Analisis Hubungan Pajanan Timbal di Udara Ambien Terhadap Peningkatan Risiko Kejadian Anemia pada Komunitas di Kawasan Puspiptek, Serpong Tahun 2012. Ira Wardani, I Made Djaja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Abstrak Pajanan timbal dapat menyebabkan adanya gangguan hemapoetik, salah satunya adalah anemia. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pajanan timbal di udara ambien terhadap peningkatan risiko kejadian anemia pada komunitas di Kawasan Puspiptek, Serpong. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain studi kohort retrospektif. Sebanyak 108 sampel terpilih secara stratified random sampling masing-masing pada daerah terpajan dan daerah tidak terpajan. Data terkait pajanan timbal di udara ambien selama tahun 2012 didapat dari data pengukuran yang dilakukan oleh Pusarperdal (terpajan) dan BLH Depok (tidak terpajan). Kadar hemoglobin responden diukur dengan menggunakan hemometer digital. Selain itu, juga dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berhubungan. Hasil studi menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi pajanan timbal dalam udara ambient dengan kejadian anemia dengan nilai PR = 7.00 (95% CI : 3.32-14.76). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa seseorang yang berada di daerah terpajan timbal di udara ambien, memiliki risiko 1.8 kali untuk menderita anemia dibandingkan dengan seseorang yang berada di daerah tidak terpajan setelah dikontrol dengan variabel usia, durasi pajanan indoor, durasi pajanan tahunan, tingkat asupan Fe, tingkat asupan vitamin C dan tingkat asupan asam folat. Kata kunci : timbal, anemia, Puspiptek. Abstract Lead exposure can cause disorders of hemapoetik system, one of them is anemia. The main goal of this research is to know the relation of lead exposure in ambient air andincreasing risk of anemia occurrences in the community of Puspiptek Area, Serpong. Research was conducted by retrospective cohort design study. Amount of 108 samples selected by stratified random samplingmethod for each exposure and non exposure area. The data related to lead consentration in air embient along 2012 is taken from the result measurement by PUSARPERDAL (exposure area) and BLH Depok (non exposure area). Furthermore, the researchers measured the levels of hemoglobin respondents using digital hemometer. In addition, the researchers also conducted interviews with respondentby questionnaires to find out other factors which related. Results of the study showed statistically significant relationship between exposure concentration of lead in ambient air and anemia with PR value = 7.00 (95% CI: 3.32-14.76). Results of the multivariate analysis showed that someone who is in the lead in ambient air-exposed, have risk of 1.8 times to suffer from anemia compared with someone who was in the area of unexposed after controlled with variables age, duration of exposure, duration of exposure, the annual intake levels of Fe, the level of intake of vitamin C and folic acid intake levels. Key words : lead, anemia, Puspiptek.
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Pendahuluan 1. Latar Belakang Keracunan logam berat Pb yang berasal dari lingkungan ambien pada dekade terakhir merupakan resiko kesehatan lingkungan utama yang dihadapi baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang. Indonesia masuk dalam urutan ke-5 sebagai negara yang tercemar timbal menurut Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) setelah India, Cina, Vietnam, dan Filipina (ATSDR, 2007). Pencemaran udara ambien, khususnya pencemaran Pb di daerah Serpong dan sekitarnya telah mulai terdeteksi sejak tahun 1996. Berbagai penelitian pun telah dilakukan untuk mendeteksi pencemaran tersebut. Beberapa di antaranya adalah hasil penelitian JICA-Sarpedal tahun 1996-1997 yang mengidentifikasikan pencemaran Pb. Hasil pengukuran kadar Pb di udara ambien di kawasan Puspiptek Serpong (2001– 2004) telah melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan dalam PP No 41/1999 (2 µg/m3 rata-rata 24 jam). Selain itu, hasil pemantauan kadar Pb di udara ambien di beberapa titik sampling (BSD, Gunung sindur, SD Batan Indah, SD Setu Muncul) pada tahun 2006 juga masih melebihi baku mutu. Monitoring kualitas udara ambien di daerah Serpong, Tangerang dan sekitarnya menunjukkan pencemaran Pb yang sangat signifikan masih terjadi. Salah satu dampak timbal bagi kesehatan yang perlu diwaspadai adalah anemia. Timbal menyebabkan 2 macam anemia yaitu anemia hemolitik dalam keadaan keracunan timbal akut dan pada keracunan timbal yang kronis terjadi anemia makrositik hipokromik serta peningkatan corproporfirin dalam urin (Suciani, 2007). Diperkirakan 25% dari penduduk dunia atau setara dengan 3,5 miliar orang menderita anemia (Urtula dan Triasih, 2005). Estimasi prevalensi secara global sekitar 5% dimana penyakit ini cenderung berlangsung pada negara berkembang daripada negara maju. Terdapat 36% dari perkiraan populasi, 3.800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia. Sedangkan prevalensi anemia di negara maju hanya sekitar 8% dari perkiraan populasi dari 1.200 juta orang (DeMaeyer, 1995). Prevalensi anemia pada pekerja di Indonesia juga masih sangat tinggi, yaitu sebesar 30% (Sayogyo,1996). Ambang batas timbal di udara yang ditetapkan oleh WHO adalah 0,5 µg/m3. Dari berbagai penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa kadar timbal di udara ambien pada kota Serpong telah melebihi ambang batas, yaitu sebesar 2 µg/m3 (Pusarperdal, 2012). Nilai ini juga cukup tinggi apabila dibandingkan dengan kadar timbal di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung.
Kondisi ini tentunya membahayakan bagi
penduduk di kawasan sekitarnya. Salah satu dampak kesehatan yang ditimbulkan dari
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
tingginya pajanan timbal ialah anemia, baik anemia hemolitik maupun anemia makrositik hipokromik. 2. Permasalahan Pada periode kegiatan tahun 2008-2011, pengambilan sampel udara telah dilakukan di daerah Serpong dan sekitarnya meliputi 25 titik lokasi sampling baik di daerah kawasan industri maupun perumahan. Kawasan PUSPIPTEK juga menjadi salah satu lokasi titik sampling yang berfungsi sebagai variabel kontrol untuk membandingkan dengan kawasan yang terdeteksi memiliki pencemaran timbal yang tinggi. Hal ini karena lokasi Kawasan PUSPIPTEK dianggap memiliki kualitas udara yang cukup baik, ditandai dengan lingkungan yang asri serta banyaknya pepohonan yang tumbuh di sekitarnya. Akan tetapi, hasil penelitian pada tahun 2011 menyatakan bahwa kadar timbal yang ada di Kawasan PUSPIPTEK ternyata melebihi Nilai Ambang Batas yang ditetapkan oleh PP No 41 tahun 1999, yaitu di atas 2 µg/m3. Kondisi ini tentunya cukup membahayakan bagi para pekerja maupun masyarakat sekitar kawasan ini. Kawasan yang pada awalnya diperkirakan aman dari pencemaran timbal ternyata mungkin memiliki efek kesehatan berbahaya yang mengintai komunitas di sekitar kawasan tersebut. Salah satu gangguan kesehatan tersebut adalah anemia, baik anemia hemolitik maupun anemia mikrositik hipokromik. 3. Tujuan Penelitian a) Mengetahui gambaran konsentrasi pajanan timbal di udara ambien pada pekerja di Kawasan PUSPIPTEK, Kota Serpong tahun 2012 b) Mengetahui gambaran kejadian anemia pada pekerja di Kawasan PUSPIPTEK, Kota Serpong tahun 2012 c) Mengetahui kekuatan hubungan antara pajanan timbal di udara ambien dengan kejadian anemia pada pekerja di Kawasan PUSPIPTEK, Kota Serpongtahun 2012 ? d) Mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara konsentrasi pajanan timbal di udara ambien dengan kejadian anemia pada komunitas di Kawasan PUSPIPTEK, Kota Serpong tahun 2012 ? Tinjauan Teoritis Timbal secara alamiah terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, penguapan lava, tanah dan tumbuhan. Penggunaan Pb dalam industri kimia cukup luas, antara lain dalam industri baterai, industri keramik, industri cat (Clarke, 1981). Dalam bentuk organik timbal dipakai dalam industri perminyakan. Alkil timbal (TEL/timbal tetraetil dan TML/timbal tetrametil) digunakan sebagai campuran bahan bakar bensin.
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Nilai angka baku mutu ambien Pb dari berbagai sumber dan perbandingannya dengan nilai NAB pada PP 41/1999 disajikan dalam tabel berikut : Tabel1. Perbandingan NAB Ambien Pb Parameter Waktu Pengukuran Indonesia (PP 41/1999) WHO Europe-update (2006) WHO Europe (2000) US EPA European Union Australia Malaysia Thailand India* China**
24 jam 2 0,50 -
Pb (µg/Nm3) 1 bulan 3 bulan 1,5
1,5 -
1 tahun 1 0,50 -
Sumber : Pusarperdal, 2011 Pb masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan yang merupakan jalan pemajanan terbesar dan melalui saluran pencernaan, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi Pb udara pada saluran pernafasan ±40% dan pada saluran pencernaan ±5-10%, kemudian Pb didistribusikan ke dalam darah ±95% terikat pada sel darah merah, dan sisanya terikat pada plasma. Sebagian Pb disimpan pada jaringan lunak dan tulang. Ekskresi terutama melalui ginjal dan saluran pencernaan (Palar, 2004). Timbal (Pb) merupakan bahan toksik yangmudah terakumulasi dalam organ manusia dan dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Berbagai gangguan kesehatan tersebut antara lain adalah gangguan pada sistem saraf, kardiovaskular, hematopoetik, gastrointestinal, ginjal, dan reproduksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas timbal adalah ; a.
Faktor lingkungan 1) Dosis dan lama pemaparan 2) Kelangsungan pemaparan 3) Jalur pemaparan (cara kontak)
b. Faktor manusia, meliputi : 1) Umur 2) Status kesehatan, status gizi dan tingkat kekebalan (imunologi) 3) Jenis kelamin 4) Jenis jaringan
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Seperti penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa Timbal (Pb) merupakan salah satu pajanan yang dapat mengakibatkan anemia. Menurut Kurniawan (2008), secara biokimiawi. keracunan timbal dapat menyebabkan : a. Peningkatan produksi ALA (Amino Levulinie Acid) b.
Peningkatan Protoporphirin
c.
Peningkatan koproporphirin
Metode Penelitian 1. Desain Studi Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif 2. Lokasi Penelitian Penelitian dillakukan pada dua tempat berbeda, yaitu di Kawasan PUSPIPTEK, Serpong (kelompok terpajan) dan di Fakultas Kesehatan Masyarakat (kelompok tidak terpajan). 3. Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012-Februari 2013. 4. Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua orang dewasa yang berusia minimal 18 tahun tahun yang terdapat di Kawasan PUSPIPTEK, telah bekerja atau tinggal selama minimal satu tahun, serta mahasiswa FKM UI angkatan 20092011. 5. Sampel Berdasarkan rumus perhitungan sampel dari Lemeshow, sampel terdiri dari 108 orang dari kelompok terpajan dan 108 orang dari kelompok tidak terpajan. Sampel dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. 6. Pengambilan Data Data konsentrasi timbal di udara ambien didapatkan dengan melakukan observasi data sekunder dari hasil sampling yang telah dilakukan oleh Pusarpedal dan Balai Lingkungan Hidup Kota Depok selama satu tahun terakhir. Pengumpulan data kejadian anemiadilakukan dengan cara pengukuran langsung menggunakan alat hemometer digital. Pengumpulan data umur, jenis kelamin, status masyarakat, durasi pajanan, dan penggunaan APD dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data tingkat asupan Fe, vitamin C dan asam folat responden selama satu
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
tahun dilakukan dengan menggunakan metode SFFQ (Semi Food Frequently Questionaire). Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Tabel 2. Distribusi Data Timbal, Usia, dan Durasi Pajanan Variabel Konsentra si Timbal (mg/m3) Usia (tahun) Durasi Indoor (jam/hr) Durasi Outdoor (jam/hr) Durasi Harian (jam) Durasi Tahunan (tahun)
Daerah Terpajan
Daerah Tidak Terpajan
Mean
SD
Min-Maks
Mean
SD
Min-Maks
0.08
0.00
0.08-0.08
0.02
0.00
0.02-0.02
40,49
9.69
18-73
20,08
1,09
18-22
9,57
5.65
1.00-24.00
5,89
3,26
1.00-18.00
5.13
4.46
0.00-20.00
4.66
2.48
0.00-15.00
11.16
4.65
2.00-23.00
8.93
2.43
4.00-16
18.77
17.4 2
1.00-73.00
2.54
0,82
1.50-3.50
Tabel 3. Distribusi Data Jenis Kelamin, Status Masyarakat, Penggunaan APD, Daerah Terpajan Variabel Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Status Masyarakat Pekerja Non Pekerja Penggunaan APD Ya Tidak
Daerah Tidak Terpajan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
Jumlah
56
50.5
95
88.0
147
52 108
46.8 100
13 108
12.0 100
69 216
54 54 108
50.0 50.0 100
51 57 108
47.2 52.8 100
107 109 216
17 91 108
15.7 84.3 100
1 107 108
0.9 99.1 100
18 198 216
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Tabel 4. Distribusi Data Tingkat Asupan Fe, Vitamin C, dan Asam Folat
Variabel Tk. Fe Rendah Cukup Tk. Vit. C Rendah Cukup Tk. Asam Folat Rendah Cukup
Daerah Terpajan Jumlah Persentase (n) (%)
Daerah Tidak Terpajan Jumlah Persentase (n) (%)
Jumlah
79 29 108
73.1 26.9 100
29 79 108
26.9 73.1 100
118
72 36 108
66.7 33.3 100
36 72 108
33.3 66.7 100
108 108 216
76 32 108
70.4 29.6 100
32 76 108
29.6 70.4 100
108 108 216
88 216
Tabel 5. Distribusi Status Anemia Responden
Variabel Status Anemia Anemia Tidak Anemia
Daerah Terpajan Jumlah Persentase (n) (%) 49 59 108
45.4 54.6 100
Daerah Tidak Terpajan Jumlah Persentase (n) (%) 7 101 108
6.5 93.5 100
Jumlah
56 160 216
2. Analisis Bivariat Tabel 6. Hubungan Konsentrasi Timbal., Usia, dan Durasi Pajanan dengan Kejadian Anemia (Uji t-test) Konsentrasi Timbal Status
N
Anemia Tidak Anemia
108 108
Anemia Tidak Anemia
56 160
Anemia Tidak Anemia
56 160
Anemia Tidak Anemia
56 160
Anemia Tidak Anemia
56 160
Anemia Tidak Anemia
56 160
Mean
SD
0.08 0.00 0.02 0.00 Usia 39,09 12,60 27,20 10,61 Durasi Indoor 9.94 5.95 6.97 4.33 Durasi Outdoor 5.53 4.95 4.68 2.99 Durasi Harian 10.96 4.76 9.73 3.46 Durasi Tahunan 18.57 19.26 7.97 11.65
SE
p value
0.00 0.00
0.000
1,68 0,84
0,000
0.79 0,34
0,000
0.66 0,23
0,131
0.64 0,27
0,040
2.57 0.92
0.000
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Tabel 7. Hubungan Semua Variabel Independen dengan Kejadian Anemia (uji chi square) Variabel Keterpajanan Timbal Usia Jenis Kelamin Status Masyarakat Durasi Indoor Durasi Outdoor Durasi Harian Durasi Tahunan Penggunaan APD Tk. Asupan Fe Tk. Asupan Vit C Tk. Asupan Asam Folat
PR (95% CI)
P value
7.00 (3.32-14.76) 1.60 (1.32-1.94) 1.09 (0.68-1.76) 1.36 (0.86-2.15) 2.30 (1.23-4.28) 2.30 (1.23-4.28) 0.98 (0.62-1.53) 1.88 (1.11-3.18) 0.42 (0.26-0.68) 2.11 (1.29-3.46) 1.67 (1.04-2.67) 2.11 (1.29-3.46)
0.000 0.000 0.741 0.216 0.005 0.005 1.000 0.017 0.009 0.003 0.043 0.003
3. Analisis Multivariat Tabel 8. Model akhir (final model) Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Model Faktor Risiko antar Variabel Kandidat dengan Kejadian Anemia Variabel
B
p-value
Exp(B)
95% CI Lower
Konsentrasi timbal Tingkat Asupan Zat Besi Tingkat Asupan Asam Folat Constant
2.430 -0.108 0.265
0.000 0.818 0.559
11.359 0.898 1.303
0.137
0.550
1.147
4.481 0.358 0.536
Upper 28.796 2.251 3.171
Logit (Kejadian anemia) = 0.137 + 2.430 (konsentrasi timbal dalam udara ambien) – 0.108 (tingkat asupan zat besi) + 0.265 (tingkat asupan asam folat) Pembahasan 1. Timbal dan Anemia Dalam penelitian ini, nilai rata-rata konsentrasi timbal di udara ambien pada lokasi terpajan adalah sebesar 0.08 µg/m3, sedangkan nilai rata-rata konsentrasi timbal di udara ambien pada lokasi tidak terpajan adalah sebesar 0.02 µg/m3. Nilai tersebut masih berada di bawah nilai baku mutu timbal di udara ambien berdasarkan PP No 41/1999, yaitu sebesar 2 µg/m3, meskipun begitu nilai ambang batas ini masih berada di atas nilai baku mutu standar yang ditetapkan oleh EPA, yaitu sebesar 1 µg/m3. Akan tetapi, menurut penelitian Pramudyastuti pada tahun 2010, nilai rata-rata konsentrasi timbal di kawasan Puspiptek adalah sebesar 0.006 µg/m3. Hal ini
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
menunjukkan peningkatan rata-rata konsentrasi timbal yang cukup signifikan selama dua tahun terakhir. Hal ini memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya hubungan antara kadar timbal di udara ambien dan kejadian anemia, diantaranya penelitian Pramudyastuti (2006) tentang timbal udara ambien dan kadar hemoglobin pada anak-anak di kawasan serpong (p value = 0.05). Selama ini, sebagian besar penelitian yang dilakukan di sekitar kawasan Puspiptek mengambil unit analisis anak-anak sebagai objek penelitian. Penelitian dari UI yang bekerjasama dengan JICA pada tahun 2005 telah menemukan hasil bahwa kadar timbal dalam darah pada anak-anak di sekitar kawasan ini memang jauh lebih tinggi, dibanding dengan kawasan lain, yaitu >10 µg/dL. Efek yang paling berbahaya yang ditimbulkan oleh timbal bagi anak-anak adalah adanya penurunan kecerdasan serta gangguan sistem syaraf. Penelitian ini membuktikan bahwa efek berbahaya bagi timbal bukan hanya berbahaya bagi anak-anak, melainkan pada semua kategori usia, termasuk dewasa. Anemia memang bukan salah satu penyakit berbahaya, namun apabila terjadi paparan secara berkepanjangan, dapat mengakibatkan anemia kronis yang berdampak pada kematian. Hal yang lebih jauh lagi adalah kondisi masyarakat yang anemia tentunya akan mengurangi produktivitas kerja di wilayah tersebut. 2. Usia dan Anemia Berdasarkan hasil analisis bivariat, baik dengan menggunakan uji t test maupun chi square, usia dan jenis kelamin memeliki hubungan yang signifikan (p value = 0.000). Usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas timbal, hal ini berhubungan dengan perkembangan organ dan fungsinya yang belum sempurna. Jika kita lihat, pengaruh pajanan timbal terhdap kejadian anemia dalam penelitian ini lebih banyak terjadi pada usia dewasa (>30 tahun). Jika kadar Pb ini semakin tinggi dan terakumulasi dalam tubuh, diikuti umur yang semakin tua, maka selain anemia, juga memungkinkan terjadinya hipertensi, yaitu sebesar 20%. Hal ini dikarenakan seiring dengan tingginya polutan di udara, maka tekanan darah akan cenderung naik (WHO, 1999). 3. Jenis Kelamin dan Anemia Efek toksik timbal pada laki-laki dan wanita mempunyai pengaruh yang berbeda. Wanita lebih rentan daripada pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan faktor ukuran tubuh (fisiologi), keseimbangan hormonal dan perbedaan metabolisme (Joko S, 1995). Pada keadaan normal, cadangan Fe pada perempuan kurang lebih 300 mg,
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
sedangkan pada laki-laki mencapai 1000 mg, ditambah lagi perempuan harus menjalani masa menstruasi tiap bulannya (Jayanti dalam Pramudyastuti, 2007). Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muntaha (2011) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kadar Hb darah pada pekerja yang terpajan timbal (p value = 0.000) Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian ini, kejadian anemia lebih banyak diderita oleh laki-laki, yaitu sebanyak 27.5%, sedangkan pada responden perempuan sebanyak 25.2%. Hasil ini tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p value = 0.741). Melalui hasil ini, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara kejadian anemia pada responden perempuan dan responden laki-laki. Hal ini dapat disebabkan karena distribusi kejadian anemia berdasarkan jenis kelamin cukup homogen. Salah satu penyebabnya adalah karena faktor-faktor yang menyebabkan kemungkinan kadar Hb perempuan lebih rendah seperti kondisi menstruasi dan hamil telah dikeluarkan terlebih dahulu ke dalam kriteria inklusi. 4. Status Masyarakat dan Anemia Keracunan timbal pada orang dewasa kebanyakan terjadi di tempat mereka bekerja. Prevalensi kejadiannya bervariasi untuk setiap jenis pekerjaan. Risiko terjadi toksisitas tergantung pada pekerjaan yang biasanya bersifat kronis. (Darmono, 2001).Menurut Arisman (2002) udara ambien dengan radius 0,5 km dari sumber emisi gas buang merupakan lokasi yang paling besar risikonya, 0,5-1 km merupakan resiko sedang dan di atas 1 km merupakan risiko ringan. Dalam penelitian ini, peneliti membagi status masyarakat ke dalam dua jenis, yaitu status penduduk dan non pekerja serta karyawan dan pekerja. Hal ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan dampak yang signifikan antara pekerja yang berada di kawasan puspiptek dan penduduk sekitar terhadap pajanan timbal. Berdasarkan hasil analisis bivariat tidak terdapat hubungan signifikan antara status penduduk dan non pekerja serta karyawan dan pekerja (p value = 0.216). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana pekerja biasanya lebih banyak terkena dampak langsung akibat pajanan timbal. Hasil ini dapat dikarenakan pekerja di kawasan Puspiptek bukanlah pegawai yang langsung terkena pajanan timbal, kecuali pada bagian laboratorium yang melakukan pengecekan hasil sampling. Sebagian besar pekerja yang diteliti adalah pekerja yang berada di dalam ruangan, meskipun terkadang mereka juga melakukan pengukuran di luar. Selain itu, pekerja di Kawasan
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
puspiptek juga telah melakukan rotasi kerja, sehingga dapat memperkecil dampak kesehatan yang diakibatkan oleh timbal. Meskipun demikian, upaya pencegahan dan perlindungan diri seperti memakai APD (masker) bila melakukan kontak langsung dengan sumber kontaminan, melaksanakan surveillans kesehatan pekerja, dan pengukuran kadar timbal dalam darah tetap perlu dilakukan mengingat tidak adanya batas aman yang dimana timbal dapat menimbulkan dampak kesehatan. 5. Durasi Pajanan dan Anemia Semakin lama seseorang tinggal di wilayah yang memiliki konsentrasi timbal tinggi, maka semakin lama orang itu terpajan timbal. Hal tersebut dapat terjadi karena timbal dalam darah memiliki waktu paruh kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari, sedangkan pada tulang 25 tahun (Nordberg, 1998), sehingga akumulasi timbal dalam darah lebih dipengaruhi pada pemaparan seketika, begitu terserap ke dalam tubuh tidak terdistribusikan secara merata ke seluruh tubuh. Timbal sebagian besar terserap oleh darah dan jaringan lunak, kemudian diikuti oleh distribusi pada tulang. Tulang merupakan tempat akumulasi pajanan timbal sepanjang hidup manusia (EHC, 1995). Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan menggunakan uji t-test, durasi pajanan indoor, pajanan harian, dan pajanan tahunan menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kejadian anemia (p value = 0.000).Muntaha (2011) juga menemukan bahwa lama kerja (durasi) berpengaruh terhadap kadar hemoglobin pada pekerja (p value= 0.014). Sedangkan durasi pajanan outdoor tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p value = 0.131). Hal ini dikarenakan aktivitas responden rata-rata memang lebih banyak dihabiskan di dalam ruangan dibandingkan di luar ruangan, sementara data yang dimiliki oleh Pusarperdal dan BLH Depok adalah pengukuran data polutanoutdoor. Oleh karena itu, perlu dilakukan data yang lebih akurat mengenai pajanan indoor maupun outdoor. Salah satu faktor yang mempengaruhi toksisitas timbal adalah kelangsungan pemaparan. Berat ringannya efek timbal tergantung pada proses pemaparan timbal yaitu pemaparan secara terus menerus atau terputus-putus. Pemaparan terus menerus akan memberikan efek yang lebih berat dibandingkan dengan pemaparan secara terputus-putus.
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
6. Pemakaian APD dan Anemia Udara merupakan jalan utama distribusi timbal di lingkungan. Hampir semua timbal di udara merupakan partikel dengan diameter kurang dari 1 µm. ukuran partikel
ini
bervariasi
tergantung
sumber
dan
usia
partikel
sejak
diemisikan.Pemakaian masker pada saat beraktivitas memiliki kontribusi dalam penghambatan terjadinya pencemaran, karena dengan digunakannya masker berarti ada filtrasi debu yang masuk ke dalam tubuh (Tjahjandi, 2007). Kualitas toksisitas dan tingkat penyerapan Pb melalui saluran pernafasan ini sangat bergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Diperkirakan sekitar 80% Pb terserap ke dalam tubuh manusia melalui cara ini. Dalam penelitian ini, ditemukan hubungan yang signifikan antara pemakaian APD dan kejadian anemia pada responden (p value = 0.009). Akan tetapi, pemakaian APD merupakan faktor risiko, dimana responden yang menggunakan APD lebih berisiko untuk terkena anemia dibandingkan dengan yang tidak menggunakan APD (PR=0.42). Kondisi ini bertentangan dengan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa pemakaian APD adalah salah satu faktor prediktor kejadian anemia akibat pencemaran udara. Menurut Kesuma (2004), terdapat hubungan yang signifikan signifikan (OR= 9.3) antara pemakaian APD dengan kejadian anemia pada pekerja. Hasil yang bertentangan ini dapat disebabkan karena data penggunaan APD pada responden bersifat cukup homogen, yaitu sebagian besar tidak menggunakan APD. Pada daerah terpajan 84,3% responden tidak menggunakan APD dan pada daerah tidak terpajan sebanyak 99.1% yang tidak menggunakan APD, sehingga dalam hal ini APD bukan merupakan hal yang berpengaruh terhadap risiko kejadian anemia. Akan tetapi pemakaian APD tetap direkomendasikan khususnya bagi mereka yang terpapar langsung dengan pajanan timbal seperti pekerja di laboratorium. Hal ini untuk mengurangi penyerapan atau filtrasi pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui proses inhalasi. 7. Tingkat Asupan Fe, Vitamin C, Asam Folat dan Anemia Dalam penelitian ini, ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat asupan zat besi responden dan kejadian anemia pada responden (p value = 0.003). Besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam proses hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam proses sintesis hemoglobin. Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat (Sediaoetama, 1985).
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Kejadian anemia di negara berkembang paling banyak terjadi karena defisiensi besi (WHO, 1999). Oleh karena itu para pekerja dan masyarakat di sekitar kawasan Puspiptek dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung sumber zat besi seperti telur, ikan, daging, sayuran hijau dan kacang-kacangan. Selain itu, apabila asupan zat besi masih dirasa kurang, dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen penambah darah. Dalam penelitian ini, ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat asupan vitamin C pada responden dan kejadian anemia pada responden (p value = 0.043). Salah satu fungsi fisiologis vitamin C adalah menjaga kesehatan epitel pembuluh darah. Defisiensi terhadap vitamin C menyebabkan menurunnya daya tahan jaringan epitel terhadap tekanan darah, sehingga meningkatkan fragilitas dinding kapiler darah tersebut. Hal inilah yang membuat eritrosit daran menjadi rentan untuk rusak dan mengganggu sintesis hemoglobin(Sediaoetama, 1985). Kehadiran vitamin C dalam makanan yang dikonsumsi akan memberikan suasana asam sehingga memudahkan reduksi zat besi ferri menjadi ferro yang lebih mudah diserap usus halus (Wijaya, 2012).Selain itu, vitamin C juga memilki peran yang sangat penting dalam mempercepat penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh yang juga berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Selain karena pencemaran udara dan defisiensi zat besi, kejadian anemia juga dapat diperparah dengan adanya defisiensi vitamin C. Oleh karena itu, masyarakat dan pekerja di kawasan Puspiptek dianjurkan untuk senantiasa mengonsumsi sumber vitamin C seperti apel, jeruk, jambu biji, kelengkeng, papaya, kembang kol dan brokoli. Apabila asupan tersebut dirasa masih kurang, dapat ditambah dengan suplemen vitamin C. Dalam penelitian ini, ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat asupan asam folat responden dan kejadian anemia pada responden (p value = 0.003). Pada manusia, asam folat berperan dalam proses hematopoiesis (pembentukan Hb). Pada defisiensi asam folat terjadi hambatan sintesis DNA yang berakibat pada terjadinya precursor erythrocyte megaloblastik. Defisiensi asam folat memberikan gambaran klinik anemia megaloblastik di dalam sumsum tulang dan makrositik di dalam darah perifer, disertai dengan leukopenia. Gambaran klinik ini berdasarkan gangguan metabolisme asam amino dan hambatan sintesis protein (Sediaoetama, 1985). Defisiensi asam folat paling sering disebabkan oleh asupan makanan yang
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
tidak adekuat (terutama pada orang tua, alkoholik, dan penderita anoreksia) atau adanya kebutuhan yang meningkat, misalnya karena proses kehamilan. Anemia juga dapat terjadi karena defisiensi asam folat, terutama pada wanita hamil. Oleh karena itu, pekerja dan masyarakat sekitar di kawasan PUSPIPTEK dianjurkan untuk mengonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung asam folat, seperti buah alpukat, sayur bayam, pepaya, serta wortel. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang ditemukan dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Konsentrasi timbal di udara ambien di Kawasan Puspiptek, Serpong adalah 0.08 µg/m3, meskipun nilai ini masih berada di bawah baku mutu, namun nilai ini lebih tinggi dibandingkan di daerah tidak terpajan, yaitu 0.02 µg/m3. 2. Prevalensi kejadian anemia di Kawasan Puspiptek ternyata cukup tinggi yaitu sebanyak 45.4%, sedangkan prevalensi kejadian anemia di kawasan tidak terpajan adalah sebesar 6.5% selama periode penelitian. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi timbal di udara ambien dengan kejadian anemia pada responden di lokasi penelitian. Responden yang berada di daerah terpajan memiliki risiko 7 kali lebih besar untuk menderita anemia daripada responden di daerah tidak terpajan. 4. Berdasarkan analisis multivariat, maka persamaan logistik yang terbentuk untuk menilai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian anemia di daerah penelitian adalah sebagai berikut : Logit (Kejadian anemia) = 0.137 + 2.430 (konsentrasi timbal dalam udara ambien) – 0.108 (tingkat asupan zat besi) + 0.265 (tingkat asupan asam folat). 5. Seseorang yang berada di daerah terpajan timbal di udara ambien, memiliki tingkat asupan zat besi yang rendah, dan tingkat asupan asam folat yang rendah memiliki risiko 1.8 kali untuk menderita anemia dibandingkan dengan seseorang yang berada di daerah tidak terpajan setelah dikontrol dengan variabel usia, durasi pajanan indoor, durasi pajanan tahunan, dan tingkat asupan vitamin C. Saran Bagi Pemerintah Daerah Kota Serpong 1. Menyosialisasikan hasil kajian sebagai data ilmiah dalam memberikan informasi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui bahaya dari daur ulang aki bekas.
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
2. Memberikan informasi/penyuluhan tentang bahaya pencemaran Pb terhadap kesehatan kepada para pedagang makanan/minuman. 3. Penegakan pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan keselamatan lingkungan dan masyarakat. Misalnya evaluasi laporan pengelolaan lingkungan dan Rencana Pemantauan
Lingkungan
(RKL)
oleh
institusi
yang
berwenang
secara
berkesinambungan. 4. Pelaksanaan sampling dan analisis Pb dapat dilakukan kerjasama oleh berbagai pihak yang terkait, seperti Pemerintah Daerah, Kementerian Lingkungan Hidup, BATAN, Universitas dan institusi lainnya yang mempunyai kompetensi untuk melakukan pemantauan Pb di lingkungan. 5. Pelaksanaan karakterisasi, identifikasi, dan estimasi lokasi sumber pencemar Pb di udara ambien di daerah Serpong dan sekitarnya dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. 6. Pengukuran timbal dengan menggunakan empat arah mata angin untuk memetakan lokasi pencemaran timbal di Kota Serpong. Bagi Industri di Sekitar Kawasan Puspiptek 1. Perlu adanya kajian teknologi daur ulang timah dari aki bekas yang ramah lingkungan. 2. Untuk mengetahui kadar timbal dari sumber emisi maka disarankan untuk melakukan pengukuran emisi pada industri daur ulang aki bekas. 3. Mewaspadai terhadap pencemaran Pb dengan melakukan tes kadar Pb dan ZnPp dalam darah, terutama bagi para pekerja. 4. Melakukan medical surveillans ecara berkesinambungan bagi para pekerja. 5. Mewajibkan penggunaan APD bagi pekerja yang melakukan kontak langsung dengan sumber pajanan timbal. 6. Pemberlakuan rotasi kerja untuk menghindari pemaran secara terus menerus terhadap sumber pemajanan. 7. Pemberlakuan pelarangan makan, minum, maupun merokok di tempat kerja 8. Mengadakan pemeriksaan sebelum penempatan kerja meliputi riwayat medis dan pemeriksaan khusus pada sistem hematopoetik dan kadar Hb dalam darah Bagi Masyarakat 1. Menghindari penggunaan peralatan dapur, tempat makan, minum, dan mainan anakanak yang diduga terbuat dari bahan yang mengandung Pb
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
2. Peka terhadap lingkungan khususnya di sekitar kegiatan yang bersifat home industry (misalnya tempat daur ulang aki bekas, pembakaran sampah industri, dan lain-lain). 3. Menerapkan pola makan yang seimbang dan mengonsumsi makanan yang mengandung cukup zat besi, vitamin C, asam folat, kalsium dan buah-buahan untuk menghindari risiko anemia. 4. Mengonsumsi suplemen penambah darah maupun suplemen vitamin C untuk mengurangi risiko anemia. Kepustakaan Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2007. Public Health Statement: Lead. US Department of Health and Human Services. Toronto. Arisman, MB. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Clarke, M.L., D.G.Harvey. 1981. Lead in: Veterinary Toxicology 2 nd“ The English Language Book Society. BailliereTindall. Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam.PenerbitUniversitas Indonesia. Kurniawan, Wahyu. 2008. Hubungan Kadar Pbdalam Darah dengan Profil Darah pada Mekanik Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Muntaha, Amar. 2011. Analisis kadar Timbal dalam Lingkungan Kerja terhadap Kadar Timbal dalam Darah dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Pekerja Industri Elektronik 2011. Jurnal Kesehatan Bina Husada Vol. 7 No. 4, Desember 2011. Nordberg M. 1998.Chemical Properties And Toxicity In: StillmanJm Ed Encyclopedia of Occupational Health And Safety. 4th Ed. Geneva. Palar. H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Pramudyastuti, Tri Utami. 2010. Skripsi. Gambaran Hasil Pengukuran Timbal (Pb) di Udara dan Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin (Hb) dalam Darah Anak di Perumahan Kawasan Serpong Tangerang Selatan.Universitas Indonesia. Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan. “Laporan Kegiatan Pengkajian Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Lampiran PP No 41 Tahun 1999”. Deputi Bidang Pembinaan
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Lingkungan Hidup 2011. Sayogyo, S. 1996. “Anemia Pada Tenaga Kerja Wanita Pada Salah Satu Perusahaan Di Jakarta Timur”. Majalah Kedokteran. (Volume 46, Nomor 4). Jakarta. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1985. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat. Suciani, Sri. 2007. Kadar Timbal dalam Darah Polisi lalu Lintas dan Hubungannya dengan kadar Hemoglobin (Studi pada Polisi Lalu Lintas yang Bertugas di Jalan Raya Kota Semarang). Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Suyono, Joko. 1995. Deteksi dini penyakit akibat kerja (World Health Organization).Editor : Caroline Wijaya. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Tjahjandi, Andang. 2007. Tesis. Timbal (Pb) di Udara Ambien dan Hubungannya dengan Timbal (Pb) dalam Darah serta Kejadian Anemia pada Pegawai UPTD Terminal Dinas Perhubungan Kota Sukabumi. Universitas Indonesia. Wijaya, Candra. 2012. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Kejadian Anemia pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Aceh BesarTahun 2011. Universitas Indonesia. World Health Organization. 1995. Environmental Health Criteria 165 Inorganic lead. Geneva: The United Nation Environment Programme, Finlandia: The International Labour Organization and World Health Organization.
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.
Analisis hubungan..., Ira Wardani, FKM UI, 2013.