JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
PENGGUNAAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA SMP Irawan Sutiawan, Poppy Yaniawati, Uus Toharudin
ABSTRAK Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk dipelajari karena keberadaannya dapat membantu manusia untuk memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu peran dan tugas guru dalam rangka memaksimalkan kesempatan belajar siswa adalah agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal tersebut dilakukan agar siswa bisa menyelesaikan permasalahan didalam kehidupannya. Untuk itu, guru dalam prosesnya perlu mempertimbangkan pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mencapai kemampuan tersebut, yaitu pembelajaran CPS. Dalam penelitian yang dilakukan, siswa dibagi berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM). Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran Concurrent Triangulation. Populasi pada penelitian ini adalah kelas VIII SMP Darul Hikam Bandung dan sampelnya berupa 2 kelas yang diambil secara acak. Instrumen yang digunakan berupa tes dan non tes. instrumen tes berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis, non tes berupa angket self efficacy, lembar wawancara, dan lembar observasi. Berdasarkan data penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran CPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa dan KAM (unggul dan asor) (2) Self efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran CPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa dan KAM (unggul dan asor) (3) Terdapat pengaruh positif self efficacy terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kata kunci: Pembelajaran Creative Problem Solving, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Self Efficacy
0
THE USE OF CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) LEARNING TO INCREASE EFFORTS IN MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING SKILLS AND SELF EFFICACY JUNIOR HIGH SCHOOL ABSTRACT
Mathematics is one of the subjects that are important to study because its presence can help people to solve problems in everyday life. One of the roles and duties of teachers in order to maximize the learning opportunities of students is that students have a mathematical problem solving ability. This is done so that students can solve the problems in her life. Therefore, teachers need to consider in the process of learning to encourage students to achieve this capability, namely learning CPS. In a study conducted, the students are divided based Early Mathematical Ability (KAM). The method used is the Concurrent mixed methods Triangulation. The population in this study is a class VIII SMP Darul Hikam Bandung and the sample in the form of two classes taken at random. Instruments used in the form of test and non test. test instruments in the form of mathematical problem solving ability test, non-test questionnaire selfefficacy, the questionnaires, and observation sheet. Based on research data and analysis of the data, we concluded that: (1) The ability of solving mathematical problems students acquire learning CPS better than students who received conventional learning in terms of the whole student and the KAM (superior and asor) (2) Self-efficacy of students who received CPS learning better than students who received conventional learning in terms of the whole student and the KAM (superior and asor) (3) There is a positive effect of self-efficacy of the students' mathematical problem solving ability. Keywords: Creative Problem Solving learning, mathematical problem solving ability, Self Efficacy
dan
Pendahuluan Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran
dipelajari,
karena
yang
penting
keberadaannya
dikuasai
oleh
segenap
lapisan
masyarakat.
untuk
Menurut
National
Council
of
Teachers of Mathematics (NCTM) (Jatisunda,
dapat
yaitu:
(1)
membantu manusia untuk memecahkan
2013:2)
berbagai masalah dalam kehidupan. Di
berkomunikasi, (2) Belajar untuk bernalar (3)
sekolah-sekolah
Belajar untuk memecahkan masalah, (4)
formal,
matematika
merupakan mata pelajaran yang wajib
Belajar
dipelajari.
Pembentukan
Mengingat
begitu
penting
untuk
matematika.
perannya, maka matematika perlu dipahami 1
Belajar
mengaitkan sikap
positif
untuk
ide,
(5)
terhadap
Berdasarkan tujuan NCTM, tampak
IX di SMP negeri di kota Bandung,
bahwa kemampuan pemecahan masalah
mengenai kemampuan pemecahan masalah
merupakan kemampuan yang penting untuk
siswa SMP ditemukan bahwa “kemampuan
dikuasai oleh siswa.
pemecahan masalah matematis siswa SMP
Kemampuan
pemecahan
masalah
cukup
rendah,
yaitu
rata-rata
hanya
merupakan aspek yang penting, karena dapat
memperoleh skor 39 dari skor maksimal
menjadikan siswa terdorong untuk membuat
100.
keputusan terbaik jika mengahadapi masalah
Selama ini proses pembelajaran yang
dalam kehidupannya, hal ini sesuai dengan
terjadi lebih pada penerapan pembelajaran
pendapat Sumarmo (Alhaddad, 2014:3)
konvensional yaitu pengggunaan metode
yang menyatakan, ‘pemecahan masalah
ekspositori, yang pada prosesnya guru
adalah
mengatasi
menerangkan di depan kelas, memberikan
kesulitan yang ditemui untuk mencapai
contoh soal, terkadang tanya jawab, dan
suatu tujuan yang diinginkan’.
pemberian tugas. Senada dengan pendapat
suatu
proses
untuk
peneliti,
Permasalahan yang timbul dalam
Herman
(Jatisunda,
2013:5)
menyatakan bahwa ‘sampai saat ini pada
matematika saat ini cenderung bersifat kongkrit dan abstrak, berdasarkan teori
umumnya
perkembangan kognitif Piaget (Woolfolk,
berkosentrasi pada latihan penyelesaian
2009:55), anak seusia SMP tergolong tahap
soal-soal yang bersifat prosedural dan
operasional-konkret,
maksudnya
guru-guru
matematika
telah
mekanistis’.
belum
sepenuhnya dapat berpikir abstrak sehingga
Selain
aspek
kognitif
yaitu
dalam pembelajarannya kehadiran benda-
kemampuan pemecahan masalah, maka
benda konkrit masih diperlukan. Meski
perlu juga meningkatkan aspek afektif, yaitu
begitu, sudah seharusnya siswa SMP mulai
aspek psikologis yang berhubungan dengan
dikenalkan benda-benda semi konkrit demi
sikap siswa sebagai penunjang keberhasilan
mempersiapkan siswa ke tahap berpikir
dalam
abstrak di SMA.
menghadapi soal-soal pemecahan masalah
pembelajaran,
khususnya
ketika
Dalam kenyataannya, kemampuan
yaitu self efficacy. Self efficacy atau biasa
pemecahan masalah siswa pada saat ini
disebut keyakinan diri merupakan aspek
masih rendah. Sebagaimana penelitian yang
psikologis
dilakukan oleh Minarni (2011:92) di kelas
positif terhadap keberhasilan siswa dalam 2
yang
memberikan
pengaruh
pemecahan masalah sebagaimana pendapat
dengan
Betz dan Hacket (Pajares dan Miller,
penilaian hingga ada keputusan final yang
1994:194) ‘Self efficacy matematis baru-
dibuat.
baru ini telah dinilai sebagai penilaian
dikumpulkan,
individu dari kemampuan mereka untuk
disusun hingga diperoleh suatu solusi untuk
memecahkan masalah matematika tertentu,
pemecahan masalah. Isaksen, Dorval dan
melakukan tugas-tugas matematika yang
Treffinger (2011:31) mengemukakan bahwa
berhubungan, atau berhasil dalam mata
“pembelajaran CPS terdiri dari tahap (1)
pelajaran matematika terkait’
Understanding
Mengingat
begitu
pentingnya
mengakhirkan
Ide-ide
masalah),
kritik
yang
disaring,
Chalange
(2)
maupun
bemunculan didiskusikan,
(memahami
Generating
Ideas
permasalahan yang terjadi, maka harus
(membangkitkan gagasan), (3) Preparing
sesegera mungkin dicari solusinya, karena
for Action (mempersiapkan tindakan)”.
jika
dibiarkan
siswa
kesulitan
Dalam pelaksanaanya, pembelajaran
menghadapi soal-soal yang tidak rutin,
CPS mengharuskan seluruh siswa dibagi
terhambatnya kreatifitas dan rendahnya
kedalam beberapa kelompok. Dasar dalam
keyakinan
yang
pembagian kelompok pada penelitian ini
mengakibatkan mereka kesulitan dalam
adalah berdasarkan KAM (kemampuan
menjalani
Awal Matematis), yaitu kemampuan yang
terhadap
kehidupan
akan
diri
siswa
dengan
berbagai
permasalahan yang kompleks. Untuk
telah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti
mengatasi
rendahnya
pembelajaran
yang
akan
diberikan.
kemampuan pemecahan masalah dan self
Pembentukan kelompok berdasar KAM
efficacy siswa diperlukan pembelajaran yang
dibagi menjadi 2 yaitu kelompok unggul dan
inovatif. Salah satu alternatif pembelajaran
asor. Adapun pengertian dari kemampuan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan
awal matematis siswa adalah kemampuan
kemampuan pemecahan masalah dan self-
yang telah dimiliki oleh siswa sebelum
efficacy,
yaitu
mengikuti
Problem
Solving
Creative
pembelajaran (CPS).
Problem
Creative
Pembelajaran
Solving
pembelajaran
yang
akan
diberikan berupa materi prasyarat.
adalah
Berdasarkan
uraian
yang
telah
pembelajaran yang memberikan kesempatan
dipaparkan dari awal, peneliti menemukan
seluas-luasnya
untuk
masalah yang cukup menarik untuk diteliti.
berpendapat dalam memunculkan ide-ide,
Adapun judul dalam penelitian ini adalah :
pada
siswa
3
Penggunaan pembelajaran Creative Problem
solusi), acceptance finding (menemukan
Solving (CPS) dalam upaya meningkatkan
penerimaan). Karena perkembangan zaman
kemampuan pemecahan masalah matematis
yang terus berubah dengan cepat dan
dan self efficacy siswa SMP.
kompleksnya permasalahan yang dihadapi, maka
Isaksen,
Dorval
dan
Treffinger
Pembelajaran Creative Problem Solving
(2011:31) memodifikasi model CPS menjadi
(CPS)
tiga komponen penting yaitu understanding Pembelajaran CPS
adalah
challenge
(memahami
pembelajaran yang memberikan kesempatan
Generating
seluas-luasnya
untuk
gagasan), dan Preparing in for action
berpendapat dalam memunculkan ide-ide,
(mempersiapkan gagasan) yang nantinya
dengan
maupun
diuraikan menjadi 6 tahapan yang terdiri
penilaian hingga ada keputusan final yang
dari (1) menentukan tujuan, (2) menggali
dibuat.
data,
pada
siswa
mengakhirkan
Ide-ide
dikumpulkan,
kritik
yang
bemunculan
disaring,
didiskusikan,
(3)
Ideas
tantangan),
merumuskan
(membangkitkan
masalah,
(4)
memunculkan gagasan, (5) mengembangkan
disusun hingga diperoleh suatu solusi untuk
solusi, (6) membangun penerimaan.
pemecahan masalah. CPS pertama kali dicetuskan oleh
Kemampuan
Alex. F. Osborn (1953) yang merupakan father
of
Masalah
Matematis
Osborn
Krulik and Rudnick (1980) (Carson,
(VanGundy, 1987:4) mengungkapkan 3
2007:7) mendefinisikan pemecahan masalah
dasar utama dalam CPS yaitu fact finding
merupakan :
(menemukan
brainstorming.
Pemecahan
fakta),
idea
Cara yang mengharuskan individu menggunakan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, keterampilan, dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan situasi yang asing. Siswa harus mensintesis apa yang telah ia pelajari dan menerapkannya ke situasi baru dan berbeda.
finding
(menemukan ide) dan solution finding (menemukan solusi). psikolog
ternama
Kemudian seorang Sidney.
J.
Parnes
(VanGundy, 1987:5) mengembangkan 3 dasar utama dalam CPS menjadi 5 dasar yang terdiri dari fact finding (menemukan fakta),
problem
finding
Jelas terlihat bahwa sebuah persoalan
(menemukan
bukan suatu permasalahan, apabila aturan
masalah), solution finding (menemukan 4
atau algoritma dalam menyelesaikan suatu
Dalam penelitian ini yang dimaksud
masalah telah ada di dalam ingatan, maka
kemampuan pemecahan masalah adalah
permasalahan tersebut tidak dapat dikatakan
kemampuan dalam memahami masalah,
sebagai suatu masalah. Pemecahan masalah
merencanakan strategi, menjalankan rencana
dapat dipandang sebagai suatu bentuk
penyelesaian dan memeriksa hasil kembali.
belajar yang mempersyaratkan adanya hal
Self Efficacy
yang baru, yang kelak dapat menjadi dasar
Bandura
(1997:3) mendefinisikan
bagi siswa agar dapat diaplikasikan dalam
bahwa “Self efficacy adalah keyakinan
masalah baru berikutnya.
seseorang terhadap kemampuan dirinya
Sumarmo
(Jatisunda,
2013:3)
untuk memperoleh hasil atau pencapaian
menyatakan bahwa kemampuan pemecahan
tertentu”.
masalah matematis dapat dirinci dengan
(2012:146)
indikator sebagai berikut:
persepsi
1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. 2. Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya. 3. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika. 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. 5. Menerapkan matematika secara bermakna.
(1973:5-6)
berpendapat
itu
“Self
Menurut
efficacy
kemampuan
Shunck
merupakan
seseorang
untuk
menghasilkan tindakan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan”. Sementara menurut Schultz
dan
mendefinisikan
Schultz
(2012:338)
“self-efficacy
sebagai
perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam menghadapi kehidupan”.
Woolfolk
mendefinisikan merupakan
(2009:219)
bahwa
“self
efficacy
keyakinan
kita
tentang
kompetensi atau efektivitas kita di bidang tertentu”.
Sejalan dengan pendapat Sumarmo, Polya
Selain
Berdasarkan definisi yang diuraikan
bahwa
dari
“kemampuan pemecahan masalah adalah
Bandura,
Shunck,
Schultz,
dan
Woolfolk dapat disimpulkan bahwa self
kemampuan dalam memahami masalah,
efficacy adalah keyakinan diri seseorang
membuat
melaksanakan
untuk bisa menyelesaikan suatu pekerjaan
perencanaan, dan memeriksa kembali hasil
dengan sebaik-baiknya, guna mendapatkan
perencanaan,
yang telah diperoleh”.
tujuan dan hasil yang diinginkan. 5
Self efficacy dapat digunakan untuk
yang menjadi indikator dalam pengukuran
memprediksi mengenai kinerja yang akan
self-efficacy siswa pada penelitian mencakup
dihasilkan, sebelum pekerjaan itu dilakukan.
dimensi tingkat (level), keluasan (generality)
Seseorang akan mengetahui cara-cara yang
dan
dia lakukan agar memperoleh hasil terbaik
indikator tersebut
bilamana memiliki self efficacy tinggi.
dihubungkan
Sebaliknya bila self efficacy seseorang
pemecahan masalah.
kekuatan
(strength) sangat
karena
dari
cocok untuk
dengan
kemampuan
rendah maka antara hasil dan apa yang diharapkan bisa saja bertentangan.
Metode
Menurut Bandura (1997:42-50) self-
Metode penelitian yang digunakan
efficacy individu dapat dilihat dari tiga
dalam penelitian ini merupakan Metode
dimensi, yaitu: Tingkat (level), keluasan
Campuran (Mixed Method) tipe konvergen
(generality) dan kekuatan (strength).
(concurrent
Metode Campuran (Mixed Method) tipe konvergen (concurrent triangulation) yaitu metode penelitian yang menempatkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam kegiatan yang dijalankan bersamaan simultan. Masing-masing menjalankan proses pengumpulan data (data collection) ataupun pada saat proses analisis dilakukan. Setelah masing-masing proses dilakukan maka hasil kedua-duanya dibandingkan satu sama lain, atau bisa juga dikaitkan satu sama lain.
Dimensi Tingkat (level) berkaitan dengan seberapa besar derajat kesulitan pekerjaan atau tugas pemecahan masalah yang dihadapi. 2. Keluasan (Generality) ini
berkaitan
dengan
penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan.
Pemilihan sampel secara kelompok
3. Kekuatan (Strength) Dimensi
yang
Menurut
Indrawan dan Yaniawati (2014:81):
1. Tingkat (Level)
Dimensi
triangulation).
ketiga
ini
lebih
yaitu dengan memilih dua kelas secara acak.
menekankan pada tingkat kekuatan atau
Kelas
kemantapan
pembelajaran
individu
terhadap
keyakinannya.
memperoleh
Dari uraian mengenai self efficacy
eksperimen CPS
dan
pembelajaran
memperoleh kelas
kontrol
konvensional.
Desain ini dapat digambarkan sebagai
yang dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
berikut: (Ruseffendi, 2005:53) 6
O1
X
O2
O1
nilai validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, daya pembeda sebagai berikut :
O2
Nomor
Keterangan: X
:
Validitas
Soal
Pembelajaran
Creative
Relia bilitas
IK
DP
1
Tinggi
Mudah
Cukup
Problem Solving (CPS)
2
Tinggi
Sedang
Cukup
O1
Kemampuan Awal
3
Sangat tinggi
Sedang
Cukup
Matematis dan pretest self
4
Tinggi
Sedang
Cukup
5
Sangat tinggi
Sukar
Cukup
6
Sangat tinggi
Sukar
Cukup
: Tes
efficacy O2
:
Post-test
kemampuan
pemecahan
masalah
Dan istrumen non tes yang tediri dari
matematis dan self efficacy ----
Tinggi
lembar observasi, angket self efficacy dan
: Subjek tidak
lembar wawancara.
dikelompokkan secara acak Hasil dan Pembahasan Populasi dan Sampel
Berdasarkan data hasil isian tes
Populasi penelitian ini yaitu siswa
kemampuan pemecahan masalah mateamtis
kelas VIII dengan pertimbangan kelas VIII
mengenai kemampuan pemecahan masalah,
merupakan kelas yang peneliti nilai sudah
diperoleh nilai signifikansi (2-tailed) adalah
melalui tahap adaptasi cukup lama sehingga
0,002. Karena dilakukan uji hipotesis satu
dinilai matang untuk dijadikan penelitian.
pihak maka nilai signifikansi dibagi dua
Tidak seperti kelas VII yang masih tahap menjadi
peralihan dari SD dan kelas IX yang sudah
0.002 2
= 0,001, dimana 0,001 < 0,05
fokus menghadapi Ujian Nasional (UN).
sehingga H0 ditolak yang artinya untuk taraf
Jadi disimpulkan bahwa populasi dari
signifikansi 5% kemampuan pemecahan
penelitian ini adalah kelas VIII SMP Darul
masalah matematis siswa yang mendapatkan
Hikam Bandung, sedangkan sampelnya
pembelajaran CPS
adalah 2 kelas yang diambil secara acak.
siswa
yang
lebih baik dari pada
mendapatkan
pembelajaran
konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa
Instrumen tes yang digunakan dalam
dan KAM.
penelitian ini adalah instrumen tes dan nontes. Instrumen tes terdiri dari 6 soal
Berdasarkan hasil perhitungan data
uraian yang telah diuji cobakan. Memiliki
angket self efficacy yang telah diubah dari 7
data ordinal ke interval melalui metode SMI
unggul mampu menguasai semua tahapan
(Method of Succesive Interval) diperoleh
pemecahan masalah dengan sangat baik
nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,000.
yang terdiri dari tahap memahami masalah,
dimana
0,000 2
merencanakan strategi, menjalankan rencana
= 0,000 < 0,05 sehingga H0
penyelesaian dan memeriksa hasil kembali.
ditolak yang artinya untuk taraf signifikansi
Siswa yang mendapat pembelajaran CPS
5% self efficacy matematis siswa yang
dari
berasal dari kelas eksperimen lebih baik dari
efficacy
siswa
memeriksa
yang mendapatkan
yang
mendapatkan
mampu
hasil
kembali.
siswa
yang
dari kelompok asor menguasai 4 tahapan
pembelajaran
dengan cukup baik namun sering terjadi
konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa
kesalahan menghitung dan adanya soal yang
dan KAM.
dikosongkan. Pada siswa yang memperoleh
Berdasarkan perhitungan pengaruh self
pembelajaran konvensional dari kelompok
efficacy terhadap kemampuan pemecahan masalah,
hanya
mendapatkan pembelajaran konvensional
pembelajaran CPS lebih baik dari pada siswa
asor
menguasai tahap merencanakan strategi dan
kelas kotrol. Jadi dapat disimpulkan bahwa self
kelompok
nilai
signifikansi
asor mampu menguasi tahap memahami
koefisien
regresinya adalah 0,000 kurang dari 𝛼 =
masalah dan merencanakan strategi. Pada
0.05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima
kelas
matematis
berasal
dari
masih adanya beberapa soal yang sama
antara self efficacy dengan kemampuan masalah
walaupun
kelompok unggul ditemukan fakta bahwa
artinya terdapat pengaruh yang signifikan
pemecahan
kontrol,
sekali tidak dijawab. Hal ini terjadi karena
siswa.
siswa sangat bergantung dengan apa yang
Selanjutnya tabel ini juga menggambarkan
guru terangkan. Sehingga ketika siswa
persamaan regresinya sebagai berikut:
berhadapan dengan soal yang sangat jauh
Y = 10,882 + 3,883 X
dari yang dicontohkan guru, siswa tersebut
Keterangan:
tidak bisa berbuat apa-apa dan kurangnya
X = Data Self Efficacy
keinginan untuk berusaha.
Y = Data kemampuan pemecahan masalah
Melalui observasi dan wawancara
matematis Melalui
analisis
data
peneliti menemukan fakta di lapangan
kualitatif yang
bahwa keyakinan siswa yang mendapat
mendapat pembelajaran CPS dari kelompok
pembelajaran CPS mulai meningkat dengan
didapatkan
hasil
bahwa
siswa
8
jarangnya siswa mengeluh. Hasil tersebut
Berdasarkan hasil pengolahan data
diperkuat dengan wawancara, baik kepada
dan temuan yang diperoleh dalam penelitian
kelompok unggul ataupun asor menyatakan
ini beberapa kesimpulan sebagai berikut:
lebih
1.
yakin
dalam
mengerjakan
soal
Kemampuan
pemecahan
masalah
pemecahan masalah dibandingkan ketika
matematis siswa yang memperoleh
mendapatkan pembelajaran konvensional.
pembelajaran CPS lebih baik daripada
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
siswa yang memperoleh pembelajaran
CPS cocok untuk diaplikasikan kepada
konvensional ditinjau dari keseluruhan
siswa
siswa dan KAM (unggul dan asor)
unggul
ataupun
asor
untuk
meningkatkan self efficacy.
2.
Kemampuan pemecahan masalah siswa
Jika dilihat dari hubungan antara self
unggul yang memperoleh pembelajaran
efficacy dengan kemampuan pemecahan
CPS menguasai 4 tahapan kemampuan
masalah matematis,
akan dicari
pemecahan
pengaruhnya dengan regresi, karena dalam
memahami
masalah,
hal ini peneliti ingin mengetahui informasi
strategi,
menjalankan
mengenai self efficacy berdampak positif
penyelesaian
atau
kembali. Siswa kelompok asor yang
tidaknya
maka
terhadap
kemampuan
masalah
dan
diantaranya merencanakan rencana
memeriksa
pemecahan masalah matematis siswa. Dari
memperoleh
hasil analisis perhitungan regresi ditemukan
menguasai
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
masalah
antara
kemampuan
strategi dan memeriksa hasil. Siswa
pemecahan masalah matematis. Semakin
kelompok unggul yang memperoleh
tinggi
pembelajaran konvensional menguasai
self
efficacy
kemampuan
dan
self
efficacy
maka
pembelajaran
hasil
2
tahapan
diantaranya
tahapan
CPS
pemecahan
merencanakan
semakin tinggi pula kemampuan pemecahan
4
kemampuan
masalah siswanya, begitupun sebaliknya.
masalah
diantaranya
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
masalah,
merencanakan
pengaruh positif self efficacy terhadap
menjalankan rencana penyelesaian dan
kemampuan pemecahan masalah matematis
memeriksa
hasil
pemecahan memahami
kembali
strategi,
dengan
catatan ada soal yang sama sekali tidak
Kesimpulan
diisi. Siswa asor yang memperoleh pembelajaran konvensional menguasai 9
2
tahapan
kemampuan
masalah
pemecahan
diantaranya
memahami
Daftar Pustaka
masalah dan merencanakan strategi. 3.
Alhaddad, I. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Self Regulated Learning Mahasiswa melalui Pembelajaran Model Treffinger. Disertasi UPI : Tidak diterbitkan
Self efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran CPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa dan KAM (unggul dan asor).
4.
Self
Efficacy
memperoleh
siswa
unggul
Bandura. A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.
yang
pembelajaran
CPS
menguasai 3 indikator self efficacy meliputi
tingkat
(level),
Carson, J. (2007). A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without Teaching Knowledge. East Carolina University. Journal The Mathematics Educator 2007, Vol. 17, No. 2, 7–14
keluasan
(Generality) dan kekuatan (Strength). Siswa kelompok asor yang memperoleh pembelajaran
CPS
menguasai
1 Isaksen, S.G, Dorval, K.B, Treffinger, D.J. (2013). Creative Approaches to Problem Solving (third edition). California : SAGE Publications, Inc
indikator self efficacy yaitu kekuatan (Strength). Siswa kelompok unggul yang
memperoleh
pembelajaran
Indrawan, R dan Yaniawati, P. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan. Bandung : PT Refika Aditama
konvensional menguasai 1 indikator meliputi keluasan (Generality). Siswa asor yang memperoleh pembelajaran konvensional
belum
memiliki
3
indikator Self efficacy. 5.
Jatisunda, M.G. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual . Thesis UPI : Tidak diterbitkan
Terdapat pengaruh positif self efficacy terhadap
kemampuan
pemecahan
masalah matematis siswa 6.
Aktivitas guru dalam menggunakan pembelajaran CPS mulai terbiasa dari pertemuan Aktivitas
ketiga siswa
dan
keempat.
dalam
mengikuti
Minarni, A. (2012). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Proseding UNNIMED
pembelajaran CPS rata-ratanya baik. 10
Pajares, F and Miller, M.D. (1994). Role of Self-Efficacy and Self-Concept Beliefs in Mathematical Problem Solving: A Path Analysis. American Psychological Association, Inc. Journal of Educational Psychology 1994, Vol. 86, No. 2, 193-203 Schunk, D. H. (2012). Learning Theories An Educational Perspective Sixth Edition. Greensboro: The University of North Carolina Schultz, D. P and Schult, S. E. (2012). Theories of Personality Tenth Edition. Belmonth: Wadsworth Cengage Learning VanGundy, A.B. (1987). Creative Problem Solving A Guide For Trainers and Management. Connecticut (USA) : Quorum Books Green Wood Press, Inc Woolfolk, A. E. (2009). Educational Psychology: Active Learning Edition (Bagian Pertama). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Woolfolk, A. E. (2009). Educational Psychology: Active Learning Edition (Bagian Kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
11