Ada hubungan antara karakteristik bawahan (tingkat pendidikan bawahan dan masa kerja bawahan) dengan penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan (rasa senang, tingkat pelecehan, tingkat kepercayaan). 5. Ada hubungan antara karakteristik pribadi (status lajang pemimpin dan sifat pribadi pemimpin) dengan penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan (rasa senang, tingkat pelecehan, tingkat kepercayaan). 6. Ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan (rasa senang, tingkat pelecehan, tingkat kepercayaan).
2.6 Definisi Operasional A. Karakteristik Bawahan adalah ciri-ciri dari bawahan yang terdiri dari tingkat pendidikan dan masa kerja. 1. Tingkat pendidikan adalah tingginya pendidikan formal yang pernah ditempuh responden (bawahan). Rendah : apabila responden pernah menempuh pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sedang : apabila responden pernah menempuh pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tinggi
: apabila responden pernah menempuh pendidikan sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi (S1 atau S2)
xxxi
2. Masa kerja adalah lamanya responden (bawahan) bekerja di Kepolisian dilihat dari jumlah tahun kerja sampai pada saat pemimpin pertama bertugas yaitu tahun 2006. Rendah : apabila sudah bekerja di instansi selama 1 – 10 tahun Sedang : apabila sudah bekerja di instansi selama 11 – 20 tahun Tinggi
: apabila sudah bekerja di instansi selama lebih dari 20 tahun
B. Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan adalah respon yang diberikan bawahan terhadap atasannya. Penerimaan bawahan terhadap atasan dilihat dari rasa senang, tingkat pelecehan dan tingkat kepercayan. 1. Rasa senang bawahan menunjukkan perasaan puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa bawahan terhadap atasan, dilihat ketika awal penerimaan, penerimaan selanjutnya, kesenangan diberi tugas, pergantian kepemimpinan perempuan dan keinginan untuk dipimpin perempuan lagi. 2. Tingkat pelecehan menunjukkan cara bawahan melecehkan atasan perempuannya. Tingkat pelecehan diukur dari tindakan bawahan tidak meremehkan pemimpin perempuan, atau ditertawakan oleh bawahan. 3. Tingkat kepercayaan menunjukkan keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Ketiga sub variabel di atas akan mengukur variabel penerimaan bawahan terhadap atasan. Tanggapan jawaban untuk pertanyaan mengenai rasa senang, tingkat pelecehan, tingkat kepercayaan akan dibagi dua, yaitu : - Ya (skor 2)
memberikan tanggapan yang baik ke pemimpin
- Tidak (skor 1) kurang memberikan tanggapan yang baik ke pemimpin
xxxii
Penerimaan bawahan (rasa senang, tingkat pelecehan, dan tingkat kepercayaan) terhadap atasan dikategorikan : - Rendah
(skor
5–13)
artinya
kurang
menerima
kepemimpinan
perempuan. - Sedang (skor 14 – 22) artinya menerima kepemimpinan perempuan. - Tinggi (skor 23–30) artinya sangat menerima kepemimpinan perempuan. Asumsinya semakin tinggi skor yang diperoleh dari jawaban responden maka penerimaan bawahan ke atasan perempuan semakin baik. C. Karakteristik Pribadi Pemimpin adalah ciri-ciri pribadi dari pemimpin perempuan yang terdiri dari status lajang pemimpin dan sifat pribadi pemimpin. 1. Status lajang pemimpin perempuan ialah pandangan bawahan mengenai status kawin pemimpin sebelum dan saat bertugas di Wonogiri, tanggapan pantas atau tidaknya perempuan yang belum menikah menjadi pemimpin, keenganan bawahan melaksanakan perintah pemimpin, serta penilaian bawahan terhadap kerja pemimpin jika pemimpin menikah. Diukur dari setuju tidaknya bawahan terhadap status lajang pemimpin perempuan. Skor jawaban untuk pertanyaan mengenai status lajang pemimpin perempuan akan dibagi dua, yaitu : - Ya, bila merasa terganggu kinerjanya karena status lajang atasan (skor 1) - Tidak,bila merasa tidak terganggu kinerjanya karena status lajang atasan (skor 2)
xxxiii
Kategori status lajang pemimpin perempuan akan dibagi menjadi tiga, yaitu: - Tinggi, tidak terganggu dengan status lajang pemimpin (skor 5 – 6 ) - Sedang, kurang terganggu dengan status lajang pemimpin (skor 7) - Rendah, terganggu dengan status lajang pemimpin (skor 8) Asumsinya semakin rendah skor yang diperoleh dari jawaban responden maka penerimaan bawahan ke atasan perempuan semakin baik. 2. Sifat pribadi pemimpin menggambarkan pandangan bawahan apakah atasannya itu seorang pemarah, perhatian pada bawahan, ramah, disiplin, memegang janji. Skor jawaban untuk pertanyaan mengenai sifat pribadi pemimpin perempuan akan dibagi dua, yaitu : - Ya (skor 1) kurang memberikan tanggapan yang baik ke pemimpin - Tidak (skor 2) memberikan tanggapan yang baik ke pemimpin Sifat pribadi pemimpin perempuan akan dibagi menjadi tiga, yaitu: - Tinggi, artinya sifat pribadi pemimpin baik (skor 5 – 6 ) - Sedang, artinya sifat pribadi pemimpin sedang (skor 7) - Rendah, artinya sifat pribadi pemimpin tidak baik atau buruk (skor 8) Asumsinya semakin rendah skor yang diperoleh dari jawaban responden maka penerimaan bawahan ke atasan perempuan semakin baik. D. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya (Toha, 1983). Gaya kepemimpin diukur dari
xxxiv
jumlah skor yang diperoleh di tiap-tiap tipe kepemimpinan. Masing-masing jawaban responden akan bernilai: - Ya (skor 2)
memberikan tanggapan yang baik ke pemimpin
- Tidak (skor 1) kurang memberikan tanggapan yang baik ke pemimpin Setiap gaya kepemimpinan dikategorikan menjadi: - Rendah (skor 14–17) artinya responden tidak
menerima gaya
kepemimpinan - Sedang (skor 18–21) artinya responden kurang menerima gaya kepemimpinan - Tinggi (skor 22 – 24) artinya responden menerima gaya kepemimpinan Tabel 1 Ciri – ciri Kepemimpinan (Tilaar, 2003) Tipe Mawar Tipe Anggrek Tipe Melati - Komunikatif. - Memiliki hasrat untuk - Sederhana - Wibawa berbeda - Suri tauladan - Keceriaan - Ulet - Bijaksana - Menghargai team work Tipe Teratai Tipe Cempaka - Santun - Penuh tanggung jawab - Religius - Flamboyan - Independen - Tidak tinggi hati Jumlah skor setiap gaya kepemimpinan yang diperoleh responden, dipilih yang paling tinggi. Skor yang paling tinggi, digunakan untuk menentukan kecenderungan gaya kepemimpinan yang dipilih oleh responden.
xxxv
BAB III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Semarang dan Wonogiri. Lokasi ini dipilih secara purposive (sengaja). Penelitian ini membutuhkan data dari bawahan dan atasan (pemimpin perempuan), oleh karena itu dipilih Wonogiri dan Semarang. Wonogiri merupakan tempat bawahan pemimpin pernah ditugaskan. Semarang merupakan tempat tugas dan tempat tinggal pemimpin perempuan setelah dipindahtugaskan dari Wonogiri. Penjajagan telah dilakukan pada bulan Maret 2008 sampai dengan April 2008, sehingga pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 sampai dengan Juni 2008.
3.2 Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana keberhasilan kepemimpinan perempuan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Kombinasi ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui penerimaan bawahan terhadap atasan. Pertanyaan-pertanyaan dibuat secara terstruktur dalam bentuk kuesioner. Data kualitatif digunakan untuk menggali informasi mengenai ideologi gender terhadap eksistensi pemimpin perempuan. Selain melihat eksistensi pemimpin, data kualitatif digunakan untuk menggali informasi mengenai pemimpin perempuan yang berpengaruh terhadap kepemimpinannya.
xxxvi
3.3 Teknik Penentuan Responden Mengkaji masalah kepemimpinan dibutuhkan data dari dua pihak yaitu pihak bawahan dan pihak atasan. Pihak bawahan, yaitu anggota (individu) Polres Wonogiri yang merupakan responden dalam penelitian ini. Pihak atasan adalah mantan dari pemimpin dari Kapolres Wonogiri yang merupakan responden yang memberikan data tentang dirinya sebagai seorang pemimpin perempuan. Besarnya sampel suatu penelitian bergantung pada 1) keragaman karakteritik populasi, 2) tingkat presisi yang dikehendaki, 3) rencana analisis, 4) tenaga, biaya, dan waktu. Jumlah sampel dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan pengambilan sampel acak sederhana dengan cara mengocok unsur sampel yang terdapat dalam kerangka sampel. Jumlah perempuan (Polwan, PNS dan honorer) di Polres hanya 27 orang sedangkan jumlah laki-laki ada 293 orang, maka untuk memenuhi uji statistik sampel responden diambil secara unproposional. Keseluruhan responden sebanyak 40 orang dengan rincian 20 orang responden perempuan dan sisanya 20 orang adalah responden laki-laki.
Responden yang berjumlah 40 orang
merupakan anggota Polres yang pernah menjadi bawahan dari atasan perempuan AKBP DIA yang bertugas dari bulan Juni 2006 sampai dengan bulan Januari 2008.
3.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini bertujuan mengkaji sejauh mana penerimaan bawahan pada pemimpin perempuan. Data yang diambil adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif dan data kuantitatif tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden (bawahan dan
xxxvii
atasan) berdasarkan kuesioner terstruktur dan panduan pertanyaan. Kuesioner yang digunakan terdiri dari : 1) karakteristik bawahan pemimpin perempuan, 2) karakteristik pribadi pemimpin perempuan, 3) penerimaan bawahan terhadap atasan, dan 4) gaya kepemimpinan. Sementara itu data sekunder diperoleh melalui literatur. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya berupa data dan dokumen yang berhubungan dengan Polres Wonogiri dan Kabupaten Wonogiri serta literatur yang mengkaji mengenai kepemimpinan perempuan. Sumber dokumen ini diantaranya adalah data internal Polres Wonogiri, laporan penelitian, makalah, buku, internet. Data kualitatif diperoleh baik dari responden yang dikumpulkan dengan menggunakan catatan harian yang khusus disediakan untuk mencatat keterangan atau informasi kualitatif.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan hipotesis melalui tabel frekuensi dan tabulasi silang. Tabel frekuensi digunakan untuk analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keadaan atau kerakteristik data sampel untuk masing-masing veriabel penelitian secara tunggal. Analisis tabulasi silang adalah metode analisis yang paling sederhana akan tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan antara variabel (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data dari hasil kuesioner akan diolah secara sederhana dengan menggunakan tabulasi silang, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi. Hasil tabulasi tersebut digunakan untuk melihat
xxxviii
variabel hubungan seperti karakteristik pribadi pemimpin dengan penerimaan bawahan, karakterik bawahan dengan penerimaan bawahan serta gaya kepemimpinan dengan penerimaan bawahan terhadap atasan. Data kualitatif dari bawahan dan pemimpin perempuan berupa hasil wawancara bebas, observasi dan catatan harian yang dipandu dengan pedoman pertanyaan yang diinterpretasikan untuk mendukung data kuantitatif dari hasil pengujian hasil tabulasi silang.
xxxix
BAB IV KEADAAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN Kepolisian Resort Wonogiri Kepolisian Resort ( Polres) Wonogiri berada di wilayah Jawa Tengah yaitu Polwil (Polisi Wilayah) Solo. Kabupaten Wonogiri meliputi 25 kecamatan juga merupakan termasuk dalam wilayah kekuasaan yang berada di bawah kekuasaan Kepolisian Wonogiri. Secara khusus, Polres Wonogiri membawahi sebanyak 25 Kepolisian Sektor (Polsek) yang berada di tiap-tiap kecamatan yaitu Polsek Pracimantoro, Polsek Giritontro, Polsek Girimoyo, Polsek Batuwarno, Polsek Tirtomoyo, Polsek Nguntoronadi, Polsek Baturetno, Polsek Eromoko, Polsek Manyaran, Polsek Wuryantoro, Polsek Selogiri, Polsek Wonogiri, Polsek Ngadirojo, Polsek Sidoharjo, Polsek Jatiroto, Polsek Kismantoro, Polsek Purwantoro, Polsek Bulukerto, Polsek Slogohimo, Polsek Jatisrono, Polsek Jatipurno, Polsek Girimarto, Polsek Karangtengah, Polsek Paranggupito, Polsek Puhpelem. Setiap Polsek (Polisi Sektor) yang dipimpin oleh Kapolsek. Wilayah pengawasan seluas 1.822,360 Km seorang Kapolres dibantu oleh bawahan-bawahan yang mempunyai posisi dengan tugas yang berbeda. Kapolres membawahi langsung Wakapolres (Wakil Kepala Polisi Resort) yang bertugas menggantikan beberapa pekerjaan jika Kapolres tidak bisa. Sedangkan bawahan yang lain: Bagian Operasi, Bagian Pembinaan Kemitraan, Bagian Administrasi, Urtelematika (Urusan Telekomunikasi dan Informatika), Seksi P3D (Pengaduan Pelanggaran Penegakan Disiplin), UrDokkes (Urusan Dokter Kesehatan), Taud (Tata Usaha dan Urusan Dalam), SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian), Satintelkam
xl
(Satuan Intelejen Keamanan), Satreskrim (Satuan Reserse Kriminal), Satsamapta (Satuan Samapta), Satlantas (Satuan Lalu Lintas). Tugas masing-masing bagian dijelaskan di lampiran halaman xvi. Dalam hal kepemimpinan, selama ini masyarakat masih percaya bahwa seorang pemimpin sudah selayaknya adalah laki-laki. Berbagai stereotipi mengenai pemimpin perempuan seperti yang dijelaskan Siwaidan dan Basyarahil (2006) menyatakan bahwa: perempuan tidak tegas ketika mengambil keputusan, perempuan sangat emosional dalam mengambil keputusan, perempuan tidak memiliki ketegaran untuk menghadapi para pembuat masalah, perempuan tidak mengerti cara mengatur kaum pria, dan sebagainya. Hal seperti inilah yang menghalangi perempuan untuk bisa menjadi pemimpin. Organisasi Kepolisian menunjukkan bahwa stereotipi mengenai pemimpin perempuan yang digambarkan oleh Siwaidan dan Basyarahil (2006), tidak benar. Melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Kepolisian mempercayakan posisi pemimpin kepada perempuan seperti di Polres Wonogiri. Polres Wonogiri dari pertama kali terbentuknya Kepolisian tahun 1945 sampai tahun 2006 selalu dipimpin oleh laki-laki, baru setelah itu tahun 2006 dipimpin oleh Kapolres Perempuan. Kapolres perempuan yang pernah memimpin Polres Wonogiri adalah AKBP DIA. Ada beberapa perubahan yang dilakukan Ibu DIA antara lain: mensosialisasikan PUG ke instansi-instansi lain. Dengan membentuk suatu tim yang terdiri dari perempuan, Polres Wonogiri melakukan sosialisasi mengenai
xli
kesetaraan gender. Selain tujuannya untuk mensosialisasikan kesetaraan gender, sosialisasi PUG juga bertujuan untuk menekan tingkat pelecehan terhadap perempuan dan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Tim yang dibentuk memang ada unsur kesengajaan untuk memilih anggota yang tergabung adalah Polwan. Dua orang Polwan yang menjadi anggota tim sosilisasi PUG, sekarang menjabat sebagai Kapolsek di wilayah Polsek Wonogiri Kota dan Polsek Karangtengah. Menurut Ibu DIA: ”saya berpikir kapan lagi perempuan dapat menunjukkan prestasinya.
Mumpung sekarang Kapolresnya perempuan, jadi bawahan saya yang perempuan juga harus saya naikkan dan tunjukkan prestasinya....”
Selain sosialisasi PUG, kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan Polres Wonogiri pada saat kepemimpinan Ibu DIA antara lain kegiatan sosial, seperti penghijauan di wilayah yang dekat dengan kantor Polres. Kegiatan penghijauan ini merupakan salah satu kepedulian Kepolisian mengenai pemanasan global, selain itu juga upaya penghijauan lingkungan sekitar. Kegiatan ini baru pertama kali dilakukan di Polres Wonogiri sebagai bentuk perhatian terhadap lingkungan sekitar. Kegiatan sosial yang lain adalah kegiatan pembagian air. Kegiatan ini sering dilaksanakan di wilayah pedalaman Wonogiri yang apabila musim kemarau akan sulit memperoleh air bersih. Awalnya kegiatan ini adalah usulan langsung dari Ibu DIA, dari kegiatan Bhayangkhari kemudian dikembangkan menjadi kegiatan untuk Polres. Kegiatan pembagian air bersih ini kemudian menjadi kegiatan rutin yang dilaksanakan ketika musim kemarau tiba. Selain kegiatan sosial ke luar organisasi, anggota Polres Wonogiri juga sering melaksanakan kegiatan sosial bersama dengan anggota Kepolisian. Di waktu senggang anggota Kepolisian sering mengadakan kegiatan piknik. Tempat
xlii
wisata yang dituju lebih dipilih yang berada di sekitar Wonogiri, seperti pantai Nampu Wonogiri atau air terjun Tawangmangu. Untuk mengantisipasi jika ada kasus tertentu di wilayah Wonogiri, kegiatan piknik dilaksanakan secara bergiliran antar anggota. Kegiatan rekreasi bersama memang sengaja dilaksanakan dengan tujuan memberikan penghargaan serta merupakan kegiatan untuk berkumpul bersama guna menjalin kerja yang lebih baik. Kegiatan seperti rekreasi baru terlaksana ketika Polres Wonogiri dipimpin oleh Ibu DIA. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin perempuan lebih memperhatikan bawahannya. Bentuk perhatian pemimpin tidak hanya dalam bentuk materi tetapi juga penghargaan terhadap hasil kinerja bawahan juga merupakan hal yang penting. Hal ini berguna untuk meningkatkan kinerja bawahan.
xliii
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN BAWAHAN
Karakeristik bawahan menggambarkan keragaman sumberdaya yang dimiliki
responden
bawahan
untuk
menilai
pemimpin
perempuannya.
Karakteristik bawahan dideskripsikan menjadi beberapa kategori yaitu mengenai tingkat pendidikan bawahan, dan masa kerja bawahan.
5.1 Tingkat Pendidikan Tingkat
pendidikan
merupakan
faktor
terpenting
yang
mampu
mempengaruhi pandangan seseorang. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan merupakan salah satu variabel yang diduga ikut mempengaruhi pola pikir seseorang mengenai kepemimpinan perempuan. Tingkat pendidikan dibagi dalam beberapa kategori yaitu tinggi dikhususkan bagi responden yang pernah mengenyam pendidikan sampai dengan Perguruan Tinggi, sedang untuk responden yang pernah mengenyam sampai tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sementara kategori rendah untuk responden yang pernah mengenyam pendidikan sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebagian besar responden menjawab bahwa tingkat pendidikan memang penting untuk kelangsungan karir seseorang. Di jaman seperti ini setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak baik laki-laki maupun perempuan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu responden perempuan WR(39th) ”perempuan berhak untuk mendapatkan pendidikan . sekarang gini mbak perempuan di jaman seperti ini kan ya juga harus bekerja. Nah kalo ga sekola, ya susah.....”
xliv
Mayoritas responden menempuh pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya 2 orang (5 %) yang menempuh pendidikan sampai Perguruan Tinggi. Hal ini ditunjukkan dari tabel 2 data yang diperoleh di lapangan. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2006 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Tinggi n (%) 2 (5) 0 (0) 2 (5)
Tingkat Pendidikan Sedang n (%) 18 (45) 18 (45) 36 (90)
Rendah n (%) 0 (0) 2 (5) 2 (5)
Total n (%) 20 (50) 20 (50) 40 (100)
Syarat untuk bisa menjadi anggota Kepolisian dengan masuk ke SECABA (Sekolah Calon Bintara) memang minimal menempuh tingkat pendidikan sampai dengan SMA. Faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan responden hanya sampai tingkat SMA adalah kurangnya keinginan untuk belajar. Seperti diungkapkan oleh salah satu Polwan mengatakan “ aku tu mbak daripada di sekolah mikir mendingan langsung kerja aja. Kalo masuk di SECABA ( Sekolah Calon Bintara) kan enak.. lulus langsung bisa kerja di Kepolisian” Orientasi pendidikan sedikit berusaha diubah ketika Polres Wonogiri dipimpin oleh Ibu DIA. Beberapa responden mengungkapkan pada saat kepemimpinan Ibu DIA, bawahan yang masih lulusan SMU didorong untuk melanjutkan sampai Sarjana. Berdasarkan kebijakan baru mulai tahun 2007 untuk calon anggota Polisi yang masuk melalui Akademi Kepolisian (AKPOL) minimal sudah menempuh pendidikan sampai Strata satu atau Strata Dua. Sedangkan calon anggota Kepolisian yang masuk melalui SECABA minimal harus sudah menempuh pendidikan sampai dengan tingkat pendidikan SMA.
xlv
Tingginya tingkat pendidikan berpengaruh pada kenaikan jabatan dan gaji yang diperoleh setiap bulannya. Bintara yang menempuh pendidikan sampai SMA akan mendapat pangkat BRIPDA (Brigadir Polisi Dua), sedangkan bintara lulusan S1 akan memperoleh pangkat IPDA ( Inspektur Dua). Selain berpengaruh pada pangkat awal dan gaji tingkat pendidikan juga berpengaruh pada kecepatan kenaikan pangkat. Perguruan Tinggi yang berada dekat dengan Kabupaten Wonogiri menawarkan program ekstensi untuk lanjutan ke Strata 1 dengan program studi Hukum. Sebetulnya di sela waktu bekerjanya anggota kepolisian masih bisa menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Sekarang hampir sebagian besar Polisi yang masih muda dengan umur dibawah 30 tahun mereka memilih untuk melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi nya dengan penawaran yang diberikan oleh Universitas sekitar Wonogiri. Selain tingkat pendidikan yang memang berusaha didorong pada saat kepemimpinan Kapolres perempuan. Calon Polisi yang masih magang diberikan kursus komputer, dengan materi Microsoft Office. Program ketrampilan ini gratis untuk calon anggota Polisi yang magang di Kepolisian Resort Wonogiri. Selain itu program ini hanya diadakan oleh Polres Wonogiri dan baru terlaksanakan ketika dipimpin oleh Kapolres perempuan.
5.2 Masa Kerja Masa kerja adalah lamanya responden (bawahan) bekerja di Kepolisian dilihat dari jumlah tahun. Masa kerja dikategorikan rendah, jika responden baru bekerja di instansi Kepolisian selama 1 – 10 tahun. Sedang, jika sudah bekerja
xlvi
selama 11 – 20 tahun dan di kategorikan tinggi, jika sudah bekerja di instansi Kepolisian selama lebih dari dua puluh tahun. Masa kerja digunakan untuk melihat penerimaan bawahan terhadap atasan perempuannya. Diduga semakin lama sudah berkerja di instansi Kepolisian maka semakin tinggi penerimaan bawahan. Dari tabel 3 memperlihatkan masa kerja responden: Tabel 3 Jumlah Responden berdasarkan Masa Kerja dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2006 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Tinggi n (%) 10 (25) 4 (10) 14 (35)
Masa kerja Sedang n (%) 8 (20) 6 (15) 14 (35)
Rendah n (%) 2 (5) 10 (25) 12 (30)
Total n (%) 20 (50) 20 (50) 40 (100)
Merujuk pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa masa kerja responden perempuan paling banyak adalah bawahan dengan masa kerja yang tinggi lebih dari 20 tahun, sedangkan respoden laki-laki paling banyak adalah bawahan dengan masa kerja rendah antara 1 – 10 tahun. Jumlah responden perempuan dengan masa kerja sedikit memang dipengaruhi oleh penerimaan Polisi wanita yang tidak sebanyak Polisi laki-laki. Periode penerimaan anggota Polisi baru rata-rata setiap enam bulan sekali jumlah Polwan yang magang (sebelum diterima resmi sebagai anggota Kepolisian) di Polres Wonogiri hanya berjumlah 1 orang. Praktis menyebabkan jumlah Polwan tidak sebanyak Polisi laki-laki.
xlvii
BAB VI PROFIL PEMIMPIN PEREMPUAN Profil pemimpin perempuan merupakan ciri – ciri yang dipunyai oleh pemimpin perempuan sehingga dia dapat meraih posisi sebagai pemimpin dan berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya. Profil pemimpin dilihat dari sumberdaya pribadi dan sumberdaya keluarga. Sumberdaya pribadi menjabarkan mengenai pengalaman dan pendidikan pemimpin, curahan waktu beragam kegiatan pemimpin dan keterdedahan pemimpin terhadap media massa. Sedangkan sumberdaya keluarga menjabarkan mengenai dukungan keluarga, tanggungan anak Profil umum dari pemimpin dalam penelitian ini membahas mengenai sosok perempuan yang berhasil menjadi pemimpin dalam organisasi Kepolisian. Pemimpin perempuan tersebut bernama AKBP DIA. Ibu DIA lahir di Pati, dari pasangan ayah AHD dan ibu KTN. Ibu DIA merupakan anak ke enam dari tujuh saudara, dengan 5 orang saudara perempuan dan 2 orang saudara laki-laki.
6. 1 Pendidikan dan Pengalaman Kerja Pemimpin perempuan Ibu DIA menempuh pendidikan dari mulai Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Umum di Kota Pati. Lulus dari SMA, Ibu DIA kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Surabaya. Selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, Ibu DIA pernah bergabung di organisasi Indonesia Muda Basket, Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam IKIP Surabaya, dan Senat Mahasis IKIP Surabaya. Pada saat masih menempuh pendidikan di Akademi Wartawan Surabaya (AWS) antara tahun 1984 sampai
xlviii
dengan tahun 1987, ibu DIA pernah magang di surat kabar Jawa Pos, Wawasan Memorandum. Lulus kuliah Ibu DIA mulai bekerja sebagai wartawan sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Bekerja sebagai wartawan cukup menyita waktu kesehariannya dengan jam kerja yang tidak menentu jika dipaksa harus mencari narasumber untuk berita di koran. Keluarga menganggap bahwa pekerjaan sebagai wartawan terlalu menuntut waktunya, dengan jam kerja yang tidak menentu, sering pulang malam. Akhirnya keluarga meminta untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai wartawan dan diminta untuk mencoba tes di Kepolisian. . “Karna dulu kerja jadi wartawan, keluarga melihat ga jelas waktu kerjanya. Pulang pagi, kadang malah pulang malam. Oleh keluarga diarahkan masuk ABRI waktu itu. Awalnya saya berontak, tapi trus pertimbangannya satu sisi saya suka tantangan kenapa ga dicoba..........”
Dengan modal pernah menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, Ibu DIA dapat langsung masuk ke Kepolisian melalui Sekolah Lanjutan Perwira (SELAPA). Pertama kali bertugas langsung ditempatkan di Polda (Kepolisian Daerah) Kalimantan Selatan dan Tengah dari tahun 1987 – 1993. Tahun 19932003, Ibu DIA dipindahtugaskan di Sekolah Polisi Perempuan (SEPOLWAN) Jakarta. Pengalaman kerja selama 10 tahun di SEPOLWAN, Ibu DIA kemudian dipindahtugaskan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Purwokerto sebagai Kepala Urusan Pembinaan Disiplin dan Tenaga Pendidik Instruktur. Pada saat di Sekolah Polisi Negara, Ibu DIA mencoba untuk mengikuti tes masuk Sekolah Pimpinan (SESPIM). Selesai menempuh pendidikan di SESPIM selama kurang lebih tujuh bulan, Ibu DIA langsung diberikan kepercayaan untuk menjadi Kepala Sub Bagian Pembinaan Jasmani di Markas Besar (Mabes) Polri.
xlix
Tahun 2004 bulan Juni, Ibu DIA diangkat menjadi Kapolres Semarang Barat. Pada saat itu Ibu DIA merupakan Kapolres perempuan pertama di Jawa Tengah. Bertugas di Semarang Barat selama kurang lebih 1,5 tahun, kemudian dipindah tugaskan lagi di kabupaten Wonogiri dari bulan Juni 2006. Pada bulan Januari 2008, Ibu DIA kembali dipindahtugaskan di Polda Jawa Tengah dengan jabatan sebagai Inspektorat Bidang Operasi (Irbidops) Inspektorat Pengawasan Daerah Polda Jawa Tengah (Jateng) sampai sekarang. Pengambaran ibu DIA yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang relatif tinggi dan pengalaman kerja yang cukup banyak dan pribadi pemimpin yang sangat menyenangi tantangan dalam hidup menjadikan motivasi yang kuat bagi Ibu DIA dalam mencapai cita-citanya sebagai seorang pemimpin.
6.2 Curahan Waktu Beragam Kegiatan Curahan waktu untuk pekerjaan digunakan untuk melihat seberapa banyak waktu yang diberikan pemimpin perempuan untuk pekerjaannya. Pekerjaan sebagai Kapolres akan membutuhkan waktu penuh 24 jam setiap harinya. Meskipun secara umum seseorang Polisi bekerja dari mulai jam 07.00 – 15.30, tetapi di luar jam kerja itu Kapolres akan dituntut tetap berada dalam sekitar wilayah kekuasaannya. Hal ini digunakan untuk mengantisipasi bila ada kejadian kriminal atau kejadian yang membutuhkan kecepatan dalam mengambil keputusan. Hari Sabtu dan Minggu selain hari kerja (Senin – Jumat) Kapolres harus selalu siaga di wilayahnya, apabila sewaktu-waktu diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah.
l
“kalo di Kepolisian itu,misal ada masalah kan ga mungkin penanganan ditunda. Misal ada kasus hari sabtu tapi baru mau dikerjain hari senin. Kan ga bisa kayak gitu...”
Dengan waktu yang tidak menentu pemimpin perempuan tidak ada curahan waktu yang pasti untuk urusan rumah tangga. Apabila ada waktu luang di akhir pekan, pemimpin perempuan lebih sering melakukan kegiatan rumah tangga seperti memasak. Untuk urusan rumah tangga lainnya seperti mencuci, membersihkan rumah, mengurus keluarga dan memasak kegiatan ini sudah dikerjakan oleh pembantu rumah tangga. Untuk menunjukkan curahan waktu dari pemimpin dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4 Curahan Waktu Beragam Kegiatan Pemimpin Jam 05.00 05.00 – 06.00 06.00 – 06.30 06.30 – 07.00 07.00 – 07.15 07.15 – 15.30 15.30 – 15.45 15.45 – 16.15 16.15 – 17.15 17.15 – 18.00 18.00 – 18.30 18.30 – 19.00 19.00 – 21.00 21.00 –
Kegiatan Bangun Solat Subuh serta persiapan ke kantor Sarapan Berangkat ke kantor Apel pagi bersama seluruh anggota Bekerja Pulang Mandi dan solat asar Menonton TV, berkumpul bersama keluarga Memasak Solat magrib Makan malam Menonton TV, berkumpul bersama keluarga Tidur
Pembagi waktu antara pekerjaan kantor dan rumah, ibu DIA tidak memperoleh kesulitan karena ada pihak yang membantu beban kerja rumah tangga yang seharusnya dia tangani. Pekerjaan rumah tangga tidak menjai kendala untuk bekerja tenang di kantor.
li
6. 3 Tingkat Keterdedahan Terhadap Media Massa Media massa baik cetak maupun elektronik merupakan unsur yang penting dalam kehidupan ibu DIA. Kederdedahan terhadap media massa tergambar dari banyaknya berlangganan koran, majalah setiap harinya. Selain itu untuk menambah pengetahuan mengenai Kepolisian beliau mempunyai buku-buku yang diberikan pusat ataupun buku yang dicari sendiri. Selain membaca media cetak, Ibu DIA juga selalu menyempatkan menonton TV jika ada waktu senggang. Kegiatan menonton TV bisa untuk melihat berita terbaru ataupun sekedar hiburan. Menurut ibu DIA, media massa tersebut banyak membantu dia dalam mengambil keputusan terhadap bawahan maupun masyarakatnya. Melalui media massa perkembangan masyarakat yang ditanganinya dapat diketahui.
6.4 Dukungan Keluarga Sejak awal menjadi polisi Ibu DIA sangat di dukung penuh oleh keluarganya. Dukungaan keluarga sangat dibutuhkan oelh ibu DIA dalam keberhasilannya menjadi seorang pemimpin. karena ibu DIA belum menikah maka dukungan keluarga yang peling berpengaruh adalah ibu dan saudarasaudaranya. Dukungan keluarga diberikan penuh oleh keluarganya, lulus dari Perguruan Tinggi, Ibu DIA menjalani profesi sebagai wartawan di salah satu surat kabar di Kota Surabaya, namun karena pekerjaan waratawan yang tidak kenal waktu, setiap saat harus siap untuk mencari berita, pulang larut malam, keluarga tidak merestui pekerjaan tersebut. Ibu DIA didorong oleh keluarga untuk memasuki Sekolah Lanjutan Perwira (SELAPA). Mulai tahun 1987, Ibu DIA bergabung di organisasi
lii
kepolisian. Sampai akhirnya karena dorongan keluarga Ibu DIA berhasil menjabat sebagai Kapolres. Sampai saat ini keluarga masih tetap mendukung kegiatan yang dilakukannya ibu DIA.
6.5 Tanggungan Anak Status sipil Ibu DIA yang belum menikah menyebabkan tanggungan anak tidak menjadikan kendala dalam pekerjaannya. Namun demikian meskipun ibu DIA belum menikah bukan berarti tidak mempunyai tanggungan, karena harus mengurus orang tua, keponakan dan saudaranya. Untuk mengurus mereka tidak seberat mengurus anak sendiri yang akan menghambat kerja ibu DIA. Tanggungan ibu DIA lebih banyak berupa tanggungan materi yang bisa ditanganinya karena pendapatannya sebagai Kapolres cukup memadai.
Ikhtisar Profil kehidupan pemimpin perempuan menggambarkan bahwa ibu DIA bisa menjadi pemimpin karena dia berbagai faktor yang mendukungnya seperti dukungan dari keluarga, pendidikan dan pengalaman, serta karakteristik pribadi yang menyenangi tantangan, perhatian terhadap bawahan. Disamping itu, bebanbeban seperti tanggungan anak, tanggungan keluarga tidak menjadi kendala bagi ibu DIA karena ada bantuan dari pihak lain dan materi cukup yang meringankan dia sehinggan ibu DIA bisa menjadi seorang pemimpin yang berhasil.
liii
BAB VII KEBERHASILAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
Keberhasilan kepemimpinan perempuan membahas mengenai eksistensi pemimpin dan penerimaan bawahan terhadap atasan. Pemimpin perempuan dalam kasus penelitian ini merupakan salah satu perempuan yang berhasil menduduki posisi
pemimpin,
organisasi
yang
dipimpinnya
selalu
identik
dengan
kepemimpinan laki-laki yaitu Kepolisian.
7.1 Eksistensi Pemimpin Perempuan Eksistensi pemimpin perempuan Ibu DIA dalam organisasi Kepolisian merupakan salah satu orang perempuan yang berhasil memperoleh jabatan yang tinggi dalam organisasi ini yaitu menjadi Kapolres. Pencapaian posisi sebagai pemimpin bukan merupakan hal yang mudah bagi perempuan. Proses menjadi Kapolres, harus melalui beberapa tahap birokrasi dari pejabat-pejabat di Kepolisian. Kinerja dari Ibu DIA dinilai oleh Biro Personel Polda (BPP). BPP selanjutnya mengusulkan ke Markas Besar (Mabes) Polri bagian Deputi Sumberdaya Manusia (SDM). Deputi SDM selanjutnya mengusulkan ke Dewan Jabatan (Wanjab) yang beranggotakan pejabat-pejabat tinggi di Polri, yaitu Kapolri, Wakapolri. Wanjab melakukan sidang jabatan Mabes Polri untuk mengusulkan siapa yang berhak diberikan kepercayaan sebagai Kapolres. Keputusan dari Wanjab akan diputuskan melalui keputusan Kapolri. Ibu DIA mulai bertugas di Kepolisian Wonogiri pada tahun 2006, sebelumnya pada tahun 2005 pemimpin juga sudah pernah diberikan kepercayaan sebagai Kapolres di wilayah Semarang Barat. Pada saat pertama menjabat sebagai Kapolres di Semarang Barat, Ibu DIA menjadi Kapolres perempuan pertama yang
liv
ada di Jawa Tengah. Selanjutnya pada bulan Juni tahun 2006 ibu DIA dipindahtugaskan di wilayah kabupaten Wonogiri. Pada saat kepemimpinan di Wonogiri, ibu DIA mengganti posisi Kapolres yang sebelumnya selalu dipimpin oleh laki-laki. Pada saat kepemimpinan ibu DIA, wilayah Polres mendapat predikat sebagai ”Wilayah Hukum Polres Wonogiri Sangat Aman”. Hal ini ditunjukkan dari angka kriminalitas di Polres Wonogiri periode Januari hingga Desember 2007 mencapai 195 kasus. Kasus yang selesai sebanyak 151 kasus (77,43 %). Sementara indek kriminalitas 76 kasus dan yang dapat diselesaikan 55 kasus (82,08 %).
2
Predikat yang diberikan ke Kepolisian Wonogiri merupakan bukti
keberhasilan pemimpin perempuan. Pada awal tahun 2008, ibu DIA pindah tugas kembali ke Semarang, Kepolisian Wonogiri kembali dipimpin oleh Kapolres laki-laki yaitu AKBP AJS. Ibu DIA diberikan kepercayaan untuk kembali menjadi pemimpin sebagai Inspektorat Bidang Operasi (Irbidops) Inspektorat Pengawasan Daerah Polda Jawa Tengah (Jateng). Kepemimpinan yang berhasil dijalankan oleh ibu DIA merupakan contoh bahwa perempuan juga mampu menjadi pemimpin. Jenjang karier yang berhasil didapat oleh ibu DIA, merupakan upaya Kepolisian untuk menerapkan PUG. Penerapan PUG dalam instansi ini memungkinkan perempuan menjadi pemimpin.
7.2 Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Penerimaan bawahan terhadap atasan merupakan respon bawahan terhadap atasan perempuan. Stereotipi yang masih berkembang selama ini pemimpin -----. Kapolwil: Wilayah Hukum Polres Wonogiri Sangat Aman. www.harianjoglosemar.com. Diakses tanggal 14 April 2008. 2
lv
adalah laki-laki dan perempuan adalah pihak yang dipimpin. Masyarakat masih meragunakan kepemimpinan perempuan. dalam kasus Kepolisian Wonogiri ini justru membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan diteriman. Seperti pada tabel 5: Tabel 5 Jumlah Responden berdasarkan Penerimaan dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2008 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Tinggi n (%) 13 (32,5) 14 (35) 27 (67,5)
Penerimaan Sedang n (%) 5 (12,5) 5 (12,5) 10 (25)
Rendah n (%) 2 (5) 1 (2,5) 3 (7,5)
Total n (%) 20 (50) 20 (50) 40 (100)
Tabel 5 menggambarkan penerimaan yang tinggi terhadap pemimpin perempuan baik bawahan laki-laki maupun perempuan. Tidak bawahan yang tidak menerima kepemimpin perempuan (ibu DIA). Hal ini berarti membuktikan bahwa instansi Kepolisian juga percaya pada pemimpin perempuan, meskipun anggota organisasi ini mayoritas adalah laki-laki. Pada dasarnya dalam kepemimpin Kepolisian tidak mempermasalahkan pemimpinnya laki-laki atau perempuan asal mampu memimpin bawahannya. Berdasarkan uraian konsep gender yang dikatakan oleh beberapa responden lakilaki maupun perempuan mengatakan bahwa gender adalah persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa antara laki-laki dan perempuan juga mempunyai hak untuk mendapatkan posisi sebagai pemimpin.
lvi
BAB VIII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK BAWAHAN DAN ATASAN TERHADAP PENERIMAAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN Faktor – faktor penerimaan bawahan merupakan hal yang menentukan diterimanya kepemimpinan perempuan dalam penelitian ini. Penerimaan bawahan terdiri dari rasa senang, tingkat pelecehan, tingkat kepercayaan. Rasa senang bawahan menunjukkan perasaan puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa bawahan terhadap atasan dilihat ketika awal penerimaan, penerimaan selanjutnya, kesenangan diberi tugas, pergantian kepemimpinan perempuan dan keinginan untuk dipimpin perempuan lagi. Tingkat pelecehan menunjukkan perbuatan bawahan melecehkan atasan perempuannya. Tingkat pelecehan diukur dari tindakan bawahan meremehkan pemimpin perempuan, atau ditertawakan oleh bawahan. Tingkat kepercayaan menunjukkan keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Untuk melihat faktor – faktor penerimaan tersebut akan diketahui dari sisi karakteristik bawahan dan karakteristik atasan.
8.1 Karakteristik Bawahan Karakteristik bawahan merupakan ciri/identitas responden yang menjadi anggota atau pekerja di Kepolisian Wonogiri. Karakteristik bawahan diduga berpengaruh terhadap penerimaan bawahan pada kepemimpinan perempuan. Karakteristik bawahan dilihat dari tingkat pendidikan bawahan dan lama masa kerja bawahan.
lvii
8.1.1 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Terhadap Penerimaan Bawahan Pada Atasan Perempuan Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tiga yaitu: tinggi apabila pernah menempuh pendidikan sampai dengan Perguruan Tinggi, sedang apabila pernah menempuh pendidikan sampai dengan Sekolah Menengah Umum (SMU), dan rendah apabila pernah menempuh pandidikan sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk menjelaskan pengaruh kedua variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan di Polres Wonogiri, 2008. Tingkat Pendidikan Penerimaan
Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi n (%) 1 (50) 0 (0) 1 (50) 2 (100)
Perempuan Sedang n (%) 12 (66,7) 6 (33,3) 0 (0) 18 (100)
Rendah n (%) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Tinggi n (%) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Laki-laki Sedang n (%) 12 (66,7) 5 (27,8) 1 (5,5) 18 (100)
Rendah n (%) 2 (100) 0 (0) 0 (0) 2 (100)
Tabel 6 diketahui responden perempuan dengan kategori tingkat pendidikan tinggi mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 50 persen. Untuk ketegori tingkat pendidikan sedang, mempunyai penerimaan yang sedang sebesar 33,3 persen. Sementara itu, untuk kategori tingkat pendidikan rendah 0 persen memiliki penerimaan yang rendah. Artinya, pada responden perempuan semakin tinggi tingkat pendidikan tidak mempengaruhi penerimaan terhadap pemimpin perempuan. Orang dengan tingkat pendidikan tinggi berarti memiliki pengetahuan lebih banyak mengenai kepemimpinan. Tingkat pendidikan yang tinggi mempengaruhi ideologi gender seseorang mengenai siapa yang patut memimpin suatu organisasi.
lviii
Responden laki-laki dengan kategori tingkat pendidikan tinggi mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 0 persen. Untuk ketegori tingkat pendidikan sedang, mempunyai penerimaan yang sedang sebesar 27,8 persen. Sementara itu, untuk kategori tingkat pendidikan rendah 0 persen memiliki penerimaan yang rendah. Artinya, pada responden laki-laki semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan tidak mempengaruhi penerimaan terhadap pemimpin perempuan. Tingkat pendidikan responden laki-laki tidak mempengaruhi penerimaan mereka terhadap pemimpin perempuan. Tingkat pendidikan yang tinggi tidak mempengaruhi ideologi gender responden laki-laki terdapa kepemimpin perempuan.
8.1.2 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan Masa kerja diduga ikut berpengaruh terhadap penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan. Asumsinya semakin lama sudah bekerja di Kepolisian maka individu lebih menerima pemimpin perempuannya. Tabel 7 menunjukkan hasil tabulasi silang untuk menjelaskan hubungan antara masa kerja dengan penerimaan. Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Masa Kerja dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan di Polres Wonogiri, 2008 Masa Kerja Penerimaan
Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi n (%) 6 (60) 3 (30) 1 (10) 10 (100)
Perempuan Sedang n (%) 5 (62,5) 3 (37,5) 0 (0) 8 (100)
Rendah n (%) 2 (100) 0 (0) 0 (0) 2 (100)
Tinggi n (%) 1 (25) 3 (75) 0 (0) 4 (100)
Laki-laki Sedang n (%) 6 (85,7) 1 (14,3) 0 (0) 7 (100)
Rendah n (%) 7 (77,78) 1 (11,11) 1 (11,11) 9 (100)
Tabel 7 diketahui responden perempuan dengan kategori masa kerja tinggi mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 60 persen. Untuk ketegori masa kerja
lix
sedang, mempunyai penerimaan yang sedang sebesar 37,5 persen. Sementara itu, untuk kategori masa kerja rendah 0 persen memiliki penerimaan yang rendah. Artinya, pada responden perempuan semakin tinggi masa kerja akan mempengaruhi penerimaan terhadap pemimpin perempuan. Responden laki-laki dengan kategori masa kerja tinggi mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 25 persen. Untuk ketegori masa kerja sedang, mempunyai penerimaan yang sedang sebesar 14,3 persen. Sementara itu, untuk kategori masa kerja rendah 11,11 persen memiliki penerimaan yang rendah. Artinya pada responden laki-laki, masa kerja responden tidak mempengaruhi penerimaan terhadap pemimpin perempuan. Responden perempuan dan laki-laki menunjukkan bahwa semakin tinggi masa kerjanya menunjukkan penerimaan yang semakin tinggi. Semakin lama responden berkerja di Kepolisian, semakin tinggi pengetahuan responden mengenai penerapan PUG yang diterapkan di Kepolisian. Artinya ideologi gender responden juga semakin menerima kepemimpin perempuan.
8.2 Hubungan Antara Karakteristik Pribadi Pemimpin Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan Karakteristik pribadi pemimpin merupakan ciri dari pemimpin yang memberikan gambaran pribadinya. Karakteristik pribadi pemimpin diduga ikut berpengaruh terhadap penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan. Karakteristik pribadi dilihat dari status
lajang pemimpin dan sifat pribadi
pemimpin.
lx
8.2.1 Hubungan Antara Status Lajang Pemimpin Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan Status
lajang pemimpin dalam penelitian dilihat dari pandangan
responden mengenai status pernikahan pemimpin. Status lajang pemimpin diduga ikut berpengaruh terhadap penerimaan bawahan, yang berimbas pada kinerja bawahan. Status lajang pemimpin perempuan dilihat dari pengetahuan bawahan terhadap pernikahannya sudah menikah/belum menikah, reaksi bawahan ketika mengetahui status sipil pemimpinnya, pengaruh kinerja bawahan ketika mengetahui status lajang pemimpinnya. Status lajang pemimpin dihitung dari jumlah skor jawaban yang diberikan oleh responden bawahan, untuk jawaban “Ya” bernilai 2, bila merasa terganggu kinerjanya karena status lajang atasan dan “Tidak” bernilai 1, bila merasa tidak terganggu kinerjanya karena status lajang atasan jadi jumlah minimal skor responden adalah 5 dan maksimal 10. Dari jawaban responden diberikan skor yang dikategorikan menjadi tiga yaitu tinggi, tidak terganggu dengan status lajang pemimpin (skor 5-6), sedang, kurang terganggu dengan status lajang pemimpin (skor 7) dan rendah, terganggu dengan status lajang pemimpin (skor 8). Asumsinya semakin rendah skor yang didapat dari hasil jawaban responden bawahan maka bawahan semakin tidak terganggu atau tidak mempermasalahkan status lajang pemimpin. Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Lajang Pemimpin dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2008 Status Lajang Pemimpin Total Jenis Kelamin Tinggi Sedang Rendah Perempuan Laki-laki Total
n (%) 1 (2,5) 3 (7,5) 4 (10)
n (%) 5 (12,5) 4 (10) 9 (22,5)
n (%) 14 (35) 13 (32,5) 27 (67,5)
n (%) 20 (50) 20 (50) 40 (100)
lxi
Dari tabel 8 menunjukkan bahwa responden perempuan merasa tidak terganggu (tinggi) dengan status lajang pemimpin sebesar (2,5 %). Sedangkan responden laki-laki menunjukkan respon yang tidak terganggu dengan status lajang pemimpin sebesar (7,5 %).
Menurut pandangan masyarakat mengenai status lajang ada yang menyebutkan bahwa seorang perempuan akan lebih fokus pada pekerjaannya di kantor apabila dia belum menikah atau justru ada pula pandangan yan menyatakan seseorang itu tidak akan bisa memimpin jika belum menikah atau bahkan ada yang memberi kepercayaan pada pemimpin yang belum menikah, karena masyarakat menganggap pemimpin yang sudah menikah akan lebih fokus pada keluarganya. Seperti pandangan salah satu anggota Kepolisian Wonogiri yaitu SP (45 tahun) . “beliau belum punya keluarga justru dalam melakukan pekerjaan waktunya lebih banyak, lebih fokus pada pekerjaan tidak mengganggu keluarga malah lebih bebas mo datang kemana saja...”
Namun dari tabel 9 justru menunjukkan hal yang sebaliknya dengan salah satu pandangan dari bawahan tersebut. Status lajang yang masih menjadikan pelabelan negatif pada kepemimpinan perempuan, di Kepolisian Wonogiri memberikan respon yang baik pada kepemimpinan perempuan. Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Lajang Pemimpin Perempuan Dengan Penerimaan Bawahan di Polres Wonogiri, 2008 Status Lajang Pemimpin Penerimaan
Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi n (%) 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
Perempuan Sedang n (%) 4 (80) 0 (0) 1 (20) 5 (100)
Rendah n (%) 8 (57,15) 6 (42,85) 0 (0) 14 (100)
Tinggi n (%) 3 (100) 0 (0) 0 (0) 3 (100)
Laki-laki Sedang n (%) 3 (75) 0 (0) 1 (25) 4 (100)
Rendah n (%) 8 (61,5) 5 (38,5) 0 (0) 13 (100)
lxii
Tabel 9 diketahui responden perempuan dengan kategori penerimaan status lajang pemimpin yang tinggi, mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 100 persen. Untuk kategori penerimaan status lajang pemimpin yang sedang, dengan penerimaan yang sedang sebesar sebesar 0 persen. Sementara itu, untuk kategori penerimaan status lajang pemimpin yang rendah dengan penerimaan yang rendah sebesar 0 persen. Artinya pada responden perempuan, status lajang pemimpin tidak mempengaruhi penerimaan bawahan. Responden laki-laki dengan kategori penerimaan status lajang pemimpin yang tinggi,
mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 100 persen. Untuk
kategori penerimaan status lajang pemimpin yang sedang, dengan penerimaan yang sedang sebesar sebesar 0 persen. Sementara itu, untuk kategori penerimaan status lajang pemimpin yang rendah dengan penerimaan yang rendah sebesar 0 persen. Artinya pada responden laki-laki, status lajang pemimpin tidak mempengaruhi penerimaan bawahan. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada responden perempuan dan laki-laki menunjukkan bahwa tidak ada hubungan penerimaan status
lajang dengan
penerimaan bawahan terhadap atasan. Hal ini menunjukkan bahwa status lajang pemimpin juga tidak mempengaruhi penerimaan bawahan terhadap pemimpin perempuan. Dari hasil analisis pemimpin perempuan Ibu DIA menyatakan ” dari awal mereka itu sudah tahu dengan status saya. Saya lihat sih tidak terlalu mempermasalahkan. Mingkin karena sebelumnya mereka sudah pernah mendengar kinerja saya pada saat masih di Semarang Barat....”
Pernyataan dari pemimpin membenarkan dari hasil tabulasi silang, bahwa memang status
lajang pemimpin tidak berpengaruh terhadap penerimaan
lxiii
bawahan pada atasannya. Karena memang sebelumnya pemimpin perempuan juga pernah menjabat sebagai Kapolres di wilayah lain.
8.2.2 Hubungan Antara Sifat Pribadi Pemimpin Dengan Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan Sifat pribadi pemimpin perempuan merupakan identifikasi pribadi pemimpin yang diduga ikut berpengaruh terhadap penerimaan bawahan. Sifat pribadi ini mencakup mengenai sifat pemimpin yang pemarah, perhatian, ramah, disiplin pada saat kerja, dan memegang janji orang lain. Sifat pribadi pemimpin perempuan dilihat daritingkah laku di keseharian pemimpin perempuan baik ketika bertugas sebagai pemimpin ataupun sebagian orang biasa. Pandangan responden bawahan terhadap sifat pribadi pemimpin terbagi menjadi tiga: kategori sifat baik apabila skor untuk sifat pribadi pemimpin berjumlah 5 – 6, sifat pribadi sedang bila skor untuk sifat pribadi berjumlah 7, dan buruk bila skor berjumlah 8. Semakin rendah skor yang diperoleh dari hasil jawaban responden menunjukkan bawahan makin baik menerima sifat pribadi pemimpin. Tabel 10 Jumlah Responden berdasarkan Sifat Pribadi dan Jenis Kelamin di Polres Wonogiri, 2008 Sifat Pribadi Total Jenis Kelamin Tinggi Sedang Rendah Perempuan Laki-laki Total
n (%) 5 (12,5) 6 (15) 11 (27,5)
n (%) 9 (22,5) 10 (25) 19 (47,5)
n (%) 6 (15) 4 (10) 10 (25)
n (%) 20 (50) 20 (50) 40 (100)
Dari tabel 10 menunjukkan responden perempuan merasa pemimpin mempunyai sifat yang baik sebesar 12,5 persen, sedangkan responden laki-laki yang menganggap pemimpin mempunyai sifat yang baik sebesar 15 persen.
lxiv
Sifat-sifat pribadi yang diduga berpengaruh pada penerimaan bawahan yang bekerja bersama dengan pemimpin perempuan. ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sifat Pribadi Pemimpin Perempuan Dengan Penerimaan Bawahan di Polres Wonogiri, 2008 Sifat Pribadi Pemimpin Penerimaan
Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi n (%) 5 (100) 0 (0) 0 (0) 5 (100)
Perempuan Sedang n (%) 6 (66,67) 2 (22,22) 1 (11,11) 9 (100)
Rendah n (%) 2 (33,33) 4 (66,67) 0 (0) 6 (100)
Tinggi n (%) 4 (66,66) 1 (16,67) 1 (16,67) 6 (100)
Laki-laki Sedang n (%) 8 (80) 2 (20) 0 (0) 10 (100)
Rendah n (%) 2 (50) 2 (50) 0 (0) 4 (100)
Tabel 11 diketahui responden perempuan dengan kategori penerimaan sifat pribadi pemimpin yang tinggi, mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 100 persen. Untuk kategori penerimaan sifat pribadi pemimpin yang sedang, dengan penerimaan yang sedang sebesar sebesar 22,22 persen. Sementara itu, untuk kategori penerimaan sifat pribadi pemimpin yang rendah dengan penerimaan yang rendah sebesar 0 persen. Artinya pada responden perempuan, sifat pribadi pemimpin tidak mempengaruhi penerimaan bawahan. Responden laki-laki dengan kategori penerimaan status lajang pemimpin yang tinggi, mempunyai penerimaan yang tinggi sebesar 66,66 persen. Untuk kategori penerimaan status lajang pemimpin yang sedang, dengan penerimaan yang sedang sebesar sebesar 20 persen. Sementara itu, untuk kategori penerimaan status lajang pemimpin yang rendah dengan penerimaan yang rendah sebesar 0 persen. Artinya pada responden laki-laki, sifat pribadi pemimpin mempengaruhi penerimaan bawahan.
lxv
Ikhtisar Tingkat
pendidikan
responden
perempuan
dan
laki-laki
tidak
mempengaruhi penerimaan terhadap pemimpin perempuan. Masa kerja bawahan juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan bawahan perempuan pada atasan, sedangkan responden laki-laki dengan masa kerja yaang sedang dan rendah justru tidak mempengaruhi penerimaan mereka terhadap atasan perempuan. Selain tingkat pendidikan dan masa kerja, faktor yang diduga mempengaruhi penerimaan kepemimpinan perempuan adalah status lajang dan sifat pribadi pemimpin. Status pemimpin yang belum menikah tidak berpengaruh pada kepemimpinannya karena selama ini masih ada tanggapan di masyarakat bahwa orang yang pantas menjadi pemimpin adalah individu yang sudah pernah merasakan kehidupan berkeluarga. Sifat pribadi pemimpin yang diidentifikasi dari pemimpin yang tipe orang pemarah, pemimpin yang kurang perhatian dengan bawahan, pemimpin yang tidak ramah dengan semua lapisan jabatan di kantor, pemimpin yang disiplin, pemimpin yang memegang janji. Responden perempuan menilai sifat pribadi pemimpin tidak menjadi kendala dalam bekerja, sedangkan responden laki-laki justru menilai sifat pribadi pemimpin mempengaruhi penerimaan.
lxvi
BAB IX HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP PENERIMAAN BAWAHAN PADA ATASAN PEREMPUAN Gaya
kepemimpinan
adalah
cara
seorang
pemimpin
memimpin
bawahannya. Gaya kepemimpinan dalam penelitian mengacu pada definisi gaya kepemimpinan menurut Tilaar (2003) yaitu gaya mawar, gaya anggrek, gaya melati, gaya teratai dan gaya cempaka. Gaya mawar dicirikan dengan pemimpin yang komunikatif terhadap bawahannya, berwibawa dan ceria. Gaya anggrek dicirikan dengan pemimpin yang memiliki hasrat untuk berbeda, ulet, menghargai team work. Gaya melati dicirikan dengan pemimpin yang sederhana, suri tauladan, dan bijaksana. Gaya teratai dicirikan dengan pemimpin yang santun, religius dan independen. Gaya cempaka dicirikan dengan pemimpin yang penuh tanggung jawab, flamboyan dan tidak tinggi hati. Gaya kepemimpinan diduga kuat mempengaruhi penerimaan bawahan terhadap atasan perempuan. Melalui 12 pertanyan masing-masing gaya kepemimpinan akan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi apabila bawahan menerima gaya kepemimpinan pemimpin (skor 20-24), sedang apabila bawahan kurang menerima gaya kepemimpinan pemimpin (skor 18-21), dan rendah apabila bawahan tidak menerima gaya kepemimpinan pemimpin (skor 14-17). Tabel 12 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penerimaan Bawahan Dengan Gaya Kepemimpinan di Polres Wonogiri, 2008 Penerimaan Gaya kepemimpinan Mawar Anggrek Melati Teratai Cempaka Total
Perempuan n (%) 8 (20) 3 (7,5) 2 (5) 1 (2,5) 5 (12,5) 20 (50)
Laki-laki n(%) 6 (15) 3 (7,5) 3 (7,5) 3 (7,5) 5 (12,5) 20 (50)
lxvii
Tabel 12 menunjukkan pada responden perempuan dan laki-laki, gaya kepemimpinan yang paling banyak diterima adalah gaya kepemimpinan mawar. Responden
perempuan
memberikan
respon
yang
baik
terhadap
gaya
kepemimpinan mawar sebesar 20 persen (8 orang), sedangkan responden laki-laki yang memberikan respon yang baik terhadap gaya kepemimpinan mawar sebesar 15 persen. Tabel
13
yang
dijabarkan
di
atas
dapat
diuraikan
ciri-ciri
kepemimpinannya. Seperti yang digambarkan dari tabel 13 distribusi tabel ciri-ciri kepemimpinan. Tabel 13 Jumlah Responden berdasarkan Ciri-ciri Kepemimpinan Yang Paling Diterima Terhadap Responden di Polres Wonogiri, 2008 Penerimaan Ciri Kepemimpinan Mawar
Anggrek
Melati
Teratai
Cempaka
Komunikatif Wibawa Keceriaan Hasrat berbeda Ulet Menghargai team work Sederhana Suri tauladan Bijaksana Santun Religius Independen Penuh tanggung jawab Flamboyan Tidak tinggi hati
Perempuan Laki-laki Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi 0 0 0 0 8 6 0 0 0 1 7 6 0 8 0 0 6 0 1 1 1 1 2 0 0 2 1 1 0 2 0 1 2 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 1 1 1 4
0 2 2 0 0 0 1
0 0 0 0 1 1 0
1 2 2 2 0 0 0
2 1 1 1 2 2 5
0
3
2
0
1
4
0
1
4
0
1
4
Tabel 13 menunjukkan data uraian dari tiap-tiap gaya kepemimpinan. Tiap ciri-ciri gaya kepemimpinan menunjukkan respon tinggi, sedang dan rendah
lxviii
yang diuraikan satu persatu. Respon yang tinggi diberikan untuk pemimpin dengan ciri kepemimpinan yang komunikatif dan wibawa. Ciri kepemimpinan yang komunikatif membuktikan penerimaan bawahan kepada atasan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu responden laki-laki yaitu SG (47 tahun ) “Dipimpin oleh perempuan lebih hidup dan komunikatif, perasaan atau suasana di kantor lebih akrab, dan semua anggota lebih diberdayakan dalam tuga....”
Ciri kepemimpinan yang wibawa menggambarkan bahwa struktur organisasi Kepolisian yang semi militer, meskipun dipimpin namun tetap dibutuhkan pemimpin yang berwibawa.
lxix
BAB X KESIMPULAN 10.1 Kesimpulan Tingkat
pendidikan
responden
perempuan
dan
laki-laki
tidak
mempengaruhi penerimaan terhadap pemimpin perempuan. Masa kerja bawahan juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan bawahan perempuan pada atasan, sedangkan responden laki-laki dengan masa kerja yaang sedang dan rendah justru tidak mempengaruhi penerimaan mereka terhadap atasan perempuan. Selain tingkat pendidikan dan masa kerja, faktor yang diduga mempengaruhi penerimaan kepemimpinan perempuan adalah status lajang dan sifat pribadi pemimpin. Status pemimpin yang belum menikah tidak berpengaruh pada kepemimpinannya karena selama ini masih ada tanggapan di masyarakat bahwa orang yang pantas menjadi pemimpin adalah individu yang sudah pernah merasakan kehidupan berkeluarga. Namun justru bawahan di Kepolisian Wonogiri tidak mempermasalahkan status lajang pemimpin, karena bawahan yakin dengan kemampuan pemimpinnya. Baik responden laki-laki maupun perempuan sependapat bahwa seseorang itu harus menikah, namun tidak menjadi masalah ketika ternyata pemimpinnya adalah orang yang belum menikah karena yang terpenting bagi bawahan pemimpin itu mampu meningkatkan kesejahteraan bawahannya. Sifat pribadi pemimpin yang diidentifikasi dari pemimpin yang tipe orang pemarah, pemimpin yang kurang perhatian dengan bawahan, pemimpin yang tidak ramah dengan semua lapisan jabatan di kantor, pemimpin yang disiplin,
lxx
pemimpin yang memegang janji. Responden perempuan menilai sifat pribadi pemimpin tidak menjadi kendala dalam bekerja, sedangkan responden laki-laki justru menilai sifat pribadi pemimpin mempengaruhi penerimaan. Sifat pribadi yang muncul dari pemimpin adalah sifat yang positif artinya pemimpin mencoba untuk memberikan perhatian ke bawahan, jarang memarahi bawahan kecuali bawahan melakukan kesalahan, ramah terhadap semua lapisan bawahan, disiplin dalam kerja serta tepat waktu dalam pengerjaan tugasnya. Faktor yang berpengaruh terhadap eksistensi pemimpin perempuan adalah pendidikan dan pengalaman kerja, keterdedahan terhadap media massa, dukungan keluarga. Sedangkan pembagian antara pekerjaan kantor dan rumah tangga serta tanggungan keluarga tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pemimpin perempuan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemimpin perempuan selain sumberdaya pribadi dan sumberdaya keluarga adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin perempuan. Gaya kepemimpinan yang mempengaruhi penerimaan bawahan terhadap atasan adalah gaya kepemimpinan mawar, dengan ciri kepemimpinan komunikatif dan berwibawa.
10.2 Saran 1. Penelitian mengenai kepemimpinan perempuan masih sedikit, disarankan bagi peneliti lain untuk dapat mengkaji lagi mengenai kepemimpinan perempuan. 2. Penelitian ini telah mengkaji mengenai organisasi Kepolisian yang berstruktur organisasi semi militer, terbukti bahwa individu yang berada di Kepolisian menerima baik kepemimpinan perempuan. Disarankan bagi peneliti lain yang berminat mengkaji mengenai kepemimpinan perempuan, untuk dapat meneliti
lxxi
mengenai organisasi militer di Indonesia seperti Angkatan Darat, Angkatan Laun, dan Tentara Republik Indonesia, karena di organisasi militer belum ditemukan perempuan-perempuan yang bisa menjadi pemimpin. 3. Penelitian peneliti belum membahas mengenai pandangan masyarakat umum. Bagi peneliti lain yang ingin membahas tentang kepemimpinan perempuan, disarankan untuk mengkaji juga mengenai pandangan masyarakat umum untuk membuktikan apakah stereotipi-stereotipi di masyarakat mengenai perempuan tidak pantas menjadi pemimpin masih berkembang di masyakat. Meskipun sudah terbukti di organisasi Kepolisian ada perempuan yang berhasil kepemimpinannya.
lxxii
DAFTAR PUSTAKA Anshor, Maria Ulfah. Tantangan Kepemimpinan Perempuan di Tingkat Lokal. www.fatayat.or.id. Diakses tanggal 27 agustus 2008 As-Siwaidan, Thariq M dan Faisal U. Basyarahil. Mencetak Pemimpin Tips Melahirkan Orang Sukses dan Mulia. Penerjemah: H. Ahmad Fadhil, MA. Penerbit: Khalifa. Jakarta 2006 Etzioni, Amitai. Organisasi-organisasi Modern. Penerbit: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).1985 Farida, Rokhila. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Perempuan Sunda Terhadap Kepemimpinan Perempuan (Kasus Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2005. Frankel, Lois P. See Jane Lead 99 Kiat Sukses Memimpin Bagi Perempuan. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.2006 Handayani, Trisakti dan Sugiarti. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Editor: Dr. Surya Dharma. Penerbit: UMM (Universitas Muhammadiyah Malang). 2006 Hasibuan, C dan Sedyono. Perempuan Di Sektor Formal “Kerja Ya, Karier Tidak” dalam Mayling Oey-Gardier, M. Wagemann, E. Suleeman dan Sulastri. Perempuan Indonesia Dulu dan Kini. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1996 Kunarto. Perilaku Organisasi Kepolisian. Penerbit: Cipta Manunggal, Jakarta.1997. Lestari, Endah Rahayu. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Wanita Polisi Terhadap Tingkat Kinerja Aparat: Studi Eksplanasi tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Wanita Polisi Terhadap Tingkat Kinerja Aparat Unitunit Operasional Kepolisian Resort Surabaya Timur. Teknik IndustriITB. www.digilib.ti.itb.ac.id. Diakses pada tanggal 31 Desember 2007 Mugniesyah, Siti Sugiah. Kepemimpinan Wanita dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Dua Desa di Kecamatan Purwa, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 1986. Parawansa, Khofifah Indar. Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia. www.damandiri.or.id. Diakses pada tanggal 12 Desember 2007 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Penerbit: LP3S. Jakarta. 1989. Tilaar, Martha. Leadership Quotient Perempuan Pemimpin Indonesia. Penyunting: Ayu Hermawan. Penerbit: PT Gramedia Widiasarana Indonesia dan Yayasan Martha Tilaar, Jakarta. 2003 Toha, Miftah. Kepemimpinan dan Manajemen. Penerbit: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.1983 Vries, Dede Wilian-de. Gender Bukan Tabu Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi. Penerbit: Center for International Forestry Research (CIFOR). 2006.
lxxiii
-----.Kapolwil:Wilayah Hukum Polres Wonogiri Sangat Amanman. www.harianjoglosemar.com. Diakses tanggal 14 April 2008. Situs resmi Polri. Struktur Organisasi Kepolisian. www.polri.go.id..Diakses tanggal 2 April 2008
lxxiv
Lampiran
lxxv
PETA KABUPATEN WONOGIRI
lxxvi
Tabel 24 Nama-nama Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Setyawati Dwi Ruminiwati Samiyati Sri Pratiningsih Sri hartati Sri Suharyati Suparti Siti Kastriningsih Endang Sulasmi Sumarni Laswidiyanti Puji istiningsih Juni Arthamaida Wuriana Sumarsih Sri Mulyani Suratinem Sri Hartuti Endang Muryanti Sri Purwati Sakiran Supanto Sutarto Wagimun Mulyadi Ajid BR M.Suryo Yuli Prasetyo Amrudin Vindy Aji Dodik handoko Eko Suryadi Lasono Sarimo Mardoko Sajam Sawal Winarko Sugiyanto Danang Sutrisno
Jenis Kelamin P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L
umur 47 48 52 45 48 39 45 48 52 43 43 40 40 39 43 44 50 42 41 51 54 48 38 54 38 36 29 24 23 21 21 27 51 39 52 40 48 39 47 21
lama kerja 26 23 30 22 1,6 2,5 24 17 18 21 21 17 19 15 19 22 18 19 25 30 31 10 4 34 15 15 2,5 2 1 1 1 5 31 5 28 20 17 18 19 1
lxxvii
Tabel 25 Nama-nama Kapolres Wonogiri No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Nama Soewondo Djojo Wiromartono S.Tjitrowiguno Murti Pranoto Parto Wijoto RM. Suhadi Marto Hardjono R. Soetandar Partjo Prabowo Djojo Mustopo M. Karmadi R. Soekodjo Soehud D.Admojo Soeprapto Sipon Drs. S. Nainggolan Drs. Soekarman Drs. Mutamin .S S. Hadiyanto SMIK Drs. Djunadi Drs. G. Soedaryo Drs. Bambang S, SH Drs. Denny Iswoko Drs Darwin Butar Butar Drs. Subandi, SH Drs. Sutoyo Dra. Dien Irhastini Agus Jaka Santosa
Pangkat Inspektur Polisi Inspektur Polisi Inspektur Polisi Inspektur Polisi Inspektur Polisi Inspektur Polisi AKP AKP AKP Kompol Mayor Polisi Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol Letkol AKBP AKBP AKBP AKBP AKBP
Tahun Tugas s/d 1945 1945 – 1946 1946 – 1947 1947 – 1948 1948 – 1950 1950 – 1956 1956 – 1959 1959 – 1961 1961 – 1963 1963 – 1968 1968 – 1872 1972 – 1974 1974 – 1977 1977 – 1981 1981 – 1985 1985 – 1989 1989 – 1989 1989 – 1991 1991 – 1994 1994 – 1996 1996 – 1998 1998 – 1999 1999 – 2001 2001 – 2003 2003 – 2005 2005 – 2006 2006 – 2008 2008 – sekarang
lxxviii
Kuesioner “Kepemimpinan Perempuan Dalam Organisasi Kepolisian” Kepolisian Resort Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah Peneliti bernama Nuricha Prajna Paramita merupakan mahasiswi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Peneliti berharap anda bersedia mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitias dan jawaban anda dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaannya mengisi kuesioner ini.
Data Pribadi 1. Umur : ............................................................................ 2. Jenis Kelamin : ............................................................................ 3. Pendidikan terakhir : SD/SMP/SMA (sederajat)/ S1 / S2 / S3 atau lainnya................................................. (lingkari salah satu dan kolom lainnya digunakan apabila tidak ada jawaban yang sesuai) A. Karakteristik Bawahan 1. Pada saat Ibu DIA bertugas di Polres Wonogiri, anda sudah bekerja di Kepolisian selama...............tahun 2. Anda mulai bertugas di Polres Wonogiri mulai Bulan.....................Tahun.................. (isi) Pilihlah jawaban dari pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda (X) sesuai dengan keyakinan Anda. B. Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Rasa Senang 1. Apakah awalnya anda senang dipimpin Ibu DIA? a. Ya b. Tidak 2. Selanjutnya apakah anda senang dipimpin Ibu DIA? a. Ya b. Tidak 3. Apakah anda senang ketika diberi kepercayaan melaksanakan suatu tugas oleh Ibu DIAn? a. Ya b. Tidak 4. Pada saat dipimpin Ibu DIA, anda sering berharap Ibu Dien segera diganti dengan Kapolres laki-laki saja? a. Ya b. Tidak 5. Apakah anda ingin dipimpin oleh Ibu DIA lagi? a. Ya b. Tidak Tingkat Pelecehan 1. Apakah anda mau dipimpin perempuan? a. Ya b. Tidak 2. Apakah perempuan mampu menjadi pemimpin? a. Ya b. Tidak 3. Apakah anda tidak pernah mengacuhkan perintah Ibu DIA karena dia adalah perempuan?
lxxix
a. Ya b. Tidak 4. Apakah anda tidak pernah mencolek Ibu DIA karena dia perempuan? a. Ya b. Tidak 5. Apakah anda tidak pernah menertawakan kebijakan yang dibuat oleh Ibu DIA ? a. Ya b. Tidak Tingkat Kepercayan 1. Apakah dulu anda percaya Ibu DIA lebih baik dari pada Kapolres laki-laki? a. Ya b. Tidak 2. Apakah dulu anda pernah meragukan kemampuan kinerja Ibu DIA? a. Ya b. Tidak 3. Apakah sekarang anda tetap meragukan kemampuan kinerja Ibu DIA? a. Ya b. Tidak 4. Apakah anda sering kepercayaan oleh Ibu DIA untuk melaksanakan suatu pekerjaan? a. Ya b. Tidak 5. Anda yakin jika Ibu DIA ditugaskan kembali di Wonogiri, wilayah Wonogiri menjadi lebih aman? a. Ya b. Tidak C. Karakteristik Pribadi Pemimpin Status Lajang Pemimpin Perempuan 1. Apakah sebelum Ibu DIA bertugas di Polres Wonogiri, anda tahu beliau belum menikah? a. Ya b. Tidak 2. Setelah akhirnya tahu Ibu DIA yang belum menikah. Apakah hal ini mempengaruhi kinerja anda? a. Ya b. Tidak 3. Anda menganggap perempuan yang tidak/belum menikah tidak pantas menjadi Kapolres? a. Ya b. Tidak 4. Anda enggan untuk melaksanakan perintahnya karena status Ibu DIA yang belum menikah? a. Ya b. Tidak 5. Anda menilai Ibu DIA lebih fokus pada pekerjaannya sebagai Kapolres, karena beliau belum menikah? a. Ya b. Tidak Pilihlah jawaban dari pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda ( √ ) sesuai dengan keyakinan anda. Sifat Pribadi Pemimpin No. Pernyataan Ya Tidak 1 Ibu DIA tipe orang pemarah 2 Ibu DIA kurang perhatian dengan bawahan 3 Ibu DIA tidak ramah dengan semua lapisan jabatan di kantor 4 Ibu DIA disiplin pada saat kerja 5 Ibu DIA bisa memegang janji orang lain
lxxx
D. Gaya kepemimpinan Tipe Mawar Komunikatif No. Pernyataan 1 Ibu DIA berdiskusi dengan anda ketika membahas suatu masalah. 2 Anda pernah diajak mengobrol DIA 3 Ibu DIA enak diajak mengobrol dengan anda mengenai berbagai hal mengenai pekerjaan. 4 Ibu DIA memberi instruksi terlebih dahulu sebelum anda bekerja di lapangan Wibawa No. Pernyataan 1 Anda menilai Ibu DIA menjaga imagenya sebagai atasan 2 Anda akan selalu mengerjakan apa yang disuruh Ibu DIA 3 Anda menghormati Ibu DIA sebagai atasan 4 Dengan melihatnya berbicara anda akan mudah mengikuti perintahnya. Keceriaan No. Pernyataan 1 Anda merasa dekat kalau berbicara dengan Ibu DIA 2 Saya merasa terbebani dengan tanggungjawab yang diberikan Ibu DIA 3 Adanya Ibu DIA membuat suasana kerja menjadi menyenangkan 4 Ibu DIA sering bercanda bersama dengan anda Tipe anggrek Memiliki hasrat untuk berbeda No. Pernyataan 1 Menurut anda, Ibu DIA tipe orang yang menuruti kata orang lain 2 Menurut anda, Ibu DIA melakukan kebijakan yang menurutnya benar tidak melakukan seperti kata orang lain 3 Menurut anda, Ibu DIA memberi perubahan kerja di Polres Wonogiri 4 Menurut anda, Ibu DIA selalu sedia laternatif kebijakan Ulet No. Pernyataan 1 Ibu DIA berusaha dengan berbagai cara agar rencana yang telah dibuat terlaksana dengan baik 2 Ibu DIA giat mencari dukungan kegiatan 3 Menurut anda, Ibu DIA selalu bertanggungjawab dengan kebijakan yang telah dibuatnya. 4 Menurut anda, Ibu DIA selalu berhasil memecahkan masalah yang dihadapi oleh bawahannya Menghargai team work No. Pernyataan 1 Ibu DIA lebih menghargai kerja kelompok daripada individu 2 Ibu DIA menilai hasil kerja kelompok lebih baik daripada kerja pribadi 3 Ibu DIA menghargai partisipasi bawahannya 4 Ibu DIA menekankan pentingnya kerjasama tim
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
lxxxi
Tipe melati Sederhana No. Pernyataan 1 Menurut anda, penampilan Ibu DIA tidak tampil glamor 2 Ibu DIA bersahaja dengan anda 3 Anda menilai Ibu DIA sering memamerkan kekayaannya 4 Menurut anda, Ibu DIA selalu tampil apa adanya Suri tauladan No. Pernyataan 1 Menurut anda, Ibu DIA selalu menjaga imagenya sebagai atasan 2 Menurut anda, Ibu DIA mengajarkan bawahannya bagaimana berhubungan baik dengan orang lain 3 Sikap Ibu DIA selalu memberi contoh yang baik bagi anda 4 Menurut anda, Ibu DIA mengajarkan hal yang baik dan buruk dalam melaksanakan tugas. Bijaksana No. Pernyataan 1 Menurut anda, Ibu DIA selalu mempertimbangkan dengan baik kebijakan yang dibuatnya. 2 Menurut anda, dalam mengambil keputusan Ibu DIA selalu mempertimbangkan dengan bawahan. 3 Menurut anda, Ibu DIA selalu mempertimbangkan dampak buruknya dari kebijakannya. 4 Menurut anda, Ibu DIA akan menghukum bawahannya sesuai aturan jika terbukti bersalah. Tipe teratai Santun No. Pernyataan 1 Ibu DIA jarang marah dengan bawahan 2 Tata krama Ibu DIA menghargai bawahan yang lebih tua umurnya 3 Ibu DIA bersikap sopan 4 Ibu DIA berbicara dengan anda menggunakan bahasa yang halus Religius No. Pernyataan 1 Anda melihat Ibu DIA sering menyelenggarakan kegiatan pengajian/keagamaan (untuk yang muslim) 2 Ibu DIA pernah memberi petuah agama pada anda 3 Ibu DIA menjadikan ajaran agama dalam pedoman mengambil keputusan. 4 Anda melihat Ibu DIA solat tepat waktu Independensi No. Pernyataan 1 Ibu DIA mampu mengerjakan pekerjaan tanpa dibantu bawahannya 2 Meskipun perintahnya tidak didukung tapi Ibu DIA akan tetap melaksanakannya. 3 Ibu DIA menekankan pada bawahannya agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 4 Ibu DIA akan mencari dukungan agar kebijakannya dapat terlaksana.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
lxxxii
Tipe cempaka Penuh tanggung jawab No. Pernyataan 1 Menurut anda, Ibu DIA akan menyelesaikan masalah jika terjadi kendala dalam pelaksanaan tugas bawahan. 2 Menurut anda, Ibu DIA mau disalahkan orang lain jika kerja bawahannya tidak benar 3 Menurut anda, Ibu DIA akan membela bawahannya jika terbukti tidak bersalah 4 Menurut anda, Ibu DIA siap diperkarakan jika bawahannya berbuat salah. Flamboyan No. Pernyataan 1 Anda menilai Ibu DIA tidak pernah memamerkan kekayaannya 2 Menurut anda, Ibu DIA bukan tipe orang yang boros 3 Menurut anda, kehidupan Ibu DIA selalu tercukupi materi 4 Anda sering diberi hadiah oleh Ibu DIA Tidak tinggi hati No. Pernyataan 1 Menurut anda, Ibu DIA bukan tipe orang yang sombong 2 Menurut anda, Ibu DIA selalu mengenal baik orang lain. 3 Menurut anda, Ibu DIA tidak membeda-bedakan perhatiannya pada bawahannya. 4 Menurut anda, Ibu DIA dapat memposisikan dirinya sesuai lingkungan sekitarnya.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
lxxxiii
Panduan Pertanyaan Kualitatif Panduan pertanyaan secara kualitatif, ditanyakan pada responden bawahan A. Ada hubungan antara eksistensi pemimpin perempuan dengan karakteristik pribadi pemimpin (sifat pribadi pemimpin, status sipil pemimpin perempuan). Sifat pribadi pemimpin 1. Menurut anda, bagaimana seharusnya perempuan yang baik? 2. Apakah betul perempuan itu cengeng, lemah lembut, tidak tegas? 3. Bagaimana jika anda dipimpin laki-laki yang cerewet? 4. Menurut anda, apakah pantas laki-laki bersikap lemah lembut, cengeng? 5. Mengapa hal itu pantas/tidak pantas? Status unmarried pemimpin perempuan 1. Apakah harus perempuan/laki-laki menikah? Mengapa? 2. Bagaimana jika di lingkungan anda ada perempuan/laki-laki yang sudah berumur lebih dari 40 tahun tapi belum menikah? 3. Apakah hal ini anda anggap wajar? Mengapa? 4. Apakh menurut anda syarat menjadi pemimpin adalah orang yang sudah menikah? 5. Apakah tugas utama laki-laki/perempuan yang sudah menikah? 6. Apakah seorang perempuan tetap boleh bekerja di luar rumah ketika sudah menikah? 7. Mengapa boleh/tidak boleh? Panduan pertanyaan secara kualitatif, ditanyakan pada responden pemimpin A. Sumberdaya Pribadi Tingkat Pendidikan: 1. Apakah di keluarga Ibu tingkat pendidikan antara saudara laki-laki dan perempuan sama? 2. Orang tua sengaja tidak membedakan/ membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan? 3. Apakah pendidikan yang diberikan orang tua membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan? 4. Ajaran orang tua seperti apa yang menurut Ibu cukup membedakan antara anak lakilaki dan anak perempuan? 5. Dari pendidikan yang telah Ibu dapat setelah lulus SMA apakah memang ada motivasi untuk masuk ke Kepolisian? 6. Apa pendidikan terakhir yang telah Ibu tempuh? 7. Sampai dengan tingkat pendidikan apa untuk bisa menjadi Polisi? 8. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh untuk bisa menjadi Kapolres? 9. Apa syarat pendidikan untuk bisa menjadi Kapolres? Tingkat Keterdedahan terhadap media massa 1. Apakah Ibu berlanggangan koran setiap hari? 2. Apakah setiap hari Ibu selalu membaca koran/majalah/tabloid? 3. Apakah setiap hari Ibu selalu menyempatkan untuk menonton TV atau mendengarkan radio? 4. Informasi mengenai apa yang sering Ibu cari pada saat membaca koran? 5. Apakah Ibu berlanggangan majalah/tabloid khusus perempuan? 6. Informasi mengenai apa yang dicari ketika membaca majalah/tabloid khusus perempuan? 7. Apakah membaca majalah/tabloid khusus perempuan memberi pengetahuan Ibu untuk membentuk pribadi sebagai seorang perempuan?
lxxxiv
8. Acara apa yang sering Ibu tonton pada saat menonton TV? 9. Informasi mengenai apa yang sering Ibu cari pada saat menonton acara di TV? 10. Apakah informasi yang didapat dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan? B. Sumberdaya Keluarga Dukungan Keluarga 1. Ibu anak ke berapa dari berapa saudara? 2. Apakah di keluarga Ibu antara anak laki-laki dan perempuan dibedakan? Dalam hal apa saja? 3. Apakah saudara laki-laki Ibu ada yang sudah pernah menjadi pemimpin? 4. Apakah saudara perempuan Ibu ada yang sudah pernah menjadi pemimpin? 5. Apakah keluarga sempat menentang keputusan Ibu untuk menjadi Kapolres? 6. Bagaimana tanggapan pertama keluarga ketika tahu Ibu menjadi Kapolres di Wonogiri? 7. Bagaimana bentuk dukungan yang diberikan keluarga? 8. Apakah keluarga protes dengan kesibukan Ibu ketika menjadi Kapolres? 9. Bagaimana peran keluarga untuk mendukung pekerjaan Ibu? Tanggungan Anak 1. Apakah Ibu sudah mempunyai putra/putri? 2. Berapa jumlah anak Ibu? 3. Apakah kehadiran anak menganggu kinerja Ibu? 4. Apa arti anak dalam kehidupan Ibu? 5. Bagaimana cara Ibu membagi waktu antara pekerjaan dengan mengasuh anak? Untuk melihat curahan waktu beragam kegiatan digunakan jadwal sehari yang dilakukan subyek penelitian selama 24 jam dalam waktu satu minggu. Satu minggu dapat diasumsikan kegiatan curahan waktu yang dilakukan pemimpin perempuan. No.
Jam
Kegiatan
lxxxv
Tabel 26 Instrument Pengumpulan Data melalui Kuesioner (kuantitatif) No 1
Variabel Karakteristik Bawahan
2
Karakteristik Pribadi Pemimpin
3
4
Penerimaan Bawahan Terhadap Atasan Perempuan Gaya Kepemimpinan
• • • •
Sub Variabel Tingkat pendidikan Masa kerja Sifat pribadi pemimpin Status sipil pemimpin perempuan
• Rasa senang • Tingkat pelecehan • Tingkat kepercayaan
Skala Pengukuran Data • Nominal • Nominal • Ordinal • Ordinal • • • •
Ordinal Ordinal Ordinal Nominal
Tabel 27 Data yang diperlukan (sumber dan metode pengumpulan data) No. Data yang Akan Dikumpulkan 1 Data monografi Kabupaten Wonogiri 2 Kepolisian Resort Wonogiri 4
Karakteristik bawahan
5
Karakteristik Pemimpinan (karakteristik pribadi pemimpin,sumberdaya pribadi, sumberdaya keluarga) Penerimaan kepemimpinan perempuan Gaya kepemimpinan perempuan
6 7
Sumber Data Data monografi
Metode Pengumpulan Dokumenter
Profil Kepolisian Resort Wonogiri Responden (bawahan) dan informan Responden (pemimpin perempuan)
Dokumenter
Responden (bawahan) Responden (bawahan dan pemimpin perempuan), dan informan
Wawancara mendalam
Kuesioner dan wawancara Kuesioner dan wawancara mendalam
Kuesioner dan wawancara mendalam
lxxxvi
Tabel 28 Jadwal kegiatan
No
Kegiatan 1
I 1. 2. 3. 4. II 1. 2. III 1. 2. 3. IV 1. 2.
Maret 2 3
4
1
April 2 3
4
1
Mei 2 3
4
1
Juni 2 3
4
1
Juli 2 3
4
Agustus 1 2 3 4
Proposal dan Kolokium Penyusunan draft revisi Konsultasi Proposal Orientasi Lapangan Kolokium Studi Lapangan Pengumpulan data Analisis data Penulisan Laporan Analisis lanjutan Penyusunan draft revisi Konsultasi laporan Ujian Skripsi Ujian Perbaikan Skripsi
lxxxvii
STRUKTUR ORGANISASI POLRES WONOGIRI PERIODE TAHUN 2006 - 2008 KAPOLRES (Dra.Dien Irhastini)
WAKA (Heri Sulistya BS, SIK) UNSUR PIMPINAN
BAG OPS
BAG BINAMITRA
BAG MIN
(H.Hartanto)
(Tariyo)
(Muji Santoso, SH) UNSUR PEMBANTU PIMPINAN/PELAKSAAN STAF
UR TELEMATIKA
SI P3D
UR DOKKES
TAUD
(Sugiyanto)
(M.Sonhaji)
(Sitam)
(Triyono) UNSUR PELAKSANA STAF KHUSUS DAN PELAYANAN
SPK
SAT INTELKAM
SAT RESKRIM
SAT SAMAPTA
(Jumari, SH)
(Sutiyono, SH)
(Ngadiman, SH)
(H.Warseno, SH)
SAT LANTAS (Drs.Muh.Samdani) UNSUR PELAKSANA UTAMA
POLSEK
lxxxviii
STRUKTUR ORGANISASI POLRI KAPOLRI WAKAPOLRI
ITWASUM
SDERENBANG
KORSPRI
SAHLI
SDEOP
SDE SDM
SETUM
DENMA
SET NCB
DIV HUMAS
DIV BINKUM
DIV PROPAM
BAINTELKAM
SDELOG
PUS DOKKES
TELEMATIKA
PTIK
BARESKRIM
BABINKAM
PUS KU
SESPIMPOL
AKPOL
LEMDIKLAT
KORBRIMOB
POLDA
lxxxix
Berdasarkan Keputusan Polri No.Pol : KEP/7/2005 tanggal 31 Januari 2005
Bab III PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Pertama Unsur Pimpinan Pasal 6 1. Kapolres adalah pimpinan Polres yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kapolda 2. Kapolres bertugas memimpin, membina dan mengawasi/mengendalikan satuasatuan organisasi dalam lingkungan serta memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolda Pasal 7 1. Wakapolres adalah pembantu utama Kapolres yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kapolres 2. Wakapolres bertugas membantu Kapolres dalam melaksanakan tugasnya dengan mengendalikan pelaksanakan tugas-tugas staf seluruh satuan organsiasi dalam jajaran Polres dan dalam balas kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres berhalangan serta melaksanakan tugas lain ssuai perinath Kapolres Bagian Kedua Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksaaan Staf Pasal 8 1. Bagops adalah pembantu pimpinan dan pelaksana staf Polres yang berada di bawah Kapolres 2. Bagops bertugas menyelenggarakan administrasi dan pengawasan operasional, perencanaan dan pengendalian operasi Kepolisian, pelayanan fasilitas dan perawatan tahanan dan pelayanan atas permintaan perlindungan saksi/korban kejahatan dan permintaan bantuan pengamanan proses peradilan dan pengaman khusus lainnya 3. Bagops dipimpin oleh Kepala Bagops disingkat Kabagops yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah Kapolres/Wakapolres 4. Kabagops dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh: a. Kepala Sub Bagian Pembinaan Operasional disingkat Kasubbag binops b. Kepala Sub bagian Perawatan Tahanan, disingkat Kasubbagwattah. Pasal 9 1. Bagbinamitra adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf Polres yang berada di bawah Kapolres 2. Bagmitra bertugas mengatur penyelenggaraan dan mengawasi/mengarahkan pelaksaan penyuluhan masyarakat dan pembinaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa oleh satuan-satuan fungsi yang kompeten, membina hubungan kerja sama dengan organisasi/lembaga/tokoh sosial/kemasyarakatan dan instansi Polsus/PPNS dan pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah, dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat pada hukum dan peraturan perundang-undangan, pengembangan pengamanan swakarsa dan pembinaan hubungan Polri-Masyarakat dan kondusif bagi pelaksaan tugas Polri.
4
3. Bagbinamitra dipimpin oleh Kepala Bagbinanutra, disingkat Kabagbinamitra yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas seharihari di bawah kendali Wakapolres. 4. Kabagbinamitra dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh: a. Kepala Sub Bagian Bimbingan Masyarakat, disingkat Kasubbagbimmas b. Kepala Sub Bagian Pembinaan Kerja Sama, disingkat Kasubbagbinkerma. 5. Kabagbinamitra juga berperan sebagai Perwira Hubungan Masyarakat, disingkat Pahumas Pasal 10 1. Bagmin adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf Polres yang berada di bawah Kapolres. 2. Bagmin bertugas menyelengggrakan penyusunan rencana/program kerja dan anggaran pembinaan dan administrasi personel, pelatihan serta pembinaan dan administrasi logistik. 3. Bagmin dipimpin oleh Kepala Bagmin, disingkat Kabagmin yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksaaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. 4. Kabagmin dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh: a. Kepala Sub Bagian Perencanaan, disingkat Kasubbagren b. Kepala Sub Bagian Personel, disingkat Kasubbagpers c. Kepala Sub Bagian Pelatihan, disingkat Kasubbaglal d. Kepala Sub Bagian Logistik, disingkat Kasubbaglog Bagian Ketiga Unsur Pelaksana Staf Khusus dan Pelayanan Pasal 11 1. Urtelematika adalah unsur pelaksana staf khusus Polres yang berada di bawah Kapolres 2. Urtelematika bertugas menyelengarakan pelayanan telekomunikasi, pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi kriminal dan pelayanan multimedia. 3. Urtelematika dipimpin oleh Kepala Urtelematika, disingkat Kaur Telematika yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas seharihari di bawah kendali Wakapolres. Pasal 12 1. Unit P3D adalah unsur pelaksaan staf khusus Polres yang berada di bawah Kapolres. 2. Unit P3D bertugas menyelenggarakan pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan tindakan anggota Polri dan pembinaan disiplin dan tata tertib, termasuk pengamanan internal, dalam rangka penegakan hukum dan pemuliaan profesi. 3. Unit P3D dipimpin oleh Kepala Unit P3D, disingkat Kanit P3D yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Pasal 13 1. Urdokkes adalah unsur pelaksanaan staf khusus Polres tertentu yang berada di bawah Kapolres, yang pembentukannya ditetapkan dengan Surat Keputusan Kapolda setelah memperoleh persetujuan pejabat yang bertanggung jawab dalam pembinaan organisasi Polri.
5
2. Urdokkes bertugas menyelenggarakan fungsi kedokteran kepolisian dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas operasional Polri dan pelayanan kesehatan personel, baik dengan menggunakan sumber daya yang tersedia maupun melalui kerja sama dengan pihak lain. 3. Urdokkes dipimpin oleh Kepala Urdokkes, disingkat Kaurdokkes yang bertanggung jawab kpada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali oleh Wakapolres. Pasal 14 1. Taud adalah unsur pelayanan Polres yang berada di bawah Kapolres. 2. Taud bertugas melaksanakan ketatausahaan dan urusan dalam meliputi kerespondensi, ketatausahaan perkantoran, kearsipan, dokumentasi, penyelenggaraan rapat, apel/upacara, kebersihan dan ketertiban, serta urusan perbengkelan/pemeliharaan kendaraan roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat) dan urusan persenjataan. 3. Taud dipimpin oleh Kepala Taud, disingkat Kataud, yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Bagian Keempat Unsur Pelaksanaan Utama Pasal 15 1. SPK adalah unsur pelaksanaan utama Polres yang terdiri dari 3 (tiga) unit dan disusun berdasarkan pembagian waktu (Plug/Shift) yang berada di bawah Kapolres. 2. SPK bertugas memberikan pelayanan Kepolisian kepada warga masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk penerimaan dan penanganan pertama laporan/pengaduan, pelayanan permintaan bantuan/pertolongan kepolisian, penjagaan markas termasuk penjagaan tahanan dan pengamanan barang bukti yang berada di Mapolres dan penyelesaian perkara ringan/perselisihan antar warga, sesuai ketentuan hukum dan peraturan/kebijakan dalam organisasi Polri. 3. Masing-masing unit SPK dipimpin oleh Kepala SPK, disingkat KSPK, yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Kabagops. Pasal 16 1. Satintelkam adalah unsusr pelaksanaan utama Polres yang berada di bawah Kapolres. 2. Satintelkam bertugas menyelengggarakan/membina fungsi Intelijen bidang keamanan, termasuk persandian dan pemberian pelayanan dalam bentuk surat ijin/keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial/politik masyarakat dan Surat Keterangan Rekaman Kejahatan (SKRK/Criminal Record) kepada warga warga masyarkat yang membutuhkan serta melakukan pengawasan/pengamanan atas pelaksanaannya. 3. Satintelkam dipimpin oelh Kepala Satintelkam, disingkat Kasatintelkam yang bertangungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali oleh Wakapolres. 4. Pada Polres tipe “A1” dan “A2”, Kasalintelkam dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh Wakil Kepala Satuan Intelkam, disingkat Wakasat Intelkam. 5. Salintelkam terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit.
6
Pasal 17 1. Satreskrim adalah unsur pelaksanaan utama pada Polres yang berada di bawah Kapolres 2. Satreskrim bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada korban/pelaku, remaja, anak dan wanita serta menyelengggrakan koordinasi dan pengawasan operasional dan administrasi penyidikan PPNS, sesuai ketentuan hokum dan perundang-undangan. 3. Satreskrim dipimpin oelh Kepala Sat Reskrim, disingkat Kasat Reskrim yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. 4. Pada Polres “A1” dan “A2”, Kasatreskrim dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh Wakil Kepala Satuan Reskrim, disingkat Wakasat Reskrim. 5. Satreskrim terdiri dari Urusan Administrasi da Ketatausahaan serta sejumlah unit. Pasal 17 a 1. Satnarkoba adalah unsur pelaksana utama pada Polres tipe “A1”, “A2” dan “B1”, yang merupakan pemekaran dari Sat Reskrim dan berada di bawah Kapolres. 2. Satnarkoba bertugas menyelenggarakan/membina fungsi peneyelidikan dan penyidikan tindak pidana naskotika dan obat berbahaya (Narkoba), termasuk penyuluhan dan pembinaan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban/penyalahgunaan Narkoba. 3. Satnarkoba terdiri dari urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit. Pasal 18 1. Satsamapta adalah unsur pelaksanaan utama Polres yang berada di bawah Kapolres. 2. Satsamapta bertugas menyelenggarakan/ membina fungsi kesamaptaan kepolisian/tugas polisi umum dan pengamanan obyek khusus, termasuk pengambilan tindakan pertama di tempat kejadian perkara dan penanganan tindak pidana ringan, pengendalian massa dan pemberdayaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa masyarakat dalam rangka pemeliharaan keamanan dan keterlibatan masyarakat. 3. Satsamapta dipimpin oleh Kepala Satsamapta, disingkat Kasat Samapta yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. 4. Pada Polres “A1” dan “A2” Kasatsamapta dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh Wakil Kepala Satuan Samapta disingkat Wakasamapta. 5. Satsamapta terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan, Satuan Setingkat Kompi atau Peleton Pengendalian Massa, serta sejumlah unit. Pasal 18 a 1. Denpamobvil adalah unsur pelaksana utama Polres “A1”, “A2” dan “B1” yang merupakan pemekaran dari Sat Samapta dan berada di bawah Kapolres. 2. Denpamobvil bertugas menyelenggarkan kegiatan pengamanan obyek vital yang meliputi proyek/instalisai vital, VIP, kawasan industri, dan obyek lainnya yang memerlukan pengamanan khusus. 3. Denpamobvil dipimpin oleh Kepala Den pamobvil, disingkat Kaden Pamobvil yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas seharihari di bawah kendali Wakapolres.
7
4. Denpamobvil terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit. Pasal 18 b 1. Satpamwisata adalah unsur pelaksana utama Polres yang berada di bawah Kapolres, yang pembentukannya ditetapkan dengan Surat Keputusan Kapolda setelah memperolah persetujuan pejabat yang bertanggung jawab dalam pembinaan organisasi Polri. 2. Satpamwisata bertugas menyelenggarakan kegiatan pengamanan pariwisata yang meliputi wisatawan dan obyek wisata, termasuk mobilitas kunjungan wisatawan. 3. Satpamwisata dipimpin oleh Kepala Satpamwisata, disingkat Kasat Pariwisata, yang bertanggungjawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehai-hari di bawah kendali Wakapolres. 4. Satpamwisata terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit. Pasal 19 1. Satlantas adalah unsur pelaksanaan utama Polres yang berada di bawah Kapolres. 2. Satlantas bertugas menyelenggarakan/membina fungsi lalulintas kepolisian, yang meliputi penjagaan, peraturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalulintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalulintas dan penegakan hokum dalam bidang lalulintas, guna memelihara keamana, ketertiban dan kelancaran lalulintas. 3. Satlantas dipimpin oleh Kepala Satlantas, disingkat Kasatlantas, yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. 4. Pada Polres tipe “A1” dan “A2”, Kasatlantas dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh Wakil Kepada Satuan Lalulintas, disingkat Wakasat Lantas. 5. Satlantas terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit. Pasal 20 1. Satpolair atau unit Polair adalah unsur pelaksanaan utama Polres wilayah peraturan yang berada di bawah Kapolres, yang pembentukannya setetapkan dengan Surat Keputusan Kapolda setelah memperoleh persetujuan pejabat yang bertanggung jawab dalam pembinaan organisasi Polri. 2. Satpolair atau Unit Polair bertugas menyelenggarakan fungsi kepolisian perairan, termasuk penanganan pertama tindak pidana yang ditemukan di wilayah perairan, pembinaan masyarakat pantai, dan pencarian dan penyelamatan kecelakaan di laut (SAR). 3. 4. Satpolair terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta sejumlah unit Polair Kapal. 5. Unit Polair terdiri dari sejumlah Kapat. 6. Pada wilayah perairan tertentu dapat dibentuk Pos Kepolisian Perairan, disingkat Pospolair, yang jika menyangkut jabatan perwira pembentukannya ditetapkan dengna Surat Keputusan Kapolda.
8
FOTO DOKUMENTASI
Markas Kepolisian Polres Wonogiri
Bagian belakang Mapolres Wonogiri
Rekreasi anggota Kepolisian
Kegiatan arisan Polwan
TK Bhayangkari Wonogiri
Salah satu media belajar yang ada di TK Bhayangkari
9