KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Kalimantan Selatan e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Pemasaran merupakan mata rantai terpenting dalam dunia usaha pertanian atau rantai agribisnis, terutama bagi petani skala kecil. Kemitraan pemasaran antara petani dengan pihak lain dapat membantu petani dalam memasarkan produknya. Tulisan ini bertujuan menguraikan kinerja kemitraan pemasaran benih padi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan tahun 2013 menggunakan metode survei. Kemitraan dalam pemasaran benih tersebut ada lima, tiga kemitraan diantaranya dilakukan secara tidak resmi, yaitu: (1) Kemitraan antara penangkar dengan ketua kelompok tani penangkar, (2) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan Himpunan Penangkar Penjual Benih (HP2B), (3) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan pedagang. Dua kemitraan dilakukan secara resmi, yaitu: (1) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan PT. Sang Hyang Seri (SHS), (2) Kemitraan antara HP2B dengan PT. SHS. Kemitraan memberi manfaat bagi petani untuk memperoleh pinjaman modal usaha tanpa jaminan dari ketua kelompoknya, bagi pedagang memberi manfaat dalam kontinyuitas penyediaan barang dagangan, dan bagi kelompok tani penangkar dan HP2B ada kepastian pasar untuk penjualan produk dalam jumlah besar. Kata kunci : pemasaran, benih padi, Kalimantan Selatan
Pendahuluan Pemasaran merupakan mata rantai terpenting dalam dunia usaha pertanian atau rantai agribisnis, terutama bagi petani skala kecil. Peran pemerintah dinilai masih sangat kecil dalam membantu petani untuk pemasaran, misalnya untuk pembelian gabah/hasil panen padi hanya disediakan dana relatif kecil dibanding total hasil panen. Kondisi ini menyebabkan harga hasil-hasil pertanian yang diterima petani menjadi sangat rendah, atau bahkan hasilhasil pertanian tidak tersalur ke pasar sehingga petani menderita kerugian dan jera mengusahakan komoditas tertentu pada musim tanam selanjutnya. Kondisi tersebut di atas juga terjadi pada pemasaran benih padi dari hasil penangkaran petani. Kebijakan pemerintah agar petani menggunakan benih unggul bersertifikat (bermutu) sebagai salah satu unsur penting untuk meningkatkan produksi sejalan dengan laju pertambahan penduduk Indonesia yang salah satu makanan pokok tradisionalnya adalah beras. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengeluarkan Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 281
kebijakan untuk mengembangkan kegiatan perbenihan baik oleh pemerintah maupun swasta mendorong berkembangnya kegiatan penangkaran padi yang berorientasi memproduksi benih unggul bermutu. Kondisi saat ini sektor industri benih komersial di Indonesia masih relatif kecil, baik dalam jumlah dan skala usahanya, dan sektor formal industri perbenihan komersial hanya dilakukan dua BUMN yaitu PT Sang Hyang Seri (SHS) dan PT Pertani yang mendominasi pasar benih padi, dan memasok lebih dari 50% produksi benih unggul padi (Sinar Tani, 2013). Penyediaan benih padi oleh penangkar-penangkar padi pada setiap musim tanam merupakan salah satu bagian dari agribisnis padi yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, sebab : (1) Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia sehingga agribisnis padi berperan strategis dalam pemantapan ketahanan pangan penduduk. (2) Sistem agribisnis padi menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah yang sangat besar karena saat ini usahatani padi masih yang paling dominan dalam sektor pertanian. (3) Sistem agribisnis padi merupakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk miskin di Indonesia (Irawan, 2004). Sejalan dengan hal tersebut di atas, kesadaran penggunaan benih unggul bermutu oleh para petani sudah mulai tumbuh, sehingga kegiatan perbenihan oleh petani penangkar mempunyai prospek yang baik. Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan salah satu lokasi perbenihan di Kalimantan Selatan yang dapat memenuhi kebutuhan benih di kabupeten ini, dan sebagai penyedia atau pemasok benih bagi daerah lainnya serta perusahaan pertanian industri perbenihan komersial (PT Sang Hyang Seri/SHS). PT.SHS sebagai mitra petani penangkar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang tergabung dalam Himpunan Penangkar Penjual Benih (HP2B) yang berjumlah 39 orang penangkar untuk memasarkan hasil usaha taninya dalam skala besar telah terjalin dalam lima tahun terakhir. Dimana dari masing-masing penangkar tersebut membawahi 5 - 40 orang penagkar skala kecil. Kemitraan ini masih diharapkan petani penangkar, sebab mereka menganggap kerja sama dan kemitraan dengan perusahaan perbenihan komersial ini mempunyai kemampuan lebih baik dalam hal pemasaran. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan pemasaran dapat membantu petani dalam memasarkan produknya. Berdasarkan Undang-Undang No.20 tahun 2008 pasal 25 ayat 2, bahwa kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No.44 tahun 1997 disebutkan bahwa bentuk kemitraan ideal memerlukan saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi antara pihak-pihak yang terlibat. Tulisan ini bertujuan menguraikan kemitraan pemasaran benih padi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan terkait pihak yang bermitra dan manfaat dari kemitraan pemasaran benih padi tersebut bagi penangkar.
Metodologi Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan tahun 2013 menggunakan metode survei. Kemitraan pemasaraan benih padi yang dikaji berupa kemitraan yang bersifat formal dengan suatu kontrak kerja sama diantara kedua belah pihak, maupun kemitraan yang bersifat informal. Retna Qomariah et al. : Kemitraan pemasaran benih padi| 282
Responden penelitian terdiri dari petani penangkar, ketua kelompok tani penangkar, pedagang benih, lembaga Himpunan Penangkar Penjual Benih (HP2B) Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, industri perbenihan komersial (PT Sang Hyang Seri/SHS), Pengawas Benih Tanaman (PBT), dan petugas Balai Benih Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Hasil dan Pembahasan Potensi Sumber Daya Lahan Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Kalimantan dengan luas 37.530,52 km2 atau 6,98% dari luas pulau Kalimantan dan 1,96% dari luas wilayah Indonesia, dengan luas pertanaman padi pada tahun 2010 sebesar 467.579 ha, tersebar diberbagai agroekosistem (tadah hujan, lebak, pasang surut, gambut, dan irigasi) dengan produksi 1.842.089 ton atau 39,10 kw/ha (BPS Kalimantan Selatan, 2011). Salah satu sentra produksi padi di Kalimantan Selatan adalah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan luas wilayah 1.472 km2 dimana dari luas wilayah tersebut sebesar 39.630 ha merupakan wilayah pertanaman padi dengan produksi 157.798 ton atau 47,09 kw/ha pada tahun 2010 (BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2011). Padi sebagai komoditas unggulan sekaligus andalan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang dikembangkan di seluruh kecamatan, dan sampai saat ini komoditas padi masih menjadi primadona bagi petani di kabupaten ini. Sumber benih unggul untuk usahatani padi tersebut berasal dari penangkarpenangkar yang ada di Kabupaten Kabupaten Hulu Sungai Tengah sendiri. Penangkaran padi dilakukan petani 1 – 2 kali dalam setahun, tergantung pada tipe lahannya. Penangkaran padi yang dilakukan pada tipe lahan lebak hanya bisa dilakukan pada musim kemarau, pada tipe lahan tadah hujan dilakukan hanya pada musim hujan, sedangkan pada tipe lahan irigasi dapat dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan informasi dari Pengawas benih Tanaman (PBT) Kabupaten HST, setiap tahun terjadi peningkatan produktivitas lahan, karena petani semakin menguasai teknologi penangkaran dan pengelolaan lahan, serta jenis varietas yang ditangkarkan. Upaya yang diperlukan untuk mendapatkan benih yang berkualitas agar bisa bersaing di pasaran dapat dilakukan melalui aplikasi teknologi pascapanen dan pengemasan. Pemasaran Benih Padi Permintaan benih padi hasil penangkaran di Kabupaten Hulu Sungai Tengah setiap tahun terjadi dua kali, yaitu menjelang tanam di musim hujan (MH) dan menjelang tanam di musim kemarau (MK), sementara jumlah permintaan benih padi menjelang tanam di MH biasanya dua kali lebih besar dibandingkan menjelang tanam di MK. Hal ini karena wilayah persawahan tadah hujan di kabupaten ini lebih luas dibandingkan tipe lainnya, sedangkan pertanaman padi di MK hanya di tipe tertentu saja, yaitu persawahan dengan agroekosistem irigasi dan lebak. Permintaan benih menjelang tanam di musim kemarau disediakan pada saat penangkaran di musim hujan dan sebaliknya permintaan benih menjelang tanam di musim hujan disediakan pada saat penangkaran di musim kemarau, ditambah dengan sisa benih Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 283
hasil penangkaran di musim hujan. Hasil penangkaran di musim hujan selain dijual ke industri perbenihan komersial (PT Sang Hyang Seri/SHS), juga dijual ke petani di kabupaten tetangga (Kabupaten Hulu Sungai Utara) dengan agroekosistemnya lebak yang pertanaman padi dilakukan di MK. Jika di petani di Kabupaten Hulu Sungai Tengah kekurangan benih menjelang tanam di musim hujan, biasanya petani di mendatangkan benih dari Kabupaten Hulu Sungai Utara dari hasil penangkaran di MK. Pemasaran benih padi hasil penangkaran di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang terbesar (60%) dijual ke industri perbenihan komersial (PT Sang Hyang Seri/SHS) dan sisanya (40%) dijual ke petani di dalam dan luar kabupaten dalam Provinsi Kalsel atau luar provinsi (Kalteng dan Kaltim), kios saprodi, atau tim pengadaan barang (proyek pemerintah) dalam jumlah kiloan yang sudah dikemas dalam kantong plastik berlabel Himpunan Penangkar Pedagang Benih (HP2B) Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam jumlah 10 kg per kemasan. Secara rinci ada delapan pola pemasaran benih padi hasil penangkaran petani di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ke konsumen (petani), yaitu: Saluran 1: (45%) Penangkar
Penangkar tergabung dalam HP2B
PT.SHS
Saluran 2: (10%) Penangkar
Penangkar tergabung dalam HP2B
HP2B
Saluran 3: (25%) Penangkar
Penangkar tergabung dalam HP2B
Pedagang benih
Saluran 4: (2%) Penangkar
Penangkar tergabung dalam HP2B
Tim pengadaan benih/ proyek pemerintah
Saluran 5: (10%) Penangkar
Penangkar tergabung dalam HP2B
Petani
Saluran 6: (1%) Penangkar
Petani
Saluran 7: (5%) Penangkar
Penangkar besar yang tidak tergabung dalam HP2B
PT.SHS
Saluran 8: (2%) Penangkar
Penangkar besar yang tidak tergabung dalam HP2B
petani
PT.SHS
Pola penyaluran benih padi 92% melalui petani penangkar yang tergabung dalam HP2B untuk disalurkan lagi ke beberapa penyalur/penjual benih (PT.SHS, HP2B, pedagang benih luar provinsi dan luar kabupaten, pedagang benih dalam kabupaten, tim pengadaan benih/proyek pemerintah) dan ke konsumen langsung/petani sekitar seperti pada pola saluran 1 sampai dengan 5, hal ini karena : 1.
Petani penangkar besar sudah tergabung dalam kelembagaan HP2B Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang umumnya adalah ketua kelompok tani dari petani-petani penangkar yang tidak tergabung dalam keanggotaan HP2B dan skala usahanya kecil, sehingga mereka mempercayakan penjualan hasil penangkarannya kepada ketua kelompok tani yang juga sekaligus sebagai pemberi pinjaman untuk modal usahatani petani anggotanya. Retna Qomariah et al. : Kemitraan pemasaran benih padi| 284
2.
Nama dagang/mark HP2B sudah mempunyai nilai jual di pasaran.
Sistem pembayaran secara tunai jika penangkar menjual ke ketua kelompok tani atau petani sekitarnya dan jika ketua kelompok tani penangkar menjual ke padagang. Namun jika dijual ke ke PT.SHS, pembayaran baru dilakukan 1 - 3 bulan setelah benih disetorkan pada perusahaan tersebut. Pola saluran benih padi dari petani penangkar yang tidak tergabung dalam HP2B hanya 7%, yaitu langsung dijual ke petani atau disalurkan ke PT.SHS seperti pada pola saluran 7 dan 8. Hal ini karena jumlah petani penangkar yang tidak tergabung dalam HP2B dan menyalurkan ke PT.SHS hanya dua orang penangkar dan volumenya juga tidak besar dibandingkan dengan penangkar-penangkar yang tergabung dalam HP2B. Kondisi ini menunjukkan bahwa kelembagaan HP2B yang mewadahi penangkar-penangkar padi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah cukup mendukung dalam penyaluran/penjualan benih anggotanya meskipun dirasakan mereka fungsinya belum optimal. Menurut anggota HP2B perlu dilakukan perbaikan dari segi manajemen operasional dan SDM pengelolanya untuk perbaikan strategi pemasaran benih, peningkatan kualitas produk, dan pengembangan usaha. Kemitraan Pemasaran Benih Padi Berdasarkan uraian tentang pola saluran pemasaran benih padi di Kabuapten Hulu Sungai Tengah, terdapat lima kemitraan dalam pemasaran benih. Tiga kemitraan dilakukan secara tidak resmi, yaitu: (1) Kemitraan antara penangkar dengan kelompok tani penangkar, (2) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan HP2B, (3) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan pedagang. Dua kemitaraan dilakukan secara resmi, yaitu: (1) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan PT.SHS, (2) Kemitraan antara HP2B dengan PT.SHS. a.
Kemitraan antara Penangkar dengan Kelompok Tani Penangkar
Pemasaran benih padi antara penangkar perorangan dengan PT.SHS atau pedagang tidak ditemui di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Penangkar umumnya menjual ke ketua kelompok tani untuk disalurkan PT.SHS, HP2B, atau pedagang, selain secara langsung menjual ke petani perorangan di lingkungannya dalam jumlah kecil atau sesuai keperluan. Petani penangkar yang tidak langsung bergabung dalam HP2B umumnya skala usahanya kecil dan ingin langsung mendapatkan uang tunai setelah benih dijual. Penjulan benih ke PT.SHS harus dalam jumlah banyak dan pembayaran baru dilakukan 1 - 3 bulan setelah benih disetorkan pada perusahaan tersebut Kelompok tani penangkar ada 41 yang tersebar di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan diwakili ketuanya melakukan kontrak secara tidak resmi kepada anggotanya yang berusaha di bidang penangkaran untuk membeli secara tunai hasil penangkaran anggotanya. Jika anggotanya terbatas dalam modal usaha, ketua kelompok juga memberikan pinjaman tanpa jaminan. Setelah panen, petani menjual benih ke kelompok tani tanpa dikemas/curah, dan jika ada pinjaman langsung membayarnya setelah benih dijual. Tidak ada hambatan dalam penjualan benih antara petani dengan kelompoknya. Petani tidak diharuskan untuk menjual hasil penangkarannya ke ketua kelompok yang memberi pinjaman modal usaha, asalkan petani tetap membayar pinjaman setelah penjualan benih, petani juga boleh menjual benih ke pembeli perorangan dengan harga yang lebih tinggi. Kemitraan penangkar dengan kelompok tani yang dilakukan tanpa perjanjian tertulis (tidak Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 285
resmi) dan fleksebel ini sangat menguntungkan bagi penangkar–penangkar dengan skala usaha yang kecil dan tidak tergabung dalam kelembagaan penangkar di Kabupaten HST. b.
Kemitraan antara Kelompok Tani dengan HP2B
HP2B sebagai kelembagaan kelompok penangkar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sangat menunjang kegiatan pemasaran benih padi hasil penangkaran petani setempat. Kelompok yang berdiri pada bulan Januari 2007 ini mewadahi 50 orang penangkar/ pedagang benih dan masing-masing penangkar membawahi antara 5 – 40 penangkar padi, sehingga jumlah penangkar padi di Kabupaten HST lebih kurang 500 orang. Kegiatan HP2B adalah (1) Pertemuan rutin untuk silaturahim anggota sebulan sekali yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten HST, (2) Bertukar informasi terkait kegiatan penangkaran dan penjualan benih, (3) Kesepakatan penentuan harga jual benih, (4) Mencari saluran pemasaran benih. Selain itu HP2B juga menampung benih-benih hasil penangkaran anggotanya untuk disalurkan kepada industri perbenihan nasional berdasarkan kontrak yang resmi. Berhubung HP2B modalnya terbatas, sehingga lembaga ini tidak bisa membayar tunai atas benih yang disalurkan anggotanya. Pembayaran dilakukan jika pihak yang bermitra dengan HP2B sudah membayar. Kelompok Tani yang menyalurkan benih ke HP2B adalah kelompok tani yang tidak langsung bermitra dengan PT.SHS, anggota kelompoknya sedikit, dan tidak mau repot berhubungan dengan mitra. Dari 30 orang penangkar yang aktif dalam kelembagaan HP2B, hanya 25% yang bermitra dengan HP2B dalam pemasaran benih dengan jumlah benih yang dipasarkan lebih sedikit dibanding dengan benih yang dipasarkan langsung oleh kelompok tani ke PT.SHS. Mereka bermitra dengan HP2B karena jumlah yang dijual tidak banyak dan merasa bahwa HP2B lebih mampu mencari saluran pemasaran dibandingkan kelompoknya, serta mereka tidak perlu mengemas benih sesuai standar penjualan dan tidak perlu berurusan dengan pihak pembeli benih. Kemitraan ini tidak mengikat dan bersifat fleksibel sehingga HP2B tidak membatasi anggotanya untuk langsung melakukan kontrak secara resmi atau tidak resmi dengan pihak manapun dalam pemasaran benihnya asalkan menjual sesuai dengan kesepakatan harga yang telah ditetapkan bersama. Kemitraan kelompok tani dengan HP2B ini hanya dilakukan oleh kelompok tani penangkar dengan skala usaha kecil dan pembayarannya tidak tunai, tetapi mereka lebih mendukung terhadap keberadaan kelembagaan penangkar (HP2B). c.
Kemitraan antara Kelompok Tani dengan Pedagang
Kelompok Tani diwakili oleh ketuanya mengkoordinir penjualan benih padi ke pedagang secara langsung dengan bentuk yang sudah dikemas. Jika ketua kelompok merupakan anggota HP2B, benih tersebut bisa dikemas dalam kantong plastik berlabel HP2B atau nama kelompok taninya. Hal ini tergantung pada konsumennya, jika pedagang benih tersebut menganggap bahwa benih yang akan dijual pada konsumen/petani yang menyukai produk HP2B, maka pedagang minta agar benih dikemas dalam kantong plastik berlabel HP2B. Jika konsumen menyukai produk kelompok penangkarnya,maka pedagang minta dikemas dengan label kelompok penangkar. Kemitraan antara kelompok tani dengan pedagang dalam kabupaten, luar kabupaten, atau luar provinsi dilakukan melalui kontrak secara tidak resmi, sehingga tidak menjadi keharusan bagi kelompok tani tersebut menjual benihnya selalu ke pedagang tertentu, dan sebaliknya juga tidak ada keharusan bagi pedagang untuk membeli kepada kelompok tani tertentu. Oleh sebab itu kelompok tani yang ingin kemitraan dengan pedagang dalam pemasaran produk tetap berlanjut, maka kelompok Retna Qomariah et al. : Kemitraan pemasaran benih padi| 286
tani tersebut harus bisa menjaga kualitas benih yang dihasilkan dan menyediakan benih sesuai varietas yang diinginkan konsumen secara kontinyu. Kemitraan antara kelompok tani dengan pedagang cukup menguntungkan bagi kelompok tani penangkar karena dibayar tunai, tetapi tidak ada kepastian jumlah yang dibeli. Hal ini sangat tergantung pada jumlah/volume benih yang dibutuhkan konsumen akhirnya. d.
Kemitraan antara HP2B dengan PT.SHS
Awal terjadinya kemitraan antara penangkar benih padi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan PT.SHS adalah melalui HP2B. Permodalan HP2B terbatas sehingga pengurusnya mempersilahkan penangkar untuk berhubungan langsung dengan pihak PT.SHS dalam hal memasarkan benihnya asalkan sesuai dengan ketentuan dari HP2B. Ketentuan HP2B diantaranya adalah harga penjualan harus sesuai dengan harga yang disepakati bersama di lembaga HP2B. Kontrak antara HP2B dengan PT.SHS dilakukan secara resmi sehingga ada hak dan kewajiaban yang harus disepakati antara kedua belah pihak. Jumlah benih yang dijual oleh pengurus HP2B lebih kecil dibandingkan yang dijual oleh penangkar-penangkar besar yang tergabung dalam HP2B sebab hanya menampung benih dari kelompok-kelompok penangkar yang berskala usaha kecil. Kemitraan ini cukup menguntungkan bagi kelembagaan HP2B karena lembaga ini mendapat fee atau keuntungan dari selisih harga benih yang dijual ke PT.SHS dengan yang dibayarkan ke kelompok tani dari upah pengemasan dan urusan penjualan. e.
Kemitraan antara Kelompok Tani dengan PT.SHS
Kelompok Tani anggota HP2B atau yang bukan anggota dengan jumlah anggota penangkar dan produknya besar serta mempunyai akses ke PT.SHS, melakukan kontak secara resmi dan langsung dengan PT.SHS, tetapi ada juga yang menyatakan tidak melalui kontrak tertulis atau tidak secara resmi. Kelompok tani yang tidak melakukan kontrak secara resmi ini difasilitasi oleh pihak ketiga selaku perantara antara kelompok tani dan PT.SHS. Beberapa kelompok tani yang modalnya terbatas diberi pinjaman modal dari pihak ketiga agar dapat membeli benih hasil penangkaran anggotanya. Akibat tidak dilakukan secara langsung, maka pihak ketiga atau perantara inilah yang menentukan harga beli dari PT.SHS dan Kelompok Tani tidak mengetahui secara pasti harga beli dari PT.SHS. Meskipun demikian, dengan adanya kepastian pasar dalam jumlah besar, kemitraan antara kelompok tani dengan PT.SHS cukup menguntungkan bagi kelompok penangkar. Manfaat Kemitraan Berdasarkan uraian tentang beberapa kemitraan pemasaran benih di Kabupaten HST, petani penangkar menyatakan bahwa Pengawas Benih Tanaman (PBT) sangat besar berperan dalam proses kemitraan dengan PT.SHS, karena PBT yaitu perantara antara kelompok petani penangkar dengan PT.SHS, yaitu (1) Memberikan informasi harga benih dan permintaan jenis benih di pasaran, (2) Memberikan informasi teknik penangkaran dan varietas baru yang dikembangkan, selain tugas pokoknya sebagai penguji benih di lapangan. Meskipun dalam penjualan benih oleh Kelompok Tani dan HP2B ke PT.SHS pembayarannya lambat/tidak tunai, tetapi ada kepastian pasar untuk pembelian dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan agar kemitraan antara kelompok tani atau HP2B dengan industri perbenihan nasional (PT.SHS) tetap ada dan berlanjut walaupun keuntungan yang Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 287
diperoleh tidak maksimal karena sebagian masih melalui perantara. Kebijakan pemerintah untuk menyediakan bantuan benih kepada petani sangat mendukung usaha penangkaran yang dilakukan petani, tetapi jika kebijakan ini berubah, maka tidak ada lagi kepastian pasar dalam jumlah besar dari pembelian kotrak dengan pihak Pemda, dan hal ini merupakan ancaman bagi keberlanjutan kegiatan penangkaran di Kabupaten HST. Anggota kelompok tani/petani penangkar mendapat manfaat secara tidak langsung atas kemitraan antara kelompok tani dengan pedagang maupun dengan HP2B dan PT.SHS, sebab benih yang dipasarkan oleh kelompok tani merupakan produk dari para petani yang sebagian dari petani penangkar tersebut mendapat pinjaman modal tanpa jaminan (setelah benih terjual baru dibayar), sedangkan bagi pedagang dan PT.SHS memberikan manfaat dalam kontinyuitas penyediaan barang dagangan sesuai keperluan konsumen.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1.
Kemitraan dalam pemasaran benih ada lima, tiga kemitraan dilakukan secara tidak resmi, yaitu: (1) Kemitraan antara penangkar dengan kelompok tani penangkar, (2) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan HP2B, (3) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan pedagang. Dua kemitraan dilakukan secara resmi, yaitu: (1) Kemitraan antara kelompok tani penangkar dengan PT.SHS, (2) Kemitraan antara HP2B dengan PT.SHS.
2.
Kemitraan pemasaran benih padi memberi manfaat yang besar bagi penangkar dengan skala usaha kecil dengan kelompok taninya, sebab dapat memperoleh pinjaman modal usaha tanpa jaminan yang tidak mungkin diperoleh dari kemitraan dengan kelembagan penangkar (HP2B), pedagang, HP2B, atau dengan PT.SHS.
3.
Kemitraan pemasaran benih padi memberi manfaat yang lebih besar bagi kelompok penangkar dengan PT.SHS, karena ada kepastian pasar untuk penjualan produk dalam jumlah besar meskipun pembayaran tidak langsung tunai.
Saran Kemitraan pemasaran benih padi dengan industri perbenihan komersial dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi penangkar, maka pemerintah pusat yang mengatur kebijakan pembelian benih oleh industri perbenihan komersial tersebut harus berpihak pada petani, dan pemerintah daerah menyediakan dana talangan kepada kelembagaan penangkar (HP2B Kabupaten HST) agar dapat membeli benih hasil penangkaran anggotanya.
Daftar Pustaka Biro Pusat Statistik Hulu Sungai Tengah. 2011. Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam Angka. BPS HST. Barabai. Biro Pusat Statistik Kalimantan Selatan. 2011. Kalimantan Selatan dalam Angka. BPS Kalsel. Banjarmasin. Retna Qomariah et al. : Kemitraan pemasaran benih padi| 288
Irawan.B. 2004. Dinamika Produktivitas dan Kualitas Budidaya Padi Sawah. Ekonomi, Padi dan Beras Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Jakarta. Undang-Undang No.20 tahun 2008 pasal 25 ayat 2, Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Sinar Tani Edisi 27 November – 3 Desember 2013. No: 3534 Tahun XLIV.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 289