CATATAN CERAMAH TABLIGH AKBAR
KEESAAN ALLAH TA’ALA - PENJELASAN AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Badr Penerjemah: Ustadz Maududi Abdillah, Lc. Masjid Istiqlal, Jakarta – Minggu, 15 Maret 2015
Pendahuluan/Muqaddimah Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah, Kami memuji-Nya, Kami memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri Kami dan dari keburukan amal perbuatan Kami. Siapa saja yang mendapat hidayah dari Allah maka tidak akan ada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa saja yang disesatkan oleh Allah maka tidak akan ada yang dapat memberinya petunjuk. Kami bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan Kami bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Beliau, keluarganya, dan para sahabatnya. “Ya Allah berilah Kami ilmu yang memberikan manfaat bagi Kami, dan berikan Kami manfaat atas ilmu yang Engkau berikan kepada Kami. Dan jangan jadikan diri Kami bersandar kepada diri kami sepenuhnya walaupun hanya sekejap mata.” Semoga Allah memberikan segala kebaikan, segala manfaat, segala berkah dan faidah, dan semoga Allah memberikan kepada Kita sesuatu seperti yang Rasulullah sampaikan dalam hadits beliau, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca sebagian dari ayat-ayat Allah dan mempelajarinya sesama Mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan dan akan diberikan kepada mereka rahmat dan mereka akan dikelilingi oleh malaikat-malaikat Allah, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisiNya.” [Dari Abu Hurairah; Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah]
Tauhid Adalah Perkara yang Paling Agung Tauhidullah; Mengesakan Allah, adalah perkara yang paling agung, yang paling suci, dan yang paling besar di permukaan bumi. Tauhid merupakan orientasi dan maksud dari penciptaan langit, penciptaan bumi dan penciptaan seluruh makhluk-Nya. Allah menciptakan seluruh makhluk agar hidup dan mempraktikkan tauhid. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan tidak lah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepadaKu.” [Adz-Dzariyat (51):56] “Allah-lah yang telah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi sepert itu pula. Dan Allah telah menurunkan perintah-perintahnya di antara keduanya agar Kalian mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaq (65):12] Karena tauhid pula Allah mengutus utusan-utusan-Nya yang mulia dan Allah menurunkan kitabkitab-Nya yang agung. Semua ini tetap mengarah kepada maksud penciptaan Alah terhadap seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman,
“Dan sungguh kami telah mengutus rasul (utusan) kepada setiap umat untuk menyeru, ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut’, dan di antara mereka ada yang yang diberi petunjuk oleh Allah dan di antara mereka ada pula yang benar-benar tersesat. Maka berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat dari orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” [An-Nahl (16):36] “Dan Kami tidak mengutus sebelum Kamu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Tidak ada Ilah selain Aku maka beribadahlah kepada-Ku’.” [Al-Anbiya’ (21):25]
Tauhid Adalah Pondasi Agama Allah Tauhid adalah pondasi yang di atasnya berdiri agama Allah. Tidak ada manfaat dari ketaatan kepada Allah kecuali apabila dibagun di atas tauhid. Permisalan tauhid bagi agama Allah bagaikan akar bagi sebuah pohon. Sebuah pohon yang besar tidak akan mampu berdiri apabila tidak memiliki akar, demikian pula amalan dan ketaatan dalam agama tidak akan bermanfaat apabila tidak ada pondasi tauhid. “Tidakkah Kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (yaitu kalimat Tauhid) bagaikan pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit.” [Ibrahim (14):24] Dalam ayat ini Allah menyuruh Kita untuk mendengar, melihat dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya bahwa permisalan tauhid terhadap amalan bagaika akar terhadap pohon. Pohon tidak akan dapat berdiri apabila tidak berdiri di atas akar yang kokoh maka demikian pula amalan tidak akan berdiri apabila tidak pada tauhid yang kokoh, yaitu dengan mengesakan Allah dalam segala ketaatan dan mengikhlaskan segala ketaatan hanya kepada Allah.
Tauhid Adalah Agama yang Sesuai dengan Fitrah Manusia Tauhid adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, karena Allah telah menjadikan fitrah manusia seluruhnya di atas tauhid. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Allah. Fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, Ini adalah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Rum (30):30] Nabi juga menjelaskan, “Tidaklah setiap orang dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya-lah yang telah menjadikan dia Yahudi, Nasrani dan Majusi.” [Dari Abu Hurairah; Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Malik, dan Ahmad] Nabi juga menjelaskan dalam hadits qudsi, “(Allah berfirman) Aku telah menciptakan hambaku di atas agama yang lurus namun SetanSetan lah yang telah menyesatkan Mereka.” [Dari Iash bin Himar; Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad]
Amal Akan Menjadi Sia-Sia Tanpa Tauhid Diantara perkara tauhid, yang menunjukkan akan agungnya perkara tauhid dalam Islam bahwasanya selueuh amal manusia terhenti dan tidak akan diterima oleh allah kecuali berdiri di atas pondasi tauhid. Maka tidak akan ada manfaat faideah pada amalan apabila tidak Allah berfirman,
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum Kamu, ‘Sungguh jika Engkau menyekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amal-amalmu dan tentu Engkau termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, hendaklah Allah saja yang Engkau sembah dan hendaklah Engkau termasuk orang-orang yang bersyukur.” [Az-Zumar (39):65-66] “ ... Dan barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh sangat sia-sia amal Mereka dan di akhirat Mereka termasuk orang-orang yang merugi.” [Al-Maidah (5):5] “Dan tidaklah Aku perintahkan kepada Mereka kecuali agar Mereka menyembah Allah dengan ikhlas semata-mata karena (menjalankan) agama.” [Al-Bayyinah (98):5) “Ingatlah hanya milik Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” [Az-Zumar (39):3] “Dan sembahlah Allah (saja) dan janganlah Kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun...” [An-Nisa (4):36] “Dan Allah telah membuat keputusan supaya kalian jangan beribadah kepada selain Dia..” [Al-Isra’ (17):23] Dan firman Allah lainnya.
Tauhid Merupakan Hak Allah atas Hamba-Nya Tauhid merupakan hak Allah terhadap seluruh hambanya, barangsiapa yang menunaikan hak Allah ini niscaya dia telah menjadi orang yang sangat beruntung dengan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, sedangkan barangsiapa yang menyianyiakannya niscaya dia menjadi orang yang merugi di dunia dan di akhirat. Pada suatu kisah saat Rasulullah bersama Muadz bin Jabal di atas keledai, “ ... Rasulullah bertanya, ‘Wahai Muadz, tahukah Engkau apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah? ...’ Aku (Muadz) menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya hak Allah atas hamba-Nya adalah hendaknya beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Dan hak hamba atas Allah adalah seorang hamba tidak akan disiksa selama dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.’ Lalu Aku (Muadz) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, Apakah boleh aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia?’ Beliau menjawab, ‘Jangan Kamu beritahukan kepada mereka sebab nanti mereka hanya berpasrah saja’.” [Dari Muadz bin Jabal; Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim] Hal ini menunjukkan akan keagungan tauhid yang merupakan hak Allah atas setiap hamba, maka setiap hamba yang menunaikannya akan mendapat kemuliaan di dunia dan di akhirat, mendapat keselamatan dari murka Allah di akhirat, sedangkan setiap hamba yang menyia-nyiakan tauhid akan merugi di dunia dan akhirat, dan mendapatkan adzab dan murka Allah. Barangsiapa yang keluar atau berpaling dari tauhid maka dia telah keluar dari hal yang paling baik. Hendaknya setiap hamba menjadikan maksud dan tujuannya (orientasinya) hidupnya adalah mentauhidkan Allah, dan seharusnya setiap hamba lebih peduli terhadap perkara tauhid daripada perkara lainnya, seperti minumnya, makannya, ataupun pakaiannya, karena sebenarnya kehidupan manusia adalah kehidupan di atas tauhid.
Tauhid Adalah Agama Wahyu Tauhid adalah agama yang Allah turunkan melalui wahyu-wahyu-Nya. Akidah tauhid tidak tumbuh di permukaan bumi sebagaimana akidah lainnya yang bukan berasal dari wahyu. Seluruh akidah yang bukan berasal dari wahyu adalah akidah buatan manusia, yang dibuat berdasarkan logika dan perasaan. Akidah-akidah seperti itu tidak akan diterima oleh Allah.
Nabi yusuf berkata, “... Manakah yang paling baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa dan Maha Perkasa?” [Yusuf (12):39] “Celakalah kamu. Apa yang kamu sembah selain Allah. Tidakkah kamu mengerti?” [AlAnbiya’ (21):67] “Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu ada-adakan. Allah tidak menurunkan seuatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka hanya mengikuti dugaan dan apa yang diinginkan oleh keinginannya. Padahal sungguh telah datang petunjuk dari Tuhan Mereka.” [An-Najm (53):23] Berdasarkan hal tersebut, maka Allah tidak akan menerima agama apapun kecuali agama ini, yaitu yang agung, agama yang mulia, agama yang berdiri di atas tauhid.
Tauhid Adalah Agama yang Sesuai dengan Akal Sehat Tauhid adalah agama yang sangat sesuai dengan akal sehat. Setiap orang yang memiliki akal sehat tidak akan ridha menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah, yaitu dari pepohonan dan bebatuan. Akal yang sehat, yang Allah berikan taufik tidak akan menerima hal tersebut. Berikut adalah kisah Zaid bin Amr bin Nufail (ayahanda Sa’id bin Zaid, orang yang dijamin surga oleh Rasulullah). Zaid adalah orang yang hidup di masa jahiliyyah dan wafat sebelum Nabi Muhammad diutus. Dia dikenal sebagai Muwahhidun Jahiliyyah, yaitu seseorang yang bertauhid dari kaum jahiliyyah. Zaid berkata kepada penduduk Makkah kala itu, “Wahai Kaum Quraisy, Allah telah menurunkan hujan untuk Kalian, menumbuhkan tanaman untuk Kalian, dan menciptakan kambing untuk Kalian, tetapi mengapa Kalian menyembelih binatang-binatang ini untuk selain Allah?” Saat kisah itu diceritakan kepada Nabi, beliau bersabda, “Sesungguhnya dia (Zaid) akan dibangkitkan pada hari kiamat seorang diri sebagai satu umat.” Karena keyakinan Zaid yang berasal dari akal sehatnya, Allah memuliakannya di akhirat, Allah membuatnya besar dan menjadikan dia yang seorang diri sebagai satu umat yang banyak.
Tauhid Membawa Ketenangan, Keamanan dan Kedamaian dalam Kehidupan Barangsiapa yang tidak mentauhidkan Allah niscaya perkaranya akan tercerai-berai dan sia-sia, hatinya tidak akan pernah merasakan ketenangan, keamanan, dan hidupnya tidak akan pernah damai dari kekhawatiran. Allah berfirman, “Orang-orang yang beriman yang tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzaliman (dzulm). Merekalah orang orang yang mendapatkan keamanan dan merekalah orang orang yang akan mendapatkan petunjuk.” [Al-An’am (6):82] ‘Dzulm atau kedzaliman’ dalam ayat di atas maksudnya adalah ‘kesyirikan’. Ketika turun ayat ini para sahabat merasa berat (dengan kata ‘dzulm’ tersebut), Mereka bertanya, “Wahay Nabi, Siapakah di antara kami yang tidak pernah mendzalimi dirinya?” Nabi bersabda, “Tidakkah kalian mendengar perkataan hamba Allah yang shalih luqman kepada anaknya, ‘Wahai anakku, janganlah Engkau berbuat syirik kepada Allah. Sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang besar.”
Di dalam hadits ini Nabi memberikan keterangan bahwa maksud mencampuri iman dengan kedzaliman adalah mencampurinya dengan kesyirikan. Barangsiapa yang tauhidnya tidak tercampur dengan kesyirikan maka dia akan merasakan keamanan dan mendapatkan petunjuk di dunia dan di akhirat. Allah juga berirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur (24):55] Dengan ini Allah menunjukkan bahwa keamanan dan ketenangan hanya didapatkan oleh orangorang yang beribadah hanya dengan mentauhidkan Allah. Tanpa tauhid kepada Allah, tidak akan berkumpul kebaikan, tidak sempurna segala urusan, tidak akan ada ketenangan, terpecah-belah hatinya, dan tidak akan pernah ada kedamaian. Seluruh ketenangan, keamanan dan perkara lainnya tersebut akan diperoleh hanya dengan bertauhid kepada Allah.
Tauhid Adalah Kebaikan yang Paling Baik Tauhid adalah kebaikan yang paling baik, keagungan yang paling agung, dan kemuliaan yang paling mulia. Yang menunjukkan pada hal tersebut ialah kebaikan dan ketaatan yang dilakukan oleh seorang hamba hanya akan diterima oleh Allah apabila dilakukan di atas tauhid. Begitu pula dengan syirik, syirik adalah keburukan yang paling buruk. Yang menunjukan pada hal tersebut ialah apabila ada sedikit saja kesyirikan pada suatu amalan seorang hamba, amalan itu tidak akan diterima oleh Allah
Tauhid Adalah Kunci Pintu Surga Tauhid adalah kunci pintu surga. Tidak ada seseorang yang dapat masuk ke dalam surga kecuali dengan kuncinya, yaitu tauhid. Seseorang yang datang (ke akhirat) tidak membawa tauhid, dia tidak dapat masuk ke dalam surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” [Al-A’raf (7):40] Hal ini menjelaskan bahwa tauhid adalah kunci pintu surga. Orang yang kafir kepada Allah tidak akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga selama-lamanya, hingga unta dapat masuk ke lubang jarum. [Selesai muqaddimah]
Mengesakan Allah dalam Rububiyah Allah Tauhid adalah perkara yang secara makna menunjukkan pada al-ifrad, yaitu mengesakan Allah. Mengesakan Allah dalam hak-hak Allah, dan terhadap sifat-sifat yang khusus dimiliki oleh Allah. Di antara kekhususan Allah, yang hanya Allah lah satu-satunya yang memiliki sifat tersebut, antara lain:
hanya Allah satu-satunya yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menghinakan, memuliakan, menjadikan kaya, menjadikan miskin, mengangkat, menurunkan, dan satu-satunya yang dapat menjaga. Allah bersabda dalam Al-Qur’an, “Katakanlah (Muhammad), ‘Ya Allah, Raja dari seluruh kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ali Imran (3):26] Seluruh urusan adalah urusan Allah, seluruh makhluk adalah makhluk Allah, dan seluruh perintah adalah perintah Allah. Kita wajib mengesakan Allah dalam semua penciptaan, bahwa hanya Allah satusatunya, dan tidak ada sekutu bagi Allah. Apabila seseorang mengalihkan perkara tersebut kepada selain Allah, dia telah menyekutukan Allah dalam rububiyah Allah. Dengannya dia telah membatalkan dan menghapuskan tauhidnya. Dengannya dia telah berbuat kesyirikan kepada Allah.
Mengesakan Allah dalam Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah Di antara kekhususan Allah ialah Allah maha Esa dengan nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia. Di dalam Al-Quran Allah bersabda, “Dialah Allah Yang tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr (59):22] “Dialah Allah Yang tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [Al-Hasyr (59):23] “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Al-Hasyr (59):24] “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-A’raf (7):180] “Katakanlah (Muhammad), ‘Berdoalah kepada Allah atau berdoalah kepada Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaa-ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". [Al-Isra’ (17):110] “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [Asy-Syura (42):11] “Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia.” [Maryam (19):65] “Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." [An-Nahl (16):74] Sesungguhnya tauhid adalah mengesakan Allah dalam nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah yang mulia tersebut. Dan hendaknya kita menetapkan kepada Allah seluruh nama-nama-Nya dan sifatsifatnya yang mulia sebagaimana Allah telah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut untuk
diri-Nya dan sebagaimana Rasululullah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut untuk Allah. Hendaknya seorang mukmin berkata, “Kami beriman kepada Allah, dan kepada segala sesuatu yang datang dari Allah sesuai dengan maksud Allah tersebut. Dan Kami beriman kepada Rasulullah, dan kepada segala sesuatu yang datang dari Rasulullah sesuai dengan maksud Rasulullah.” Dan hendaknya kita beriman kepada sifat-sifat tersebut dan nama-nama tersebut sebagaimana yang telah ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi dengan tidak melampaui batas. Barangsiapa yang tidak menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah, dia telah membatalkan tauhidnya kepada Allah. Begitu pula dengan seseorang yang membandingkan atau menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya, dia telah melakukan hal yang telah membatalkan tauhidnya. Tidaklah beriman seseorang hingga dia menetapkan nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah tersebut kepada Allah sebagimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah.
Mengesakan Allah dalam Ibadah dan dalam Segala Bentuk Ketaatan Mengesakan Allah dalam hal ibadah merupakan hak Allah. Diantara hak-hak Allah yang paling agung adalah agar manusia beribadah kepada-Nya saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Wajib bagi seorang hamba untuk beribadah hanya kepada Allah saja, berdoa hanya kepada Allah, menyembelih hanya untuk Allah, bernadzar hanya kepada Allah, dan segala macam ketaatan hanya untuk Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlashkan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah (98):5] “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Al-An’am (6):162] Dan sudah seharusnya setiap hamba mengikhlaskan niat dari semua ibadah yang dilakukan. Apabila seseorang melakukan ibadah kepada selain Allah, maka dia telah menghanguskan tauhidnya, sebagaimana sabda Nabi, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berdoa kepada selain Allah (maka) dia masuk neraka.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari]
Dua Rukun dari Kalimat Tauhid – laa ilaa ha illallaah Tauhid adalah makna dari kalimat laa-ilaa-ha-illallaah. Karenanya kalimat laa-ilaa-ha-illallaah disebut kalimat tauhid. Kalimat laa-ilaa-ha-illallaah memiliki dua rukun, yaitu, 1.
2.
Nafi (pengingkaran) Kalimat laa-ilaa-ha adalah nafi, yaitu menafikan/mengingkari seluruh peribadatan kepada selain Allah Isbat (penetapan) Kalimat illallaah adalah isbat, yaitu menetapkan segala bentuk peribadatan hanya untuk Allah.
Tidak akan sempurna tauhid seseorang jika hanya mengakui dan mengamalkan pengingkaran tanpa penetapan atau sebaliknya (penetapan tanpa pengingkaran). Kesempurnaan hanya didapatkan apabila seseorang menyatukan kedua rukun tersebut. Maka hendaknya kita senantiasa memperhatikan kalimat tauhid tersebut, memperhatikan maknanya, serta memperhatikan penerapan/pengamalannya dalam kehidupan kita.
Dalam dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Nabi banyak terdapat dzikir yang mengandung makna tauhid, yang semakna dengan makna laa-ilaa-ha-illallaah. Kita ambil contoh, pada dzikir setelah shalat, Nabi mengajarkan Kita dan menganjurkan Kita untuk membaca dzikir dengan kalimat tahlil (laa-ilaa-haillallaah) dan diiring oleh dzikir lain setelah kalimat tersebut. Rasulullah bersabda, 1.
“Laa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syai’in qadiir.” Artinya, “Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah yang Maha Esa. tidak ada sekutu bagi-Nya, Bagi-Nya lah kerajaan dan bagi-Nya lah pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim]
2.
“Laa ilaaha illallaah, wa laa na’budu ilala iyyah mukhlishiina lahuddiin lahun-ni’matu wa lahul-fadhl wa lahuts-tsanaa’ul hasan.” Artinya, “Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, Kami tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya dengan mengikhlashkan (memurnikan) ibadah kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujian yang baik” [Diriwayatkan oleh Muslim]
3.
“Laa ilaaha illallaah, mukhlishiina lahuddiin walau karihal kaafiruun.” Artinya, “Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, Kami mengikhlashkan (memurnikan) ibadah (hanya kepada Allah), walaupun orang-orang kafir membencinya.” [Diriwayatkan oleh Muslim]
Berdasarkan kalimat-kalimat tahlil tersebut, kita dapat menyimpulkan definisi dari kalimat tauhid, yaitu ‘tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah semata dan tidak ada sekutu baginya, serta mengikhlaskan seluruh ketaatan hanya kepada Allah’. Karena keutaman kalimat tauhid ini, hendaknya Kita memperbanyak dzikir-dzikir tahlil agar selalu memperbarui tauhid kita, memperbarui keimanan kita dan memperkuat tauhid di dalam hati kita serta mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah.
Hal-hal yang Bertolak Belakang dari Tiga makna Tauhid Apabila tauhid memiliki tiga makna atau pondasi, maka ada beberapa hal yang bertolak belakang dari tiga makna tersebut. 1.
Tauhid Rububiyyah Lawan dari tauhid rububiyyah adalah menyandarkan seluruh atau sebagian dari hak-hak Allah kepada selain Allah, seperti keyakinan bahwa ada yang berkuasa selain Allah, ada yang menciptakan selain Allah, dan ada yang mengatur sesuatu di bumi ini selain Allah.
2.
Tauhid Asma’ wa Shifat Lawan dari tauhid asma’ wa shifat ada dua perkara, yaitu: 1) Mengingkari nama-nama Allah yang indah dan sifat sifat Allah yang mulia dan tidak mengakui atau tidak meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama ini padahal Allah telah menetapkannya dalam Al-Qur’an dan Rasulullah telah menyampaikan dalam haditshaditsnya. 2) Menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya atau menyamakan makhluk-Nya dengan Allah, Allah telah melarang hal ini dalam Al-Qur’an, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [Asy-Syura (42):11]
3.
Tauhid Uluhiyyah atau Tauhid Ubudiyyah Lawan dari tauhid ibadah adalah memalingkan ibadah (yang seharusnya hanya kepada Allah) menjadi kepada selain Allah, berdoa kepada selain Allah, bertawakkal kepada selain Allah, menyembelih dan bernadzar kepada selain Allah. Barangsiapa yang melakukan tersebut, maka seseorang tersebut telah menyekutukan Allah dan dengannya seseorang telah menghancurkan dan menghapuskan tauhid laa ilaa ha illallaah yang ada pada dirinya.
Penghalang-Penghalang Tauhid Derajat tertinggi dalam Islam adalah mengamalkan tauhid dengan serius, yaitu menjadikan amalan sehari-hari atas dasar bertauhid kepada Alah, mengikhlaskan diri dalam beramal dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun dalam setiap amalan. Seseorang yang dapat menyempurnakan tauhidnya dalam kehidupannya sehari-hari akan Allah masukkan ke dalam surgaNya tanpa hisab dan tanpa adzab. Sebagaimana hadits Nabi yang bercerita tentang tujuh puluh ribu orang yang dimasukkan ke surga oleh Allah tanpa hisab dan tanpa adzab, “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah minta diruqyah, tidak berobat dengan kay (besi panas), dan tidak pernah merasa sial (tathayyur).” [Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim] Namun, ada beberapa perkara yang dapat merusak tauhid, atau disebut juga penghalang tauhid, perkara tersebut ialah syirik, bid’ah dan maksiat. Di anatara perkara tersebut ada yang dapat membatalkan atau menghapus tauhid dan ada pula yang membuat tauhid pada diri seseorang menjadi kurang sempurna. Menyempurnakan tauhid adalah hal yang sangat mulia yang membawa seseorang kepada surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Cara untuk menyempurnakan tauhid adalah menjauhkan tauhid dari perkara yang dapat merusaknya. Menjauhkan tauhid dari syirik yaitu dengan mengikhlaskan segala ketaatan hanya kepada Allah, menjauhkan tauhid dari bid’ah yaitu dengan mengikuti sunnah-sunnah Nabi, dan menjauhkan tauhid dari maksiat yaitu dengan menjaga diri serta berusaha sekuat tenaga untuk menjauh dan tidak mendekati segala bentuk kemaksiatan. Barangsiapa yang menjauhkan tauhid dari perkara-perkara yang dapat membatalkannya, maka dialah orang yang beruntung disisi Allah.
Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Tauhid Ada tiga hal yang dapat membatalkan tauhid, yaitu syirik akbar, nifaq akbar, dan kufur akbar. Syirik Akbar/Kesyirikan Besar Yang dimaksud dengan syirik besar yaitu menyamakan sesuatu (selain Allah) sama dengan Allah. Allah telah menyampaikan di dalam Al-Qur’an tentang jeritan penduduk Neraka yang semasa hidupnya berada dalam kesesatan, "Demi Allah sungguh Kami dahulu dalam kesesatan yang nyata, karena Kami menyamakan Kalian dengan Tuhan semesta alam." [Asy-Syuara (26):98]
Nifaq Akbar/Kemunafikan Besar Yang dimaksud dengan nifaq akbar adalah kemunafikan yang sebenarnya, kemunafikan orangorang munafik, yaitu seseorang yang secara dzahir memperlihatkan keimanannya (kepada
manusia) namun di dalam hati mereka dipenuhi dengan kekafiran. Sifat mereka digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, “Dan apabila Mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, Mereka mengatakan ‘Kami telah beriman’. Dan apabila Mereka kembali kepada Syaitan-Syaitan Mereka, Mereka mengatakan ‘Sesungguhnya Kami bersama Kalian, Kami hanyalah berolok-olok’.” [Al-Baqarah (2):14] “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata ‘Kami bersaksi bahwa sesungguhnya Kamu benar-benar Rasul Allah’, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya Kamu benar-benar Rasul-Nya. Dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orangorang munafik itu benar-benar orang pendusta.” [Al-Munafiqun (63):1] Kemunafiqan besar dapat membatalkan tauhid dan dapat menyeret pelakunya ke dalam neraka, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka, sedangkan Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi Mereka.” [An-nisa’ (4):145] Kufur Akbar/Kekufuran Besar Kekufuran besar terdapat pada beberapa perkara berikut, yaitu: a. Mendustakan Allah, atau mendustakan sesuatu yang datang dari Allah, atau mendustakan sesuatu yang datang dari Rasul Allah “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan kebenaran (yang datang dari Allah) tatkala kebenaran itu datang kepadanya. Bukankah dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orangorang yang kafir.” [Al-Ankabut (29]:68] b. Sombong kepada Allah sebagimana kesombongan Iblis saat diperintahkan untuk sujud kepada Adam “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat ‘Sujudlah Kamu kepada Adam’, maka sujudlah Mereka kecuali Iblis.Dia enggan dan takabbur, dan Dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” [Al-Baqarah (2):34] c.
Berpaling dari agama Allah “Kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar, dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orangorang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” [Al-Ahqaf (46):3]
d. Ragu terhadap sesuatu yang Allah turunkan (kitab Allah)
Hal-Hal yang Dapat Mengurangi Kesempurnaan Tauhid Adapun hal-hal yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid antara lain syirik kecil, kufur kecil dan nifaq kecil. Namun, meskipun perkara tersebut tidak membatalkan tauhid, ketiganya adalah perkara yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid. Syirik Ashghar/Kesyirikan Kecil Nabi menyampaikan beberapa perkara yang termasuk perbuatan syirik namun pada hakikatnya perkara tersebut tidak sampai pada tingkatan syirik besar. Seperti sabda Beliau, “Barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka dia telah berbuat syirik.” [Dari Abdullah ibnu Umar; Shahih, Diriwayatkan oleh Abu Dawud]
Atau perkataan seseorang, “Allah telah berkehendak dan engkau juga berkehendak.” “Kalaulah bukan karena pelaut yang handal, niscaya kita akan tenggelam”. Atau perkataan-perkataan semisalnya. Meskipun tidak sampai pada tingkatan kesyirikan besar, perkara-perkara tersebut dapat mengurangi kesempurnaan tauhid.
Kufur Ashghar/Kekufuran Kecil Beberapa perkara juga disebutkan dalam nash Al-Qur’an dan hadits Nabi sebagai kekufuran, namun secara definisi perkara tersebut tidak sampai pada tingkatan kekufuran besar. Seperti pada hadits Nabi berikut, “Ada dua dari ummatku yang merupakan kekufuran, yaitu bangga dengan nasabnya dan menghujat manusia karena nasabnya.”
Nifaq Ashghar/Kemunafikan Kecil Disebutkan dalam hadits nabi tentang ciri-ciri orang munafiq, “Ciri-ciri orang munafik ada tiga, apabila berbicara dia berdusta, apabila berjaniji akan mengingkari, apabila diberi amanah dia berkhianat.” [Dari Abu Hurairah; Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim] Munafiq yang dimaksudkan tersebut tidak sampai pada tingkatan kemunafikan besar, namun dapat mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang.
Oleh karena itu, hendaklah setiap muslim berhati-hati terhadap perkara tauhid, selalu menjaga tauhid dan berharap dapat bertemu dengan Allah dalam keadaan membawa tauhid yang sempurna.
Al-Qur’an Seluruhnya Menjelaskan tentang Tauhid Al-Qur’an adalah kitab Allah yang agung, yang di dalamnya terdapat banyak keterangan yang menjelaskan secara sempurna tentang Tauhid. Sesuatu yang paling agung di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, atau mengesakan Allah. Dan hendaknya Kita senantiasa memperhatikan Al-Qur’an dan memperhatikan sesuatu yang paling agung yang diterangkan dalam Al-Qur’an, yaitu tauhid. Ayat kursi menjadi ayat paling agung dalam Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat seluruh tauhid yang penuh dengan keikhlasan. Surat Al-Ikhlas (atau qul-huwallahu-ahad) disebut oleh Nabi sepertiga Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat keterangan yang sempurna tentang tentang Tauhid. Demikian pula dengan Al-Fatihah disebut afdhalus surah (surat yang paling afdhal) karena di dalamnya terdapat penjelasan tentang tauhid dengan ketiga cabangnya. Tauhid adalah inti dari selurh kitab yang Allah turunkan ke bumi, dan tauhid pulalah inti dari dakwah para Nabi dan Rasul yang Allah utus di muka bumi. Rasulullah bersabda, “Para Nabi itu adalah saudara seayah walaupun ibu Mereka berlainan, dan agama Mereka satu.” [Dari Abu Hurairah; Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim] Maksudnya, pokok atau inti agama para Nabi adalah satu, yaitu tauhid, mengesakan Allah, namun syariat yang dibawa berbeda-beda.
Penutup Karenanya, apabila Kita sudah mengetahui dan menyadari bahwa tauhid adalah perkara yang paling penting, hendaknya Kita dapat mengamalkannya, menerapkannya. Dan juga Kita harus senantiasa memberi perhatian pada perkara tauhid ini lebih besar daripada perhatian Kita kepada perkara selainnya.